• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN KARYAWAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN WHISTLEBLOWING PADA PTPN III OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN KARYAWAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN WHISTLEBLOWING PADA PTPN III OLEH"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN KARYAWAN UNTUK MELAKUKAN

TINDAKAN WHISTLEBLOWING PADA PTPN III

OLEH

MOHD DERIAL 160502033

PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN KARYAWAN UNTUK MELAKUKAN

TINDAKAN WHISTLEBLOWING PADA PTPN III

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian asosiatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai PTPN III Medan yang berjumlah 480 orang Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 83 orang responden dengan probability sampling yaitu proportionate stratified random sampling dengan menggunakan rumus Slovin. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif dan metode analisis regresi linier berganda Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara serempak budaya organisasi dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap keinginan untuk melakukan tindakan whistleblowing karyawan PTPN III Medan. Uji parsial menunjukkan bahwa budaya dan komitmen organisasi masing-masing berpengaruh positif dan signifikan terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan.

Kata kunci: Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, Whistleblowing

(6)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT TO EMPLOYEE’S

DESIRE TO DO WHISTLEBLOWING IN PTPN III

The purpose of this study is to determine and analyze the influence of organizational culture and organizational commitment to employee’s desire to do whistleblowing in PTPN III Medan. This research is an associative type of research. The population in this research were the whole of employee of PTPN III Medan 480 people total. The amount of respondents was 83 people with probability sampling method, proportionate stratified random sampling method and solving formulas. The collecting data method used in this research was using questionnaire and documentation studies. Methods of data analysis using descriptive methods and multiple linear regression analysis methods. The results of this research indicate that simultaneously of Organizational behavior and organizational commitment significantly influencing employee desire to do whistleblowing in PTPN III Medan. The partial test shows that organizational culture and organizational commitment each have positive and significant effect on employee’s desire to do whistleblowing in PTPN III Medan.

Keyword: Organizational culture, Organizational Commitment,

Whistleblowing

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi ini, dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Karyawan Untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing Pada PTPN III ” guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, yakni Ayahanda Drs. Zuchairysyam dan Ibunda Syafniwaty BA yang telah membesarkan peneliti dengan segala kekuatan luar biasa yang tidak dapat terbalas, peneliti mengucapkan terima kasih yang tulus, ikhlas, dan tak terhingga kepada kedua orang tua peneliti. Pada kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si, dan Bapak Doli Muhammad Jafar Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lucy Anna, MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Komariah Pandia, M.Si, selaku Dosen Penguji I yang telah membantu

(8)

dan memberikan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Aisyah, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah membantu dan memberikan saran untuk kesempurnaan dalam skripsi ini.

6. Terima kasih kepada Seluruh Dosen dan Staff di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasanya selama perkuliahan.

7. Terima kasih kepada Pihak Kantor Direksi PTPN III Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian dan meluangkan waktu dan tenaganya dalam rangka pemberian informasi dan pengumpulan data .

8. Kepada kakak saya, Dea Aniendita S.sos yang telah memberikan dorongan dalam penelitian ini .

9. Kepada keluarga besar Alm H . Amran Ayub dan Alm. H.M Zahir RM, yang telah memberi dukungan tanpa lelah .

10. Kepada editor saya yang sangat terpercaya dan sangat banyak membantu selama penulisan, Bella Maudifa dan Cindy Erika

11. Kepada teman – teman yang mendukung saya secara moril Danella Austraningsih, Putri Gehasti ,Aliyya Bunga Kiranasti dan “Geng IMAKOKA”, Fauzan “Babam” Adib Nugroh dan Ade “Law” Irvan Siregar.

12. Kepada teman – teman dari awal masa perkuliahan Delfiero, Wan Fildzah, Haliza, Jian, Eugenia, Vanisia, Imam, Rama, Roma,Risa, Sasa, Fatmay,Azhar,Faisal dan yang lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Terima Kasih.

13. Kepada seluruh pengurus HMM periode 2017-2018 dan 2018-2019 yang

memberikan saya wadah untuk berorganisasi, mengenalkan saya kebanyak orang

(9)

dan membuka gerbang pertemanan ke banyak pihak.

14. Kepada seluruh pengurus CISC Medan, yang memberikan saya wadah untuk berorganisasi di luar kampus, mengenalkan saya kebanyak orang dan membuka gerbang pertemanan hingga mempertemukan saya dengan idola saya.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu penulis mengharapakn kritik dan srang yang membangun dari berbagai pihak untuk semakin menyempurnakan dan memperkaya pengetahuan kita semua mengenai isu yang diangkat oleh penulis. Terima kasih.

Medan, 17 Juni 2020 Peneliti,

Mohd Derial

NIM: 160502033

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Budaya Oragnisasi ... 15

2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi ... 15

2.1.2 Proses Pembentukan Budaya Oragnisasi ... 16

2.1.3 Perubahan Budaya Organisasi ... 17

2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi ... 18

2.1.5 Tipe Budaya Organisasi ... 20

2.1.6 Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi ... 22

2.2 Komitmen Organisasi ... 24

2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi ... 24

2.2.2 Bentuk Komitmen Organisasi ... 24

2.2.3 Membangun Komitmen Organisasi ... 25

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ... 26

2.3 Whistleblowing ... 30

2.3.1 Pengertian Whistleblowing ... 30

2.3.2 Keinginan Melakukan Whistleblowing ... 31

2.4 Penelitian Terdahulu ... 32

2.5 Kerangka Konseptual ... 35

2.5.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Keinginan Karyawan Untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing ... 35

2.5.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Karyawan Untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing ... 35

2.5.3 Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen

Organisasi Terhadap Keinginan Karyawan

Untuk Melakukan

Tindakan Whistleblowing ... 36

(11)

2.6 Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Batasan Operasional ... 38

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 39

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 40

3.6 Populasi dan Sampel ... 40

3.6.1 Populasi ... 40

3.6.2 Sampel ... 41

3.7 Jenis dan Sumber Data ... 42

3.8 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.9.1 Uji Validitas ... 44

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 46

3.10 Uji Analisis Data ... 47

3.10.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 47

3.11 Uji Asumsi Klasik ... 48

3.11.1 Uji Normalitas ... 48

3.11.2 Uji Heteroskedastisitas ... 49

3.11.3 Uji Multikolinearitas ... 50

3.12 Koefisien Determinasi ... 50

3.13 Uji Hipotesis ... 50

3.13.1 Uji Serempak (Uji - F) ... 50

3.13.2 Uji Parsial (Uji-t) ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Umum ... 52

4.1.1 Sejarah dan Kegiatan Perusahaan ... 52

4.1.2 Visi,Misi dan Tata Nila Perusahaan ... 53

4.1.3 Maksud dan Tujuan Perusahaan ... 54

4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 56

4.2.1 Analisis Deskriptif ... 56

4.3 Analisis Regresi Linier Berganda ... 68

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 69

4.4.1 Uji Normalitas ... 69

4.4.2 Uji Heteroskedastisitas ... 69

4.4.3 Uji Multiokolinearitas ... 70

4.5 Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) ... 71

4.6 Pengujian Hipotesis ... 71

4.6.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji - F) ... 71

4.6.2 Uji Siginifikansi Parsial (Uji-t) ... 72

4.7 Pembahasan ... 73

4.7.1 Pengaruh Budaya Budaya Organisasi Terhadap

Whistleblowing ... 73

(12)

4.7.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap

whistleblowing ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

DAFTAR LAMPIRAN ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Tindaklanjut laporan Whistleblowing yang Diterima Bagian

Satuan Pengawas Internal ... 7

1.2 Sikap Karyawan Mengenai Budaya Perusahaan ... 10

1.3 Komitmen Afektif Karyawan PTPN III Medan ... 11

1.4 Komitmen Berkelanjutan Karyawan PTPN III Medan ... 11

1.5 Komitmen Normatif Karyawan PTPN III Medan ... 12

2.1 Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Operasionalisasi Variabel ... 39

3.2 Skala Likert ... 40

3.3 Jumlah Sampel Per Divisi Kantor PTPN III Medan ... 42

3.4 Hasil Uji Validitas Variable Budaya Organisasi (X1) ... 45

3.5 Hasil Uji Validitas Variable Komitmen Organisasi (X2) ... 45

3.6 Hasil Uji Validitas Variable Whistleblowing(Y) ... 46

3.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 47

4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Umur ... 57

4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis kelamin 57 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 58

4.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Lama Bekerja 58 4.5 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Budaya Organisasi ... 59

4.6 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Komitmen Organisasi ... 62

4.7 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Whistleblowing 65 4.8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 68

4.9 Uji Kolomogorov - Smirnov ... 69

4.10 Uji Glejser ... 70

4.11 Uji Multikolinearitas ... 70

4.12 Koefisien Determinan ... 71

4.13 Hasil Uji F Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 71

4.14 Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) ... 72

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 37

4.1 Struktur Organisasi ... 55

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 77

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 81

3 Analisis Karakteristik Responden ... 82

4 Distribusi Jawaban Responden ... 83

5 Analisis Regresi Linier Berganda... 84

6 Uji Normalitas ... 84

7 Uji Heterokedastisitas ... 84

8 Uji Multikolienaritas ... 85

9 Koefisien Determinasi (R 2 ) ... 85

10 Pengujian Hipotesis ... 85

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Dunia terus berusaha mengejar ketertinggalan dalam berbagai hal, terlebih dibidang pembangunan.

Namun dengan semakin banyaknya pembangunan yang dicanangkan dan dilakukan oleh pemerintah harus pula diikuti dengan rendahnya praktik kecurangan terlebih korupsi yang dilakukan baik orang orang di pemerintahan maupun oleh korporasi yang ditunjuk oleh pemerintah.

Namun dalam prakteknya tidak sedikit yang menganggap bahwa korupsi harus dilakukan untuk memperlancar pembangunan, hal ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan pembangunan yang efektif dan efisien, dalam hal ini praktik korupsi yang terjadi semakin memperberat dan memperlambat laju pembangunan. Berdasarkan Indeks persepsi korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International (TI) pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat

89 dari 180 negara dengan poin sebesar 38 dimana TI menggunakan skala 0 sampai dengan 100 dimana 0 paling korup dan 100 paling bersih.

Pemerintah tentunya tidak tinggal diam dalam upaya melakukan tindakan

pencegahan korupsi, hal kongkret yang dilakukan pemerintah adalah

mengeluarkan produk hukum berupa undang – undang No. 28 tahun 1999 tentang

penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme, Undang - undang No.31 tahun 1999 tentang pemberantasn tindak

pidana korupsi yang kemudian diikuti dengan undang – undang No. 30 tahun

(17)

2

2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK), undang – undang yang terakhir disebutkan dikeluarkan oleh karena dianggap penting didirikannya sebuah badan khusus yang ditugaskan untuk mengawasi tindak pidana korupsi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 . Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindakan korupsi yang umum terjadi di Indonesia terbagi atas 7 (tujuh) kelompok yaitu:

1. Perbuatan merugikan negara berupa perbuatan mencari keuntungan dengan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan.

2. Suap pemberian sejumlah uang kepada orang ataupun korporasi.

3. Gratifikasi, pemberian hadiah dengan maksud sebagai tanda terima kasih.

4. Penggelapan, upaya untuk menghilangkan jejak oleh pihak berwenang.

5. Pemerasan, upaya untuk mengambil untung secara paksa.

6. Perbuatan curang.

7. Benturan kepentingan.

Sekecil apapun tindakan korupsi harus ditindak, pembiaran terhadap tindakan korupsi yang kecil dapat memicu kemungkinan terjadinya tindakan korupsi yang lebih besar. Pendeteksian Tindakan korupsi harus dicegah sedini mungkin untuk mencegah terjadinya korupsi yang semakin besar dengan tingkat kerugian yang juga semakin membesar.

Untuk melaksanakan pemerintahan yang bersih dan transparan sesuai

dengan tujuan menjadikan sebuah organisasi atau pemerintahan menjadi good

corporate governance (GCG), organisasi yang bergerak dibidang transparansi

(18)

seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), ACFE dan Global Economic Crime Survey (GECS) menyimpulkan bahwa tindakan yang berlawanan dari GCG seperti korupsi, suap dan tindakan menyimpang lainnya dapat dicegah dan diperangi melalui mekanisme pelaporan (Whistleblower). Transparansi menjadi salah satu indikator terciptanya good corporate governance baik bagi institusi publik ataupun swasta, transparansi

mendorong baik karyawan tingkat bawah ataupun tingkat top manager untuk berkontribusi agar tidak menyimpang, menjaga alur perusahaan tetap berada di arah yang tepat dan pekerjaan yang dilakukan dapat dilihat dan dinilai oleh semua pihak . Oleh karena itu, untuk mendorong terciptanya transparan dan mendorong efektifitas pelaporan dan pelaksanaan good governance salah satu metode yang dipakai adalah sistem pelaporan atau yang biasa dikenal dengan whistleblowing system.

Di Indonesia aturan mengenai whistleblowing system sudah diatur dalam

Undang-undang No.31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban,

Kemudian untuk pelaksanaan ditingkat Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

diatur dalam Peraturan Menteri BUMN No.13 tahun 2015 tentang Pedoman

pengelolaan Dugaan Pelanggaran di Lingkungan Kementrian Badan Usaha Milik

Negara, dan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang

Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada

Badan Usaha Milik Negara dan perubahannya Nomor PER-09/MBU/2012 tanggal

6 Juli 2012; untuk PTPN III sendiri aturan mengenai whistleblowing system

diatur dalam surat edaran direksi No.3.16/SE/33/2016 mengenai Pedoman

(19)

4

Whistleblowing System.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Associaton of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia pada tahun 2016 telah terjadi 178 kasus korupsi di seluruh Indonesia (Association of Certified Fraud Examiner, 2016). Salah satu upaya untuk mencegah tindakan korupsi adalah dengan menerapkan sistem whistleblowing, whistleblowing adalah pelaporan yang dilakukan oleh anggota

organisasi aktif maupun nonaktif mengenai pelanggaran, tindakan ilegal atau tidak bermoral kepada pihak di dalam maupun di luar organisasi (Khan, 2009).

Penyebutan frasa whistleblowing pertama kali digunakan oleh Ralph Nader, seorang aktivis untuk mendeskripsikan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk memberitahukan atau mengumumkan ketika kepentingan umum diabaikan kepentingan perorangan maupun organisasi (Banisar, 2011). Dengan orang yang melakukan whistleblowing disebut dengan whistleblower (Sagara, 2013).

Whistleblower adalah seseorang (pegawai dalam organisasi) yang

memberitahukan kepada publik atau kepada pejabat yang berkuasa tentang dugaan

ketidakjujuran, kegiatan ilegal atau kesalahan yang terjadi di departemen

pemerintahan, organisasi publik, organisasi swasta, atau pada suatu perusahaan

(Susmanschi, 2012). Seseorang dapat dikatakan sebagai whistleblower jika

memenuhi kriteria. Pertama, whistleblower , membuka dan mengungkapkan kasus

yang diketahuinya kepada pihak yag berwenang atau media massa dengan tujuan

agar kasus tersebut diketahui banyak pihak yang kemudian akan ditindak lanjuti

oleh pihak yang berwajib. Kedua, whistleblower adalah orang dalam organisasi

(20)

yang benar benar mengetahui seluk beluk kasus tersebut. Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi (Sagara, 2013).

Selain itu pada data yang dirilis tersebut memberitahukan bahwa pelaporan menjadi sarana terbanyak yang digunakan untuk menemukan fraud di Indonesia dengan persentase sebesar 37 persen, selain itu berdasarkan sumber penemuan fraud, sebesar 47,5 persen berasal dari pelaporan internal. Hal ini untuk menunjukan bahwa Whistleblower dapat menjadi sarana utama dalam melaporkan tindakan fraud terutama korupsi yang terjadi di pemerintahan maupun korporasi (Association of Certified Fraud Examiner, 2016).

Akhir-akhir ini sudah semakin banyak kasus - kasus besar yang terungkap berdasarkan pelaporan yang dilakukan oleh Whistleblower baik di dalam maupun di luar negeri seperti kasus mafia hukum yang diungkap Komisaris Jendral Susno Duadji, maupun pengungkapan mega skandal pencucian uang yang dilakukan Mossack & Fonseca sebuah firma hukum yang terletak di Panama yang diungkap oleh salah satu pegawai yang tidak ingin dibuka identitasnya.

Dengan semakin pentingnya peran whistleblower dalam pengungkapan

kasus, negara - negara diseluruh Dunia berusaha untuk membuat peraturan yang

dapat digunakan untuk melindungi aksi para whistleblower termasuk traktat yang

dirumuskan dalam konvensi Anti Korupsi dunia oleh PBB, selain itu banyak juga

negara atau organisasi yang merumuskan dan menjalankan peraturan

Whistleblower berdasarkan peraturan yang berlaku di tiap negara maupun

(21)

6

organisasi (Banisar, 2011).

Di Indonesia sendiri perlindungan hukum bagi pelaku whistleblowing tertuang pada UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban yang kemudian diikuti lagi oleh peraturan pemerintah nomor 44 tahun 2008 tentang pemberian kompensasi, perlindungan, dan bantuan kepada saksi dan korban. Namun pada praktiknya pelaku whistleblower terutama yang berasal dari internal organisasi mengalami hal yang dilematis saat akan melakukan whistleblowing, mereka merasa bahwa pelaporan yang mereka lakukan dapat

dianggap sebagai tindakan yang tidak loyal terhadap organisasi tempat mereka bernaung, bahkan di beberapa kasus whistleblowing para whistleblower banyak menerima tekanan baik dari organisasi, atasan mupun rekan kerja seperti ancaman hukum, aturan organisasi maupun ancaman dalam bentuk fisik (Banisar, 2011).

Namun di sisi lain banyak yang menganggap bahwa tindakan whistleblowing adalah tindakan heroik dan hanya dapat dilakukan jika seorang tersebut memegang teguh nilai moral yang tinggi. Pandangan yang bertentangan tersebut kerap menjadikan calon whistleblower berada dalam kebimbangan menentukan sikap yang pada akhirnya dapat mendistorsi minat whistleblowing (Bagustianto, 2015).

Berdasarkan kasus – kasus whistleblowing yang pernah terjadi, terdapat

beberapa motif dan motivasi dari para whistleblower dalam melakukan aksi

tersebut, seperti pencitraan, keinginan untuk membuat organisasi kembali ke

alur yang benar, dorongan dari dalam diri yang menganggap perilaku yang

dilakukan atau dilihat selama ini adalah salah dan yang paling umum adalah

(22)

rasa tidak ingin menjadi “kambing hitam” dan menyeret nama - nama lain dalam kasus tersebut. Biasanya motivasi terakhir dilakukan ketika sebuah kasus diungkap dan karyawan tersebut menjadi salah satu tersangka dalam sebuah kasus, kemudian karyawan tersebut menganggap bahwa dirinya bukan satu – satunya tersangka dan lebih banyak orang yang berperan dalam kasus tersebut hal ini tentunya harus dioptimalkan oleh pihak berwajib untuk menyelesaikan sebuah kasus yang dilaporkan.

Tabel 1.1

Laporan Whistleblowing yang Diterima PTPN III Medan

Tahun Laporan yang Diterima Laporan yang Ditidaklanjuti Persentase Tindaklanjut

2016 30 21 70

2017 59 53 89.9

2018 14 14 100

2019 7 7 100

Sumber: Kantor Direksi PTPN III Medan (data diolah 2020)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa 70 persen laporan whistleblowing yang diterima dapat ditindaklanjuti oleh perusahaan, sedangkan

pada tahun 2017 meningkat menjadi 89.9persen laporan yang ditindaklanjuti, pada tahun 2018 jumlah laporan yang diterima menurun menjadi Empat belas (14) laporan dengan semua laporan yang diterima dapat ditindaklanjuti, pada tahun 2019 jumlah laporan yang diterima sebanyak tujuh (7) laporan yang semuanya dapat ditindak lanjuti oleh perusahaan.

Setiap perusahaan atau organisasi memiliki budaya yang dimiliki yang

disebut dengan budaya organisasi, budaya tersebut menjadi acuan perusahaan

dalam bertindak sesuai dengan nilai - nilai yang diyakini oleh perusahaan atau

organisasi tersebut. Budaya organisasi adalah apa yang dirasakan oleh karyawan

(23)

8

dan bagaimana persepsi karyawan menciptakan pola kepercayaan, nilai, dan harapan (Gibson, Ivancevich, & Donelly , 2013). Menurut Kreitner & Kinicki (2014), menyatakan budaya organisasi adalah nilai-nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Budaya organisasi yang kuat dan baik sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter inivdidu yang berada dalam organisasi tersebut, yang paling penting adalah budaya yang berlaku diterima dan dilaksanakan dari tingkatan paling atas organisasi hingga di struktur terbawah organisasi. Budaya yang kuat ditandai dengan karyawan yang menggunakan nilai utama suatu organisasi. Semakin karyawan menggunakan dan menerima nilai utama dari organisasi, semakin kuat budaya dan semakin berpengaruh pada perilaku karyawan (Gibson, Ivancevich, & Donelly , 2013). Budaya organisasi yang kuat akan mendorong karyawan untuk bertindak sesuai dengan nilai – nilai yang berlaku di perusahaan. Budaya yang kuat akan menciptakan komitmen organisasi bagi seorang individu yang berada d i organisasi tersebut.

PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero) adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet yang telah menjadi holding bagi seluruh PTPN di seluruh Indonesia sejak tahun 2014. Menurut Yocevelyn (2018) setelah menjadi holding, tuntutan kerja menjadi semakin besar. Karyawan bukan hanya bekerja dengan sesama karyawan dari PTPN III saja, namun juga bekerja bersama dengan PTPN lain dan pihak pihak BUMN lain seperti bank dan sebagainya.

PTPN III memiliki budaya organisasi yang harus dijunjung oleh setiap

individu yang berada dalama organisasi tersebut berupa:

(24)

1. Proaktif

Setiap individu harus aktif dan berinisiatif dalam mengambil keputusan dan mengevaluasi setiap tindakan yang diambil.

2. Terbaik

Setiap individu harus menunjukan kinerja yang terbaik sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan.

3. Kerjasama

Setiap individu harus bekerja sama dengan individu lainnya sehingga menghasilkan sinergi yang optimal bagi perusahaan.

4. Inovasi

Perusahaan menghargai setiap bentuk kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh karyawan untuk menciptakan karya dalam bentuk metode atau produk baru.

5. Bertanggungjawab

Setiap individu harus bertanggungjawab atas seluruh keputusan yang mereka ambil.

Budaya yang dimiliki oleh PTPN III ini harus diketahui dan dijalankan

oleh setiap individu yang berada di organisasi tersebut agar sesuai dengan visi

yang dimiliki perusahaan yaitu menjadi perusahaan agribisnis nasional yang

unggul dan berdaya saing kelas dunia serta berkontribusi secara

berkesinambungan bagi kemajuan bangsa. Selain budaya organisasi, faktor lain

yang dapat meningkatkan keinginan karyawan PTPN III dalam melakukan

whistleblowing adalah komitmen organisasi, Robbins (2009), menyatakan bahwa

komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak

(25)

10

pada organisasi dan tujuan organisasi serta bersedia untuk menjaga keanggotan dalam organisasi.

Komitmen organisasi mengukur seberapa jauh rasa memiliki dan keinginan untuk berkontribusi seseorang di dalam sebuah organisasi, hal ini amat penting ditanamkan oleh setiap organisasi, hal ini bertujuan agar karyawan terdorong untuk bekerja lebih baik, sukarela membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dan loyal terhadap organisasi tersebut, selain itu dengan semakin tingginya komitmen organisasi seseorang maka keinginannya untuk bertindak yang tidak sesuai dengan keinginan organisasi semakin menurun bahkan merasa bersalah jika tindakannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh organisasi hal ini dikarenakan mereka memiliki rasa memiliki terhadap perusahaan. Untuk membentuk komitmen organisasi di dalam diri tiap inividu tidaklah mudah karena , terdapat banyak faktor yang mempengaruhi komitmen individu terhadap organisasi tempatnya bernaung. Ginting (2018), menyatakan bahwa komitmen organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai – nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Berdasarkan data prasurvei yang dilakukan di PTPN III Medan didapatkan data mengenai budaya organisasi dan komitmen organisasi yaitu:

Tabel 1.2

Sikap Karyawan Mengenai Budaya Perusahaan

No Pertanyaan Jawaban Persentase

Ya Tidak Ya Tidak

1. Mengambil Inisiatif dalam bekerja 9 21 30 70

2 Selalu Memberikan yang Terbaik

dalam pekerjaan 25 5 83.3 16.7

3 Meminta dan memberikan bantuan

kepada rekan kerja 17 13 56.7 43.3

(26)

4 Melakukan Inovasi dalam bekerja 14 16 46.7 53.3 5 Bertanggung jawab penuh dalam setiap

yang diberikan 24 6 80 20

Sumber: Hasil Prasurvei (2020)

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat disimpulkan bahwa tingkat inisiatif karyawan

masih rendah dengan persentase sebesar 30 persen dan 70 persen belum mau

mengambil inisiatif saat bekerja , hal ini menunjukan bahwa karyawan bekerja

berdasarkan dorongan atau perintah dari atasan tanpa adanya dorongan dari dalam

diri sendiri.

(27)

12

Tabel 1.3

Komitmen Afektif Karyawan PTPN III Medan

NO Indikator

Jawaban Responden

Jumlah Persentase Setuju

Persentase Tidak Setuju Setuju Tidak

Setuju 1. Loyalitas kepada

Perusahaan 23 7 30 76.7 23.3

2 Rasa Bangga terhadap

perusahaan 20 10 30 66.7 33.3

3 Kepedulian terhadap nasib

perusahaan 18 12 30 60 40

Sumber: Hasil Prasurvei (2020)

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki loyalitas kepada perusahaan sebesar 76.7 persen, karyawan yang memiliki rasa bangga terhadap perusahaan sebesar 66.7 persen dan karyawan dengan rasa kepedulian terhadap nasib perusahaan sebesar 60 persen , dari persentase diatas dapat disimpulkan bahwa masih terdapat karyawan yang kurang peduli dengan nasib perusahaan.

Untuk hasil prasurvei mengenai komitmen berkelanjutan karyawan PTPN III Medan dapat dilihat pada Tabel 1.4

Tabel 1.4

Komitmen Berkelanjutan Karyawan PTPN III Medan

No Indikator

Jawaban Responden

Jumlah Persentase Setuju

Persentase Tidak Setuju Setuju Tidak

Setuju 1.

Pengaruh jika meninggalkan perusahaan

18 12 30 60 40

2.

Manfaat yang diperoleh jika bekerja dalam waktu lama

17 13 30 56.7 43.3

3.

Bekerja pada perusahaan adalah keputusan yang tepat

16 14 30 53.3 46.7

Sumber: Hasil Prasurvei (2020)

Berdasarkan Tabel 1.4 dapat disimpulkan bahwa 60 persen karyawan

(28)

menganggap bahwa adanya pengaruh jika meninggalkan perusahaan, 56.7 persen menganggap bahwa adanya manfaat jika bekerja dalam waktu yang lama di perusahan dan 53.3 persen menganggap bahwa bekerja pada perusahaan merupakan pilihan yang tepat.

Untuk hasil prasurvei mengenai komitmen normatif karyawan PTPN III Medan dapat dilihat pada Tabel 1.5

Tabel 1.5

Komitmen Normatif Karyawan PTPN III Medan

NO Indikator

Jawaban Responden

Jumlah Persentase Setuju

Persentase Tidak Setuju Setuju Tidak

Setuju 1. Menerima semua bentuk

tugas 14 16 30 46.7 53.3

2. Kecocokan nilai dengan

perusahaan 19 11 30 63.3 36.7

3.

Perusahaan merupakan yang terbaik sebagai tempat bekerja

17 13 30 56.7 43.3

Sumber: Hasil Prasurvei (2020)

Berdasarkan Tabel 1.5 dapat dapat dilihat bahwa karyawan yang menerima hanya 46.7persen karyawan yang menerima semua bentuk tugas, karyawan yang memiliki kecocokan dengan nilai perusahaan sebesar 63.3 persen dan 56,7persen karyawan menganggap bahwa perusahaan merupakan tempat terbaik untuk bekerja.

Berdasarkan uraian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Karyawan Untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing pada PTPN III”.

1.2 Rumusan Masalah

(29)

14

Berdasarkan latar belakang masalah maka perumusan masalah yang akan dirumuskan adalah:

1. Apakah Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan?

2. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh postif dan signifikan terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan?

3. Apakah Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis pengaruh Budaya Organisasi dan komitmen organisasi terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan.

2. Untuk Mengetahui dan menganalisis pengaruh Budaya Organisasi terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing pada PTPN III Medan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Komitmen Organisasi

terhadap keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing

pada PTPN III Medan.

(30)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi PTPN III Medan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan acuan bagi perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi budaya organisasinya sudah tepat bagi karyawan yang ingin melakukan tindakan whistleblowing.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan wawasan bagi peneliti mengenai pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasi berdampak dalam keinginan karyawan untuk melakukan tindakan whistleblowing.

3. Bagi Karyawan PTPN III Medan

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi karyawan PTPN III Medan yang memiliki keinginan untuk melakukan tindakan whistleblowing.

4. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan referensi bagi peneliti atau pihak lain yang tertarik dengan isu isu whistleblowing dan memberikan perspektif

yang berbeda.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya merupakan sesuatu yang berkaitan dengan budi atau akal manusia, kebiasaan, tingkah laku atau adat istiadat yang berlaku disebuah komunitas.

Budaya berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Terrence Deal dan Allan Kennedy (dalam Tika, 2014) menegaskan budaya sebagai suatu sistem nilai dan manfaat bersama yang berinteraksi dengan orang didalam organisasi serta menyangkut sistem kontrol yang menciptakan norma berperilaku. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu Culture dan bahasa Latin Colere. Budaya terbentuk dari berbagai faktor seperti sistem agama, politik dan adat istiadat.

Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya Organisasi adalah sebuah budaya yang berlaku dalam sebuah organisasi. Menurut Ginting (2018), menyatakan Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu organisasi, bukannya dengan apa mereka menyukai budaya itu atau tidak.

Menurut Robbins dan Judge (2016), budaya organisasi mengacu pada suatu

sistem berbagi arti yang dilakukan oleh para anggota. Budaya organisasi menurut

(32)

Schein (2011) yaitu sebagai suatu pola dari asumsi – asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah – masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota – anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berkenaan dengan masalah – masalah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah nilai yang dianut sebuah organisasi yang kemudian diterapkan kepada tiap individu pada organisasi tersebut yang membedakan organisai dengan organisasi lainnya.

2.1.2 Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Budaya organisasi dibentuk oleh para pendiri organisasi tersebut, para pendiri merumuskan apa yang harus dijalankan oleh organisasi tersebut ynag kemudian akan diteruskan oleh anggota organisasi yang kemudian akan menjadi visi dan misi perusahaan tersebut yang akan dilaksanakan oleh dari jajaran Top Manager hingga level yang paling rendah. Menurut Robbins (2012), ada 3 macam

proses terbentuknya budaya perusahaan, yaitu : 1. Budaya diciptakan oleh pendirinya.

2. Budaya terbentuk sebagai upaya menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

3. Budaya diciptakan oleh manajemen sebagai cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara sistematis.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat bahwa budaya yang berlaku di

(33)

17

organisasi diciptakan oleh pendirinya untuk kemudian menjadi pedoman bergeraknya organisasi tersebut. Selain itu budaya organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara sistematis.

2.1.3 Perubahan Budaya Organisasi

Budaya yang dibentuk haruslah kuat namun juga harus fleksibel terhadap perubahan jaman sehingga tetap relevan sepanjang perusahaan tersebut berdiri.

Perubahan yang terjadi haruslah disesuaikan terlebih dahulu dengan budaya yang sudah ada, menurut Robbins dan Judge (2016) ada beberapa hal yang menyebabkan perusahaan merubah budaya organisasinya yaitu:

1. Persaingan, dalam hal ini pesaing – pesaing organisasi dapat datang dari arahmana saja dan dalam bentuk apa saja. Tingkat persaingan yang tinggi memaksa suatu organisasi harus bertahan. Adapun organisasi yang dapat bertahan dalam persaingan ini adalah organisasi yang dapat berubah dan menanggapi tantangan – tantangan yang di hadapinya.

2. Kejutan Ekonomi, kondisi perekonomian yang berubah – ubah dan tidak dapat diprediksikan seperti yang terjadi dewasa ini sewaktu – waktu akan dapat mengejutkan dunia usaha.

3. Teknologi, merupakan hal yang harus selalu diikuti oleh organisasi dalam rangka mengatasi persaingan. Perubahan teknologi harus dapat dijawab oleh organisasi untuk dapat terus mensejajarkan diri dalam persaingan.

4. Tren sosial, perubahan keadaan sosial suatu tempat akan berimbas pada

budaya masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung seiring perkembangan

zaman.

(34)

5. Politik, suatu organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan politik dimana organisasi itu berada. Dengan demikian terhadap perubahan politik ini memaksa organisasi untuk berubah.

Selain itu menurut Robbins & Judge (2016) perubahan dapat dibagi kedalam 4 kelompok yaitu:

1. Struktur

Mengubah struktur mencakup pembuatan perubahan dalam hubungan wewenang, mekanisme koordinasi, rancangan ulang pekerjaan, atau variabel struktural serupa.

2. Perubahan Teknologi

Mengubah metode kerja dan menyesuaikan dengan teknologi yang sudah berkembang, biasanya terkait dengan alat, mesin atau metode yang sesuai dengan perubahan terkini.

3. Perubahan Fisik

Misalnya perubahan tempat kerja yang biasanya bersekat – sekat menjadi tempat kerja yang terbuka, atau bisa bekerja di rumah.

4. Perubahan Individu

Menyesuaikan individu dengan hal yang sedang berkembang.

Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa budaya dapat berubah mengikuti hal yang sedang berkembang, selain itu perubahan budaya organisas yang terjadi dapat berubah dalam empat bentuk.

2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi

Budaya Organisasi memiliki peran penting dalam mengatur jalannya arah

(35)

19

operasional sebuah organisasi. Budaya organisasi mengarahkan apa yang harus, boleh dan dilarang oleh setiap individu dalam sebuah organisasi. Maka peranan budaya organisasi yang amat penting mendorng tiap individu untuk bertingkah laku sesuai nilai - nilai yang berlaku dalam organisasi.

Menurut Kreitner & Kinicki (2014) fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut :

1. Memberi anggota identitas organisasional

Budaya organisasi memberikan identitas menjadikan perusahaan diakui sebagai perusahaan yang inovatif dengan mengembangkan produk baru.

Identitas organisasi menunjukkan ciri khas yang membedakan dengan organisasi lain yang mempunyai sifat khas yang berbeda.

2. Memfasilitasi komitmen kolektif

Perusahaan mampu membuat pekerjannya bangga menjadi anggota dari organisasi tersebut. Anggota organisasi mempunyai komitmen yang sama mengenai nilai nilai yang berlaku didalam organisasi tempatnya bernaung yang harus diikuti dan mencapai tujuan bersama yang harus dicapai.

3. Meningkatkan stabilitas sistem sosial

Mencerminkan bahwa lingkungan kerja dirasakan positif dan kuat, konflik dan perubahaan serta gejolak yang terjadi pada organisasi dapat dikelola secara efektif berdasarkan budaya yang berlaku.

4. Membentuk perilaku dengan membantu anggota menyadari atas lingkungannya

Budaya organisasi dapat menjadi alat untuk membentuk dan mendorong tiap

individu berpikir dan bertindak sesuai dengan budaya organisasi yang

(36)

berlaku.

Sedangkan menurut Robbins (dalam Tika, 2014) fungsi organisasi budaya terdiri atas:

1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

2. Budaya memberikan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu.

4. Budaya itu meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku pegawai.

Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berfungsi untuk berusaha untuk menyatukan setiap individu dalam organisasi didalam sebuah identitas organisasi dan mendorong setiap individu untuk memiliki komitmen didalam organisasi.

2.1.5 Tipe Budaya Organisasi

Setiap organisasi memiliki tipe budaya organisasi yang berbeda-beda, menurut Sutrisno (2012), terdapat empat tipologi budaya yang dapat dipandang sebagai siklus hidup budaya, yaitu sebagai berikut:

1. The monoculture (Budaya Tunggal)

Monoculture merupakan program mental tunggal, orang berpikir sama dan

(37)

21

sesuai dengan norma budaya yang sama.Setiap orang dituntut untuk mempunyai satu pikiran.Merupakan model “ras murni” yang menyebabkan banyak konflik dalam dunia dimana terdapat banyak etnis dan kelompok rasial berbeda.

2. The superordinate culture (Budaya Majemuk)

The superordinate culture merupakan tipe keberagaman budaya organisasi.

Keberagaman budaya dapat menjadi penyebab pemisahan dan konflik atau sumber vitalitas, kreativitas, dan energi.

3. The divisive culture (Budaya Memecah Belah)

The divisive culture bersifat memecah belah. Dalam budaya ini sub-kultur

dalam organisasi secara individual mempunyai agenda dan tujuannya sendiri. Divisive culture adalah budaya yang paling umum dalam masyarakat atau pekerjaan.

4. The disjunctive culture ( Pemisahan Budaya)

Budaya ini ditandai dengan seringnya pemecahan organsasi secara eksplosif atau bahkan menjadi unit budaya individual.

Sedangkan menurut Kinicki (2014) tipe budaya organisasi terbagi atas:

1. Kebudayaan Klan (Clan Culture) yaitu satu kebudayaan yang memiliki internal fokus dan lebih menghargai fleksibilitas dari pada stabilitas dan kontrol.

2. Kebudayaan Adhokrasi (Adhocracy Culture) yaitu satu kebudayaan yang memiliki nilai eksternal dan menghargai fleksibilitas.

3. Kebudayaan Pasar (Market Culture) yaitu satu kebudayaan yang memiliki

fokus eksternal yang kuat serta menghargai stabilitas dan kontrol.

(38)

4. Kebudayaan Hierarkis (Hierarchy Culture) yaitu satu kebudayaan yang memiliki fokus internal yang menghasilkan keuntungan kerja yang lebih formal dan terstruktur, serta menghargai stabilitas dan kontrol lebih dari fleksibilitas.

Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa tipe yang disesuaikan dengan visi para pendiri maupun para pemimpin organisasinya.

2.1.6 Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge (2016), budaya organisasi memiliki tujuh (7) karakteristik yaitu:

1. Inovasi dan Pengambilan Resiko, yaitu sejauh mana karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian, yaitu sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan presisanalisis dan perhatian kepada rincian.

3. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.

5. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar timtim, bukannya individu-individu.

6. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.

7. Kemantapan, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo daripada pertumbuhan.

(39)

23

Sedangkan pada PTPN III terdapat lima (5) dimensi budaya dengan beberapa indikator yaitu:

1. Proaktif

Setiap individu harus aktif dan berinisiatif dalam mengambil keputusan dan mengevaluasi setiap tindakan yang diambil. Indikator dari proaktif adalah Inisiatif dalam melaksanakan tugas dan mengevaluasi setiap resiko yang akan diambil.

2. Terbaik

Setiap individu harus menunjukan kinerja yang terbaik sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Indikator dari terbaik adalah setiap karyawan menunjukan gairah untuk melakukan yang terbaik dan bekerja keras.

3. Kerjasama

Setiap individu harus bekerja sama dengan individu lainnya sehingga menghasilkan sinergi yang optimal bagi perusahaan. Indikator dari kerja sama Adalah keinginan setiap anggota untuk bersinergi dengan karyawan lain dan tingkat merasa saling membutuhkan diantar setiap karyawan.

4. Inovasi

Perusahaan menghargai setiap bentuk kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh karyawan untuk menciptakan karya dalam bentuk metode atau produk baru. Indikator dari inovasi adalah karyawan perusahaan menghargai kreativitas karyawan dalam menyelesaikan tugas dan menghasilkan inovasi yang berguna bagi perusahaan.

5. Bertanggungjawab

(40)

Setiap individu harus bertanggungjawab atas seluruh keputusan yang mereka ambil. Indikator dari dari bertanggung jawab adalah setiap karyawan bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil dan setiap perilaku dan perkataan didukung oleh fakta dan data.

2.2 Komitmen Organisasi

2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen merupakan salah satu hal yang amat penting dalam

organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2014), komitmen adalah

kesepakatan untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, individu lain,

kelompok atau organisasi. Sedangkan komitmen organisasional

mencerminkan tingkatan keadaan dimana individu mengidentifikasikan

dirinya dengan organisasi dan terikat pada tujuannya. Sedangkan menurut

Kasmir (2016) Komitmen sebagai loyalitas seorang individu terhadap

organisasinya. Komitmen organisasi menunjukan tingkat keinginan untuk

ikut serta, kesetiaan kemauan untuk tunduk dalam sebuah organisasi serta

mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya, karyawan dengan

komitmen organisasi yang kuat dengan sukarela akan mengikuti keinginan

perusahaan bahkan tidak akan meninggalkan perusahaan dalam masa -masa

sulit, sedangkan karyawan dengan komitmen organisasi yang rendah akan

berpikir untuk meninggalkan perusahaan ketika perusahaan tersebut

memasuki masa kemunduran. Kreitner dan Kinicki (2014) mengatakan bahwa

komitmen organisasi adalah sikap yang menggambarkan bahwa seseorang

mengenal organisasi dan tujuan-tujuan dari organisasi tersebut. Kebanggaan

(41)

25

seseorang terhadap organisasinya dapat menunjukan komitmennya terhadap organisasi tersebut.

2.2.2 Bentuk Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen (dalam Kinicki, 2014) terdapat tiga komponen dari komitmen organisasi yaitu:

1. Komitmen afektif, yaitu pelekatan emosi pegawai dengan keterlibatan pegawai dalam perusahaan. Pegawai yang memiliki komitmen dan rasa memilki yang kuat akan terus bekerja untuk perusahaan tersebut karen mereka menghendakinya.

2. Komitmen berkelanjutan, kesadaran akan kerugian karena meninggalkan organisasinya. Seseorang akan merasa merugi untuk meninggalkan organisasinya akan terus berkomitmen karena keharusan atau tidak mempunyai pilihan lain selain bertahan di dalam organisasi tersebut.

3. Komitmen normatif, merupakan kondisi dimana karyawan merasa bertanggung jawab untuk terus bekerja, karyawan merasa bahwa adalah tanggung jawabnya untuk terus bekerja pada organisasi atau perusahaan yang mempekerjakannya.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tipe komponen komitmen organisasi yang dimiliki setiap anggota organisasi atau karyawan berdasarkan alasan mereka untuk terus menjalin komitmen dengan perusahaan.

2.2.3 Membangun Komitmen Organisasi

Menurut Martin & Nichols dalam (Soekidjan, 2009) tiga (3) pilar

(42)

komitmen yang perlu dibangun adalah oleh sebuah organisasi adalah:

1. Rasa memiliki (a sense of belonging)

Rasa memiliki dapat dibangun dengan menumbuhkan rasa yakin anggota bahwa apa yang dikerjakan berharga, rasa nyaman dalam organisasi, cara mendapat dukungan penuh dari organisasi berupa misi dan nilai-nilai yang jelas yang berlaku di organisasi.

2. Rasa bergairah terhadap pekerjaannya (Passion)

Rasa bergairah terhadap pekerjaan ditimbulkan dengan cara memberi perhatian, memberi delegasi wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota/karyawan untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal hal ini amat penting bagi karyawan untuk menu.

3. Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

Rasa kepemilikan dapat ditimbulkan dengan melibatkan anggota/karyawan dalam membuat keputusan-keputusan (Soekidjan, 2009).

Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pilar yang mendasari karyawan untuk memiliki komitmen dengan organisasinya.

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang terhadap organisasi Menurut Soekidjan (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terbagi atas tiga (3) yaitu:

1. Karakteristik Personal

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif

(43)

27

(optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih memiliki komitmen.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

Semakin panjang masa bakti seseorang didalam sebuah organisasi maka komitmennya terhadap organisasi tersebut semakin tinggi.

c. Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak pula harapan yang mungkin tidak dapat di penuhi oleh organiasi, sehingga keinginannya untuk keluar dari perusahaan tinggi dan komitmennya terhadap organisasi semakin rendah.

d. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya dan merasa lebih nyaman ketika sudah berada didalam organisasi, sehingga komitmennya lebih tinggi. Sedangkan pria memiliki sifat yang mudah tertantang sehingga dirinya mudah bosan ketika organisasi tidak menantangnya untuk mendapatkan lebih.

e. Status perkawinan, karyawan yang sudah menikah lebih terikat dengan organisasinya, ketika seseorang sudah berkeluarga maka dirinya akan memikirkan kestabilan dalam karir ketimbang memikirkan tantangan di luar organisasi.

f. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

berhubungan positif dengan komitmen organisasi, seseorang yang merasa

terlibat dalam sebuah proyek dalam perusahaan memilik komitmen yang

(44)

lebih tinggi dibandingkan yang tidak.

2. Situasional

a. Nilai (Value) Tempat kerja.

Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, Inovasi, Kooperasi, partisipasi dan Trust akan mempermudah setiap anggota/karyawan untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para anggota/karyawan percaya bahwa nilai organisasinya adalah kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi

Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi. Keadilan organisasi membuat karyawan merasa nyaman dan tidak menimbulkan rasa saling iri antar karyawan

c. Karakteristik pekerjaan

Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.

d. Dukungan organisasi.

(45)

29

Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsi bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit.

3. Positional a. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu seseorang yang sudah bekerja dari pertama kali seseorang bekerja hingga masa akhirnya bekerja di suatu tempat. Masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan komit, masa kerja yang panjang menunjukan bahwa ada rasa saling percaya antar perusahaan dan karyawan dan kepuasan sehingga keduanya memiliki rasa keterikatan yang sama kuat yang ditunjukan dengan masa kerja sama yang panjang dan memberi peluang bagi anggota organisasi untuk mengambil peran dalam perusahaan serta mendapatkan tugas yang menantang, otonomi pengambilan keputusan yang luas, promosi jabatan atau aktualisasi diri berupa program melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yang dibiayai oleh perusahaan.

b. Tingkat pekerjaan

Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor

komitmen paling kuat. Status tingkat pekerjaan yang tinggi cenderung

(46)

meningkatkan motivasi maupun kemampuan aktif terlibat. Sedangkan orang orang yang memilik status yang rendah kurang memiliki komitmen terhadap organisasinya.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen seseorang terhadap organisasinya

yaitu faktor karakteristik personal, faktor situasional dan faktor positional.

(47)

31

2.3 Whistleblowing

2.3.1 Pengertian Whistleblowing

Whistleblowing secara umum dapat didefinisikan sebagai pelaporan yang

atas sebuah tindakan melawan hukum atau peraturan yang dilakukan oleh seseorang yang mengetahui hal tersebut. Banisar (2011) mengatakan bahwa whistleblowing memiliki banyak aspek seperti aspek kebebasan berpendapat, alat

untuk mencegah korupsi sekaligus sebagai alat untuk menciptakan pengawasan internal dan menciptakan mekanisme kompetisi internal, hal ini menimbulkan banyaknya definisi atas whistleblowing. Near dan Miceli dalam Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) menjelaskan whistleblowing sebagai suatu pengungkapan yang dilakukan anggota organisasi atas suatu praktik-praktik illegal atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan mereka kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan perbaikan. Varelius (dalam Agustin, 2016) mengatakan bahwa Whistleblowing akan muncul saat terjadi konflik antara loyalitas karyawan dan perlindungan kepentingan publik. Elias (dalam Agustin, 2016) menyatakan bahwa Whistleblowing dapat terjadi dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) organisasi. Internal ketika orang yang melakukan whistleblowing (Whistleblower) mengetahui kemudian melaporkan sebuah tindakan kepada pihak di dalam organisasi sedangkan eksternal ketika whistleblower melaporkan sebuah tindakan menyimpang yang akan berdampak

kepada masyarakat luar kepada pihak – pihak di luar organisasi untuk disebarkan

kepada masyarakat luas. Near & Miceli (dalam Banisar, 2011) menyatakan bahwa

terdapat empat tahapan dalam keinginan melakukan whistleblowing yaitu :

(48)

1. Terdapat sebuah peristiwa yang mendorong whistleblower untuk melakukan whistleblowing.

2. Whistleblower menilai, mengumpulkan informasi tambahan dan berdiskusi kepada orang yang dipercayainya mengenai informasi yang akan dilaporkan.

3. Whistleblower menimbang apakah informasi yang diketahuinya harus dilaporkan atau tetap diam sebagai tanda kesetiaannya terhadap organisasinya atau malah mengabaikan informasi tersebut.

4. Ketika whistleblower memutuskan untuk melaporkan , maka akan terdapat reaksi dari anggota organisasi lainnya yang mendukung maupun menyangkal informasi yang dilaporkan.

2.3.2 Keinginan melakukan whistleblowing

Ajzen (dalam Agustin, 2016) mengatakan bahwa keinginan atau intensi melakukan Whistleblowing adalah indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku dan seberapa besar usaha untuk melakukan sebuah perilaku keinginan atau intensi yang terbagi atas tiga (3) aspek yaitu:

1. Attitude toward the behavior

Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu.

2. Subjective norm

Subjective norm atau norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi

individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak

suatu perilaku. Individu yang melakukan tindakan meyakini bahwa individu

lain maupun kelompok akan mendukung atau menolak tindakan tersebut.

(49)

33

3. Perceived Behavior Control

Kontrol perilaku menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri namun juga ketersediaan sumber daya, kesempatan maupun kemampuannya dalam melakukan tindakan tersebut

Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku (kontrol perilaku yang rendah) individu tidak akan memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa whistleblowing adalah sebuah tindakan pelaporan yang dilakukan anggota ataupun mamtan anggota yang mengetahui tindakan tidak bermoral ataupun melawan hukum yang merugikan organisasi ataupun masyarakat.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(Tahun) Judul Penelitian Variabel Penelitian

Teknik Analisis

Data

Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan luas ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah kabupaten terutama DKP yang terus melakukan pembangunan dan optimalisasi TPST untuk dapat memenuhi Sidoarjo Zero

Dan dari itu semua sampah pasti nya menimbulkan dampak yang kurang baik untuk lingkungan maupun untuk manusianya, baik itu penyemaran lingkungan hingga berdampak banjir, banjir

Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa bagi hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan nasabah menabung pada PT.BPRS Bangka Belitung Cabang

Pelaksanaan dan proses pembelajaran yang menarik perhatian siswa dengan pemilihan metode yang baik, penggunaan metode pembelajaran akan mempermudah mentor untuk

Obyektif iklan Gamelan United adalah untuk membangun citra gamelan sebagai instrumen musik yang dapat menjadi media berekspresi generasi muda berusaha dicapai

Bagi calon mahasiswa Prodi tersebut di atas yang pada saat pendaftaran_memilih tempat perkuliahan di Singaraja apabila ingin bergabung di Kelas Denpasar.. dimohon

Pelaksanaan program keluarga berencana di Desa Maligano Kecamatan Maliganno Kabupaten Muna.Adapun dimensi tersebut yaitu (1) Dimensi alat kontrasepsi pil tanggapan responden

[r]