V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Kabupaten Raja Ampat Dalam pelaksanan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001, yang membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan pemekaran daerah. Bersamaan dengan itu, muncullah aspirasi masyarakat Papua untuk memisahkan diri (merdeka) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak Tahun 1999 sampai tahun 2001, dengan alasan sudah hampir 37 tahun (1963-2000) Papua bergabung dengan NKRI tetapi terus tertinggal di berbagai aspek kehidupan pembangunan. Masyarakat Papua merasa sumberdaya alamnya melimpah namun miskin di atas kekayaan alam tersebut, karena selama pemerintahan sentralistik (orde baru), semua kekayaan alam Papua di bawa ke pusat sedangkan daerah hanya memperoleh sebagian kecil saja. Tuntutan dan kekecewaan masyarakat Papua tersebut, langsung ditanggapi oleh pemerintahan Indonesia Bersatu yang dipimpin Presiden Megawati Soekarno Putri dengan mencari solusi terbaik untuk mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI dengan menerbitkan suatu produk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (Otsus). Dengan adanya produk Undang-undang tersebut dan diperkuat dengan UU No.22 Tahun 1999 dan juga PP No.129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka pada tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi Papua melalui DPRD mengusulkan 14 calon daerah otonom baru di Papua ke pemerintah pusat. Dengan adanya usulan tersebut, maka pada tanggal 11 Desember 2002 pemerintah RI menetapkan 14 kabupaten baru di Tanah Papua berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Mapi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang.
Pembentukan 14 kabupaten baru di Provinsi Papua melalui hak inisiatif DPR yang didasarkan pada hak legislasi DPR dalam membentuk Undang-undang yang salah satunya adalah UU Pembentukan Daerah. DPR mengajukan usulan UU Pembentukan Daerah berdasarkan usulan masyarakat yang disampaikan kepada DPR. Dengan demikian pembentukkan 14 kabupaten baru di Papua termasuk Kabupaten Raja Ampat, alasan politik lebih dominan dibandingkan dengan alasan teknis sebagaimana diamanatkan dalam PP No.129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Hal ini berkaitan dengan belum sepenuhnya disosialisasikannya PP No.129 Tahun 2000 pada Tahun 2001, sehingga belum secara optimal diperketat kriteria pemekaran dan persyaratan pembentukan daerah otonom baru. Di dalam PP No.129 Tahun 2000 yang kemudian diperbaharui dengan PP No.78 Tahun 2007 bahwa kriteria pemekaran dan persyaratan pembentukan harus dilakukan dengan kajian akademik yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri. Namun pembentukan 14 Kabupaten baru di Provinsi Papua tidak dilakukan kajian akademik oleh perguruan tinggi negeri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota DPRD Kabupaten Raja Ampat (2008), bahwa pada saat usulan pemekaran Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2001 data indikator dalam PP No.129 Tahun 2000 sebagian besar sudah dipenuhi, namun datanya tidak tersedia untuk peneliti. Dengan tidak adanya data pada Tahun 2001 terkait usulan pembentukan Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2002, maka untuk menilai apakah indikator pemekaran sudah atau belum dipenuhi setelah 3 tahun pemekaran, peneliti menggunakan data BPS (Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Dalam Angka) dan sumber data lainnya pada Tahun 2006. Data tersebut dilihat pada Lampiran 3.
Dijelaskan dalam Undang-undang tersebut, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi pemekaran, khususnya Kabupaten Raja Ampat adalah untuk memacu pembangunan di Provinsi Papua pada umumnya, serta Kabupaten Sorong khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaran pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, dan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan perkembangan kemampuan
ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya, maka dipandang perlu untuk membentuk Kabupaten Raja Ampat. Pemekaran ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
Respon masyarakat Raja Ampat juga sangat tinggi terhadap pembentukan Kabupaten Raja Ampat, hal ini dapat dilihat dari kemauan masyarakat Raja Ampat dalam menantikan terbentuknya kabupaten baru yaitu mengadakan seminar, lobi dan pendekatan dengan pemerintah pusat untuk mendukung terbentuknya Kabupaten Raja Ampat. Dukungan masyarakat juga dibuktikan dengan pemberian cuma-cuma tanah adat seluas 600 hektar untuk pembangunan infrastruktur pemerintahan di Ibukota Kabupaten Raja Ampat di Waisai, serta pada setiap Ibukota Distrik tanpa diminta ganti rugi tanah. Disamping itu telah dijelaskan bahwa adanya Undang-Undang RI No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang RI No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Daerah dan Pusat, ikut mendorong respon masyarakat Kabupaten Raja Ampat dalam mendukung pelaksanaan pembangunan.
Indikator pemekaran wilayah berdasarkan PP N0.129 Tahun 2000 serta UU No.32 Tahun 2004 pasal 5 dinyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administrasi, teknis dan fisik wilayah. Syarat administrasi telah dipenuhi Kabupaten Raja Amat dengan adanya persetujuan dari DPRD Kabupaten Sorong dan persetujuan dari DPRD Provinsi Papua dan Gubernur Papua pada tahun 2001 serta adanya rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Syarat teknis meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah dan pertimbangan lainnya. Dalam PP No.129 Tahun 2000 yang kemudian diperbaharui dengan PP No.78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, dijelaskan tata cara pengukuran dan penilaian persyaratan pembentukan daerah sebagai berikut :
1. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Sorong pada tahun 2006 berjumlah 81.109 jiwa, sedangkan Kabupaten Raja Ampat 32.175 jiwa. Jumlah penduduk kedua kabupaten ini selisih 48.934 jiwa, ini karena Kabupaten Sorong merupakan kabupaten induk yang sudah lama dan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang sudah maju serta adanya transmigrasi nasional asal Jawa dan Bali yang menetap di sana. Kepadatan penduduk di Raja Ampat 5 jiwa/km2 sedangkan Kabupaten Sorong 4 jiwa/km2. Secara lengkap jumlah, laju dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Lampiran 4.
2. Kemampuan Ekonomi
Pengukuran kemampuan ekonomi untuk Kabupaten Raja Ampat yang dimekarkan pada akhir 2002 dapat didekati dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan membandingkan PDRB perkapita dan pertumbuhan ekonomi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa PDRB perkapita Kabupaten Raja Ampat setelah 3 tahun dimekarkan bernilai Rp.6.574.102,56 juta; sedangkan Kabupaten Sorong bernilai Rp.10.504.664,96 juta. Untuk pertumbuhan ekonomi menunjukan nilai 1,32% untuk Kabupaten Sorong dan 7,85% untuk Kabupaten Raja Ampat. Kemudian kontribusi PDRB non migas untuk Kabupaten Sorong sebesar 0,20% sedangkan kontribusi PDRB non migas untuk Kabupaten Raja Ampat sebesar 0,05%.
3. Kemampuan Keuangan
Kemampuan ekonomi juga bisa didekati dengan Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) yang dihitung berdasarkan penerimaan daerah sendiri terhadap jumlah penduduk dan rasio penerimaan daerah sendiri terhadap PDRB. Hasil yang diperoleh menunjukkan rasio penerimaan daerah sendiri terhadap jumlah penduduk Kabupaten Sorong bernilai Rp.6.717.947,34 juta sedangkan Kabupaten Raja Ampat bernilai Rp.12.097.758,08 juta. Untuk rasio PDS terhadap PDRB menunjukkan nilai Rp. 1.840.214,38 juta sedangkan untuk Kabupaten Raja Ampat dan nilai Rp.639.520,38 juta untuk Kabupaten Sorong.
Dari kedua indikator syarat pemekaran wilayah tersebut menunjukkan nilai yang sangat berbeda antara kabupaten induk dan hasil pemekaran dimana Kabupaten Raja Ampat nilainya agak tinggi dari Kabupaten Sorong, yang mengindikasikan pemekaran layak dilakukan untuk Kabupaten Raja Ampat.
4. Potensi Daerah
Indikator potensi daerah menunjukan kemampuan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten hasil pemekaran masih belum memiliki potensi daerah yang memadai jika dibandingkan dengan kabupaten induknya. Ini bisa dilihat dari masih sangat minimnya sarana perbankan yang hanya satu unit yaitu Bank Papua Cabang Waisai untuk melayani 32.175 jiwa. Begitu pula dengan sarana dan prasarana ekonomi seperti pertokoan dan pasar yang tersedia masih sangat minim jumlahnya dan dalam skala yang sangat kecil. Dimana hanya terdapat 265 toko, 2 buah pasar permanen, 80 Sekolah Dasar, 16 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, 75 fasilitas kesehatan dan 557 Pegawai Negeri Sipil. Ini juah lebih sedikit bila dibandingkan dengan potensi daerah yang dimiliki kabupaten induk Sorong. Namun sarana dan prasarana pemerintah di Kabupaten Raja Ampat sudah tercukupi dengan baik, hal ini bisa dilihat dari tersedianya gedung perkantoran untuk masing-masing dinas dan instansi pemerintahan di ibukota kabupaten di Waisai. Lahan yang tersediapun masih cukup luas dan memungkinkan untuk dibangunnya gedung perkantoran yang baru. Indikator potensi lainnya juga masih menunjukkan jumlah yang sangat terbatas. Hal ini tentu saja bukan kendala bagi daerah yang baru dimekarkan, dengan adanya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diharapkan ke depan potensi daerah tersebut dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Sosial Budaya dan Sosial Politik
Sosial budaya dan sosial politik masyarakat di Kabupaten Raja Ampat menunjukkan hal yang baik, dengan rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk bernilai 36,36. Kabupaten Sorong telah memiliki sarana peribadatan yang jauh lebih baik dengan nilai 71,01. Fasilitas lapangan olahraga di Raja Ampat hanya bernilai 33,56 dengan jumlah balai pertemuannya sebanyak 14 unit. Ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan Kabupaten Sorong yang jumlah
fasilitas lapangan olahraga dan balai pertemuannya cukup banyak (namun data tidak tersedia). Jumlah organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong terutama partai politik sampai saat ini ada 34 partai politik peserta pemilu legislatif dan Presiden RI 2009 di kedua wilayah tersebut. Serta adanya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup di Raja Ampat berjumlah 8 LSM.
6. Luas Daerah
Luas wilayah daratan keseluruhan untuk Kabupaten Sorong adalah 18.170 km2. Sedangkan luas wilayah Kabupaten Raja Ampat secara keseluruhan (daratan dan perairan) adalah 46,106 km2, sedangkan luas wilayah daratannya sendiri adalah 6.084, 50 km2. Keadan topografi pada wilayah Kabupaten Raja Ampat sebagian besar ± 70% merupakan daerah perairan yang memisahkan pulau yang satu dengan pulau yang lainnya, sehingga perbandingan wilayah darat dan laut adalah 1:6, dengan wilayah perairan yang lebih dominan.
7. Pertahanan dan Keamanan
Untuk keamanan dan ketertiban, Kabupaten Raja Ampat maupun Kabupaten Sorong cukup aman dari bentuk gangguan dan ancaman dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Jumlah personil aparat keamanan di Kabupaten Sorong lebih banyak jika dibandingkan dengan Kabupaten Raja Ampat. Kepulauan Raja Ampat memiliki peranan sangat penting sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri. Pulau Fani yang terletak diujung paling utara dari rangkaian Kepulauan Raja Ampat, berbatasan langsung dengan Republik Palau, sehingga banyak sekali kapal-kapal nelayan luar negeri yang dapat mencari ikan di perairan Raja Ampat. Hal ini harus diwaspadai oleh personil TNI/Polri untuk menempatkan kapal-kapal patroli yang beroperasi secara rutin di perairan Raja Ampat, sehingga keamanan di wilayah perairan Raja Ampat dan sekitarnya terkendali.
8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan melihat tiga aspek kehidupan manusia, yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent living). Berdasarkan data IPM dan Analisis Situasi Pembangunan Manusia Papua (BPS Papua, 2004), menyatakan bahwa harapan hidup di Kabupaten Raja Ampat adalah 64,4 tahun, melek huruf (butuh huruf) 76,9 tahun, lama sekolah 6,0 tahun, standar layak hidup yaitu rata-rata konsumsi riil yang disesuaikan sebesar Rp.572,8; sehingga rata-rata IPM Kabupaten Raja Ampat adalah 59,8. Sedangkan harapan hidup di Kabupaten Sorong adalah 65,3 tahun, melek huruf (butuh huruf) 89,9 tahun, lama sekolah 6,9 tahun, standar layak hidup yaitu rata-rata konsumsi riil yang disesuaikan sebesar Rp.572,8 sehingga rata-rata IPM Kabupaten Sorong adalah 64,6. Nilai IPM Kabupaten Raja Ampat lebih kecil dari Kabupaten Sorong, kesenjangan ini mungkin disebabkan oleh kondisi geografisnya dan kondisi infrastruktur di bagian pedalaman pulau-pulau di Raja Ampat yang sangat buruk sehingga menciptakan daerah-daerah yang terisolasi. Dengan demikian, maka mengindikasikan pemekaran layak dilakukan untuk Kabupaten Raja Ampat agar mengejar ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan guna meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakatnya.
9. Rentang Kendali
Rentang kendali bisa dilihat dari dari jarak distrik ke pusat pemerintahan (Kabupaten Induk). Rata-rata jarak distrik di Kabupaten Sorong ke pusat pemerintahan bernilai 59,67 km2. Sedangkan rata-rata jarak distrik di Kabupaten Raja Ampat ke pusat pemerintahan bernilai 66,40 km2. Jarak yang sangat jauh ini memungkinkan suatu wilayah tidak bisa terlayani dengan baik, sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan sangat lambat karena adanya kendala jarak dan waktu tempuh yang cukup lama. Oleh karena itu, sangat layak apabila wilayah Raja Ampat dimekarkan menjadi Kabupaten baru yaitu Kabupaten Raja Ampat. Lebih jelas tentang hasil perbandingan perhitungan indikator kelayakan pemekaran seperti terlihat pada Lampiran 5.
5.2. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Ekonomi
5.2.1. Pertumbuhan Struktur Ekonomi Wilayah
a. PDRB Migas dan Nonmigas serta Laju Pertumbuhannya
Pertumbuhan struktur ekonomi wilayah (Kabupaten Sorong dan Raja Ampat) didekati dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada saat sebelum dan sesudah pemekaran. Data PDRB merupakan cerminan jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit usaha produksi dalam jangka waktu tertentu (1 tahun). Data PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat dan Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Jumlah PDRB dengan minyak dan gas bumi (migas) dan PDRB tanpa minyak dan gas bumi (Nonmigas) dan laju pertumbuhan untuk Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Lampiran 9, 10 dan pada Tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Jumlah PDRB Migas dan Nonmigas serta Laju Pertumbuhannya di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Tahun
Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat PDRB Migas PDRB Nonmigas PDRB Migas PDRB Nonmigas
Rp
(Juta) Laju (%) (Juta) Rp Laju (%) (Juta) Rp Laju (%) (Juta) Rp Laju (%) 1997 571,90 - 328,75 - 1998 1.369,56 139,47 545,14 65,82 1999 1.237,55 -9,64 659,73 21,02 2000 1.511,19 22,11 544,91 -17,40 2001 1.492,92 -1,21 576,65 5,82 2002 1.501,35 5,40 576,57 -0,01 Rata2 781,70 31,23 646,35 15,05 2003 1.628,82 8,49 654,57 13,53 184,12 - 184,12 - 2004 1.789,15 9,84 782,94 19,61 195,73 6,30 195,73 6,30 2005 1.580,50 -11,66 840,89 7,40 514,10 162,66 196,11 0,20 2006 1.581,20 0,04 852,02 1,32 515,24 0,22 211,52 7,85 2007 1.632,67 3,26 903,25 6,01 529,36 2,74 225,35 6,54 Rata2 1.326,37 1,99 806,73 9,57 387,71 42,98 202,56 5,22 Sumber : BPS Kabupaten Sorong dan Raja Ampat
Sebelum pemekaran PDRB Migas atas harga konstan 2000 Kabupaten Sorong mempunyai nilai sebesar 571,90 milyar rupiah pada Tahun 1997 menjadi 1.501,35 trilyun rupiah pada Tahun 2002 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 31,27% setiap tahunnya. Laju pertumbuhannya cenderung menurun dari 139,47% Pada Tahun 1998 menjadi 5,40% dan tumbuh negatif pada Tahun 1999
(-9,64%) dan pada Tahun 2001 (-1,21%). Hal ini terjadi karena pada tahun 1998, dampak terjadinya krisis ekonomi secara nasional berimbas pada PDRB Kabupaten Sorong Tahun 1999. Sedangkan PDRB Nonmigas mempunyai nilai sebesar 328,75 milyar rupiah pada Tahun 1997 menjadi 576,57 milyar rupiah pada Tahun 2002 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 15,05% setiap tahunnya. Laju pertumbuhannya juga cenderung menurun dari 65,82% Pada Tahun 1998 menjadi -0,01% pada Tahun 2002 (Gambar 5).
Perbandingan PDRB Migas dan Nonmigas, pada saat pemekaran Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong Selatan pada Tahun 2002 dari kabupaten induk Sorong, dapat meningkatkan PDRB dengan migas Kabupaten Sorong dari Tahun 2001 yang sebesar Rp.1.492.927,30 juta menjadi Rp.1.501.355,50 juta dengan laju pertumbuhan yang positif yaitu 5,40% pada tahun 2002 tersebut. PDRB Kabupaten Sorong 0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00 1.200,00 1.400,00 1.600,00 1.800,00 2.000,00 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelum pemekaran Setelah pemekaran
Tahun Rp (J u ta ) PDRB Migas PDRB Nonmigas
Gambar 5. PDRB Migas dan Nonmigas Kabupaten Sorong berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000.
Sedangkan PDRB nonmigas sebesar Rp.576.649,29 pada Tahun 2001 mengalami penurunan menjadi Rp.576.569,63 pada saat pemekaran berlangsung di Tahun 2002 dengan mengalami penurunan laju sebesar -0,01%. Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini wilayah Raja Ampat dan Sorong Selatan
hanya sedikit menyumbang sebagian kontribusi sektor lapangan usaha pada perekonomian Kabupaten Sorong khususnya PDRB dengan Migas.
Setelah pemekaran (tahun 2003) PDRB Migas Kabupaten Sorong terus tumbuh dari Rp.1.628.822,11 juta hingga Tahun 2007 menjadi Rp.1.632.678,43 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,99%. Namun laju pertumbuhannya mengalami penurunan dari 8,49% pada Tahun 2003 menjadi 3,26% di Tahun 2007. Hal mengindikasikan bahwa sektor yang menyumbang kontribusi terbesar bagi perekonomian Kabupaten Sorong adalah minyak dan gas bumi, bukan nonmigas. Sedangkan setelah pemekaran laju pertumbuhan PDRB nonmigas, terus tumbuh secara positif, namun cenderung mengalami penurunan dari 13,53% pada Tahun 2003 menjadi 6,01% pada Tahun 2007.
Sementara PDRB dengan Migas Kabupaten Raja Ampat yang pada awal terbentuknya mencapai Rp.184.125,22 juta, hingga mencapai Rp.520.366,78 juta pada tahun 2007 dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 42,98%. Laju pertumbuhannya selalu tumbuh positif namun menurun dari 6,30% pada Tahun 2004 menjadi 2,74% pada Tahun 2007. Sebaliknya laju PDRB nonmigas Kabupaten Raja Ampat terus mengalami peningkatan dari 6,30% pada awal pemekaran menjadi 6,54%, hal ini mengindikasikan bahwa sektor yang menyumbang kontribusi terbesar bagi perekonomian Kabupaten Raja Ampat adalah nonmigas, terutama sektor pertanian bukan migas (Gambar 6, 7 dan 8). Setelah pemekaran PDRB kedua kabupaten ini tumbuh secara positif.
PDRB Kabupaten Raja Ampat
0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Rp (J u ta ) Migas Nonmigas
Gambar 7. Laju Pertumbuhan PDRB Migas Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran.
Gambar 8. Laju Pertumbuhan PDRB Nonmigas Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran.
b. PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhannya
Angka PDRB per kapita merupakan cerminan kondisi perekonomian suatu daerah/wilayah yang lebih riil dibandingkan angka PDRB saja. Hal ini karena telah memperhitungkan jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan. PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhannya di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran dapat dilihat pada Tabel 15. Laju pertumbuhan PDRB /jumlah penduduk di Kabupaten Sorong sebelum dimekarkan cenderung tumbuh positif dengan rata-rata mencapai 27,62%. Penurunan sempat terjadi pada Tahun 1999 karena masih pengaruh dari adanya krisis ekonomi pada Tahun 1998 hingga mencapai laju kontraksi sebesar -15,79% dan juga terjadi pada Tahun 2001 (-4,01%) dan 2002 (2,28%). -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ta hun L a ju ( % )
Sorong (Migas) Raja Ampat (Migas)
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ta hun L a ju ( % )
Tabel 15. Perkembangan PDRB per Kapita (Ribu Rp/tahun/orang) Daerah Induk (Kabupaten Sorong) dan Daerah Otonom Baru (Kabupaten Raja Ampat) Sebelum dan Setelah Pembentukan
Tahun Sebelum
Pembentukan 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Rata2 Daerah Induk 4.462 10.687 8.998 10.865 10.429 10.190 9.272, - Pertumbuhan (%) * 139,47 -15,79 20,74 -4,01 -2,28 27,62
Daerah Otonom Baru - - - -
- Pertumbuhan (%) - - -
Tahun Setelah
Pembentukan 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2 Daerah Induk 21.893 23.365 20.055 19.494 19.739 20.909 - Pertumbuhan (%) 114,83 6,73 -14,17 -2,79 1,25 21,17 Daerah Otonom Baru 6.268 6.44 16.444 16.013 15.316 12.097
- Pertumbuhan (%) * 2,80 155,19 -2,62 -4,35 37,75 Sumber : BPS Kabupaten Sorong dan Raja Ampat
Setelah pemekaran, laju PDRB per kapita di Kabupaten Sorong terus mengalami penurunan dari Rp.21.893.358,80 juta pada Tahun 2003 dan menjadi Rp.19.739.556,17 juta pada Tahun 2007 dengan rata-rata laju pertumbuhan mencapai 21,17%. Tingginya laju ini dipicu karena tidak dihitung lagi penduduk yang ada di dua wilayah pemekaran baru yaitu Raja Ampat dan Sorong Selatan pada Tahun 2002, sehingga secara nominal pembaginya menjadi kecil.
Berbeda dengan di Raja Ampat, awal terbentuknya pemerintahan ini ditandai dengan angka PDRB perkapita relatif tinggi mencapai Rp.6.268.092,59 pada Tahun 2003 menjadi Rp.15.316,43 juta dan terus tumbuh dengan laju rata-rata mencapai 37,75%. Rendahnya PDRB per kapita Kabupaten Raja Ampat bila dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Sorong disebabkan karena Raja Ampat merupakan kabupaten yang baru, sehingga sektor-sektor ekonominya belum berkembang secara maksimal.
Secara umum ekonomi wilayah Kabupaten Sorong (Daerah Induk) rata-rata menunjukkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang meningkat dibandingkan Daerah Otonom Baru (Kabupaten Raja Ampat). Namun rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat setelah pemekaran umumnya mendekati daerah induknya Kabupaten Sorong. Akan tetapi pertumbuhan PDRB perkapitanya semakin menurun, namun laju pertumbuhannya terus meningkat. Pada awal pemekaran laju pertumbuhannya positif dan
meningkat tajam pada Tahun 2005 melebihi pertumbuhan di Daerah Induk Sorong, namun pada tahun 2006 dan 2007 pertumbuhannya negatif lebih menurun dari Kabupaten Sorong. Hal ini diperkuat dengan data perkembangan pertumbuhan ekonomi di Daerah Induk (Kabupaten Sorong) dan di Daerah Otonom Baru (DOB) yang dapat dilihat pada Tabel 19. Dimana perkembangan struktur ekonomi wilayah kedua kabupaten tersebut meningkat, namun Kabupaten Raja Ampat baru meningkat di Tahun 2006 dan 2007. Artinya perkembangan kinerja di Daerah Otonom Baru relatif tidak lebih baik dibandingkan perkembangan kinerja di daerah induknya.
c. Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Struktur perekonomian daerah ditentukan oleh sektor yang terbesar sumbangan terhadap pembentukan PDRB. Proporsi peranan sektoral terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga konstan 1993 dan 2000 dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Proporsi (%) Peranan Sektoral terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten Sorong Atas Dasar Harga Berlaku 1993 dan 2000
Tahun Peranan Sektor PDRB (%) Pertani an Pertamb angan In dus tri Lis trik & A ir Ban gun an Per dag angan T rans portasi Keuangan Jasa-j asa 1997 31,20 45,45 6,18 0,16 3,24 2,51 2,83 0,69 7,74 1998 24,06 60,45 4,44 0,11 1,58 1,84 1,67 0,57 5,29 1999 31,11 48,78 5,34 0,13 2,30 2,49 1,87 0,36 7,60 2000 11,97 64,09 14,50 0,06 1,32 1,75 0,70 0,14 5,47 2001 13,48 64,47 11,17 0,07 1,45 1,93 0,80 0,13 6,47 2002 13,81 61,75 13,50 0,07 1,45 1,89 0,81 0,12 6,58 Rata2 20,94 57,49 9,19 0,10 1,89 2,07 1,45 0,33 6,52 2003 13,19 59,97 16,37 0,07 1,44 1,83 0,78 0,12 6,22 2004 12,62 56,45 21,17 0,07 1,91 1,71 0,76 0,12 5,19 2005 14,10 47,04 26,39 0,08 2,28 2,13 0,94 0,16 6,86 2006 14,62 47,07 25,71 0,08 2,40 2,18 0,99 0,15 7,44 2007 14,57 45,02 26,49 0,08 2,49 2,18 1,06 0,17 7,93 Rata2 13,82 51,11 23,23 0,07 2,10 2,01 0,91 0,14 6,73 Total Rata2 17,38 54,30 16,21 0,08 1,99 2,04 1,18 0,23 6,62 Sumber : BPS Kabupaten Sorong 1997-2007
Terlihat bahwa baik sebelum dan setelah pemekaran penyumbang terbesar PDRB Sorong berturut-turut adalah sektor pertambangan dan penggalian, pertanian, indusri pengolahan dan jasa-jasa. Sebelum pemekaran (1997-2002) rata-rata peranan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang sebesar 57,49%, pertanian 20,94%, indusri pengolahan 9,19% dan jasa-jasa 6,52%. Sementara sektor usaha lain seperti bangunan/kontruksi, listrik dan air minum, perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menyumbang di bawah 3%. Setelah pemekaran (2003-2007) sektor pertanian menyumbang 13,82%, pertambangan dan penggalian 51,11%, industri pengolahan 23,23% dan jasa-jasa 6,73%. Sementara sektor usaha lain seperti bangunan/kontruksi, listrik dan air minum, perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menyumbang di bawah 3% pada PDRB Kabupaten Sorong (Gambar 9).
Proporsi (% ) PDRB Sektoral Kabupaten Sorong Berdasar Atas Harga Berlaku Tahun 1993 dan 2000
0 10 20 30 40 50 60 70 Pertan ian Pertam bang an Indu stri List rik & Air M inu m Kon stru ksi Perdag angan Tran sporta si Ke uanga n Jasa -jasa Sektor Pr op or s i ( % ) Sebelum Setelah
Gambar 9. Proporsi sektor PDRB Kabupaten Sorong Berdasar Harga Berlaku Tahun 1993 dan Tahun 2000 Sebelum dan Setelah Pemekaran.
Setelah pemekaran Kabupaten Raja Ampat, sektor pertanian mendominasi PDRB dengan rata-rata proporsi 51,35% disusul sektor pertambangan dan penggalian 36,24%, sektor jasa-jasa 4,11% (Gambar 10). Sektor-sektor lainnya rata-rata menyumbang di bawah 3% seperti terlihat pada Tabel 17. Kondisi sektor-sektor penyumbang PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran seperti terlihat Tabel 18 dan 19. Dapat disimpulkan bahwa
sektor pertanian yang dapat memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian wilayah kepulauan Raja Ampat dimana menunjukkan keunggulan peringkat pertama bila dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tabel 17. Proporsi Peranan Sektoral terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat Atas Dasar Harga Berlaku 2000 (%).
Tahun Peranan Sektor PDRB (%) Pertani an Pertamb angan In dus tri Pen go la ha n Lis trik & A ir Ban gun an Per dag angan T rans portasi Keuangan Jasa-j asa 2003 83,42 0,39 0,45 0,10 3,00 3,38 4,98 0,24 4,04 2004 81,05 0,38 0,46 0,10 3,73 4,24 4,79 0,23 5,01 2005 29,84 62,81 0,17 0,04 1,65 1,61 0,97 0,09 2,83 2006 31,39 59,47 0,19 0,04 2,27 1,88 0,87 0,09 3,80 2007 31,04 58,14 0,19 0,04 2,69 2,06 0,88 0,09 4,86 Rata2 51,35 36,24 0,29 0,06 2,67 2,63 2,49 0,15 4,11
Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat 2003-2007
Proporsi (% ) PDRB Sektoral Kabupaten Raja Ampat Berdasar Atas Harga Berlaku Tahun 2000
0 10 20 30 40 50 60 Perta nian Pertam banga n Indu stri Listr ik & Air Mi num Kon stru ksi Perdag anga n Tran spor tasi Keua ngan Jasa -jasa Sektor P ropor s i ( % )
Gambar 10. Proporsi Sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat Berdasar Harga Berlaku Tahun 2000 Setelah Pemekaran.
Tabel 18. Pertumbuhan sektor PDRB Kabupaten Sorong sebelum & setelah pemekaran
Tahun
Sektor PDRB (milyar rupiah)
Pertani an Pertamb ang an In du stri Lis trik & A ir Ban gunan Perd ag ang an T rans portasi Ke uan ga n Jasa-j asa 1997 203,17 245,20 35,15 1,09 16,24 15,06 16,53 4,63 28,15 1998 330,45 827,15 60,70 1,47 21,57 25,14 22,84 7,78 72,43 1999 371,69 580,68 107,28 1,58 27,41 29,62 22,23 4,53 92,67 2000 180,91 968,48 219,17 0,94 19,90 26,37 10,61 2,12 82,66 2001 192,05 918,41 159,17 1,06 20,75 27,46 11,42 1,88 92,25 2002 207,35 927,14 202,74 1,14 21,79 28,42 12,12 1,79 98,84 Rata2 247,60 744,51 130,70 1,21 21,27 25,34 15,96 3,78 77,84 Laju 6,32 45,02 42,28 3,69 6,96 13,57 -0,50 -7,17 32,19 2003 214,92 976,76 266,62 1,19 23,43 29,67 12,76 1,98 101,28 2004 225,77 1.009,87 378,67 1,23 34,23 30,61 13,57 2,17 92,99 2005 222,82 743,51 417,14 1,28 36,16 33,72 14,86 2,59 108,41 2006 231,22 744,25 406,53 1,32 37,99 34,56 15,78 2,39 117,58 2007 237,87 735,00 432,51 1,43 40,63 35,73 17,25 2,83 129,41 Rata2 226,52 841,88 380,29 1,29 34,48 32,86 14,84 2,39 109,93 Laju 2,07 -4,83 11,21 3,77 12,75 3,84 6,27 7,93 5,38 Sumber : BPS Kabupaten Sorong
Tabel 19. Pertumbuhan sektor-sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat setelah pemekaran
Tahun
Sektor PDRB (milyar rupiah)
Pertan ia n Pertambang an Ind ustri Pen gol ah an Listrik & Air Minu m Ban gunan Pe rd agang an Transp ortasi & Komun ikasi K eua ng an Jasa-j as a 2003 155,21 0,74 0,79 0,11 5,74 5,94 9,37 0,44 5,75 2004 160,91 0,78 0,85 0,12 7,46 7,80 9,68 0,46 7,64 2005 157,86 318,82 0,90 0,13 9,25 8,53 5,53 0,49 12,59 2006 165,35 304,69 0,97 0,13 11,91 9,50 4,98 0,52 17,17 2007 170,48 305,15 1,03 0,14 14,20 10,43 5,27 0,53 22,12 Rata2 161,96 186,04 0,91 0,13 9,71 8,44 6,96 0,48 13,05 Laju 2,40 8.155,09 5,05 3,34 18,94 8,59 -10,52 3,64 33,45 Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat
a. Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan rangkuman dari beberapa subsektor yang meliputi tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasilnya, kehutanan dan perikanan. Sebelum pemekaran sektor ini memiliki proporsi mencapai rata-rata 21,49% atau setara dengan Rp.247.600.000; tiap tahunnya. Pertumbuhan sektor pertanian dalam menyumbang PDRB migas sebelum dan sesudah pemekaran dapat dilihat pada Gambar 11. Dari kelima subsektor di atas, subsektor perikanan menyumbang terbesar (41,59%), kemudian diikuti kehutanan (29,98%) dan tanaman bahan makanan (23,20%).
Sebelum pemekaran (1997 hingga 2002) terlihat bahwa sektor pertanian tumbuh positif dengan rata-rata mencapai 6,32% per tahun. Peranan sektor ini pada PDRB Kabupaten Sorong sebesar 21,49% dan berada pada peringkat kedua setelah sektor pertambangan dan penggalian. Tidak seperti sektor lainnya, krisis ekonomi yang terjadi pada Tahun 1998 tidak membuat goncangan yang berarti bagi sektor pertanian, disini terlihat dengan tidak terjadi penurunan yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena komponen impor dari faktor produksi pertanian relatif sedikit, sehingga tidak terpengaruh oleh goncangan kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Penurunan di sektor ini hanya terjadi di Tahun 2000 dengan laju negatif sebesar -51,32% dan tumbuh kembali hingga Tahun 2002.
Setelah pemekaran, sektor pertanian turun ke peringkat ketiga dengan rata-rata menyumbang sebesar 13,82% per tahun pada PDRB Kabupaten Sorong, sedangkan di Kabupaten Raja Ampat sektor pertanian merupakan penyumbang pertama dengan rata-rata proporsi sebesar 52% per tahun. Di Kabupaten Sorong pada Tahun 2003 menyumbang Rp.214.920,29 juta (13,19%) sedangkan di kabupaten hasil pemekaran (Raja Ampat) menyumbang sebesar Rp.155.210,44 juta (84,31%). Laju pertumbuhan pada 5 Tahun setelah pemekaran (2003-2007) menunjukkan kecenderungan tumbuh positif pada tingkat 2,07% untuk Kabupaten Sorong dan 2,40% untuk Kabupaten Raja Ampat. Setelah pemekaran subsektor kehutanan merupakan penyumbang terbesar di sektor pertanian (35,14%), disusul subsektor tanaman bahan makanan yang menyumbang sebesar (27,47%). Berbeda dengan Kabupaten Sorong, di Kabupaten Raja Ampat subsektor perikanan
merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar 74,02% kemudian diikuti oleh subsektor kehutanan menyumbang sebesar 14,27%.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun R p ( J u ta)
Sorong Raja A mpat
Gambar 11. PDRB sektor pertanian Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
b. Sektor Pertambangan dan penggalian
Kabupaten Sorong yang lebih dikenal dengan sebutan Kota Minyak, karena di daerah ini terdapat banyak sumur minyak yang menghasilkan tambang berupa minyak dan gas bumi. Tidak heran kalau perekonomian daerah ini banyak dipengaruhi oleh besar kecilnya laju pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian. Perekonomian Kabupaten Sorong sebelum pemekaran masih didominasi oleh subsektor pertambangan minyak dan gas bumi. Sumbangan sektor tersebut selama Periode 1997-2002 mencapai 56,75% per tahun dan tumbuh dengan laju rata-rata 45,02% per tahun, merupakan peringkat pertama terhadap perekonomian daerah Sorong.
Setelah pemekaran, sektor ini tetap menjadi penyumbung terbesar dan peringkat pertama bagi perekonomian Kabupaten Sorong. Pada Tahun 2003 sektor ini menyumbang Rp.976.763,19 juta (59,97%), kenaikan tertinggi terjadi pada Tahun 2004 mencapai 56,45% (Rp.1.009.897,11 trilyun); sedangkan di Kabupaten Raja Ampat hanya menyumbang sebesar Rp.741,86 juta (0,40%) (Gambar 12). Laju pertumbuhan pada 4 tahun data pengamatan menunjukkan kecenderungan mengalami kontraksi -4,83% untuk Kabupaten Sorong, tetapi kecenderungan positif dengan laju 8.155,09% untuk Kabupaten Raja Ampat. Karena pada Tahun 2005 sektor pertambangan di wilayah Raja Ampat yang
semula dikelola pemerintah Kabupaten Sorong diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya (PDRB). Laju ini sangat berkontraksi dibanding saat sebelum pemekaran Kabupaten Sorong. 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Rp ( J u ta )
Sorong Raja Ampat
Gambar 12. PDRB sektor pertambangan dan penggalian Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
c. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan meliputi industri besar dan kecil, industri kecil kerajinan rumah tangga dan industri penggilangan minyak. Sektor ini dari Tahun 1997 sampai 2002 tumbuh relatif stabil dengan laju rata-rata mencapai 42,28%. Kenaikan tertinggi terjadi di Tahun 2000 yang mencapai 14,50% (Gambar 13). Saat terjadi krisis ekonomi, sektor ini mampu tumbuh dengan tingkat yang lebih rendah dari sebelumnya. Proporsi relatif terhadap sektor lain juga menunjukkan pertumbuhan positif tiap tahunnya dari 6,15% pada Tahun 1997 menjadi 13,50% pada Tahun 2002. Sektor ini merupakan penyumbang peringkat ketiga terhadap perekonomian daerah Sorong selama Periode 1997-2002, dimana subsektor yang banyak memberikan sumbangan terbesar adalah industri penggilangan minyak bumi (61,91%), sehingga tidak heran kalau daerah ini mendapat julukan Kota Minyak.
Setelah pemekaran, sektor industri pengolahan Kabupaten Sorong pada Tahun 2003 menjadi Rp.266.624,39 juta atau naik 16,37% dari sebelum
dimekarkan, sementara di Kabupaten Raja Ampat hanya menyumbang sebesar Rp.797,14 juta (0,43%). Hingga Tahun 2007, sektor ini tumbuh positif, baik di Kabupaten Sorong (11,21%) dan di Kabupaten Raja Ampat sebesar 5,05%. Selama periode 2003-2007, sektor ini naik menjadi peringkat kedua terhadap perekonomian daerah Sorong dengan sumbangan sebesar 23,23%, sehingga menggeser sektor pertanian yang sebelum pemekaran di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun R p (J u ta )
Sorong Raja A mpat
Gambar 13. PDRB sektor industri pengolahan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
d. Sektor Listrik dan Air Minum
Sektor ini mencakup produksi listrik baik oleh PLN maupun non PLN serta air minum yang dikelola oleh perusahaan negara. Sebelum pemekaran, sektor ini menyumbang rata-rata 0,11% dari total PDRB Kabupaten Sorong. Peningkatan agak tinggi terjadi pada Tahun 1999 hingga mencapai Rp.1.585,20 (0,19%), dan kemudian tumbuh kembali dengan perlahan (Gambar 14). Selama Periode 1997-2002 sektor ini terus tumbuh dengan laju rata-rata 3,69% per tahun yaitu dari Rp.1.098,49 juta menjadi Rp.1.145,29 juta.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 T ahun R P (J u ta )
Sorong Raja Am pat
Gambar 14. PDRB sektor listrik dan air minum Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
Setelah pemekaran, sektor listrik dan air minum tumbuh relatif lebih rendah dibanding sebelum dimekarkan, baik di Kabupaten Sorong maupun Raja Ampat. Di Kabupaten Sorong pada Tahun 2003, sektor ini hanya menyumbang Rp.1.191,53 juta (0,07%) dan pada Tahun 2007 sebesar Rp.1.426,09 juta (0,08%). Sementara di Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang Rp.116,97 juta (0,06%) pada Tahun 2003 dan terus tumbuh hingga mencapai Rp.139,44 juta (0,03%) pada Tahun 2007 dengan laju rata-rata mencapai 3,34%.
e. Sektor Bangunan dan Konstruksi
Sektor ini mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, irigasi, pasar dan fasilitas umum lainnya. Sektor ini menyumbang Rp.16.244,66 juta (2,84%) pada Tahun 1997 dari total PDRB Kabupaten Sorong, dan terus tumbuh sampai pada puncak tertinggi di Tahun 1999 sebesar Rp.27.407,82 (2,21%) dan pertumbuhan ini tidak terpengaruh dengan dampak krisis ekonomi di Tahun 1998. Namun sampai Tahun 2000 proporsinya menurun hingga 1,32% dan mengalami laju negatif sebesar -27,38% dan kembali tumbuh dengan positif pada Tahun 2001-2002 (Gambar 15).
Setelah pemekaran, sektor bangunan dan konstruksi tumbuh positif. Pada Tahun 2003 di Kabupaten Sorong, sektor ini menyumbang Rp.23.428,33 juta (1,44%) dan Rp.40.632,91 juta (2,49%). Sementara di Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang Rp.5.743,02 juta (3,12%) pada Tahun 2003 dan terus tumbuh hingga mencapai Rp.14.200,68 juta (2,68%) pada Tahun 2007.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun R p ( J u ta )
Sorong Raja A mpat
Gambar 15. PDRB sektor bangunan dan konstruksi Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang Rp.15.064,83 juta (2,63%) pada Tahun 1997 dan terus meningkat hingga Tahun 1999. Krisis ekonomi pada Tahun 1998 tidak menyebabkan penurunan yang terlalu besar pada sektor ini, hanya saja di Tahun 2000 proporsinya menurun hingga tinggal 1,75% dan laju tumbuhnya mengami penurunan sebesar-10,94% dan kembali tumbuh dengan positif dari Tahun 2001-2002 (Gambar 16). Sebelum pemekaran, sektor ini laju pertumbuhannya selalu positif tiap tahun dengan rata-rata 13,57%.
Setelah pemekaran, sektor ini menyumbang Rp.29.869,58 juta (1,83%) pada Tahun 2003 dan terus tumbuh menjadi Rp.35.730,33 juta (2,18%) pada Tahun 2007 di Kabupaten Sorong. Sementara di Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang Rp.5.940,90 juta (3,23%) pada Tahun 2003 dan Rp.10.427,85 juta (1,97%) pada Tahun 2007. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh bersamaan dengan adanya perbaikan-perbaikan sarana infrastruktur di kedua kabupaten sehingga potensi interaksi dengan daerah-daerah lainnya menjadi lebih meningkat.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Rp ( J u ta )
Sorong Raja Ampat
Gambar 16. PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 & 2000
g. Sektor Transportasi dan Komunikasi
Sektor ini mencakup kegiatan transportasi umum untuk barang dan penumpang baik melalui jalan raya, udara, laut, sungai, termasuk jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Sebelum pemekaran, Tahun 1997 hingga 2002 sektor ini tumbuh negatif dengan laju rata-rata mencapai -0,50% per tahun. Kecenderungan tumbuh negatif ini terutama terjadi pada Tahun 1999 (-2,71%) dan Tahun 2000 (-52,27%), namun pada Tahun 2001 dan 2002 kembali tumbuh dengan laju yang positif (Gambar 17).
Gambar 17. PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 & 2000 sebelum dan setelah pemekaran 0 5 10 15 20 25 30 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Rp ( J u ta )
Setelah pemekaran, sektor transportasi dan komunikasi menyumbang Rp.12.763,76 juta (0,78%) pada Tahun 2003 dan Rp.17.254,15 juta (1,06%) pada Tahun 2007 di Kabupaten Sorong. Sementara di Kabupaten Raja Ampat, pada Tahun 2003 sektor ini menyumbang Rp.9.274,70 juta (5,09%) dan pertumbuhannya menurun menjadi Rp.5.269,10 juta (1,00%). Penurunan ini terjadi akibat dari hilangnya nilai tambah subsektor angkutan udara, sebagai akibat dipindahkannya bandar udara Yefman ke Kota Sorong pada Tahun 2005.
h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sektor yang meliputi kegiatan bank, keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan ini, menyumbang Rp.4.633,54 juta (0,81%) pada Tahun 1997 dan berkembang hingga Tahun 1998 sebesar 0,57%, namun karena pengaruh krisis ekonomi yang terjadi pada Tahun 1998 menyebabkan penurunan sektor ini dari Tahun 1999 hingga 2002 dengan rata-rata laju negatif sebesar -27,71% (Gambar 18).
Setelah pemekaran, sektor ini tumbuh secara positif, di Kabupaten Sorong pada Tahun 2003 dengan menyumbang PDRB sebesar Rp.1.980,15 juta (0,12%) dan terus tumbuh hingga mencapai Rp.2.834,85 juta (0,17%) pada Tahun 2007. sementara di Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang Rp.442,54 juta (0,24%) pada Tahun 2003 dan Rp.535,15 juta (0,10%) pada Tahun 2007.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Rp (J u ta )
Sorong Raja Ampat
Gambar 18. PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
i. Sektor Jasa-Jasa
Sektor jasa-jasa mencakup jasa pemerintahan umum, jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, jasa perseorangan dan rumah tangga. Sektor ini menyumbang Rp.28.154,67 juta (4,92%) pada Tahun 1997 dan tumbuh terus hingga Tahun 1999 dengan proporsi 7,49%, namun tumbuh negatif dengan laju -10,80% pada Tahun 2000, kemudian kembali tumbuh positif hingga Tahun 2002.
Setelah pemekaran, sektor ini menyumbang Rp.101.280,87 juta (6,22%) pada Tahun 2003, namun tumbuh dengan negatif sebesar -8,18% pada Tahun 2004 di Kabupaten Sorong, kemudian kembali tumbuh secara positif hingga Tahun 2007 dengan rata-rata laju mencapai 11,94%. Sedangkan di Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang Rp.5.757,65 juta (3,13%) pada Tahun 2003 dan Rp.22.120,31 juta (4,18%) pada Tahun 2007 (Gambar 19).
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun R p ( J ut a)
Sorong Raja Ampat
Gambar 19. PDRB sektor jasa-jasa Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran
5.2.2. Perkembangan Struktur Ekonomi Wilayah
Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB mencerminkan tingkat perkembangan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat saat sebelum dan setelah dimekarkan. Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12 Nilai IDE Kabupaten Sorong sebelum dimekarkan meningkat pada Tahun 1997
dan 1999, namun menurun pada Tahun 1998 karena terjadinya krisis ekonomi, dan juga menurun pada Tahun 2000, kemudian cenderung meningkat sampai terjadi pemekaran (Tabel 20).
Tabel 20. Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Kab.
Nilai IDE PDRB
Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sorong 1,40 1,18 1,40 1,15 1,17 1,21 1,23 1,26 1,40 1,41 1,43 Raja
Ampat
0,69 0,75 0,96 1,02 1,06
Sumber : Data diolah (2008)
Krisis ekonomi telah menggeser proporsi relatif sektor-sektor dengan menurunkan secara nyata proporsi aktivitas sektor pertanian, pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Setelah pemekaran, terlihat adanya perkembangan masing-masing sektor di Kabupaten Sorong. Sektor pertanian, industri pengolahan, bangunan dan konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi. Tingkat perkembangan nilai IDE Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini.
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 Sebelum Setelah Tahun N ila i ID E P D R B Sorong Raja Ampat
Gambar 20. Tingkat perkembangan nilai IDE PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Raja Ampat diawal pemekaran menunjukkan tingkat perkembangan yang lebih rendah dibanding sebelum pemekaran. Hal ini disebabkan dominasi sektor pertanian terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya. Namun pada Tahun 2007 mulai terjadi perkembangan terlihat meningkatnya nilai IDE dari 0,69 menjadi 1,06. Secara umum pendekatan nilai IDE, menunjukkan adanya kecenderungan arah positif perkembangan sektor-sektor ekonomi di Sorong dan Raja Ampat setelah terjadinya pemekaran wilayah. Jika ditilik dari teori klasik, dimana peran pemerintah diharapkan sekecil mungkin, agar pasar yang mendistribusikan potensi-potensi ekonomi, Tarigan (2005) disita Agusniar (2006) menyarankan agar pemerintah daerah memberikan kebebasan kepada setiap orang/badan untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan); tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang; tidak membuat tarif pajak daerah lebih tinggi dari daerah lain sehingga pengusaha enggan berusaha di daerah tersebut; menjaga keamanan dan ketertiban; menyediakan berbagai fasilitas dan prasarana sehingga pengusaha dapat beroperasi dengan efisien serta tidak membuat prosedur penanaman modal yang rumit; berusaha menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Modal pertumbuhan klasik akan berjalan jika asumsi pasar sempurna dapat terpenuhi, terutama terkait kesempurnaan akses terhadap informasi. Namun demikian, Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat melalui kewenangannya diharapkan mampu memberi arah menuju pada kondisi pasar sempurna, seperti mencegah adanya monopoli maupun monopsoni serta menjamin informasi yang mudah diakses bagi seluruh masyarakat.
5.3. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Kapasitas Daerah 5.3.1. Pertumbuhan Kapasitas Fiskal Daerah
Kapasitas fiskal daerah didekati dari data penerimaan daerah (APBD) yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan lain-lain penerimaan yang sah. Data realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kabupaten Sorong Tahun Anggaran 1998-2007 dan Kabupaten Raja Ampat Tahun Anggaran 2004-2007 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14. Angka-angka
ini merupakan cerminan atas kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat dalam memanfaatkan potensi di daerahnya. Proporsi dan Laju Pendapatan Daerah Kabupaten Sorong Tahun 1998-2007 dan Kabupaten Raja Ampat 2004-2007 dapat dilihat pada Gambar 21 dan Lampiran 15 dan 16 . Sebelum pemekaran, pendapatan daerah Kabupaten Sorong tumbuh positif dengan rata-rata laju mencapai 38,03% dari Rp.92.120.624.960; milyar pada Tahun 1998 menjadi Rp.343.764.504.000; milyar pada Tahun 2002 (Tabel 21).
Berdasar angka rata-rata, unsur dana perimbangan memiliki proporsi yang lebih besar yaitu Rp.160.730,84 milyar per tahun (93,06%) di Kabupaten Sorong, bila dibandingkan dengan penerimaan pendapatan lainnya. Sebelum pemekaran proporsi penerimaan dana perimbangan terbesar yaitu Rp.280.064,50 milyar (81,47%) pada Tahun 2002. Hal ini mengindikasikan tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Disatu sisi, PAD Kabupaten Sorong terus tumbuh positif sebelum pemekaran dengan laju rata-rata mencapai 37,54%, namun secara proporsi relatif masih kecil bila dibandingkan penerimaan dari dana perimbangan yang mencapai laju rata-rata sebesar 41,86%.
Setelah pemekaran, dana perimbangan terus tumbuh pesat sebagai unsur penerimaan daerah Kabupaten Sorong maupun Kabupaten Raja Ampat. Sementara PAD sebagai cerminan kemampuan aparat pemerintah daerah yang bersangkutan di dalam memanfaatkan potensi daerahnya, terlihat pertumbuhan yang cukup signifikan dibanding sebelum pemekaran Kabupaten Sorong.
Data sebelum pemekaran, rata-rata penerimaan lain-lain di Kabupaten Sorong mencapai Rp.26.510,42 milyar (3,34%) dari total penerimaan selama Periode 1998-2002. Sementara PAD, dari proporsi masih relatif kecil, namun secara nominal rata-rata tumbuh positif. Hal ini mengindikasikan masih belum terlihatnya hasil upaya pemerintah daerah di dalam memanfaatkan potensi melalui usaha nyata.
Tabel 21. Kapasitas fiskal daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Tahun
Kabupaten Sorong (Juta) Kabupaten Raja Ampat (Juta)
PAD Dana Perimbangan Penerimaan
lain-lain sah Rp (Juta) Jumlah PAD Dana Perimbangan Penerimaan lain sah lain- Rp (Juta) Jumlah
Rp (Juta) (%) Rp (Juta) (%) Rp (Juta) (%) Rp (Juta) (%) Rp (Juta) (%) Rp (Juta) (%)
1998 4.514,71 4,91 87.605,91 95,09 - 0 92.120,62 1999 2.948,85 3,73 74.916,80 94,64 1.292,64 1,63 79.158.30 2000 4.079,79 3,52 111.866,86 96,48 - 0 115.946,65 2001 6.010,44 2,35 249.200,13 97,64 - 0 255.210,58 2002 11.971,78 3,48 280.064,50 81,47 51.728,21 15,05 343.764,50 Rata2 5.905,11 3,59 160.730,84 93,06 26.510,42 3,34 161.408,47 Laju 37,54 41,86 - 38,03 2003 6.721,78 1,75 312.385,00 81,47 64.293,69 16,77 383.400,48 -* -* -* -* -* -* -* 2004 15.625,79 6,62 219.207,28 92,86 1.220,55 0,52 236.053,62 3.571,51 5,99 55.107,70 92,42 946,00 1,59 59.625,21 2005 6.382,35 1,91 316.095,52 94,41 12.315,00 3,68 334.792,87 1.874,50 1,24 135.861,00 90,12 13.015,61 8,64 150.751,11 2006 6.016,28 1,11 536.244,70 98,41 2.626,00 0,48 544.885,99 3.365,52 0,86 379.358,86 97,46 6.520,97 1,67 389.245,36 2007 8.669,53 1,44 561.147,75 93,06 33.158,90 5,50 602.976,18 3.678,26 0,80 450.610,91 98,33 4.000,00 0,87 458.289,17 Rata2 8.683,15 2,56 389.016,05 92,04 22.722,83 5,39 420.421,83 3.122,45 2,22 255.234,62 94,58 6.120,64 3,19 264.477,71 Laju 13,56 20,04 383,84 17,67 13,77 114,85 395,77 109,58
Sumber : BPS dan Bagian Keuangan Bupati Sorong dan Raja Ampat.
Keterangan : -* Tahun 2003 Kabupaten Raja Ampat belum memiliki pendapatan daerah sendiri, semua pembiayaan rutin dan pembangunan masih dibiayai oleh kabupaten induk Sorong selama 1 tahun.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelum Setelah Tahun P ropor s i ( % ) PAD Sorong
PAD Raja Ampat
Dana Perimbangan Sorong Dana Perimbangan Raja Ampat Penerimaan lain-lain Sorong Penerimaan lain-lain Raja Ampat
Gambar 21. Proporsi (%) penerimaan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Setelah pemekaran, terjadi perubahan dalam penerimaan daerah Kabupaten Sorong dengan semakin besar dan meningkatnya penerimaan dari dana perimbangan. Hal ini disebabkan karena pemberlakuan Undang-undang Otonomi Daerah yang memberikan dana perimbangan kepada daerah sebesar celah fiskal daerah tersebut, sehingga otomatis daerah yang rendah kemampuan keuangannya akan menerima dana alokasi umum (DAU) yang lebih besar dari pemerintah pusat. Proporsi dana perimbangan yang diterima Kabupaten Sorong setelah pemekaran sebesar 92,53% dari total penerimaan sedangkan penerimaan dari PAD dan penerimaan lain-lain hanya sebesar 2,56% dan 5,39%.
Setelah pemekaran di Tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Raja Ampat belum memiliki pendapatan daerah sendiri, semua pembiayaan rutin dan pembangunan masih dibiayai oleh kabupaten induk Sorong selama 1 tahun. Pendapatan Daerah Sendiri baru ada sejak tahun anggaran 2004.
Di Kabupaten Raja Ampat juga tidak jauh berbeda dengan kondisi di Kabupaten Sorong, dimana setelah pemekaran wilayah menyebabkan Pendapatan Daerah setiap tahunnya meningkat, namun peningkatan ini bukan disebabkan kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi daerah (PAD), tetapi lebih karena penerimaan dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan yang
semakin besar. Dari Tabel 21, terlihat bahwa kontribusi PAD terhadap total Pendapatan Daerah Raja Ampat selama periode 2004-2007 hanya sebesar 2,22% dan penerimaan lainnya hanya sebesar 3,19%.
Kontribusi terhadap pendapatan daerah terbesar berasal dari transfer Pemerintah Pusat, yaitu untuk Dana Perimbangan memberikan kontribusi sebesar 94,58%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa transfer Pemerintah Pusat yang memberikan andil besar terhadap pendapatan daerah selama tahun anggaran 2004 hingga 2007.
Kondisi di atas terjadi karena, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat baru terbentuk pada tahun 2003 dan perangkat hukum dan perangkat daerah untuk meningkatkan PAD seperti Peraturan Daerah tentang pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum sepenuhnya tersedia dengan optimal. Selain itu, kondisi sarana dan prasarana agar berfungsinya pungutan atas pajak daerah dan retribusi daerah juga belum tersedia secara optimal, seperti pasar, tempat parkir kendaraan, tempat pelelangan ikan, hotel, restoran, reklame, jasa kebersihan, jasa penerangan jalan umum dan lainnya.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh melalui pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba dari perusahaan daerah dan penerimaan lain-lain. Angka-angka ini merupakan cerminan atas kemampuan pemerintah daerah Sorong dan Raja Ampat dalam memanfaatkan potensi di daerahnya. Data PAD Sorong sebelum dimekarkan mengalami pertumbuhan yang positif dari Rp.4.514.714.850; milyar pada Tahun 1998 menjadi Rp.11.971.780.000; milyar pada Tahun 2002 (Gambar 22).
Setelah pemekaran, PAD Kabupaten Sorong mengalami penurunan dari Rp.11.971.780.000; milyar pada Tahun 2002 menjadi Rp.6.721.783.000; milyar pada Tahun 2003, namun kembali meningkat menjadi Rp.15.625.792.000; milyar pada Tahun 2004. Selanjutnya menurun lagi hingga Rp.8.669.530.000; milyar pada Tahun 2007. Tidak jauh berbeda dengan PAD Kabupaten Raja Ampat yang pada awal dimekarkan mencapai Rp.3.571.511.573; milyar menurun tajam menjadi Rp.1.874.500.000; milyar pada Tahun 2005, namun kembali meningkat hingga mencapai Rp.3.678.260.000; milyar pada Tahun 2007.
Kabupate n Sor ong 0 1.000.000.000 2.000.000.000 3.000.000.000 4.000.000.000 5.000.000.000 6.000.000.000 7.000.000.000 8.000.000.000 9.000.000.000 10.000.000.000 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun R p ( J ut a )
Pajak daerah Retribusi daerah Bagi laba BUMD Penerimaan lain-lain
Gambar 22. PAD Kabupaten Sorong sebelum dan setelah pemekaran
Kontribusi terbesar bagi PAD Kabupaten Raja Ampat adalah lain-lain pendapatan yang sah mencapai rata-rata 1,19% per tahun, diikuti retribusi daerah dengan rata-rata mencapai 0,97% kemudian disusul pajak daerah dengan rata-rata 0,05% setiap tahunnya. Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten yang baru dimekarkan sehingga belum memiliki badan usaha milik daerah (BUMD), sehingga kontribusi dari sumber pendapatan ini bagi PAD masih kosong (Gambar 23). Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Manokwari, 2007 bahwa pendapatan retribusi dari sektor perikanan mempunyai porsi yang cukup besar dari seluruh penerimaan retribusi Tahun Anggaran 2006, yaitu sebesar 77,26% sehingga sektor perikanan akan menjadi sumber penerimaan yang signifikan bagi PAD Pemerintah Kabupaten Raja Ampat di masa mendatang.
Kabupaten Raja Ampat
0 250.000.000 500.000.000 750.000.000 1.000.000.000 1.250.000.000 1.500.000.000 1.750.000.000 2.000.000.000 2.250.000.000 2.500.000.000 2004 2005 2006 2007 Tahun R p ( 000) Pajak Daerah Retribus i Daerah Lain-lain PAD yang Sah
Menurut Agusniar (2006), kondisi yang diharapkan setelah adanya pemekaran wilayah adalah penerimaan dari PAD yang mendominasi penerimaan daerah karena semakin meningkatnya pendapatan yang bisa dikelola oleh pemerintah daerah. Otonomi daerah mengharapkan adanya kemandirian dari daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, termasuk juga kemampuan mengelola keuangannya sendiri, sehingga akan mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat. Namun kenyataannya belum seperti yang diharapkan dan tidak sesuai dengan tujuan dari Undang-undang Otonomi Daerah.
b. Dana Perimbangan
Dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana bagi hasil merupakan dana yang diperoleh suatu daerah/kota yang dibagikan kepada daerah provinsi dan pemerintah pusat. DAU dan DAK diperoleh dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN. Dana perimbangan terdiri dari 3 jenis sumber dana merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Proporsi Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK Kabupaten Sorong dan Raja Ampat seperti terlihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22. Proporsi Dana Perimbangan terhadap APBD Kabupaten Sorong dan
Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Tahun
Kabupaten Sorong (%) Kabupaten Raja Ampat (%) Bagi hasil pajak Bagi hasil bukan pajak DAU DAK Bagi hasil pajak Bagi hasil bukan pajak DAU DAK 1998 18,72 1,02 45,54 29,44 1999 7,47 1,21 58,64 25,52 2000 20,16 2,81 53,22 18,07 2001 11,75 1,66 73,79 9,89 2002 14,68 5,55 56,79 1,16 2003 11,10 2,14 67,11 1,12 2004 21,71 11,07 50,85 3,44 13,38 2,84 61,24 7,54 2005 28,39 8,68 41,29 5,17 15,68 1,51 45,49 7,04 2006 24,73 6,67 47,42 6,11 1,66 15,63 55,53 8,06 2007 27,08 7,01 43,37 6,38 1,43 14,11 57,80 11,82 Sumber : Data diolah, 2008
Data Tabel di atas menunjukkan bahwa proporsi dana bagi hasil pajak untuk Kabupaten Sorong menunjukkan rata-rata jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini semakin nyata setelah adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat, hal ini mengindikasikan bahwa walaupun terjadi pemekaran wilayah namun potensi pajak di Kabupaten Sorong tetap meningkat. Begitu pula untuk dana bagi hasil bukan pajak, sebelum dan setelah pemekaran menunjukkan nilai yang terus meningkat terutama pada Tahun 2002 menjadi 5,55% dan 11,07% pada Tahun 2004. Dana Alokasi Umum (DAU) juga semakin meningkat setiap tahunnya, yaitu setelah pemekaran proporsi DAU Kabupaten Sorong meningkat 67,11% pada Tahun 2003, tetapi pada tahun berikutnya proporsi DAU Kabupaten Sorong menunjukkan kecenderungan menurun menjadi 43,37% pada Tahun 2007. Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Sorong sebelum pemekaran menunjukkan kecenderungan menurun yaitu dari proporsi 29,44% pada Tahun 1998 turun menjadi 1,16% pada Tahun 2002. Diawal pemekaran pada Tahun 2003 lebih turun menjadi 1,12% dari Tahun 2002, namun mulai dari Tahun 2004 hingga Tahun 2007 menunjukkan adanya kecenderungan meningkat kembali menjadi 6,38%. Proporsi Dana Perimbangan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini.
Penerimaan Sorong & Raja Ampat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelum Setelah Tahun P ropor s i ( % )
Bagi hasil Sorong
Bagi hasil Raja Ampat Bagi hasil bukan pajak Sorong Bagi hasil bukan pajak Raja Ampat DAU Sorong
DAU Raja Ampat
DAK Sorong
DAK Raja Ampat
Gambar 24. Perbandingan Dana Perimbangan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Di Kabupaten Raja Ampat, diawal pemekaran DAU merupakan proporsi dana yang paling besar diterima hingga mencapai 61,24% pada Tahun 2004, sama seperti Kabupaten Sorong. Pada tahun berikutnya ada kecenderungan penurunan proporsi DAU yang diterima Kabupaten Raja Ampat setiap tahunnya hingga mencapai 57,80% pada Tahun 2007. Untuk dana bagi hasil meningkat dari Tahun 2004 (13,38%) menjadi 15,68% di Tahun 2005, namun mengalami penurunan proporsinya hingga mencapai 1,43% pada Tahun 2007. Sedangkan DAK, proporsi yang diterima Raja Ampat menunjukkan ada peningkatan setiap tahunnya, dari 7,54% di Tahun 2004 hingga mencapai 11,82% di Tahun 2007.
5.3.2. Perkembangan Kapasitas Fiskal Daerah
Perhitungan Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Kapasitas Fiskal Daerah sebelum dan setelah pemekaran di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17, 18 dan Tabel 23 serta dapat dilihat pada Gambar 25 di bawah ini, yang menggambarkan tingkat perkembangan sumber-sumber pendapatan daerah. Semakin tinggi nilai IDE pendapatan daerah menunjukkan semakin tinggi perkembangan sumber-sumber pendapatan daerah yaitu PAD, dana perimbangan dan lain-lain penerimaan yang sah.
Tabel 23. Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Kab.
Nilai IDE Pendapatan Daerah
Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sorong 0,20 0,24 0,15 0,11 0,57 0,54 0,28 0,25 0,10 0,29 Raja
Ampat 0,31 0,36 0,13 0,10
Sumber : Data diolah (2008)
Nilai IDE Kabupaten Sorong sebelum pemekaran berawal dari 0,20 pada Tahun 1998 dan meningkat menjadi 0,24 pada Tahun 1999, namun turun menjadi 0,15 pada Tahun 2000 dan 0,11 pada Tahun 2001 dan kembali naik menjadi 0,57 pada Tahun 2002. Setelah pemekaran nilai IDE pendapatan daerah semakin menurun dari nilai 0,54 pada Tahun 2003 menjadi 0,29 pada Tahun 2007, hal ini disebabkan karena unsur penyumbang penerimaan daerah yang didominasi oleh
dana perimbangan yang sangat besar dari Pemerintah Pusat, sedangkan unsur lainnya adalah masih kecilnya kontribusi PAD bagi pendapatan daerah.
Gambar 25. Tingkat perkembangan nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Nilai IDE penerimaan Kabupaten Raja Ampat diawali dari 0,15 pada Tahun 2004 dan meningkat menjadi 0,36 pada Tahun 2005 menjadi 0,36 dan kembali menurun hingga 0,10 pada Tahun 2007. Kabupaten Raja Ampat yang baru berusia 4 Tahun (berdasar data anggaran) memiliki proporsi tak berimbang diantara unsur-unsur penyusun pendapatan daerah. Penerimaan dari dana perimbangan merupakan penyumbang tertinggi yaitu 94,58% selama tahun anggaran 2004-2007, sementara sisanya diperoleh dari PAD dan lain-lain penerimaan yang sah.
Kemampuan fiskal daerah diharapkan dapat dipenuhi sebagian besar dari potensi lokal/asli daerah tersebut. Hal ini tercermin dari PAD yang bersumber dari pajak, retribusi, laba usaha daerah serta penerimaan lain yang sah. Kondisi setelah pemekaran ternyata tidak membuat potensi sumber pendapatan asli daerah membesar (dari proporsi), tetapi sebaliknya semakin mengecil. Hal ini karena proporsi dana perimbangan yang semakin besar sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah (perimbangan keuangan pusat-daerah).
Menurut Agusniar (2006), secara umum PAD suatu daerah otonom sebelum dan setelah diberlakukannya undang-undang otonomi daerah dimungkinkan tidak akan banyak berubah, jika daerah hanya mengandalkan pemasukkan dari pajak. Hal ini karena pajak-pajak potensial (seperti PPh, PPn dan
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelum Setelah Tahun N ila i ID E P e n d a p a ta n D a e ra h Sorong Raja Ampat
pajak kendaraan bermotor) masih dikelola oleh pemerintah pusat dan daerah hanya memperoleh bagi hasil. PAD akan dapat meningkat nyata, jika daerah mampu memanfaatkan potensi daerah yang ada melalui berbagai usaha riil dalam bentuk perusahaan daerah ataupun yang lainnya.
5.3.3. Pemanfaatan Penerimaan Daerah
Pengeluaran/belanja sebagai pemanfaatan penerimaan daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dibagi dalam 2 kelompok yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Berdasarkan proporsinya, sebelum pemekaran (1998-2002) pengeluaran belanja rutin di Kabupaten Sorong terus meningkat dari 65,73% hingga 82,91% dengan rata-rata 76,43% per tahun, sedangkan pengeluaran belanja pembangunan terus menurun dari 34,27% hingga 17,09% dengan rata-rata 23,57% per tahun (Tabel 24). Hal ini diduga karena imbas dari krisis ekonomi serta adanya kebijakan pemerintah pusat saat itu menaikkan gaji pegawai.
Setelah pemekaran, proporsi belanja rutin mulai menurun dari 81,92% pada Tahun 2003 menjadi 59,02% pada Tahun 2007, namun proporsi rata-ratanya masih tinggi yaitu 60,18%. Pada Tahun 2004 terjadi pergeseran yang signifikan dimana proporsinya berbalik, pengeluaran rutin menurun sebesar 35,18% sedangkan pengeluaran pembangunan mencapai 64,81%. Menurunnya belanja rutin ini, disebabkan adanya pengurangan jumlah pegawai karena adanya pemekaran dua kabupaten baru yaitu Kabupaten Sorong Selatan dan Raja Ampat Namun pada Tahun 2005 kembali meningkat yang tentunya akibat adanya penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah setempat terutama menyangkut penerimaan pegawai baru.
Data menunjukkan bahwa belanja rutin di Kabupaten Raja Ampat cenderung menurun dari 77,20% pada Tahun 2004 menjadi 28,53% pada Tahun 2007 dengan rata-rata pengeluaran rutin mencapai 40,70%, sedangkan pengeluaran pembangunan cenderung meningkat dari 22,80% pada Tahun 2004 menjadi 71,47% pada Tahun 2007 dengan rata-rata 59,30%. Kondisi ini terjadi karena masih sedikitnya jumlah pegawai sehingga kebutuhan untuk gaji yang biasanya mendominasi pengeluaran rutin suatu daerah menjadi relatif kecil.
Tabel 24. Proporsi Pengeluaran/belanja Rutin dan Pembangunan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran
Tahun Kabupaten Sorong Kabupaten Raja Ampat Pengeluaran
Pengeluaran Penerimaan Penerimaan
Belanja Rutin Belanja Pembangunan Belanja Rutin Belanja Pembangunan
Rp % Rp % Rp % Rp % 1998 60.262.690.010 65,73 31.425.105.400 34,27 92.486.158.770 1999 53.034.063.000 67,13 25.971.933.000 32,87 80.694.754.000 2000 92.724.715.000 79,20 24.347.220.000 20,80 118.688.673.000 2001 223.798.147.000 87,20 32.850.860.000 12,80 256.649.007.000 2002 294.132.982.000 82,91 60.646.980.000 17,09 358.251.168.000 Total 723.952.597.010 382,16 175.242.098.400 117,84 906.769.760.770 Rata2 144.790.519.402 76,43 35.048.419.680 23,57 181.353.952.154 2003 314.084.175.000 81,92 69.316.260.000 18,08 383.400.435.000 2004 82.427.282.000 35,18 151.820.368.000 64,81 236.543.626.000 46.883.940.058 77,20 13.845.950.229 22,80 59.834.710.008 2005 177.192.478.785 68,95 79.777.118.877 31,05 334.792.872.277 30.869.280.000 22,98 103.417.940.000 77,01 150.751.110.000 2006 251.324.776.705 55,84 198.779.296.425 44,16 544.885.990.702 121.287.477.568 34,06 234.792.152.506 65,94 389.245.366.193 2007 358.895.718.516 59,02 249.140.771.484 40,97 602.970.183.000 138.246.278.000 28,53 346.279.959.333 71,47 458.289.178.333 Total 1.183.924.431.006 300,92 748.833.814.786 199,07 2.102.593.106.979 337.286.975.626 162,78 698.336.002.068 237,22 1.058.120.364.534 Rata2 236.784.886.201 60,18 149.766.762.957 39,81 288.304.159.907 84.321.743.907 40,70 174.584.000.517 59,30 264.530.091.134
Dimana jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2006 berjumlah 557 orang, ini lebih sedikit jumlahnya dari PNS di Kabupaten Sorong dimana pada Tahun 2006 berjumlah 3.444 orang. Rekrutmen PNS di Kabupaten Raja Ampat maupun Sorong dilakukan atas Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan atas persetujuan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Dengan demikian wajar saja kalau belanja rutin di Kabupaten Sorong lebih meningkat dari Kabupaten Raja Ampat.
Sebagai kabupaten pemekaran yang baru berdiri dan sebelum pemekaran, pembangunan di wilayah Raja Ampat masih sangat rendah, sehingga banyak hal yang harus dibangun. Oleh karena itu, prioritas pembangunan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat diarahkan pada penyediaan infrastruktur demi pelayanan kepada masyarakat seperti pembangunan jalan dan jembatan, sarana air bersih, jaringan listrik, pembangkit listrik, bangunan gedung kantor, gedung sekolah, puskesmas/rumah sakit dan infrastruktur lainnya. Perbandingan proporsi (%) belanja rutin dan pembangunan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran dapat dilihat pada Gambar 26.
Belanja Rutin & Pembangunan Kabupaten Sorong & Raja Ampat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sebelum Setelah Tahun P rop or s i ( % ) Belanja Rutin Sorong Belanja Rutin Raja Ampat Belanja Pembangunan Sorong Belanja Pembangunan Raja Ampat
Gambar 26. Perbandingan belanja rutin dan pembangunan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran