• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran.Usaha untuk mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi melalui model-model tertentu.Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma (Moleong, 2010: 49).

Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut Thomas Khun (dalam Bulaeng, 2004: 2) paradigma didefenisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti.

Harmon (1970) (dalam Moleong 2010: 49), mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang secara khusus tentang visi realitas. Baker (1992) (dalamMoleong2010: 50), mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang melakukan dua hal yaitu: hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas dan hal itu menceritakan kepada kita bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif (pandangan/pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam paradigma interpretatif, realitas sosial pada hakekakatnya tidak pasti namun relatif. Karena kerelatifannya, maka pemaknaan setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial.Dalam konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif. Pendekatan ini menolak kedudukan sebagai “pengamat” sebagaimana dikenal pada pendekatan positivis. Seseorang hanya bisa mengerti apabila menggunakan kerangka berpikir orang

(2)

yang terlibat langsung. Dengan kata lain, ia berupaya mengerti dari sisi dalam realitas sosial (Neuman, 2000).

Paradigma interpretatif digunakan dalam penelitian ini karena paradigma ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya sehari-hari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, peneliti dapat melihat bagaimana gaya komunikasi anggota DPRD perempuan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menekankan bagaimana gaya komunikasi verbal dan non verbal yang dilakukan anggota DPRD perempuan di Provinsi Sumatera Utara. Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma interpretatif sebagai bahan untuk melakukan penelitian.

2.2 Kajian Pustaka .

2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama communis paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu kata yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas (Mulyana 2007: 46).

Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : ”Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect.”

Dari paradigma tersebut Harold D.Laswell (dalam Mulyana 2007: 69) mengatakan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu :

1. Komunikator: Pihak yang menyampaikan pesan dan informasi

Dengan pengaruh bagaimana Dengan saluran apa Kepada siapa Mengatakan apa Siapa

(3)

2. Pesan: Pernyataan yang didukung oleh lambang, bahasa, gambar, dan sebagainya.

3. Media: Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan berada jauh ataupun juga karena banyaknya jumlah maka diperlukan media sebagai penyampai pesan.

4. Komunikan: adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator

5. Efek : adalah dampak sebagai pengaruh pesan tersebut.

Jadi berdasarkan paradigma Lasewell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Selain itu juga terdapat defenisi lain yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia bahwa : “Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang mengkehendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2009:20). Everret M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.”

Defenisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara,2009:20). Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

(4)

Defenisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi lain, seperti definisi komunikasi menurut Shanon dan Weaver (Cangara, 2009:20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada komunikasi verbal saja, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi.

2.2.1.1 Gaya Komunikasi

Manusia mengucapkan atau menuliskan kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang memotivasi, menyatakan belas kasihan, menyatakan kemarahan, menyatakan pesan agar suatu perintah cepat dikerjakan. Semua kombinasi ini adalah gaya komunikasi, gaya yang berperan untuk menentukan batas-batas tentang kenyataan dunia yang sedang dihadapi, tentang relasi dengan sesama tentang hubungan dengan suatu konsep tertentu. Keterampilan berkomunikasi melalui gaya komunikasi, mengisyaratkan kesadaran diri pada level yang tinggi. Setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang bersifat personal, itu gaya khas seseorang waktu berkomunikasi.

Norton (1983), Kirtley dan Weaver (1999) (dalam Liliweri 2011: 309) mendefenisikan gaya komunikasi sebagai proses kognitif yang mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia berinteraksi dengan orang lain). Selain itu, Raynes (2011) (dalam Liliweri 2011: 309) juga memandang gaya komunikasi sebagai campuran unsur-unsur komunikasi lisan dan ilustratif. Pesan-pesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi diungkapkan dalam kata-kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.

Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori gaya komunikasi (Norton, 1983, dalam Liliweri, 2011:309), ke dalam sepuluh jenis:

(5)

a. Gaya dominan (dominan style),gaya seorang individu untuk mengontrol situasi sosial.

b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu “hidup” ketika dia bercakap-cakap.

c. Gaya kontroversial (controversial style), gaya seseorang yang selalu berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang lain. d. Gaya animasi (animated style),gaya seseorang yang berkomunikasi secara

aktif dengan memakai bahasa nonverbal.

e. Gaya berkesan (impression style),gaya berkomunikasi yang merangsang orang lain sehingga mudah diingat, gaya yang sangat mengesankan.

f. Gaya santai (relaxed style),gaya seseorang yang berkomunikasi dengan tenang dan senang, penuh senyum dan tawa.

g. Gaya atentif (attentive style),gaya seseorang yang berkomunikasi dengan memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap simpati dan bahkan empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh. h. Gaya terbuka (open style),gaya seseorang yang berkomunikasi secara

terbuka yang ditunjukkan dalam tampilan jujur dan mungkin saja blakblakan.

i. Gaya bersahabat (friendly style),gaya komunikasi yang ditampilkan seseorang secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respomn positif, dan mendukung.

j. Gaya yang tepat (precise style),gaya yang tepat dimana komunikator meminta untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat dalam komunikasi lisan.

2.2.2 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan penting (Hardjana, 2003: 22).

Bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain (Hardjana, 2003: 23).

Menurut Larry L. Barker (dalam Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transimisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan,

(6)

atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi, menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Seseorang juga menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga tidur kembali, dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi.

Barker berpandangan, kesitimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi (Mulyana, 2007:267).

Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Devito, 1997:117), diantaranya :

1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi makna yang kita sampaikan.

2. Kata-kata hanyalah sebagian dari sistem komunikasi kita. Dalam komunikasi yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai oleh perasaan nonverbal. Oleh karenanya, pesan-pesan kita merupakan kombinasi isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.

3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.

Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu berisi inovasi informasi maupun teknologi , maka pesan yang disampaikan sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar hasilnya dapat dirasakan.

2.2.2.1 Klasifikasi Komunikasi Verbal

a. Komunikasi verbal melalui tulisan dapat diartikan sebagai suatu proses dimana seorang berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Komunikasi verbal melalui lisan

(7)

dapat dilakukan secara langsung bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti berpidato atau ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat juga dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon.

b. Komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.

2.2.3 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana 2003:26).

Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata yang sedang popular saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku”, (Nierenberg & Calero, 1971, dalam Devito 2011:193).

Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk , antara lain (Cangara, 2006:101-110):

a. Kinesics

Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam Devito, 2011) kedua periset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, diantaranya :

1. Emblim. Perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. Emblem meliputi isyarat “oke”, “jangan rebut”, “kemarilah”, dan “saya ingin menumpang.” Emblem adalah pengganti nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Walaupun emblim bersifat alamiah dan bermakna mereka mempunyai kebebasan makna

(8)

seperti sembarang kata ataupun dalam sembarang bahasa. Oleh karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan emblim dalam kultur kita 300 tahun yang lalu. Emblim juga dimana gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh-sungguh.” 2. Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara

harafiah “mengilustrasikan” pesan verbal. Dalam mengatakan “ayo, bangun,” misalnya anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda ke arah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda mungkin sekali membuat gerakan berputar atau kotak dengan tangan anda. Begitu biasanya kita melakukan gerakan demikian sehingga sukar bagi kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakan yang tidak tepat. Kita hanya menyadari sebagian illustrator yang kita gunakan. Kadang-kadang ilustrator ini perlu kita perhatikan. Ilustrator bersifat lebih alamiah, kurang bebas dan lebih universal daripada emblim. Mungkin sesekali ilustrator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak lahir juga yang dipelajari.

3. Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur”, memantau, memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggugkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara paralinguistik seperti “mm-mm” atau :tsk”. Regulator jelas terikat pada kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan, misalnya “teruskanlah”. “ lalu apalagi,” atau “tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari regulator.

4. Adaptor. Adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi atau di muka umum tetapi tidak terlihat berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, saat anda sedang sendiri mungkin anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang. Dimuka umum bila orang-orang melihat anda melakukan adaptor ini hanya sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari anda di kepala dan menggerakkan sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk cukup keras untuk menghilangkan rasa gatal.

5. Affect Display. Adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna emosional gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian “membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak benar dan membuat orang berkata, “anda kelihatan kesal hari ini, mengapa?” tetapi, kita tidak dapat secara sadar mengendalikan affect display, seperti aktor yang memamerkan peran tertentu. Affect display kurang bergantung pada pesan verbal dari pada ilustrator. Selanjutnya, kita tidak secara sadar mengendalikan affect display seperti yang kita lakukan pada emblim dan ilustrator. Affect display tidak dapat disengaja seperti ketika gerakan-gerakan ini membuka rahasia kita tetapi mungkin juga disengaja. Kita mungkin ini memperlihatkan rasa marah, rasa cinta, benci, atau terkejut dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.

(9)

b. Gerakan Mata (Eye Gaze)

Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Dari observasi puitis Ben Jonson‟s “Drink to me only with thin eyes, and I will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer (Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai sistem pesan nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah pencerminan isi hati seseorang.

Mark Knapp (dalam Cangara 2006: 112) dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yakni :

1. Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya dengan mengucapkan bagaimana pendapat anda tentang hal itu?

2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara.

3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya orang yang merasa malu, akan berusaha menghindari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berutang akan menghindari orang yang bisa menagihnya.

4. Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seorang tertarik pada suatu obyek terterntu, maka pandangannya akan terarah pada obyek itu tanpa putus dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi besar.

c. Sentuhan (Touching)

Sentuhan atau touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan bagian-bagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul, memegang, menggelitik dan memeluk. Melalui sentuhan, kita mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya barat, orang berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang di punggungnya untuk memberi semangat, merangkul seseorang untuk menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan solidaritas.

Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Cangara, 2006: 114) yakni :

1. Kinestethic

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.

2. Sociofugal

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umunya orang Amerika dan Asia Timur didalam menunjukkan

(10)

persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan.

3. Thermal

Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.

d. Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Misalnya “datanglah” bisa diartikan betul-betul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi. Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa disalahartikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski menurut kata hatinya tidak demikian, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi etnik tersebut (Cangara, 2006: 115)

Ada pengendalian empat utama karakteristik vokal, yaitu (Budyatna, 2011: 131):

1. Pola titi nada atau Pitch, ini merupakan tinggi atau rendahnya nada vokal. Orang menaikkan atau menurunkan pola titi nada vokal atau vocal pitch dan mengubah volume suara untuk menegaskan gagasan, menunjukkan pertanyaan dan memperlihatkan kegugupan.

2. Volume, volume merupakan keras atau lembutnya nada.

3. Kecepatan, kecepatan atau rate mengacu pada saat orang berbicara. 4. Kualitas, kualitas merupakan bunyi dari suara seseorang.

e. Diam

Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard mengatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negative, tetapi bisa juga melambangkan sikap positif.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiam diri sangat sulit untuk diterka, apakah orang itu malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya menyatakan “tidak.” Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu, diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam karena ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu.

Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau kebiasaan-kebiasaan seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak senang menyatakan “tidak” tetapi juga tidak berarti “ya.” Diam adalah perilaku komunikasi sekarang ini makin banyak dilakukan orang-orang yang bersikap netral dan mau aman.

f. Postur Tubuh

Orang lahir ditakdirkan dengan berbagai bentuk tubuh. Well dan Siegel (dalam Cangara, 2006: 106-107) dua orang ahli psikologi melalui studi yang mereka lakukan, berhasil menggambarkan bentuk-bentuk tubuh manusia dengan karakternya. Kedua ahli ini membagi bentuk atas tiga tipe, yakni ectomorphy bagi mereka yang memiliki bentuk tubuh kurus tinggi, mesomorphy bagi mereka yang

(11)

memiliki bentuk tubuh tegap, tinggi dan atletis, endomorphy bagi mereka yang memiliki tubuh pendek, bulat dan gemuk.

Pada tubuh yang bertipe ectomorphy dilambangkan sebagai orang yang punya sikap ambisi, pintar, kritis dan sedikit cemas. Bagi mereka yang tergolong bertubuh mesomorphy dilambangkan sebagai pribadi yang cerdas, bersahabat, aktif dan kompetitif, sedangkan tubuh yang bertipe endomorphy digambarkan sebagai pribadi yang humoris, santai, dan cerdik.

g. Kedekatan dan Ruang (Proximity dan Spatial)

Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua obyek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territory atau Zone. Edward T. Hall (dalam Cangara, 2006:107-108) membagi kedekatan menurut territory terbagi atas empat macam, yaitu:

1. Wilayah intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak antara 3-18 inchi. 2. Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak antara 18 inchi hingga 4

kaki.

3. Wilayah sosial, ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki. 4. Wilayah umum (publik), ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12

kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki. h. Warna

Warna juga memberi arti terhadap suatu obyek. Di Indonesia, warna hijau seringkali diidentikkan dengan warna Partai Persatuan Pembangunan, kuning sebagai Golongan Karya, dan merah sebagai Partai PDI-Perjuangan. Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni.

i. Waktu

Ungkapan “time is money” membuktikan bahwa waktu itu sangat penting bagi orang yang ingin maju. Karena itu orang yang sering menepati waktu dinilai sebagi orang yang berpikiran modern. Waktu mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan seringkali melihat waktu. Misalnya membangun rumah, menanam padi, melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebagainya.

Penggunaan waktu atau chronemics adalah cara lain untuk menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Terdapat beberapa aspek mengenai bagaimana kita berpikir tentang dan menggunakan waktu yang mengandung kesan-kesan bagi orang lain. Apakah anda yang memusatkan diri pada masa lalu, masa kini atau masa yang akan datang? Beberapa orang dan budaya kebanyakan berpikir mengenai masa lalu sedangkan yang lainnya berpusat pada masa kini dan yang lainnya lagi menekankan pada masa yang akan datang (Chen & Starosta, 1998 dalam Budyatna & Ganiem, 2011).

j. Gerakan Wajah

Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi dan juga kualitas atau dimensi emosi. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa pesan wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya “kelompok emosi” seperti kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kemuakan atau penghinaan. Periset nonverbal Dele Leathers mengemukakan bahwa gerakan wajah mungkin juga mengkomunikasikan kebingungan dan ketetapa hati (DeVito, 2011: 208).

(12)

2.2.4 Teori Dramaturgis

Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas panggung, yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para aktor. Untuk memainkan peran tersebut, biasanya sang aktor menggunakan bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu serta mengenakan atribut-atribut tertentu, misalnya kendaraan, pakaian, dan aksesoris lainnya sesuai dengan perannya dalam situasi tertentu. Aktor harus memusatkan pikiran agar dia tidak keseleo-lidah, menjaga kendali diri, melakukan gerak-gerik, menjaga nada suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai situasi.

Menurut Goffman (dalam Santoso & Setiansah, 2010: 55) kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi wilayah depan (front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedang wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkannya perannya di panggung depan.

Goffman membagi panggung depan menjadi dua bagian: front pribadi (personal font) dan setting front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting, misalnya dokter diharapkan mengenakan jas dokter dengan stetoskop menggantung dilehernya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya berbicara sopan, pengucapan istlah-istilah asing, intonasi, postur tubuh, ekspresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya. Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung.

(13)

Aspek lain dari dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor sering berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau jarak sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya. Fokus perhatian Goffman sebenarnya bukan hanya individu, tetapi juga kelompok atau apa yang ia sebut tim. Selain membawakan peran dan karakter secara individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, partai politik, atau organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh Goffman disebut “tim pertunjukan” yang mendramatisasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan. Setiap anggota saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar pertunjukan berjalan mulus (Mulyana 2004 dalam Santoso & Setiansah, 2010: 57).

Dramaturgi hanya dapat berlaku di institusi total, maksudnya adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasaan (hegemoni) dan memilki hierarki yang jelas. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya pemberontakan. Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah diidentifikasi (Surip, 2011:130).

2.2.5 Teori Pelanggaran Harapan

Teori Pelanggaran Harapan atau Expectancy Violations Theory disebut sebagai Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy Violations Theory). Teori ini dikembangkan oleh Jude Burgoon (dalam West dan Turner, 2009:154) untuk memahami komunikasi nonverbal serta pengaruhnya terhadap pesan-pesan dalam sebuah percakapan. Akan tetapi, kemudian Burgoon menghapus kata nonverbal karena sekarang teori ini juga mencakup isu-isu di luar area komunikasi nonverbal.

(14)

Teori Pelanggaran Harapan adalah satu dari sedikit teori yang secara khusus berfokus pada apa yang diharapkan orang dan reaksi mereka kepada orang lain dalam sebuah percakapan. Teori pelanggaran harapan menjelaskan bahwa setiap orang memiliki harapan mengenai perilaku orang lain berdasarkan: 1) norma-norma sosial; 2) pengalaman sebelumnya dengan orang itu; dan 3) situasi dimana perilaku itu terjadi. Harapan terhadap perilaku orang lain itu mencakup perilaku nonverbalnya antara lain kontak mata, jarak antara kita dan orang itu dan sudut tubuh (Morissan, 2013:216).

Tulisan awal Burgoonmengenai Teori Pelanggaran harapan (Expectancy Violation Theory) mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi nonverbal, yaitu ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan terjadi. Karena ruang personal merupakan konsep inti dari teori ini (West & Turnet, 2009: 154-155).

Hubungan Ruang

Ilmu yang mempelajari penggunan ruang seseorang, disebut dengan proksemik. Proksemik membahas cara seseorang menggunakan ruang dalam percakapan mereka dan persepsi orang lain akan penggunan ruang. Menurut Mark Knapp dan Judith Hall (dalam West dan Turner, 2009) penggunaan ruang seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan pesan.

Burgoon (dalam West dan Turner, 2009) dan peneliti pelanggaran harapan lainnya percaya bahwa manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain, tetapi juga menginginkan jarak tertentu. Hal ini membingungkan, tetapi merupakan dilema yang realistis bagi banyak dari kita. Sedikit orang dapat hidup dalam keterasingan, dan walaupun demikian, sering sekali orang membutuhkan privasi.

- Zona Proksemik

Teori Pelanggaran Harapan Burgoon banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari seorang antropolog Edward Hall (dalam West dan Turner, 2009). Setelah mempelajari orang-orang Amerika Utara (di daerah Timur Laut), Hall mengklaim bahwa terdapat empat zona proksemik, yaitu:

(15)

Zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0-18 inci (46 cm). Hall (dalam West dan Turner, 2009) mengamati bahwa perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bervariasi, mulai dari sentuhan hingga mengamati bentuk wajah seseorang. Bisikan yang biasa digunakan dalam kisaran jarak intim ini dapat menjadi sangat berpengaruh. Hall menganggapnya sebagai suatu hal yang menarik bahwa ketika warga Amerika Serikat sedang berada dalam suasana dan lingkungan yang intim tetapi sedang tidak bersama pasangan yang dekat dengan mereka, mereka sering kali berusaha untuk menciptakan pengalaman yang tidak intim. 2. Jarak Personal

Zona ini mencakup perilaku yang terdapat pada area yang berkisar antara 18 inci- 4 kaki, digunakan untuk keluarga dan teman. Menurut Hall (dalam West dan Turner 2009) perilaku dalam jarak personal termasuk bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan seseorang sejauh panjang lengan.

3. Jarak Sosial

Zona yang berkisar antara 4-12 kaki, digunakan untuk hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan-hubungan dengan rekan sekerja. Hall (dalam West dan Turner 2009) menyatakan bahwa jarak sosial yang terdekat biasanya digunakan di dalam latar sosial yang kasual, contohnya pesta koktail. Walaupun jarak ini tampaknya sedikit jauh, Hall mengingatkan kita bahwa kita masih dapat melihat tekstur rambut dan kulit pada fase dekat dari kategori ini. Fase yang jauh biasanya dikaitkan dengan orang yang harus berbicara lebih keras dibandingkan dengan mereka yang ada di dalam fase dekat. Selain itu, fase jauh dapat dianggap sebagai fase yang lebih formal dari fase dekat. Fase jauh dari jarak sosial memungkinkan seseorang untuk menjalankan berbagai pekerjaan sekaligus.

4. Jarak Publik

Zona yang berjarak 12 kaki atau lebih dan digunakan untuk diskusi yang sangat formal seperti antara seorang dosen dan mahasiswa dalam kelas.

- Kewilayahan

Kewilayahan adalah kepemilikan seseorang akan sebuah area atau benda. Menurut Altman, Lyman & Scott (dalam West dan Turner, 2009: 157) ada tiga jenis wilayah : primer, sekunder, dan publik. Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang. Contohnya, ruang kerja seseorang atau komputer adalah wilayah primer. Wilayah sekunder menunjukkan hubungan personal seseorang dengan sebuah area atau benda. Contohnya, banyak mahasiswa pascasarjana merasakan bahwa perpustakaan kampus adalah wilayah sekunder mereka. Wilayah publik tidak melibatkan suatu afiliasi personal dan termasuk area-area yang terbuka bagi semua orang-misalnya, pantai, taman, bioskop, dan transportasi umum.

(16)

Kewilayahan sering kali diikuti dengan pencegahan dan reaksi (Knapp& Hall, dalam West dan Turner, 2009). Maksudnya, orang akan berusaha untuk mencegah anda memasuki wilayah mereka atau akan memberikan respons begitu wilayah mereka dilanggar. Beberapa geng menggunakan penanda wilayah untuk mencegah geng lain melanggar wilayah kekuasaan mereka. Knapp dan Hall melihat bahwa jika suatu pencegahan tidak berfungsi dalam mempertahankan wilayah seseorang, orang itu mungkin akan bereaksi dengan cara tertentu, termasuk menjadi tertantang secara fisik maupun kognitif. Singkatnya, manusia biasanya menanadai wilayah mereka dengan empat cara: menandai (menandai wilayah kita), melabeli (memberikan simbol untuk identifikasi), menggunakan tanda atau gambar yang mengancam (menunjukkan penampilan dan perilaku yang agresif), dan menduduki (mengambil tempat terlebih dahulu dan tinggal disana untuk waktu yang paling lama dari orang lain (Knapp dalam West dan Turner, 2009: 157-158).

Asumsi Teori Pelanggaran Harapan

Teori Pelanggaran Harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah percakapan. Selain itu, terdapat tiga asumsi yang menuntun teori ini:

 Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia.  Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari.

 Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.

Asumsi pertama menyatakan bahwa orang memiliki harapan dalam interaksinya dengan orang lain. Dengan kata lain, harapan mendorong terjadinya interaksi. Harapan dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Jude Burgoon dan Jerold Hale (dalam West dan Turner, 2009: 159) menyatakan bahwa ada dua jenis harapan: prainteraksional dan interaksional. Harapan prainteraksional mencakup jenis pengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah percakapan. Harapan interaksional merujuk pada kemampuan seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri. Kebanyakan orang

(17)

mengharapkan orang lain untuk menjaga jarak sewajarnya dalam sebuah percakapan.

Hal ini menuntun kita pada asumsi EVT yang kedua-bahwa orang yang mempelajari harapannya melalui budaya secara luas dan juga individu-individu dalam budaya tersebut. Misalnya, budaya Amerika mengajarkan kita bahwa hubungan antara professor dan mahasiswa didasari rasa hormat professional.

Individu-individu dalam sebuah budaya juga berpengaruh dalam mengkomunikasikan harapan.Burgoon dan Hale (dalam West dan Turner, 2009) menyatakan bahwa sangat penting bagi kita untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan berdasarkan pengetahuan awal kita mengenai orang lain, sejarah hubungan kita dengan mereka, dan observasi kita.

Asumsi yang ketiga terkait dengan prediksi yang dibuat oleh orang mengenai komunikasi nonverbal. Pada titik ini, sangatlah penting untuk menunjukkan sebuah pandangan yang terkandung di dalam teori ini: Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal orang lain.

2.3 Model Teoritik

Gaya

komunikasiAnggota Perempuan yang ada di Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah berinteraksi

Anggota Perempuan yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat - Gaya Komunikasi - Komunikasi verbal dan nonverbal - Teori Dramaturgis - Teori Pelanggaran Harapan

Referensi

Dokumen terkait

Headline adalah aspek sintaksis dari wacana berita dengan menonjolkan kecenderungan berita yang lain. Headline memiliki fungsi framing yang kuat karena headline

Tugas Akhir ini mengevaluasi performansi sistem CDMA2000 1X sebagai jaringan yang eksisting saat ini dan juga sistem Mobile WiMAX berdasarkan daerah cakupan dan trafik,

a. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery Learning pada materi Hidrokarbon.. Ketuntasan indikator dalam pembelajaran dengan

Model kontekstual dapat membantu guru dalam memberi materi sesuai dengan apa yang terjadi dan mendorong siswa untuk dapat mengaitkan ilmu dengan pengalaman

Materi yang akan dibahas dalam unit pembelajaran ini terdiri atas konsep sistem dan lingkungan; reaksi eksoterm dan reaksi endoterm; perubahan entalpi (∆H) yang meliputi perubahan

Pautan genetik (genetic linkage dalam bahasa Inggris) dalam genetika adalah kecenderungan alel-alel pada dua atau lebih lokus pada satu berkas kromosom yang sama (kromatid)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mukhidin, yang dilakukan pada tahun 2010 (diunduh pada portal garuda

Modul IV ini adalah modul yang akan memberikan gambaran umum tentang kristalografi, pengetahuan tentang kristalografi sangat penting utnuk membantu mahasiswa dalam memahami dan