• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEHADIRAN PASAR MODERN BRASTAGI SUPERMAKET TERADAP PASAR TRDISIONAL SEI SIKAMBING DI KOTA MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK KEHADIRAN PASAR MODERN BRASTAGI SUPERMAKET TERADAP PASAR TRDISIONAL SEI SIKAMBING DI KOTA MEDAN SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Marthin Rapael Hutabarat : Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermaket Teradap Pasar Trdisional Sei Sikambing Di Kota Medan, 2010.

SIKAMBING DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

MARTHIN RAPAEL HUTABARAT

050304053

AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAMPAK KEHADIRAN PASAR MODERN BRASTAGI

SUPERMAKET TERADAP PASAR TRDISIONAL SEI

SIKAMBING DI KOTA MEDAN

Oleh :

MARTHIN RAPAEL HUTABARAT

050304053

AGRIBISNIS

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Dr. Ir. Salmiah MS) (Dr. Ir Tavi Supriana )

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung. Dalam pasar tradisional terjadi proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar (Wikipedia, 2007).

Pasar modern berbeda dari pasar tradisional, dalam pasar modern penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung. Pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti: buah, sayuran, daging, sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan, Hypermarket, Supermarket, dan Minimarket (Wikipedia, 2007).

Kehadiran peritel modern (Supermarket, Minimarket, Hypermarket,) pada sekitar awal tahun 1980-an pada awalnya tidak mengancam pasar tradisional. Kehadiran para peritel modern yang menyasar konsumen dari kalangan menengah ke atas, saat itu lebih menjadi alternatif dari pasar tradisional yang identik dengan

(4)

kondisi pasar yang kumuh, dengan tampilan dan kualitas barang yang buruk, serta harga jual rendah dan sistim tawar-menawar konvensional. Namun, sekarang ini, kondisinya telah banyak berubah. Supermarket dan Hypermarket tumbuh bak cendawan di musim hujan. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi dari berbagai perubahan di masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat menuntut hal yang berbeda di dalam aktifitas berbelanja. Kondisi ini masih ditambah semakin meningkatnya tingkat pengetahuan, pendapatan, dan jumlah keluarga berpendapatan ganda (suami-istri bekerja) di dengan waktu berbelanja yang terbatas. Konsumen menuntut peritel untuk memberikan ’nilai lebih’ dari setiap sen uang yang dibelanjakannya. Peritel harus mampu mengakomodasi tuntutan tersebut jika tak ingin ditinggalkan para pelanggannya (Ekapribadi.W, 2007).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat kita. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah merambah sampai kota kecil di tanah air. Sangat mudah menjumpai Minimarket, Supermarket bahkan Hypermarket di sekitar tempat tinggal kita. Tempat-tempat tersebut menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah menariknya. Namun di balik kesenangan tersebut ternyata telah membuat para peritel kelas menengah dan teri mengeluh, (Esther dan Dikdik, 2003).

Keberadaan Hypermarket semakin menonjol dan menunjukkan

dominasinya dalam aktivitas perdagangan saat ini. Pada tahun 2005, menurut Business Intelligence Report, jenis ritel ini diperkirakan menguasai pasar sebesar 38,5 persen dari total pasar ritel yang sebesar Rp 87,5 triliun. Peritel terbesar

(5)

dunia yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu Wal-Mart, pada tahun 2002 mengalami pengeluaran sebesar USD 240 miliar di seluruh dunia. Selain Wal-Mart, terdapat beberapa peritel asing yang mengembangkan usahanya di Indonesia, antara lain Carrefour, Makro, Belhaize, Ahold dan Giant. Carrefour yang berasal dari Prancis mulai beroperasi ke Asia petama kali pada tahun 1989, yaitu ke Taiwan. Pada tahun 1996, ritel ini masuk ke Indonesia. Saat ini Carrefour terdapat 15 gerai (outlet) Carrefour di Indonesia, dimana 10 buah di Jakarta dan 5 buah di luar Jakarta. Makro berasal dari Belanda dan masuk ke Indonesia pada tahun 1991. Saat ini terdapat 12 outlet Makro di wilayah Jabotabek dan 1 di Bandung. Selain Makro, dari Belanda juga masuk Ahold, yang di Indonesia menggunakan nama Tops yang sudah memiliki 22 outlet (sejak akhir tahun 2005 diakuisisi Hero). Belhaize adalah Hypermarket dari Belgia, dimana saat ini sudah memiliki 33 outlet di kota-kota besar di Jawa. Belhaize ini beraliansi dengan Supermarket Superindo. Yang terbaru masuk ke Indonesia adalah Giant Hypermarket yang berasal dari Malaysia. Di Indonesia, Giant beraliansi dengan Hero Supermarket (Anonimous, 2007).

Di Indonesia pangsa pasar dan kinerja usaha pasar tradisional menurun, sementara pada saat yang sama pasar modern mengalami peningkatan setiap tahunnya (Tabel 1.) kontribusi pasar tradisional sekitar 69,9% pada tahun2004, menurun dari tahun sebelumnya (2003) sekitar 73,7%. Kondisi sebaliknya terjadi pada Supermarket dan Hypermarket, kontribusi mereka kian hari kian besar (Anonimous, 2007).

(6)

Tabel 1. Kontribusi pasar tradisional dan pasar modern dalam memenuhi kebutuhan pasar

Tahun pasar Tradisioal (%) Pasar modern (%) Permintaan pasar

2000 78,1 21,9 100

2001 75,2 24,8 100

2002 74,8 25,2 100

2003 73,7 26,3 100

2004 69,9 30,1 100

Sumber : Penelitian Lembaga AC Nielsen

Kondisi usaha dan kinerja pedagang pasar tradisonal menunjukkan penurunan setelah beroperasinya Hypermarket. Ini diantaranya menyangkut kinerja : asset, omset, perputaran barang dagangan dan margin harga. Pemilikan kekayaan stagnan bahkan menurun dalam tiga tahun terakhir. Omset pengeluaran menurun selama periode pengamatan, baik dipasar perlakukan maupun di pasar kontrol, lebih banyak jenis komoditas di pasar perlakuan yang mengalami pertumbuhan negatif dibanding dengan pasar kontrol. Sampel perlakukan mengalami penurunan omset atau dengan tingkat penurunan omset yang lebih besar untuk sampel kontrol untuk jenis komoditi : terigu, bimoli, daging sapi, telur dan semangka. Ini memberikan Gambaran perbedaan adanya dampak yang berbeda terhadap kelompok komoditas sembako, daging telur dan buah-buahan. Sementara untuk kelompok sayur-sayuran yang direpresentasikan oleh tampaknya tidak terpengaruh, ditunjukkan oleh tren omset yang sama-sama meningkat (Anonimous, 2007).

Dilihat dari segi perputaran barang dagangan, baik sampel maupun kontrol sama-sama mengalami tren penurunan perputaran barang, yang berarti terjadi penurunan aktivitas pasokan barang kepada pedagang, atau lebih lama tesimpan digudang. Akibat penurunan omset pengeluaran maka perputaran persediaan

(7)

barang menurun. Demikian halnya dengan jumlah pengunjung atau pembeli yang juga ikut berkurang. Dari segi tingkat keuntungan terjadi penurunan margin harga yang cukup besar, para pedagang terpaksa mematok harga ynag lebih kecil agar dapat menawarkan harga komoditas yang tetap bersaing. Ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa harga di Hypermarket umumnya tergolong rendah (Anonimous, 2007).

Kendati persaingan antar pasar modern secara teoretis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat penting mengingat Supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu ( Harmanto, 2007).

Demikian juga halnya yang terjadi di kota Medan, pasar modern berkembang pesat. Hal ini dapat terbukti dengan mudahnya kita dapat menemukan pasar modern seperti Minimarket, Supermarket bahkan Hypermarket di sekitar tempat tinggal kita. Kondisi demikian terjadi karena gaya hidup modern yang sudah mulai melekat pada masyarakat kota Medan. Hal demikian seharusnya menjadi pusat perhatian baik pemerintah maupun swasta dan menjadi penelitian karena dikhawatirkan memberikan dampak negatif terhadap pasar tradisional, seperti yang telah terjadi di kota-kota di pulau jawa. Dari pembahasan diatas penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui dampak pasar modern terhadap pasar tradisional di kota Medan.

(8)

Identifikasi Masalah

Untuk melihat bagaimana sebenarnya perkembangan pasar tradisional dan pasar modern di kota Medan saat ini dan untuk mengetahui dampak dari kehadiran pasar modern tersebut terhadap pasar tradisional maka dapat dirumuskan masalah antara lain :

1. Bagaimana perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan?

2. Bagaimana aspek jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan.

3. Untuk mengetahui jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern.

Kegunaan

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi pedagang mengenai dampak kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional.

2. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(9)

Tinjauan Pustaka

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar (Pepres RI No. 112, 2007).

Reardon et al (2003), menemukan bahwa sejak 2003 pangsa pasar Supermarket di sektor usaha ritel makanan di banyak negara berkembang seperti Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Meksiko, Polandia, dan Hongaria telah mencapai 50%. Di Brazil dan Argentina, di mana perkembangan Supermarket telah lebih dulu dimulai, pangsa pasarnya mencapai sekitar 60%. Traill (2006) menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang 2015, pangsa pasar Supermarket akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko, dan Polandia; 67% di Hongaria; dan 76% di Brazil. Di Indonesia, Supermarket lokal telah ada sejak 1970-an, meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Supermarket bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir 1990-an semenjak kebijakan investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan Supermarket di kota-kota lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang

(10)

harga. Akibatnya, bila Supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an (CPIS 1994), penjamuran Supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah untuk mengakses Supermarket. Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya (Suryadarma, dkk. 2007).

Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa ada sebagian pasar tradisional yang terkena dampak Supermarket sementara sebagian lainnya tidak. Pertama adalah faktor jarak antara pasar

tradisional dan Supermarket, di mana pasar tradisional yang berada relatif dekat dengan Supermarket, paling banyak terkena dampak. Kedua, faktor yang terpenting adalah karakteristik konsumen pada pasar tradisional. Pasar

tradisional yang pelanggan utamanya dari kalangan kelas menengah ke bawah, merasakan dampak yang paling besar akibat kehadiran Supermarket (Suryadarma, dkk. 2007).

Indonesia adalah negara dengan mayoritas konsumen berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi ini menjadikan konsumen Indonesia tergolong ke dalam konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Ketika faktor harga rendah yang sebelumnya menjadi keunggulan pasar tradisional mampu diruntuhkan oleh pasar modern, secara relatif tidak ada alasan konsumen dari kalangan menengah ke bawah untuk tidak turut berbelanja ke pasar modern dan meninggalkan pasar tradisional (Ekapribadi.W, 2007).

(11)

Perlindungan pasar tradisional bisa dilakukan karena aturan pembangunan pasar harus mengacu pada tata ruang dan wilayah yang sudah dimiliki Pemda. Termasuk pengucuran kredit usaha rakyat kepada pedagang tradisional. Dengan keluarnya Perpres ini maka akan memperlancar program pemberdayaan untuk pedagang seperti pengucuran kredit mikro dan sebagainya perbaikan kinerja ritel tradisional perlu juga ditingkatkan. Salah satunya dengan memperbaiki bangunan pasar tradisional, serta pemberdayaan pedagang kecil dan peritel tradisional melalui berbagai program (Suryadarma, dkk. 2007).

Pemberlakuan aturan baku pendirian pasar tradisional dan pasar modern akan membuat persaingan keduanya semakin sengit di masa-masa mendatang. Data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyebutkan,

Hypermarket telah menyebabkan gulung tikarnya pasar tradisional dan kios

pedagang kecil-menengah. Data yang dikumpulkan APPSI pada tahun 2005, saat

Hypermarket belum begitu menggejala seperti sekarang, memaparkan, di Jakarta

terdapat delapan pasar tradisional dan 400 kios yang tutup setiap tahun karena kalah bersaing dengan Hypermarket (Indrakh, 2007).

Landasan Teori

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta, ditambah kunjungan wisatawan manca negara sekitar 5 juta per tahun merupakan pasar yang empuk bagi peritel nasional maupun peritel asing. Memang banyaknya jumlah penduduk merupakan faktor utama berhasil tidaknya pasar ritel (Suryadarma, dkk. 2007).

(12)

Ritel mempunyai arti pengeluaran secara eceran. Seiring tuntutan pasar bebas, ritel pun belakangan bertambah dongan konsep ritel modern. Ritel tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas, barang yang dijual terbatas jenisnya. Sistem manajemen yang sederhana memungkinkan adanya proses tawar menawar harga. Berbeda dengan ritel modern menawarkan tempat lebih luas, banyak jenis barang yang dijual, manajemen lebih terkelola, harga pun sudah menjadi harga tetap. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut swalayan. Dalam ritel modern dikenal Hypermarket, Supermarket dan Minimarket. Gerai ritel modern biasanya disebut pasar modern. Dari catatan Business Watch Indonesia (BWI) perkembangan ritel modern di Indonesia sejak tahun 2000 semakin pesat. Apalagi sejak masuknya peritel asing. Sebut saja peritel asal Prancis dengan Carrefour membuka ritel jenis Hypermarket kemudian ada Giant yang dibuka oleh Hero-Dairy Farm dari Hongkong (Solopos, 2008).

Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan lainnya adalah pengalaman berbelanja yang luar biasa, di mana kita bisa melihat dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih sangat segar. Akan tetapi dengan adanya hal tersebut bukan berarti pasar tradisional bukan tanpa kelemahan. Selama ini justru pasar tradisional lebih dikenal kelemahannya. Kelemahan itu antara lain adalah kesan bahwa pasar terlihat becek, kotor, bau, dan terlalu padat lalu lintas pembelinya. Ditambah lagi ancaman bahwa keadaan sosial masyarakat yang berubah, di mana wanita di perkotaan umumnya berkarier

(13)

sehingga hampir tidak mempunyai waktu untuk berbelanja ke pasar tradisional (Esther dan Dikdik, 2003).

Meskipun informasi tentang gaya hidup modern dengan mudah diperoleh, tetapi tampaknya masyarakat masih memiliki budaya untuk tetap berkunjung dan berbelanja ke pasar tradisional. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara pasar tradisional dan pasar modern. Perbedaan itulah adalah di pasar tradisional masih terjadi proses tawar-menawar harga, sedangkan di pasar modern harga sudah pasti ditandai dengan label harga. Dalam proses tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar modern (Harian Kompas, 2007).

Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan eksistensi pasar tradisional. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Perhatian pemerintah tersebut dibuktikan dengan melakukan revitalisasi pasar tradisional di berbagai tempat. Target yang dipasang sangat sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar. Selama ini pasar tradisional selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau, dan karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Gambaran pasar seperti di atas harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman bagi pengunjung. Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk datang dan melakukan transaksi di pasar tradisional. Pemerintah memang mempunyai hak untuk mengatur keberadaan pasar tradisional dan pasar modern. Tetapi aturan yang dibuat pemerintah itu tidak boleh diskriminatif dan seharusnya justru tidak

(14)

membuat dunia usaha mandek. Pedagang kecil, menengah, besar, bahkan perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan yang sama dalam berusaha (Harian Kompas, 2007).

Persaingan antar peritel di Indonesia sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan orang. Persaingan tidak hanya terjadi antara yang besar melawan yang kecil, melainkan juga antara yang besar dengan yang besar, serta yang kecil dengan yang kecil. Pemerintah sebagai regulator harus mampu mewadahi semua aspirasi yang berkembang tanpa ada yang merasa dirugikan. Pemerintah harus mampu melindungi dan memberdayakan peritel kelas teri karena jumlahnya yang mayoritas. Di lain pihak, peritel besar pun mempunyai sumbangan besar dalam ekonomi. Selain menyerap tenaga kerja, banyak peritel besar yang justru memberdayakan dan meningkatkan kualitas ribuan pemasok yang umumnya juga pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi konsumen yang kian senang menjadi raja yang dimanja. Bagi pemerintah, mencari keseimbangan antara yang besar dan yang kecil ini memang tidak mudah (Indrakh, 2007).

Berbeda dengan pasar modern, pasar tradisional sejatinya memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area pengeluaran yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan yang dimiliki oleh pasar tradisional. Namun, selain menyandang keunggulan alamiah, pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah. Faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata

(15)

letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern (Ekapribadi.W, 2007).

Dalam hal mata rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung risiko kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan Supermarket yang umumnya menggunakan metode konsinyasi atau kredit. Terkait dengan modal usaha, 88% pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka (Suryadarma, dkk. 2007).

Namun demikian, hal ini terutama disebabkan oleh lemahnya daya saing para peritel tradisional. Para pedagang, pengelola pasar, dan perwakilan APPSI menyatakan bahwa hal penting yang harus dilakukan untuk menjamin keberadaan pasar ini adalah dengan memperbaiki infrastruktur pasar tradisional, penataan ulang para PKL, dan penciptaan praktik pengelolaan pasar yang lebih baik. Kebanyakan para pedagang secara terbuka mengatakan keyakinan mereka bahwa kehadiran Supermarket tidak akan menyingkirkan kegiatan bisnis mereka bila persyaratan di atas terpenuhi (Harmanto, 2007).

Dampak umum pada pengusaha ritel tradisional adalah negatif dan kerap mengikuti pola yang sama. Pengusaha ritel tradisional pertama yang terpaksa

(16)

menutup bisnisnya umumnya adalah mereka yang menjual barang-barang umum, makanan olahan, produk susu, lalu diikuti oleh toko yang menjual produk segar dan pasar basah. Setelah beberapa tahun bergelut dengan persaingan, pengusaha ritel tradisional yang biasanya masih tetap bertahan berdagang adalah mereka yang menjual satu jenis produk atau mereka yang berjualan di lokasi di mana Supermarket secara resmi tidak diperkenankan untuk masuk (Daniel.W, 2007).

Untuk beberapa alasan perubahan gaya hidup konsumen saat ini tidaklah mengejutkan. Pertama, melalui skala ekonominya, pasar modern dapat menjual lebih banyak produk yang lebih berkualitas dengan harga yang lebih murah. Kedua, informasi daftar harga setiap barang tersedia dan dengan mudah diakses publik. Ketiga, pasar modern menyediakan lingkungan berbelanja yang lebih nyaman dan bersih, dengan jam buka yang lebih panjang, dan menawarkan aneka pilihan pembayaran seperti kartu kredit dan kartu debit dan menyediakan layanan kredit untuk peralatan rumah tangga berukuran besar. Keempat, produk yang dijual di pasar modern, seperti bahan pangan, telah melalui pengawasan mutu dan tidak akan dijual bila telah kedaluwarsa(Setiadi.N, 2003).

Kerangka Pemikiran

Keberadaan pasar, khususnya yang tradisional, merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Pemerintah harus memperhatikan keberadaan pasar tradisional sebagai salah satu sarana publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup yang dipromosikan begitu hebat oleh berbagai media telah membuat eksistensi pasar tradisional menjadi sedikit terusik. Namun demikian,

(17)

pasar tradisional ternyata masih mampu untuk bertahan dan bersaing di tengah serbuan pasar modern dalam berbagai bentuknya. (Indrakh, 2007)

Maraknya pembangunan pasar modern membuat para pedagang tradisional tak mampu bertahan. Beberapa berita terbaru di media massa mengatakan bahwa sedikitnya 100 pasar dari sekitar 800 pasar tradisional yang tersebar di Jawa Barat, kolaps. Hal ini diduga akibat dari pembangunan pasar modern yang semakin marak. Kota bandung sebagai barometer perdagangan Jawa Barat, sedikitnya terdapat 6 Hypermarket, 60 Supermarket, dan 350 Minimarket yang tersebar sampai ketingkat kecamatan. (Jurnal Penelitian Koperasi dan UKM Nomor 1 tahun 2006), Hal ini menunjukkan perkembangan pasar modern yang sangat cepat dan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pasar tradisional. Hal diatas membuat penulis ingin meneliti perkembangan pasar modern di kota Medan dan untuk mengetahui dampak pasar modern terhadap pasar tradisional di kota Medan dari berbagai aspek.

Dari hasil penelitian yang penulis kutip, kondisi usaha dan kinerja pasar tradisional menunjukkan penurunan setelah beroperasinya Hypermarket. Ini diantaranya menyangkut kinerja : aset, omset, perputaan barang dagangan, dan marjin harga. Pemilikian kekayaan (aset) stagnan dan bahkan menurun dalam tiga tahun terakhir. Omset pengeluaran menurun selama periode pengamatan baik dipasar perlakuan maupun di pasar kontrol. Dilihat dari segi perputaran barang dagangan, baik sampel pasar perlakuan maupun pasar kontrol mengalami penurunan, yang berarti terjadi penurunan aktivitas pasokan barang kepada pedagang, atau barang lebih lama tersimpan di gudang. Dari segi tingkat

(18)

keuntungan terjadi penurunan margin harga yang cukup besar yang dialami oleh pasar perlakuan maupun pasar kontrol setelah beroperasinya Hypermarket. Para pedagang terpaksa mematok marjin laba yang lebih kecil agar dapat menawarkan harga komoditas yang tetap bersaing. Ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa harga di Hypermarket umumnya tergolong rendah. Hal diatas memberikan keinginan bagi penulis untuk mengangkatnya dalam penelitiannya. Selain untuk mengetahui dampak pasar modern terhadap pasar tradisional di kota Medan juga untuk membuktikan apakah hasil penelitian tersebut sama dengan kondisi di kota Medan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

(19)

Keterangan : Ada pengaruh (dampak)

Ada hubungan (alur koordinasi) Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

PASAR MODERN PASAR TRADISIONAL Jumlah Jam Buka Jumlah Pedagang Jumlah Omset Sirkulasi Barang Margin Laba Pasar Tradisional Setelah Ada Pasar

Modern Pasar Tradisional Sebelum Ada Pasar modern Jumlah Pedagang Jumlah Jam Buka Jumlah Omset Sirkulasi Barang Margin Laba

(20)

Hipotesis

Terdapat perbedaan jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern.

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Secara teritorial penelitian ini akan mempunyai lingkup cakupan di satu pasar tradisional di kota Medan yaitu Pasar Sei Sikambing, dan satu pasar modern yaitu Brastagi Supermarket yang letaknya cukup berdekatan dengan Pasar Sei Sikambing. Adapun penentuan daerah sampel ditentukan dengan purposive yaitu dengan sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan, pasar tradisional Sei Sikambing masih termasuk pasar yang sangat tradisional, memiliki jumlah bangunan dan jumlah pedagang yang cukup banyak dan memiliki lokasi yang strategis dan mudah dijangkau sehingga dapat mewakili pasar tradisional lainnya. Dan untuk pasar modernnya merupakan pasar modern yang jaraknya paling dekat dengan pasar tradisional Sei Sikambing. Hal ini dapat diketahui dengan mengamati langsung ke lapangan.

Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang sayuran dan pedagang buah-buahan yang terdapat di pasar tradisional, yang masih aktif berdagang sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah Simple Random Sampling yaitu penarikan sampel seara acak dan sederhana. Jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 15 orang pedagang buah-buahan dan 15 orang lainnya pedagang sayuran. Untuk komoditi buah-buahan yang diteliti oleh penulis ada sebanyak 35 jenis, yaitu sebagai berikut : Pisang Barangan, Alpokat, Sirsak, Jeruk Peras, Belimbing, Terong Belanda, Jeruk Madu, Pear, Appel merah, Semangka Non

(22)

Biji, Semangka Biji, Anggur, Kelengkeng, Appel hijau, Markisa, Jeruk Madu Kecil, Melon, Jeruk Madu Sedang, Rambutan, Manggis, Bengkoang, Sunkist, Appel Fuji, Jeruk Madu Super, Pepaya, Jambu Klutuk, Kueni, Nenas, Salak, Mangga Jawa, Semangka, Appel Fuji Kecil, Appel Fuji Besar, Markisa Asam, Markisa Manis.

Sedangkan untuk komoditi sayur-sayuran yang diteliti oleh penulis ada sebanyak 25 jenis, yaitu sebagai berikut : Tomat Marta, Kentang, Buncis, Sawi Putih, Sawi Pahit, Wortel, Kol, Jipang, Mentimun, Tomat Biasa, Kangkung, Bayam, Daun Ubi, Terong Telunjuk, Terong Merah, Terong Bola, Daun Suring, Daun Pakis, Daun Genjer, Bunga Kol, Brokoli, Arcis, Nasi –Nasi, Selada, Kacang Panjang.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari wawancara secara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti: Badan Pusat Statistik, Perusahaan Daerah Pasar Petisah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan buku-buku penelitian pendukung lainnya.

Metode Analisis Data

Untuk masalah (1) digunakan analisis deskriptif dengan mendeskripsikan perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan. Dari data yang akan didapatkan dari instansi terkait.

(23)

Untuk menguji hipotesis digunakan metode analisis Uji-t berpasangan (paired t-test). Uji-t berpasangan adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda.

Menurut Djalal, N dan Hardius Usman (2002), rumus Uji beda rata-rata (t-hitung) adalah :

Ho = X1 = X2

H1 = X1 ≠ X2

Kriteria uji :

t-hitung ≤ t- table ………..Ho diterima (H1 ditolak)

-t-hitung > - t- table ………..Ho diterima (H1 ditolak)

t-hitung > t- table ………..Ho ditolak (H1 diterima)

-t-hitung <-t- table ………..…..Ho ditolak (H1 diterima)

Keterangan :

H0 = tidak ada perbedaan jumlah omset, perputaran barang dagangan,

jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern.

X1 - X2 th = S1 2 S2 2 S1 S2 + – 2

r

n1 n2 n1 n2

(24)

H1 = ada perbedaan jumlah omset, perputaran barang dagangan, jumlah

pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern.

X1 = rata-rata dari omset, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang,

jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sebelum berdirinya pasar modern di dekat pasar tradisional tersebut.

X2 = rata-rata dari omset, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang,

jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sesudah berdirinya pasar modern di dekat pasar tradisional tersebut.

n

1 = jumlah sampel variable 1

n

2 = jumlah sampel variable 2

S1 = simpangan baku variabel 1

S2 = simpangan baku variabel 2

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi

1. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengn adanya transakasi penjual dan pembeli secara langsung, bangunannya biasanya terdiri dari kios–kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

2. Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembelinya tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelanyanannya

(25)

dilkukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga, Minimarket, Supermarket, dan hipermarket termasuk dalam kategori ini. 3. Jumlah omset adalah total penjualan yang diterima oleh pedagang setiap

bulannya.

4. Jumlah Jam buka adalah jam dimulainya pasar di buka sampai pasar ditutup dalam satu hari atau dalam 24 jam.

5. Sirkulasi atau perputaran barang adalah aktivitas pasokan barang dari pemasok ke pedagang sampai barang tersebut habis terjual sampai aktivitas pasokan barang berulang kembali.

6. Margin laba adalah selisih antara harga beli pedagang dari pemasoknya dengan harga jual yang ditetapkannya ke konsumen.

7. Jumlah pedagang adalah jumlah dari pedagang sayuran dan buah-buahan

yang ada di pasar tradisional tersebut dalam kurun waktu penelitian.

Batasan operasional

1. Penelitian dilakukan di kota Medan.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2009.

3. Sampel penelitian adalah pedagang sayur-sayuran dan buah-buahan di pasar tradisional Sei Sikambing yang sudah berdagang sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket

4. Sampel pasar yang diteliti oleh penulis adalah pasar tradisional Sei Sikambing yang memiliki jarak yang cukup dengan pasar modern Brastagi Supermarket.

(26)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PEDAGANG RESPONDEN

Deskripsi Daerah Penelitian

Letak geografis, batas dan luas wilayah

Kota Medan merupakan ibukota dari propinsi Sumatera Utara. Kota Medan terletak diantara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’ – 98”44’ BT, dengan luas wilayah 265,10 km. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 sampai dengan 37,5 meter diatas permukaan laut, rata-rata curah hujan 171,2 mm dengan suhu minimum 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm.

Kota Medan memiliki batas-batas yaitu : Sebelah Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka, sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang, sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang, dan Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang. Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara.

Keadaan Penduduk Kota Medan

Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di kota Medan

Penduduk kota Medan berjumlah 2.083.156 orang dengan 470.481 rumah tangga yang tersebar di setiap kecamatan dan keluharan di kota Medan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk kota Medan berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.

(27)

Tabel. 1 Penduduk kota Medan menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Golongan Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

Jiwa Persen (%) Jiwa Persen (%) Jiwa Persen (%) 0-4 89.206 8,62 92.853 8,86 182.059 8,74 5-9 96.559 9,33 91.885 8,76 188.444 9,05 10-14 98.519 9,52 100.590 9,59 199.109 9,56 15-19 111.263 10,75 105.426 10,06 216.689 10,4 20-24 116.164 11,23 121.385 11,58 237.549 11,4 25-29 99.499 9,62 102.041 9,73 201.540 9,67 30-34 83.325 8,05 75.926 7,24 159.251 7,64 35-39 75.482 7,3 83.180 7,93 158.662 7,62 40-44 70.091 6,77 75.926 7,24 146.017 7,01 45-49 57.837 5,59 53.680 5,12 111.517 5,35 50-54 47.054 4,55 47.393 4,52 94.447 4,53 55-59 30.879 2,98 31.434 3 62.313 2,99 60-64 26.468 2,56 22.246 2,12 48.714 2,34 65+ 32.350 3,13 44.495 4,24 76.845 3,69 Jumlah 1.034.696 49,67 1.048.460 50,33 2.083.156 100

Sumber : BPS, Medan Dalam Angka 2008

Tabel 1. menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota Medan pada tahun 2008 sebesar 2.083.156 orang yang terdiri dari 1.034.696 orang laki-laki (49,67 %) dan 1.048.460 orang perempuan (50,33%), dari data tersebut dapat dilihat bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Data Tabel diatas juga menunjukkan jumlah usia non produktif bayi, balita, anak-anak dan remaja (0-14 tahun) sebesar 569.612 orang (27,34%) manula (>55 tahun) sebesar 187.872 orang (9,02%). Jumlah usia produktif (15-54 tahun) adalah sebesar 1.325.672 orang (63,63%). Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif, dari data tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di kota Medan cukup besar.

(28)

Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan

Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiri dari tamat SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat pendidikan penduduk kota Medan sdapat dilihat pada Tabel 2a.

Tabel 2a. Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)

1 2 3 4 SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi 451.226 635.451 726.560 310.475 21,24 29,92 34,21 14,61 Jumlah 2.123.712 100

Sumber : BPS, Medan dalam angka 2008

Tabel 2a. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk kota Medan paling besar berada pada tingkat pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu sebesar 726.560 orang (34,21 %), Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) yaitu sebesar 635.451 orang (29,92%), Sekolah Dasar (SD) sebesar 451.226 orang(21,24 %), dan Perguruan Tinggi berjumlah 310.475 orang (14,61 %).

Penduduk menurut mata pencarian

Mata pencarian penduduk kota Medan bermacam jenisnya yaitu pegawai negeri, pegawai swasta, TNI/POLRI, tenaga pengajar, tenaga kesehatan, dan masih banyak lagi yang lain jenis dan macam pekerjaannya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencarian penduduk kota Medan dapat dilihat pada Tabel 2b.

(29)

Tabel 2b. Penduduk kota Medan menurut pekerjaan

No Mata Pencarian Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pegawai negeri Pegawai Swasta TNI/POLRI Tenaga pengajar Tenaga kesehatan Lain-lain 16.727 15.580 14.326 45.426 3.290 300.862 4,22 3,93 3,61 11,4 0,83 75,93 Jumlah 396.211 100

Sumber: BPS, Medan dalam angka 2008

Tabel 2b. menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan penduduk yang terbesar adalah sebagai tenaga pengajar yaitu sebesar 45.426 orang (11,4%), pegawai negeri sebesar 16.727 orang (4,22%), pegawai swasta 15.580 orang (3,93%), TNI/POLRI sebesar14.326 orang (3,61%) dan tenaga kesehatan sebesar 3.290 orang (0,83%) dan pekerjaan yang lain-lain yaitu gabungan dari berbagai pekerjaan yang tidak disebutkan satu persatu yaitu sebesar 300.862 orang (75,93%). Data tersebut menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk kota Medan yang berusia produktif hanya sebagian kecil saja yang sudah bekerja, setelah dikurangi penduduk kota Medan yang bersekolah dan kuliah, masih banyak penduduk yang menganggur baik sebagai pengangguran terselubung maupun pengangguran tetap.

Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju pembangunan. Sarana dan prasarana di kota Medan sekarang ini sangat baik, hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang tersedia baik sarana pendidikan, kesehatan, tempat peribadatan, transportasi dan pasar yang sudah cukup memadai.

(30)

Tabel 3. Sarana dan prasarana di kota Medan tahun 2008

No Sarana dan Prasarana Jumlah ( Unit )

1 Sekolah a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi 810 353 339 33 2 Kesehatan a. Puskesmas b. Pustu c. BPU d. Rumah Bersalin e. Rumah Sakit 39 40 421 431 70 3 Tempat peribadatan a. Masjid b. Musholla c. Gereja d. Kuil e. Wihara 826 675 525 39 140 4 Transportasi a. Jalan Baik b. Jalan Sedang c. Jalan Rusak d. Jalan rusak berat

2.084,16 km 389,80 km 112,76 km 1,35 km 5 Pasar a. Pasar tradisional b. Pasar Modern 56 30 Sumber : BPS Medan dalam angka 2008

Dari Tabel 3. Terlihat sarana pendidikan di kota Medan sangat lengkap mulai dari Play Group, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar berjumlah 810 unit, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama berjumlah 353 unit, Sekolah Lanjut Tingkat Atas berjumlah 339 unit, hingga ke Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit dengan berbagai tingkat strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok kota Medan dengan kualitas yang beragam.

(31)

Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk kota besar seperti kota Medan yang berpenduduk besar. Sarana kesehatan yang ada yaitu Puskesmas 39

unit, Pustu 40 unit, BPU 421 unit, Rumah Bersalin 431 unit, Rumah Sakit 70 unit.

Sarana peribadatan juga sangat diperlukan oleh penduduk kota Medan yang besar dan beragam, dapat saling menerima diantara perbedaan yang ada sehingga tetap saling menghormati, sarana peribadatan yang ada yaitu masjid 826 unit, musholla 675 unit, gereja 525 unit, kuil 39 unit, dan wihara 140 unit.

Sarana transportasi sangat lengkap di dalam kota, angkutan kota sangat banyak ke segala penjuru kota Medan. Panjang jalan kota Medan 3.078,94 km. Jalan yang dalam kondisi baik sepanjang 2.084,16 km, jalan dalam kondisi sedang 389,80 km, jalan dalam kondisi rusak sepanjang 112,76 km, dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 1,35 km.

Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di kota Medan. Masyarakat dengan mudah memilih ingin berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern. Ada 56 unit pasar tradisional dan 30 unit pasar modern yang tersebar di setiap kecamatan dengan keunggulan dan kelengkapan masing-masing pasar yang berbeda-beda. Pasar tradisional umumnya buka pada pagi atau sore hari, sedangkan pasar Modern buka dari pagi hingga malam hari. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel pasar tradisional sei sekambing dan pasar modern Brastagi Supermarket.

(32)

Karakteristik Pasar (Lokasi Penelitian)

Pasar tradisional Sei Sikambing

Pasar ini buka pada pagi hingga sore hari. Barang-barang yang dijual beraneka ragam diantaranya kebutuhan pokok seperti sayur mayur, ikan, bumbu, alat masak, buah, pakaian dan lain-lain. Luas areal pasar ± 4500 m2. Pedagang yang berjualan di pasar ini cukup banyak, yaitu sebanyak 646 unit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah bangunan dan pedagang di pasar Sei Sikambing

No Lokasi Buka Tutup Lak Cabut Jumlah Keterangan

1 Blok – A 116 - - - 116 6 BB

2 Blok – B 94 - - - 94 4 BB

3 Blok – C 66 - - - 66 -

4 Losd – 1 131 - - - 131 98 Stand 33 Meja

5 Losd – 2 125 - - - 125 -

6 Losd – 3 114 - - - 114 13 Stand 41 Meja

Total 646 646

Sumber : Perusahaan Daerah Pasar Petisah 2009

Dari tabel terlihat bahwa terdapat 646 pedagang yang terdaftar di pasar tradisional Sei Sikambing, dimana para pedagang tersebut tersebar di 6 lokasi, seperti Blok – A, Blok – B, Blok – C, Losd -1, Losd – 2, dan Losd 3. Terdapat 10 unit bangunan baru di Blok - A dan Blok – B, 98 stand dan 33 meja di Losd - 1 dan sekitar 13 stand dan 41 meja di Losd - 3.

Pasar Brastagi Supermarket

Brastagi Supermarket terletak di jalan Gatot Subroto. Luas areal Brastagi Supermarket yaitu ± 4500 m2. Brastagi Supermarket tidak hanya menjual buah, tetapi juga menjual barang-barang lain seperti yang dijual pada swalayan pada umumnya.

(33)

Karakteristik Pedagang Responden

Karakteristik pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing

Tabel 5. Rataan karakteristik sosial buah-buahan di pasar Sei Sikambing

No Karakteristik sosial Satuan Range Rata-rata

1 Umur Tahun 24 - 45 34,87

2 Lama Berdagang Tahun 3 – 20 7,97

3 Jenis Kelamin Lk/Pr 8 / 7

Sumber : Data diolah dari Lampiran 1

Jenis komoditi yang diteliti oleh penulis terbagi atas dua jenis komoditi umum, yaitu : komoditi buah – buahan dan komoditi sayur - sayuran. jumlah pedagang sampel yang diteliti oleh penulis berjumlah 30 sampel. Dimana 15 pedagang mewakili komoditi buah–buahan dan 15 pedagang lainnya mewakili komoditi sayur- sayuran. Dalam pedagang buah – buahan ini terdiri atas 8 pedagang berjenis kelamin laki-laki dan 7 orang berjenis kelamin perempuan. Semua pedagang berdomisili tidak jauh dari Pasar Sei Sikambing.

Range umur dari setiap pedagang antara 24 – 45 tahun, dengan rataan sebesar 34,87. Dan untuk lama berdagang memiliki range antara 3 – 20 tahun dengan rata-ratanya adalah sebesar 7,97 tahun, menunjukkan pengalaman yang dimiliki oleh pedagang sudah cukup banyak dan layak untuk dimintai keterangan. Karakteristik pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing

Sedangkan untuk pedagang sayur-sayuran (Tabel 6.) semua pedagang berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan pekerjaan ini tidak begitu mengandalkan tenaga seperti dalam berdagang buah-buahan yang terkadang harus sedikit lebih mengandalkan otot, karena buah – buahan termasuk dalam barang yang memilki massa yang lebih besar dibanding dengan sayuran. Sehingga tidak

(34)

begitu mengandalkan tenaga kaum pria. Dan semua pedagang berdomisili tidak jauh dari Pasar Sei Sikambing.

Tabel 6. Karakteristik pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing

No Karakteristik Sosial Satuan Range Rata-rata

1 Umur Tahun 28 - 49 39

2 Lama Berdagang Tahun 2 - 25 7,4

3 Jenis Kelamin Lk/Pr 0/15

Sumber : Data diolah dari Lampiran 8

Range umur dari setiap pedagang antara 28 - 49 tahun, dengan rataan sebesar 39. Pada dasarnya para pedagang sayuran ini hanyalah para wanita yang sudah berumur diatas 30 tahun dan mereka melakoni pekerjaan ini karena tidak ada pilihan lain dan kurang memiliki modal. Jika dibanding dengan pedagang buah-buahan modal yang diperlukan dalam berdagang sayuran jauh lebih sedikit daripada harus berdagang buah-buahan. Sehingga pada akhirnya keuntungan yang diperoleh pun jauh lebih kecil dibanding dengan pedagang buah-buahan.

Dan untuk lama berdagang memiliki range antara 2 - 25 tahun dengan rata-ratanya adalah sebesar 7,4 tahun, menunjukkan pengalaman yang dimiliki oleh pedagang sudah cukup banyak dan layak untuk dimintai keterangan.

Beberapa dari pedagang sayuran ini merupakan ibu-ibu rumah tangga yang mencoba keberuntungan dengan berdagang, daripada harus tinggal duduk dirumah. Dan beberapa lainnya adalah ibu-ibu yang pensiun muda dari pekerjaannya dan akhirnya ikut dalam bedagang.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Pasar Modern di Indonesia

Sebagai perbandingan maka penulis sedikit membahas perkembangan pasar modern di Indonesia. Dari data yang ada terlihat bahwa pasar modern telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1997 hingga saat ini. Ada 3 jenis pasar modern yang berkembang di indonesia saat itu, yaitu Hypermarket, Supermarket dan Minimarket yang saat ini lebih dikenal sebagai Swalayan.

Gambar 2. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam jumlah outlet

Tabel 7a. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam jumlah outlet

Tahun Hypermarket Supermarket Minimarket Jumlah

1997 6 442 290 738 1997 8 335 300 643 1999 10 440 315 765 2000 16 494 562 1072 2001 38 638 780 1456 2002 40 673 858 1571 2003 49 699 972 1720 Total Penambahan 43 257 682 982 0 200 400 600 800 1000 1200 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Hypermarket Supermarket Minimarket

(36)

Tabel 7b. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam persen (%)

Persentase Perkembangan Setiap Tahun

Tahun Hypermarket Supermarket Minimarket Jumlah

1997-1998 25 -31,94 3,33 -14,77 1997-1998 20 23,86 4,76 15,95 1999-2000 37,5 10,93 43,95 28,64 2000-2001 57,89 22,57 27,95 26,37 2001-2002 5 5,2 9,09 7,32 2002-2003 18,37 3,72 11,73 8,66 Total (%) 87,7551 36,7668 70,1646 57,093 Sumber: FAO (2006)

Dari Tabel 7a. dan Gambar 2. diatas dapat dilihat perkembangan pasar modern (Hypermarket, Supermarket dan Minimarket) di Indonesia dari tahun 1997 sampai tahun 2003 sebesar 57,093%. Karena jumlah pasar modern pada tahun 2003 sebesar 738 dan berubah menjadi sebesar 1720 berarti terjadi penambahan sebanyak 982 buah. Dan untuk perkembangan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 7b. Pada tahun pertama terjadi penurunan pada supermarket dari 442 buah menjadi 335 buah atau sebesar 31,94%. Setelah itu terjadi perkembangan yang cukup signifikan di tahun-tahun berikutnya, dan untuk perkembangan terbesar ada pada tahun ke III, yaitu sebesar 28,64% , dan pada tahun ke IV terjadi perkembangan yang sangat besar untuk Hypermarket di Indonesia, yaitu sebesar 57,89%.

Perubahan ini muncul sebagai konsekuensi dari berbagai perubahan di masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat menuntut hal yang berbeda di dalam aktifitas berbelanja. Konsumen menuntut peritel untuk memberikan ’nilai lebih’ dari setiap sen uang yang dibelanjakannya. Peritel harus mampu mengakomodasi tuntutan tersebut jika tak ingin ditinggalkan para pelanggannya. Memang tidak

(37)

bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat kita. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah merambah sampai kota kecil di tanah air. Sangat mudah menjumpai Minimarket, Supermarket bahkan hipermarket di sekitar tempat tinggal kita. Tempat-tempat tersebut menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah menariknya. dan ini juga menunjukkan perubahan trend pada masyarakat Indonesia. Dengan demikian tidah heran jika pasar modern di pulau Jawa telah banyak mengakibatkan kehancuran dan kematian pasar tradisional

Gambar 3. Penyebaran pasar modern berdasarkan kota di indonesia

Sumber: AC Nielsen (2004),

Dari Gambar 3. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 pasar modern terbanyak berada di kota Jakarta sebesar 38,6% sebagai kota terbesar di Indonesia,

(38)

diikuti kota Surabaya yang menempati posisi kedua, yaitu sebesar 11,8%. Posisi ketiga dan keempat ditempati oleh kota Bandung dan Botabek, yaitu sebesar 11,8% dan 10,2%. Semua 4 besar kota yang menjadi pusat penyebaran pasar modern itu terdapat di pulau Jawa, sehingga sudah perlu pengawasan dan perlindungan yang ekstra terhadap pasar tradisional di kota tersebut. Untuk posisi terkecil terdapat pada kota Padang sebesar 1,6%. Sedangkan kota Medan menempati posisi ke-5, dengan persentase sebesar 6,5%. Dengan demikian perubahan ini wajib diwaspadai karena dapat mengakibatkan kehancuran pasar tradisional yang berada disekitar pasar modern tersebut.

Perkembangan Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kota Medan

Gambar 4. Perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam jumlah (unit)

Pasar modern di kota Medan telah mulai berkembang sejak tahun 1979. pasar modern yang pertama berdiri saat itu adalah pasar modern Saudara Swalayan yang hingga sampai saat ini telah berumur 30 tahun. Setelah itu muncullah pasar-pasar modern yang lain, seperti Medan Plaza tahun 1980, Gelora Plaza pada tahun 1985, kemudian Perisai Plaza tahun 1988 dan disusul

pasar-0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

(39)

pasar modern lainnya. Ada 4 jenis pasar modern yang berkembang di kota Medan yaitu : Hypermarket, Departemen Store, Supermarket dan Pasar Swalayan. Untuk perkembangan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 8a. Data perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam jumlah (unit)

Tahun Hypermarket Departemen

Store Supermarket Pasar Swalayan Total 2000 1 10 8 21 40 2001 1 10 9 21 41 2002 1 10 11 21 43 2003 1 10 14 22 47 2004 2 10 14 23 49 2005 4 14 14 23 55 2006 4 14 15 25 58 2007 4 15 18 25 62 2008 4 15 18 27 64 2009 4 16 18 39 77

Sumber : Lampiran 34 Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009

Tabel 8b. Perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam pesen (%)

Tahun Hypermarket Departemen

Store Supermarket Pasar Swalayan Total 2000-2001 - - 2,5 - 2,5 2001-2002 - - 4,88 - 4,88 2002-2003 - - 6,98 2,33 9,3 2003-2004 2,13 - - 2,13 4,26 2004-2005 4,08 8,16 - - 12,24 2005-2006 - - 1,82 3,64 5,45 2006-2007 - 1,72 5,17 - 6,9 20072008 - - - 3,23 3,23 2008-2009 - 1,56 - 18,75 20,31 TOTAL 6,21 11,45 21,35 30,07 69,07

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 34)

Dari Tabel.8a, Tabel.8b dan Gambar.2 diatas dapat dilihat perkembangan pasar modern (Hypermarket, Supermarket pasar Swalayan dan Departemen Store) di kota Medan dari tahun 2000 sampai tahun 2009 sebesar 69,07%. Karena jumlah

(40)

pasar modern pada tahun 2000 sebesar 40 dan berubah menjadi sebesar 77, berarti terjadi penambahan sebanyak 37 buah. Dan untuk perkembangan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 7b. Pada tahun pertama terjadi peningkatan pada pasar modern sebesar 2,5%. Setelah itu terjadi perkembangan yang cukup signifikan di tahun ke-5, yaitu sebesar 12,24%, dan untuk perkembangan terbesar ada pada tahun ke IX, yaitu sebesar 20,31% perkembangan yang cukup besar ini disebabkan oleh pasar swalayan yang meningkat sebesar 18,75%. Hal ini menunjukkan dominasi pasar modern yang semakin besar. Ini menunjukkan tern dan gaya hidup masyarakat yang mulai berubah, dan semakin banyak yang beralih ke pasar modern. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu muncullah pasar-pasar modern yang baru, yang menyajikan menawarkan tempat lebih luas, banyak jenis barang yang dijual, manajemen lebih terkelola, harga pun sudah menjadi harga tetap. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut swalayan.

Kondisi ini benar telah menyulitkan para pedagang tradisional kita, karena dengan banyaknya pasar modern itu tidak banyak alasan lagi untuk pelanggan tetap mempertahankan berbelanja di pasar tradisional. Apalagi yang selama ini menjadi keunggulan pasar tradisional yaitu harga yang cukup murah juga ditawarkan pada pasar modern seperti pasar Swalayan ataupun Departemen Store. Tabel 9. Data pasar pasar tradisional tahun 2005-2009

No Jenis Pasar Jumlah (Unit)

1 Pasar Lingkungan / Malam Hari 31

2 Pasar Non Inpres 24

3 Pasar Inpres 14

Total 69

(41)

Dari Tabel 9. dapat dlihat bahwa pada pasar tradisional tidak terdapat perubahan dalam jumlah sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, yaitu sebanyak 69 buah pasar tradisional yang terdapat di kota Medan ini. Yang berubah hanyalah jumlah pedagangnya. Sebagian besar pedagang tradisional yang ada saat ini merupakan turunan dari pedagang pasar tradisional terdahulu, maksudnya adalah bahwa sebagian besar pedagang tradisional yang ada saat ini merupakan keturunan ataupun keluarga dari pedagang terdahulu, sedangkan sisanya adalah para pedagang pendatang baru.

Jumlah pedagang sayur dan buah-buahan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket

Tabel 10. Jumlah pedagang sayur dan buah-buahan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket

Komoditi Sebelum Sesudah % Perubahan

Sayur-Sayuran 83 89 6,74

Buah-Buahan 50 50 0

Sumber: P.D. Pasar Sei Sikambing

Dari Tabel 10. terlihat bahwa terjadi penambahan pedagang di pasar tradisional dalam 3 tahun terakhir, yaitu sebesar 6,74% (6 orang) untuk pedagang sayuran dan sebesar 0% untuk pedagang buah-buahan. Penambahan yang terjadi pada pedagang sayuran tersebut terjadi karena semakin banyak penduduk kota Medan yang tidak memiliki pekerjaan dan berusaha mencari nafkah dengan berdagang sayuran, walaupun sebenarnya kondisi para pedagang tradisional saat ini sedang dalam ancaman, sebagian pedagang memang tidak menyadari hal itu, dan sebagian lagi sudah menyadarinya tetapi demi untuk tetap bertahan hidup maka mereka tetap melakoni pekerjaan tersebut dengan segala resikonya. Memang dampak yang dihasilkan oleh pasar modern yang ada di kota medan ini

(42)

belum sebesar dampak yang dihasilkan oleh pasar modern di kota-kota besar seperti di pulau Jawa, sehingga sampai saat ini para pedagang tradisional di kota Medan masih bisa bertahan.

Kondisi Usaha Pedagang Responden

Kondisi usaha pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing

Tabel 11. Kondisi usaha pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing

Sampel

Jam Buka (WIB) Jam Tutup (WIB) Sirkulasi Barang/ Bulan

Sebelum ada B S Setelah Ada B S Sebelum Ada B S Setelah Ada B S Sebelum Berdirinya B S Setelah Berdirinya B S 1 6 6 19 19 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 2 7 7 18 18 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 3 8 8 17 17 12 x 1 Bulan 12 x 1 Bulan 4 6 6 20 20 8 x 1 Bulan 8 x 1 Bulan 5 5 5 22 22 8 x 1 Bulan 8 x 1 Bulan 6 10 10 20 20 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 7 5 5 23 23 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 8 5 5 22 22 12 x 1 Bulan 12 x 1 Bulan 9 9 9 24 24 15 x 1 Bulan 15 x 1 Bulan 10 9 9 23 23 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 11 5 5 22 22 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 12 6 6 20 20 15 x 1 Bulan 15 x 1 Bulan 13 6 6 19 19 15 x 1 Bulan 15 x 1 Bulan 14 5 5 20 20 15 x 1 Bulan 15 x 1 Bulan 15 7 7 21 21 12 x 1 Bulan 12 x 1 Bulan

Jumlah 99 99 310 310 292 x 1 Bulan 292 x 1 Bulan

Rataan 6,6 6,6 20,67 20,67 19,47 x 1 Bulan 19,47 x 1 Bulan

Keterangan BS : Brastagi Swlayan

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 2)

Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan jam buka sebelum adanya Brastagi Supermarket dengan jam buka setelah adanya Brastagi Supermarket. Demikian juga halnya dengan jam tutup sebelum dan sesudah adanya Brastagi Supermarket tidak terdapat perbedaan. Selanjutnya pada jumlah sirkulasi barang sebelum dan sesudah adanya Brastagi Supermarket juga tidak terjadi perubahan. Tetapi dalam jumlah barang yang di pasok setiap bulannya

(43)

berbeda sebelum dengan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket, karena sebelum berdirinya pasar Brastagi Supermarket jumlah barang yang dipasok lebih besar daripada setelah berdirinya pasar Brastagi Supermarket, hal itu dapat diketahui dari jumlah penjualan sebelum dan sesudah berdirinya Brastagi Supermarket setiap bulannya.

Hal ini sedikit berbeda berbeda pada pernyataan sebelumnya pada latar belakang dan kerangka pemikiran yang menyatakan bahwa kondisi usaha dan kinerja pasar tradisional di pulau Jawa menunjukkan penurunan setelah beroperasinya pasar modern, ini diantaranya menyangkut kinerja : aset, omset, perputaran barang dagangan dan margin harga. Dan kondisi usaha yang meliputi jumlah jam buka, dan jumlah pembeli. Yang memiliki persamaan hanyalah pada penurunan omset, jumlah rata-rata barang yang dipasok setiap bulannya.

Dari Tabel 11. di dapat rata-rata jam buka adalah pukul 6.60 WIB dan jam tutup adalah pukul 20.67 WIB dengan demikian didapat rata-rata jumlah jam buka dalam satu hari adalah 10.07 jam. Sedangkan rata-rata jumlah sirkulasi barang dalam satu bulan adalah sebanyak 19.47 x 1 Bulan.

Kondisi usaha pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing

Demikian juga halnya pada karakteristik pedagang komoditi sayur-sayuran (Tabel 12), dimana jam buka dan jam tutup sebelum berdirinya pasar Brastagi Supermarket sama dengan setelah berdirinya pasar Brastagi Supermarket. Rata-rata jam buka adalah pukul 05.00 WIB dan jam tutup adalah pukul 15.00 WIB dengan demikian di dapat rata-rata jumlah jam buka dalam satu hari adalah 10. 00 jam. Dengan rata-rata jumlah sirkulasi barang setiap bulannya sebanyak 30 x 1 Bulan. Karena komoditi sayuran jauh lebih mudah rusak dari komoditi

(44)

buah-buahan maka komoditi ini harus diganti setiap harinya walaupun sekiranya ada barang yang tidak habis dalam satu hari tersebut maka barang tersebut akan dipakai sendiri atau secara tidak langsung menjadi sampah atau jadi pakan ternak. Tabel 12. Kondisi usaha pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing

Sampel

Jam Buka (WIB) Jam Tutup (WIB) Sirkulasi Barang/ Bulan

Sebelum Ada B S Setelah Ada B S Sebelum Ada B S Setelah Ada B S Sebelum Berdirinya B S Setelah BerdirinyaB S 1 4,00 4,00 13,00 13,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 2 6,00 6,00 17,00 17,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 3 4,30 4,30 13,00 13,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 4 5,00 5,00 18,00 18,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 5 4,30 4,30 12,00 12,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 6 4,30 4,30 12,00 12,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 7 5,00 5,00 17,00 17,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 8 6,30 6,30 18,00 18,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 9 4,30 4,30 12,00 12,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 10 5,00 5,00 16,00 16,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 11 5,00 5,00 15,00 15,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 12 6,00 6,00 17,00 17,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 13 5,30 5,30 17,00 17,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 14 5,00 5,00 16,00 16,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan 15 5,00 5,00 18,00 18,00 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan

Jumlah 75 75 231 231 450 x 1 Bulan 450 x 1 Bulan

Rataan 5 5 15 15 30 x 1 Bulan 30 x 1 Bulan

Keteranga B S : Brastagi Swlayan

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 9)

Laba kotor Pedagang Sebelum dan Sesudah Berdrinya Pasar Brastagi Supermarket.

Laba kotor pedagang buah-buahan

Dari Tabel 13. dapat dilihat bahwa penurunan yang cukup signifikan terjadi dalam jumlah rata-rata laba kotor pedagang buah-buahan antara sebelum dan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket. Dengan rata-rata persentase penurunan sebesar 23%. Dengan kisaran penurunan laba kotor terendah pada 13% dan tertinggi pada 29%.

(45)

Tabel 13. Total laba kotor pedagang buah-buahan sebelum dan sesudah berdrinya pasar Brastagi Supermarket

Sampel

Laba kotor Pedagang sebelum ada B S

(Rp) / Bulan

Laba kotor Pedagang setelah ada B S (Rp) / Bulan Persentase Penurunan (%) 1 8.385.000 6.675.000 26 2 11.475.000 8.880.000 29 3 13.605.000 11.490.000 18 4 8.400.000 6.600.000 27 5 11.250.000 8.325.000 35 6 9.405.000 7.770.000 21 7 41.490.000 36.600.000 13 8 23.835.000 19.155.000 24 9 9.855.000 8.205.000 20 10 15.720.000 12.960.000 21 11 5.900.000 4.965.000 19 12 21.570.000 17.985.000 20 13 17.820.000 14.625.000 22 14 13.335.000 11.010.000 21 15 13.470.000 10.635.000 27 Jumlah 225.440.000 185.880.000 344 Rataan 15.029.333 12.392.000 23

Keterangan : BS = Brastagi Supermarket

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 15-16)

Penurunan ini disebabkan oleh jumlah pedagang yang tetap dan jumlah pembeli yang berkurang karena sebagian telah beralih ke pasar modern khususnya Brastagi Supermarket, hal ini dapat diketahui dari pengakuan yang dikemukakan oleh para pedagang buah yang ada di pasar Sei Sikambing. Dari 15 pedagang responden yang diwawancarai oleh penulis hanya 2 pedagang yang mengatakan bahwa Brastagi Supermarket tidak begitu berpengaruh untuk dagangannya karena pedagang tersebut beranggapan bahwa yang menyebabkan penurunan laba kotor tersebut adalah semakin meningkatnya persaingan antar pedagang, baik dari segi kualitas dan harga. Sehingga yang bertahan menjadi pelanggan di pasar Sei Sikambing ini adalah penduduk yang memiliki jarak yang cukup dekat antara

(46)

rumahnya dengan pasar Sei Sikambing dan sebagian lagi adalah para pelanggan tetap yang dimiliki oleh setiap pedagang.

Sedangkan penyebab terjadinya perbedaan penurunan diantara setiap pedagang tersebut adalah dilatarbelakangi oleh masalah perbedaan jumlah pelanggan tetap yang dimiliki, harga beli dan harga jual masing-masing pedagang serta keberuntungan dari setiap pedagang.

Total laba kotor pedagang sayur-sayuran

Tabel 14. Total laba kotor pedagang sayuran sebelum dan sesudah berdrinya pasar Brastagi Supermarket

Sampel

Laba kotor Pedagang sebelum ada B S

(Rp) / Bulan

Laba kotor Pedagang setelah ada B S(Rp) / Bulan Persentase Penurunan (%) 1 6.000.000 4.950.000 21 2 4.860.000 3.990.000 22 3 2.409.000 1.836.000 27 4 3.420.000 2.760.000 24 5 3.870.000 3.000.000 29 6 2.115.000 1.650.000 28 7 6.630.000 5.130.000 29 8 1.845.000 1.350.000 37 9 2.370.000 1.785.000 33 10 4.365.000 3.495.000 25 11 4.912.500 3.915.000 25 12 4.050.000 3.240.000 25 13 4.800.000 3.825.000 25 14 4.419.000 3.435.000 29 15 4.800.000 3.870.000 24 Jumlah 60.865.500 48.231.000 408 Rataan 4.057.700 3.215.400 27,17

Keterangan : BS = Brastagi Supermarket

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 17-18)

Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa terdapat pernurunan yang cukup signifikan dalam jumlah rata-rata laba kotor pedagang sayuran antara sebelum dan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket. Dengan rata-rata persentase

(47)

penurunan sebesar 27,17%. Dengan kisaran penurunan laba kotor terendah pada 21% dan tertinggi pada 37 %.

Penurunan ini sama saja dengan yang dialami oleh pedagang buah-buahan, yaitu disebabkan oleh jumlah pedagang yang semakin bertambah dan jumlah pembeli yang berkurang karena sebagian telah beralih ke pasar modern. Sehingga yang bertahan menjadi pelanggan di Pasar Sei Sikambing ini adalah penduduk yang memilki jarak yang cukup dekat antara rumahnya dengan pasar Sei Sikambing dan sebagian lagi adalah para pelanggan tetap yang dimiliki oleh setiap pedagang.

Total Biaya Pengeluaran dari Setiap Pedagang

Total biaya pengeluaran pedagang buah-buahan

Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang dan habis dalam satu kali pakai. Biaya-biaya variabel yang dibutuhkan pedagang dalam berdagang buah-buahan adalah biaya pengangkutan, plastik, sewa, parkir, jaga malam, ongkos, kebersihan.

Tabel 15. Biaya variabel pedagang buah setiap bulan (Rp)

Jenis Biaya Jumlah Rataan Persentase (%)

Pengangkutan 5.468.000 364.533 34,1 Plastik 7.890.000 526.000 49,21 Sewa 550.000 275.000 3,43 Parkir 180.000 45.000 1,12 Jaga Malam 205.000 41.000 1,28 Ongkos 1.290.000 107.500 8,05 Kebersihan 450.000 30.000 2,81 Total 16.033.000 1.068.867 100

(48)

Dari Tabel 15. dapat diketahui bahwa total biaya biaya variabel yang dibutuhkan oleh ke-15 pedagang sampel tersebut adalah sebesar Rp. 16.033.000. Biaya variabel terbesar adalah pada biaya plastik, yaitu sebesar Rp. 7.890.000 atau sebesar 49,21%, kemudian diikuti dengan biaya pengangkutan barang dari Centra Produksi ke pasar Sei Sikambing, yaitu sebesar Rp 5.468.000 atau 34,1% dari total biaya variabel. Biaya variabel terkecil ada pada biaya parkir, yaitu sebesar Rp. 180.000 atau 1,12% dari total biaya variabel.

Dalam penelitian ini rata–rata total biaya variabel setiap bulannya sebelum dan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket masih dalam jumlah yang sama. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel dalam 2 tahun terakhir ini masih tergolong sama. Hal ini seperti penjelasan dari setiap pedagang sampel yang diteliti oleh penulis.

Tabel 16. Biaya penyusutan peralatan pedagang buah–buahan per bulan

Jenis Biaya Jumlah (Rp) Rataan (Rp) Persentase (%)

Timbangan 2Kg 3.229 819 0,83

Timbangan 10 Kg 26.146 1.743 6,71

Timbangan 15 Kg 12.292 819 3,15

Timbangan 20Kg 21.875 1.458 5,61

Timbangan 100 Kg 12.500 833 3,21

Tenda alas Berdagang 10.500 700 2,69

Wayar 13.125 875 3,37

Meja 27.083 1.806 6,95

Lampu 41.250 2.750 10,59

Payung 221.625 14.775 56,88

Total 389.625 25.975 100

Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 21)

Demikian halnya dengan biaya penyusutan (terlihat pada Tabel 16.) yang dihitung dari biaya yang dikeluarkan dari pembelian peralatan-peralatan yang bersifat fix cost (tidak habis dalam satu kali pakai) sebab barang-barang tersebut

Gambar

Tabel 1. menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota Medan pada tahun  2008 sebesar 2.083.156 orang yang terdiri dari 1.034.696 orang laki-laki       (49,67 %) dan 1.048.460 orang perempuan (50,33%), dari data tersebut dapat  dilihat bahwa penduduk perempuan le
Tabel 2a. Penduduk  kota Medan menurut tingkat pendidikan
Tabel 2b. Penduduk kota Medan menurut pekerjaan
Tabel 3. Sarana dan prasarana di kota Medan tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

,engingatkan kembali ke&#34;ada ibu tentang &#34;ers/nal $ygiene &#34;ada balita  dengan membiasakan kebiasaan 9u9i tangan setela$ melakukan aktiitas?.

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Pengamatan terhadap struktur mikro dilakukan untuk mengetahui struktur mikro maupun ukuran butir di daerah weld metal, HAZ, dan base metal sehingga dapat

Hasil pengukuran kadar BK pada Tabel 8 menunjukkan tanaman jagung yang dipanen pada umur tua lebih tinggi dibandingkan dengan umur panen muda.. Pola data

Dari grafik hubungan antara waktu tempuh dan derajat kejenuhan (DS) jalan arterial yang ditunjukkan pada bab V akan dapat terlihat kondisi-kondisi jalan yang perlu diperbaiki

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi keripik pare ke depan lebih menjanjikan dari pada keripik sayur lainnya, disamping pula ada

Catatan: penghitungan nilai lihat contoh penilaian halaman lain 3. Tugas peserta didik menemukan dan menuliskan informasi tentang karakteristik bentang alam: pantai, dataran

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),