• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup tersebut, tak jarang dilakukan suatu perbuatan hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup tersebut, tak jarang dilakukan suatu perbuatan hukum"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai individu dalam pergaulan masyarakat selalu memiliki kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan mana tidak hanya sifatnya insidental melainkan setiap saat selama masa hidupnya. Karena dalam pemenuhan kebutuhan hidup tersebut, antara manusia satu dan lainnya saling bergantungan, ketergantungan inilah dikatakan manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri dan melepaskan diri dalam pergaulan masyarakat. untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, tak jarang dilakukan suatu perbuatan hukum berupa jual beli yang tentunya dapat saja dilakukan dan didahului dengan proses perbuatan perjanjian.

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

1

Realita yang terjadi dalam suatu interaksi pergaulan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup tidak mungkin dapat disimpangi. Seperti suatu peristiwa jual beli yang kerap kali dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun seringkali tanpa disadari bahwa peristiwa jual beli yang dilakukan tanpa disadari adalah suatu perbuatan hukum yang juga dapat menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum yang ditimbulkan bisa saja berdampak positif dan negatif.

Berdampak positif apabila sedari awal dilakukannya suatu perbuatan hukum itu

1

Abdulkadir Muhammad, 2002, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, h. 78.

(2)

didasari oleh adanya itikad baik yang tidak datang hanya dari satu pihak tetapi dari pihak lain yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Apabila tidak didasari oleh itikad baik, maka sudah barang tentu akan berakibat negatif yang berujung pada timbulnya suatu permasalahan, konflik ataupun suatu sengketa.

2

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbuatan hukum seperti jual beli sering dilakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada hakekatnya perjanjian jual beli bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu barang yang diperjualbelikan karena dalam jual beli pihak penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya itu kepada pembeli, sedangkan pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga dari barang itu kepada pihak penjual.

Kegiatan jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kejujuran dan itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pembeli yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar.

Umumnya dapat dikatakan, bahwa dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat, pihak yang jujur atau beritikad baik haruslah dilindungi dan sebaliknya pihak yang tidak jujur atau tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya itu. Itikad baik adalah faktor yang paling penting dalam hukum karena tingkah dari anggota masyarakat itu tidak selamanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi ada juga dalam peraturan yang berdasarkan persetujuan masing-masing pihak dan oleh karena peraturan-peraturan tersebut hanya dibuat oleh manusia biasa maka peraturan-peraturan itu tidak ada yang

2

R.Wirjono Prodjodikoro, 2000, Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung,

(selanjutnya disingkat R. Wirjono Prodjodikoro I), h.102.

(3)

sempurna.

Kejujuran dan itikad baik, dapat dilihat dalam dua macam, yaitu pada waktu mulai berlakunya suatu perhubungan hukum atau pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam perhubungan hukum itu.

3

Kejujuran pada waktu mulainya dalam hati sanubari yang bersangkutan, bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi mulai berlakunya perhubungan hukum itu sudah dipenuhi semua, sedang kemudian ternyata bahwa ada syarat yang tidak terpenuhi. Dalam hal yang demikian itu, bagi pihak yang jujur dianggap seolah- olah syarat-syarat tersebut dipenuhi semua, atau dengan kata lain yang jujur tidak boleh dirugikan sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat termaksud di dalam perjanjian itu. Sebaliknya satu pihak dikatakan tidak jujur pada waktu mulai berlakunya perhubungan hukum, apabila ia pada waktu itu tahu betul tentang adanya keadaan yang menghalang-halangi pemenuhan suatu syarat untuk berlakunya perhubungan itu. Sedangkan pihak lain mungkin jujur tentang hal itu, artinya tidak mengetahui adanya hal tersebut. Dalam hal ini pihak yang tidak jujur pada umumnya harus bertanggung jawab atas ketidakjujuran itu dan harus memikul risiko. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata), ketentuan mengenai itikad baik, khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 yang menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ini berarti, bahwa setiap pihak yang membuat perjanjian harus beritikad baik untuk

3

R.Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu,

Sumur, Bandung,(selanjutnya disingkat R. Wirjono Prodjodikoro II), h.56.

(4)

memenuhi apa yang mereka perjanjikan termasuk perjanjian jual-beli.

Itikad baik dalam kontrak merupakan lembaga hukum (rechtsfiguur) yang berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap oleh civil law. Dalam perkembangannya diterima pula dalam hukum kontrak di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australian, Selandia baru, dan Kanada. Walaupun itikad baik menjadi asas penting dalam hukum kontrak di berbagai sistem hukum, tetapi asas itikad baik tersebut masih menimbulkan sejumlah permasalahan terutama yang berkaitan dengan keabstrakan makna itikad baik. Selanjutnya, Sutan Remy Sjahdeini secara umum menggambarkan itikad baik sebagai berikut: “Itikad baik adalah niat dari pihak yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak merugikan kepentingan umum.”

4

Para pihak dalam perjanjian mungkin saja membuat perjanjian jual beli yang obyek perjanjiannya adalah milik pihak tergugat yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian, terhadap permasalahan yang demikian maka hukum perlu memberi perlindungan bagi pihak tergugat yang dirugikan atas perjanjian oleh para pihak tersebut. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi pihak-pihak yang beritikad baik dalam perjanjian maka penelitian perlu dilakukan.

Sebagai contoh kasus dalam konteks perlindungan terhadap pihak tergugat yang dimaksud terlihat dalam Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps, dimana ada perjanjian jual beli rumah yang dilakukan oleh I Nyoman Mandia dengan Purwahyudi yang disepakati dengan ketentuan bahwa I Nyoman Mandia selaku

4

Sutan Remy Sjahdeini, 2003, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia Cet. III, Jakarta

h.112.

(5)

pembeli bersedia membayar lunas rumah tersebut dengan harga Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), dan melunasi cicilan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) milik penjual yakni Hadhi Soekijo atau pengalihan debitur (pengalihan hutang) kepada debitur baru yakni I Nyoman Mandia selaku pembeli, tetapi sertifikat tanah yang dijadikan agunan/jaminan itu setelah pelunasan cicilan oleh pihak bank selaku tergugat III tanpa alasan yang jelas tidak diijinkan diambil oleh penggugat yakni I Nyoman Mandia beserta dokumen pokok kredit lainnya atas rumah beserta tanah sengketa yang sampai saat ini masih disimpan tergugat III.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat tema tentang :

“Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beritikad Baik Dalam Perjanjian Jual Beli.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps dalam perjanjian jual beli?

2. Bagaimana Akibat Hukum dari perjanjian jual beli yang obyek jual belinya milik pihak tergugat dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini, untuk memudahkan dalam menelaah dan tidak melebar ke

permasalahan lain, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Penulisan

penelitian ini meliputi masalah-masalah antara lain implementasi perlindungan

hukum terhadap pihak yang beritikad baik dengan adanya Putusan Nomor

(6)

722/Pdt.G/2014/PN.Dps dalam perjanjian jual beli dan Akibat Hukum dari perjanjian jual beli yang obyek jual belinya milik pihak tergugat dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps.

1.4 Orisinalitas Penulisan

Penelitian ini merupakan hasil karya tulis asli yang penulis kerjakan sendiri dengan tidak ada unsur plagiasi dari hasil karya tulis manapun. Adapun hasil karya tulis lainnya yang dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara hasil karya tulis ini dengan karya tulis lainnya dapat diperhatikan mulai dari judul, masalah yang dikaji. Lebih lanjut diuraikan sebagai berikut :

Tabel

Nomor Peneliti Judul Rumusan Masalah

1 Wita

Sumarjono C.

Setiawan, Universitas Diponegoro tahun 2010

Penerapan Asas Kebebasan

Berkontrak Dalam Pembuatan

Perjanjian Franchise Pizza Hut"

1) Apakah asas itikad baik dan kepatuhan telah

menjadi landasan bagi para pihak pada waktu membuat perjanjian ?

2) Apakah kebebasan berkontrak telah menjadi landasan bagi para pihak pada waktu membuat perjanjian ?

2 Antari Inaka, Universitas Gajah Mada tahun 2005

Penerapan Asas Itikad Baik Tahap Prakontraktual Pada Jual Beli Perumahan

1) Apakah asas itikad baik

dilaksanakan dalam

perjanjian jual beli

perumahan pada tahap

prakontraktual ?

(7)

2) Bagaimana perlindungan hukum yang dapat

digunakan oleh konsumen perumahan ketika

kesepakatan

prakontraktual tidak termuat dalam perjanjian jual beli ?

3 Fathul Laila, Universitas Muhammadiyah tahun 2009

Tinjauan Asas Itikad Baik (Good Faith) Dalam Pembuatan Akta Notariil (Studi Kasus Di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta)

1. Bagaimana Implementasi Asas Itikad Baik Notaris Dalam Pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ?

2. Bagaimana Implementasi Asas Itikad Baik Para Penghadap Dalam

Pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ? Sedangkan dalam penelitian ini, mengambil judul tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pihak yang Beritikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli (Study Kasus Putusan No. 722/Pdt.G/2014/PN.Dps Tentang Jual Beli Rumah). Dalam penelitian ini membahas mengenai:

1. Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap pihak yang

beritikad baik dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps

dalam perjanjian jual beli?

(8)

2. Bagaimana Akibat Hukum dari perjanjian jual beli yang obyek jual belinya milik pihak tergugat dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/ PN.

Dps?

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu, karena dengan adanya tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut, baik tujuan secara umum maupun khusus. Adapun tujuan tersebut adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar sarjana pada Fakultas Hukum Univeristas Udayana.

2. Untuk memberikan tambahan informasi bagi para pihak yang memerlukan (untuk perkembangan Ilmu hukum).

3. Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan, yaitu mahasiswa harus mampu mengembangkan diri pribadi dan selalu berpandangan obyektif kearah yang lebih baik.

4. Dalam rangka ingin menyumbangkan pikiran sehubungan dengan permasalahan yang ada.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik dalam perjanjian jual beli.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari perjanjian jual beli yang obyek jual

belinya milik pihak tergugat.

(9)

1.6 Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis diharapkan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan terutama mengenai hukum perjanjian khususnya mengenai perjanjian jual beli.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

1.7 Landasan Teoritis

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan arti perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak. Dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

5

Beberapa ajaran saat terjadinya perjanjian antara pihak adalah :

1. Teori kehendak (willstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat;

2. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran;

5

R.Wirjono Prodjodikoro I, Op.cit, h.9.

(10)

3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima;

4. Teori kepercayaan (vertrowenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

Sebagai salah satu contoh dari penjelasan diatas dapat dikemukakan salah satu contoh perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan”.

Berkaitan dengan Pasal 1457 KUHPerdata, Hasanuddin Rahman berpendapat bahwa:

1. Terdapat dua pihak yang saling mengikatkan dirinya, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan jual beli tersebut;

2. Pihak yang satu berhak untuk mendapatkan/ menerima pembayaran dan berkewajiban menyerahkan suatu kebendaan, sedangkan pihak yang lainnya berhak mendapatkan/menerima suatu kebendaan dan berkewajiban menyerahkan suatu pembayaran;

3. Hak bagi pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya, begitupun sebaliknya, kewajiban bagi pihak yang satu merupakan hak bagi pihak yang lain;

4. Bila salah satu hak tidak terpenuhi atau kewajiban tidak dipenuhi oleh

(11)

salah satu pihak, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli;

6

Berdasarkan penjelasan para sarjana di atas, jual beli merupakan suatu bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

Jual beli senantiasa terletak pada dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran pada pihak lainnya. Pada sisi hukum perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

Walaupun demikian KUH Perdata melihat jual beli hanya dari sisi perikatan semata-mata, yaitu dalam bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan, dari masing-masing pihak secara bertimbal balik, oleh karena itu jual beli dimasukkan dalam Buku Ketiga KUH Perdata tentang perikatan.

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata membahas mengenai pelaksanaan suatu perjanjian dan berbunyi :” Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu, tetapi juga oleh itikad baik. Asas itikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu :

1. Itikad baik dalam arti obyektif, bahwa suatu perjanjian yang dibuat haruslah dilakukan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan

6

Hasanuddin Rahman, 2003, Contract Drafting, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.24.

(12)

dan kesusilaan yang berarti bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

2. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu pengertian itikad baik yang terletak dalam sikap batin seseorang. Didalam hukum benda itikad baik ini biasa diartikan dengan kejujuran.

7

Martijn Hasselin menyebutkan semua itikad baik yang bersifat objektif mengacu kepada konsep normatif. Sesungguhnya itikad baik seringkali dilihat sebagai suatu norma tertinggi dari hukum kontrak, hukum perikatan, bahkan hukum perdata. Itikad baik seringpula dikatakan sebagai berhubungan dengan standar moral. Di satu sisi, dikatakan menjadi suatu standar moral itu sendiri, yakni suatu prinsip legal ethical, sehingga itikad baik bermakna honesty. Dengan demikian, pada dasarnya itikad baik bermakna bahwa satu pihak harus memperhatikan kepentingan pihak lainnya di dalam kontrak. Di sisi lain, itikad baik dapat dikatakan sebagai pintu masuk hukum melalui nilai moral (moral values). Dengan keadaan yang demikian itu menjadikan itikad baik sebagai norma terbuka (open norm), yakni suatu norma yang isinya tidak dapat ditetapkan secara abstrak, tetapi ditetapkan melalui kongkretisasi kasus demi kasus dengan memperhatikan kondisi yang ada.

8

Common law Inggris dikenal dua makna itikad baik yang berbeda, yakni good faith performance dan good faith purchase. Good faith performance berkaitan dengan kepatutan (yang objektif), atau reasonableness pelaksanaan

7

R. Subekti, 2001, Hukum Perjanjian. Citra Aditya Bakti, Jakarta (selanjutnya disebut R Subekti I), h. 25.

8

Ridwan Khairandy, 2004, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas

Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, Jakarta, h.34-35.

(13)

kontrak. Di dalam makna yang demikian itu, itikad baik digunakan sebagai implide term, yang digunakan dalam hukum Romawi, mensyaratkan adanya kerjasama diantara para pihak untuk tidak menimbulkan kerugian dari reasonableness expectation. Good faith purchase, di lain pihak, berkaitan dengan a contracting party’s subjective state of mind; apakah seseorang membeli dengan itikad baik sepenuhnya digantungkan pada ketidaktauannya, kecurigaan, dan pemberitahuan yang berkaitan dengan kontrak.

9

Menurut Satjipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh Hukum

10

. Perlindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi bila ada yang melakukan Wanprestasi.

11

Jadi perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum baik itu yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum dengan tujuan memberikan suatu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Selain teori-teori yang telah disebutkan di atas guna menjawab permasalahan bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap para pihak yang

9

Ibid, h.161.

10

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Cet. V, Bandung, h. 53

11

Soedikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,

Yogyakarta (Selanjutnya disebut Soedikno Mertokusumo I). h. 8

(14)

beritikad baik dalam perjanjian jual beli tersebut dan akibat hukum dari jual beli yang obyek jual belinya milik pihak tergugat, dapat juga digunakan Prinsip Pacta Sund Servanda dan Teori Tanggung Jawab.

a. Prinsip Pacta Sund Servanda

Pacta Sund Servanda artinya bahwa janji itu mengikat, ini mengajarkan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata Indonesia juga menganut prinsip ini tercantum dalam pasal 1338 KUH Perdata.

b. Teori Tanggung Jawab

Teori tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab dalam perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan tanggung jawab yang berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dikalangan para ahli hukum, baik praktisi maupun teoritis untuk kata tanggung jawab diistilahkan “Responsibility” (verantwoordelijkeheid) maupun “liability”.

12

Tanggung jawab menurut pengertian hukum adalah kewajiban memikul pertanggungjawaban dan kerugian yang diderita bila dituntut baik dalam hukum maupun dalam administrasi.

Pada umumnya setiap orang harus bertanggung jawab (aansprakljik) atas perbuatannya, oleh karena itu bertanggung jawab dalam pengertian hukum berarti suatu keterikatan. Dengan demikian tanggung jawab hukum (legal responsibility) sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan

12

Ahmadi Miru, 2008, Hukum Perikatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.32.

(15)

hukum. Bila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja, maka orang hanya terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum diantara mereka.

13

Akibat hukum dalam hal para pihak ingkar janji dalam suatu perjanjian maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dibatalkan.

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini penulis mempergunakan metode penelitian yuridis empiris.

Metode penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dengan kenyataan di lapangan, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk memenuhi kepuasan akademik. Jenis penelitian hukum empiris ini bertujuan untuk mengungkapkan fenomena hukum dalam kehidupan nyata dalam masyarakat.

14

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus yakni penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang suatu keadaan tertentu yang ada sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok lembaga atau masyarakat. Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.

Peneliti memilih salah satu kasus dan mempelajarinya secara mendalam dan

13

Ibid, h.33.

14

Kasiram. M., 2008, Metodelogi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, UIN Malang Press,

Malang, h. 23.

(16)

dalam jangka waktu tertentu. Kasus yang dipelajari tersebut yakni kasus jual beli rumah dalam Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps.

1.8.3 Sifat Penelitian

Penulisan skripsi ini penelitian yang digunakan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

15

1.8.4 Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan dilakukan di Pengadilan Negeri Denpasar.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui hasil penelitian kepustakaan (library research). Data primer didapat langsung dari responden maupun informan, dan data sekunder diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya melainkan bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu dari data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum.

16

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data kepustakaan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, dengan cara mempelajari literatur yang memiliki hubungan dengan topik permasalahan, kemudian dikumpulkan dan dicatat sedemikian rupa. Dan teknik pengumpulan data di lapangan dengan mengadakan wawancara atau

15

Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h. 34.

16

Ibid, h.35.

(17)

interview secara langsung kepada hakim di Pengadilan Negeri Denpasar.

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah teknik non probability sampling yaitu tidak semua subyek atau individu mendapat kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.

17

Jenis teknik non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Dalam teknik Purposive Sampling, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukkan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. Pada penelitian dipilihlah sampel yakni hakim pada Pengadilan Negeri Denpasar.

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan teknik kualitatif, artinya data yang terkumpul dikelompokkan sedemikian rupa dan diberi makna, kemudian diambil yang dianggap relevan dengan permasalahan. Setelah itu dihubungkan dengan teori- teori, pendapat para sarjana yang ada dalam kepustakaan. Data yang sudah diolah dan dianalisis ini kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan atau memberikan gambaran yang jelas tentang jawaban masalahnya.

17

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,

h. 156.

Referensi

Dokumen terkait

contoh perbuatan melawan hukum yang dapat Notaris dan PPAT lakukan antara lain adalah pemalsuan akta otentik, membuat keterangan palsu atau merubah isi dalam perjanjian jual

Terhadap permasalahan kedua, akan dijabarkan mengenai akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem

Berdasarkan pemaparan yang penulis uraikan di atas, penulis tertarik untuk menuangkan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian jual beli makanan antara Katering

Hasil studi ini menunjukan bahwa perjanjian pengikatan jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak sah namun memiliki kekuatan hukum yang lemah; meninggalnya salah

Penelitian tentang perlindungan hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian jual beli Gebyok ukir di Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara, diharapkan

yang dilakukan dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual

Contoh kasus tersebut merupakan salah satu dari berbagai masalah yang terjadi dalam perjanjian jual beli antara pihak developer dan pihak konsumen, karena terkadang pihak

Upaya Hukum yang dilakukan para pihak apabila terjadi wanprestasi dalam transaksi perjanjian jual beli melalui internet e-commerce di Indonesia yaitu melalui cara litigasi dan non