• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sebagai hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan sebagai hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesehatan sebagai hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia (UUD 1945). Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2015).

Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Fasilitas layanan kesehatan yang tersedia dan mudah dijangkau menggambarkan secara kasar tercukupinya kebutuhan layanan kesehatan oleh masyarakat (Kemenkes RI, 2014). Suplai layanan kesehatan dasar yang cukup tersedia, memungkinkan masyarakat mempunyai kesempatan yang besar untuk memanfaatkan layanan tersebut (Gulliford et al., 2002). Untuk menyediakan sarana layanan kesehatan bagi seluruh penduduk, maka pembangunan kesehatan melalui program indonesia sehat diarahkan pada penguatan layanan kesehatan dasar dengan strategi peningkatan akses ke fasilitas layanan kesehatan, peningkatan mutu layanan kesehatan dasar dan rujukkan terutama didaerah terpencil, tertinggal dan perbatasan (Kemenkes RI, 2015).

Strategi peningkatan akses layanan kesehatan tergambar melalui peningkatan ketersediaan fasilitas layanan kesehatan dasar. Fasilitas layanan kesehatan Puskemas pada tahun 2009 sebanyak 8.737, mengalami peningkatan jumlah menjadi 9.655 pada tahun 2013. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan secara langsung seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan primer di masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

(2)

Indikator yang mampu menggambarkan secara kasar tercukupinya kebutuhan layanan kesehatan primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk. Rasio puskesmas terhadap 30.000 penduduk pada tahun 2013 sebesar 1,17 puskesmas per 30.000. Rasio ini menunujukkan peningkatan dari tahun 2009 sebesar 1.13 puskesmas per 30.000 penduduk menjadi 1,17 per 30.000 penduduk pada tahun 2013 (Kemenkes. RI, 2014). Rasio tertinggi puskesmas per 30.000 penduduk terdapat Provinsi Papua Barat, Maluku dan Papua. Namun rasio layanan puskesmas terhadap penduduk di provinsi tidak menggambarkan kondisi real aksesibilitas masyarakat terhadap layanan kesehatan dasar. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah penduduk yang relatif sedikit dan jangkauan wilayah kerja yang sangat luas (Kemenkes. RI, 2014).

Peningkatan jumlah fasilitas layanan puskesmas berbanding terbalik dengan derajat dan status kesehatan antar wilayah di Indonesia. Hasil riset ksehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan bahwa proporsi bayi lahir pendek terendah di Provinsi Bali (9,6%) dan tertinggi di Provinsi NTT (28,7%) atau tiga kali lipat dibandingkan yang terendah. Cakupan layanan imunisasi, persentase tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (83,1%) dan terendah di Papua (29,2%). Keteraturan penimbangan balita terendah di Provinsi Sumatera Utara (12,5%) dan tertinggi enam kali lipat di Provinsi DIY (79,0%). Hal ini menujukkan kesenjangan variasi status kesehatan antar daerah yang semakin lebar (Kemenkes RI, 2013).

Perkembangan derajat kesehatan penduduk diwilayah Provinsi Papua, menunjukkan perbaikan (Bappenas RI, 2012). Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi angka kematian balita (AKB) menunjukkan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2010), persentase AKB tahun 2005 (33,90%) mengalami penurunan menjadi (28,8%) ditahun 2010, namun jika dibandingkan dengan persentase rata-rata nasional AKB (25,5%), Papua masih relatif tinggi, balita kurang gizi juga mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar (21,2%) menjadi (16,3%) di tahun 2010 (BPS. RI, 2011).

(3)

Kesenjangan status kesehatan di Provinsi Papua dengan wilayah lain di Indonesia terjadi karena masyarakat tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk akses ke fasilitas layanan kesehatan. Hal tersebut dapat disebabkan karena kondisi geografis yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat tidak dapat mengakses fasilitas layanan kesehatan disaat mereka memerlukannya (Jacobs. et al,. 2012). Penelitian di Papua New Guinea, pola penggunaan layanan kesehatan primer menurun dengan meningkatnya jarak atau waktu perjalanan ke fasilitas kesehatan (Müller. et al., 1998). Faktor lain yang mempunyai kontribusi terhadap akses layanan kesehatan antara lain transportasi dari rumah ke fasilitas kesehatan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga. Penelitian di Gambia menunjukkan bahwa sebagian penderita TB mempunyai masalah biaya transportasi ke fasilitas layanan kesehatan.

(Eastwood & Hill, 2004).

Faktor lain yang menjadi hambatan bagi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan adalah kondisi kemiskinan. Kemiskinan di negara-negara berkembang menyebabkan orang cenderung kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan dibandingkan dengan negara maju (Peters et al., 2008). Kondisi kemiskinan di Provinsi Papua masih tergolong tinggi jika dibandingkan rata-rata tingkat kemiskinan nasional (11,37%), persentase penduduk miskin Papua tahun 2013 sebesar (31,13%). Namun jika dilihat perkembangan dari tahun 2008-2013 tingkat kemiskinan di Papua menurun sebesar 5,95% dari tahun 2008 (BPS. 2011).

Mengingat pentingnya akses terhadap fasilitas layanan kesehatan dasar dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang merupakan unsur kesejahteraan masyarakat, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi akses terhadap fasilitas layanan kesehatan dasar di Provinsi Papua dengan analisis data sekunder riset kesehatan dasar tahun 2013.

(4)

B. Rumusan Masalah

Tersedianya fasilitas layanan kesehatan dasar yang mudah diakses oleh masyarakat saat mereka membutuhkan masih menjadi tantangan yang nyata di Provinsi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah seperti peningkatan jumlah fasilitas kesehatan di daerah terpencil, program nusantara sehat, program dokter terbang, satgas kaki telanjang di Provinsi Papua, namun belum memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan status kesehatan penduduk di Propinsi Papua. Hal ini terjadi karena berbagai hambatan diantaranya, kurang tersedianya fasilitas layanan kesehatan, jarak yang jauh dan waktu tempuh yang panjang serta biaya tempuh yang cukup besar ke fasilitas layanan kesehatan menjadi masalah yang belum terselesaikan dalam menyediakan layanan kesehatan dasar bagi penduduk di Provinsi Papua.

Dengan demikian masalah penelitian adalah faktor apa saja yang mempengaruhi akses dan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar di Provinsi Papua.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasilitas layanan kesehatan dasar dan aksesibilitas terhadap puskesmas di Provinsi Papua. Sementara tujuan khusus terdiri dari 1) Mengetahui pola penduduk miskin dalam memanfaatkan puskesmas; 2) mengetahui ketersediaan fasilitas puskesmas dengan tempat tinggal dengan penduduk; 3) mengetahui pola penduduk yang tinggal di desa dan kota dalam memanfaatakn puskesmas; 4) mengetahui pengaruh waktu tempuh dengan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar dan aksesibilitas terhadap puskesmas; 5) mengetahui hubungan antara biaya tempuh dengan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar; 6) mengetahui hubungan antara ketersediaan moda transportasi dengan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar di Provinsi Papua; 7) mengetahui hubungan pembiayaan kesehatan (kepemilikan jaminan kesehatan dengan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar; 8) mengetahui hubungan zona geografis dengan pemanfaatan fasilitas layanan kesehatan Puskesmas di Provinsi Papua

(5)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dan masukan guna meningkatkan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar dan mangatasi hambatan aksesibilitas ke puskesmas di Provinsi Papua. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan terutama berkaitan kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan, dan meningkatkan pemahaman, daya analisis dan kemampuan peneliti dalam mengaplikasikan metodologi penelitian. Manfaat Praktis bagi pembuat kebijakan adalah sebagai bahan evaluasi kinerja sistem kesehatan didaerah, sehingga perbaikan dan peningkatan layanan kesehatan didaerah tertinggal dapat dilakukan secara komprehensif, berbasis bukti, efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama yaitu tersedianya layanan kesehatan dasar bagi semua lapisan masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Sesuai pengetahuan peneliti, sejauh ini belum ada penelitian tentang aksesibilitas puskesmas dan utilisasi fasilitas layanan kesehatan dasar di Provinsi Papua dengan analisis data riset kesehatan dasar tahun 2013. Namun ada beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan, antara lain:

1. Kirana, et al., (2015), meneliti tentang utilisasi pelayanan kesehatan rawat jalan milik pemerintah dan swasta oleh lansia di Indonesia Timur (analisis data IFLS East. 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis utilisasi kesehatan rawat jalan milik pemerintah dan swasta oleh lansia. Persamaan dari penelitian ini adalah analisis data sekunder dan utilisasi kesehatan rawat jalan. Perbedaan penelitian ini adalah variabel independen, kategori sampel dan lokasi penelitian.

2. Susanto, et al., (2005), melakukan penelitian tentang utilisasi rawat jalan puskesmas oleh lansia dengan penyakit kronis di Indonesia Timur (analisis IFLS East 2012). Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh gambaran utilisasi rawat jalan puskesmas oleh lansia penyakit kronis di Indoknesia Timur.

(6)

Persamaan dari penelitian ini adalah analisis data sekunder dan utilisasi rawat jalan puskesmas. Perbedaannya adalah lokasi penelitian, kategori sampel penelitian dan variabel independen.

3. Cholid, (2011), Equity pembiayaan dan utilisasi pelayanan kesehatan oleh peserta jamkesmas di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Susenas (BPS.2011). Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan equity pembiayaan kesehatan dan utilisasi pelayanan kesehatan di Indonesia. Hasil, peningkatan jumlah rumah sakit berbanding lurus dengan peningkatan utilisasi peserta jamkesmas. Persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan data sekunder, desain studi cross sectional dan topik penelitian. Perbedaan pada variabel dan populasi penelitian.

4. Sundari (2010), melakukan penelitian tentang aksesibilitas kesehatan maternal terhadap pemanfaatan layanan kesehatan maternal di Kabupaten Polewali Mandar. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan aksesibilitas kesehatan maternal terhadap pemanfaatan layanan kesehatan maternal. Persamaan dari penelitian adalah menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan analisis multivariabel untuk mengetahui makna hubungan layanan maternal dengan akses maternal. Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah tujuan, variabel dependen dan lokasi penelitian.

5. Widagdo et al.,(2009), meneliti tentang aksesibilitas layanan puskesmas di kabupaten Sleman. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang aksesibilitas masyarakat dalam mendapat layanan kesehatan di Puskesmas. Persamaan dari penelitian ini adalah analisis data sekunder dengan desain penelitian kuantitatif. Sedangakan perbedaan penelitian ini adalah variabel independen dan dependen dan lokasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari median masa hidup suatu sistem yang berdistribusi Eksponensial dapat ditentukan besaran parameter penduga (statistik)

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk menentukan sampling plan yang masih bisa dilakukan berdasarkan perencanaan single sampling untuk tiga level inspeksi yakni,

Pada perusahaan Indonesia power motivasi memang sangat penting untuk meningkatkan kinerja karyawan dan bentuk dari motivasi yang diberikan ada 2 yaitu intrinsic

Berdasarkan kutipan di atas, penelitian ini merupakan penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu peristiwa in concreto.Penelitian ini berusaha untuk menemukan apakah hukum

Hal ini diduga karena tanpa pemberian Trichoderma sp tidak mampu 20 g / kg dregs sehingga sehingga unsur hara kurang tersedia bagi bibit kelapa sawit, dan bibit tumbuh rentan

Padjonga Daeng Ngalle adalah OPD yang target pelayanannya hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang datang berkunjung ke rumah sakit (pasien) sehingga tidak ada

Peneliti tertarik untuk meneliti tentang permintaan masyarakat terhadap pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) di Kabupaten Madiun dikarenakan banyak

Pada kecepatan 10 -50 m/s algoritma locally optimal semakin rendah dan nilai hampir konstan seiring jumlah handoff semakin kecil dan kecepatan yang semakin