• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Pustaka. 1.Pengertian Jual Beli Tanah. a. Pengertian Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Pustaka. 1.Pengertian Jual Beli Tanah. a. Pengertian Tanah"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1.Pengertian Jual Beli Tanah

a. Pengertian Tanah

Dalam kehidupan kita sehari hari tanah tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Manusia hidup serta melakukan aktifitasnya di atas tanah sehingga setiap saat manusia beraktifitas akan selalu berhubungan dengan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah.1 Bahkan sampai kita meningal dunia pun manusia masih membutuhkan tanah. Sebutan tanah dalam bahasa sehari hari dapat dipakai dalam berbagai arti. Maka penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan.

Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu :

1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali;

2. Keadaan bumi di suatu tempat;

3. Permukaan bumi yang di beri batas;

1 G. Kartasapoertra dkk, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah. Rineka cipta, Jakarta,1991, halaman 1.

(2)

2

4. Bahan bahan dari bumi,bumi sebagai bahan sesuatu ( pasir,cadas,napal

dan sebagainya)

Dalam hukum tanah kata “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari Negara…ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang…Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi.2

Selanjutnya penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bagian II (1) menegaskan bahwa : dalam pada itu hanya permukaan bumi saja, yaitu yang disebut tanah, yang dapat dimiliki oleh seseorang.

b. Pengertian Jual Beli

Didalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUUHPdt) Ada berbagai macam jenis perjanjian yang dapat dibuat oleh para pihak. Salah satu perjanjian yang dapat dibuat adalah perjanjian jual beli. Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan3.

Jual beli menyebabkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli ada beberapa pendapat tentang jual beli menurut para ahli :

Menurut M. Yahya Harahap yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual dengan berjanji menyerahkan sesuatu

2 Boedi Harsono, Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Cetakan ke 8,Djambatan, Jakarta,2008 . hlm.18 3Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pasal 1457.

(3)

3

barang / benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri dengan berjanji untuk membayar harganya4.

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi hukum perdata yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan demikian karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hal bagi kedua belah pihak atas tagihan yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Namun, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata melihat jual beli hanya dari sisi perikatannya saja yaitu dalam bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan dari masingmasing pihak secara bertimbal balik satu terhadap lainnya dan karena itu pula maka jual beli dimasukkan dalam Buku Ketiga tentang Perikatan5.

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli tanah dapat diartikan sebagai jual beli tanah dalam pengertian Hukum Adat, mengingat Hukum Agraria yang berlaku adalah Hukum Adat sebagaimana termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang berbunyi :

Hukum Agraria yang berlaku atas, bumi, air dan ruang angkasa adalah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum Agama .6

Dari beberapa pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa jual beli adalah suatu kesepakatan yang mengikat antara penjual dan pembeli dimana pembeli menyerahkan uang untuk mendapatkan suatu barang dan harga. Tanpa

4 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, cetakan kedua, Bandung : Alumni, 1986, halaman 181.

5 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja , Jual Beli, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, halaman 7.

6Sahat HMT Sinaga, jual beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra,Bekasi, 2007, Halaman 18

(4)

4

adanya kesepakatan akan barang yang dijual dan harga yang disetujui antara kedua belah pihak, maka tidak mungkin ada perbuatan hukum jual beli.

c. Jual Beli Tanah di Bawah Tangan

Adapun jual beli yang dilakukan secara di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan maksud untuk memindahkan hak atas tanah dengan cara membuat surat perjanjian dengan materai secukupnya dan telah diketahui oleh Kepala Adat atau Kepala Desa atau Lurah.

Sedangkan obyek dari jual beli itu sendiri adalah tanah bekas hak milik adat, yaitu tanah-tanah yang dulu dimilliki oleh masyarakat pribumi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, sehingga diatur menurut Hukum Adat. Meskipun tanah yang dijadikan obyek jual beli tidak memiliki alat bukti lain selain surat jual beli yang dibuat secara di bawah tangan, tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, maka tanah tersebut tetap dapat didaftarkan.

Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemilik tanah kepada orang lain yang berakibat beralihnya hak dan kewajiban atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui suatu perjanjian jual beli secara adat yang dilakukan di bawah tangan. Peralihan hak atas tangan secara di bawah tangan ini dilakukan di depan kepala desa oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan jual beli yang dilakukan dihadapan para saksi, kerabat dan tetangga.

Peralihan hak atas tanah di bawah tangan ini dilakukan dengan suatu perjanjian yang dibuat diatas kwitansi yang dibubuhi materai atau kertas segel yang didalamnya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang harus ditandatangai oleh para pihak dan saksisaksi. Peralihan hak atas tanah secara jual beli itu walaupun dilakukan dengan di bawah tangan, namun dikuatkan dengan para saksi yang dapat dinyatakan sah menurut Hukum Adat.

(5)

5

d. Jual Beli Tanah Sebelum UUPA

Sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya, didalam masyarakat adat telah terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang di atur sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Ketentuan yang mengatur mengenai penguasaan atas tanah yang terdapat dalam masyarakat bercirikan “ tidak terulis “.7

Setelah belanda menjajah indonesia, belanda mendatangkan peraturan hukum pertanahan yang berlaku di negaranya ke Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap masyarakat Indonesia. Dengan demikian keberadaan hukum agraria yang di bawa dari belanda menggeser kedudukan dari hukum agraria yang telah di akui dan ditaati oleh masyarakt adat tersebut.8

Sebagai akibat politik hukum pemerintah jajahan dulu, maka sebagiamana halnya dengan hukum perdata, hukum tanah pun berstruktur ganda atau dualistik, dengan berlakunya bersamaan perangkat peraturan peraturan hukum tanah adat yang bersumber pada hukum adat yang tidak tertulis dan hukum tanah barat yang pokok-pokok ketentuanya terdapat dalam buku II KUUHPdt, yang merupakan hukum tertulis.9

Dualisme dalam hukum tanah bukan karena para pemegang hak atas tanah berbeda hukum perdatanya, melainkan karena perbedaan hukum yang beraku pada tanahnya. Tanah dalam hukum indonesia mempunyai status atau kedudukan hukum sendiri , terlepas dari status hukum subjek yang mempunyainya. 10

AP Parlindungan menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya UUPA, negara kita masih terdapat dualisme dalam Hukum Agraria, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih berlakunya dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita, yaitu Hukum Adat dan Hukum Barat sehingga terdapat dua macam tanah yaitu tanah adat dan tanah barat.11

7 Supriadi. Hukum Agraria . cetakan ke 5. Sinar grafika. Jakarta. 2012. Halaman 41. 8

Ibid, halaman 41. 9

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Cetakan ke 8, Op. Cit. Halaman 51

10 Ibid, halaman 53. 11

(6)

6

Penulis berpendapat akibat dari politik hukum belanda telah mempengaruhi sistem hukum yang ada (hukum adat) sehingga, sebelum berlakunya UUPA negara kita memiliki dua macam hukum pertanahan yaitu hukum adat dan hukum barat sehingga membedakan peralihan hak kepemilikan tanah baik secara Hukum Adat maupun Hukum Barat dalam hal jual beli juga cara perlindungan hukum dan kepasatian hukum bagi pemilik tanah yang bersangkutan.

i. Menurut Hukum Barat

Dalam ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jual beli adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Sebagaimana Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :

“jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya utuk menyerahkan suatu kebendaaan dan pihak yang lain untuk membayar harganya yang telah dijanjikan.”12

Dijelaskan juga dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana bunyinya :

“jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang telah mencapai kata sepakat tentang kebendaaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”13

Dari Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatas bahwa dengan adanya jual beli hak atas tanah belum berpindah, berpindahnya setelah adanya balik nama.

12

Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pasal 1457 13

(7)

7

Dengan memberhatikan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat dipahami bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu.

Dengan ketentuan yang demikian jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang dijual belikan, demikian harganya, sekalipun benda yang menjadi obyek jual beli belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Hak milik atas tanah yang menjadi obyek jual beli baru dapat beralih kepada pembeli sebagai pemilik tanah yang baru jika dilakukan penyerahan yuridis yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian didaftarkan di kantor pertanahan setempat.

ii. Menurut Hukum Adat

Jual beli menurut hukum adat juga bersifat riil atau nyata yaitu pemindahan hak dari penjual kepada pembeli disertai pembayaran harganya, baik sebagian atau seluruhnya. Dengan penyerahan barangnya kepada pembeli dan pembayaran harganya pada saat jual beli dilakukan maka jual beli tersebut telah selesai dan pembeli telah menjadi pemegang hak yang baru.

Jual beli menurut hukum adat bersifat terang yaitu dilakukan di hadapan Kepala Desa atau Kepala Adat sebagai saksi dengan maksud agar perbuatan itu terang atau diketahui masyarakat dan sah menurut hukum sehingga pembeli mendapat pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik yang baru dan akan memperoleh perlindungan hukum jika di kemudian hari ada gugatan terhadapnya.

Perbuatan jual beli tanah dalam hukum adat tidak bersifat obligatoir karena jual beli tanah dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai yaitu harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat jual beli yang bersangkutan dan pada saat itu pulalah Hak Milik beralih. Dalam hukum adat tidak dikenal adanya penyerahan yuridis sebagai pemenuhan

(8)

8

kewajiban dari penjual, karena apa yang disebut jual beli tanah itu adalah penyerahan hak atas tanah yang dijual kepada pembeli dan pada saat yang sama pembeli membayar penuh kepada penjual harga yang telah disetujui bersama14.

e.Jual Beli Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional (Sesudah Berlakunya

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) )

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada

tanggal 24 September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di

Indonesia, pengertian jual beli tidak sama dengan pengertian jual beli tanah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata.

Boedi Harsono juga menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal lembaga hukum jual beli tanah. Ada yang diatur dalam KUH Perdata yang tertulis dan ada yang diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis. 15

Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria adalah :

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan

keadaan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka

mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

14 Boedi Harsono, Op.Cit., halaman 29. 15

(9)

9

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.16

Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum tanah Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak ditanda tanganinya akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual.

Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan dihadapan kepala desa.

2 . Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

a. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pengertian pendaftaran tanah adalah :

Rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah serta terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.17

16

Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1997, halaman 22

(10)

10

Boedi Harsono menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian di atas bahwa kata-kata “suatu rangkaian kegiatan” menunjukkan kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat."18

Selanjutnya beliau juga berkata bahwa “kata terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan yang sekali dinilai tidak akan ada akhirnya, sedangkan kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum.19

Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, seseorang akan memperoleh atau mendapatkan surat bukti kepemilikan tanah yang biasa disebut sertipikat tanah. Dengan dikeluarkannya sertipikat tanah tersebut seseorang dapat menghindari kemungkinan terjadinya sengketa di kemudian hari mengenai kepemilikan atas tanah.

b. Tujuan Pendaftaran Tanah

Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan PP No. 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas pemerintah yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Sehingga dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 memerinci tujuan dari pendaftaran tanah, yaitu :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak

18

Ibid, Halaman 72-73

(11)

11

lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya. Maka memperoleh sertipikat, bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin oleh undang-undang. Pengertian sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun,dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis (keterangan tentang status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya) dan data fisik (keterangan tentang letak, batas dan luas bidang tanah satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya) suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib adsministrasi di bidang pertanahan.20Maka dari itu pendaftaran tanah itu sendiri dilaksanakan untuk mendapatkan suatu kepastian hukum atas tanah, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi pemegang hak yang bersangkutan, dan wajib melaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mencatatkan data-data yang berkenaan dengan peralihan hak atas tanah

(12)

12

menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, guna mendapatkan sertipikat tanah sebagai alat bukti yang kuat.

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 PP Nomor 24 tahun 1997 di atas, A.P Parlindungan mengatakan bahwa21

(a) Dengan diterbitkanya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum ; (b) di zaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang di perlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memustukan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang dapat di perlukan atas sebidang tanah / bangunan yang ada; (c) sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.

Di Inggris pendaftaran tanah sebagaimana yang di kutip oleh A.P. Parlindungan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang dirumuskan oleh Judicial Committe of the Privacy Council sebagai berikut22

To save person dealing with with registered land form the trouble and expense of going behind the Register in order to investigate the history of their author title and to satisfy themselves of its validity.

Sedangkan dalam hal pendaftaran tanah, didasarkan atas asas-asas yang dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

21

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia ( Berdasarkan PP No. 24 tahun 1997 ) Mandar Maju, Bandung,1999, halaman 2.

(13)

13

Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah.23 Adapun pengertian dari asas-asas tersebut sebagai berikut :

a. Asas Sederhana

Asas sederhana adalah agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur tanah dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak.

b. Asas Aman

Asas aman adalah asas untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuannya.

c. Asas Terjangkau

Asas terjangkau adalah agar pihak-pihak yang memerlukannya terutama golongan ekonomi lemah, dapat terjangkau memberikan pelayanannya.

d. Asas Mutakhir

Asas mutakhir adalah dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaan dan kesinambungan pemeliharaan data pendaftaran tanah, data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi.

e. Asas Terbuka

Asas terbuka adalah menuntut dipeliharanya pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan.

(14)

14

Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.24

c. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi dua kegiatan, yaitu :

1.Pendaftaran tanah pertama kali ( Initial Registration )

Pendaftaran untuk tanah yang belum bersertipikat disebut dengan pendaftaran pertama kali (Initial Registration). Pendaftaran pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.25 Adapun kegiatan pendaftaran pertama kali ini meliputi :

a.Pengumpulan dan pengolahan data

b.Pembuktian hak dan pembukuannya

c.Penyajian data fisik dan data yuridis

d.Penyimpanan daftar umum dan dokumen26

Pelaksanaan pendaftaran pertama dapat dilaksanakan secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

a. Pendaftaran tanah secara sistematik.

Pendaftaran ini adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang

24 Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Rona Publishing.Halaman

163-164.

25

Ibid, Halaman 474

26 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Penerbit Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi 2004, Halaman 525

(15)

15

belum di daftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan yang diprakarsai oleh pemerintah.

Dalam pendaftaran tanah secara sistematik ini diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara sporadik

b. Pendaftaran tanah secara sporadik.

Pendaftaran ini adalah pendaftaran yang kegiatan pendaftaran tanah unuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal atas permintaan pemilik tanah. Jadi pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

2.Pemeliharaan data pendaftaran tanah (Maintenance)

Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Perubahan itu misalnya terjadi sebagai akibat beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yang didaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu yang telah berakhir.27

d. Sistem Pendaftaran Tanah

Dalam pendaftaran tanah dikenal adanya dua macam sistem pendaftaran tanah, yaitu Sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan Sistem pendaftaran hak (registration of titles). Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian yuridisnya, serta bentuk dan tanda bukti haknya. Baik dalam sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, tiap pemberian atau menciptakan hak baru

27

(16)

16

serta pemindahan dan pembebananya dengan hak lain kemudian, harus di buktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dengan sendirinya dimuat data yuridis tanah yang bersangkutan;perbuatan hukumnya;haknya;penerima haknya; hak apa yang di bebankan.28

2. Sistem pendaftaran akta (registration of deeds)

Dalam sistem pendaftaran akta ini, akta-akta yang didaftar oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT). Disini Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif, maksudnya bahwa ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Maka dalam sistem ini data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan.

2. Sistem pendaftaran hak (registration of titles)

Dalam sistem pendaftaran hak ini, setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan, juga harus dibuktikan dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar melainkan haknya. Data tanah disimpan dalam buku tanah (register). Dalam pendaftaran hak ini, pejabat pendaftaran tanah (PPT) harus bersikap aktif dalam memindahkan data. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan sertipikat, yang merupakan salinan register, yang terdiri dari salinan buku tanah yang dilampiri surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen.

Sistem pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia adalah sistempendaftaran hak (registration of titles), sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, bukan sistem pendaftaran akta. Hal tersebut tampak adanya buku tanah sebagai dokumen

28

Boedi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria-Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanannya Hukum Agraria Indonesia, Op.Cit, Halaman 76

(17)

17

yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti.29

e. Sistem Publikasi Yang Digunakan

Mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah sistem publikasi yang di gunakan di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif.30 Sistem Publikasi yang di dikenal dalam pendaftaran tanah, yaitu:

1. Sistem publikasi positif

Menurut sistem publikasi positif ini, suatu sertipikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti atas tanah. Ciri pokok sistem positif ini adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah adalah tidak dapat dibantah. Dengan demikian, sistem publikasi positif ini memberikan jaminan yang mutlak terhadap buku tanah, walaupun ternyata pemegang sertipikat bukanlah pemilik yang sebenarnya. 31

Keuntungan dari sistem positif ini, terletak pada adanya kepastian hukum bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak adalah pemegang hak yang sah dan dilindungi oleh hukum.

Kelemahan dari sistem positif ini ialah bahwa pendaftaran tanah atas nama seseorang yang tidak berhak dapat menghapuskan hak orang lain atas tanah.

29

Boedi Harsono , Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Penerbit Djambatan, Op.Cit., Halaman 477

30

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya,Ed.Rev.Cet.10,Jakarta:Djambatan,2005.hlm.477.

(18)

18

2. Sistem publikasi negatif

Dalam sistem publikasi negatif ini, bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Sistem publikasi ini dikenal dengan asas Nemo Plus Yuris yakni suatu asas yang menyatakan seseorang tidak boleh melakukan jual beli kalau dia tidak berwenang atas tanah yang bersangkutan. Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan karena sertipikat sebagai alat bukti yang kuat yang artinya masih dimungkinkan adanya perubahan kalau terjadi kekeliruan. 32

Keuntungan dari sistem negatif ini adalah pendaftaran akta-akta peralihan hak dapat diselenggarakan dengan baik apabila data yang diserahkan dilandaskan atas adanya kebenaran yang diperoleh dengan cara formal.

Kelemahan dari sistem negatif adalah terletak dalam hal pemerintah sendiri tidak dapat memberikan jaminan kebenaran atas isi dari daftar-daftar umum yang diadakan dalam proses pendaftaran hak, sehingga membuat masyarakat menjadi ragu untuk mendafttarkan tanah miliknya, karena apabila pemerintah sendiri tidak dapat memberikan jaminan kepastian kebenaran, maka masyarakat akan merasa bahwa mereka tidak mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan.

Berdasarkan sistem publikasi yang dianut oleh Undang-Undang pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalahpendaftaran tanah menggunakan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, yaitu pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat menyajikan data yang benar dalam buku tanah dan surat ukur. Hingga selama tidak dapat dibuktikan data yang disajikan dalam buku tanah dan surat ukur harus diterima sebagai data yang benar. Karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam :

(19)

19

a. Pasal 19 ayat (2) huruf c yang berbunyi : “pemberian surat-surat tanda

bukti hak, yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat “

b. Pasal 23 ayat (2) berbunyi “ Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)

merupakan alat bukti yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut”

c. Pasal 32 ayat (2) berbunyi “ Pendaftaran termaksud dalam ayat (1)

merupakan alat pembuktian yag kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.”

d. Pasal 38 ayat (2) yang berbuyi “ Pendaftaran yang termaksud dalam ayat

(1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.”33

Tata cara pendaftaran tanah yang belum bersertipikat yang telah dijual belikan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu :

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menyerahkan dokumendokumen jual beli tanah yang lengkap kepada kantor Pertanahan.

2. Kepala kantor pertanahan kemudian meneliti kelengkapan dokumen tersebut.

3. Kemudian dilakukan pengumpulan keterangan dan data tentang tanah tersebut, sehingga akan diperoleh :

a. Data phisik yaitu data mengenai tanahnya yaitu lokasi, batasbatas dan luas tanah, bangunan dan tanaman yang ada diatasnya, lalu dibuatlah daftar isian data phisik.

b. Data yuridis yaitu data mengenai hak atas tanah yang berupa haknya apa, siapa pemegang haknya, ada atau tidaknya orang lain di atas tanah tersebut, lalu dibuatlah daftar isian data yuridisnya.

33

(20)

20

4. Kemudian dilakukan pengumuman di kantor pertanahan dan di kelurahan, untuk pendaftaran sistematik lamanya kurang lebih 1 bulan dan untuk pendaftaran sporadik lamanya kurang lebih 2 bulan. Pengumuman ini bertujuan untuk memberikan kesempatan para pihak lain yang berkepentingan atas tanah tersebut untuk mengajukan keberatan dan gugatan.

5. Kantor pertanahan akan menerbitkan sertipikat tanah, untuk pendaftaran pertama kali, sedangkan untuk pemeliharaan maka sertipikat tanah akan dibalik nama atas nama pemilik yang baru atau pemegang hak baru.

6. Pemberian sertipikat tanah kepada pemegang hak

7. Pasal 19 ayat 2 (c) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan, bahwa sertipikat sebagai tanda bukti hak yang berlaku pembuktian yang kuat.

Boedi Harsono juga menegaskan bahwa, maksud dari sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat adalah selama tidak ada bantahan harus diterima sebagai keterangan yang benar. Tidak ditentukan bahwa sertipikat merupakan satu-satunya pembuktian, jadi masih dimungkinkan adanya alat pembuktian lainya.34

Selanjutya pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa, orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama lima tahun sejak dikeluarkan sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain dengan itikat baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujannya.

Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti kepemilikan sah hak atas tanah yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan melihat ketentuan Pasal 19 UUPA diketahui bahwa hasil dari pendaftaran tanah yaitu dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat bukti

34

(21)

21

kepemilikan hak yang kuat. Sertipikat hak atas tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen35

Dalam UUPA tidak pernah disebut sertifikat tanah, namun seperti yang dijumpai dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c ada disebutkan “surat tanda bukti hak”. Dalam pengertian sehari - hari surat tanda bukti hak ini sudah sering ditafsirkan sebagai sertifikat tanah. Dan penulispun di sini membuat pengertian yang sama bahwa urat tanda bukti hak adalah sertifikat. Sebagaimana kalimat ini tersebut dalam sampul map yang berlogo burung Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau gambar situasi tanah tersebut. Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda “Certificat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau dikatakan Sertifikat Tanah adalah surat keterangan yang membuktian hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang -bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Inilah yang disebut sertifikat tanah.36

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Desa Popongan

a. Wilayah Desa Popongan

Popongan merupakan sebuah desa di kecamatan Bringin, kabupaten

Semarang. Jawa Tengah, Indonesia. Desa Popongan terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Petet, dusun Bantar dan dusun Popongan. Sebagian masyarakat desa Popongan bermatapencaharian sebagai petani tetapi banyak juga yang bekerja di pabrik-pabrik setempat. Desa Popongan terletak di antara pohon karet, hutan karet yang sangat luas mengelilingi desa ini namun terdapat dampak negativ akibat adanya hutan karet tersebut di antaranya adalah limbah karet yang meluap ketika hujan dan mengeluarkan aroma yang tidak sedap sehingga dapat menggangu

35 Ibid, halaman 78 36 Ibid, halaman 65

(22)

22

pernapasan. Luas desa Popongan sendiri hanya 2,08 km2. Yang berarti hanya 3,36 % dari luas keseluruhan wilayah kecamatan Bringin. 37

b. Jumlah Penduduk Desa Popongan

Penduduk desa Popongan berjumlah dari 2.007 jiwa. Yang terdiri dari 1037 laki laki dan 970 perempuan. Penduduk desa Popongan tersebar menjadi 3 dusun yaitu Dusun Bantar, Dusun Popongan dan Dusun Petet. Berikut merupakan rekapitulasi jumlah penduduk desa Popongan :

Tabel 1

Jumlah Penduduk Desa Popongan

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016 Tabel 2

Jumlah Penduduk Desa Popongan Menurut Umur

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa pada jumlah penduduk di Desa Popongan ini jika dilihat dari umur maka kelompok umur 0 – 4 tahun yaitu jumlah penduduk masih tergolong balita (dibawah umur lima tahun) jumlah anak laki-laki lebih banyak daripada jumlah anak perempuan. Begitu pula pada kelompok umur 5 – 9 tahun jumlah penduduk laki-laki lebih

37Data strategis kecamatan Bringin, kabupaten Semarang.

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1037 970 2007

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 - 4 88 74 162 5 – 9 84 66 150 10 – 14 116 74 190 15 – 19 133 136 269 20 – 24 118 79 197 25 – 29 85 88 173 30 – 39 125 270 395 40 – 49 101 138 159 50 – 59 98 83 181 60 + 63 102 165 Jumlah 1037 970 2007

(23)

23

banyak daripada jumlah penduduk perempuan dan kelompok umur 10 - 14 tahun jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan. Lain halnya dengan jumlah penduduk pada kelompok umur 15 – 19 tahun jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Pada kelompok umur 20-24 tahun jumlah penduduk laki laki lebih banyak dari perempuan. Pada kelompok umur 25 – 29 tahun jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki laki. Kelompok umur 30 – 39 penduduk yang berjenis kelamin laki lakilebih banyak daripada perempuan pada kelompok 50 – 59. Dan pada kelompok umur 60 lebih jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki laki. Jumlah penduduk laki-laki di Desa Popongan Kecamatan Bringin ini berjumlah 1.037 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 970 jiwa. Jadi total dari jumlah penduduk Desa Popongan Kecamatan Bringin ini berjumlah 2.007 jiwa.

c. Pendidikan Penduduk Desa Popongan Tabel 3

Pendidikan Penduduk Desa Popongan

Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Tidak Tamat SD 165 131 296 Tamat SD 239 234 473 Tamat SLTP 253 240 494 Tamat SLTA 158 138 296 Tamat SMK 35 14 49 Tamat DI/DII 2 9 11 Tamat DIII / Akademi 7 6 13 Sarjana / S1 27 13 41 S II/S3 1 - Jumlah 887 785 1672

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Berdasarkan tabel di atas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Popongan. Dari tabel di atas mayoritas penduduk desa Popongan berpendidikan tamat SLTP dan penduduk desa Popongan tidak ada yang berpendidikan SII atau S3.

(24)

24

d. Mata Pencaharian Penduduk Desa Popongan Tabel 4

Mata Pencaharian Penduduk Desa Popongan

Jenis

Mata Pencaharian Jumlah

Petani 296 Buruh Industri 113 Nelayan - Pedagang 94 Pengangkutan 15 Buruh Bangunan 72 Pedagang 384 Pegawai Swasta 17 PNS 96 Perangkat Desa 13 Guru 34 Perawat/Dokter 5 Rumah makan /Pengusaha 39 Total 1178

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Tabel di atas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan matapencaharian, penduduk desa Popongan mayoritas bermatapencaharian sebagai Petani mengingat sebagian wilayahnya persawahan dan ladang di susul oleh Buruh industri, karena di sekitar desa Popongan terdapat Pabrik Karet Nusantara.

(25)

25

Sedangkan matapencaharian paling sedikit adalah perawat atau dokter yang berkerja di Puskesmas setempat.

e. Penggunaan lahan desa Popongan

Tabel 5

Luas penggunaan Lahan ( Ha)

Penggunaan Lahan

Pertanian Bukan Pertanian Sawah Bukan Sawah

99,73 Ha 46,97 Ha 61, 39 ( Ha)

Total 208,00 Ha

Dari tabel di atas menunjukan bahwa penggunaan lahan pertanian Sawah sebanyak 99,73 Ha dan lahan pertanian bukan sawah sebanyak 46,97 Ha. Sedangkan lahan bukan pertanian sebanyak 61.39 Ha dan total keseluruhanya sebanyak 99,73 Ha. Lahan pertanian, Lahan Pertanian bukan Sawah dan Lahan bukan pertanian terbagi menjadi beberapa bagian yang akan di jelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 6

Lahan Pertanian Bukan Sawah Desa Popongan

Jenis Lahan

Lahan Pertanian Bukan Sawah Tegalan /Kebun 29.36 Ha

(26)

26 Ladang/ Huma 0 Perkebunan 14,96 Ha Tambak 0 Hutan Rakyat 2,55 Ha Total 46,87 Ha

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Pada tabel di atas jenis lahan Tegalan atau kebun merupakan lahan pertanian bukan sawah terbesar dengan luas 29,36 Ha. Perkebunan dengan luas 14,96 Ha dan luas terkecil yaitu lahan Hutan Rakyat dengan luas lahan 2,55 Ha.

Tabel 7

Lahan Pertanian Sawah

Jenis Lahan

Lahan Pertanian Bukan Sawah Irigasi 83,78 Ha Tadah Hujan 15,96 Ha Pasang Surut 0 Lebak 0 Lainya 0 Total 99,73 Ha

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Pada tabel di atas jenis lahan pertanian Irigiasi merupakan lahan pertanian terbesar dengan luas 83,78 Ha dan luas terkecil yaitu lahan pertanian tadah hujan dengan luas lahan 15,96 Ha dan total keseluruhan lahan pertanian sawah 99.73 Ha.

Tabel 8

Lahan Bukan Persawahan

Jenis Lahan Lahan Bukan Persawahan Rumah / Bangunan 46.32 Ha Sungai, Kuburan, dll 15,07 Ha Hutan Negara 0 Rawa 0 Total 61,39 Ha

(27)

27

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Pada tabel di atas jenis lahan bukan pertanian rumah atau bangunan merupakan lahan bukan persawahan terbesar dengan luas 46,32 Ha dan luas terkecil yaitu Sungai, Kuburan ,dll dengan luas lahan 15,07 Ha dan total keseluruhan lahan bukan persawahan 61,39 Ha.

f. Pemilikan Sertipikat Desa Popongan Tabel 9

Pemilikan Sertitipikat

Jenis Tata Guna Tanah

Belum Bersertipikat 555 Bidang Sudah Bersertipikat 382 Bidang Tanah Sawah 2 Ha 50 Sertipikat, 6.5 Ha Tanah Kering 100 Ha 333 Sertipikat,20 Ha

Pada tabel di atas jumlah tanah yang belum bersertipikat berjumlah 555 bidang tana, dengan luas tanah sawah 2 Ha dan tanah kering 100 Ha. Jumlah tanah yang sudah bersertipikat adalah 382

g. Responden Penjual dan Pembeli di Desa Popongan

1. Responden bernama Aji Setiawan sebagai penjual beralamat di Soko

Rt4/Rw7 Sidorejo Lor Salatiga dengan bermata pencaharian sebagai

pedagang ia menjual tanah pekarangan kepada Sarmin warga Kapung

Rt4/Rw4 Tanggungharjo Kabupaten Grobokan yang bermata pencaharian

sebagai petani.

2. Responden kedua bernama Taufik selaku penjual ini dahulu beralamat di

Dusun Karanglo desa Bringin RT02/RW.01 dengan mata pencaharian

(28)

28

beralamat di Dusun Bantar desa Popongan RT02/RW.01 jual beli ini

terjadi pada tanggal 16 Februari 2016 di Dusun Petet RT001/RW.02 desa

Popongan Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang,

3. Responden ketiga bernama Sugiarto selaku penjual yang beralamat di desa

Timo Kelurahan Tlompakan RW.004/RT.002 kecamatan tuntang yang

bermata pencaharian sebagai pedagang. yang beralamat di jalan Mbah Parmin. Beliau mempunyai tanah di dusun Bantar RW/001RT.003 desa Popongan ia menjual tanah tegal kepada Mbah Parmin yang merupakan

tetangganya yang beralamat di dusun Petet RW.003/RT.001 desa Popongan yang berkerja sebagai pensiunan.

h. Praktik Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan Di Desa Popongan 1. Hasil Wawancara dengan Penjual

a. berdasarkan wawancara dengan Aji Setiawan beliau menjuual tanah kepada Sarmin pada hari sabtu tanggal 24 juni tahun 2017. Objek tanah yang di perjual belikan berada di Dusun Popongan RT02/RW.02 Desa Popongan Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang dengan luas 129,5 m2 tanah ini merupakan tanah pekarangan. Awalnya ia di hubungi oleh Sarmin untuk bernegoisasi atas tanah tersebut. Setelah bernegoisasi dan terjadi kesepakatan harga sebesar Rp.25.000.000. Setelah terjadi kesepakatan harga keduanya lalu menghadap kepala Dusun Popongan, Lalu kepala dusun popongan menyepakati tanggal untuk di tanda tanganinya surat pernyataan tersebut. Setelah penjual dan pembeli bersepakat mengenai tanggal di tentukanya tanggal yaitu 24 Juni 2017, pada tanggal tersebut mereka berkumpul di rumah kepala Dusun Popongan. Pada hari itu perjanjain jual beli di tuangkan di dalam surat pernyataan jual yang isinya telah terjadi peralihan hak atas tanah yang sudah di sepakati. Surat pernyataan tersebut di tanda tangani oleh para pihak di atas materai 6.000 dan kemudian para saksi – saksi menandatangani surat pernyataan jual beli tersebut.38 Kemudian surat pernyataan asli di berikan kepada pembeli

(29)

29

sedangkan copyanya di berikan kepada penjual dan kepala dusun beserta kwitansinya.

b. Berdasarkan wawancara dengan responden kedua bernama Taufik mengatakan telah menjual tanah sawahnya kepada Karsih 2 tahun yang lalu. Pada tanggal 7 agustus 2016,beliau menjual tanah dengan harga 40.000.000 rupiah, namun harga yang di sepakati ntara sebesar 35.000.000 rupiah. Menurut hukum adat desa Popongan jika ada warga desa yang melakukan jual beli haruslah melapor ke kepala Dusun, kemudian mereka datang ke Kepala Dusun untuk melaporkan adanya jual beli tanah tersebut. Mereka sudah mendatangkan saksi saksi yaitu istri beliau sendiri dan tetangga, pada hari itu juga surat pernyataan yang sudah di siapkan oleh Kepala Dusun di tanda tangani oleh penjual dan pembeli berserta saksi saksi di rumah kepala Dusun. Karsih mendapatkan bukti kwitansi dan surat pernyataan jual beli yang asli . kemudian kepala dusun melapor kepada kepala desa untuk mengganti nama di buku C agar proses pembayaran PBB lebih mudah dan bukti kepemilikan sudah berganti.39

c. Responden ketiga bernama Sugiarto yang beralamat di desa Timo Kelurahan Tlompakan,beliau mengatakan pada awalnuya sesuai hukum adat disana bahwa jika menjual tanah di desa Popongan harus d tawarkan ke warga warga sekitar dahulu. Jika tidak ada tetangga yang mau beli maka jual beli tersebut barudi buka untuk luar desa. Kemudian beliau di hubungi Mbah Parmin bahwa tananhya akan di beli oleh Mbah Parmin. Setelah terjadi kesepakatan harga kemudian mereka menghubungi kepala Dusun setempat yaitu dusun Bantar untuk melanjutkan proses jual beli. Setelah menentukan tempat dan waktu yaitu 24 juni 2015 kemudian mereka dan para saksi berkumpul di rumah kepala Dusun Bantar pada tanggal tersebut.Kemudian kepala dusun membuatkan surat pernyataan jual beli dan bukti kwitansi pembayaran yang telah di tanda tangani oleh penjual dan pembeli.Lalu kepala dusun melapor ke

(30)

30

kepala Desa untuk merubah nama pemilik tanah tersebut menjadi tanah Mbah Parmin di buku leter C. Bukti pernyataan jual beli dan kwitansi di pegang oleh Mbah Parmin selaku pembelinya.40Sebagai alat bukti bahwa telah terjadi jual beli tanah tersebut maka kepala dusun Petet membuat dua lembar bukti, lembar yang pertama adalah dibuat surat penyataan jual beli tanah dan lembar yang kedua berisi denah tanah yang akan dijual.

2 Hasil Wawancara dengan pembeli

a. Berdasarkan wawancara dengan Sarmin, beliau mengaku membeli tanah milik Aji Setiawan karena keluarganya ingin menetap di desa Popongan. Beliau mendapat informasi tanah milik Aji Setiawan akan di jual dari orang tuanya yang merupakan warga di desa Popongan. Setelah menemui Aji Setiawan dan terjadi kesepakatan harga, beliau menemui kepala dusun untuk menentukan waktu dan tanggal proses jual beli tanah tersebut. Setelah waktu dan tanggal di tentukan kedua belah pihak datang berserta para saksi untuk menandatangani surat pernyataan jual beli tanah tersebut. Kemudian Sarmin membawa uang cash sebesar 25.000.000 untuk di serahkan di hadapan kepala dusun kepada Aji Setiawan selaku pembeli.41 Sampai sekarang tanah yang di perjual belikan belum di sertifkatkan oleh pembeli, pembeli mulai pembayar pajak atas tanah ( PBB) setelah kepala desa mengganti nama penjual menjadi nama pembeli.

b.Berdasarkan wawancara dengan Karsih proses jual beli yang di lakukanya dengan penjual yaitu Taufik mudah dan sederhana. Setelah terjadi kesepakatan harga antara karsih dan sugiarto kemudian karsih memberikan uang DP kepada sugiarto, setelah menentukan waktu dan tanggal kepada kepala Dusun, mereka menandatangani dan melunasi sisa pembayaran pada saat di rumah kepala dusun di sertai dengan pendatanganan oleh para pihak dan para saksi.42

40

Waancara dengan Sugiarto pada tanggal 21 maret 2018. 41Wawancara dengan Sarmin pada tanggal 30 maret 2018. 42Wawancara dengan ibu Karsih pada tanggal 28 maret 2018.

(31)

31

c.Berdasarkan wawancara dengan Parmin, proses dilakukan jual beli tanah dengan Sugiarto pada mulanya bermula dengan tawar menawar harga, setelah terjadi kesepakatan harga yang di capat, kemudian beliau membayar DP 30% dari harga yang di capat. Stelah itu kemudian mereka menghadap kepala dusun untuk menentukan proses menandatangani surat pernyataan. Setelah terjadi kesepakatan tanggal dan waktu kemudian para pihak beserta saksi datang ke rumah kepala Dusun, kemudian mereka menandatangani dan membayar secara tunai sisa dari harga tanah tersebut.”43

Dari uraian di atas dapat di peroleh pemahaman sebagai dalam tabel di bawah ini:

Tabel 11

Proses Jual Beli Tanah di Desa Popongan

Responden ( Penjual dan

Pembeli

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4

Aji Setiawan dan Sarmin

Sepakat obyek jual beli tanah sawah/pekarangan

seluas 129.5 m2 dengan harga total

25.000.000

Para pihak datang ke rumah Kepala Dusun

untuk

menandatangani surat Pernyataan Jual Beli

beserta penyerahan uang yang di

sepakati.

Kepala Dusun melaporkan ke Kantor

Kepala Desa untuk mengganti nama penjual menjadi nama

pembeli tanah di kantor kepala Desa.

Penguasaan Tanah Objek jual beli

Sejak Penandatanganan surat pernyataan jual beli Taufik dan Karish

Sepakat obyek jual beli tanah sawah/pekarangan

dengan harga 35.000.000 rupiah

Para pihak datang ke rumah kepala Dusun untuk melaporkan telah terjadi proses

jual beli dan membayar uang secara Tunai kepada

Kepala dusun melaporkan ke kantor

kepala desa untuk merubah nama di

buku C

Penguasaan Tanah Objek jual beli

Sejak Penandatanganan surat pernyataan jual beli sejak 7 agustus

(32)

32

Taufik 2016.

Sugiarto dan Mbah Parmin

Sepakat obyek jual beli tanah sawah/pekarangan mengenai luas dan

harga tanah.

Para pihak datang ke rumah kepala dusun

Bantar untuk menandatangani surat

pernyataan jual beli dan membayar uang tunai kepada penjual.

Datang ke Kantor Kepala Desa untuk melaporkan jual beli tersebut ke kantor desa untuk di ubah namanya di buku C

Penguasaan Tanah Objek jual beli

Sejak Penandatanganan

surat pernyataan jual beli sejak 24 Juni 2015

Jadi dari tabel klasifikasi ini semua penjual menempuh hal yang sama dari segi kesepakatan harga, proses penandatanganan surat pernyataan jual beli di rumah kepala Dusun , pelaporan pergantian nama oleh kepala Dusun kepada kepala Desa dan Tanah telah beralih hak sejak di tandatanganinya surat pernyataan jual beli.

3.Hasil Wawancara dengan perangkat desa :

a.Menurut kepala desa Bringin , Yamyuri44 bahwa memang benar masih ada warga yang melakukan jual beli tanah yang belum bersertipikat terutama di Desa Popongan dan desa Tanjung, kacamatan Bringin. Sedangkan di desa Bringin sendiri hampir 96 % tanah masyarakatnya sudah bersertipikat karena program pemerintah pusat yang mensertipikatkan tanah warganya. Beliau menambahkan tanah tanah yang di perjual belikan belum bersertipikat di karenakan kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri. Kepala Desa sendiri terlibat dalam jual beli hanya sebagai saksi dan mengganti nama di buku C atas pemilik lama dengan pemilik yang baru (pembeli) agar memudahkan proses pembayaran PBB tanah tersebut .

b.Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa di Popongan, mereka melakukan jual beli tanah di bawah tangan disebabkan karena prosesnya sangat mudah,cepat selesai dan biayanya sedikit cukup dengan selembar kertas saja/kwitansi dan itu sudah sah menurut mereka.Beliau mengatakan masyarakat

(33)

33

di desa Popongan memiliki kesadaran hukum yang rendah dan masih memilih jual beli tanah secara bawah tangan. Peran kepala desa Popongan sendiri kurang terlibat dalam adanya proses jual beli karena di desa Popongan, jual beli di lakukan di hadapan kepala Dusun.45

c.Berdasarkan wawancara dengan bapak Tri selaku kepala dusun Popongan bahwa proses jual beli di dusun Popongan memang sering terjadi di bawah tangan di karenakan prosesnya yang mudah dan cepat, dan para pihak yang melakukan jual beli tidak mau keluar biaya yang banyak untuk mensertipikatkan tanahnya. Para warga yang melakukan jual beli cukup datang saja kepada beliau dan bapak Tri membuat surat pernyataan jual beli dan kwitansi beserta saksi saksi yang ada, maka proses jual beli sudah di anggap sah oleh mereka karena para warga desa dan perangkat desa setempat sudah mengetahui dan mengakui bahwa tanah yang di perjual belikan sudah beralih kepemilikan.46

Berdasarkan uraian di atas di jelaskan melalui tabel di bawah ini : Tabel 12

Alasan Jual Beli di Bawah Tangan

Item Kepdes Popongan Kepala Dusun Poopongan Kepala Desa Bringin Kepala Desa Tanjung Banyak yg melakukan v v v v kurangnya kesadaran hukum masyarakat itu sendiri v x v v Belum pernah ada penyuluhan x x x x Mudah dan cepat v v v v 45

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Drs. Muhamad Amin selaku kepala Desa Popongan ,pada tanggal Jumat, 2Maret 2018.

(34)

34

Responden Hasil Wawancara

Kepala Desa Bringin

Masyarakat desa Popongan dan Desa Tanjung yang melakukan jual beli tanah yang belum bersertifikat. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Sedangkan peran kepala Desa hanya sebagai saksi dan mengganti nama penjual menjadi nama pembeli di buku C.

Kepala Desa Popongan

Masyarkat desa Popongan melakukan jual beli tanah di bawah tangan disebabkan karena prosesnya sangat mudah,cepat selesai dan biayanya sedikit cukup dengan selembar kertas saja/kwitansi dan itu sudah sah menurut mereka. Selain itu desa Popongan memiliki kesadaran hukum yang rendah dan masih memilih jual beli tanah secara bawah tangan. Peran kepala desa Popongan sendiri kurang terlibat dalam adanya proses jual beli karena di desa Popongan, jual beli di lakukan di hadapan kepala Dusun.

Kepala Dusun Popongan

Jual beli di bawah tangan sering terjadi di karenakan prosesnya yang mudah dan cepat, dan para pihak yang melakukan jual beli tidak mau keluar biaya yang banyak untuk mensertipikatkan tanahnya. Para warga yang melakukan jual beli cukup datang saja kepada Dusn kemudian kepala Dusun membuat surat pernyataan jual beli dan kwitansi beserta saksi saksi yang ada, maka proses jual beli sudah di anggap sah oleh mereka.

Kepala Desa Tanjung

Jual beli tanah secara bawah tangan disebabkan karena prosesnya sangat mudah, cepat dan biayanya sedikit dan juga jarak antara desa Tanjung dengan kantor BPN dan PPAT sangat jauh , serta kesadaran hukum masyarakat desa Tanjung masi rendah.

(35)

35

Proses Jual Beli di desa Popongan bermula ketika terjadi kesepakatan harga, beliau menemui kepala dusun untuk menentukan waktu dan tanggal proses jual beli tanah tersebut. Setelah waktu dan tanggal di tentukan kedua belah pihak datang berserta para saksi untuk menandatangani surat pernyataan jual beli tanah tersebut. Kemudian pembeli membawa uang untuk di serahkan di hadapan kepala dusun kepada penjual dan pada saat itu jual beli telah terjadi dan hak milik tanah tersebut telah berganti.

2. Gambaran Desa Tanjung

a. Letak Desa Tanjung

Tanjung merupakan sebuah desa di kecamatan Bringin, kabupaten

Semarang. Jawa tengah, Indonesia. Desa Tanjung terdiri dari 4 dusun yaitu dusun Dusun Kranjan Tanjung, dusun Kuwang, dusun Cendini dan dusun Naligunung. Sebagian masyarakat desa Tanjung bermatapencaharian sebagai petani tetapi banyak juga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan karyawan swasta. Desa Tanjung terletak di antara pohon karet, hutan karet yang sangat luas dan dataranya sendiri terdiri dari dataran rendah,datarang tinggi dan jurang. Ketinggian daerah desa Tanjung berda pada kisaran 14 meter diatas permukaan laut(mdpl) dengan

Pembeli dan Penjual Bersepakat mengenai

harga

Pembeli dan Penjual Menghadap Kepala Dusun Untuk menentukan waktu

dan Tanggal

Pembeli,Penjual dan Para Saksi bertemu di rumah kepala Dusun seuai waktu

yang di tentukan Penjual, Pembeli beserta

para saksi menandatangani surat pernyataan jual beli

Proses jual beli selesai, pembeli membayar sejumlah yang di perjanjikan

(36)

36

suhu antara 27-30„C dan curah hujan 2000 mm/tahun. aLuas desa Tanjung hanya 160.99 Hektare.47

b. Jumlah Penduduk Desa Tanjung

Penduduk desa Tanjung berjumlah dari 844 jiwa. Yang terdiri dari 420 laki laki dan 424 perempuan. :

Tabel 14

Jumlah Penduduk Desa Tanjung 2018

Sumber: Data Monografis Desa Tanjung tahun 2018

Tabel 15

Jumlah Penduduk Desa Tanjung Menurut Umur

Sumber: Data Monografis desa Tanjung tahun 2018

47Data monogrofis desa Tanjung, kabupaten Semarang.

Laki-Laki Perempuan Jumlah

508 490 998

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

0 - 4 34 20 54 5 – 9 51 41 92 10 – 14 36 30 66 15 – 19 38 36 74 20 – 24 40 24 64 25 – 29 37 49 86 30 – 39 75 84 159 40 – 49 78 82 160 50 – 59 52 56 108 60 + 92 62 154 Jumlah 508 490 998

(37)

37

Berdasarkan keterangan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa pada jumlah penduduk di Desa Popongan ini jika dilihat dari umur maka kelompok umur 0 – 4 tahun yaitu jumlah penduduk masih tergolong balita (dibawah umur lima tahun) jumlah anak laki-laki lebih banyak daripada jumlah anak perempuan. Begitu pula pada kelompok umur 5 – 9 tahun jumlah penduduk laki-laki dan perempuan sama dan pada kelompok umur 10 - 14 tahun jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan begitu juga dengan jumlah penduduk pada kelompok umur 15 – 19 tahun jumlah penduduk perempuan lebih banyak. Pada kelompok umur 20-24 tahun jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki laki. Pada kelompok umur 25 – 29 tahun jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki laki. Kelompok umur 30 – 39 penduduk yang berjenis kelamin laki laki dan perempuan sama. Pada kelompok 50 – 59 penduduk berjenis kelamin laki laki lebih banyak dari pada perempuan.Dan pada kelompok umur 60 lebih jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki laki. Jumlah penduduk laki-laki di Desa Tanjung Kecamatan Bringin ini berjumlah 508 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 490 jiwa. Jadi total dari jumlah penduduk Desa Tanjung Kecamatan Bringin ini berjumlah 998 jiwa.

c. Pendidikan Penduduk Desa Tanjung Tabel 16

Pendidikan Penduduk Desa Tanjung

Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Tidak Bersekolah 135 121 256 Tidak/ Belum Tamat SD 5 3 8 Tamat SD 240 227 467 Tamat SLTP 66 92 158 Tamat SLTA 59 43 102 Tamat SMK - - - Tamat DI/DII - - - Tamat DIII / Akademi 1 - 1 Sarjana / S1 2 4 6

(38)

38

S II/S3 - - -

Jumlah 508 490 998

Sumber: Data Srategis kecamatan bringin 2016

Tabel di atas menunjukan bahwa tingkat pendidikan penduduk desa Popongan di dominasi oleh Tamas SD dengan jumlah 467 penduduk. Di susul oleh tamatan SLTP sebesar 158 dan tamatan SLTA 102 jiwa. Tamatan SMK tidak ada dan hanya 1 orang warga yg berijazah Diploma II I dan S1 berjumlah 6 orang.

d. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung

Mata Pencaharian Penduduk Desa Popongan Tabel 17

Jenis

Mata Pencaharian Jumlah

Belum / tidak bekerja 383 Mengurus rumah tangga 84 Pelajar /Mahasiswa 7 Peternak 5 Petani / Pekebun 168 Pensiunan 2 Pedagang 2 Honorer 2 Buruh Lepas 134 Wiraswasta 53 Pegawai Swasta 156 PNS 6 Perangkat Desa 10 Jumlah Total 998

Sumber: Data Monografis Desa Tanjung

Tabel di atas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan matapencaharian penduduk desa Popongan mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai Petani mengingat sebagian wilayahnya berisi persawahan dan ladang di susul oleh Buruh industri, karena di sekitar desa Tanjung terdapat Pabrik Karet Nusantara. Sedangkan matapencaharian paling sedikit adalah perawat atau dokter yang berkerja di Puskesmas setempat.

(39)

39

e. Luas tata guna lahan desa Tanjung Tabel 18

Luas penggunaan Lahan ( Ha) Penggunaan Lahan

Pertanian

Bukan Pertanian Sawah Bukan Sawah

65,52 Ha 59,54 Ha 35,93 Ha

Total 160,99 Ha

Sumber: Data Monografis desa Tanjung

Dari tabel di atas menunjukan bahwa penggunaan lahan pertanian Sawah sebanyak 65,52 Ha dan lahan pertanian bukan sawah sebanyak 59,54 Ha. Sedangkan lahan bukan pertanian sebanyak 35,93 Ha dan total keseluruhanya sebanyak 160,99 Ha. Lahan pertanian, Lahan Pertanian bukan Sawah dan Lahan bukan pertanian terbagi menjadi beberapa bagian yang akan di jelaskan pada tabel di bawah ini :

Tabel 19

Lahan Pertanian Bukan Sawah Desa Tanjung

Jenis Lahan

Lahan Pertanian Bukan Sawah Tegalan /Kebun 27,25 Ha Padang 0 Ladang/ Huma 0 Perkebunan 29,92 Ha Tambak 0 Hutan Rakyat 2,37 Ha Total 59,54 Ha

(40)

40

Pada tabel di atas jenis lahan Tegalan atau kebun merupakan lahan pertanian bukan sawah terbesar dengan luas 27,25Ha. Perkebunan dengan luas 29,92 Ha dan luas terkecil yaitu lahan Hutan Rakyat dengan luas lahan 2,37 Ha. Dengan total luas lahan pertanian bukan sawah desa Tanjung sebesar 59,54

Tabel 20

Lahan Pertanian Sawah

Jenis Lahan

Lahan Pertanian Bukan Sawah Irigasi 57,84 Ha Tadah Hujan 7,68 Ha Pasang Surut 0 Lebak 0 Lainya 0 Total 65,52 Ha

Sumber: Data Monografis desa Tanjung

Pada tabel di atas jenis lahan pertanian Irigiasi merupakan lahan pertanian terbesar dengan luas 57,84 Ha dan luas terkecil yaitu lahan pertanian tadah hujan dengan luas lahan 7,68 Ha dan total keseluruhan lahan pertanian sawah 65,52 Ha.

Tabel 21

Lahan Bukan Persawahan

Jenis Lahan Lahan Bukan Persawahan Rumah / Bangunan 32,96Ha

Sungai, Kuburan, dll 3,03Ha

Hutan Negara 0

Rawa 0

Total 35,93 Ha

Sumber: Data Monografis desa Tanjung

Pada tabel di atas jenis lahan bukan pertanian rumah atau bangunan merupakan lahan bukan persawahan terbesar dengan luas 32,96 Ha dan luas terkecil yaitu

(41)

41

Sungai, Kuburan ,dll dengan luas lahan 3,03 Ha dan total keseluruhan lahan bukan persawahan 35,93 Ha.

f. Pemilikan Sertipikat Desa Tanjung Tabel 22 Tabel Pemilikan Sertitifkat

Buat spt contoku di atas!!!

Jumlah Tanah yang Belum Bersertipikat Bidang

Tanah Sawah 80,36 Ha

Tanah Kering 24,1 Ha

Jumlah Tanah yang bersertipikat

Tanah Sawah 8,96 Ha

Tanah Kering 11,64 Ha

g. Responden Penjual dan Pembelu di desa Tanjung

1. Responden bernama Mujian selaku penjual ini beralamat di Jalan Mangga besar XIII RT.002/R2.003 Mangga Dua Selatan Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat ( Alamat Ktp) dengan alamat asli di desa Tanjung RT.01/RW.02 dengan bermata pencaharian sebagai wirausaha ia menjual tanah pekarangan kepada Ngatmi yang beralamat di Dusun Cendini. RT.07/RW.01, desa Tanjung, kabupaten Semarang yang bekerja sebagai wiraswasta.

2. Responden kedua bernama Nyamini B Muksin ini yang beralamat di dusun Tanjung, RT.003/RW.001, Desa Tanjung, Kabupaten Semarang ia bekerja sebagai wiraswasta ia menjual sebidang tanah tegalan kepada Mochamad Rofikum/Puji Lestari

3. Yusmanto-Kumiyati yang beralamat di dusun Tanjung, RT.001/RW.001, Desa Tanjung, Kabupaten Semarang. Dengan bermatapencaharian sebagai pejabat perangkat desa ia menjual sebidang tanah sawah kepada Poniyem yang beralamat di Dusun Tanjung RT.02/RW.001, desa Tanjung, kabupaten Semarang yang bekerja sebagai petani.

Gambar

Tabel di atas menunjukan jumlah penduduk berdasarkan matapencaharian,  penduduk  desa  Popongan  mayoritas    bermatapencaharian  sebagai  Petani  mengingat  sebagian  wilayahnya  persawahan  dan  ladang  di  susul  oleh  Buruh  industri,  karena  di  seki
Tabel  di  atas  menunjukan  jumlah  penduduk  berdasarkan  matapencaharian  penduduk  desa  Popongan  mayoritas  penduduknya  bermatapencaharian  sebagai  Petani mengingat sebagian wilayahnya berisi persawahan dan ladang di susul oleh  Buruh  industri,  k

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan yang benar yang harus di tanamkan kepada anak, baik oleh orang tua, para guru dan masyarakat adalah pendidikan Islam (pendidikan Agama) yaitu di antaranya:.

Sumber data primer adalah pengusaha kerajinan tempurung kelapa dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai berapa besar pendapatan dan kelayakan usaha

Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan.. Komponen

Pada industri pestisida dalam ruang formula:,i limbah gas dihasilkan dari penguapan karena pengaruh suhu ruangan, kontraksi, gesekan. antara material sehingga keluar

Hal ini diperkuat oleh penelitian Mindo (2008), yang menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi belajar

(2008: 154) juga menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas Problem Posing dapat menimbulkan ketertarikan peserta didik terhadap matematika, meningkatkan

Bahwa Terdakwa pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2009 sekira pukul 19.00 Wit Terdakwa meminta ijin secara lisan kepada Danki Lettu Inf Yulian Syafitri untuk pergi ke

Melalui gerakan ini, BPPT telah melakukan penurunan pemakaian air (38,13%) yang signifikan dan telah memperoleh pengakuan sebagai gedung yang hemat energi dan air dalam