• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun yang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Net Social Benefit dari Fungsi Obyektif 7.1.1 Nilai Obyektif Setiap Skenario

Fungsi obyektif optimal manfaat sosial bersih yang dihitung dengan nilai sekarang(present value) selama horizon waktu dari tahun 2010–2025 yang dihasilkan oleh GAMS dilihat pada Tabel 23. Secara umum pada skenario untuk kuota irigasi, makin berkurang penggunaan air untuk irigasi atau makin banyak penggunaan air untuk nonirigasi makin tinggi nilai fungsi objektif manfaat sosial bersihnya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen pada setiap skenario perencana sosial, air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, atau 60 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya mengalami peningkatan.

Pada tingkat diskonto 5 persen baik untuk tingkat pertumbuan 5 persen maupun 10 persen, nilai obyektif manfaat sosial bersihnya paling baik. Bahkan, pada skenario pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya lebing tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen.

Lebih spesifik, fungsi obyektif manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial yaitu sebesar Rp 8.82 triliun dibandingkan fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen yang dibuat dengan skenario perencana sosial fungsi obyektif manfaat sosial bersihnya sebesar Rp 5.27 triliun. Manfaat sosial bersih dari hasil fungsi obyektif optimal perencana sosial akan dipakai

(2)

sebagai ceiling atau batas atas karena dianggap sebagai the best solution yang tidak mungkin dapat dicapai (Syaukat, 2000). Skenario status quo atau kuota irigasi 85 persen akan dipakai sebagai dasar pembanding skenario yang lain.

Secara persentasi, apabila dilihat dari sisi skenario status quo, pada kuota air untuk irigasi 60 persen, fungsi obyektif manfaat sosial bersih sebesar 130 persen─148 persen. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 70 persen yaitu sebesar 126 persen─138 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario kuota air untuk irigasi 80 persen yaitu sebesar 113 persen─134 persen di atas skenario status quo. Fungsi obyektif manfaat sosial bersih skenario perencana sosial di atas skenario lainnya yaitu sebesar 187 persen─212 persen di atas skenario status quo (Tabel 18.).

Tabel 18. Nilai Sekarang Total Manfaat Sosial Bersih Fungsi Obyektif Setiap Skenario

15%*) 10%*) 5%*) 15%*) 10%*) 5%*)

1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air

1) Perencana Sosial 1 168 400 2 423 100 8 827 600 894 650 1 703 000 5 273 800 2) Irigasi 80% 723 360 1 488 100 5 348 100 564 650 1 040 800 3 187 900 3) Irigasi 70% 753 710 1 709 500 6 912 700 539 310 1 021 500 3 466 700 4) Irigasi 60% 832 840 1 720 300 6 138 600 625 090 1 185 700 3 690 900

1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air

1) Perencana Sosial 205% 196% 187% 212% 209% 200%

2) Irigasi 80% 127% 120% 113% 134% 128% 121%

3) Irigasi 70% 132% 138% 146% 128% 126% 131%

4) Irigasi 60% 146% 139% 130% 148% 146% 140%

*) Tingkat Diskonto Skenario

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 10% Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5%

Total Manfaat Bersih Optimum (Rp juta)

% Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%)

(3)

Hasil dari model ASDIJ diantaranya adalah manfaat sosial bersih (Net Social Benefit) optimal yaitu jumlah dari manfaat sosial bersih sesuai dengan yang

direncanakan yaitu selama 16 tahun 2010─2025. M anfaat sosial bersih adalah selisih antara total benefit dikurangi dengan total biaya untuk setiap sektor dihitung berdasarkan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen, 80 persen, 70 persen, 60 persen dan perencana sosial untuk setiap sektor. Yang dimaksud dengan skenario perencana sosial adalah perhitungannya tidak dengan kuota, tetapi diserahkan kepada sistem dari ASDIJ. Hasil manfaat sosial bersih dari perencana sosial dipakai sebagai ‘ceiling solution’ atau batas atas skenario yang lain dan dianggap sebagai ‘the best solution’. Sedangkan batas bawah (base line) diambil dari manfaat sosial bersih berdasarkan skenario yang dianggap mendekati keadaan sekarang yaitu kuota air untuk irigasi sebesar 85 persen. Hasil (output) dari model ASDIJ adalah sebagai berikut:

1) Tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 6.14 triliun, Rp 6.91 triliun, Rp 5.35 triliun, Rp Rp 4.73 triliun, dan Rp 8.83 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen.

Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85

(4)

persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya.

(Tabel 18.)

2) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen Skenario air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, 85 persen dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ berturut-turut memberikan manfaat sosial bersih sebesar Rp 3.69 triliun, Rp 3.47 triliun, Rp 3.19 triliun, Rp Rp 2.64 triliun, dan Rp 5.27 triliun yang kesemuanya lebih besar dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen.

Dari kelima skenario tersebut semua memberikan manfaat sosial bersih yang positif dalam arti bahwa jumlah manfaat bersih lebih besar dari jumlah biaya yang diperlukan untuk memproduksi air sampai dengan dipasok kepada pengguna. Di sini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar dibandingkan skenario lainnya dan skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo hasilnya paling kecil dibandingkan skenario lainnya.

(Tabel 18)

Manfaat sosial bersih dari 1) tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen pada tingkat diskonto 5 persen lebih besar dari pada 2) tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tingkat diskonto 5 persen untuk semua sknario dan tingkat diskonto. Dan semua tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat diskonto manfaat sosial bersih optimal mengalami pertumbuhan dari setiap skenario.

Apabila dilihat kondisi perekonomian Indonesia saat ini yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, batas bawah adalah kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo, dan batas atasnya adalah hasil sknario perencana sosial,

(5)

yang memenuhi syarat sementara ini adalah kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, atau 60 persen.

3) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 130 persen─146 persen, 132 persen─146 persen, 113 persen─127 persen, 187 persen─206 persen.

4) Manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ adalah bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan menjadi antara 140 persen─148 persen, 126 persen─131 persen, 113 persen─127 persen, 187 persen─206 persen, 121 persen ─ 134 persen, 200 persen─212 persen.

Dari keempat skenario tersebut dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan 10 persen dilihat dari sisi status quo semua memberikan manfaat sosial bersih diatas 100 persen. Disini output skenario perencana sosial, hasil manfaat sosial bersih paling besar persentasenya dibandingkan skenario lainnya, tetapi di atas skenario kuota air untuk irigasi 85 persen atau status quo. Semua skenario manfaat sosial bersih meningkat di atas

(6)

skenario status quo dan paling atas manfaat sosial bersih scenario perencana sosial (Tabel 18).

7.1.2 Efisiensi Ekonomi

Hasil hitungan manfaat sosial bersih status quo digunakan sebagai ‘based line‘ atau batas bawah, terlihat dari Tabel 19 yang pertama yaitu status quo akan

digunakan untuk menganalisis skenario-skenario kuota air untuk irigasi 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial.

Tabel 19. Persentase Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum

15%*) 10%*) 5%*) 15%*) 10%*) 5%*)

1. Status Quo (Irigasi 85%) 569 740 1 237 400 4 725 700 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air

1) Perencana Sosial 105% 96% 87% 112% 109% 100%

2) Irigasi 80% 27% 20% 13% 34% 28% 21%

3) Irigasi 70% 32% 38% 46% 28% 26% 31%

4) Irigasi 60% 46% 39% 30% 48% 46% 40%

1. Status Quo (Irigasi 85%) -88% -74% 4 725 700 -83% -69% 2 637 500 2. Skenario Kuota Air

1) Perencana Sosial -75% -49% 8 827 600 -90% -35% 5 273 800

2) Irigasi 80% -85% -69% 5 348 100 -88% -61% 3 187 900

3) Irigasi 70% -84% -64% 6 912 700 -100% -61% 3 466 700

4) Irigasi 60% -82% -64% 6 138 600 -92% -55% 3 690 900

1. Status Quo (Irigasi 85%) 35% 52% 79% 421 900 813 630 2 637 500 2. Skenario Kuota Air

1) Perencana Sosial 31% 198% 235% 894 650 1 703 000 5 273 800

2) Irigasi 80% 28% 83% 103% 564 650 1 040 800 3 187 900

3) Irigasi 70% 40% 110% 162% 539 310 1 021 500 3 466 700

4) Irigasi 60% 33% 111% 133% 625 090 1 185 700 3 690 900

*) Tingkat Diskonto

Pertumbuhan Ekonomi 5%

% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Status Quo (Irigasi 85%) Skenario Pertumbuhan Ekonomi 10%

% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5%

% Perubahan Total Manfaat Bersih Optimum Terhadap Tingkat Diskonto 5%

(7)

Dilihat dari sisi efisiensi ekonomi persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen.

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen─46 pe rsen, 32 persen─46 persen, 13 persen─27 persen, 87 persen─105 persen.

1) Persentase tentang kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi status quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen.

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing berturut-turut mengalami ketidakefisienan sebesar antara 40 persen─48 persen, 26 persen─31 persen, 21 persen─34 persen, 100 persen─112 persen apabila dilihat dari sisi staus quo. Persentase kenaikan manfaat sosial bersih yang paling besar adalah skenario perencana sosial yaitu yang menunjukkan tidak efisien antara 100 persen sampai dengan 112 persen. Ini berarti semua skenario yang menggunakan kuota diatas status quo tetapi dibawah perencana sosial.

2) Persentase kenaikan manfaat sosial bersih dari skenario-skenario dilihat dari sisi Status Quo pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen.

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen apabila dilihat dari status quo masing-masing

(8)

berturut-turut mengalami kenaikan antara 30 persen─46 persen , 32 persen─46 persen, 13 persen─27 persen, 87 persen─105 persen.

3) Persentase manfaat sosial bersih bila dilihat dari manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen

Pertama, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 10 persen.

skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 49 persen─88 persen. Kedua, apabila dilihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen. skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, terlihat bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen semua skenario manfaat sosial bersih setiap skenario secara persentase mengalami penurunan 35 persen─100 persen.

Dilihat secara keseluruhan bahwa pada tingkat diskonto 10 persen dan 15 persen manfaat sosial bersihnya lebih rendah dari pada manfaat sosial bersih pada tingkat diskonto 5 persen. Pada tingkat diskonto rendah akan memberikan manfaat sosial bersih lebih tinggi, sebaliknya tingkat diskonto semakin tinggi manfaat sosial bersih makin rendah.

4) Tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen.

Skenario kuota air untuk irigasi 60 persen, 70 persen, 80 persen, dan perencana sosial, dari hasil (output) dari model ASDIJ, bahwa pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen akan memberikan manfaat sosial bersih pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen menjadi 10 persen antara 28 persen─235 persen. Kenaikan dari teringgi ke yang terendah adalah pada diskonto 5 persen, 10 persen, dan 15 persen.

(9)

7.1.3 Benefit/Cost Ratio

Metode perhitungan dalam analisis ekonomi diantaranya menggunakan Net present value(NPV) dan Benefit Cost Ratio(B/C Ratio) dan Net benefit(B-C).

Komponnen cost dan komponen benefit dihitung present value nya berdasarkan kepada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Perbandingan antara benefit dan cost yang dihitung dengan membagi nilai present value komponen benefit dengan present value komponen cost dikatakan ekonomis apabila B/C ratio lebih besar dari 1.0 (Sjarief et al, 2003).

Menurut perhitungan ASDIJ bahwa pada tingkat petumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen, B/C ratio hasil perhitungan menurut skenario kuota air untuk irigasi 80 persen antara 1.39 ─ 1.61, dan B/C ratio untuk skenario untuk kuota irigasi 85 persen antara 1.62 ─ 4.52 lebih besar daari pada skenario untuk kuota irigasi 80 persen. Untuk skenario air untuk irigasi berdasarkan perencana sosial B/C ratio, 11 tahun pertama stabil di atas 1.0 tetapi tetap dibawah B/C ratio skenario untuk kuota irigasi 85 persen dan 80 persen.

Pada 4 tahun terakhir B/C rasio perencana sosial menjadi antara 0.59 ─ 0.20 lebih kecil dari 1.0 sehingga tidak layak digunakan (Gambar 14.).

7.2 Alokasi Air Optimum

Jumlah air untuk irigasi selama 16 tahun (2010-2025) bahwa menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen (status quo), 80 persen, 70 persen, 60 persen, dan perencana sosial dengan jumlah air berturut-turut sebesar 76.2 miliar m3, 71.79 miliar m3, 62.74 miliar m3, 53.77 miliar m3 dan 63.40 miliar m3 (Tabel 20). Jumlah air untuk irigasi skenario perencana sosial, dengan jumlah air untuk

(10)

irigasi sebesar 63.40 miliar m3 didekati oleh skenario kuota air untuk irigasi 70 persen dengan jumlah air sebesar 62.74 miliar m3. Sedangkan air untuk irigasi dengan skenario air untuk irigasi 60 persen dengan jumlah air sebesar 53.77 miliar m3 dibawah skenario perencana sosial jumlah air sebesar 63.40 miliar m3

Tabel 20. Jumlah Air selama 16 tahun (2010-2025) per Sektor Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

yang dianggap tidak mencukupi penggunan air untuk irigasi guna mempertahankan swasembada pangan. Jadi skenario air untuk irigasi 80 persen di atas skenario status quo atau skenario air untuk irigasi 85 persen yang memenuhi syarat kebijakan yang diusulkan.

Jumlah Listrik Irigasi PDAM K/K Industri PAM DKI Non Listrik Status Quo (Irigasi 85%) 89 622 76 179 1 450 3 652 8 342 89 622

Perencana Sosial 91 998 63 397 8 552 9 617 10 431 91 998

Irigasi 80% 90 527 71 698 4 805 4 387 8 732 89 622

Irigasi 70% 90 527 62 735 6 572 8 490 11 825 89 622

Irigasi 60% 90 527 53 773 10 766 11 789 13 294 89 622

Sektor (juta m3) Skenario

Jumlah alokai air selama 16 tahun (2010-2025) tiga skenario yaitu status quo, perencana sosial dan skenario untuk kuota irigasi 80 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen dapat dilihat pada Tabel 21. Jumlah air untuk pengguna menurut skenario kuota air untuk irigasi 85 persen dibawah kuota air untuk irigasi 80 persen dan perencana sosial. Paling banyak menggunakan volume air adalah skenario perencana sosial. Dari jumlah air selama 16 tahun untuk semua skenario alokasi air untuk irigasi semakin berkurang, karena areal sawah semakin berkurang berubah fungsi menjadi daerah urban dan industri.

(11)

Gambar 14. B/C Ratio menurut Kuota Air untuk Irigasi 85 Persen, 80 Persen dan Perencana Sosial padTingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

(12)

Pada skenario kuota air untuk irigasi 80 persen volume air untuk irigasi dialokasikan sebesar 71.7 miliar m3 atau80 persen, tetapi pada skenario perencana sosial air untuk irigasi dialokasikan hanya sebesar 63.4 miliar m3

Sesuai perkembangan penduduk dan pertumbuhan industri di Daerah Irigasi Jatiluhur maka skenario perencana sosial memberi porsi untuk industri dan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota (PDAM K/K) diberi alokasi kuota yang paling besar, sehingga alokasi kuota untuk irigasi berkurang.

atau 69 persennya, selebihnya yaitu 31 persen dialokasikan untuk non irigasi.

Berdasarkan kuota yang paling layak seperti yang telah diuraikan di 7.1.1 dan mempunyai B/C ratio paling baik adalah kuota untuk irgasi sebesar 80 persen. Dengan kuota air untuk irigasi 80 persen, semua alokasi air untuk setiap sektor dapat terpenuhi, masih menghasilkan nilai air yang dapat menguntungkan pengguna maupun pengelola, dan memberikan manfaat sosial bersih optimal kepada pengelolanya.

Menurut perencana sosial, alokasi untuk irigasi pada awalnya alokasi optimum sebesar 4 680 juta m3 yang dapat mengairi sawah seluas 292.5 ribu hektar (asumsi per hektar memerlukaan air 8 000 m3 dan 1 tahun 2 kali tanam), tetapi pada tahun 2025 alokasi air untuk irigasi tinggal 3.2 juta m3 atau hanya mampu mengairi sawah seluas 201.2 ribu hektar sawah. Hal ini diperkirakan bahwa semula untuk irigasi perlahan-lahan air beralih fungsi untuk nonpertanian, karena pertumbuhan urban dan industri yang membutuhkan bahan baku air lebih banyak.

(13)

Tabel 21. Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Jumlah

1. Status Quo (Irigasi 85 Persen)

Listrik 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 911 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Irigasi 5 549 5 444 5 339 5 234 5 129 5 024 4 919 4 814 4 709 4 604 4 498 4 393 4 288 4 183 4 078 3 973 76 179 PDAM K/K 146 138 129 121 113 104 96 89 83 76 69 63 58 55 55 55 1 450 Industri 285 277 270 263 256 249 242 234 226 218 209 201 192 181 173 173 3 652 PAM DKI 549 546 542 539 536 533 530 526 522 519 515 511 507 502 492 473 8 342 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 2. Perencana Sosial

Listrik 6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998 Irigasi 4 680 4 588 4 495 4 401 4 307 4 211 4 115 4 019 3 921 3 823 3 724 3 625 3 524 3 423 3 322 3 219 63 397 PDAM K/K 640 625 610 595 581 566 552 539 525 512 499 486 474 462 450 438 8 552 Industri 646 639 632 625 619 613 607 601 596 591 586 581 577 572 568 565 9 617 PAM DKI 702 694 687 679 672 666 659 653 647 641 635 630 624 619 615 610 10 431 Jumlah 6 668 6 546 6 423 6 301 6 178 6 056 5 934 5 811 5 689 5 566 5 444 5 321 5 199 5 077 4 954 4 832 91 998 3. Irigasi 80 Persen

Listrik 6 595 6 470 6 345 6 220 6 095 5 970 5 845 5 720 5 596 5 471 5 346 5 221 5 096 4 971 4 846 4 721 90 527 Irigasi 5 223 5 124 5 025 4 926 4 827 4 728 4 629 4 531 4 432 4 333 4 234 4 135 4 036 3 937 3 838 3 739 71 698 PDAM K/K 486 468 448 428 406 383 359 332 305 275 243 210 174 136 96 55 4 805 Industri 431 417 402 386 368 350 329 307 283 257 228 198 165 129 91 47 4 387 PAM DKI 389 396 406 418 432 450 470 493 521 552 587 626 670 719 773 832 8 732 Jumlah 6 529 6 405 6 281 6 158 6 034 5 910 5 787 5 663 5 540 5 416 5 292 5 169 5 045 4 921 4 798 4 674 89 622 Keterangan: Jumlah untuk non listrik

(14)

Menurut skenario perencana sosial, pada awalnya alokasi air optimum untuk nonpertanian hanya 1 985 juta m3 atau 29.8 persen, tetapi pada tahun 2025 kebutuhan air untuk non pertanian menjadi 1 613 juta m3 atau 33 persen air dari air tersedia pada tahun 2025 sebesar 4 832 juta m3

Berdasarkan informasi dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II sampai saat ini pemanfaatan air sekitar diatas 12 000 m

(Tabel 21). Para pakar di bidang sumberdaya air mengemukakan bahwa inefisiensi terjadi pada sektor pertanian, karena pasokan air disamping petani tidak memberikan kontribusi ke pengelola demikian juga pemberian air ke sawah tidak dapat diukur dengan baik.

3/hektar/tanam. Menurut Balai Klimat Sukamandi kebutuhan air per hektar sebesar 8 000 m3

Dari hasil perencana sosial ini menunjukkan bahwa tidak mungkin alokasi air optimum untuk irigasi dapat diterapkan, karena air untuk irigasi sangat penting untuk ketahanan pangan. Jadi yang dapat diterapkan adalah alokasi air untuk kuota air irigasi 80 persen dimana pada tingkat pertumbuhan 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen. Air untuk irigasi pada tahun 2025 tersedia 3 739 juta m3 setara areal sawah 233.7 ribu hektar. Dengan alokasi air untuk irigasi dengan kuota 80 persen telah memberikan manfaat sosial bersih, alokasi dan nilai air optimal bagi pengguna dan pengelolanya untuk perkembangan kebutuhan air dari Waduk Juannda sampai dengan tahun 2025.

/hektar/tanam. Jadi di sektor pertanian terjadi inefisiensi penggunaan air cukup besar. Di bidang non pertanian pemakaian air cukup efisien, karena disamping pemakaiannya demikian juga penggunaannya dapat terukur dengan baik, demikian juga pengguna mau membayar dengan tarif air yang ditetapkan pemerintah yang nilainya cukup besar.

(15)

7.3 Nilai Air Berdasarkan Manfaat Marjinal 7.3.1 Nilai Air Irigasi

Model yang digunakan untuk menghitung kewajiban pelayanan umum menggunakan model Alokasi Sumberdaya Air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ).

Dari model ini perencana sosial telah menghitung nilai air optimum untuk irigasi.

Rata-rata selama 16 tahun nilai air di Tarum Timur sebesar Rp 42.21/m3, nilai air di Tarum Utara sebesar Rp 43.86/m3 dan nilai air di Tarum Barat Rp 41.27/m3. Secara keseluruhan nilai air untuk irigasi rata-rata sebesar Rp 42.24/m3

Menurut Undang-Uundang tentang Sumberdaya Air Tahun 2004, tidak dibayar oleh penggunanya. Sehingga ada kewajiban Pemerintah untuk menggantinya. Bila air untuk irigasi selama tahun 2010─2025 rata-rata sebesar 3.96 miliar m

(Tabel 22).

3

Jadi masih ada kekurangan biaya untuk operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp 167.4 miliar/tahun. Hal ini menyebabkan kualitas operasi dan pemeliharaan untuk saluran irigasi semakin berkurang. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menganggarkan untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur pada tahun 2010 sebesar Rp 100 miliar..

/tahun, maka nilai air sebesar Rp 167 miliar/tahun harus digantikan oleh pemerintah.

7.3.2 Nilai Air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota

Model yang digunakan untuk menghitung nilai air perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industri dan listrik adalah model alokasi sumberdaya air Daerah Irigasi Jatiluhur (ASDIJ). Dari model ini perencana sosial menghitung nilai air optimum untuk semua pengguna. Nilai air optimum perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industry dan listrik terlihat pada Tabel 22.

(16)

Rata-rata nilai air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur sebesar Rp 154.9/m3, di Tarum Utara sebesar Rp 157.11/m3, di Tarum Barat sebesar Rp 220.17/m3

Rata-rata nlai air optimum Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat sebesar Rp 177.36/m

.

3 lebih besar dari tarif air yang ditetapkan pemerintah untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota mulai tahun 2010 sebesar Rp 45/m3. Selisihnya, sebesar Rp 132.36/m3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air ke perusahaan daerah air minum kabupaten/kota di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat.

Apabila air yang digunakan untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota rata-rata sebesar 535 juta m3

7.3.3 Nilai Air Industri

/tahun, maka total penerimaan dari perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 94.8 miliar/tahun, sedangkan penerimaan dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 24.1 miliar, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 70.6 miliar yang harus ditanggung pemerintah.

Rata-rata nilai air untuk industri di Tarum Timur sebesar Rp 263.49/m3, di Tarum Utara sebesar Rp 278.0/m3, di Tarum Barat sebesar Rp 283.4/m3 (Tabel 22). Rata-rata nilai air optimum untuk industri di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat sebesar Rp 274.9/m3 lebih besar dari tarif air untuk industri yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 50/m3

Dengan rata-rata nilai air sebesar Rp 274.9/m .

3 diharapkan pengelola dapat memenuhi kebutuhan air intuk industri dengan baik, mengingat pertumbuhan industri di wilayah ini semakin pesat, sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara nasionl semakin baik.

(17)

Tabel 22. Nilai Air Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

Rata-rata

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor

Listrik-Juanda 20.60 22.00 23.50 25.09 26.80 28.62 30.57 32.65 34.87 37.24 39.77 42.48 45.37 48.46 51.75 55.27 35.32 35.32 Irigasi TT 25.84 27.45 29.15 30.97 32.89 34.93 37.11 39.41 41.86 44.46 47.23 50.16 53.28 56.59 60.11 63.84 42.21

Irigasi TU 27.28 28.92 30.66 32.51 34.47 36.55 38.75 41.08 43.56 46.18 48.96 51.91 55.04 58.35 61.87 65.60 43.86 42.44 Irigasi TB 25.92 27.45 29.07 30.79 32.60 34.53 36.57 38.73 41.02 43.44 46.01 48.73 51.60 54.65 57.88 61.30 41.27

PDAM K/K TT 84.89 91.30 98.20 105.61 113.58 122.15 131.36 141.27 151.92 163.37 175.67 188.90 203.12 218.41 234.84 252.50 154.82

PDAM K/K TU 84.92 91.48 98.54 106.15 114.34 123.16 132.66 142.89 153.91 165.77 178.54 192.29 207.10 223.04 240.21 258.69 157.11 177.36 PDAM K/K TB 115.62 124.94 135.01 145.89 157.65 170.35 184.08 198.91 214.93 232.23 250.93 271.13 292.95 316.53 342.00 369.51 220.17

Industri TT 140.73 151.93 164.00 176.99 190.96 206.00 222.18 239.59 258.31 278.45 300.10 323.38 348.40 375.30 404.22 435.29 263.49

Industri TU 143.99 156.07 169.10 183.16 198.33 214.69 232.33 251.35 271.85 293.95 317.76 343.42 371.06 400.82 432.88 467.40 278.01 274.95 Industri TB 141.54 154.04 167.58 182.25 198.13 215.33 233.95 254.10 275.90 299.48 324.99 352.58 382.41 414.66 449.52 487.20 283.35

PAM DKI 170.25 183.72 198.24 213.92 230.84 249.09 268.78 290.04 312.97 337.71 364.41 393.22 424.31 457.85 494.04 533.1 320.16 320.16 Rata-Rata

Sektor Wilayah

Tahun (Rp/m3)

(18)

Selisihnya, nilai air sebesar Rp 224.9/m3 harus ditanggung oleh pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air baku untuk industri di Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Apabila air yang digunakan untuk industri rata-rata sebesar 601 juta m3

7.3.4 Nilai Air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta

/tahun maka total penerimaan dari industri sebesar Rp 165.2 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 30.0 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 135.2 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah.

Rata-rata nilai air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 320.16/m3, lebih besar dari tarif air yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 122/m3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 198.1/m3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat memasok air Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di Tarum Barat. Apabila air yang digunakan sebesar 632 juta m3

7.3.5 Nilai Air Pembangkit Listrik Tenaga Air

/tahun, maka total penerimaan dari PAM DKI sebesar Rp 208.7 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 79.5 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 129.2 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah.

Rata-rata nilai air untuk listrik pembangkit listrik tenaga air sebesar Rp 35.3/m3, lebih besar dari tariff air yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 28.1/m3 (Tabel 22). Selisihnya, nilai air sebesar Rp 7.2/m3 harus ditanggung oleh Pemerintah agar dapat mencukupi pemeliharaan saluran primer dan dapat

(19)

memasok listrik ke PLN. Apabila air yang digunakan untuk listrik sebesar 5.75 miliar m3

Berdasarkan hasil perhitungan seluruh nilai air di atas maka dapat dikatakan bahwa biaya operasi dan pemeliharaan yang masih harus ditanggung pemerintah rata-rata untuk irigasi seluruhnya sebesar Rp 99.5 miliar/tahun, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 85.6 miliar/tahun, industri sebesar Rp 164.8 miliar/tahun, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 129.2 miliar/tahun dan listrik sebesar Rp 41.5 miliar (Tabel 23.). Total kekurangan semua sektor pengguna sebesar Rp 520.6 miliar/per tahun. Pada tahun 2010 Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum untuk perbaikan irigasi Daerah Irigasi Jatiluhur sebesar Rp 100 miliar pada tahun 2011, sehingga masih kekurangan Rp 420.6 miliar/tahun yang harus ditanggung Pemerintah. Kekurangan ini mengakibatkan layanan operasi dan pemeliharaan pasokan air untuk para penggunanya menjadi kurang optimal.

/tahun maka total penerimaan dari listrik sebesar Rp 203.1 miliar/tahun, sedangkan penerimaan pengelola dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp 161.6 miliar/tahun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 41.4 miliar/tahun yang harus ditanggung pemerintah.

Tabel 23. Penerimaan menurut Perencana Sosial dan Perusahaan Umum Jasa Tirta II

Rata-rata

Vol Air/Th Perencana Tarif Perencana Tarif Nilai air Penerimaan (juta m3) Sosial th 2010 Sosial th 2010 (Rp/m3) (Rp juta)

Listrik 5 750 35.32 28.10 203 058 161 572 7.22 41 485

Irigasi 3 962 42.24 0.00 167 369 0 42.24 167 369

PDAM K/K 535 177.36 45.00 94 803 24 054 132.36 70 750

Industri 601 274.95 50.00 165 259 30 052 224.95 135 206

PAM DKI 652 320.16 122.00 208 734 79 540 198.16 129 194

839 222 295 218 544 004

Jumlah Sektor

Nilai Air (Rp/m3) Penerimaan (Rp juta) Selisih

(20)

7.4 Biaya Marjinal

Dalam pengelolaan sumber daya air yang bersifat intertemporal mengakibatkan pengelola melakukan pengelolaan sampai pada horizon waktu sehingga air sebagai sumber daya alam menjadi berkelanjutan. Pengelola menghadapi kurva penawaran dengan fungsi biaya total (biaya produksi) yang digunakan untuk menyalurkan atau memasok air kepada para penggunanya.

Dalam konteks dinamik, nilai air akan maksimum pada saat nilai air sama dengan biaya marjinal ditambah dengan user cost marjinal dan tingkat diskonto sumber daya air tidak nol.

Dalam pembahasan biaya marjinal rata-rata dilihat dari sisi perencana sosial pada tingkat pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tingkat diskonto 5 persen (Tabel 24.) adalah sebagai berikut: biaya rata-rata listrik sebesar Rp 21.21/m3; irigasi pertanian biaya rata-rata sebesar Rp 25.14/m3; biaya rata-rata perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 155.63/m3. Biaya rata-rata untuk industri sebesar Rp 253.18/m3, dan biaya rata-rata Perusahaan Air Minum DKI Jakarta sebesar Rp 195.65/m3

7.5 Biaya Marjinal Pengguna .

Alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini karena air bukan saja merupakan modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namum juga menyangkut dimasa mendatang serta resiko dan ketidakpastian dan alokasi sumberdaya air itu sendiri, maka keputusan intertemporal juga menyangkut biaya pengguna (user cost). Biaya pengguna menggambarkan surplus yang dapat

(21)

Tabel 24. Biaya Marjinal Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 15.86 16.48 17.11 17.77 18.44 19.14 19.85 20.59 21.35 22.13 22.94 23.77 24.62 25.50 26.41 27.34 21.21 21.21 Irigasi TT 22.36 22.81 23.25 23.66 24.06 24.43 24.78 25.10 25.39 25.65 25.86 26.04 26.18 26.27 26.31 26.30 24.90

Irigasi TU 22.96 23.43 23.88 24.32 24.73 25.13 25.49 25.83 26.14 26.41 26.64 26.83 26.98 27.09 27.14 27.13 25.63 25.14 Irigasi TB 22.60 23.04 23.45 23.85 24.22 24.56 24.88 25.16 25.41 25.62 25.78 25.90 25.97 25.98 25.94 25.84 24.89

PDAM K/K TT 81.90 86.90 92.23 97.92 103.98 110.45 117.36 124.74 132.63 141.05 150.06 159.69 169.99 181.02 192.82 205.47 134.26

PDAM K/K TU 81.82 86.94 92.41 98.26 104.51 111.19 118.34 125.99 134.18 142.96 152.35 162.43 173.22 184.80 197.22 210.55 136.07 155.63 PDAM K/K TB 111.55 119.31 127.66 136.63 146.28 156.66 167.83 179.85 192.79 206.72 221.73 237.91 255.34 274.13 294.38 316.23 196.56

Industri TT 135.14 145.22 156.08 167.80 180.43 194.06 208.77 224.64 241.76 260.25 280.21 301.76 325.03 350.16 377.30 406.62 247.20

Industri TU 136.09 146.58 157.93 170.19 183.45 197.78 213.28 230.04 248.17 267.78 288.99 311.95 336.79 363.68 392.77 424.27 254.36 253.18 Industri TB 135.76 146.49 158.10 170.68 184.30 199.06 215.05 232.38 251.16 271.51 293.57 317.49 343.42 371.53 402.02 435.09 257.98

PAM DKI 112.05 119.73 127.98 136.85 146.36 156.59 167.58 179.40 192.11 205.78 220.48 236.31 253.35 271.70 291.45 312.74 195.65 195.65 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota

Sektor Wilayah

Tahun (Rp/m3)

Rata-Rata

(22)

diperoleh di masa mendatang jika pemilik atau pengelola sumberdaya memutuskan untuk ekstrasi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi

dengan model ASDIJ dengan dasar dan skenario kuota.

Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna listrik sebesar Rp 14.11/m3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk irigasi Rp 17.30/m3. Biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota sebesar Rp 21.73/m3, biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk industri Rp 21.77/m3. biaya rata-rata yang ditanggung oleh pengguna air untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Rp 124.50/m3

Biaya yang ditanggung pengguna air dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta paling besar yaitu 39 persen dari nilai airnya dan pengguna air untuk industri menanggung biaya pengguna air sebesar 8 persen-nya.

(Tabel 25).

Komponen biaya marjinal pengguna yang dibebankan kepada pengguna. Semakin banyak pengguna memerlukan sumberdaya air semakin banyak terjadi eksternalitas yang mempengaruhi kelestarian infrastruktur. Hal ini karena murahnya tarif air yang ditetapkan pemerintah kepada sektor pengguna. Oleh karena itu perlu dilakukan internalisasi pengaruh kepada infrastruktur, sehingga pemanfaatan air dapat ditekan menjadi tidak berlebihan.

Pajak juga dapat membantu mengurangi eksternalitas hal ini dimakasudkan agar dapat mengurangi ekternalitas.

(23)

Tabel 25. Biaya Marjinal Pengguna Menurut Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen

Rata-rata

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor

Listrik-Juanda 4.73 5.52 6.38 7.33 8.36 9.49 10.72 12.06 13.52 15.11 16.84 18.71 20.75 22.95 25.34 27.93 14.11 14.11 Irigasi TT 3.48 4.64 5.91 7.30 8.83 10.50 12.32 14.31 16.47 18.82 21.36 24.12 27.10 30.32 33.80 37.55 17.30

Irigasi TU 4.32 5.49 6.78 8.19 9.74 11.42 13.25 15.25 17.42 19.77 22.32 25.08 28.06 31.27 34.73 38.47 18.22 17.30 Irigasi TB 3.31 4.41 5.62 6.94 8.39 9.97 11.69 13.57 15.61 17.83 20.23 22.83 25.64 28.67 31.94 35.47 16.38

PDAM K/K TT 2.99 4.40 5.96 7.69 9.60 11.69 14.00 16.52 19.29 22.31 25.62 29.21 33.13 37.39 42.02 47.04 20.55

PDAM K/K TU 3.10 4.54 6.13 7.89 9.83 11.97 14.32 16.90 19.72 22.81 26.19 29.87 33.88 38.24 42.98 48.13 21.03 21.73 PDAM K/K TB 4.07 5.63 7.35 9.26 11.37 13.70 16.25 19.06 22.14 25.51 29.20 33.22 37.62 42.40 47.61 53.28 23.60

Industri TT 5.58 6.72 7.92 9.19 10.53 11.94 13.42 14.95 16.55 18.19 19.89 21.62 23.37 25.14 26.91 28.67 16.29

Industri TU 7.91 9.48 11.17 12.97 14.88 16.91 19.05 21.31 23.69 26.17 28.77 31.47 34.26 37.15 40.10 43.13 23.65 21.77 Industri TB 5.77 7.55 9.48 11.57 13.83 16.27 18.90 21.72 24.74 27.98 31.42 35.10 39.00 43.13 47.50 52.11 25.38

PAM DKI 58.20 63.98 70.26 77.08 84.47 92.50 101.20 110.64 120.86 131.93 143.93 156.91 170.96 186.15 202.59 220.36 124.50 124.50 Keterangan: TT = Tarum Timur, TU = Tarum Utara, TB = Tarum Barat, K/K = Kabupaten/Kota

Sektor Wilayah

Tahun (Rp/m3)

Rata-Rata

Gambar

Tabel  20.  Jumlah Air selama  16 tahun (2010-2025) per Sektor  Menurut Skenario pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi  5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen
Tabel 21.   Tabel Alokasi Air Optimal Berdasar Status Quo, Perencana Sosial dan Kuota Air Irigasi 80 Persen untuk Tiap Sektor pada  Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat Diskonto 5 Persen
Tabel 22.   Nilai Air  Menurut  Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhaan Ekonomi 5 Persen dan  Tingkat  Diskonto 5  Persen   Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 20.60 22.00 2
Tabel 24.    Biaya Marjinal Menurut  Perencana Sosial pada Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen dan Tingkat  Diskonto 5 Persen  Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 per sektor Listrik-Juanda 15.86 16.48
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sektor ekonomi berikutnya yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi di tahun 2012 adalah sektor bangunan yaitu sebesar 10,39 persen, diikuti sektor listrik, gas dan air

Dari hasil regresi model fixed effect, variabel bebas yaitu pengaruh tingkat pendidikan, pertumbuhan ekonomi dan rasio gini terhadap tingkat pengangguran terbuka di Daerah

Nilai R-Square pada persamaan penelitian di 28 provinsi luar Pulau Jawa sebesar 0,541 yang berarti 54,1% variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, dan

Secara umum, perubahan yang dikehendaki dari adanya pemekaran wilayah adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, kemampuan fiskal daerah yang semakin baik dan tidak

Keterbukaan perdagangan yang didukung oleh tersedianya kualitas modal manusia memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap pertumbuhan

Jika pertumbuhan ekonomi meningkat, GDP per kapita suatu negara juga akan berada pada tingkat yang tinggi, sehingga penduduk di negara yang bersangkutan mempunyai kesempatan

5 Peta-jalan penelitian Kejelasan peta-jalan penelitian 5 2 Luasnya Dampak Proposal Manfaat Sosial- ekonomi 5 Kesesuaian dengan bidang fokus/unggulan ITB Kesesuaian dengan

5 Peta‐jalan penelitian Kejelasan peta‐jalan penelitian 5 2 Luasnya Dampak Proposal Manfaat Sosial‐ ekonomi 5 Kesesuaian dengan bidang fokus/unggulan ITB Kesesuaian dengan