• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

TRI ISDINARMIATI H14094022

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

TRI ISDINARMIATI. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Sektoral (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI)

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang mempunyai peranan cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Kondisi harga BBM dalam negeri yang jauh dibawah harga minyak mentah dunia yang terus menerus naik, disertai menurunnya produksi minyak mentah dalam negeri menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Jika BBM tetap disubsidi, maka subsidi pasti meningkat seiring bergejolaknya harga minyak mentah dunia. Sehingga untuk mengurangi beban APBN, pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap baik melalui pencabutan subsidi seperti pada kebijakan konversi minyak ke LPG ataupun dengan mengurangi subsidi BBM yaitu dengan menaikan harga BBM seperti premium dan solar didalam negeri.

Kenaikan harga BBM yang terjadi selama ini menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan berdampak tak langsung pada sektor ekonomi lainnya karena ada keterkaitan antar sektornya. Secara umum, keterkaitan antara input dan output sektor ekonomi dapat disusun dalam bentuk matriks yang dikenal dengan nama tabel input-output (tabel I-O). Tabel I-O ini dapat digunakan untuk mengukur dampak multiplier dan melihat dampak kenaikan harga suatu sektor terhadap sektor lain.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) melihat struktur input, output, NTB, permintaan akhir dari sektor ekonomi; (2) menghitung daya penyebaran dan derajat kepekaan pada sektor ekonomi dan (3) Menghitung dan menganalisis dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM pada sektor ekonomi juga inflasi yang akan terjadi. Sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan.

Penelitian ini menggunakan tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 transaksi domestik atas dasar harga produsen yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kenaikan harga BBM menggunakan simulasi sebesar 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis dampak. Pada analisis deskriptif tabel input output akan dianalisis dan dibahas secara kualitatif berdasarkan tabel yang telah disusun atau diolah kembali dari tabel I-O sehingga dapat dilihat struktur input BBM, alokasi output BBM dan struktur permintaan akhir dari konsumsi rumah tangga serta indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan. Sedangkan pada analisis dampak akan dilihat berapa dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap sektor-sektor ekonomi dan dampaknya terhadap inflasi nasional.

Dari hasil penelitian diperoleh sektor yang terkena dampak paling besar dari kenaikan harga BBM adalah sektor listrik gas dan air bersih (LGA) terutama

(3)

angkutan darat, angkutan air maupun angkutan kereta api, dan sektor bangunan, karena BBM merupakan komponen penting bagi sektor-sektor tersebut. Selain berdampak terhadap meningkatnya biaya produksi pada tiap sektor ekonomi yang mendorong kenaikan harga barang hasil produksinya pada masing-masing sektor, kenaikan harga BBM secara bersama-sama menyebabkan inflasi nasional. Dimana besar inflasi yang dihasilkan sejalan dan searah dengan besar kenaikan harga BBM yang terjadi.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : pemerintah memantau sektor-sektor yang terkena dampak besar dari kenaikan harga BBM untuk melakukan efisiensi produksi dan efisiensi pemakaian BBM seperti pada PT. PLN dan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).

Pemerintah sebaiknya melakukan operasi pasar pada awal terjadi kenaikan harga barang-barang pokok yang terkena dampak kenaikan harga BBM seperti beras, dan minyak goreng sehingga tidak terjadi kelangkaan barang. Selain itu sebaiknya dalam menetapkan kenaikan harga BBM dilakukan secara bertahap dan jangan disertai kenaikan harga komoditi-komoditi strategis lain seperti tarif dasar listrik (TDL), sembako, dan tarif transportasi yaitu dengan memberi subsidi pada komoditi tersebut, dan diperlukan upaya untuk mendapatkan subtitusi dari BBM yaitu dengan mencari bahan bakar alternatif.

(4)

OLEH

TRI ISDINARMIATI H14094022

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

  Nama NRP

: :

Tri Isdinarmiati H14094022

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.

NIP. 19620816 198701 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D.

NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal lulus:

(6)

 

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Tri Isdinarmiati H14094022

(7)

 

Penulis bernama Tri Isdinarmiati dilahirkan di Magelang pada tanggal 03 Januari 1975 dari pasangan R. Achmad Koerdi dan Sri Sulastri. Penulis merupakan anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tidar II Magelang pada tahun 1981 sampai dengan tahun 1987. Ditahun yang sama penulis melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Magelang sampai dengan tahun 1990. Dan menyelesaikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Negeri 2 Magelang pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1993

Pada tahun 1993 Penulis diterima di Akademi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus tahun 1996, langsung bekerja di Badan Pusat Statistik kabupaten Karawang sampai tahun 1998. Penulis kembali melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003. Selain itu Penulis juga mengikuti perkuliah di Universitas Terbuka jurusan statistik dan lulus pada tahun 2006. Dari Tahun 1998 sampai sekarang bekerja di BPS Pusat Jakarta Direktorat Neraca Produksi. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Mangemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS-IPB.

(8)

 

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Sektoral”. Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap perubahan harga di tiap sektor sehingga bisa dilihat dampaknya terhadap kinerja sektoral maupun inflasi nasional. Selain itu hasil analisis ini diharap dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan pemerintah dalam mengatasi tingginya harga minyak internasional sehingga proses pembangunan tetap berjalan dengan lancar.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya:

1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasihat dan kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis.

2. D.S. Priyarsono, Ph.D, selaku dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini.

3. BPS atas pemberian beasiswa Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

4. Ibunda, terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan serta berbagai dukungan baik moril maupun materi dan nasihat yang diberikan.

5. Agus Nuwibowo, SSi, MM, suami tercinta, atas doa, bantuan serta berbagai dukungan baik moril maupun materi dan nasihat serta semangat yang

(9)

 

6. Suryadiningrat SE, MM, atas bantuan data, pemberian ilmu I-O nya maupun kesempatan berdiskusinya telah diberikan kepada penulis di sela-sela kesibukan pekerjaannya.

7. Widdia Angraeni, MT terima kasih atas waktu, penurunan ilmu I-O nya dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

8. Rekan-rekan di BPS Pusat yang telah bersedia membantu dalam proses inventarisasi data.

9. Teman-teman yang sudah bersedia hadir dalam seminar. Terima kasih untuk kesediaannya menghadiri seminar dan memberikan saran serta kritik yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin.

Bogor, Oktober 2009

Tri Isdinarmiati

H14094022

(10)

   

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR ISI ………... i

DAFTAR TAB EL ………... iii

DAFTAR GAMBAR ……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

1.4. Ruang Linkup Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori ... ... 6

2.1.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi... 6

2.1.2. Keterkaitan Sektor dengan Sektor Lain ... 6

2.1.3. Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya... 7

2.1.4. Tujuan dan Kebijakan Pemerintah dalam Mengatur BBM ... 9

2.1.5. Model Input Output. ... ... .... 9

2.1.6. Kerangka Tabel I-O ... ... .... 11

2.1.7. Asumsi-asumsi dan Keterbatasan ... .... 15

2.1.8. Jenis-jenis Tabel Transaksi... ... ... .... 16

2.2. Penelitian-penelitian Terdahulu ... .... 18

2.3. Kerangka Pemikiran ... .... 20

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... ... 24

3.3. Analisis Tabel I-O ... ... 24

(11)

   

BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Deskriptif ... 34

4.1.1. Struktur Input BBM ……… 34

4.1.2. Alokasi Output BBM ………. 36

4.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto di Indonesia……… ... 37

4.1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia ……… ... 39

4.1.5. Daya Penyebaran ……… ... 41

4.1.6. Derajat Kepekaan ……… .... 42

4.2. Analisis Dampak ... 44

4.2.1. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM ... 44

4.2.2. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Output ... 52

4.2.3. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap NTB……… . 53

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 59

(12)

 

iii

 

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Lima sektor yang menjadi struktur input terbesar di sektor

pengilangan BBM di Indonesia tahun 2005……… 34 2 Lima sektor terbesar yang menggunakan BBM di Indonesia tahun

2005……… 36 3 Lima sektor terbesar menurut peringkat nilai tambah di

Indonesia tahun 2005 ………. 38 4 Lima sektor terbesar menurut peringkat konsumsi rumah tangga

di Indonesia tahun 2005………... 40 5 Lima sektor utama menurut indeks daya penyebaran

di Indonesia tahun 2005 …... 41 6 Lima sektor utama menurut indeks derajat kepekaan

di Indonesia tahun 2005………. 43 7 Lima sektor terbesar menurut dampak enaikan BBM 10 persen

di Indonesia tahun 2005... 45 8 Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan BBM 20 persen

di Indonesia tahun 2005... 47 9 Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan BBM 30 persen

di Indonesia tahun 2005... 49 10. Dampak kenaikan harga BBM terhadap output lima terbesar di

Indonesia tahun 2005…...…… 52 11. Dampak kenaikan harga BBM terhadap NTB lima terbesar

di Indonesia tahun 2005…...…. 54  

 

(13)

 

iv

 

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Kerangka Tabel Input-Output... 11 2. Ilustrasi Tabel Input-Output ( 3 sektor)... .. 14 3. Kerangka Penelitian ... 21

(14)

 

v

 

DAFTAR LAMPIRAN

Hal No

1 Klasifikasi 68 sektor tabel input output Indonesia 2005……….. 60

2 Struktur input BBM tahun 2005…...………..………....………… 62

3 Alokasi output BBM tahun 2005…...……… 63

4 Jumlah dan indeks daya penyebaran, jumlah dan indeks derajat kepekaan………...……... 65

5 Dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi... 67

6 Dampak kenaikan BBM terhadap output…...……… 69

7 Dampak kenaikan BBM terhadap NTB...……… 71

8 Harga BBM dan inflasi di Indonesia tahun 2004-2008... 73  

(15)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama bagi bangsa Indonesia dalam merealisasikan kesejahteraan masyarakat karena dengan lancarnya pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi, diharapkan akan secara langsung berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat.

Perekonomian Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi sudah mulai memperlihatkan pertumbuhan yang positif, namun hingga saat ini rata-rata pertumbuhan pertahunnya relatif lebih lambat daripada rata-rata pertumbuhan yang pernah dicapai pada saat masa orde baru khususnya tahun 1980 an hingga tahun 1990 an. Pemerintah dihadapi oleh tuntutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang tinggi namun di sisi lain berhadapan dengan sering bergejolak harga minyak mentah dunia yang berakibat dengan meningkatnya harga impor bahan bakar minyak (BBM).

Indonesia sebagai negara penghasil minyak mentah ternyata konsumsi BBM nya masih tergantung pada impor. Hal ini akibat adanya penurunan produksi minyak mentah dalam negeri dan sebagian besar minyak mentah bangsa

(16)

Indonesia diekspor sehingga produksi BBM dalam negeri tidak memenuhi konsumsi masyarakat. Saat harga minyak mentah dunia melonjak seharusnya harga BBM juga meningkat namun karena BBM menyangkut hajat hidup orang banyak maka pemerintah membuat suatu kebijakan dalam penyediaan dan penentuan harga BBM di Indonesia, sehingga harga BBM di dalam negeri tidak terlalu bergejolak.

Kondisi harga BBM dalam negeri yang jauh di bawah harga minyak mentah dunia yang terus menerus naik, disertai menurunnya produksi minyak mentah dalam negeri menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Pemerintah jika tetap mensubsidi BBM, maka jumlah subsidi pasti meningkat seiring meningkatnya harga minyak mentah dunia. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi beban APBN, dengan melakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap baik melalui pencabutan subsidi seperti pada kebijakan konversi minyak ke LPG ataupun dengan mengurangi subsidi BBM yaitu dengan menaikkan harga BBM seperti premium dan solar didalam negeri.

Kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan pro dan kontra namun pemerintah tetap harus menaikkan harga BBM, karena dampak perekonomian tersebut akan diderita Indonesia jika tidak disikapi dari sekarang. Pengamat perminyakan Sofyan Zakaria berpendapat bahwa subsidi minyak lebih baik diberikan kepada Industri produktif karena hal ini akan tetap menggerakan roda perekonomian.

(17)

Kenaikan harga BBM yang terjadi selama ini menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan berdampak tak langsung pada sektor ekonomi lainnya karena ada keterkaitan antar sektornya. Secara umum, keterkaitan antara input dan output sektor ekonomi dapat disusun dalam bentuk matriks yang dikenal dengan nama tabel input-output (Tabel I-O). Tabel I-O ini dapat digunakan untuk mengukur dampak multiplier dan melihat dampak kenaikan harga suatu sektor terhadap sektor lain.

1.2. Perumusan Masalah

Energi diperlukan oleh semua penduduk dan pelaku ekonomi. Penetapan harga BBM yang disubsidi oleh pemerintah menyebabkan konsumsi berlebihan pada komoditi ini, bahkan lebih rendahnya harga BBM dalam negeri terhadap luar negeri sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mengambil keuntungan besar dengan menjual BBM dalam negeri ke negara tetangga. Pemerintah tidak sanggup lagi mempertahankan harga BBM bersubsidi seperti yang telah dilakukan selama ini, terlebih lagi harga minyak mentah dunia yang terus melambung.

Defisit APBN akibat kenaikan harga minyak mentah dunia diatasi dengan melakukkan pengurangan subsidi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM, di mana kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan memberikan dampak tak langsung terhadap sektor lain. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM terhadap kinerja sektoral di Indonesia? untuk menjawab permasalahan tersebut akan digunakan tabel I-O Indonesia tahun 2005 untuk menganalisisnya.

(18)

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melihat keadaan perekonomian Indonesia melalui beberapa indikator seperti struktur struktur input, output, struktur NTB, struktur permintaan akhir dari sektor ekonomi .

2. Menghitung daya penyebaran dan derajat kepekaan pada sektor ekonomi.

3. Menghitung dan menganalisis dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM pada sektor ekonomi juga inflasi yang akan terjadi.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sektor-sektor utama yang paling terpengaruh kenaikan harga BBM sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan selanjutnya sehingga pembangunan ekonomi disemua sektor berjalan dengan lancar.

2. Mengetahui besar inflasi yang diakibatkan dari kebijakan menaikkan harga BBM sehingga bisa menjadi informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 transaksi domestik atas dasar harga produsen. Kenaikan harga BBM yang digunakan menggunakan simulasi sebesar 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Tabel input-output mempunyai keterbatasan yaitu rasio input-output

(19)

tetap konstan sepanjang periode analisis dimana hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut berarti apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga.

Analisis dampak kenaikan harga BBM dalam penelitian ini hanya menggunakan tabel I-O 2005 sehingga belum memperhitungan efek subtitusi maupun efek income dari kenaikan harga BBM tersebut.

(20)

2.1 . Tinjauan Teori

2.1.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

Todaro (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmeraataan distribusi dan pemberantasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses, supaya dapat dilihat adanya saling keterkaitan hubungan yang saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang menjadi pelaku dalam pembangunan ekonomi.

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan komoditi yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menggerakan roda pembangunan karena BBM merupakan pendorong kegiatan ekonomi. Aktivitas perekonomian sangat tergantung dengan kelancaran dari penyediaan BBM dan tingkat daya beli masyarakat terhadap BBM. Manfaat BBM yang cukup vital ini sangat berpengaruh pada proses produksi pada sektor strategis seperti listrik, gas kota dan air bersih (LGA), transportasi dan konstruksi, serta sektor lainnya yang sebagian besar menginput BBM.

2.1.2. Keterkaitan Sektor dengan Sektor Lainnya

Keterkaitan antarsektor dalam perekonomian dapat terjadi karena masing- masing sektor saling membutuhkan. Sektor tertentu membutuhkan sektor lain

(21)

untuk dapat menghasilkan produksinya, dipihak lain sektor tersebut juga dibutuhkan oleh sektor lain untuk kegiatan ekonominya.

Hubungan keterkaitan antarsektor dapat dilihat dari indeks keterkaitan kebelakang (indeks daya penyebaran) dan indeks keterkaitan ke depan (indeks derajat kepekaan). Keterkaitan kebelakang menunjukan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi. Sedangkan keterkaitan ke depan menunjukan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. (BPS 2008).

2.1.3. Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya

Kenaikan harga BBM memberikan efek yang sangat beragam (multiplier effect) terutama di masa-masa ekonomi sulit seperti sekarang. Mohamad Ikhsan kepala LPEM-FEUI berpendapat kenaikan harga BBM tentu akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM.

Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi mengingat tiga hal.

Pertama, pangsa konsumsi langsung BBM relatif kecil, untuk BBM non minyak tanah, pangsa kelompok 40 persen terbawah kurang dari 1 persen dari total pendapatan. Minyak tanah yang lumayan besar pangsanya yaitu sekitar 2,6 persen dari total pengeluaran. Kedua, konsumsi komoditi yang sensitif terhadap kenaikan BBM pun relatif kecil seperti pengeluaran untuk transportasi. Ketiga, Komoditi yang dominan dalam pola konsumsi rumah tangga 40 persen terbawah yaitu beras

(22)

sebetulnya juga tidak bergerak banyak karena harga komoditi ini dijaga oleh pemerintah.

Menurut menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa alasan yang mendasari pemerintah menentukan kebijakan kenaikan harga BBM serta dampaknya terhadapnya APBN, ekonomi dan sosial antara lain adalah :

1. Jika harga BBM dalam negeri tidak dinaikkan, maka akan terjadi perbedaan harga yang sangat besar antara harga BBM di dalam negeri dengan diluar negeri yang dapat memicu penyelundupan BBM ke luar negeri.

2. Pengurangan harga BBM harus dapat dilihat sebagai kebijakan redistribudi karena selama ini subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh sekelompok masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraan bermotor.

3. Harga minyak dunia yang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat dratis.

4. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk program-program rakyat miskin, bantuan pangan, kredit usaha rakyat, dan program-program untuk masyarakat berpenghasilan rendah kurang dari satu per tiga subsidi BBM yang dinikmati kelompok menengah keatas.

5. Jika harga BBM tidak dinaikkan, maka anggaran program-progam untuk rakyat miskin, pendidikan dan kesehatan serta subsidi pangan harus dikurangi.

(23)

2.1.4. Tujuan dan Kebijakan Pemerintah dalam Mengatur Harga BBM.

Undang-undang No. 22 tahun 2001 mengatakan bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar (mekanisme pasar), tapi undang-undang tersebut menekankan pemerintah untuk tidak mengurangi tanggung jawab sosialnya terhadap golongan masyarakat tertentu. Penjelasan pasal 28 ayat (3), pemerintah dapat memberikan bantuan khusus sebagai pengganti subsidi kepada konsumen tertentu untuk pemakaian jenis BBM tertentu, untuk itu ada beberapa pengecualian harga BBM dan gas bumi yang tidak diserahkan kepada mekanisme pasar. Penghapusan subsidi minyak tanah dan mengurangan subsidi BBM lainnya terhitung mulai tanggal 1 Mei 2008 diharapkan tidak ada lagi penyelundupan BBM termasuk pengoplosan minyak tanah dengan solar atau premium.

Kebijakan dalam masalah BBM sangat penting, baik masalah harga jualnya maupun distribusinya. Kebijakan harga jual BBM dilakukan dengan membedakan antara harga jual untuk industri dengan rumah tangga, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah melakukan pengawasan dalam pendistribusian BBM, sehingga tidak terjadi penyelundupan dan pengoplosan yang merugikan negara maupun masyarakat.

2.1.5. Model Input Output.

Konsep keterpaduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin penting dalam era pembangunan jangka panjang, idealnya output dari suatu progam pembangunan bisa menjadi input bagi program pembangunan yang lain.

Pembangunan sektoral yang bersifat egosektor semakin tidak popular karena

(24)

dapat merugikan kepentingan disektor lain. Pendekatan ”win dan win” harus lebih banyak diterapkan dibandingkan pendekatan ”win and lose” (BPS, 2008).

Dalam perekonomian yang lebih luas, hubungan antara kegiatan ekonomi juga menunjukan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis. Bahkan jenis-jenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai kegiatan yang semakin panjang dan kait mengkait. Kemajuan disuatu sektor tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor sektor lainnya. Berbagai hubungan antar kegiatan ekonomi (inter-industry relationship) selanjutnya akan direkam dalam suatu instrumen statistik yang kemudian dikenal dengan tabel input Output ( tabel I-O) (BPS,2008).

Analisis tabel I-O pertama kali ditemukan oleh Professor Wassily Leontief pada akhir dekade 1930 dan pada tahun 1973, Beliau menerima hadiah Nobel. Dalam perkembangannya, metode yang diturunkan dari suatu tabel I-O semakin banyak diterapkan sebagai alat analisis dan perencanaan ekonomi yang praktis dan bersifat kuantitatif. Model ini didasarkan atas model keseimbangan umum (general equilibrium).

Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom menunjukkan

(25)

pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya (BPS, 2008).

Sebagai suatu model kuantitatif, tabel I-O akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai:

1. Struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektor- sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor- sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor (BPS, 2008).

2.1.6. Kerangka Tabel I-O

Bentuk tabel I-O dapat digambarkan seperti kerangka tabel berikut ini:

I (n x n)

Transaksi antar sektor/kegiatan

II (n x m) Permintaan akhir

III (p x n) Input Primer

IV (p x m)

Gambar 1. Kerangka Tabel Input-Output

(26)

Kuadran pertama menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi. Penggunaan atau konsumsi barang dan jasa di sini adalah penggunaan untuk diproses kembali, baik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karenanya transaksi yang digambarkan dalam kuadran pertama ini disebut juga transaksi antara.

Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir (final demand). Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir.

Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor.

Kuadran ketiga memperlihatkan input primer sektor-sektor produksi. Input ini dikatakan primer karena bukan merupakan bagian dari output suatu sektor produksi seperti pada kuadran pertama dan kedua. Input primer adalah semua balas jasa faktor produksi dan meliputi upah dan gaji, surplus usaha ditambah penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Kuadran keempat memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi di kuadran keempat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel input-output kadang-kadang diabaikan. Demikian juga penyusunan tabel I-O di Indonesia mengabaikan kuadran keempat ini.

Tiap kuadran dalam tabel I-O dinyatakan dalam bentuk matriks, masing- masing dengan dimensi seperti tertera dalam Gambar 1. Bentuk seluruh matriks ini, menunjukkan kerangka tabel I-O berisi uraian statistik yang menggambarkan

(27)

transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi di dalam kuadran I yang berisi kelompok produsen memanfaatkan berbagai sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa secara makro disebut sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor endogen. Sektor di luar sistem (jadi yang di kuadran II, III, dan IV) dinamakan sektor eksogen, dengan demikian dapat dipahami bahwa tabel I-O membedakan dengan jelas antara sektor endogen dengan sektor eksogen. Output selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi yaitu dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan ada yang berasal dari dalam sistem produksi yaitu input antara dan ada input yang berasal dari luar sistem produksi yaitu input primer.

Penyusunan tabel I-O diperlukan suatu tahapan untuk mengelompokkan barang dan jasa ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Proses pengelompokkan barang dan jasa ini dikenal sebagai proses klasifikasi sektor, dalam penyusunan tabel I-O klasifikasi sektor harus dilakukan pada tahap awal.

Sebagai ilustrasi tabel I-O, umpamakan hanya ada tiga sektor dalam suatu perekonomian yaitu sektor produksi 1, 2, dan 3. Tabel transaksi yang dapat dibuat berdasarkan ini ditunjukkan pada gambar 2. Misalkan penyediaan sektor (1) terdiri dari output domestik sektor (1) adalah sebesar X1 dan impor produksi (1) adalah M1. Dari jumlah itu, sebesar x11 digunakan sebagai input oleh sektor (1) sendiri, sebesar x12 oleh sektor (2) dan sebesar x13 oleh sektor (3). Sisanya sebesar F1 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir (lihat kuadran II) yang berupa konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor.

(28)

Untuk menghasilkan output X1 yang disebut di atas, sektor (1) membutuhkan input dari sektor (1), (2) dan (3) masing-masing sebesar x11, x21 dan x31 dan input primer yang diperlukan sebesar V1. Dari cara pemasukan angka-angka menurut sistem matriks dapat dilihat bahwa tiap angka di setiap sel bersifat ganda, misalnya di kuadran pertama yaitu transaksi antara (permintaan antara dan input antara), tiap angka bila dilihat secara horisontal merupakan distribusi output, baik yang berasal dari output domestik maupun dari luar negeri.

Gambar 2. Ilustrasi Tabel Input Output (3 Sektor)

Pada waktu yang bersamaan bila dilihat secara vertikal merupakan input dari suatu sektor yang diperoleh dari sektor lainnya. Gambaran di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait di antara beberapa sektor. Dalam tabel I-O ada suatu patokan yang

Alokasi

Output Permintaan Antara

Permintaan Akhir

Penyediaan Struktur

Input Sektor Produksi Impor Jumlah

Output

Input Antara Kuadran I Kuadran II

Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3

X11 x12 x13

x21 x22 x23

X31 x32 x33

F1

F2

F3

M1

M2

M3

X1

X2

X3

Input Primer Kuadran III V1 V2 V3

Jumlah Input X1 X2 X3

(29)

amat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya.

(BPS, 2008).

2.1.7. Asumsi-asumsi dan Keterbatasan

Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi- transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O harus memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu:

1. Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor;

2. Asumsi proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;

3. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Dengan adanya asumsi-asumsi tersebut, tabel input-output mempunyai keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Hubungan yang tetap ini berarti menunjukkan bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi

(30)

semacam itu menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Walaupun mengandung keterbatasan, model I-O tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensip. (BPS, 2008)

2.1.8. Jenis - jenis Tabel Transaksi.

Tabel I-O terdiri atas 4 (empat) kuadran, tiga kuadran yang pertama, yaitu kuadran I, II dan III, merupakan tabel dasar yang dalam sistem input-output dikenal sebagai tabel transaksi. Tabel transaksi adalah tabel yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor-sektor ekonomi. Tabel transaksi atau tabel dasar ini dapat digunakan untuk melakukan analisis deskriptif seperti analisis struktur perekonomian nasional/regional, nilai tambah sektoral, pola distribusi barang dan jasa, struktur konsumsi dan pembentukan modal, struktur ekspor dan impor, dan sebagainya. Tabel transaksi yang biasa disajikan dalam tabel I-O terdiri atas transaksi atas dasar harga pembeli, transaksi atas dasar harga produsen, transaksi total dan transaksi domestik.

Tabel transaksi atas dasar harga pembeli adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga pembeli. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan masih tergabung dalam nilai input bagi sektor yang membelinya.

Tabel transaksi atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga produsen. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin

(31)

perdagangan dan biaya pengangkutan telah dipisahkan sebagai input yang dibeli dari sektor perdagangan dan pengangkutan. Tabel transaksi atas dasar harga produsen diperoleh dengan mengeluarkan unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan dari tabel transaksi atas dasar harga pembeli.

Tabel transaksi total adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor, antar sektor ekonomi. Artinya pada tabel transaksi ini nilai transaksi input antara (kuadran I) antar sektor ekonomi mencakup transaksi barang dan jasa produksi dalam negeri dan impor. Pada tabel transaksi ini tergambar informasi mengenai nilai impor menurut sektor ekonomi yang ditujukan pada vektor kolom di kuadran II (kuadran permintaan akhir). Penyajian tabel transaksi ini disebut juga tabel I-O dengan perlakuan impor secara bersaing (competitive import model). Penyajian tabel transaksi total pada dasarnya sama dengan penyajian tabel transaksi baik atas dasar harga pembeli maupun atas dasar harga produsen.

Tabel transaksi domestik adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi dalam negeri. Tabel transaksi ini diperoleh dengan memisahkan nilai transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor baik transaksi antara maupun permintaan akhir dari tabel transaksi total. Jumlah impor masing-masing kolom disajikan sebagai vektor baris tersendiri. Data pada vektor baris ini sekaligus menunjukkan rincian barang dan jasa menurut sektor yang menggunakan barang dan jasa tersebut. Penyajian tabel I-O dengan memunculkan impor sebagai vektor baris disebut juga sebagai tabel I-O dengan perlakuan impor tidak-bersaing (non-competitive import model)

(32)

2.2 . Penelitian-Penelitian Terdahulu

Untuk analisis dampak kenaikan harga BBM telah banyak dilakukan antara lain :

1. Penelitian oleh Apri Sahmarido Saragih (2008)

Penelitian mengenai perbandingan dampak kenaikan harga minyak tanah dengan kenaikan BBM terhadap inflasi dan konsumsi rumah tangga dilakukan oleh saragih dengan menganalisis alokasi output dan kontribusi sektor minyak tanah dan BBM di Indonesia serta melihat dampak kenaikan harganya. Inflasi yang diakibatkan dari kenaikan harga minyak tanah dan BBM juga dihitung sehingga diperoleh dampak penurunan konsumsi rumah tangga terhadap BBM.

Hasil dari penelitian yang menggunakan alat analisis berupa tabel I-O Indonesia 45 X 45 sektor tahun 2005 ini adalah sektor yang paling besar mengalami kenaikan harga minyak tanah sebesar 25 persen adalah sektor pengilangan minyak tanah dan minyak bumi. Inflasi yang disebabkan kenaikan harga minyak tanah sebesar 0,49 persen sedangkan inflasi akibat kenaikan harga BBM 2,24 persen.

2. Penelitian oleh Nenden Budiarti (2008)

Penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga BBM terhadap indeks harga konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa di kota Banda Aceh tahun 1998-2008 yang dilakukan Budiarti mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen dan respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, serta berapa lama pengaruh itu akan hilang. Dengan uji kausalitas diperoleh hasil penelitian harga minyak tanah, premium dan solar

(33)

mempengaruhi IHK bahan makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta sandang, namun tidak memengaruhi IHK transportasi dan komunikasi. Hasil analisis Impulse Response, diketahui bahwa apabila terjadi kenaikan harga BBM secara umum setiap IHK merespon adanya shock tersebut, dan shock itu akan hilang dalam jangka pendek yaitu 12 bulan.

3. Penelitian oleh Hidayatullah Muttaqin (2008)

Muttaqin dalam jurnal ekonomi ideologis dengan tulisannya tentang dampak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM 24 Mei 2008 ini berusaha menyediakan bahan khusus bagi yang ingin mengetahui dampak kebijakan kenaikan harga BBM ini baik bagi masyarakat maupun perekonomian nasional.

Bahan-bahan ini diperoleh dari berbagai media online, beberapa hasil tulisannya adalah kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan pada tarif angkutan, harga sembako, dan harga bahan bangunan. Kenaikan harga BBM juga akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin, peningkatan inflasi dan peningkatan jumlah karyawan yang di PHK serta peningkatan jumlah anggaran pemerintah untuk bantuan tunai langsung (BLT).

4. Penelitian oleh Mohamad Ikhsan (2005)

Ikhsan dalam penelitiannya tentang kenaikan harga BBM dan kemiskinan melakukan analisis dengan pendekatan computable general equlibrium (CGE) dan pendekatan sistem permintaan yang dikembangkan oleh Prof. Angus Deaton dari Princeton University. Sumber data yang digunakan sepenuhnya berasal dari Susenas yang diterbitkan oleh BPS. Hasil penelitiannya adalah kenaikan harga

(34)

BBM akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM. Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi sehingga yang dimenangkan dari kebijakan ini adalah rumah tangga miskin yang mendapatkan kompensasi dan yang paling dirugikan sebetulnya kelompok pendapatan menengah yaitu kelompok kelas pendapatan 40- 60 persen. Distribusi pendapatan harus diperbaiki dengan menaikkan harga BBM karena subsidi BBM memang salah dan akan lebih baik jika diikuti dengan program kompensasi yang diarahkan pada rumah tangga miskin.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh output yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, dimana nilai output yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor harga yang berlaku saat itu. Kenaikan atau penurunan harga yang tajam akan membuat perekomian yang ada mengalami goncangan, dimana goncangan- goncangan yang terlalu sering dan tidak terkendali dalam perekomian ini akan menghambat proses pembangunan.

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pendorong kegiatan ekonomi. Menurut Sagir (1982), melalui subsidi BBM, inflasi dikendalikan, stabilitas ekonomi dapat diciptakan dan pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Kenaikan harga BBM, akan mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung hal ini karena BBM memiliki keterkaitan antar sektor lain cukup besar.

(35)

Kenaikan harga BBM dipengaruhi dengan kenaikan harga minyak mentah dunia dan kebijakan pemerintah dalam mengatasi defisit APBN. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM jika tidak tepat sasaran akan menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat kegiatan produksi dalam negeri, untuk itu akan dilakukan analisis tabel I-O tahun 2005 sehingga informasi kuantitatif tentang dampak kenaikan harga BBM pada perekonomian Indonesia tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk kebijakan selanjutnya.

Gambar 3. Kerangka Penelitian Perekonomian

Indonesia Tahun 2005

Tabel I-O Indonesia Tahun 2005 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen

Implikasi Kebijakan Output/

NTB

Kontribusi dan Keterkaitan Sektor BBM terhadap

Sektor Lain

Kenaikan Harga BBM

Backward /Forward Linkages

Dampak terhadap Komoditas Sektor Lain

(36)

Dalam menganalisis dampak kenaikan harga BBM, yang pertama dilakukan adalah melihat bagaimana sektor BBM memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia dan bagaimana keterkaitan dengan sektor lain.

Selanjutnya dilihat kenaikan harga BBM yang mempunyai dampak terhadap komoditas sektor lain, dan sektor apa saja yang terkena dampak paling tinggi .

Definisi peubah operasional yang digunakan :

1. Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, propinsi dan sebagainya) dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya.

2. Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor.

3. Input primer (NTB) adalah input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi antara lain tediri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan.

4. Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang jasa yang digunakan untuk kegiatan produksi.

5. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau Negara

(37)

6. Derajat kepekaan merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan kebdepan (forward linkages), yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian.

7. BBM adalah bahan bakar minyak yang dihasilkan oleh industri pengilangan minyak bumi seperti, minyak tanah, besin, solar dsb.

Adapun pengolahan (perhitungan) data yang digunakan baik dalam analisis deskriptif maupun analisis dampak menggunakan bantuan MS-Excel XP.

2007.

(38)

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data tabel input-output (I-O) tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 yang diturunkan dari tabel I-O Indonesia tahun 2005 transaksi domestik atas dasar harga produsen, klasifikasi 175 X 175.

Data tersebut diperoleh dari BPS Pusat dan untuk kenaikan harga BBM diperoleh dengan menggunakan simulasi kenaikan harga dari 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 175 X 175 sektor barang- barang hasil kilang minyak (104), nilai outputnya masih tergabung antara output BBM dan Non BBM. Penelitian ini dilakukan agregasi dan pengolahan lebih lanjut sehingga diperoleh tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 dimana sektor pengilangan BBM sudah memiliki klasifikasi sendiri (41) .

3.2. Analisis Tabel I-O

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis dampak. Analisis deskriptif pada tabel I-O akan dibahas secara kualitatif berdasarkan tabel yang telah disusun atau diolah kembali dari tabel I-O, sedangkan pada analisis dampak akan dilihat berapa dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi nasional. Tabel I-O yang digunakan disini adalah tabel I-O Indonesia tahun 2005 transaksi domestik atas dasar harga produsen dengan klasifikasi 68 X 68.

(39)

Analisis deskriptif yang akan dibahas, seperti struktur perekonomian nasional, nilai tambah sektoral, distribusi barang dan jasa serta analisis keterkaitan menggunakan indeks derajat kepekaan dan daya penyebaran. Analisis dampak dalam penelitian ini akan melihat dampak langsung dan tidak langsung serta inflasi akibat kenaikan harga BBM terhadap kinerja sektoralnya

Proses analisis secara umum, yaitu gambaran mengenai struktur input dan alokasi output dapat dilihat pada tabel I-O secara langsung. Untuk struktur input, dapat diketahui sektor mana saja yang memberikan input terbesar untuk sektor BBM dan untuk alokasi output, dapat diketahui ke sektor mana saja output dari sektor BBM ini dialokasikan. Kontribusi sektor BBM dengan melihat NTB pada tabel I-O secara langsung. Analisis keterkaitan antar sektor (indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan) serta dampak dari kenaikan harga BBM terhadap inflasi terdapat beberapa tahapan dalam penghitungan.

a. Menghitung Koefisien Input

Untuk menghitung matriks pengganda, tahap awal yang perlu dilakukan adalah menghitung koefisien input yang didefinisikan sebagai:

X

= x a

j ij

ij ... (1)

dimana

aij = koefisien input sektor ke i oleh sektor ke j

xij = penggunaan input sektor ke i oleh sektor ke j (dalam rupiah) Xj = output sektor ke j (dalam nilai rupiah)

(40)

Dalam suatu tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen, matriks koefisien input yang merupakan kumpulan berbagai koefisien input disebut sebagai matriks Ad

Matrik Ad 3X3 =

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

a a a

a a a

a a a

33 32

31

23 22

21

13 12

11

... (2)

b. Menghitung (I - Ad)

Setelah memperoleh matriks Ad, tahap selanjutnya untuk memperoleh matriks pengganda adalah mengurangkan matriks I (matriks identitas) dengan matriks matriks Ad.

Matrik I (indentitas) 3X3 =

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

1 0 0

0 1 0

0 0 1

... (3)

Matrik (I - Ad). 3X3 =

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

a

a

a

a a

a

a a a

) 1 ( ) 1 ( ) 1 (

) 1 ( ) 1 ( ) 1 (

) 1 ( ) 1 ( ) 1 (

33 32

31

23 22

21

13 12

11

... (4)

c. Menghitung Matriks Pengganda

Matriks pengganda didefinisikan sebagai matriks kebalikan (inverse matrix) dari (I - Ad).

A ) - (I

=

B d -1 ... (5)

(41)

dimana:

B = matriks pengganda

Ad = matriks koefisien input domestik (diperoleh dari tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen)

d. Menghitung Indeks Daya Penyebaran

Hubungan antara output dan permintaan akhir pada tabel I-O, dijabarkan sebagai X = (I - Ad)-1 Fd. Jika diuraikan dalam bentuk matriks, hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai:

⎟⎟

⎟⎟

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

⎜⎜

⎜⎜

⎟⎟

⎟⎟

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

⎜⎜

⎜⎜

⎟⎟

⎟⎟

⎟⎟

⎜⎜

⎜⎜

⎜⎜

F F F

b 1 b

b

b 1 b

b

b b

b

=

X X X

d n d i d 1

nn nj

n

in ij

i

1n ij

11

n i 1

M M

K K

M M

M

K K

M M

M

K K

M M

... (6)

dimana

bij = sel matriks kebalikan (I - Ad)-1 pada baris I dan kolom j Xi = output sektor i

Fid

= permintaan akhir sektor i i,j = 1, 2, ..., n

Pada persamaan (6) dapat dilihat bahwa perubahan 1 unit F1d

akan menimbulkan dampak perubahan terhadap X1 sebesar b11; terhadap X2 sebesar b21, dan seterusnya. Perubahan 1 unit F2d

menimbulkan dampak perubahan terhadap X1 sebesar b12; terhadap X2 sebesar b22, dan seterusnya. Secara umum jumlah

(42)

dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi adalah:

= b +b ...

b + b +

rj= 1j 2j nj Σi ij ... (7)

di mana

rj= jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir sektor j terhadap output seluruh sektor ekonomi.

bij= dampak yang terjadi terhadap output sektor i akibat perubahan permintaan akhir sektor j.

Jumlah dampak dalam persamaan (7) disebut juga sebagai jumlah daya penyebaran; dan besaran ini menunjukkan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara.

Berdasarkan persamaan (7) selanjutnya dapat dihitung rata-rata dampak yang ditimbulkan terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor:

) b n (1

= n ) (r

Y = i ij

j

j Σ ... (8)

(43)

dimana

Yj= rata-rata dampak terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir sektor j.

Akan tetapi karena sifat permintaan akhir dari masing-masing sektor saling berbeda satu sama lain, maka persamaan (7) dan (8) bukan merupakan ukuran yang sah untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor. Untuk keperluan perbandingan, maka persamaan (8) harus dinormalkan (normalized), yaitu dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Ukuran yang dihasilkan dari proses ini disebut sebagai indeks daya penyebaran yang diformulasikan sebagai:

) b n ( 1

) b n (1

=

ij j 2 i

ij i j

Σ Σ α Σ

) b n (1

= b

ij j i

ij i

Σ Σ

Σ ... (9)

dimana

αj = adalah indeks daya penyebaran sektor j dan lebih dikenal sebagai daya penyebaran sektor j.

Besaran αj dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar 1 atau lebih kecil dari 1. Bila αj = 1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai αj > 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya

(44)

penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan sebaliknya αj < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah. Dalam banyak analisis tabel I-O, αj disebut juga sebagai tingkat dampak keterkaitan ke belakang (backward linkages effect ratio).

e. Menghitung Indeks Derajat Kepekaan

Berdasarkan persamaan (6) dapat juga dilihat bahwa dampak yang terjadi terhadap output sektor 1 (X1) sebagai akibat perubahan satu unit F1d

adalah b11; sebagai akibat perubahan satu unit F2d

sebesar b12; dan seterusnya. Dampak terhadap X2 sebagai akibat perubahan satu unit F1d

sebesar b21, sebagai akibat perubahan satu unit F2d

sebesar b22, dan seterusnya. Sehingga, jumlah dampak terhadap output suatu sektor i sebagai akibat perubahan permintaan akhir berbagai (seluruh) sektor dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

= b +b ...

b + + ...

b +

b11+ 12 1j 1n Σ 1j

= b +b ...

b + + ...

+ b 2 +

bi1 i ij in Σ ij ... (10)

= b +b ...

b + + ...

b +

bn1+ n2 nj nn Σ nj

atau dalam persamaan umum:

= b

si Σj ij ... (11)

dimana

si = jumlah dampak terhadap sektor i sebagai akibat perubahan seluruh sektor.

Nilai si pada persamaan (11) disebut juga sebagai jumlah derajat kepekaan, yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor

(45)

sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Besaran ini menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian, maka ukuran ini dapat dimanfaatkan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkages).

Untuk keperluan perbandingan antar sektor dan logika yang serupa dengan pembahasan daya penyebaran, maka persamaan (8) dinormalkan menjadi:

... (12) di mana

βi = indeks derajat kepekaan sektor i atau lebih sering disebut sebagai derajat kepekaan saja.

Nilai βi > 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor, sedangkan βi < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata. Indeks derajat kepekaan disebut juga sebagai tingkat dampak keterkaitan ke depan (forward linkages effect ratio).

h. Menghitung Dampak Kenaikan Harga BBM

Dampak perubahan harga BBM terhadap harga sektor lain dihitung dengan transpose matrik kebalikan. Transpose matrik dilakukan karena diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap input antara sektor tersebut. Sehingga untuk melihat dampak yang ditimbulkan dilakukan perkalian

) b n (1

= b

ij j i

ij j i

Σ Σ β Σ

(46)

matriks pengganda dengan matrik input BBM oleh sektor-sektor (matriks diagonal sektor) yang telah mengalami kenaikan harga.

... (13)

Dimana :

P = matrik persentase dampak kenaikan harga BBM = invers matriks yang ditranspose

π = konstanta atau persentase kenaikan BBM V = matrik input BBM oleh sektor-sektor ekonomi

(matriks diagonal sektor BBM)

Total dampak kenaikan harga BBM persektor dapat diperoleh dengan menjumlahkan persentase dampak kenaikan BBM ini pada tiap kolomnya.

Kenaikan harga BBM ini berdampak langsung dan tidak langsung terhadap kenaikan biaya produksi sektor lain. Dampak langsung dari suatu sektor disebabkan sektor tersebut menggunakan BBM langsung yang harganya meningkat sebagai permintaan antaranya. Sedangkan dampak tak langsung dari kenaikan harga BBM ini akibat dari sektor tersebut menggunakan sektor selain BBM yang harganya meningkat karena terkena dampak kenaikan BBM. Sehingga untuk mendapatkan jumlah dampak tidak langsungnya dengan mengurangi persentase dampak total dengan persentase dampak langsung tiap sektornya.

Kenaikan harga BBM menyebabkan perbedaan output total sebelum adanya kenaikan harga BBM dan setelah ada kenaikan harga BBM. Dimana Output total setelah kenaikan diperoleh dari perkalian persentase dampak total

( )

[

I A 1

]

T

( )

[

I A

]

V

P= − 1T

π

(47)

kenaikan harga BBM setiap sektor dengan output sebelum kenaikan harga BBM pada masing-masing sektornya. Begitu juga dengan perubahan NTB persektornya, cara penghitungan sama yaitu perkalian persentase dampak total kenaikan harga BBM setiap sektor dengan NTB sebelum kenaikan harga BBM pada sektor masing-masing. Kenaikan harga ini mempengaruhi besaran output dan NTB pada sektor ekonomi dan berkaitan erat dengan inflasi. Dengan analisis Tabel I-O 2005 inflasi nasional dapat dihitung dengan cara menghitung persentase perubahan output total setelah kenaikan harga BBM terhadap output total sebelum kenaikan harga BBM.

(48)

Analisis Deskriptif 4.1.1. Struktur Input BBM

Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi atau barang yang umur pemakaiannya kurang dari setahun. Dengan menganalisis input antara sektor BBM akan diketahui sektor mana saja yang memberikan input terbesar dalam proses produksi BBM.

Tabel 1. Lima sektor yang menjadi struktur input terbesar disektor pengilangan BBM di Indonesia tahun 2005

NO. KODE SEKTOR NILAI ( Juta Rp) Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

1 25 Penambangan Migas 7 722 208 93,28

2 63 Lembaga keuangan 242 566 2,93

3 67 Jasa lainnya 67 011 0,81

4 50 Ind mesin, alat-alat & perlengk.listrik 32 565 0,39 5 64 Real estate & jasa perusahaan 29 993 0,36

00 Lainnya 184 010 2,22

JUMLAH 8 278 354 100,00

Sumber : diolah dari tabel I-Otahun 2005 Indonesia

Total input antara sektor BBM di Indonesia tahun 2005 sebesar Rp.

8.278.354 juta dimana sumbangan input antara terbesar diduduki oleh sektor penambangan minyak, gas dan uap panas bumi yaitu Rp.7.722.208 juta atau 98,28 persen. Struktur input antara sektor BBM yang didominasi oleh sektor

(49)

penambangan minyak, gas dan uap panas bumi inilah yang membebani pemerintah jika harga minyak mentah dunia melonjak seperti pada tahun 2008.

Indonesia merupakan negara penghasil minyak mentah, namun kenyataannya pemerintah masih mengimpor minyak mentah yang menjadi input utama dalam memproduksi BBM. Kenaikan harga minyak mentah akan meningkatkan biaya produksi BBM sehingga harga BBM yang diproduksi juga akan meningkat. Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat dilihat lima sektor yang memberikan struktur input antara terbesar bagi sektor BBM. Setelah sektor penambangan minyak, gas dan uap panas bumi menjadi input antara utama industri BBM, maka sektor yang diinput terbesar berikutnya adalah sektor lembaga keuangan yaitu mencapai nilai sebesar Rp. 242.566 juta atau 2,99 persen dari total input antaranya. Sektor lembaga keuangan yang diinput pengilangan BBM memiliki peran yang besar karena cakupannya sangat luas seperti bank, bursa efek, asuransi, modal ventura dan lapangan usaha lainya yang masih berhubungan dengan keuangan.

Struktur input BBM pada urutan ke tiga dipegang oleh sektor jasa lainnya dengan peranan mencapai 0,81 persen dimana nilainya sebesar Rp. 67.011 juta.

Sektor jasa lainnya yang diinput meliputi kegiatan perbengkelan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan maupun reparasi kendaraan yang digunakan dalam proses produksi BBM. Struktur input BBM terbesar selanjutnya adalah industri mesin, alat-alat dan perlengkapan dan sektor real estate dan jasa perusahaan, dimana masing-masing sektor hanya memberikan kontribusi terhadap struktur input totalnya kurang dari 0,4 persen.

(50)

Alokasi Output BBM

Output merupakan nilai produksi yng dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi pada suatu wilayah atau negara, dengan menganalisis output sektor BBM akan diketahui sektor mana saja yang menggunakan output sektor BBM di Indonesia. Output BBM yang dihasilkan dapat dilihat distribusinya sebagai permintaan antara bagi sektor lain maupun permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, stock dan ekspor melalui tabel I-O tahun 2005.

Tabel 2. Lima sektor terbesar yang menggunakan BBM di Indonesia tahun 2005

NO. KODE SEKTOR NILAI ( Juta Rp) Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

1 58 Angkutan darat 18 991 029 20,56

2 54 Bangunan 18 602 024 20,14

3 53 Listrik, gas dan air minum 13 127 684 14,21

4 59 Angkutan air 7 863 140 8,51

5 55 Perdagangan 7 452 394 8,07

00 Lainnya 26 349 008 28,52

JUMLAH 92 385 278 100,00

Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Indonesia

Total permintaan antara dari sektor pengilangan BBM yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 92.385.278 juta dimana 71,48 persennya digunakan oleh lima sektor terbesar yang menggunakan BBM, seperti terlihat pada tabel 2. Sektor angkutan darat merupakan sektor yang input utamanya adalah BBM sehingga permintaan antara sektor terhadap output BBM

Gambar

Gambar 1. Kerangka Tabel Input-Output
Gambar 2.  Ilustrasi Tabel Input Output (3 Sektor)
Gambar 3. Kerangka Penelitian Perekonomian
Tabel 1.  Lima sektor yang menjadi struktur input terbesar   disektor pengilangan BBM di Indonesia tahun 2005
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai informasi yang perlu diperhatikan bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak sebagai salah satu tujuan

o besarnya reaktansi induktif, reaktansi kapasitif,Impedansi rangkaian, tegangan jatuh pada tiap-tiap komponen dan sudut pergeseran fasa pada suatu rangkaian R L C seri dengan tepat.

Hal tersebut didukung oleh Salomon (Widodo &amp; Vidia, 2006:146) yang mengemukakan bahwa “…melalui praktikum guru berharap anak akan lebih paham akan konsep yang

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh kompaksi terhadap munculnya retakan pada green body dan hasil sinter magnet Ba-Sr Heksaferrit, yang bertujuan untuk memperbaiki

Kalsinasi yang dilakukan pada cangkang telur bertujuan untuk mengeliminasi komponen organik dan mengkonversi senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) menjadi kalsium

1) Tata kelola TI pada BPJS Ketenagakerjaan Pangkalpinang sudah berada pada tingkat kematangan yang diharapkan dan sudah cukup baik. Layanan serta mutu layanan sudah

Pada saat bekerja dengan tool shape atau pen untuk membuat suatu bentuk (shape),secara otomatis akan muncul layar shape.Layer tersebut merupakan kombinasi antara

Untuk mensinkronkan pengembangan ekowisata di TNBK dengan tata ruang pembangunan Kabupaten Kapuas Hulu maka Bappeda, Disbudpar, BBTNBKDS, Kompakh dan WWF kerjasama