• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Kerangka Umum Penelitian

Pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi (production centered development) ke arah pembangunan yang tidak hanya mementingkan pertumbuhan tetapi juga mengarah kepada pemerataan dan keberlanjutan (people centered development), telah membawa implikasi pada bergesernya paradigma pembangunan wilayah yang semula cenderung bersifat top down dan sektoral menjadi pembangunan wilayah yang selain bersifat bottom up juga berdasarkan pada potensi sumber daya yang dimiliki suatu wilayah dengan mempertimbangkan asas pemerataan serta keberkelanjutan.

Pembangunan wilayah merupakan upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan kesejahteraan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Konsep pembangunan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip (1) Berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi.

Upaya untuk mendorong tercapainya pembangunan wilayah seperti prinsip- prinsip di atas, maka diperlukan keterpaduan perencanaan baik intra daerah maupun inter daerah. Salah satu bentuk keterpaduan perencanaan pembangunan adalah membentuk sinergi antar daerah dalam bentuk pengembangan kawasan strategis yang mencakup beberapa kabupaten dan kota dengan keberagaman potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sangat diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman dari pelaku perekonomian (stakeholder), dalam hal ini pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan serta masyarakat, terhadap potensi sumber daya yang dimiliki serta harus didukung dengan kemampuan daerah dalam menganalisis potensi dan menentukan sektor prioritas sehingga akan sangat membantu dalam proses pengembangan wilayah.

(2)

Keterpaduan perencanaan wilayah baik intra daerah maupun inter daerah perlu dilakukan karena setiap wilayah memiliki karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan dan sumberdaya sosial yang berbeda- beda dan memiliki terbatas. Sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatannya perlu dilakukan secara berimbang dan berkelanjutan demi keberlangsungan pembangunan untuk generasi berikutnya.

Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki setiap wilayah perlu diidentifikasi dengan mengetahui potensi sumberdaya wilayah dan sektor unggulan wilayah.

Kedua hal tersebut menjadi penting untuk bahan informasi bagi suatu wilayah untuk melakukan perencanaan secara terpadu dengan wilayah lain, sehingga keterkaitan spasial inter-regional akan terwujud sebagai upaya untuk mewujudkan strategi pengembangan inter-regional yang berimbang seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

(3)

Kerangka Metode Penelitian

Pada Gambar 6 secara ringkas dijelaskan proses penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Secara detail tahapan proses ini disampaikan pada bagian Metode Analisis.

TUJUAN ANALISIS

MENENTUKAN BATASAN KAWASAN JOGLOSEMAR

DATA ALIRAN BARANG ANTAR KABUPATEN/KOTA DI JATENG

& DIY

PANGSA ALIRAN

BARANG ANALISIS FAKTOR ANALISIS KLUSTER

BATASAN KAWASAN JOGLOSEMAR

MENGANALISIS HIRARKI PEMUSATAN AKTIVITAS

SEKTOR EKONOMI

DATA PDRB KABUPATEN/KOTA

DI KAWASAN JOGLOSEMAR LOCATION QUOTIENT (LQ)

HIRARKI PUSAT-PUSAT AKTIVITAS EKONOMI

ANALISIS FAKTOR

ANALISIS KLASTER

MENGANALISIS TIPOLOGI DAN PEMETAAN KONFIGURASI SPASIAL

DATA PODES ST 2003, PODES SE 2006 KABUPATEN/KOTA DALAM ANGKA TAHUN 2006

PENYUSUNAN VARIABEL

INDIKATOR ANALISIS PCA

INDEKS-INDEKS KOMPOSIT TIPOLOGI

WILAYAH

PEMETAAN KONFIGURASI SPASIAL KARAKTERISTIK

WILAYAH

SPASIAL DURBIN MODEL

KETERKAITAN ANTAR WILAYAH STRUKTUR KETERKAITAN

ANTAR WILAYAH

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN MENGANALISIS

INTERAKSI SPASIAL ANTAR DAERAH

MEMBERI ARAHAN PENENTUAN STRATEGI &

IMPLIKASI KEBIJAKAN

ELASTISITAS

Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian

(4)

Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dimana Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang sebagai kota utama atau simpul kawasan. Peta wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Juni-Nopember 2007.

Gambar 7. Peta Wilayah Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder antara lain : PDRB Provinsi Jawa Tengah, PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Data statistik ekonomi, penduduk, infrastruktur atau sarana prasarana wilayah, data potensi desa (Podes ST 2003 dan Podes SE 2006), dan peta administrasi Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Instansi atau pihak-pihak yang menjadi sumber pengambilan data dalam penelitian ini antara lain : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta, Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta,serta instansi maupun dinas terkait lainnya.

(5)

Berikut ini pada Tabel 2 dapat dilihat secara ringkas matriks tujuan, metode analisis dan data yang dibutuhkan serta hasil yang diharapkan dari penelitian ini.

Tabel 2. Matriks Tujuan, Metode Analisis dan Data yang digunakan.

NO TUJUAN METODE

ANALISIS

DATA YANG DIGUNAKAN 1. Menentukan

kawasan Joglosemar

Analisis Faktor, Analisis Klaster

Data aliran barang antar kabupaten/kota di Jateng &

DIY tahun 2001 2 Menganalisis

hirarki pusat-pusat aktivitas

Analisis LQ, Analisis Faktor

PDRB Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar Tahun 2005

3. Menganalisis tipologi dan memetakan

konfigurasi spasial

Analisis Faktor dan Analisis Klaster

Podes ST 2003 Podes SE 2006

Kab/Kota dalam angka 4. Menganalisis

interaksi spasial antar daerah

Analisis Ekonometrika Spasial

Data Podes ST 2003,Podes SE 2006, Data tipologi wilayah 5. Memberi arahan

dan strategis pengembangan kawasan kerjasama

Elastisitas Hasil Spatial Durbin Model

Metode Analisis

Metode analisis serta parameter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Metode Penentuan Kawasan

Penentuan batasan kawasan Joglosemar digunakan data aliran barang antar kabupaten/kota di Jawa Tengah dan DIY dengan cara menyusun pangsa aliran baik inflow maupun outflow.

Proses penentuan Kawasan Joglosemar dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Data Aliran Barang antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY disusun pangsa inflow ke masing-masing kota, yaitu Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta (3 variabel).

Disusun juga pangsa outflow dari masing-masing kota yaitu Kota

(6)

Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta (3 variabel).

Kedua data pangsa inflow ke dan outflow dari dilakukan Analisis Faktor (Factor Analysis) yang bertujuan untuk menentukan indeks kekuatan intensitas aliran barang antar Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY lainnya.

2. Analisis klaster (Cluster Analysis) dilakukan dengan mengunakan data pangsa inflow ke dan outflow dari masing-masing Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta.

3. Wilayah yang memiliki kluster yang sama digabung menjadi satu kawasan dengan penciri utama kekuatan aliran barang dari dan ke Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY diluar ketiga kota tersebut.

Secara ringkas metode penentuan batasan kawasan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 8. Diagram Analisis Penentuan Kawasan Joglosemar

(7)

Analisis Pembagian Lokasi (Location Quotient Analysis)

Location Quotient merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Menurut Blakely (1994) menyatakan bahwa LQ ini merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktivitas). Selain itu LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produk lokal suatu wilayah.

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap presentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Analisis LQ dilakukan di Kawasan Joglosemar yang telah ditetapkan pada metode penetapan kawasan sebelumnya. Data yang digunakan untuk melakukan analisis LQ adalah data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha di Kawasan Jglosemar pada tahun 2005.

Persamaan dari LQ ini adalah:

X X

X LQ X

j i ij ij

..

. .

/

/ ...(1)

Dimana:

Xij : aktivitas sektor ke-j di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Joglosemar.

Xi. : total PDRB di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Joglosemar.

X.j : total sektor ke-j di Kawasan Joglosemar.

X.. : total PDRB kabupaten atau kota di Kawasan Joglosemar.

(8)

Untuk dapat menginterprestasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di kabupaten atau kota ke-i secara relatif dibandingkan dengan total Kawasan Joglosemar atau terjadi pemusatan aktifitas di kabupaten atau kota ke-i.

- Jika nilai LQij= 1, maka kabupaten atau kota ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di kabupaten atau kota ke-i sama dengan rata-rata total Kawasan Joglosemar.

- Jika nilai LQij< 1, maka kabupaten atau kota ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah di Kawasan Joglosemar.

Analisis Indikator Karakteristik Wilayah

Analisis indikator karakteristik wilayah di lakukan dengan menyusun variabel indikator yang dilakukan dengan menggunakan data Podes ST 2003 dan Podes SE 2006, Kabupaten dan Kota dalam angka 2006 yang terdiri dari 83 variabel secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 1. Setelah diperoleh varibel indikator maka ditentukan indeks-indeks komposit yang terdiri dari 44 variabel indeks komposit dengan analisis komponen utama (PCA) yang dikelompokkan menjadi : Indeks Komposit Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Alam, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Manusia dan Sosial, Indeks Komposit Tipologi Aktivitas Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Pengendalian Ruang, Indeks Komposit Tipologi Penyediaan Infastruktur dan Fasilitas Publik dan Indeks Komposit Tipologi Pengganggaran Belanja. Penentuan variabel untuk menyusun indeks komposit diidentifikasi dengan rasio, pangsa, indeks diversitas entropy, LQ, dan intensitas. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survey (data sekunder), maka dalam data tersebut sangat potensial terjadi multicollinearity, sehingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dilakukan Principal Components Analysis (PCA).

(9)

Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis / PCA) dilakukan terhadap seluruh variabel indikator (83 variabel) yang telah ditentukan dan mempengaruhi kinerja pembangunan ekonomi daerah, yang meliputi (1) potensi sumberdaya alam, (2) sumberdaya manusia dan sosial, (3) aktivitas ekonomi, (4) pengendalian ruang, (5) infrastruktur dan fasilitas publik, dan (6) penganggaran belanja sehingga dihasilkan 44 variabel indeks komposit.

Dari hasil analisis komponen utama akan diketahui korelasi antara beberapa variabel yang digunakan dari seluruh variabel sumberdaya wilayah dan variabel yang dominan atau mencirikan potensi suatu wilayah.

Analisis komponen utama merupakan salah satu bentuk analisis variabel ganda. Analisis ini digunakan untuk menentukan variabel baru yang dapat mewakili variabel-variabel pembangunan yang merupakan variabel asal.

Variabel baru yang dapat mewakili variabel-variabel pembangunan tersebut disebut sebagai komponen utama. Karena sebenarnya komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel pembangunan asal maka ia akan dapat menggambarkan sebagian atau semua variabel asal tersebut.

Variabel baru yang terbentuk saling ortogonal satu sama lain, tidak ada korelasi seperti pada variabel asal.

Hasil analisis komponen utama akan dihasilkan factor loading dan factor score. Factor loading merupakan bobot masing-masing variabel.

Semakin tinggi bobot suatu variabel maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut mewakili variabel-variabel yang berbobot tinggi (≥ 0,7). Factor score merupakan skor dari setiap kecamatan atau wilayah yang memiliki variabel-variabel asal. Factor score ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun hirarki wilayah berdasarkan indikator dan variabel yang digunakan. Dasar yang dipakai untuk menentukan jumlah factor score yang muncul adalah bahwa nilai eigenvalue lebih dari 1 dengan keragaman

≥70%. Secara ringkas proses pembentukan indeks-indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambar 9 dan untuk masing-masing variabel indeks komposit dapat di lihat pada Lampiran 1.

(10)

Gambar 9. Proses Pembentukan Indeks-indeks Komposit Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah.

Indeks komposit kinerja pembangunan daerah yang dihasilkan selanjutnya dilakukan Analisis Klaster (Cluster Analysis) yang digunakan untuk mengelompokan wilayah-wilayah berdasarkan seluruh variabel-variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah. Sebelum dilakukan analisis klaster (cluster analisis), dilakukan standarisasi (nilai 1 – 9) terhadap faktor skor dari hasil PCA (Saefulhakim, 2007), dengan rumus :

1 8



 

  X

Min Max

Min

N a untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai positif

1 8



 

  X

Max Min

Max

N a untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai negatif

(11)

Keterangan :

N = Nilai hasil standarisasi

a = Nilai masing-masing faktor skor di setiap kecamatan

Analisis Klaster (Cluster analysis) ini merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk mengelompokkan n objek (dalam hal ini adalah kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m < n). Kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang sama akan memiliki keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang berlainan.

Analisis gerombol yang dilakukan sebenarnya didasarkan kepada jarak antar variabel, sehingga kecamatan-kecamatan yang berada dalam klaster yang memiliki karakteristik yang berdekatan (untuk semua variabel).

Dari hasil analisis ini, seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Disamping itu anggota masing-masing klaster tersebut juga akan diketahui. Apabila nilai tengah klaster kemudian diplotkan dalam bentuk grafik akan diketahui pula keunggulan (faktor penciri) masing-masing klaster dari seluruh variabel yang digunakan dalam analisis. Selanjutnya dapat disimpulkan klaster mana yang terbaik berdasarkan seluruh variabel tersebut. Hasil analisis inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan strategi pengembangan kawasan Joglosemar untuk mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di kawasan tersebut berdasarkan karakteristik wilayah sebagai penciri utama.

Berdasarkan kebijakan strategi pengembangan maka dapat disusun instrumen- instrumen yang digunakan untuk mencapai kinerja pembangunan daerah yang optimal.

Secara ringkas proses penentuan pewilayahan dan tipologi wilayah kinerja pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambar 10 berikut :

(12)

Gambar 10. Proses Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah

Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik Wilayah

Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik Wilayah dilakukan dengan menggunakan Indeks Komposit Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Alam, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Manusia dan Sosial, Indeks Komposit Tipologi Aktivitas Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Pengendalian Ruang, Indeks Komposit Tipologi Penyediaan Infastruktur dan Fasilitas Publik serta Indeks Komposit Tipologi Pengganggaran Belanja yang di peroleh dari hasil faktor score dan telah distandardisasi dalam Analisis Komponen Utama, kemudian dipetakan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 (ESRI, 1999)

(13)

Analisis Struktur Keterkaitan Antar Wilayah

Analisis struktur keterkaitan antar wilayah dilakukan dengan metode Spatial Durbin Model, dimana Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah interaksi spasial (spatial interaction). Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena ‘autokorelasi spasial’. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan dari regresi sederhana, yang digunakan untuk data spasial. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada Spasial Durbin Model dalam bentuk matriks kedekatan yang disebut dengan Contiguity Matrix.

Adapun perhitungan Contiguity Matrix untuk mengetahui hubungan perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar kota dan karakteristik fisik wilayah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu:

 Ketetanggaan (batas wilayah).

Jika kedua wilayah berdekatan/bertetanggaan, maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilitas tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misalnya penggunaan SLTP.

Dengan kata lain bahwa /peristiwa di suatu tempat akan dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain.

 Kebalikan jarak antar centroid wilayah.

Semakin besar nilai jarak antara kedua wilayah, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang. Untuk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang bertetanggaan akan memiliki karakteristik fisik alamiah hampir sama yang dimungkinkan karena adanya kemiripan prose alamiah.

(14)

Karakteristik daerah Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar baik dari segi fisik, ekonomi, sosial dan budaya membentuk wilayah yang homogen, jika daerah kabupaten/kota tersebut berbatasan maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilitas tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misal fasilitas pendidikan, kesehatan, jasa dan perdagangan. Jika jarak antara kedua wilayah semakin besar, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang.

Untuk mengakomodasikan pengaruh keterkaitan antar daerah maka di gunakan matriks keterkaitan antar daerah (Wk). Ada dua tipe matriks keterkaitan antar daerah yaitu matriks keterkaitan berdasarkan jarak dan matriks keterkaitan berdasarkan daerah bertetangga/berbatasan langsung. Sementara yang digunakan dalam penelitian ini hanya matriks keterkaitan berdasarkan jarak (jarak centroid) yang merupakan penyesuaian dari metode Studi Pemetaan Potensi Ekonomi Daerah (Saefulhakim, 2007), yaitu :

Matriks keterkaitan berdasarkan jarak antar daerah (W1) yang disusun dengan cara :









320 , 320 2

, 320 1 , 320

320 , 2 2

, 2 1 , 2

320 , 1 2

, 1 1 , 1

1

W W

W

W W W

W

W W

W W

ij

j ij ij

ij a a

W / ...(2)

Analisis spasial berfokus pada kegiatan investigasi pola-pola keterkaitan dari berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan.

Interaksi spasial antar daerah di Kawasan Joglosemar dilakukan dangan menganalisis keterkaitan antar daerah yang dipengaruhi oleh jarak antar daerah dalam mendorong kinerja pembangunan daerah Kabupaten/Kota di Kawasan

(15)

Joglosemar, Interaksi spasial ini dianalisis dengan menggunakan Model Durbin Spasial (Spatial Durbin Model), bentuk model disusun sebagai berikut :

Did=

    

d

d n h a r

ir dr ia

da ih

dh m

dn id

dd

d D N H A R

'

'    

   





m b d k n k

im k kn id

k kd ib

db im

dmMBW DW N

     







h k a k r k

ir k kr ia

k ka ih

k

khW HW AW R

   





m k b k

id ib k kb im

k

kmW MW B

 ...(3)

Peubah tujuan dan peubah-peubah penjelas Model adalah sebagai berikut :

Did : Indeks Komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d dimana d terdiri dari tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtera 1 (F1Kpe) dan pangsa PAD dalam total pendapatan daerah (F2Kpe) di daerah ke-i

Nin : Indeks Komposit tipologi sumberdaya alam ke-n dimana n terdiri dari pangsa areal daerah datar dengan ketinggian sampai 500 m dpl (F1Sda), pangsa areal daerah yang berbukit dengan indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hias (F2Sda), pangsa areal daerah dengan ketinggian antara 1001-2000 m dpl (F3Sda) di daerah ke-i Hih : Indeks Komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h

dimana h terdiri dari dinamika sosial masyarakat yang berupa keragaman institusi sosial (F1Sdm), mata pencaharian penduduk dari sektor perkebunan dan kehutanan (F2Sdm), mata pencaharian penduduk dari sektor peternakan besar dan kecil (F3Sdm), dan mata pencaharian penduduk dari sektor peternakan unggas (F4Sdm) di daerah ke-i

Aia : Indeks Komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a dimana a terdiri dari intensitas populasi ternak besar kecil dan indeks diversitas entropy pencaharian penduduk dari sektor pertanian (F1Aek), jumlah KK pertanian terhadap luas lahan dan intensitas pertanian tanaman pangan dan hias (F2Aek), dan jumlah KK peternakan besar kecil terhadah jumlah populasi ternak (F3Aek) di daerah ke-i.

(16)

Rir : Indeks Komposit tipologi pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari rataan skala penguasaan lahan tanaman pangan dan pola penggunaan lahan pertanian (F1Pru), persentase lahan pertanian dikuasai pemilik dan dikuasai pemilik serta penggarap (F2Pru), konversi ladang ke lahan terbangun dan persentase lahan pertanian dikuasai penggarap (F3Pru), dan rataan skala pengusaaan lahan kehutanan (F4Pru) di daerah ke-i.

Mim : Indeks Komposit penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m dimana m terdiri dari rasio universitas, dokter, toko per 1000 penduduk serta rasio KUD dan non KUD terhadap luas wilayah (F1Ifb), rasio hotel terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah (F2Ifb), dan rasio SLTP per 1000 penduduk (F3Ifb) di daerah ke-i Bib : Indeks Komposit tipologi penganggaran belanja ke-b dimana b terdiri

rasio dana perimbangan terhadap total pendapatan kecamatan dan rasio dana bantuan pemerintah kabupaten terhadap total bantuan (F1Pbe), Rataan perkapita anggaran belanja kecamatan (F2Pbe), rasio pengeluaran anggaran rutin dan lain-lain terhadap total realisasi anggaran kecamatan (F3Pbe), dan rasio pengeluaran anggaran pembangunan terhadap total realisasi anggaran kecamatan dan rasio dana bantuan pemerintah pusat terhadap total bantuan (F4Pbe) di daerah ke-i.

WkDid

: rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d dimana d terdiri dari F1Kpe dan F2Kpe, di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

WkNin

: rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n dimana n terdiri dari F1Sda, F2Sda dan F3Sda di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

WkHih

: rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h dimana h terdiri dari F1Sdm, F2Sdm, F3Sdm dan F4Sdm di daerah- daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

(17)

WkAia

: rataan indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a dimana a terdiri dari F1Aek, F2Aek dan F3Aek di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

WkRir

: rataan indeks komposit pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari F1Pru, F2Pru, F3Pru dan F4Pru di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

WkMim

: rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m dimana m terdiri dari F1Ifb, F2Ifb dan F3Ifb di daerah- daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

WkBib

: rataan indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b dimana b terdiri dari F1Pbe, F2Pbe, F3Pbe dan F4Pbe di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

Parameter-parameter model yang menunjukkan pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke- di daerah ke-i, adalah sebagai berikut :

αd : nilai tengah umum indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d

βdd’ : pengaruh indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d di daerah ke-d

θdn : pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah ke-i

ηdh : pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah ke-i

λda : pengaruh indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a di daerah ke-i

μdr : pengaruh indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah ke-i

ωdm : pengaruh indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah ke-i

γdb : pengaruh indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b di daerah ke-i

(18)

ρkd : pengaruh rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

ρkn : pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

ρkh : pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

ρku : pengaruh rataan indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

ρkr : pengaruh rataan indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

ρkm : pengaruh rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

ρkb : pengaruh rataan indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i

εrd : galat pendugaan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah ke-i

Analisis Strategi Pengembangan Kerjasama Antar Daerah di Kawasan Joglosemar

Analisis strategi pengembangan kerjasama antar daerah di Kawasan Joglosemar di peroleh dengan menggabungkan hasil yang diperoleh dari Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik Wilayah dan Analisis Struktur Keterkaitan antar Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik Wilayah dengan melihat elastisitas koefisien Spatial Durbin Model sehingga dapat ditentukan arahan dan strategi pengembangan wilayah Kawasan Joglosemar untuk menciptakan keberimbangan interaksi spasial antara daerah Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar melalui implikasi kebijakan.

Gambar

Gambar 5. Diagram Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian
Gambar 7. Peta Wilayah Penelitian
Gambar 8. Diagram Analisis Penentuan Kawasan Joglosemar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan masjid lama dan bangunan perluasan menunjukkan kombinasi antara langgam Jawa, berupa atap tajug bersusun dua yang disangga oleh empat sakaguru, dengan langgam Indische

(3) Hambatan dalam pelaksanaan proses pembe- lajaran yang dialami mahasiswa meliputi: (a) bersumber dari bahan praktik termasuk kategori sedang, (b) bersumber dari

Jika menggunakan Augmented reality, maka informasi tentang satwa pada kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta akan lebih cepat dan banyak yang disajikan kepada

Penelitian yang dilakukan oleh Bazleh, Tarkhan&amp;Sheikhmahmoudi (2012) menghasilkan temuan bahwa perilaku asertif memberikan dampak yang sangat kuat terhadap

Peneliti Muhamad Fajar Dismawan yang berjudul “ Model Project Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar ” Berdasarkan hasil penelitian tindakan

3.5.2 menerapkan struktur teks dari teks interaksi transaksional lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait keadaan/ tindakan/ kegiatan/

Hal tersebut menunjukkan penggunaan tenaga kerja pada tanaman kakao menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan oleh petani dalam meningkatkan produktivitas

[r]