• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hybrid Hierarchical Clustering Via Mutual Cluster dalam Pengelompokan Kabupaten di Jawa Timur Berdasarkan Variabel Sektor Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Hybrid Hierarchical Clustering Via Mutual Cluster dalam Pengelompokan Kabupaten di Jawa Timur Berdasarkan Variabel Sektor Pertanian"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Hybrid Hierarchical Clustering Via Mutual Cluster

dalam Pengelompokan Kabupaten di Jawa Timur Berdasarkan

Variabel Sektor Pertanian

Dosen Pembimbing :

Santi Wulan Purnami, M.Si. ,Ph.D Dra.Wiwiek Setya Winahju, M.S

Oleh :

Dini Mariyani (1308100002) SEMINAR TUGAS AKHIR 2011

(2)

SEMINAR TUGAS AKHIR 2011

Pokok Bahasan

PENDAHULUAN

1

METODOLOGI

3

TINJAUAN PUSTAKA

2

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4

KESIMPULAN

5

(3)

Latar Belakang

Persaingan Pasar Internasional Keunggulan Komoditas di Wilayah Kabupaten Analisis pengelompokan Ekspor Sektor Pertanian Jawa Timur

PENDAHULUAN

Produktifitas Sub Sektor Pertanian

Chipman dan Tibshirani (2006) : hybrid hierarchical clustering via mutual cluster

Nugroho (2010) :

hierarchical custering

(4)

Permasalahan

Bagaimana karakteristik kondisi sektor

pertanian di tiap kabupaten di Jawa Timur ?

Bagaimana pengelompokan

kabupaten-kabupaten di Jawa Timur berdasarkan variabel

sektor pertanian ?

(5)

Tujuan

Mendapatkan karakteristik hasil produksi

komoditi sektor pertanian tiap kabupaten di

Jawa Timur.

Mengelompokkan kabupaten-kabupaten di

Jawa Timur berdasarkan kesamaan variabel

sektor pertanian.

(6)

Batasan Masalah

Penelitian ini hanya mencakup variabel sub sektor

tanaman bahan pangan, perkebunan, perikanan,

dan perternakan.

(7)

Manfaat

Tambahan informasi bagi Pemerintah di

masing-masing kabupaten di Jawa Timur

mengenai kondisi dan potensi komoditi dalam

sektor pertanian.

(8)

Pengelompokan Hirarki (Hierarchical Clutering)

 Pengelompokan hirarki  metode pengelompokan yang didesain berdasarkan jarak antar objek dimana jumlah kelompok tidak diketahui sebelumnya.

 Pengelompokan hirarki terdiri dari dua prosedur, yaitu agglomerative dan divisive.

 Metode aglomeratif berawal dari objek individual sampai semua subgroup tergabung dalam suatu kelompok tunggal. Objek-objek yang paling banyak memiliki kesamaan adalah yang pertama dikelompokkan, dan ini sebagai grup awal.

 Tahapan pengelompokan dengan metode agglomerative :

1. Menghitung jarak antar obyek

2. Menentukan pasangan kelompok yang memiliki jarak terdekat

3. Menghitung kembali jarak berdasarkan metode penggabungan yang dipakai baik pada

obyek yang sudah dan belum membentuk kelompok

4. Menentukan kembali pasangan kelompok yang memiliki jarak terdekat 5. Mengulangi tahapan (2) - (4) sampai n-1 obyek

(Johnson dan Wichern, 2002)

(9)

Beberapa teknik pengelompokkan dalam

agglomerative (bottom-up):

Single Linkage : Metode ini menggunakan aturan jarak minimum antar kelompok .

Complete Linkage : Metode ini menggunakan aturan jarak maksimum antar

kelompok.

Average Linkage : d

(ij)k

=

Centroid Linkage :

Metode

Ward : Metode ini meminimumkan peningkatan kriteria error sum of square

(ESS) .

(Johnson dan Wichern ,2002)

TINJAUAN PUSTAKA

k ijN N 1 n i m j ij d ij j i j i kj j i j ki j i i j i k

n

n

d

n

n

d

n

n

n

d

n

n

n

d

( , ) 2

)

(

.

(10)

Pengelompokan Non Hirarki (Non Hierarchical Clutering)

Pengelompokan non hirarki  metode pengelompokan yang betujuan

mengelompokkan

n obyek ke dalam k kelompok (k<n).

Metode

k-means  salah satu prosedur pengelompokan non hirarki yang

mengelompokkan obyek berdasarkan jarak terdekat ke pusat kelompok

(means).

Metode

k-means disebut juga tree structured vector quantization (tsvq)

Tahapan pengelompokan dengan metode

k-means :

1.

Mempartisi obyek sebanyak

k cluster

2.

Menghitung pusat cluster

3.

Menghitung jarak masing-masing obyek dari pusat cluster

4.

Menentukan obyek yang lebih dekat dengan pusat cluster

5.

Jika obyek berpindah dari posisi awal (tahapan 1) maka pusat cluster harus

ditentukan kembali

6.

Mengulangi tahapan (2) - (4) sampai tidak ada lagi obyek yang berpindah

posisi

(Johnson dan Wichern, 2002)

(11)

Hybrid Hierarchical Clustering via Mutual Cluster

Hybrid hierarchical clustering via mutual cluster  metode hybrid

clustering yang mengkombinasikan kelebihan dari bottom-up

(agglomerative) dan top-down (tsvq).

Mutual cluster  sekelompok obyek dimana jarak terbesar antar

obyek dalam kelompok lebih kecil daripada jarak ke obyek terdekat

di luar kelompok.

Tahapan hybrid hierarchical clustering via mutual cluster :

1.

Melakukan pengelompokan secara bottom-up

2.

Mengidentifikasi mutual cluster

3.

Melakukan pengelompokan secara top-down dengan mutual cluster

yang telah terbentuk tetap dipertahankan

(Chipman dan Tibshirani, 2006)

(12)

Pemilihan Jumlah Kelompok

Pengelompokan dapat dikatakan baik jika memiliki

external

homogeneity (S

b

)yang besar dan

internal homogeneity yang kecil

(S

w

).

dengan :

S

k

= deviasi standar pada kelompok ke-

k

= rata-rata pada kelompok ke-

k

= rata-rata keseluruhan kelompok

K = banyak kelompok

TINJAUAN PUSTAKA

(13)

Sektor Pertanian

Pertanian atau usahatani  proses produksi di mana input alamiah

berupa lahan dan unsur hara yang terkandung di dalamnya,sinar

matahari serta faktor klimatologis (suhu,kelembaban udara,curah

hujan,topografi, dsb) berinteraksi melalui proses tumbuh kembang

tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan

pangan dan serat alam (Akhdaryani, 2003).

Sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman bahan makanan

(tanaman pangan dan hortikultura), tanaman perkebunan, peternakan,

kehutanan, dan perikanan.

(14)

Sumber Data

METODOLOGI

Data Sekunder Produksi Sektor Pertanian 2009 Kabupaten di Jawa Timur

(15)

Variabel Penelitian

METODOLOGI

Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan Sub Sektor Perkebunan Sub Sektor Perternakan Sub Sektor Perikanan luas area panen padi (X1),

produksi padi (X2), luas area panen jagung (X3), produksi jagung (X4), luas area panen ubi kayu (X5), produksi ubi kayu (X6), luas area panen kedelai (X7), produksi kedelai (X8), luas area panen kacang hijau (X9), produksi kacang hijau (X10)

luas area panen jambu mente (X11), produksi jambu mente (X12), luas area panen kelapa (X13), produksi kelapa (X14), luas area panen kapuk randu (X15), produksi kapuk randu (X16)

populasi sapi (X17), populasi kambing (X18), populasi domba (X19), populasi ayam buras (X20), populasi ayam petelur

(X21), populasi ayam pedaging (X22), populasi itik (X23), produksi daging sapi (X24), produksi daging kambing (X25), produksi daging domba (X26), produksi daging ayam buras (X27), produksi daging ayam pedaging (X28), produksi daging itik (X29), produksi telur ayam buras (X30), dan produksi telur itik (X31)

Luas area

pemeliharaan ikan (X32), populasi ikan (X33)

(16)

Langkah Analisis

METODOLOGI

Menganalisis karakteristik kondisi sektor pertanian di Jawa Timur pada tahun 2009 dengan Statistika Deskriptif

Melakukan pengelompokan kabupaten secara hybrid hierarchical clustering via mutual cluster, top-down

clustering, bottom-up clustering Mendapatkan jumlah hasil pengelompokan

yang terbaik

Mendeskripsikan secara statistik untuk setiap kelompok kabupaten Menganalisis hasil pembentukan kelompok

(17)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Variabel Minimum Kabupaten Maksimum Kabupaten Rata-rata

Deviasi Standar

Luas area panen padi (Ha) 22359 Pamekasan 152370 Jember 65106.52 34481.38

Produksi padi (Ton) 110666 Pamekasan 847251 Jember 384752.7 210103.2

Luas area panen jagung (Ha) 128 Sidoarjo 129420 Sumenep 44382.66 28814.69

Produksi jagung (Ton) 418 Sidoarjo 502824 Tuban 180417.1 111292.9

Luas area panen ubi kayu (Ha) 2 Sidoarjo 25923 Ponorogo 7141 6653.859

Produksi ubi kayu (Ton) 25 Sidoarjo 445861 Ponorogo 110915.5 105610.9

Luas area panen kedelai (Ha) 223 Situbondo 49056 Banyuwangi 9119.966 10311.15

Produksi kedelai (Ton) 329 Situbondo 76434 Banyuwangi 12238.83 15684.42

Luas area panen kacang hijau (Ha) 20 Kediri 18745 Sumenep 2465.966 4001.127

Produksi kacang hijau (Ton) 21 Kediri 21253 Sumenep 2881.621 4647.646

 Deskripsi beberapa sub sektor tanaman bahan makanan di kabupaten-kabupaten Jawa Timur

(18)

 Deskripsi beberapa sub sektor perkebunan di kabupaten-kabupaten Jawa Timur pada 2009

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Variabel Minimum Kabupaten Maksimum Kabupaten Rata-rata

Deviasi Standar

Luas area panen jambu mente (Ha) 7 Sidoarjo 10859 Sumenep 1662.897 2779.666

Produksi jambu mente (Ton) 4 Sidoarjo 3744 Sampang 514.1379 932.4675

Luas area panen kelapa (Ha) 873 Mojokerto 51250 Sumenep 9920.241 10453.53

Produksi kelapa (Ton) 402 Mojokerto 41957 Sumenep 8521.724 9418.509

Luas area panen kapuk randu (Ha) 193 Gresik 14924 Pasuruan 2592.207 3087.552

Produksi kapuk randu (Ton) 47 Trenggalek 8224 Pasuruan 993.2414 1639.346

 Deskripsi beberapa sub sektor peternakan di kabupaten-kabupaten Jawa Timur pada 2009

Variabel Minimum Kabupaten Maksimum Kabupaten

Rata-Rata

Deviasi Standar

luas area pemeliharaan ikan (Ha) 14.77 Trenggalek 29902.47 Gresik

2951.4

14 7041.063 populasi ikan 153.9 Magetan 375264.7 Sumenep

25326.

(19)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

 Deskripsi beberapa sub sektor peternakan di kabupaten-kabupaten Jawa Timur pada 2009

Variabel Minimum Kabupaten Maksimum Kabupaten

Rata-rata

Deviasi Standar

Populasi sapi potong 11338 Sidoarjo 296978 Sumenep 120447 65358.59

Populasi kambing 22926 Bondowoso 222019 Trenggalek 94583.45 47801.93

Populasi domba 2510 Bangkalan 62415 Bojonegoro 25027.52 14886.21

Populasi ayam buras 250490 Bondowoso 2198824 Blitar 800355.1 465839.1

Populasi ayam petelur 1920 Sampang 9426098 Blitar 728615.1 1793951

Populasi ayam pedaging 25951 Sampang 16551003 Lumajang 2107048 3417600

Populasi itik 10381 Sampang 687788 Blitar 123737.3 151183.1

Produksi daging sapi (Ton) 485312 Magetan 19314742 Sidoarjo 2587954 3551809

Produksi daging kambing (Ton) 69584 Sampang 1293840 Sidoarjo 385146.3 232720.3

Produksi daging domba (Ton) 19498 Bangkalan 307940 Sidoarjo 125897 71494.9

Produksi daging ayam buras (Ton) 427206 Ngawi 3573676 Malang 1248143 876499.3

Produksi daging ayam pedaging (Ton) 22802 Nganjuk 19548202 Sidoarjo 2838408 4103536

Produksi daging itik (Ton) 3618 Madiun 363428 Tulungagung 53076.86 73779.34

Produksi telur ayam buras (Ton) 173429 Bondowoso 1522377 Blitar 554133.8 322528.2

(20)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ada 6 mutual Cluster kabupaten-kabupaten Jawa Timur yang

terbentuk dengan algoritma bottom-up

 Pacitan (1), Trenggalek (3)  Tulungagung (4), Blitar (5)  Kediri (6 ), Jombang (17)  Situbondo (12), Probolinggo (13)  Jember (9), Bojonegoro (22)  Magetan (20), Pamekasan (28)

(21)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

 Pengelompokan hasil mutual cluster tidak terpecah dengan algoritma top-down

Mutual cluster (1,3), (4,5), (6,17), (20,28), (9,22), dan

(22)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

 Pemilihan jumlah kelompok terbaik akan dianalisis dengan tingkat similaritas yang diukur dengan varians dalam kelompok (Sw) dan varians antar kelompok (Sb)

 Jumlah kelompok terbaik diperoleh dengan melihat nilai Sw seminimal mungkin dan nilai Sb semaksimal mungkin.

Kelompok Sw Sb 2 13713118 9917249 3 12358532 9910264 4 12387309 11312143 5 10854491 10510966 6 9573569 10535348 7 10213098 11065289 8 8948243 12854404

(23)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengelompokan kabupaten-kabupaten di Jawa Timur secara top-down

Kelompok Sw Sb 2 14774335 7874219 3 13473686 8790184 4 11200071 9028125 5 11364842 9931699 6 10208644 9585022 7 8803443 9903467 8 7066164 13789331

(24)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengelompokan kabupaten-kabupaten di Jawa Timur secara bottom-up

Kelompok SW Sb 2 8517728 8617657 3 4557577 29664404 4 6090905 29429796 5 4902919 25854909 6 4099989 23663153 7 3310109 23582238 8 3468525 22031748

(25)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

 Sw dan Sbdengan jumlah kelompok sebanyak 8 yang merupakan jumlah kelompok optimal dari hasil hybrid hierarchical clustering

via mutual cluster, bottom-up clustering, dan top-down clustering

Metode Sw Sb

Hybrid hierarchical clustering via mutual cluster 8948243 12854404

Bottom-up clustering 3310109 23582238

(26)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

(a) (b)

(c)

Kelompok Kabupaten-kabupaten di Jawa Timur dengan Hybrid Hierarchical Clustering via Mutual

Cluster (a), Bottom-up Clustering (b), dan Top-down Clustering (c)

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Pacitan Ponorogo Tulungagung Malang Trenggalek Kediri Blitar Pasuruan

Jombang Sidoarjo Tuban Mojokerto

Lamongan Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8 Lumajang Jember Banyuwangi Magetan Nganjuk Bojonegoro Bondowoso Pamekasan Madiun Sumenep Situbondo

Bangkalan Probolinggo Ngawi Gresik Sampang

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Bojonegoro Malang Kediri Jember

Pasuruan Gresik Banyuwangi Sidoarjo Pamekasan Mojokerto

Jombang Tuban Lamongan

Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8 Blitar Lumajang Bondowoso Magetan

Nganjuk Situbondo Madiun Probolinggo Bangkalan Ngawi

Sampang Sumenep

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Pacitan Magetan Tulungagung Malang Ponorogo Ngawi Blitar Bondowoso Trenggalek Bojonegoro Situbondo Kediri Tuban Probolinggo Lumajang Lamongan Jember Gresik Mojokerto Bangkalan Jombang Sampang Nganjuk Pamekasan Madiun

Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Banyuwangi Pasuruan Sidoarjo Sumenep

(27)

Kelompok Karakteristik yang dominan Karakteristik yang tidak dominan

1

produksi padi, luas area panen dan produksi ubi kayu, populasi domba, produksi daging

kambing, domba, dan ayam buras

populasi ayam petelur dan pedaging, serta produksi jambu mente

2 produksi kapuk randu, daging ayam pedaging,

dan sapi

3 populasi kambing dan luas area pe-meliharaan

ikan

populasi sapi potong

4 produksi kelapa dan kedelai serta lu-as area

panen padi dan kedelai

5

luas area panen kelapa, populasi ayam buras dan petelur, populasi itik, produksi telur ayam buras dan itik, serta produksi daging itik

luas area panen jambu mente, produksi ubi kayu, dan populasi domba

6 populasi ayam pedaging

7

luas area panen dan produksi ja-gung, luas area panen dan produksi kacang hijau, luas area panen dan produksi jambu mente, luas area panen kapuk ran-du, serta populasi sapi dan ikan

populasi dan produksi telur ayam buras serta produksi daging ayam pedaging

8

populasi domba, ayam petelur dan pedaging, serta luas area panen dan produksi jambu mente

luas area panen dan produksi padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kelapa, serta kapuk randu, luas area panen ubi kayu, populasi kambing, produksi daging sapi, kambing, domba, dan ayam buras, populasi, produksi daging dan telur itik, serta luas area pemeliharaan dan populasi ikan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Deskripsi karakteristik masing-masing kelompok secara hybrid hierarchical clustering via mutual cluster

(28)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Sebaran Pengelompokan Kabupaten-kabupaten

di Jawa Timur dengan Hybrid Hierarchical

Clustering via Mutual Cluster

TUBAN BOJONEGORO NGAWI MAGETAN MADIUN NGANJUKJOMBANG LAMONGAN GRESIK BANGKALAN SAMPANG PAMEKASAN SUMENEP BANYUWANGI SITUBONDO BONDOWOSO JEMBER PROBOLINGGO MALANG BLITAR TULUNGAGUNG TRENGGALEK PONOROGO PACITAN KEDIRI MOJOKERTO PASURUAN SIDOARJO LUMAJANG Jatim _ .sh p Ke lo m p o k 1 Ke lo m p o k 2 Ke lo m p o k 3 Ke lo m p o k 4 Ke lo m p o k 5 Ke lo m p o k 6 Ke lo m p o k 7 Ke lo m p o k 8

Bu kan D a erah Am atan

N

E W

(29)

KESIMPULAN

 Kabupaten-kabupaten di Jawa Timur pada

tahun 2009 memiliki kesenjangan baik di sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor perkebunan, sub sektor

perternakan, maupun sub sektor perikanan

 Pembentukan kelompok kabupaten-kabupaten di Jawa Timur secara hybrid

hierarchical clustering via mutual cluster

diketahui jumlah kelompok terbaik yang dipilih berdasarkan nilai varians dalam kelompok (Sw) yang terkecil dan varians antar kelompok (Sb) yang terbesar yaitu sebanyak 8 kelompok

Kelompok 1

Kelompok

2 Kelompok 3 Kelompok 4 Pacitan Ponorogo Tulungagung Malang Trenggalek Kediri Blitar Pasuruan

Jombang Sidoarjo Tuban Mojokerto Lamongan Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7 Kelompok 8 Lumajang Jember Banyuwangi Magetan Nganjuk Bojonegoro Bondowoso Pamekasan Madiun Sumenep Situbondo

Bangkalan Probolinggo Ngawi Gresik Sampang

(30)

 Akhdaryani, D. , Muslich, M. dan Ismail, M. Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Andalan Utama Sektor Pertanian Jawa Timur Menjelang Perdagangan Global. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 1/No. 1. April 2003.

 Anonim. 2010. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2010. BPS Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

 Anonim. 2011. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Timur 2011. BPS Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

 Anonim. Ekspor produk pertanian Jatim melesat 38,9%. Kabar Bisnis Surabaya, 1 September 2011.

 Bunkers, W.J., Miller, J.R., DeGaetano, A.T., 1996. Definition of Climate Regions in the Northern Plains Using an Objective Cluster Modification Technique. J.Climate 9:130-146.

 Chipman, R. dan Tibshirani, R. 2006. Hybrid Hierarchical Clustering With Applications To Microarray Data.Biostatistics Journal- Oxford England, Vol. 7, Hal. 286-301.

 Hair J.F., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, William C. Black. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition, Pearson Education Prentice Hall, Inc.

 Johnson, N. And Wichern, D. 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis, 5thEdition. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

 Lailiya,A.R. 2011. Pengelompokkan Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Berdasarkan Kesamaan Nilai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka Dengan Metode Hirarki Dan Nonhirarki. Surabaya: Jurusan Statistika FMIPA-ITS.

 Lusminah, 2008. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan Berbasis Komoditi Pertanian Dalam

Pembangunan Daerah Di Kabupaten Cilacap. Surakarta: Jurusan Agrobisnis Pertanian-Universitas Sebelas Maret.

(31)

 Malik, A., 2006. Keunggulan komparatif dan Kompetitif Tanaman Pangan di Sentra Produksi

Papua (Studi Kasus Kabupaten Jayapura). SEPA Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 3 No.

1 September 2006 hal.: 1-9. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.

 Nugroho, M.A. 2010. Analisis Pengelompokkan dan Pemetaan Kecamatan Sebagai Dasar

Program untuk Mengatasi Masalah-Masalah Sosial-Ekonomi di Kota Surabaya. Surabaya:

Jurusan Statistika FMIPA-ITS.

 Pranoto, E. 2008. Potensi Wilayah Komoditas Pertanian Dalam Mendukung Ketahanan

Pangan Berbasis Agribisnis Kabupaten Banyumas. Semarang: Jurusan Agribisnis

Pertanian-Universitas Diponegoro.

 Gong X., Richman MB. 1995. On the Application of Cluster Analysis to Growing Season Precipitation Data in North America East of The Rockies. J.Climate 8: 897-931.

 Szymkawiak, A. , Larsen, J. dan Hansen, L.K. 2001. Hirarchical Clustering For Data

Mining. KES-2001 Fifth International Conference on Knowledge-Based Intelligent Information Engineering Systems & Allied Hal 261-265.

 Widiastuti, A. Perekonomian Indonesia. http://www.scribd.com/doc/52731022/

SEKTOR-PERTANIAN. 11 April 2011.

(32)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

menafsirkan grafik gerak kecepatan tetap untuk mendapatkan kecepatan/ kelajuan, posisi awal, dan jarak/perpind ahan suatu benda melalui kegiatan diskusi kelompok

yang merupakan perbuatan haram untuk menyalurkan nafsu dan dilakukan dengan kesadaran bukan karena sesuatu kekeliruan. Lihat H.E Hasan Saleh, Ed.. bagi anak hasil zina

Dengan demikian para guru/ustad tidak bisa berperilaku sesuai kehendak diri sendiri karena mereka juga diawasi oleh para santri-santrinya, sehingga proses pembinaan

Penelitian ini dilatar belakangi hasilpengamatan peneliti, bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di MI masih didominasi guru yang belum menggunakan atau memanfaatkan model

Proses filterisasi dilakukan karena kandungan minyak transformator berada pada kondisi yang dapat mengakibatkan kerusakan transformator. Proses filterisasi ini bertujuan

Seorang penderita laki-laki usia 30 tahun datang kepoli bedah dengan keluhan benjolan dilengan atas kanan sejak 3 bulan yang lalu, semakin lama semakin membesarC. Pada

Terdapat pengaruh PDRB, Upah minimum dan Inflasi secara bersama-sama terhadap tingkat Pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah sebesar 90.9% dan sisanya

(1) Lembaga Teknis Daerah Propinsi merupakan unsur pelaksana tugas tertentu, dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui