• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apa yang Dapat Kita Lakukan? Praktik Baik Penerapan Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Anak Usia Dini Aku dan Kamu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Apa yang Dapat Kita Lakukan? Praktik Baik Penerapan Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Anak Usia Dini Aku dan Kamu"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Apa yang

Dapat Kita Lakukan?

Melindungi Anak

Dari Kekerasan Seksual

▸ Baca selengkapnya: jelaskan langkah apa yang pertama kita lakukan agar dapat mengendalikan pengaruh sad ripu dalam diri

(2)

▸ Baca selengkapnya: kesimpulan apa yang kamu dapat mengenai perempuan dalam puisi tersebut

(3)

Apa yang

Dapat Kita Lakukan?

Melindungi Anak

Dari Kekerasan Seksual

▸ Baca selengkapnya: menurut kamu apa yang harus mereka lakukan untuk menciptakan keadilan dan perdamaian dalam keluarga

(4)

Praktik Baik Aku dan Kamu

Penulis

Theresia Widiningtyas

Pengkaji Owena Ardra

Afra Suci Ramadhon

Desain dan Tata Letak Endang Sunandar

Foto

Mufti Nur Ichrom

Penerbit

Rutgers WPF Indonesia

Jl. Pejaten Barat no. 17B, Pasar Minggu Jakarta Selatan 12510

Indonesia

(5)

Kata Pengantar

Rutgers WPF Indonesia bersama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) sejak tahun 2005 telah mengembangkan program pendidikan komprehensif untuk seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi anak usia dini.

Berangkat dari terbatasnya ketersediaan materi untuk kelompok anak usia dini dan kepedulian atas kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak, kedua organisasi ini berkomitmen dalam upaya memperluas akses edukasi tersebut sebagai bagian dari pencegahan. Program tersebut bernama Aku dan Kamu, yang terpusat pada pengembangan kecakapan hidup sosial

anak usia dini. Edukasi ini diintegrasikan melalui sekolah anak usia dini, dengan

sebelumnya memberikan pelatihan pada para guru. Program ini juga memberikan penguatan pada orang tua dan wali siswa, karena orang tua dan wali menjadi sosok pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak-anak.

Pelaksanaan program yang dimulai sejak tahun 2005 telah menjangkau 35 sekolah usia dini dan melatih 117 fasilitator (guru dan psikolog) yang menerapkan program Aku dan Kamu. Setelah memperoleh edukasi dari Aku dan Kamu, banyak orang tua yang merasa terbantu menjawab pertanyaan anak tentang seksualitas menggunakan bahasa dan pengertian sesuai dengan perkembangan usia anak. Pengetahuan dan keterampilan para guru sekolah usia dini meningkat serta menjadi sosok yang dipercaya oleh masyarakat untuk isu kesehatan reproduksi dan seksualitas. Anak-anak yang telah mendapatkan pendidikan dari modul Aku dan Kamu dapat mengenali bentuk-bentuk kekerasan dan tahu cara menghindarinya. Mereka mampu menolak jika ada hal yang tidak nyaman dan tahu cara mencari bantuan jika mengalami masalah.

Berbagai cerita baik tersebut terangkum dalam buku ini, khususnya dari proses pelaksanaan program Aku dan Kamu di Semarang, Surabaya dan Balikpapan. Melalui cerita langsung para orang

(6)

Daftar Isi

tua, guru, pihak pemerintah terkait dan mitra Rutgers WPF Indonesia di lapangan yaitu Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), terbukti bahwa program ini dapat menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual pada anak. Cerita-cerita baik ini diharapkan bisa menginspirasi semua pihak yang menaruh kepedulian pada perlindungan dan pendidikan anak usia dini sehingga program Aku dan Kamu dapat semakin menyebarkan efek positifnya ke seluruh penjuru Nusantara.

Akhir kata, Rutgers WPF Indonesia mengucapkan terima kasih sedalam- dalamnya atas bantuan semua pihak yang memungkinkan pembuatan buku ini, terutama kepada semua narasumber yang telah bersedia diwawancarai. Juga penghargaan pada mitra kami di PKBI Pusat, PKBI Jawa Tengah, PKBI Surabaya dan PKBI Balikpapan serta Kalimantan Timur atas kerja sama dan dedikasinya hingga buku ini dapat diterbitkan.

Selamat membaca.

Jakarta, Desember 2017

(7)

Kata Pengantar

Daftar Isi 03

Prolog: 04

Melindungi Anak Dari Kekerasan Seksual, Apa yang Dapat Kita Lakukan?

Bab 1 12

Lewat Bermain, Aku Bisa Menjaga Tubuhku

Bab 2 26

Membangun Komunikasi yang Jujur dan Terbuka:

Cerita Para Orang Tua

Bab 3 40

Sosok Kunci Itu Bernama Guru

Bab 4 56

Dulu Dilawan, Sekarang Jadi Kebutuhan

Epilog: 76

Aku dan Kamu

Terus Melangkah Maju untuk Anak Indonesia

(8)

Pada bulan Maret tahun 2014, masyarakat Indonesia digemparkan oleh kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang siswa sebuah sekolah internasional di Jakarta. Korban diduga mengalami pelecehan seksual oleh sejumlah petugas kebersihan di lingkungan sekolah. Setelah itu, muncul petisi publik melalui situs Change.org yang menuntut revisi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Petisi tersebut meminta pemerintah memperberat hukuman untuk pelaku kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Dalam dua hari saja, petisi tersebut mampu mengumpulkan tanda tangan dari 50.000 orang dan menjadi salah satu petisi dengan tanda tangan terbanyak.

Prolog:

Melindungi Anak Dari Kekerasan

Seksual, Apa yang Dapat Kita

Lakukan?

(9)
(10)

K

asus tersebut seolah membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai ancaman kekerasan pelecehan seksual pada anak. Selain petisi, muncul berbagai pernyataan keprihatinan dan kampanye menentang kekerasan seksual pada anak dari sejumlah kalangan masyarakat.

Desakan untuk merevisi UU Perlindungan Anak makin menguat.

Terlepas dari kontroversinya, kasus tersebut hanyalah merupakan puncak gunung es dari sekian kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak lainnya. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2015 ditemukan ada 218 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pada tahun 2016, KPAI menemukan 120 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kemudian di tahun 2017, tercatat sebanyak 116 kasus (http://www.

kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-temukan- 116-kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak).

Sementara berdasarkan hasil Survei Kekerasan Terhadap Anak Indonesia yang dilakukan tahun 2013 oleh Kementerian Sosial RI bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik serta UNICEF, 1 dari 2 laki-laki dan 1 dari 3 perempuan setidaknya mengalami salah satu pengalaman kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum berumur 18 tahun (https://puslit.kemsos.go.id/upload/post/

files/4fb404d806e55b69e7fa7d4106344914.

pdf).

Pemerintah pun menyadari adanya kondisi darurat perlindungan anak, khususnya terhadap ancaman kekerasan seksual. Bulan September 2014, DPR mengesahkan UU No. 35 Tahun 2014 yang merupakan revisi UU No. 23 Tahun 2002.

Salah satu perubahannya adalah memperberat hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak. Bila pelakunya merupakan orang

• Berdasarkan laporan Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM, Jakarta, rata-rata setiap hari ada dua anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

• Untuk menguatkan perlindungan anak dari ancaman kekerasan seksual, pemerintah telah dua kali merevisi UU Perlindungan Anak.

(11)

tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan, maka hukuman pidananya ditambah sepertiga dari jumlah pidana yang telah diatur.

Mencegah Melalui Edukasi

Anak perlu memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melindungi diri dari ancaman kekerasan seksual.

Usia dini atau prasekolah (4-6 tahun) merupakan periode keemasan. Melalui stimulus yang tepat, anak prasekolah mampu mencerap pembelajaran dan pembiasaan yang diberikan oleh orang tua dan guru dengan sangat baik.

Edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak usia dini merupakan pendidikan

anak dengan pengetahuan yang benar serta memadai tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, edukasi ini juga meningkatkan keterampilan anak dalam relasi sosial.

Keberadaan UU Perlindungan Anak beserta revisinya menegaskan pentingnya penegakan hak-hak anak, termasuk hak anak memperoleh perlindungan dari ancaman kekerasan seksual.

Akan tetapi, yang tak kalah penting adalah upaya pencegahan. Kekerasan seksual pada anak menimbulkan dampak yang sangat berat bagi korbannya. Membutuhkan proses rehabilitasi tidak mudah untuk memulihkan trauma anak korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, penting sekali anak perlu dibekali keterampilan dan kemampuan untuk melindungi dirinya dari ancaman kekerasan seksual.

“Seringkali anak tidak tahu dirinya

menjadi korban kekerasan seksual

karena tidak paham bahwa tindakan

yang dilakukan orang dewasa tersebut

adalah salah.”

(12)

korban kekerasan seksual karena tidak paham bahwa tindakan yang dilakukan orang dewasa tersebut adalah salah. Anak- anak juga jarang diberikan pemahaman mengenai bagian-bagian tubuh yang tidak boleh sembarangan disentuh orang lain.

Mereka tidak dapat membedakan mana sentuhan yang aman dan tidak aman, apalagi mempertahankan diri saat memperoleh perlakuan yang tidak semestinya dari orang dewasa. Ironisnya, para pelaku kekerasan seksual terhadap anak seringkali adalah

orang dekat atau orang yang sudah dikenal baik oleh anak.

“Mengingat pelaku kekerasan seksual seringkali adalah orang terdekat, maka hal ini juga makin membuat mereka bingung dalam melihat batasan tersebut. Mengajarkan batasan secara jelas dan bagaimana harus merespon jika batasan dilewati menjadi kunci penting untuk memutus mata rantai kekerasan seksual

Semarang

Sekolah

3

Siswa

270

Surabaya

Sekolah

7

Siswa

4020

Balikpapan

Sekolah

25

Siswa

11560

(13)

pada anak,” papar Harry Kurniawan, Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) Specialist dari Rutgers WPF Indonesia.

Dengan demikian, sangatlah penting memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak sedari dini. Bila edukasi ini telah ditanamkan semenjak dini, selain berfungsi mencegah terjadinya kekerasan seksual, dalam jangka panjang tindakan ini mampu menurunkan risiko kekerasan berbasis gender, penularan penyakit menular seksual

dan HIV – AIDS, pernikahan anak, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan serta kematian karena kehamilan dini.

Atas dasar kepedulian terhadap hal ini, pada akhir tahun 2005, Rutgers WPF Indonesia dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pusat berupaya mengembangkan sebuah program inovatif edukasi seksualitas untuk anak usia dini. Usia dini atau usia prasekolah (4-6 tahun) dianggap sebagai periode keemasan. Usia 4-6 tahun merupakan usia di mana anak sedang belajar menyerap banyak hal termasuk pembentukan nilai-nilai pribadi, kemandirian dan tanggung jawab.

Pada periode ini fisik anak, termasuk otaknya, mengalami pertumbuhan yang pesat. Begitu pula perkembangan dalam hal berbahasa, daya pikir, bersosialisasi dan mengelola emosinya. Melalui stimulus yang tepat, anak prasekolah mampu mencerap pembelajaran dan pembiasaan yang diberikan oleh orang tua dan guru dengan sangat baik.

Tumbuh kembang seorang anak lebih sering dinilai dari aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Secara spesifik, perkembangan seksualitas anak kerap terlewatkan atau tidak diberi perhatian yang cukup. Anak tidak diberikan informasi yang tepat dan memadai mengenai

35 Sekolah

Anak Usia Dini

(14)

tidak dibiasakan memiliki sikap yang positif dan menghargai berbagai aspek terkait dengan hal tersebut. Padahal, bekal ini perlu dimiliki anak agar ia mampu mengalami kehidupan seksual yang sehat dan bertanggung jawab saat remaja dan dewasa kelak.

Di samping itu, memberikan edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak

usia prasekolah juga dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anak dalam relasi sosial. Karena itu, pendidikan edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas tak lain merupakan pendidikan kecakapan hidup sosial bagi anak.

“Mengajarkan nilai-nilai positif terkait tubuh, penghormatan dan kesetaraan antar jenis kelamin dan kelompok yang berbeda, pertemanan dan relasi serta menolak semua bentuk kekerasan merupakan fondasi penting bagi anak agar tumbuh menjadi anak-anak dengan nilai yang positif dan menghormati keragaman. Selain itu, mengajarkan anak- anak untuk mandiri dan mampu mengenali berbagai bentuk tindakan membahayakan diri juga akan mampu membuat mereka percaya diri untuk mencegah tindakan buruk yang bisa membahayakan diri mereka, seperti: kekerasan seksual. Dengan belajar batasan dan otoritas mereka akan berani untuk bersikap dan menolak semua bentuk tindakan buruk,” tambah Harry.

Program edukasi kecakapan hidup sosial yang dikembangkan oleh Rutgers WPF Indonesia dan PKBI Pusat ini dinamakan Aku dan Kamu. Setelah melalui pengembangan dan uji coba sejak tahun 2005, pada tahun 2008-2009 sebanyak 22 TK Bina Anaprasa di tiga kota – Jakarta, Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Surabaya (Jawa Timur) menjadi

117 Guru Fasilitator

Semarang Balikpapan Surabaya

5 105

7

(15)

tempat pelaksanaan pilot proyek program Aku dan Kamu. Selain TK Bina Anaprasa, ada 28 sekolah lain di tiga propinsi tersebut yang mengimplementasikan program ini. Hingga tahun 2011, Rutgers WPF Indonesia dan PKBI Pusat sudah menyelenggarakan dua angkatan pelatihan untuk mentor utama, sepuluh angkatan pelatihan di Jakarta, Surabaya, Balikpapan dan Samarinda untuk para guru dan 15 kali pertemuan orientasi untuk orang tua. Pada tahun 2015, Rutgers WPF Indonesia bekerja sama dengan PKBI Jawa Tengah menyelenggarakan pelatihan program Aku dan Kamu di Semarang dengan 15 peserta yang terdiri dari guru, psikolog dan dosen. Setelah itu program Aku dan Kamu diimplementasikan di tiga sekolah anak usia dini di Semarang.

Dari pelaksanaan program Aku dan Kamu di Semarang, Surabaya dan Balikpapan, banyak dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat.

Antara lain, meningkatnya pengetahuan serta kecakapan hidup sosial para siswa sekolah usia dini, peningkatan kompetensi dan peran guru sebagai fasilitator, edukator sekaligus advokator masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas; serta terbangunnya kesadaran dan budaya komunikasi yang terbuka mengenai seksualitas antara orang tua dan anak.

Melihat hal tersebut, Rutgers WPF Indonesia

program Aku dan Kamu ke seluruh Indonesia, akan makin banyak anak bangsa yang dapat terlindungi dari ancaman kekerasan seksual.

Meski demikian, masih banyak tantangan yang perlu dilalui untuk mewujudkan impian ini, di antaranya adalah keterbatasan sumber daya dan belum adanya kebijakan dari pemerintah yang mendukung kesinambungan program ini di masa depan.

Cerita-cerita baik program Aku dan Kamu yang dikisahkan langsung oleh para orang tua siswa, guru, pelaksana program di lapangan, tokoh masyarakat, pihak pemerintah hingga anak itu sendiri hadir di dalam buku ini.

Melalui buku ini, diharapkan semua pihak yang menaruh kepedulian pada perlindungan anak dan pendidikan anak usia dini dapat memperoleh hikmah dari cerita-cerita baik tersebut dan memberikan dukungan nyata pada keberlanjutan serta perluasan program Aku dan Kamu di Indonesia.

(16)

Lewat Bermain,

Aku Bisa Menjaga

Tubuhku

(17)

01

Pembelajaran materi Aku dan Kamu selalu dilakukan dalam suasana dan kegiatan yang menyenangkan, melibatkan berbagai aktivitas dan permainan yang menarik minat anak. Para guru yang telah mengikuti pelatihan fasilitator Aku dan Kamu dibekali dengan modul yang berisi tema-tema pembelajaran.

Isi modul ini telah disesuaikan dengan Kurikulum 2013 untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sehingga guru lebih mudah

(18)

G

uru menyampaikan materi pembelajaran mulai dari hal-hal sederhana sampai ke materi pokok. Selain modul, Rutgers WPF Indonesia membekali para guru dengan alat peraga edukatif berupa boneka dan empat seri buku cerita bergambar. Di samping itu, para guru juga mengembangkan kreativitas masing-masing dalam membuat alat bantu pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan siswa dan ketersediaan bahan di sekolah setempat.

Pembelajaran awal materi Aku dan Kamu biasanya dilakukan melalui sesi bercerita, menyanyikan lagu tentang anggota tubuh dan fungsinya, melihat gambar-gambar sederhana hingga “mencetak” tubuh masing-masing di atas kertas sesuai ukuran tubuh anak. Setelah anak mendapatkan persepsi yang baik mengenai tema, barulah guru menggunakan alat peraga edukatif berupa boneka.

Pembelajaran Aku dan Kamu menggunakan berbagai aktivitas yang menarik minat anak.

(19)

Bonekanya terdiri dari sepasang anak laki- laki dan perempuan bernama Bagus dan Indah serta sepasang orang tua, Ayah dan Ibu. Keluarga boneka Bagus dan Indah ini dirancang khusus untuk program Aku dan Kamu. Setiap boneka memiliki anatomi tubuh manusia, lengkap dengan alat kelamin, payudara dan pantat. Pada boneka Ayah dan Ibu, disertai rambut di ketiak dan kemaluan, untuk membedakan anatomi tubuh anak-anak dan manusia dewasa. Payudara Ibu berukuran lebih besar dari Indah. Boneka Ibu juga bisa mengandung dan melahirkan bayi, lengkap dengan tali pusatnya.

Melalui metode bermain ini, para siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru,

kebersihan diri hingga keterampilan melindungi diri sendiri dari ancaman kekerasan seksual.

Lewat bermain, anak-anak juga mempelajari kecakapan hidup sosial lainnya seperti keterampilan berkomunikasi, membangun persahabatan dan hubungan interpersonal yang sehat hingga keterampilan mengelola emosi.

Pembiasaan Sehari-hari

Sekolah-sekolah usia dini yang menggunakan konsep “sentra bermain” mengaku mudah menerapkan tema-tema program Aku dan Kamu dalam kurikulum yang mereka pakai.

Biasanya pembelajaran materi Aku dan Kamu dimasukkan saat murid-murid berkegiatan di Sentra Peran dan Sentra Bahan Alam. Misalnya

Selain boneka, guru dibekali alat peraga edukatif berupa empat seri buku cerita bergambar.

(20)

Guru mengajak murid-murid bermain di Sentra Peran dengan tema “Keluargaku”. Materi program Aku dan Kamu tentang “Aku bisa menjaga tubuhku” dimasukkan dalam tema tersebut.

Untuk mendukung tema “Keluargaku”, Sentra Peran dengan latar di rumah, toko baju dan kilnik. Sebelum mulai bermain, guru memberikan pemahaman pada para murid apa yang bisa dilakukan untuk menjaga tubuh masing-masing saat di rumah, toko baju dan klinik. Contohnya, karena kamar mandi di rumah hanya satu, anak-anak sebaiknya mandi bergantian, tidak boleh bersama kakak atau adik. Di toko baju, laki-laki dan perempuan tidak boleh ganti baju bersama-sama, tetapi harus terpisah di ruang yang tertutup. Usai bermain,

murid-murid dikumpulkan kembali dalam lingkaran untuk mengungkapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman bermain hari itu.

Pembelajaran tidak hanya disampaikan di ruang kelas atau sentra bermain, tetapi juga melalui berbagai pembiasaan sehari-hari ketika anak berada di sekolah. Misalnya saja, pemahaman anggota tubuh dan fungsinya, cara berpakaian yang baik dan membersihkan anggota tubuh diberikan lewat pembiasaan buang air kecil dan besar di toilet. Seperti yang dilakukan di PAUD Labschool Unnes (Universitas Negeri Semarang).

Di awal tahun ajaran baru, semua murid diajak berkeliling melihat semua fasilitas sekolah, termasuk toilet. Lalu guru meminta murid-murid

Wiwik Chitra Pratiwi, Kepala Sekolah PAUD Taman Belia Candi Semarang

(21)

mengenali simbol toilet perempuan dan laki-laki.

Dari situ, guru meminta murid mengenali jenis kelaminnya sendiri, laki-laki atau perempuan, agar mereka tidak salah masuk toilet. Guru pun mengajari cara buang air kecil dan besar yang baik, termasuk menutup pintu kamar mandi saat murid sedang membuang hajat. Murid juga mulai dibiasakan untuk menyebut alat kelamin dengan nama sebenarnya, yaitu penis dan vagina.

Saat buku ini ditulis pada bulan Oktober tahun 2017, pembiasaan toilet training dan pengenalan anggota tubuh beserta fungsinya baru berjalan sekitar tiga bulan untuk TK A

di PAUD Labschool Unnes. Namun ternyata dampak positifnya sudah dilihat dan dirasakan oleh para wali murid. Hal ini diungkapkan oleh Erlinda, ibu dari Momo yang duduk di TK A.

“Awal anak saya masuk sini, sudah cerita kalau diajarkan pipis harus di kloset, tidak boleh jongkok di lantai. Dan yang mengherankan, anak saya bisa bercerita kalau anak laki-laki pipisnya berdiri. Padahal Papanya jarang di rumah. Kalaupun Papanya buang air kecil di kamar mandi, Momo, kan, tidak tahu. Selain itu Momo sudah bisa membedakan nama alat kelamin laki-laki dan perempuan dengan bahasa yang semestinya. Dulu di rumah, saya

Tema-tema program Aku dan Kamu mudah diterapkan dalam Sentra Bermain.

(22)

menyebut vagina itu cipet. Tapi sekarang jadi tahu bahwa itu tidak diperbolehkan,” tutur Erlinda.

Di sekolah-sekolah usia dini yang terletak di kawasan padat penduduk, dampak positif pembelajaran program Aku dan Kamu bahkan ikut dirasakan masyarakat. Seperti di TK Bina Anaprasa I, TK Bina Anaprasa II dan TK Miftahul Ulum di Kecamatan Rungkut dan Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya. Begitu pula di Pos PAUD Anak Bangsa III, Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Semarang.

Umumnya orang tua para siswa di sekolah- sekolah ini bekerja sebagai buruh pabrik,

pedagang kaki lima bahkan pemulung yang tinggal di rumah kos-kosan. Satu keluarga tinggal bersama dalam sebuah kamar dan berbagi kamar mandi dengan penghuni kos yang lain.

“Anak-anak sering ditinggal sendiri di rumah, karena orang tua tidak mampu membayar jasa pengasuh atau menitipkan anak ke tempat penitipan anak. Anak-anak pun jadi liar. Buang air kecil atau besar seenaknya, di selokan.

Setelah edukasi lewat Aku dan Kamu, anak-

“Anak-

anak sering ditinggal sendiri di

rumah, karena orang tua

tidak mampu membayar jasa pengasuh”

Latifah TJ,

Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa I, Kecamatan Rungkut, Surabaya.

Latifah TJ, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa I, Surabaya

(23)

anak sudah terbiasa buang air kecil dan besar di toilet. Lingkungan pun jadi lebih bersih,”

beber Latifah TJ, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa I, Kecamatan Rungkut, Surabaya.

Boneka Jadi Primadona

Boneka yang memiliki wujud tiga dimensi menjadi permainan sensori yang merangsang perkembangan panca indera anak, terutama indera perabaan dan penglihatan. Dengan boneka, guru lebih mudah menjelaskan pada anak mengenai anggota tubuh, persamaan dan perbedaan laki- laki dan perempuan, perubahan tubuh ketika anak menjadi dewasa, bagaimana berpakaian yang benar, melindungi tubuh sampai proses kelahiran bayi. Hal-hal ini merupakan sebagian informasi mendasar mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas.

Pembelajaran Aku dan Kamu diberikan pada siswa dalam suasana dan kegiatan yang menyenangkan seperti:

Berbagi cerita bersama

Permainan

Menyanyikan lagu

Bermain peran

Bermain dengan alat peraga edukatif

Boneka keluarga Bagus dan Indah mempermudah guru menjelaskan informasi mendasar tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak.

(24)

Anak-anak pun terbukti sangat menyukai boneka keluarga Bagus dan Indah. Para guru di Semarang, Balikpapan dan Semarang bercerita, boneka keluarga Bagus dan Indah selalu jadi primadona saat pembelajaran tema Aku dan Kamu.

“Saat belajar dengan boneka, reaksi awal anak- anak ada yang tutup mata atau teriak. Karena menurut mereka itu saru (malu), tabu. Lalu kami coba berikan pemahaman, bahwa ini di kelas dan saat belajar. Kami juga tekankan pada anak-anak, boneka adalah benda mati yang tidak punya perasaan seperti manusia, karena itu tidak bisa merasa malu. Jadi bisa dipakai untuk belajar,” papar Sri Wiji Handayani, guru PAUD Labschool Unnes.

“Karena bonekanya hanya satu, jadi harus bergantian. Yang lucu, kalau kelas sebelah

kebagian bermain dengan boneka Bagus dan Indah, kelas yang satunya lagi ikut-ikutan ingin bermain dengan boneka,” jelas Budi Yanti Pasaribu, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan, sambil tertawa.

Sedangkan di TK Miftahul Ulum Surabaya, melihat tingginya rasa antusias anak-anak pada boneka Bagus dan Indah, guru-guru berinisiatif memodifikasi boneka agar lebih dekat dengan keseharian anak-anak. Karena sekolah berasaskan agama Islam, keluarga Bagus dan Indah pun berganti baju dengan busana muslim.

“Di sini tema-tema program Aku dan Kamu juga selalu kami kaitkan dengan norma agama.

Jadi kalau kami ajarkan tentang mengaji, bisa pakai boneka yang sudah berbusana muslim.

“Di sini tema-tema program Aku dan Kamu juga selalu kami kaitkan dengan norma agama. Jadi kalau kami ajarkan tentang mengaji, bisa pakai boneka yang sudah berbusana muslim.”

Tin Mujiana guru TK Miftahul Ulum, Surabaya

(25)

Bagaimana cara masuk di musholla, bagaimana cara wudhu, dan sebagainya,” kata Tin Mujiana, guru TK Miftahul Ulum, Surabaya.

Lewat Lagu dan Bermain Peran

Di PAUD Taman Belia Candi Semarang, lain lagi kreasi para guru. Mereka menciptakan sebuah

Melalui metode bermain, para siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi keterampilan Aku dan Kamu yang disampaikan guru, termasuk:

Merawat dan menjaga kebersihan diri

Melindungi diri sendiri dari ancaman kekerasan seksual

Berkomunikasi

Membangun persahabatan dan hubungan interpersonal yang sehat

Mengelola emosi

Tin Mujiana,

Guru TK Miftahul Ulum, Surabaya

(26)

lagu untuk menyampaikan materi sentuhan aman dan tidak aman yang berjudul Aku Sayang Tubuhku. Demikian syair lagu tersebut:

Aku sayang, aku sayang/ Sayang tubuhku Aku jaga, aku jaga/ Tubuhku selalu Pantat tak dipegang/ Dada tak dipegang Mulut, perut tak dipegang/ Vagina juga tidak

Aku bisa menjaga tubuhku.

Lagu ini dengan fasih dinyanyikan oleh para murid PAUD Taman Belia Candi.

Melalui lagu tersebut, mereka pun mampu mengingat anggota-anggota tubuh yang harus dilindungi. Misalnya saja Putra, siswa TK A PAUD Taman Belia Candi. Bocah 4 tahun ini tanpa ragu menyebutkan anggota tubuh yang harus dilindunginya yaitu penis, pantat, dada, mulut dan perut. Putra juga sudah tahu apa

Melalui lagu, anak mampu mengingat anggota-anggota tubuh yang harus dilindungi.

(27)

yang mesti dilakukan saat ada orang asing yang hendak mengajaknya pergi atau mau menyentuhnya dengan tidak semestinya.

“Harus cari Papa Mama,” tegas Putra.

Selain lagu, guru-guru kerap mengajak murid bermain peran untuk mensimulasikan kondisi yang mengancam anak. Guru berperan sebagai orang jahat atau predator seksual yang akan membahayakan anak, lalu anak diminta

“Saya pura-pura jadi orang jahat dan coba dekap mereka. Lalu saya bertanya, ‘Anak-anak, bagaimana caranya melawan?’ Reaksi anak rupanya bermacam-macam. Ada yang bilang,

‘Kita gigit saja, Bu!’ Ada juga yang bilang, ‘Ambil pasir lempar ke matanya!’,” cerita Budi Yanti Pasaribu.

Pembelajaran ini sangat menempel dalam ingatan Mitha, siswa TK B TK Bina Anaprasa

Budi Yanti Pasaribu, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Balikpapan

(28)

dilakukan bila ia merasa ada orang yang akan berniat jahat padanya, tanpa diarahkan orang tua atau guru-gurunya, gadis cilik berusia 6 tahun itu dengan lantang menjawab, “Aku teriak, gigit tangannya, terus lari ke rumah. Aku masuk ke rumah, dikunci rumahnya. Atau aku lari ke tempat yang ramai.”

Sama seperti Budi Yanti, Tin Mujiana juga sering bermain peran bersama murid- muridnya. Tin menganggap perlu mengulang permainan peran ini secara rutin agar anak-

anak selalu mengingat jurus membela diri yang diajarkannya. Pasalnya, kebanyakan siswanya tinggal di perumahan padat penduduk. Anak- anak kerap ditinggal sendiri di kamar kos atau dititipkan pada tetangga. Kamar mandi dipakai bersama-sama sesama penghuni kos. Kondisi lingkungan tersebut sangat membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Pengalaman Tin dengan salah satu murid perempuannya membuktikan bahwa bermain peran cukup efektif untuk meningkatkan

“Aku teriak, gigit tangannya, terus lari ke rumah. Aku masuk ke rumah, dikunci rumahnya. Atau aku lari ke tempat yang ramai.”

Mitha murid TK Bina Anaprasa Mawar Merah 1 Balikpapan

Keunikan alat peraga edukatif keluarga boneka Bagus dan Indah:

Wujudnya tiga dimensi, dapat diraba dan disentuh oleh anak

Menjadi sarana bermain peran dan bercerita bagi anak

Memiliki anatomi tubuh manusia, mempermudah guru mengajarkan informasi dasar seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak

Terdiri dari sepasang anak, laki-laki dan perempuan serta sepasang orang tua, ayah dan ibu. Anak dapat mempelajari perbedaan anatomi tubuh anak-anak dan orang dewasa

(29)

kesadaran anak pada situasi yang mengancam dan bagaimana ia harus menghadapinya.

“Ada satu anak, tinggalnya di kos-kosan. Kamar mandinya harus berbagi dengan penghuni lain. Kebetulan anaknya gemuk, jadi membuat gemas orang yang melihat. Suatu hari habis

dipegang sama tetangganya. Anak itu lalu menendang tetangganya itu,” kisah Tin.

Murid Tin ini sebenarnya sudah menjadi Pahlawan Kecil, yang mampu melindungi dirinya sendiri dari ancaman kekerasan seksual.

Adel yang kini duduk di kelas 1 SD masih mengingat dengan baik cara melindungi diri dari ancaman pelecehan seksual yang diajarkan padanya saat masih TK.

(30)
(31)

Cerita Para Orang Tua

Program Aku dan Kamu juga melibatkan orang tua siswa karena Rutgers WPF Indonesia menyadari peran orang tua sebagai orang pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka. Supaya anak tak segan bertanya dan curhat pada orang tua, serta agar orang tua menjadi sumber informasi yang terpercaya dan dipercaya anak, termasuk mengenai seksualitas, orang tua perlu membangun budaya komunikasi yang jujur dan terbuka dengan anak sejak dini. Kejujuran dan keterbukaan membuahkan rasa

Membangun

Komunikasi yang Jujur dan Terbuka:

02

(32)

Berbagai penelitian menunjukkan, komunikasi yang jujur dan terbuka antara orang tua dan anak mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi berhubungan dengan kesehatan reproduksi yang baik pada anak di masa remajanya.

Misalnya saja seperti hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA Pediatrics edisi Januari tahun 2016 (https://www.ncbi.nlm.

nih.gov/pmc/articles/PMC4857605). Dalam studi tersebut, para peneliti dari North Carolina State University dan University of North Carolina di Amerika Serikat melalukan kajian terhadap 52 penelitian yang dilakukan selama tahun 1984-

2014 mengenai hubungan antara komunikasi orang tua – remaja dengan kesehatan reproduksi para remaja. Hasilnya, terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi orang tua mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi dengan kesehatan reproduksi yang baik pada remaja.

Agar mampu menjawab pertanyaan anak-anak seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan tepat, orang tua perlu dibekali dengan wawasan dan pengetahuan yang benar. Karena itu, sebelum program Aku dan Kamu mulai

Para orang tua merasa terbantu menjawab pertanyaan anak tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas setelah memperoleh edukasi Aku dan Kamu.

(33)

dijalankan di sekolah, biasanya pelaksana program di lapangan bersama pihak sekolah akan melangsungkan sosialisasi pada orang tua siswa. Dalam acara tersebut pihak sekolah menjelaskan maksud dan tujuan program Aku dan Kamu serta metode pembelajaran yang akan dipakai. Untuk menguatkan pentingnya pemberian edukasi ini, pihak sekolah juga mengundang narasumber seperti psikolog, dosen atau fasilitator lainnya yang kompeten di bidang kesehatan reproduksi dan seksualitas.

Pengenalan program Aku dan Kamu pada orang tua tidak hanya dilakukan di awal tahun ajaran baru. Sejumlah sekolah usia dini yang menerapkannya juga melakukan penguatan pada orang tua melalui forum diskusi rutin setiap bulan atau tiga bulan sekali. Di sekolah- sekolah yang wali muridnya punya kendala menghadiri pertemuan rutin, komunikasi dijalin lewat bantuan teknologi: melalui kolom tanya

sosial seperti Facebook hingga grup Whatsapp kelas. Lewat berbagai sarana komunikasi tersebut, orang tua dapat bertanya pada guru dan berkonsultasi terkait pembelajaran program Aku dan Kamu.

Setiap sekolah usia dini tempat program dilaksanakan juga dibekali dengan buku panduan orang tua. Sekolah biasanya memberikan atau meminjamkan buku tersebut pada orang tua. Selain memaparkan alasan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak usia dini, buku tersebut juga berisi tips menjawab pertanyaan- pertanyaan anak. Misalnya saja pertanyaan seperti, “Dari mana adik lahir?”, “Bagaimana cara membuat bayi?”, “Kenapa Kakak punya

‘burung’ dan aku tidak?”, “Menstruasi itu apa, sih?”, dan lain sebagainya.

Setelah mengikuti sosialisasi maupun membaca

“Dengan edukasi dari Aku dan Kamu, saya bisa memberitahu anak-anak

bagaimana menjaga dan merawat tubuhnya sendiri.”

Dian, ibunda Mitha

siswa TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan

(34)

siswa yang merasa memperoleh pengetahuan baru melalui program Aku dan Kamu. Seperti pengalaman Dian Anita, ibu dari Mitha, siswa TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Balikpapan.

“Saya hanya ibu rumah tangga biasa. Dengan edukasi dari Aku dan Kamu, saya bisa memberitahu anak-anak bagaimana menjaga dan merawat tubuhnya sendiri. Saya dapat ilmu bagaimana menjelaskan ke anak sesuai usia mereka. Sangat bermanfaat karena sekarang kejahatan seksual, kan, banyak. Apalagi anak saya perempuan semua,” tutur Dian.

Di samping buku panduan orang tua, program Aku dan Kamu menyediakan empat buku cerita bergambar dengan tema “Aku Perempuan dan Aku Laki-Laki”, “Tubuhku”, “Darimana Aku Berasal” dan “Pahlawan Kecil”. Buku cerita bergambar ini menjadi sarana penunjang pembelajaran di kelas, namun sejumlah sekolah mengizinkan orang tua meminjam buku-buku tersebut dan membawanya pulang. Beberapa sekolah juga melengkapi perpustakaan mereka dengan buku-buku yang membahas edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas untuk anak. Sembari menunggui anak-anak mereka di sekolah, para orang tua dapat membaca buku-

Dian Anita dan Mitha, putrinya, siswa TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Balikpapan

(35)

buku tersebut. Lewat buku-buku itu, wawasan orang tua pun bertambah.

Rini Dwi, ibu dari Lila, siswa Pos PAUD Anak Bangsa III Semarang, termasuk orang tua yang merasakan manfaat buku panduan orang tua serta buku cerita bergambar Aku dan Kamu. “Saya suka pinjam buku-bukunya untuk mendongeng sama Lila. Misalnya tentang sentuhan aman dan tidak aman, saya bacakan dari buku yang ‘Pahlawan Kecil’,” kata Rini.

“Lewat buku panduan (Aku dan Kamu) untuk orang tua saya jadi tahu bagaimana menjawab pertanyaan anak soal seksualitas sesuai usia mereka. Sangat membantu sekali untuk membuat saya merasa tidak malu membicarakannya dengan anak,” kata Dian, ibunda Mitha.

Jadi Sumber Informasi Terpercaya

Berdasarkan cerita para orang tua siswa, seringkali apa yang diperoleh para siswa melalui pembelajaran Aku dan Kamu di sekolah, kemudian dikonfirmasi kembali pada orang tua mereka di rumah. Misalnya, anak-anak ingin tahu apakah orang tua mereka juga memiliki alat kelamin seperti yang diajarkan di sekolah.

Sikap kritis anak-anak ini kemudian memicu orang tua untuk mencari informasi yang benar dan memadai seputar kesehatan reproduksi

Umumnya para orang tua senang, karena setelah anak-anak memperoleh edukasi Aku dan Kamu di sekolah, mereka merasa lebih nyaman berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan anak.

Anak yang membuka ruang diskusi dan orang tua tinggal menjawab pertanyaan tersebut. Melalui ilmu yang diperoleh dari sosialisasi Aku dan Kamu di sekolah, orang tua mulai tidak canggung lagi membicarakan seksualitas dengan anak mereka. Mereka kini tak lagi menghindar atau berbohong saat anak melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas.

Bagi para orang tua yang sudah menyadari pentingnya edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas untuk anak sejak dini, program Aku

Orang tua siswa diyakinkan mengenai pentingnya edukasi kecakapan hidup sosial untuk anak usia dini melalui:

Kegiatan sosialisasi sebelum program Aku dan Kamu dijalankan di sekolah

Pemaparan fakta dan data kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di lapangan

Forum diskusi orang tua dan guru yang dilakukan berkala di sekolah

Konsultasi dengan guru menggunakan sarana teknologi komunikasi seperti media sosial, chat group dan website sekolah

Buku panduan orang tua Aku dan Kamu serta buku-buku seputar edukasi seksualitas untuk anak yang disediakan sekolah

Observasi langsung metode pembelajaran program Aku dan

(36)

dan Kamu membuat mereka makin memahami langkah-langkah yang harus dilakukan saat menjawab pertanyaan anak. Contohnya pengalaman Budi Prabawa, ayah dari Astin, siswa TK B PAUD Labschool Unnes. Budi dan istrinya menganggap penting pendidikan kesehatan reproduksi serta seksualitas untuk anak dan sudah mencoba memberikannya pada kedua anak mereka. Namun, sejauh ini mereka hanya menjelaskan konsep seksualitas seperti perbedaan laki-laki dan perempuan secara umum saja, tidak pernah membahasnya dengan mendetail. Ketika Budi melihat putra bungsunya telah memiliki pengetahuan

dasar mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dari sekolah, ia merasa lebih mudah untuk memberikan penjelasan pada Astin.

“Saat saya mandi bersama Astin, dia bertanya,

‘Kok, Bapak ada rambutnya (di kemaluan).’

Lalu saya jawab, ‘Ya, nanti kalau Astin sudah dewasa akan seperti Bapak juga.’ Pertanyaan- pertanyaan itu muncul setelah Astin dapat edukasi di sekolah. Saya jadi menunggu perkembangan Astin, apa lagi yang akan dia tanyakan. Jadi tugas saya adalah mencari informasi yang baik dan benar, supaya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan baik juga,” ungkap Budi.

“Pertanyaan- pertanyaan itu muncul setelah Astin dapat

edukasi di sekolah.”

Budi

ayahanda Astin, siswa TK B PAUD Labschool Unnes

Budi Prabawa, ayahanda Astin, siswa TK B PAUD Labschool Unnes

(37)

Sama halnya dengan Benny dan Dona, orang tua dari Putra, siswa TK A PAUD Taman Belia Candi, Semarang. Mereka mengetahui ada pembelajaran Aku dan Kamu di sekolah anak ketiganya itu melalui cerita dan perubahan kebiasaan Putra di rumah. Benny dan Dona kagum dengan pemahaman Putra seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas setelah memperoleh pembelajaran di sekolah.

“Pas Putra mandi sama saya, dia pipis dan bertanya, ‘Kalau Mama pipisnya lewat mana?’

Saya jawab, ‘Mama enggak punya penis yang panjang seperti Adik. Mama (pipis) lewat lubang di bawah.’ Saya sendiri masih ragu menyebut vagina. Malah Putra yang langsung sebut, ‘Itu namanya vagina, ya?’ Setelah itu

saya jadi terpacu untuk mencari pengetahuan yang benar seputar kesehatan reproduksi,”

papar Dona.

Dona dan Benny mengaku tak ingin Putra mencari informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dari sumber-sumber yang salah. Apalagi, di tengah arus informasi yang cukup deras, sulit untuk memilah informasi mana yang valid. Sedangkan rasa ingin tahu anak besar dan masih perlu diberikan penjelasan yang sesuai agar tidak memiliki pemahaman yang keliru.

Karena itu, Dona dan Benny bersyukur Putra memperoleh pembelajaran Aku dan Kamu di sekolah. Selain membekali Putra dengan

Dona dan Benny bercengkerama bersama

(38)

keterampilan hidup sosial, Aku dan Kamu pun mendorong Dona dan Benny untuk membicarakan seksualitas secara terbuka dengan anak-anak mereka.

“Dulu orang tahunya pendidikan seksualitas itu membahas tentang hubungan seksual. Tapi ini (kasus-kasus yang terjadi) jadi alasan bagi kita, bahwa edukasi ini penting ditanamkan pada anak sejak dini. Kalau anak sudah dari awal didekatkan pada orang tua, bahwa membahas (seksualitas) itu tidak tabu, nanti dia kalau sudah besar akan bertanya ke orang tuanya, bukan mencari sumber lain. Ini manfaat yang

kami rasakan,” sambung Benny.

Mengubah Paradigma

Sebelum sekolah anak-anak mereka menerapkan program Aku dan Kamu, mayoritas orang tua menganggap membicarakan masalah seksualitas dengan anak sebagai suatu tantangan tersendiri. Kata “seks” lebih banyak diartikan sebagai hubungan intim seorang laki-laki dan perempuan, dengan demikian tabu untuk membicarakannya. Latar belakang budaya sedikit banyak mempengaruhi pandangan dan sikap orang tua ini. Misalnya

Rini Dwi, ibunda Lila, siswa Pos PAUD Anak Bangsa III Semarang

(39)

saja seperti yang diceritakan Rini, ibunda Lila, di Semarang.

“Dulu saya sama sekali enggak pernah mengajari anak-anak (edukasi seksualitas) seperti itu. Sebagai orang Jawa saya merasa malu (membicarakannya). Rasanya enggak tega menyampaikannya ke anak-anak,” beber ibu empat anak ini.

Hal senada disampaikan Dian, ibunda Mitha di Balikpapan. Ia pertama kali mengetahui penerapan program Aku dan Kamu di TK Bina

saat kakak Mitha yang pertama bersekolah di sana.

“Waktu itu saya pikir, kenapa anak umur segini sudah dikasih pelajaran seperti ini? Apa tidak terlalu cepat untuk mereka? Nanti, kan, mereka akan tahu sendiri kalau sudah besar. Tapi setelah saya cerna, dengan edukasi ini anak bisa menjaga dirinya sendiri. Apalagi kejahatan seksual bisa datang dari orang terdekat,” papar Dian.

Biasanya, wawasan orang tua akan terbuka

“Waktu itu saya pikir, kenapa anak umur

segini sudah dikasih pelajaran seperti ini?.”

Dian, ibunda Mitha

TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Balikpapan

Dian Anita, ibunda Mitha, siswa TK Bina Anaprasa Mawar Merah 1, Balikpapan

(40)

tentang pelecehan dan seksual yang terjadi pada anak melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan sekolah.

“Dulu saya enggak mengerti di sekitar kita banyak risiko yang bisa menyebabkan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual pada anak.

Misalnya hal yang kelihatannya kecil, seperti kebiasaan anak bermain cuma pakai celana dalam dan kaus kutang. Tapi waktu sosialisasi ada slide tentang kasus-kasus pelecehan seksual pada anak. Itu yang membuat saya jadi percaya bahayanya. Dan sekarang setelah

melihat pengajarannya (program Aku dan Kamu), saya merasa sangat bermanfaat. Anak bisa membentengi dirinya sendiri,” kata Rini.

Pemaparan kasus pelecehan seksual pada anak yang banyak diberitakan media massa ternyata juga dapat merangkul para wali murid yang semula mencemaskan dampak pembelajaran program Aku dan Kamu. Seperti di PAUD Labschool Unnes, banyak siswa yang diasuh kakek neneknya di rumah. Mereka lebih protektif pada cucunya dan awalnya enggan menerima program Aku dan Kamu. Salah satu

Ismuwati, Kepala Sekolah PAUD Labschool Unnes

(41)

kekhawatiran para kakek dan nenek, jika cucu mereka sudah disodori informasi mengenai seksualitas sejak usia dini, mereka pun akan terdorong mencari tahu hal-hal yang berbau pornografi.

“Tahun 2015 kebetulan ada heboh kasus dugaan pelecehan seksual di salah satu sekolah internasional di Jakarta. Kami pun masuk dari situ. Kami juga melakukan pendekatan personal dengan beberapa eyang yang kontra terhadap program Aku dan Kamu. Baru setelah itu para eyang lebih terbuka dan menerima,”

ujar Ismuwati, Kepala Sekolah PAUD Labschool Unnes.

Setelah program Aku dan Kamu dijalankan beberapa bulan, nyatanya kecemasan para

“Misalnya saat belajar dengan boneka. Ada organ organ tubuh yang mungkin belum diketahui anak-anak atau belum pernah mereka lihat. Saat melihat boneka, reaksi mereka hanya kaget dan spontan tertawa. Sebatas itu saja,”

“Tahun 2015 kebetulan ada

heboh kasus dugaan pelecehan seksual di salah satu sekolah

internasional di Jakarta. Kami pun masuk dari situ.”

Ismuwati

Kepala Sekolah PAUD Labschool Unnes.

Linda dan Adelia, putrinya yang alumni TK Bina Anaprasa Melati 008, Balikpapan

(42)

kata Wiwik Chitra Pratiwi, Kepala Sekolah PAUD Taman Belia Candi Semarang.

Kekhawatiran para wali murid perlahan terkikis karena melihat pengetahuan dan keterampilan anak-anak justru berkembang semakin baik setelah memperoleh pembelajaran program Aku dan Kamu.

“Sebelum sekolah di TK, Adel kalau mandi pintunya dibuka. Setelah sekolah maunya

pintunya ditutup. Dia juga sudah enggak mau mandi sama kakak laki-lakinya lagi,” kata Linda, ibu dari Adelia, alumni TK Bina Anaprasa Melati 008, Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan.

Sekarang Adelia sudah duduk di kelas 1 SD dan Linda merasa putrinya itu memiliki kecakapan hidup sosial yang baik setelah memperoleh pembelajaran program Aku dan Kamu selama di TK. Misalnya saja, Adelia sudah bisa menolak ajakan orang tidak dikenal yang ingin mengajaknya pergi.

“Sekarang alhamdulillah saya sudah mendukung Aku dan Kamu, karena sudah melihat metodenya dan sudah tahu tujuannya.”

Uswan Hadi, kakek dari Nayla iswa TK B TK Miftahul Ulum, Surabaya.

Manfaat program Aku dan Kamu bagi orang tua:

Meningkatkan pengetahuan dan kepekaan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas anak

Mampu menjawab pertanyaan anak seputar seksualitas sesuai perkembangan usia mereka

Membangun landasan komunikasi yang jujur dan terbuka seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan anak

Menjadi sumber informasi yang utama dan terpercaya mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi anak

(43)

“Sebetulnya orang itu teman pamannya dan mau mengajak Adel pulang bareng. Tapi Adel enggak mau dan diam saja tidak mau diajak pulang bareng. Pas sampai di rumah dia cerita sama saya. Dia ingat pelajaran yang di TK dulu,”

kata Linda.

Cerita Linda ini membuktikan bahwa pemberian edukasi kecakapan hidup sosial bagi anak usia prasekolah memiliki dampak yang baik dalam jangka panjang. Anak mengingat materi pembelajaran dengan baik dan dapat mempraktikkannya untuk melindungi dirinya sendiri, meski telah berselang beberapa tahun sejak anak memperolehnya di sekolah.

Sekolah-sekolah usia dini yang menerapkan program Aku dan Kamu juga sangat membuka diri pada wali murid yang ingin melihat langsung metode pembelajaran di kelas. Dari situ para wali murid melihat sendiri bahwa anak- anak diberikan informasi yang benar seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas, dan bukan hal-hal yang menjurus ke arah pornografi.

“Sekarang alhamdulillah saya sudah mendukung Aku dan Kamu, karena sudah melihat metodenya dan sudah tahu tujuannya.

Tujuannya supaya anak-anak bisa melindungi dirinya sendiri. Misalnya Nayla sudah tahu soal sentuhan aman dan tidak aman,” ujar Uswan

Ulum, Surabaya. Uswan dan Nur, istrinya, sehari-hari mengasuh Nayla di rumah mereka, termasuk mengantar dan menjemput Nayla ke sekolah.

Melalui dialog yang jujur dan terbuka dari pihak sekolah serta pelaksana program di lapangan, terjadi perubahan paradigma di kalangan para wali murid. Para wali murid yang semula memandang seksualitas sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, kini justru merasa perlu mencari informasi yang benar dan memadai seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas. Kesadaran serta kepedulian orang tua pada perkembangan seksualitas anak pun

Uswan Hadi dan cucunya Nayla, siswa TK B TK Miftahul Ulum, Surabaya

(44)
(45)

Berdasarkan cerita yang dibagikan para orang tua, terbukti bahwa program Aku dan Kamu sangat membantu orang tua membangun komunikasi yang jujur dan terbuka tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan anak. Hal ini penting karena orang tua diharapkan menjadi rujukan pengetahuan utama yang terpercaya bagi anak.

Sebagian besar waktu anak dihabiskan bersama orang tua dan keluarga di rumah. Ketika anak telah meyakini orang tua sebagai sumber informasi utama, mereka akan datang ke orang tua untuk mencari jawaban atas berbagai pertanyaan, termasuk tentang kesehatan

Sosok Kunci Itu Bernama Guru

03

(46)

D

i samping orang tua, guru juga menjadi sosok yang siginifikan bagi anak usia dini.

Selain dengan orang tua, anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama guru di sekolah. Proses ini memunculkan rasa percaya yang besar dari siswa pada guru. Kualitas guru, amat menentukan keberhasilan penyerapan stimulus yang diberikan pada anak. Makin kreatif guru menyampaikan pembelajaran kecakapan hidup sosial, anak pun akan makin tertarik dan mudah mencerapnya.

Selain itu, guru menjadi mitra orang tua di sekolah. Lewat guru, orang tua bisa mengetahui perkembangan anak di sekolah.

Komunikasi dan kerja sama yang baik antara guru dan orang tua berperan penting dalam menjaga kesinambungan pembelajaran serta pembiasaan kecakapan hidup sosial di sekolah dan rumah.

“Membekali guru agar mampu mengajarkan nilai-nilai positif, keterampilan sosial, kemandirian dan tanggung jawab terkait tubuh, relasi, keberagaman dan kesetaraan, anti kekerasan menjadi titik masuk yang kuat sehingga figur guru bisa menjadi panutan bagi anak dan mereka akan lebih mudah menerima pembelajaran nilai-nilai dan keterampilan sosial yang diharapkan. Selain itu guru juga merupakan agen perubahan, figur guru diharapkan akan mempermudah penerimaan dan dukungan program oleh masyarakat,” tutur Harry Kurniawan, Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) Specialist dari Rutgers WPF Indonesia.

Sama seperti para wali murid, banyak guru yang masih merasa malu membicarakan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas, apalagi memberikannya sebagai tema pembelajaran di kelas. Inilah tantangan pertama yang harus diatasi oleh pelaksana program.

“Guru merupakan agen perubahan, figur guru diharapkan akan mempermudah penerimaan dan dukungan program oleh masyarakat”

Harry Kurniawan Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR) Specialist dari Rutgers WPF Indonesia

(47)

Pelatihan yang Komprehensif

Sebagai langkah awal, Rutgers WPF Indonesia bersama PKBI Pusat menyelenggarakan dua kali pelatihan bagi master trainer atau mentor utama, yaitu pada tahun 2007 dan 2008.

Para mentor utama ini kemudian bertugas memberikan pelatihan dan pendampingan pada para guru sekolah usia dini yang menjadi tempat uji coba program Aku dan Kamu di daerah masing-masing. Sepanjang tahun 2009-2010, Rutgers WPF Indonesia bekerja sama dengan PKBI Jawa Timur dan PKBI Kalimantan Timur telah menyelenggarakan sejumlah pelatihan untuk guru. Kemudian pada tahun 2015, bermitra dengan PKBI Jawa Tengah menyelenggarakan pelatihan serupa di Semarang.

Pelatihan dirancang dengan komposisi 25 persen teori dan 75 persen praktik. Dalam pelatihan, peserta pertama-tama diberikan pemahaman mengenai pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas, termasuk untuk anak usia dini. Setelah itu mereka dilatih untuk menguasai materi pembelajaran

Harry Kurniawan, Sexual and Reproductive Health and Rights (SRHR)

(48)

dan berpraktik menyampaikannya di depan para murid. Sebelumnya, para peserta harus melampaui tantangan psikologis mereka sendiri untuk membicarakan masalah seksualitas.

Di antaranya dengan berdiskusi mengenai pengalaman pribadi terkait seksualitas dan berlatih mengucapkan alat kelamin dengan nama sebenarnya.

“Salah satu kelebihan pelatihan program Aku dan Kamu, para pemberi materi bisa membuat para peserta merasa nyaman dan percaya diri berbicara mengenai seksualitas. Misalnya

berdiskusi soal penis. Diskusinya sangat cair dan terbuka. Jika tidak mampu berbicara, boleh disampaikan lewat tulisan dulu sebanyak- banyaknya,” ujar Nyoto, Kepala Sekolah TK Trisula Perwari Sidoarjo yang mengikuti pelatihan mentor utama untuk wilayah Jawa Timur.

Menurut Ninin Suhertin, guru TK YBBSU Balikpapan yang kini telah menjadi mentor utama tingkat nasional untuk program Aku dan Kamu, sesi mendobrak tantangan psikologis bicara seks ini yang biasanya menjadi titik

Nyoto, Kepala Sekolah TK Trisula Perwari Sidoarjo

(49)

balik para peserta. Seiring dengan berjalannya pelatihan, cara pandang peserta mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas pun berubah.

“Peserta memahami bahwa seksualitas itu luas dan bukan hanya terkait hubungan intim semata. Ini membuat mereka percaya bahwa belajar kecakapan hidup sosial terkait

seksualitas relevan bagi anak usia 4-6 tahun di mana fondasi terkait nilai pribadi, kemandirian dan tanggung jawab mulai terbangun pada usia tersebut,” tutur Harry.

Pelatihan untuk para guru ini umumnya berlangsung selama 4-5 hari. Di antara materi pelatihannya, peserta diminta mengidentifikasi pertanyaan sulit dan sensitif dari anak usia

Manfaat pelatihan fasilitator program Aku dan Kamu bagi guru:

Meningkatkan kompetensi sebagai pendidik anak usia dini

Memecah rasa tabu membicarakan kesehatan reproduksi dan seksualitas

Meningkatkan kepekaan terhadap perkembangan seksualitas anak, termasuk mengenali gejala pelecehan seksual

Memberikan keterampilan berkomunikasi dan bernegosiasi untuk menghadapi tantangan yang muncul

Dipandang sebagai sumber rujukan seksualitas yang terpercaya oleh masyarakat

Menjadi nilai lebih saat mengikuti kompetisi tenaga pendidik anak usia dini

“Salah satu kelebihan pelatihan

program Aku dan Kamu, para pemberi materi bisa membuat para peserta

merasa nyaman dan percaya diri berbicara mengenai seksualitas”

Nyoto

Kepala Sekolah TK Trisula Perwari Sidoarjo,

(50)

dini terkait seksualitas. Kemudian, mereka bersama-sama merumuskan jawaban yang tepat dengan kata-kata sederhana sesuai perkembangan usia anak. Setiap peserta juga diminta melakukan simulasi mengajar modul Aku dan Kamu di dalam kelas.

“Simulasi mengajar ini jadi pengalaman yang sangat menantang bagi peserta. Mereka tahu kontennya tetapi merasa tidak gampang menyampaikannya secara sederhana dan konkret dengan bahasa yang dimengerti oleh anak usia 4-6 tahun. Ini membuat mereka sangat bersemangat belajar,” kata Harry.

Selain itu, para peserta pun mempraktikkan simulasi menghadapi tokoh masyarakat dan wali murid yang bertanya soal program Aku dan Kamu. Metode aktif partisipatif ini bertujuan meningkatkan rasa percaya diri para guru agar mampu menyampaikan tema pembelajaran dengan baik sekaligus bisa melakukan advokasi

dengan orang tua maupun tokoh masyarakat.

Di dalam pelatihan, mereka juga dibimbing membuat rencana langkah penerapan hasil pelatihan di sekolah masing-masing.

“Di awal pelatihan, biasanya peserta mengeluhkan lama pelatihan yang sampai lima hari. Tapi setelah berjalan satu - dua hari, mereka malah jadi kesenangan. Sampai ada guru yang komentar, ‘Bu Ninin, seumur-umur saya jadi guru, enggak pernah ikut pelatihan seperti ini. Lain daripada yang lain!’,” ungkap Ninin.

Jawaban atas Kebutuhan

Bagi sebagian guru dan sekolah, mengikuti pelatihan program Aku dan Kamu memberikan jawaban terhadap kebutuhan mereka terkait pendidikan anak usia dini. Seperti yang dirasakan Sri Indarwati, Kepala Sekolah Pos PAUD Anak Bangsa III, Kelurahan Tandang,

“Sampai ada guru yang komentar, ‘Bu Ninin, seumur-umur saya jadi guru, enggak pernah ikut pelatihan seperti ini. Lain daripada yang lain!”

Ninin Suhertin guru TK YBBSU Balikpapan

(51)

Kecamatan Tembalang, Semarang. Sejak lama Indar, demikian panggilannya, resah melihat kondisi anak-anak di wilayah Kelurahan Tandang.

Kelurahan Tandang merupakan daerah pemukiman padat penduduk. Mudah sekali menemukan anak-anak usia sekolah yang bermain di jalanan dan terbiasa berbicara kotor. Penduduk banyak yang bekerja di sektor informal, mayoritas tinggal di rumah kos-kosan.

Anak bisa melihat orang tua berhubungan intim, sehingga ada yang menirukannya dengan main ‘kuda-kudaan’, atau menggesekkan alat kelaminnya di lantai. Bahkan, ada pula kasus

tersebut.

“Saya ingin sekali turun ke lapangan dan memberikan edukasi pada anak-anak ini serta orang tuanya. Tapi saya belum punya bekal yang cukup. Ternyata gayung bersambut, ada kesempatan untuk menjawab kebutuhan saya.

Setelah ikut pelatihan Aku dan Kamu, saya dapat ilmu memberikan pencegahan kekerasan seksual pada anak. Saya makin percaya diri untuk memberikan edukasi pada anak-anak dan orang tuanya,” kata Indar.

Adanya kasus pelecehan seksual yang ramai diberitakan media massa ikut mendorong

Ninin Suhertin, guru TK YBBSU Balikpapan

(52)

dan Kamu. Mereka menyadari kebutuhan untuk membekali para siswa dengan kecakapan hidup

sosial, termasuk bisa melindungi diri sendiri dari ancaman kekerasan seksual. Oleh sebab itu, mereka dengan antusias mendaftarkan diri sebagai peserta pelatihan.

Fasilitator, Edukator, Konselor

Dengan memperoleh ilmu dari pelatihan Aku dan Kamu, para guru tak hanya cakap menyampaikan edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas di kelas. Pelatihan meningkatkan kepedulian dan kepekaan mereka terhadap perkembangan seksualitas anak, termasuk lebih peka mengenali gejala pelecehan seksual. Guru pun dapat mencegah terjadinya dampak yang lebih fatal pada korban.

“Setelah ikut pelatihan Aku dan Kamu, saya dapat ilmu memberikan pencegahan kekerasan seksual pada anak. ”

Sri Indarwati Kepala Sekolah Pos PAUD Anak Bangsa III, Kelurahan

Tandang, Kecamatan Tembalang, Semarang.

Sri Indarwati, Kepala Sekolah Pos PAUD Anak Bangsa III, Semarang

(53)

Seperti pengalaman Budi Yanti Pasaribu, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan. Sekitar tahun 2009, setelah Yanti – panggilan Budi Yanti, mengikuti pelatihan Aku dan Kamu, ia memerhatikan ada seorang siswa yang mengalami perubahan sikap di kelas.

Anak perempuan 5 tahun yang semula ceria itu menjadi pemurung. Tidak mau bermain bersama teman-temannya dan hanya tidur tengkurap di ruang kelas. Bila ingin buang air kecil, gadis kecil itu menjadi ketakutan dan akhirnya mengompol.

“Saya tanya, katanya perih. Lalu saya korek pelan-pelan, akhirnya anak itu terbuka dan mengaku jadi korban pelecehan pamannya.

Saya bisa tahu anak itu jadi korban pelecehan setelah dapat edukasi dari Aku dan Kamu,”

cerita Yanti. Dengan bantuan Yanti, si pelaku berhasil dijauhkan dari korban. Murid Yanti itu berangsur-angsur menjadi ceria kembali.

Peran program Aku dan Kamu dalam meningkatkan kemampuan guru menangani kasus pelecehan seksual juga dirasakan Sri Indarwati. Korbannya bukan siswa Pos PAUD

“Saya bisa tahu

anak itu jadi korban pelecehan setelah

dapat edukasi dari Aku dan Kamu.”

Budi Yanti Pasaribu

Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa Mawar Merah I, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan

Budi Yanti Pasaribu, Kepala Sekolah TK Bina

(54)

Anak Bangsa III binaannya, melainkan siswa Pos PAUD di RW tetangga. Indar pernah memberikan sosialisasi mengenai Aku dan Kamu di pos PAUD tersebut. Karena itu, ibu korban segera mengontak Indar ketika putrinya menceritakan peristiwa buruk itu. Indar pun langsung datang ke rumah korban dan mendengarkan kronologis peristiwanya.

Pelakunya ternyata adalah anak pengasuh korban yang juga masih berusia prasekolah.

Anak itu kerap melihat orang tuanya berhubungan intim dan menirukannya pada korban. Melihat korban yang trauma dan menangis terus, Indar lantas menghubungi PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) Seruni Semarang untuk meminta bantuan. Bersama PPT Seruni,

Indar membantu korban untuk memulihkan rasa traumanya.

Berperan sebagai edukator dan konselor juga dilakoni Latifah TJ, Kepala Sekolah TK Bina Anaprasa I, Kecamatan Rungkut, Surabaya.

Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan, Latifah mencoba memberikan edukasi pada para orang tua melalui kegiatan Bina Bunda yang diselenggarakan setiap bulan di sekolah.

Bahasa dan topik yang disampaikan Latifah disesuaikan dengan latar belakang wali murid yang rata-rata berpendidikan tidak terlalu tinggi.

“Hal-hal yang sederhana saja. Misalnya ortu curhat kalau ingin berhubungan intim, bagaimana? Padahal mereka tinggal di kos-

Kelebihan pelatihan fasilitator program Aku dan Kamu:

Kontennya komprehensif. Peserta dipandu untuk menguasai pendidikan seksualitas yang berpusat pada keterampilan sosial anak dengan terlebih dahulu memahami konsep seksualitas dan gender hingga teknik mengkomunikasikan seksualitas pada anak secara praktis dan konkret.

25 persen teori dan 75 persen praktik

Metodenya partisipatif dan beragam. Setiap sesi dimulai dengan aktivitas yang memungkinkan peserta berbagi perasaan, nilai dan pengalaman pribadi untuk kemudian dielaborasi menjadi pembelajaran bersama.

Setiap peserta didorong untuk mau dan berani mempraktikkan penugasan serta simulasi sehingga meningkatkan keterampilan mereka.

Semua peserta mendapat kesempatan praktik mengajar isi dan langkah modul.

Menjadi ruang aman untuk partisipasi. Perbedaan pendapat dikelola dengan baik dan berbagai pihak diberi kesempatan berbagi pengalaman sebagai landasan pembelajaran berbasis bukti (evidence-based).

(55)

kosan satu kamar, sekamar dengan anaknya.

Saya ingatkan, pastikan dulu anaknya benar- benar tidur, atau lakukan saat anak tidak di rumah. Ayahnya juga jangan sering pakai sarung tanpa celana dalam. Duduk yang rapi.

Ibunya jangan sembarangan telanjang ganti baju depan anaknya,” beber Latifah.

Bahkan ketika para murid sudah lulus dari TK dan kini beranjak remaja, wali murid masih kerap berkonsultasi dengan para guru ini seputar perkembangan seksualitas anak mereka. Wali murid tetap memandang para guru sebagai sumber rujukan terpercaya soal seksualitas.

Bekal Menorehkan Prestasi

Ada dampak positif lain yang dirasakan para guru dengan mengikuti program pelatihan Aku dan Kamu dan menerapkannya di sekolah.

Dengan program Aku dan Kamu, sejumlah guru mampu menorehkan prestasi di forum-forum tingkat nasional.

Latifah TJ,

(56)

Misalnya saja Sri Wiji Handayani. Karya tulis Guru PAUD Labschool Unnes mengenai penerapan program Aku dan Kamu di sekolahnya terpilih sebagai salah satu dari lima karya tulis terbaik dalam Konferensi Hak Anak tahun 2016. Wiji – sapaannya, diminta untuk mempresentasikan karya tulis tersebut di depan semua peserta yang datang dari seluruh Indonesia.

Di TK Bina Anaprasa Mawar Putih II, Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan, program Aku dan Kamu telah diakui sebagai ikon sekolah.

Dengan mengangkat praktik baik yang dilakukan dalam penerapan Aku dan Kamu di sekolah, TK Bina Anaprasa Mawar Putih II berhasil meraih Juara 1 dalam lomba Senyum Sapa Astra Internasional Tbk tahun 2016. Lomba tersebut diikuti oleh PAUD dari seluruh Indonesia. Pada tahun 2017, TK Bina Anaprasa Mawar Putih II juga sukses mendapatkan Juara 2 dalam lomba yang diselenggarakan HIMPAUDI (Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia) tingkat nasional. TK Bina Anaprasa Mawar Putih II dinilai telah menyelenggarakan komunikasi yang baik dengan wali murid, termasuk dalam menyampaikan sosialisasi program Aku dan Kamu.

Demikian pula pengalaman Ninin Suhertin.

TK YBBSU Balikpapan tempatnya mengajar menjadi sekolah inti Gugus PAUD Kecamatan Balikpapan Selatan. Saat Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan lomba Gugus PAUD, Ninin mengajukan program Aku dan Kamu sebagai program unggulan untuk dilombakan. Di tingkat kota Balikpapan dan propinsi Kalimantan Timur, Gugus PAUD

“Maju Bersama” berhasil meraih peringkat pertama. Lalu di tingkat nasional, mereka mendapat peringkat Juara Harapan 3.

Referensi

Dokumen terkait

manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek. Indonesia

Gambar 3 Grafik hubungan pengaruh tempat penyimpanan terhadap absorbansi zat warna kulit manggis Hasil pengamatan intensitas warna dari ekstrak kulit buah manggis yang telah

Perbandingan ini dapat memengaruhi sikap umum pada karyawan ; kemauan mereka untuk beralih ke pekerjaan lain di dalam organisasi ; kemauan untuk menerima promosi ; kesediaan

Pada tahap pengujian ini dilakukan untuk dapat mengetahui waktu yang butuhkan sistem untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam melakukan klasifikasi terhadap perangkat

Pendidikan merupakan salah satu pilar perubahan suatu bangsa yang memiliki peran dalam mengembangkan setiap potensi individu. Pentingnya pendidikan di suatu negara

Telah melaksanakan uji program Tugas Akhir Mahasiswi tersebut di atas pada tanggal. :

dalam screw press yang diimbangi dengan tekanan stabil maka ekstraksi minyak akan. lebih sempurna, dengan demikian kehilangan minyak akan

Rakyat jilid I, II, III, dan IV terbitan Balai Pustaka serta animasinya di Youtube. Tujuan penelitian ini 1) menjabarkan struktur faktual cerita rakyat Nusantara dalam