• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN MASA PENDUDUKAN JEPANG DI AMBARAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN MASA PENDUDUKAN JEPANG DI AMBARAWA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

78

Debby Ade Cahya Wijaya, Wahyu Purwiyastuti, Emy Wuryani

FKIP Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pendidikan dan pengajaran di Sekolah Rakyat masa pendudukan Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Jepang menerapkan kebijakan baru dalam pendidikan yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya (Belanda) yaitu penghapusan sistem diskriminasi dan dualisme dalam pendidikan. Salah satunya dengan menyeragamkan pendidikan di tingkat sekolah dasar menjadi satu jenis sekolah yang dinamakan Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat (SR). Di Ambarawa terdapat SR Kranggan dan SR Pasekan. Tujuan dan kurikulum pendidikan SR merupakan implementasi dalam mewujudkan cita-cita pembentukan lingkungan Asia Timur Raya. Perubahan dalam sistem pendidikan membawa dampak bagi anak-anak di Ambarawa karena meningkatnya minat belajar. Pelaksanaan pembelajaran berkaitan erat dengan pendidikan yang menekankan pada nilai kesetiaan dan ketaatan. SR merupakan lahan yang paling subur bagi pemerintah Jepang untuk menanamkan paham atau pengaruhnya melalui pengajaran, sehingga murid dapat dibentuk menjadi kader-kader untuk merealisasikan cita-cita Jepang atas Kemakmuran Asia Timur Raya.

Kata kunci: Pendidikan, Sekolah Rakyat, Pendudukan Jepang

PENDAHULUAN

Pendudukan Jepang memberikan pengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, serta pendi-dikan. Dalam bidang pendidikan, pemerin-tah Jepang mendayagunakan bidang ini untuk menanamkan pengaruhnya, seperti: pemerintahan Jepang sadar akan penting-nya peran kaum pemuda dalam menciptakan lingkungan baru dimana kepentingan Jepang akan akan terwujud apabila semangat itu tumbuh didalam jiwa setiap pemuda di Indonesia, salah saru sarana yang dipakai untuk mempengaruhi kaum muda ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan khusus. Yang dimaksud dengan pendidikan umum ialah, sekolah rakyat (Sekolah Dasar) dan sekolah menengah. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Jepang

(Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoned Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 2008:43). Pengadaan kembali pendidikan formal bagi anak-anak Indonesia khusus-nya pada jenjang Sekolah Dasar oleh pemerintah Jepang telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No.12 dan Aturan tentang Sekolah (Kan Pō, 2603/1943, hal 12, 33). Salah satu ciri yang menonjol dalam penyelenggaraan pendidikan masa pemerintahan Jepang adalah dengan menghapuskan sistem diskriminasi dan dualisme dalam pendidikan yang menekankan perbedaan yang menyolok antara pendidikan di Masa Pemerintahan Belanda.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan ialah metode sejarah dalam bentuk deskriptif naratif. Metode sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu heuristik,

(2)

79 verifikasi (kritik), interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama yaitu heuristik dalam tahap pertama ini dimaksudkan untuk mencari dan mengumpulkan sum-ber-sumber sejarah yang berkaitan dengan tema atau topik penulisan sehingga ditemukan sumber primer dan sumber sekunder. Kemudian tahap berikutnya adalah verifikasi atau kritik sumber, dari tahap nimaka penulis dapat mengetahui sejauh mana sumber sejarah itu dapat dipercaya dan bagaimana kualitas sumber sejarah tersebut. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah interpretasi yaitu menetapkan makna dan saling hubungan atau keterkaitan dari fakta-fakta yang telah diverifikasi. Dalam interpretasi, diusahakan penetili untuk bersikap objektif dan sedapat mungkin menghindari penelitian yang subjektif. Tahap yang ke empat dan merupakan tahap yang terakhir yakni historiografi, di dalam langkah ini penulis menampilkan fakta-fakta yang dapat dipercaya kedalam bentuk cerita sejarah sehingga mendapat gambaran secara kronologis atau sistematis mengenai proses penafsiran awal hingga akhir penelitian yang kemudian ditarik kesimpulannya. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Rakyat

Sekolah Rakyat merupakan lemba-ga pendidikan formal di tingkat sekolah dasar yang didirikan oleh pemerintahan Jepang tahun 1942. Pendidikan di tingkat Sekolah dasar ini diselengarakan dengan maksud untuk menanamkan jiwa Jepang dan membetuk kader atau generasi Indonesia yang pada akhirnya diharapkan akan membantu pemerintah Jepang dalam perang Asia Timur Raya untuk mencapai Kemenangan/Kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Pendidikan Sekolah Rakyat

mulai dibuka setelah beberapa bulan Jepang menguasai Indonesia.

Pendidikan sekolah dasar, merupa-kan salah satu bagian yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan militer Jepang sebagai sarana untuk mendok-trinasi massa. Melalui Oendang-Oendang No.12 yang dikeluarkan pada tanggal 22 April 1942, sekolah-sekolah pada masa pemerintahan Belanda tidak diijinkan dibuka selama pendudukan Jepang. Sekolah dasar pada masa pemerintahan Belanda seperti Volksshcool (Sekolah Desa), Sekolah Kelas Dua atau sekolah pribumi lengkap (Volledige Tweede Klas School), Hollands Inlandse School (HIS),

Schakelschool di masa pendudukan Jepang semua berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kan Pō, 2603/1943, hal 12, 33)

Penyeragaman pendidikan (penga-bungan sekolah-sekolah yang berbeda namun dalam jenjang pendidikan yang sama menjadi satu sekolah) yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, mengidentifikasi bahwa diskriminasi telah dihapus atau dihilangkan dalam sistem pendidikan. Penyeragaman pendidikan juga difungsikan agar memudahkan dalam pengawasan sekolah-sekolah tersebut (Sartono Karto-dirdjo, 1975:170).

Dalam Osamu Seirei No.10 Bagian VIII “Tentang mengoeroes dan mengawasi sekolah rak’jat” Pasal 27-32, di jelaskan: sekolah rakyat merupakan sekolah yang berada di bawah pengawasan Syuutyookan

(Residen/gubernur)/Tokubetu Sityoo (Wali-kota istimewa) serta Sityoo (Walikota),

Gaku-Ku (badan hukum dalam pendidikan di setiap daerah yang bentuk oleh Kentyoo

dan diurus serta diawasi oleh Sontyoo, di dalam Gaku-Ku diangkat beberapa pegawai atas seijin Kentyoo, badan hukum ini dibentuk dengan maksud mengadakan pengawasan dan peninjauan sekolah-sekolah rakyat yang dilakukan oleh Son

(3)

80 atau beberapa Gaku_Ku di dalam Son

tersebut, kecuali daerah Kooti) dan guru-guru sekolah rakyat juga turut bertang-gung jawab dalam kepengurusan sekolah rakyat. Untuk mengurus dan mengawasi sekolah rakyat, Gaku-Ku mengadakan

Gaku-Ku Linkai (sidang pengurus Gaku-Ku)

dan mengangkat Lin (pengurus) yang ditunjuk oleh Kutyoo, Kokumin Gakkootyoo

dan Sontyoo yang bersangkutan di dalam

Gaku-Ku tersebut. Pada Si juga diadakan

Kyooiku Sinkoo Linkai (badan untuk memajukan pendidikan) yang bertugas memecahkan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di daerah-daerah di bawah pemerintahan Si serta mengadakan usaha-usaha yang mengarah kepada kemajuan pendidikan rakyat. Penjelasan tersebut memberikan gambaran tentang bagaimana mengawasi dan mengurus pendidikan sekolah rakyat di setiap daerah-daerah dibawah Si (pemerintahan kota), yang tidak hanya guru-guru di sekolah rakyat tersebut yang bertanggung jawab untuk mengurus tetapi tidak terlepas juga dari pengawasan pemerintahan ditingkat Syuu

(karesidenan) hingga Ku (desa) (Tjahaja, 9 Sigatu 2605/1945 kol 1)

Pendidikan ditingkat sekolah dasar masa pendudukan Jepang ditempuh dalam kurun waktu 6 tahun. Undang-undang No.12 beserta aturan tentang sekolah (Sekolah Rakyat) menjelaskan bahwa pendidikan tingkat sekolah dasar mulai dibuka kembali pada tanggal 29 April 1942 terbagi menjadi 2 tipe (Kan Pō, No.Istimewa 2603/1943, hal 12, 33), yaitu

a. Syotoo Kokumin Gakko (sekolah Pertama) yang setara dengan volks school atau sekolah desa masa pemerintahan Belanda, lama pendidikan 3 tahun.

b. Kokumin Gakko (sekolah rakyat), yang setara dengan vervolg school

(sekolah lanjutan), volledige twee-de klas school (sekolah pribumi

lengkap) masa pemerintahan Be-landa, lama pendidikan 6 tahun. Setelah dikeluarkannya Osamu Seirei No.10

Bagian X Pasal 46-49, tingkat pendidikan atau susunan sekolah dasar yang terdapat 2 tipe yaitu sekolah pertama atau Syotoo Kokumin Gakko dan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) dianggap Sekolah Rakyat yang terdiri dari 2 bagian (Tjahaja, 7 Sigatu 2605/1945 kol 5), meliputi:

a. Bagian pertama sekolah rakyat disebut Syootoka. Pada jenjang sekolah rakyat yang disebut

Syootoka (bagian pertama) ini merupakan sekolah tahap pertama atau setara dengan sekolah dasar pada pendidikan jaman sekarang yakni kelas 1 sampai kelas 3,

Syootoka harus ditempuh untuk dapat melanjutkan ke sekolah rakyat dibagian kedua.

b. Bagian kedua sekolah rakyat disebut Kootooka (bagian kedua). Setelah menyelesaikan pendidikan pada bagian pertama sekolah rakyat atau Syootoka maka dapat melanjutkan ke sekolah bagian kedua ini atau Kootooka. Kootooka

merupakan sekolah lanjutan dari

Syootoka yakni kelas 4 sampai kelas 6.

Kesempatan belajar yang terbuka lebar bagi penduduk pribumi tanpa ada pembedaan status sosial dalam sistem persekolahannya serta didukung dengan biaya pendidikan yang relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya pendidikan masa pemerintaan Belanda yang mengaki-batkan jumlah muridnya meningkat, faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya dorongan dari pemerintah. Kebijakan Jepang merangsang perhatian penduduk desa. Sadar akan suasana baru dibawah pemerintahan baru ini, dibawah tekanan kuat pimpinan desa, semakin banyak orang

(4)

81 tua yang menyekolahkan anak-anak mere-ka (Aiko Kurasawa, 1993:362)

Pada masa pemerintahan Jepang, guru sebagai pendidik memilki peran untuk melaksanakan propaganda karena memiliki kemampuan berpidato yang baik. Media propaganda dilingkungan sekolah salah satunya adalah nyanyian. Sebelumnya pemerintahan Jepang mengadakan latihan atau kursus guru-guru perwakilan dari Ken

(kabupaten) dan Si (kotapraja) di seluruh Jawa dan Madura sebagai bentuk indoktrinasi. Penanaman ideologi tentang kemakmuran bersama Asia Timur Raya/Hakko Iciu. Konsepsi Hakko Iciu

sangat penting diajarkan kepada guru, hal itu dikarenakan guru sebagai pendidik akan mengarahkan pemikiran muridnya ke dalam cita-cita tersebut.

Di Ambarawa terdapat diantaranya dua sekolah rakyat yaitu Sekolah Rakyat Kranggan dan Sekolah Rakyat Pasekan. Gedung sekolah rakyat Kranggan dan Pasekan masih sangat sederhana, bangunan sekolahnya hanya terbuat dari

gedhek atau dinding yang terbuat dari anyaman bambu dengan Pekarangan yang sangat luas (wawancara Kadinem, 05/10/2013 dan wawancara Djaman, 04/02/2014). Berdasarkan ketetapan dalam

Osamu Seirei No.10 tahun 2605/1944 Bagian VII “Tentang Kelengkapan Sekolah” pasal 24-26 (Tjahaja, 9 Shigatsu 2605/1945, kol 1), sekolah rakyat yang didirikan atau telah berdiri harus memenuhi kelengkapan penunjang untuk kegiatan belajar seperti pekarangan sekolah, alat-alat sekolah dan tempat berolahraga. Semua kelengkapan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan:

a. Menjalankan latihan keprajuritan b. Pendidikan rakyat

c. Penjagaan daerah d. Penjagaan keamanan e. Usaha produksi

f. Kesehatan atau untuk pekerjaan amal

Sistem Pendidikan Sekolah Rakyat Landasan pendidikan masa pendu-dukan Jepang adalah Hakko Iciu (Kemak-muran bersama di Asia Timur Raya). Dalam pendidikan umum khususnya di tingkat sekolah dasar atau Sekolah rakyat oleh pemerintahan Jepang telah dirumuskan tujuan pendidikan yang sejalan dengan

Hakko Iciu. Aturan-aturan dalam tujuan pendidikan sekolah rakyat dimuat dalam

Osamu Seirei No. 10 Bagian 1 Pasal 1, sebagai berikut:

Kokimin Gakko atau (Sekolah Rak-jat) diadakan dengan Maksoed oentoek megadjarkan ilmoe penge-tahoean oemoem, berdasarkan tjiita-tjiita pembentoekan ling-koengan Asia Timoer Raja serta oentoek memberi latihan dasar, agar rakjat menjadi rakjat negara baroe jang akan dibentoek di kemoedian hari. (Tjahaja, 7 Sigatu 2605)

Tujuan pendidikan yang didirikan oleh pemerintahan Jepang tidak terlepas dari kepentingannya unuk memenuhi tenaga kerja serta tenaga militer. Inti dari pembelajaran tersebut akan membentuk murid mempunyai jiwa dan semangat Jepang (Nippon Seishin) termasuk bushido

yaitu berbakti kepada pemerintahan Jepang (pemimpin) dan orang tuanya.

Murid-murid siswa sekolah rakyat adalah anak-anak yang telah berumur genap 6 tahun ke atas. Pendaftaran murid sekolah rakyat (SR), dilakukan dengan cara: calon murid SR harus mendaftar terlebih dahulu ke sekolah seorang diri atau didampingi orang tua, kemudian calon murid akan dimintai keterangan mengenai data prbadi, setelah semua data-data sudah lengkap, secara resmi terdaftar

(5)

82 menjadi murid SR. Dalam hal ini Di SR Pasekan agak berbeda, karena kecende-rungan anak-anak di Desa Pasekan yang tidak mau bersekolah, oleh sebab Pendaf-taran calon murid-murid sekolah rakyat dilakukan oleh Kepala Dusun/bekel (terma-suk dalam pemerintahan Ku atau peme-rintahan di tingkat kelurahan) setempat yakni dengan mendatangai rumah anak-anak yang telah cukup umur untuk berse-kolah (kira-kira berusia 6 tahun ke atas) dengan maksud memerintahkan anak tersebut untuk bersekolah (wawancara Djaman, 04/02/2014). Tekanan dari pemerintahan desa tersebut mengaki-batkan anak-anak di desa tersebut menuruti apa yang telah diperintahkan kepala dusun yaitu bersekolah. Mayoritas murid-murid sekolah rakyat berasal dari Desa-desa di sekitar sekolah rakyat yang didirikan

Keinginan Jepang untuk menyebar-luaskan dan mengajarkan bahasa mereka kepada penduduk secara luas, dilakukan salah satunya dengan cara menjadikan bahasa Jepang sebagai mata pelajaran wajib dalam pendidikan sekolah. Kebijakan yang diambil pemerintah Jepang dimaksud-kan agar murid-murid dapat memahami segala sesuatu atau semua yang terkait dengan Jepang (kehidupan, semangat dan kebudayaan Jepang). Pelajaran bahasa Jepang mulai diajarkan pada murid-murid sekolah rakyat di kelas 3 sampai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu, mata pelajaran yang diajarkan adalah Bahasa Jawa, berhitung, Menulis, Pekerja-an tPekerja-angPekerja-an, Gerak badPekerja-an (Taiso), seni suara/menyanyi, olahraga, menggambar, Budi pekerti, Sejarah, Ilmu bumi, Kebersihan dan Kesehatan, Badan Manusia, ilmu alam, Bahasa Nippon/Jepang, bahasa melayu dan beris-berbaris.

Penerbitan buku-buku sekolah oleh Kantor pengajaran berada dalam

peng-awasan pemerintahan militer pusat atau

Gunseikanbu karena hanya buku terbitan

Gunseikanbu dipakai sebagai buku pela-jaran resmi sekolah-sekolah pada waktu itu, hal ini ditujukan dalam Upaya untuk menyediakan buku-buku pelajaran sebagai penunjang dalam kegiatan belajar meng-ajar agar selaras dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintahan Jepang. (Tjahaja, 7 Sigatu 2605/1945 kol 5).

Kegiatan belajar mengajar di Sekolah Rakyat Kranggan berlangsung dari pukul 07.00-13.00 dan di Sekolah Rakyat Pasekan dimulai pukul 07.00-14.00. Kegiatan pembelajaran diawali dengan upacara yang dilakukan setiap hari dengan mengibarkan bendera Kokki atau bendera kebangsaan Jepang. Pengibaran bendera

Kokki di iringi dengan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo, sebagai satu rangkaian dari upacara, murid-murid sekolah rakyat Pasekan mengucapkan sumpah setia terhadap kaisar Jepang, yang berbunyi:

Warera wa Sin Jawa no Gakko to nari (kulo sedoyo dados murid ting Jawa baru/kami semua menjadi siswa sekolah Jawa baru),

Dai Toa sensoo ni manabi (kulo sedoyo sinau kagem menang utawi jaya/kami belajar untuk kemenangan atau kejayaan (Asia Timur Raya) yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerak badan atau taiso. Awal pembelajaran dibuka dengan terlebih dahulu guru melakukan roll Call atau absensi. Selanjutnya, guru memberi perintah kepada murid-muridnya untuk mengambil sikap duduk yang tegak dan mengkondisikan kelas agar tenang, dengan memejamkan mata guru dan murid mengheningkan cipta dengan mengucap-kan kalimat berbahasa Jepang secara bersama-sama. (wawancara Kadinem, 22/01/2014 dan wawancara Djaman, 04/02/2014).

Kewajiban yang tidak luput dite-rapkan oleh pemerintah Jepang kepada

(6)

83 murid-murid sekolah adalah menanam, merawat dan memanen pohon jarak, menurut kadinem, sebagai bagian dari pembelajaran, menanam jarak merupakan suatu kewajiban bagi murid-murid sekolah sehingga setiap 1 kali dalam seminggu murid sekolah rakyat Kranggan diwajibkan mengumpulkan bidji jarak yang berada di pinggir-pinggir jalan dan disekitar kompleks sekolah dibawah pengawasan guru.

Akhir tahun pengajaran, murid-murid sekolah rakyat Kranggan dan Pasekan menerima raport atau hasil belajar selama satu tahun mereka belajar (baik di kelas 1, 2, 3) yang mencakup nilai akademik (ilmu pengetahuan/kepandaian) dan non akdemik (kelakuan) (wawancara Sukesi, 25/01/2014 dan wawancara Djaman, 04/02/2014).

Menjelang akhir kependudukan, kegembiraan dan minat terhadap pendidik-an harus dihentikpendidik-an akibat tekpendidik-anpendidik-an eko-nomi dan murid-murid mulai drop out (Aiko Kurasawa, 1993:362). Keadaan yang se-makin sulit memaksa murid-murid sekolah turun tangan untuk membantu orang tunya di sawah sehingga mereka terpaksa harus mengorbankan pendidikannya untuk dapat membantu orang tuanya demi memenuhi kepentingan akan wajib serah padi kepada Jepang (wawancara Karmi, 05/022014). SIMPULAN

Pemerintahan Jepang merombak secara total sistem pendidikan dengan menerapkan kebijakan yang baru dan sesuai dengan tujuan propaganda Jepang di Indonesia. Diskriminasi dan dualisme pendidikan dihapus atau dihilangkan. Formasi dan sistem pendidikan di sekolah yang baru menimbulkan antusiasme belajar yang sangat baik bagi anak-anak di Ambarawa. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang telah dirancang sebagai bagian dalam pelaksanaan konsepsi Kemakmuran Bersama Asia Timur

Raya. Tujuan pendidikan di sekolah rakyat merupakan realisasi Hakko Iciu yaitu mengajarkan ilmu pengetahuan berdasar-kan cita-cita pembentuberdasar-kan lingkungan Asia Timur Raya.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Kurasawa, Aiko. 1993. Mobilisasi Dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta: PT Grasindo

Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoned

Poesponegoro, Nugroho

Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Jaman Jepang dan Jaman Republik

Indonesia (1942-1998 edisi

pemuktahiran). Jakarta: Balai pustaka.

KORAN DAN MAJALAH

Kan Po, No.Istimewa tanggal 3 Boelan 3 Syowa 13 (2603/1943), hal 12,13

Tjahaja, No.84 Sabtu 7 Shigatsu 2605 kol 5

Tjahaja, No.85 Senin 9 Shigatsu 2605 kol 1 WAWANCARA

Wawancara Kadinem, 05/10/2013 di Panjang Lor Ambarawa

_________________, 22/01/2014 di Panjang Lor Ambarawa

Wawancara Sukesi, 25/01/2014 di Panjang Lor Ambarawa

Wawancara Djaman, 04/02/2014 di Tambak Selo Kelurahan Pasekan Kec. Ambarawa

Wawancara Karmi, 04/02/2014 di Tambak Selo Kelurahan Pasekan Kec. Ambarawa

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The KVP encoding of the Search operation request shall use the parameters templates specified in the OpenSearch Description of the Service. Requirement

Deferred tax is measured at the tax rates that are expected to apply to the period when the asset is realized or the liability is settled, based on tax rates (and

Common semantics support the reference of features to the concept they represent and the integration of data proceed using the semantic framework such mappings provide. However

Deferred tax is measured at the tax rates that are expected to apply to the period when the asset is realized or the liability is settled, based on tax rates (and tax laws) that

The standards for moving features, however, are insufficient. Different converters still need to be developed whenever connecting system A with system B in order to exchange

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 8 5 /Dispar/Pokja II-K/BAEP/VII/2017 dan sesuai hasil Evaluasi Administrasi, Teknis dan Harga dimana perusahaan saudara

16 pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal serta materi yang akan disampaikan lebih terstruktur dan sistematis dalam