• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2018"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN FISKAL REGIONAL

Tahun 2018

(2)

Dalam rangka menjalankan tugas Kementerian Keuangan sebagai Pengelola Fiskal, Kanwil Ditjen Perbendaharaan selaku representasi Kementerian Keuangan di daerah menjalankan fungsi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran Daerah. Salah satu pelaksanaan fungsi tersebut, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Aceh telah menyusun dan menyelesaikan Kajian Fiskal Regional Tahunan

{Annual Regional Fiscal Report) Provinsi Aceh Tahun 2018.

Kajian Fiskal Regional ini diarahkan pada analisis fiskal dan ekonomi makro yang dapat digunakan dalam pencapaian tujuan kebijakan fiskal. Kajian ini memaparkan informasi mengenai potret dari profil dan dinamika kondisi fiskal di Provinsi Aceh yang antara lain tentang makroekonomi daerah, perkembangan pelaksanaan anggaran pusat dan daerah, serta perkembangan pengelolaan BL U dan investasi, potensi ekonomi regional dan tantangan fiskal daerah.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dan kelemahan kajian ini, untuk itu masukan dan saran yang konstruktif sangat diharapkan guna perbaikan kajian selanjutnya.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik Pemerintah Daerah dan SKPD dalam lingkup Kabupaten/Kota/Prov. Aceh, BPS Prov. Aceh, Perwakilan Bank Indonesia Aceh dan KPPN dalam wilayah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Aceh yang telah membantu dalam penyusunan Kajian Fiskal Regional Tahunan Provinsi Aceh Tahun 2018.

Semoga dengan adanya informasi yang tertuang dalam kajian ini dapat memberikan manfaat kepada para pemangku kepentingan.

Banda Aceh, Februari 2019

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Aceh

Zaid Burhan Ibrahim

NIP. 197203011997031001

KATA PENGANTAR

(3)

TIM PENYUSUN

Penanggungjawab :

Zaid Burhan Ibrahim

(Kepala Kanwil DJPb Provinsi Aceh)

Ketua Tim :

Iwan Kurniawan (Kepala Bidang PPA II)

Koordinator : Tommy H. Panjaitan Editor : Arriza Adiya Desain Grafis : Pery Hardi Kontributor :

Halim (Plt. Kabid PPA I) Ahmad Fahmi (Kabid PAPK) Herkwin (Kepala KPPN Banda Aceh)

Nanang Heru Setyo Purdianto Indrawan

Fazrul Ichsan Teguh Ariffandi

Mahyiddin Alfian E. Sitorus Hamengkudu Tahiti Padada

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

TIM PENYUSUN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GRAFIK ... vii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR BOKS ... x

INFOGRAFIS ...xi

RINGKASAN EKSEKUTIF ... xii

BAB I PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL ... 1

A. Indikator Makroeonomi Fundamental ... 1

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 1

2. Suku Bunga ... 7

3. Inflasi ... 8

4. Nilai Tukar Rupiah ... 9

B. Indikator Kesejahteraan ... 11

1. Indikator Pembangunan Manusia (IPM) ... 11

2. Tingkat Kemiskinan ... 14

3. Ketimpangan/Rasio Gini ... 16

4. Kondisi Ketenagakerjaan ... 17

C. Efektivitas Kebijakan Makroekonomi dan Pembangunan Regional ... 18

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL ... 21

A. APBN Tingkat Provinsi ... 21

B. Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi ... 22

1. Pendapatan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Aceh ... 22

2. PNBP Pemerintah Pusat di Provinsi Aceh ... 27

C. Belaja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi ... 29

1. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi ... 29

2. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi ... 31

3. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja ... 33

D. Analisis Cash Flow Pemerintah Pusat ... 35

E. Transfer ke Daerah ... 36

F. PENGELOLAAN BLU PUSAT ... 38

1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat ... 38

2. Perkembangan Aset, PNBP, dan Belanja BLU Pusat ... 39

3. Kemandirian BLU ... 40

4. Profil dan Jenis Layanan Satker PNBP ... 41

G. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT ... 42

1. Penerusan Pinjaman ... 42

2. Kredit Program ... 43

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD ... 46

A. APBD Tingkat Provinsi ... 46

B. Jenis Pendapatan dalam APBD ... 47

C. Jenis Belanja dalam APBD ... 51

1. Rincian Belanja Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan ... 51

2. Rincian Belanja Daerah Berdasarkan Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) ... 52

(5)

1. Profil dan Jenis Layanan BLUD ... 53

2. Perkembangan Pengelolaan Aset PNBP dan RM BLUD ... 54

3. Analisis Legal BLUD ... 55

E. PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH ... 56

1. Bentuk Investasi Daerah ... 56

2. Profil dan Jenis Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ... 57

F. SILPA DAN PEMBIAYAAN ... 57

1. Perkembangan Surplus/Defisit APBD ... 57

2. Pembiayaan Daerah ... 59

G. ANALISIS LAINNYA ... 60

1. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah ... 60

2. Analisis Kesehatan Pengelolaan Keuangan Daerah ... 61

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN + APBD) ... 63

A. Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian ... 63

B. Pendapatan Konsolidasian ... 64

1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ... 64

2. Rasio Pajak Per Kapita Provinsi Aceh ... 66

3. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kenaikan Pendapatan Konsolidasi ... 66

C. Belanja Konsolidasian ... 67

1. Analisis Proporsi dan Perbandingan ... 67

2. Analisis Rasio Belanja Konsolidasi Terhadap Jumlah Penduduk ... 69

3. Analisis Dampak Kebijakan Fiskal pada Indikator Ekonomi Regional ... 69

BAB V KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL ... 74

A. Keunggulan dan Potensi Ekonomi Regional ... 74

1. Analisis Potensi Sektoral dengan Model Tipologi Klassen ... 74

2. Sektor Unggulan Aceh ... 76

B. Tantangan Fiskal Regional... 84

1. Analisis SWOT Perekonomian Aceh... 84

2. Prioritas Pembangunan Provinsi Aceh... 86

BAB VI ANALISIS TEMATIK ... 89

A. Kontribusi Dana Desa Dalam Upaya Untuk Mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan Di Provinsi Aceh ... 89

1. Pagu dan Realisasi Dana Desa di Provinsi Aceh ... 89

2. Dana Desa dan Pengentasan Kemiskinan ... 90

3. Pengaruh Dana Desa terhadap Gini Ratio di Provinsi Aceh ... 91

4. Peran dan Kontribusi Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN dalam Penyaluran Dana Desa di Provinsi Aceh ... 92

B. Tantangan Dana Desa Dalam Upaya Untuk Mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan Di Provinsi Aceh ... 93

1. Indeks Pembangunan Desa dalam Pengalokasian Dana Desa ... 93

2. Peranan Pemerintah Daerah dan Aparatur Desa dalam Penyaluran Dana Desa ... 94

C. Analisis Swot Terhadap Kontribusi dan Tantangan Dana Desa Dalam Upaya Untuk Mendorong Pertumbuhan dan Pemerataan Di Provinsi Aceh ... 95

BAB VII PENUTUP ... 97

A. Kesimpulan ... 97

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Jumlah PDRB Provinsi Aceh ... 1

Tabel I.2 PDRB dari Sisi Penawaran Atas Dasar Harga Konstan ... 4

Tabel I.3 PDRB dari Sisi Permintaan Atas Dasar Harga Konstan... 5

Tabel I.4 Perkembangan UHH, HLS, RLS dan Pengeluaran Per Kapita Aceh... 12

Tabel I.5 Perkembangan Indeks Kedalam Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan Aceh ... 15

Tabel I.6 Target dan Capaian Aceh Terhadap 5 Indikator Ekonomi Makro ... 19

Tabel II.1 APBN Provinsi Aceh ... 21

Tabel II.2 Realisasi per Jenis PNBP Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir... 28

Tabel II.3 Tingkat Penyerapan 10 K/L Pagu Terbesar Tahun Anggaran 2018 ... 30

Tabel II.4 Pagu dan Realisasi Dana Transfer Provinsi Aceh 2017 s.d. 2018 ... 36

Tabel II.5 Perkembangan Jumlah Aset, PNBP, dan Belanja BLU Pusat di Aceh ... 39

Tabel II.6 Perkembangan Realisasi PNBP BLU, Belanja BLU & Rasio PNBP BLU terhadap Belanja BLU ... 40

Tabel II.7 10 Satker PNBP di Aceh dengan Realisasi PNBP Terbesar di Tahun 2018 dan Perbandingannya dengan Realisasi PNBP di Tahun 2017 ... 42

Tabel II.8 Nama Debitur dan jumlah pinjaman daerah per 31 Desember 2018 ... 43

Tabel II.9 Profil KUR per Sektor Ekonomi Wilayah Aceh Tahun 2017-2018 ... 43

Tabel II.10 Perkembangan Penyaluran KUR per Skema Tahun 2017-2018 ... 44

Tabel II.11 Perkembangan Penyaluran KUR per Wilayah Tahun 2017-2018 ... 45

Tabel III.1 Realisasi APBA+APBK Provindi di Aceh Unaudited ... 46

Tabel III.2 Jenis Pendapatan APBD Kab/Kota dan Provinsi di Aceh ... 48

Tabel III.3 Target dan Realisasi Belanja APBD per Jenis Belanja ... 53

Tabel III.4 Nilai Aset BLUD ... 54

Tabel III.5 PNBP dan RM BLUD Tahun 2018 ... 55

Tabel III.6 Penetapan BLUD ... 56

Tabel III.7 Profil Keuangan BUMD Pemerintah Pov. Aceh Tahun 2017 ... 57

Tabel III.8 Perkembangan Kapasitas Fiskal Provinsi Aceh ... 61

Tabel III.9 Hasil Analisis Kesehatan Pengelolaan Keuangan Daerah ... 62

Tabel IV.1 LRA Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Aceh ... 63

Tabel IV.2 Rasio Pajak Per Kapita Aceh dala 4 Tahun Terakhir ... 66

Tabel IV.3 Perkembangan Rasio Pajak dan Rasio Pendapatan Aceh Terhadap PDRB Aceh ... 66

(7)

Tabel IV.4 Perkembangan Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah

Penduduk di Provinsi Aceh ... 69 Tabel V.1 Tipologi Klassen Sektor Perekonomian Aceh 2014-2018 ... 75 Tabel V.2 Perkembangan Luas Sawah, Produksi Padi, dan Produktivitas

Padi di Aceh ... 78 Tabel V.3 Perkembangan Luas Areal, Produksi, Tenaga Kerja dan Produktivitas

Perkebunan Kopi di Aceh ... 80 Tabel VI.1 Capaian Output Dana Desa tahun 2018 di Provinsi Aceh ... 90

(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik I.1 Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional ... 2

Grafik I.2 Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional per Triwulan ... 3

Grafik I.3 PDRB per Kapita Aceh dan Nasional ... 6

Grafik I.4 BI 7-day Repo Rate 2018 ... 7

Grafik I.5 Inflasi Bulanan Aceh dan Nasional Tahun 2018 ... 8

Grafik I.6 Inflasi Tahunan Aceh dan Nasional ... 9

Grafik I.7 Pergerakan Kurs Tengah Mata Uang Asing Terhadap Rupiah 2018 ... 10

Grafik I.8 Perkembangan Ekspor-Impor Aceh ... 10

Grafik I.9 Perkembangan IPM Aceh dan Nasional ... 11

Grafik I.10 Perkembangan Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Aceh ... 14

Grafik I.11 Perkembangan Kemiskinan Perkotaan dan Pedesaan di Aceh ... 14

Grafik I.12 Perkembangan Rasio Gini Aceh dan Nasional ... 16

Grafik I.13 Perbandingan Rasio Gini se-Sumatera 2018 ... 16

Grafik I.14 Perkembangan Tingkat Pengangguran Aceh dan Nasional ... 17

Grafik I.15 Perkembangan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Kerja Utama ... 18

Grafik II.1 Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat di Prov. Aceh 2018 ... 23

Grafik II.2 Realisasi Pajak Dalam Negeri per Jenis Pajak ... 23

Grafik II.3 Realisasi Penerimaan Pajak per Kabupaten/Kota ... 24

Grafik II.4 Realisasi Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional di Aceh ... 25

Grafik II.5 Perkembangan Tax Ratio Aceh ... 26

Grafik II.6 Perkembangan Realisasi PNBP Aceh ... 27

Grafik II.7 Perkembangan Pagu dan Jumlah Satker TA 2018 ... 29

Grafik II.8 Persentase Alokasi APBN Berdasarkan Klasifikasi Fungsi TA 2018 ... 32

Grafik II.9 Perbandingan Realisasi Anggaran Berdasarkan Fungsi 2017-2018 ... 33

Grafik II.10 Alokasi dan Realisasi Jenis Belanja TA 2017 dan 2018 ... 34

Grafik II.11 Perkembangan Cash Flow APBN di Provinsi Aceh ... 35

Grafik II.12 Pagu dan Realisasi Transfer TA 2018 per Kabupaten/Kota ... 37

Grafik II.13 Perbandingan Rasio PAD dan Rasio Dana Transfer 2018 ... 38

Grafik II.14 Perbandingan Jumlah Satker PNBP di Aceh per Jenis Layanan ... 41

Grafik III.1 Realisasi PAD per Kabupaten/Kota dan Provinsi di Aceh 2018 ... 49

Grafik III.2 Rasio PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah Tahun 2018 ... 50

Grafik III.3 Rasio Alokasi dan Realisasi Belanja Daerah Tahun 2018 per Urusan ... 51

Grafik III.4 Investasi Daerah Provinsi Aceh Tahun 2017 ... 56

(9)

Grafik IV.1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasi ... 64

Grafik IV.2 Perbandingan Persentase Perubahan Pendapatan Konsolidasian ... 65

Grafik IV.3 Perbandingan Belanja Pusat dan Daerah Tahun 2018 ... 68

Grafik IV.4 Perubahan Komposisi Belanja per Jenis Belanja 2018-2017 ... 68

Grafik IV.5 Rasio Belanja Pemerintah di Prov. Aceh terhadap PDRB Aceh ... 70

Grafik IV.6 Perkembangan PDRB per Kapita Aceh dan Indeks Williamson ... 71

Grafik IV.7 Scatter Plot Hubungan Belanja Konsolidasian Aceh dengan Indeks Williamson Tahun 2011-2017... 72

Grafik V.1 Perkembangan NTP Aceh di Sepanjang Tahun 2018 ... 77

Grafik V.2 Produksi Kopi Gayo Arabika Aceh dari Sektor Perkebunan Rakyat ... 79

Grafik V.3 Perkembangan Produksi Tangkapan Ikan Laut di Aceh ... 84

Grafik V.4 Perkembangan Pertumbuhan PDRB Sektor Industri Pengolahan ... 85

Grafik V.5 Realisasi Penanaman Modal ... 85

Grafik V.6 Perkembangan Aliran Modal di Aceh ... 85

Grafik VI.1 Pagu Dana Desa dan Persentase Penduduk Miskin Perdesaan di Aceh ... 91

Grafik VI.2 Gini Ratio Aceh dan Daerah Perdesaan di Aceh ... 92

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar V.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Gayo per kabupaten penghasil ... 79

Gambar V.2 Destinasi Wisata Aceh ... 82

Gambar V.3 Analisis PESTEL Wisata Syariah Aceh ... 83

Gambar V.4 Profil dan Proyeksi KEK Arun Lhokseumawe ... 84

(11)

DAFTAR BOKS

Boks I. Clustering Daerah di Aceh Berdasarkan Analisis Tipologi Klassen ... 20 Boks II. Berita Terpilih: Pembangunan Aceh ... 73

(12)

Aceh

4,61

Nasional

5,17

APBN

CAPAIAN

Realisasi Pendapatan 4,26 T (80,22%) Pajak Bukan Pajak 896,44 M (138,07%) Realisasi Belanja Pusat Transfer 13,40 T (92,54%) 34,31 T (98,88%)

APBD

CAPAIAN

Realisasi Pendapatan

Pend. Asli Daerah Dn. Perimbangan Dn. Otsus Trans. Dana Desa

Lain-lain Pend. Sah

Realisasi Belanja 4,50 T (84,07%) 19,43 T (94,85%) 8,11 T (95,22%) 4,26 T (99,94%) 19,43 T (103,06%) 35,09 T (87,00%) Belanja

REALISASI APBN/APBD

Kajian Fiskal Regional

Provinsi Aceh Tahun 2018 KEMENTERIAN KEUANGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Pertumbuhan Ekonomi

Migas 4,61 Non Migas 4,49

Indeks Pembangunan Manusia

Capaian Terakhir 70,6

Angka Kemsiknan

Capaian Terakhir : 15,68%

Rp Rp

Angka Ketimpangan (Rasio Gini)

Rp

Angka Pengangguran

Capaian Terakhir : 6,35%

CAPAIAN INDIKATOR

(13)

ada tahun 2018, laju

pertumbuhan ekonomi

Aceh berada di level 4,61 persen, naik 42 basis poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 4,19 persen. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi penggerak utama pertumbuhan dari sisi penawaran. Sedangkan dari sisi permintaan, Konsumsi Rumah Tangga memiliki kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi. Tahun 2018 juga menjadi periode yang bagus untuk aktivitas ekspor luar negeri di Aceh. Ekspor luar negeri Aceh mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2017 sehingga berdampak pada neraca perdagangan Provinsi Aceh yang kembali surplus setelah dua tahun mengalami periode defisit (2015-2016). Kenaikan produksi batu bara di daerah

Kabupaten Aceh Barat sebagai

kontributor terbesar dalam kenaikan ekspor luar negeri tersebut.

Dari sisi kesejahteraan

masyarakat, tren yang sangat baik terlihat pada perkembangan IPM. Berdasarkan data terakhir yang dirilis

70,60, yang artinya IPM Aceh masuk dalam kategori IPM tinggi. Persentase penduduk miskin Aceh pada tahun 2018 berada di angka 15,68 persen. Meskipun persentase penduduk miskin Aceh turun dibanding tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih cukup tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan provinsi lain, tercatat bahwa Aceh

menjadi provinsi dengan angka

kemiskinan tertinggi keenam se-Indonesia, dan menjadi yang tertinggi dibanding seluruh provinsi di Pulau Sumatera. Hal ini mengindikasikan

program percepatan pengentasan

kemiskinan pemerintah di Aceh berjalan lambat.

Dari lima indikator ekonomi makro yang ditetapkan targetnya pada KUA Provinsi Aceh (Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Kemiskinan,

Pengangguran, Inflasi, dan IPM), dua diantaranya terealisasi sesuai target di tahun 2018 yaitu antara lain Tingkat Pengangguran, dan Tingkat Inflasi. Beberapa target sesuai KUA perlu di evaluasi, misalnya target pertumbuhan ekonomi, target tingkat kemiskinan dan

P

(14)

Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sesuai KUA dianggap kurang realistis mengingat stabilitas pertumbuhan ekonomi Aceh yang masih rendah dengan tren fluktuasi yang belum stabil dalam beberapa tahun terakhir jika

dibandingkan pertumbuhan eknomi

nasional. Sementara untuk target angka kemiskinan masih belum dapat dicapai. Diharapkan kinerja pemerintah dapat

dipacu dalam rangka mendorong

percapatan pelaksanaan

program-program pengentasan kemiskinan di Aceh. Pemerataan pembangunan juga diharapkan menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen, terdapat tiga daerah yang masuk kategori daerah tertinggal yaitu Kab. Aceh Tamiang, Kab. Aceh Barat Daya, dan Kab. Aceh Timur. Daerah-daerah tersebut diharapkan menjadi perhatian khusus pemerintah dalam penentuan prioritas pembangunan di Provinsi Aceh.

Dalam komposisi APBN,

peningkatan realisasi belanja pusat sayangnya tidak diikuti kenaikan pada realisasi penerimaan pajak. Tercatat realisasi penerimaan pajak turun dari yang tahun 2017 sebesar Rp4,41 triliun pada tahun 2018 hanya sebesar Rp4,26 triliun. Secara kinerja perpajakan, tax ratio Aceh turun 29 basis poin dari tahun lalu, melanjutkan tren penurunan yang terjadi di

tahun sebelumnya. Hal ini

mengindikasikan bahwa tingkat kepatuhan

masyarakat Aceh dalam membayar pajak

mengalami penurunan. Sedangkan

penerimaan dari PNBP justru mengalami kenaikan, dengant tren kenaikan yang telah berjalan dalam tiga tahun terakhir.

Dalam komposisi APBD,

ketergantungan Aceh terhadap kucuran dana transfer dari Pemerintah Pusat terhitung masih cukup tinggi. Tercatat di tahun 2018 total pendapatan transfer untuk seluruh pemerintah daerah di Aceh (Dana Perimbangan, Dana Otsus dan Penyesuaian, dan Alokasi Dana Desa) memiliki proporsi sebesar 85,96 persen. Sedangkan disisi lain, rasio proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh pada APBD tahun 2018 hanya sebesar 11,77 persen dengan total realisasi sebesar Rp4,58 triliun.

Komposisi belanja pemerintah, baik APBN maupun APBD, proporsi terbesar berasal dari belanja pegawai dengan masing-masing proporsi 43,70 persen pada belanja APBN, dan 26,31 persen pada belanja APBD. Dalam konteks belanja konsolidasi, komposisi realisasi belanja untuk jenis Belanja Modal pada tahun 2018 sebesar 15,26 persen, turun

dibanding tahun sebelumnya yang

sebesar 20,70 persen. Hal ini

menandakan bahwa upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas belanja dengan memprioritaskan pada belanja produktif masih belum teraplikasi secara pelaksanaan pada tahun 2018.

(15)

Sedangkan rasio belanja pemerintah (konsolidasi) terhadap PDRB Aceh pada tahun 2018 sebesar 37,24 persen, menurun dibanding rasio tahun lalu yang sebesar 37,84 persen.

Tantangan fiskal daerah Aceh adalah sumber pendapatan Provinsi Aceh di masa yang akan datang, karena selama ini hampir sebagian besar belanja pemerintah daerah dibiayai melalui dana otonomi khusus Aceh. Dana Otonomi khusus Aceh akan berakhir pada 2028 pada saat itu pemerintah Aceh harus sudah siap dengan sumber pendanaan baru menggantikan dana otonomi khusus tersebut. Salah satu caranya yaitu meningkatkan quality spending APBD untuk lebih diprioritaskan ke sektor-sektor

yang nantinya akan menghasilkan

pendapatan daerah di masa yang akan datang, memperbesar belanja modal serta mengurangi beban hutang dan dialihkan pada investasi termasuk mengembangkan

KEK Arun Lhokseumawe, serta

mengupayakan agar sektor-sektor

unggulan harus segera diupayakan secara

optimal agar mampu memberikan

kontribusi pendapatan pada pemerintah daerah sehingga bisa meningkatkan kemampuan fiskal daerahnya.

Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan terhadap perekonomian Aceh, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan para pemangku kepentingan

Pertama, peluang kekuatan ekonomi Aceh, seperti Sektor Pariwisata, yang perlu dikembangkan dengan konsep halal

tourism demi mempromosikan identitas

Aceh sebagai daerah syariat Islam, pemerintah pusat dan daerah termasuk

BUMN berkoordinasi mengembangkan

KEK Arun sebagai salah satu sumber kekuatan baru perekonomian Aceh pasca habisnya produksi sektor migas di Aceh, serta mengembangkan Sektor UMKM yang memiliki potensi cukup bagus di Aceh dan penyaluran UMKM yang tepat sasaran. Selain itu pemerintah menggali

potensi yang dapat meningkatkan

pendapatan asli daerah, juga perlu melakukan promosi besar-besaran perihal potensi Aceh dalam segala bidang, dan memberikan kepercayaan kepada investor yang ingin berinvestasi di Aceh terkait

keamanan dan kenyamanan dalam

berinvestasi di Aceh. Pemerintah juga perlu meminimalisasi hambatan-hambatan yang dapat menghambat kelangsungan

perekonomian dan pembangunan,

misalnya politik daerah yang sering bergejolak. Pemerintah harus mampu meredam gejolak politik, khususnya pada periode perencanaan anggaran sehingga

tidak berdampak pada molornya

pengesahan APBD yang pada akhirnya juga berdampak pada mundurnya seluruh pelaksanaan kegiatan di tahun anggaran berjalan.

(16)

K�r�w�n� G�y�

TAKENGON ACEH TENGAH Kerawang atau sering disebut "Kerawang Gayo" (Penuturan dalam Bahasa

Gayo); Adalah Busana Adat Suku Gayo yang Biasanya dipakai saat melangsungkan acara Resepsi Pernikahan, acara tarian adat dan budaya secara turun-temurun. Kerawang Itu Sendiri Merupakan hasil cipta karsa dari manusia yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya. Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam.

BAb I

perkembangan &

analisis EKONOMI

REGIONAL

(17)

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah penjumlahan nilai

output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan

ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten/kota), dan dalam kurun waktu tertentu (satu tahun kalender). Tujuan analisis PDRB yaitu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah termasuk di dalamnya tingkat kesejahteraan penduduk dan gambaran perekonomian di daerah tersebut secara umum.

Terdapat 2 metode penghitungan PDRB, yaitu atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan (ADHK). PDRB ADHB menghitung nilai tambah barang dan jasa menggunakan harga tahun bersangkutan, yang mana digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDRB ADHK dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar (saat ini menggunakan tahun dasar 2010), yang m ana digunakan untuk mengetahui prestasi pertumbuhan ekonomi tiap tahun.

PDRB ADHB Provinsi Aceh tahun 2018 sebesar Rp155,91 triliun, dan ADHK (tahun dasar 2010) tercatat sebesar Rp126,82 triliun. Jika

Uraian 2017 2018

I II III IV Tahunan I II III IV Tahunan

ADHB dengan migas 35,16 35,81 37,26 37,58 145,81 37,13 38,83 39,76 40,19 155,91 ADHB tanpa migas 33,87 34,62 36,05 36,54 141,08 35,80 37,41 38,23 38,91 150,35 ADHK dengan migas 29,50 29,94 30,98 30,82 121,24 30,45 31,64 32,24 32,50 126,82 ADHK tanpa migas 27,97 28,51 29,54 29,64 115,66 28,95 30,12 30,63 31,15 120,85

BAB I

PERKEMBANGAN DAN

ANALISIS EKONOMI

REGIONAL

Tabel I.1

Jumlah PDRB Provinsi Aceh A. INDIKATOR MAKRO EKONOMI FUNDAMENTAL

“Analisis PDRB dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah termasuk di dalamnya tingkat kesejahteraan penduduk dan gambaran perekonomian di daerah tersebut secara umum.”

(18)

Rp120,85 triliun. Apabila dilihat dari jumlah PDRB ADHB, kontribusi PDRB Aceh tercatat 'hanya' sebesar 1,05 persen dari jumlah PDB Indonesia tahun 2018 yang sebesar Rp14.837,4 triliun.

a. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2018 berada pada level 4,61 persen. Meningkat 42 basis poin dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 4,19 persen. Dalam 2 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tanpa migas, pada tahun ini pertumbuhan ekonomi Aceh dengan komponen migas sebesar 4,61 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 4,49 persen.

Terjadi kenaikan untuk Sektor Pertambangan dan Penggalian dalam komponen PDRB, setelah beberapa periode belakangan mengalami penurunan yang merupakan dampak dari habisnya produksi gas bumi di Lhokseumawe. Penambahan tersebut seiring dengan mulai dilakukannya eksplorasi migas di Aceh, khususnya di kawasan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, serta pertambangan batu bara di Kabupaten Aceh Barat.

Pada periode triwulanan, pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV 2018 sebesar 5,43 persen, naik sebesar 140 basis poin dibanding triwulan III 2018 yang sebesar 4,03 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode triwulan IV 2017 yang sebesar 3,58 persen. Sedangkan jika komponen migas dikeluarkan dari PDRB, ekonomi Aceh pada triwulan IV 2018 tumbuh sebesar 5,09

1,65 -0,72 3,31 4,19 4,61 4,13 4,34 4,31 4,14 4,49 5,02 5,04 5,03 5,07 5,17 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Aceh (dengan migas) Aceh (tanpa migas) Nasional

“Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2018 berada pada level 4,61 persen.”

Grafik I.1

Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional

(19)

persen, naik sebesar 134 basis poin dari triwulan III 2018 yang sebesar 3,75 persen.

Pertumbuhan ekonomi triwulanan Aceh, baik dengan migas maupun non migas, masih berfluktuasi dalam dua tahun terakhir. Seperti yang terlihat pada grafik I.2 diatas bahwa stabilitas perekonomian Aceh masih kurang jika dibandingkan dengan stabilitas perekonomian nasional. Beberapa faktor seperti inflasi yang masih tinggi, serta gejolak politik daerah yang sering menghambat pelaksanaan anggaran pemerintah (khususnya pemerintah daerah) menjadi faktor rendahnya stabilitas perekonomian Aceh.

b. Nominal PDRB

1) PDRB sisi penawaran / per Sektor Lapangan Usaha

Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menjadi sektor unggulan di Aceh pada beberapa tahun terakhir, terutama sejak semakin berkurangnya produksi dari sektor migas di Aceh. Salah satu komponen utama dari sektor tersebut yaitu dari hasil perkebunan. Perkebunan di Aceh mempunyai kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan perekonomian Aceh, yang mana selain dipasarkan di dalam negeri, hasil perkebunan Aceh juga banyak yang diekspor ke luar negeri misalnya kopi dan kelapa sawit.

“Pertumbuhan ekonomi Aceh secara triwulanan masih berfluktuatif dan belum stabil jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional.” “Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan masih merupakan leading sector dalam perekonomian Aceh.”

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

Grafik I.2

Pertumbuhan Ekonomi Aceh dan Nasional per Triwulan

29,50 29,94 30,98 30,82 30,45 31,64 32,24 32,50 27,97 28,51 29,54 29,64 28,95 30,12 30,63 31,15 3,33% 4,10% 4,78% 3,58% 3,34% 5,74% 4,03% 5,43% 3,98% 3,21% 4,91% 3,71% 3,65% 5,72% 3,75% 5,09% 5,01% 5,01% 5,06% 5,19% 5,06% 5,27% 5,17% 5,18% 0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 33,00 I II III IV I II III IV 2017 2018

PDRB Aceh PDRB Aceh non Migas

% y on y Aceh (dengan migas) % y on y Aceh (tanpa migas) % y on y Nasional

(20)

Uraian 2017 2018 Pertumbuhan Laju (%) Tahunan I II III IV Tahunan

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 34,05 8,76 8,82 8,91 8,94 35,43 4,03 Pertambangan dan Penggalian 8,58 2,25 2,27 2,39 2,24 9,15 6,66 Industri Pengolahan 5,91 1,52 1,68 1,70 1,52 6,41 8,26 Pengadaan Listrik, Gas 0,18 0,05 0,05 0,05 0,05 0,20 7,55 Pengadaan Air 0,04 0,01 0,01 0,01 0,01 0,04 7,19 Konstruksi 11,65 2,87 2,68 3,08 3,31 11,95 2,74 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi 18,95 4,80 4,94 4,94 5,06 19,73 4,05 Transportasi dan Pergudangan 9,33 2,31 2,44 2,37 2,45 9,58 2,67 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,54 0,40 0,42 0,42 0,44 1,67 8,28 Informasi dan Komunikasi 4,32 1,10 1,11 1,10 1,10 4,40 2,23 Jasa Keuangan 2,06 0,51 0,51 0,53 0,53 2,08 0,87 Real Estate 4,86 1,27 1,28 1,29 1,32 5,16 6,09 Jasa Perusahaan 0,77 0,20 0,20 0,21 0,22 0,82 6,61 Adm. Pemerintahan, Pertahanan, dan Jamsos 10,81 2,41 3,04 3,02 3,02 11,49 6,28 Jasa Pendidikan 3,01 0,73 0,82 0,82 0,87 3,25 7,94 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,52 0,85 0,94 0,94 0,99 3,71 5,79 Jasa Lainnya 1,67 0,43 0,44 0,45 0,44 1,76 5,33 PDRB (dengan migas) 121,26 30,45 31,64 32,24 32,50 126,82 4,61 PDRB (tanpa migas) 115,68 28,95 30,12 30,63 31,15 120,85 4,49

Di tahun 2018, Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menjadi kontributor terbesar dalam PDRB Aceh, yaitu sebesar Rp35,43 triliun, dengan persentase sebesar 27,93 persen. Diikuti Sektor Perdagangan Besar, Eceran dan Reparasi sebesar Rp19,73 triliun atau dengan persentase senilai 15,56 persen. Serta Sektor Konstruksi, sebesar Rp11,95 triliun dengan persentase sebesar 9,42 persen.

Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, yang merupakan sektor dengan kontribusi terbesar dalam struktur PDRB Aceh, mengalami perlambatan pertumbuhan sektoral dibanding tahun sebelumnya. Tercatat pada tahun 2018 sektor ini tumbuh sebesar 4,03 persen, menurun jika dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 5,21 persen.

Disisi lain sektor Konstruksi dan Industri Pengolahan yang pada tahun sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif pada tahun ini justru tumbuh positif. Tahun 2018 sektor Konstruksi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 2,74 persen naik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -4,20 persen, dan sektor “Dalam PDRB Aceh, Sektor Konstruksi mengalami penurunan paling signifikan di tahun 2017 dibanding sektor lain.” “3 besar sektor dengan kontribusi tertinggi dalam perekonomian Aceh yaitu Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, dan Sektor Konstruksi.” Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah)

Tabel I.2

PDRB dari Sisi Penawaran Atas Dasar Harga Konstan (dalam triliun Rupiah)

(21)

Industri Pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 8,26 persen naik dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh negatif sebesar -2,87 persen. Penambahan tersebut seiring dengan banyaknya pembangunan hunian bersubsidi di Aceh, khususnya di kawasan Kabupaten Aceh Besar.

(2) PDRB sisi permintaan / per jenis pengeluaran

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2018 secara dominan disumbang oleh Konsumsi Rumah Tangga yaitu sebesar Rp70,64 triliun atau berkontribusi sebesar 55,70 persen dari total PDRB Aceh 2018 yang sebesar Rp126,82 triliun. Kontribusi terbesar kedua yaitu Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan investasi sebesar Rp41,42 triliun dengan persentase kontribusi sebesar 32,66 persen. Kontribusi terbesar ketiga berasal dari Konsumsi Pemerintah sebesar Rp20,94 triliun, atau 16,51 persen dari total PDRB Aceh 2018. Net Ekspor Antar Daerah menyumbang nilai paling kecil yaitu -10,11 persen. Hal ini menandakan bahwa barang dari Aceh yang di ekspor ke daerah lain (dalam negeri) lebih kecil jika dibandingkan barang dari daerah lain (dalam negeri) yang di impor untuk masuk ke Aceh.

Uraian 2017 2018 Pertumbuhan Laju (%) Tahunan I II III IV Tahunan

Konsumsi Rumah Tangga 68,43 17,51 17,67 17,68 17,77 70,64 3,23 Konsumsi LNPRT 2,30 0,55 0,58 0,63 0,64 2,40 4,12 Konsumsi Pemerintah 24,50 1,55 5,92 5,62 7,85 20,94 1,35 PMTB 40,86 9,82 9,51 10,49 11,60 41,42 3,58 Perubahan Inventori -0,09 0,02 0,00 -0,01 0,00 0,00 -98,60 Ekspor Luar Negeri 1,50 0,64 0,85 0,84 0,96 3,30 51,00 Impor Luar Negeri 1,51 0,49 0,43 0,42 0,43 1,76 -7,02 Net Ekspor Antar Daerah -15,11 0,86 -2,46 -2,61 -5,90 -10,11 -2,31 PDRB 121,26 30,45 31,64 32,24 32,50 126,82 4,61

Pertumbuhan paling signifikan dialami Ekspor Luar Negeri, yang pada tahun 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 51,00 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan Konsumsi dalam rangka Ekspor Luar Negeri tersebut dipengaruhi kenaikan nilai ekspor Aceh, khususnya pada komoditi bahan bakar mineral yang berasal dari kenaikan produksi

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah) “Sektor Konstruksi dan

Industri Pengolahan tahun 2018 tumbuh positif setelah tahun sebelumnya terkontraksi.” “Konsumsi Rumah Tangga masih berkontribusi terbesar dalam PDRB Aceh.” Tabel I.3

PDRB dari Sisi Permintaan Atas Dasar Harga Konstan (dalam triliun Rupiah)

“Komponen pengeluaran dalam rangka ekspor luar negeri mengalami persentase pertumbuhan paling signifikan dalam PDRB

(22)

Inventori terkontraksi cukup signifikan yaitu sebesar -98,60 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa terdapat pengurangan nilai persediaan barang (jadi maupun setengah jadi) pada unit tertentu yang tidak terpakai pada proses produksi, atau belum selesai diproses, atau belum terjual.

c. PDRB per Kapita

PDRB per kapita menunjukkan pendapatan rata-rata penduduk di suatu daerah yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan penduduk suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk.

Perkembangan PDRB per kapita Aceh tahun 2018 yaitu sebesar Rp29,73 juta, mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2017 yang sebesar Rp28,23 juta. Peningkatan tersebut disebabkan persentase pertambahan PDRB lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan penduduk. Jika dibandingkan dengan PDB per kapita nasional, posisi PDRB per kapita Aceh masih lebih rendah. Jika dilihat perkembangannya dalam 5 tahun terakhir, tren kenaikan PDRB per kapita Aceh masih cukup tipis dengan rata-rata kenaikan hanya 2,8 persen, yang mana signifikansinya dibawah tren kenaikan PDB per kapita nasional yang memiliki rata-rata kenaikan dalam 5 tahun terakhir sebesar 6,7 persen.

Meskipun demikian, angka PDRB per kapita tidak serta merta menunjukkan keberhasilan dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Perlu dilihat indikator lain seperti IPM, Rasio Gini, angka kemiskinan serta pengangguran.

Grafik I.3

PDRB Per Kapita Aceh dan Nasional

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

“PDRB per Kapita Aceh meningkat di tahun 2018, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan PDRB per Kapita secara nasional.” 26,07 25,81 26,94 28,23 29,73 41,92 45,12 47,96 51,89 56,00 0 10 20 30 40 50 60 2014 2015 2016 2017 2018 Aceh Nasional

(23)

2. Suku Bunga

Bank Indonesia melakukan penguatan kerangka operasi moneter dengan suku bunga acuan baru yaitu BI 7-Day Repo Rate, yang merupakan suku bunga acuan yang memiliki tenor jangka pendek, yaitu hanya 1 minggu sampai 1 bulan. Berbeda dengan BI Rate yang memiliki tenor jangka panjang yaitu 12 bulan.

Penggunaan BI 7-Day Repo Rate sebagai suku bunga acuan berlaku mulai tanggal 19 Agustus 2016, dengan perhitungan mulai bulan Januari 2018, seperti yang terlihhat pada grafik berikut.

Dari grafik I.4 di atas terlihat bahwa suku bunga BI sesuai BI

7-Day Repo Rate terus bergerak naik. Di sepanjang tahun 2018, suku

bunga BI dibuka pada level 4,25 di bulan Januari dan ditutup di level 6,00 di bulan Desember. Tingkat suku bunga kebijakan masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik, termasuk mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan. Pertumbuhan ekonomi nasional yang masih belum stabil, serta pertumbuhan ekonomi global 2018 yang cenderung melambat serta ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi menjadi faktor utama BI menetapkan suku bunga tinggi. Selain adanya faktor lain yaitu inflasi nasional di tahun 2018 yang terjaga tetap rendah dan stabil, dimana sampai dengan akhir tahun ditutup pada level 3,13 persen (y-on-y) dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 3,5±1 persen sesuai target pemerintah dalam kerangka ekonomi makro APBN 2018.

“BI masih mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan terus menurunkan suku bunga dalam dua tahun terakhir.”

Grafik I.4

BI 7-Day Repo Rate 2018

Sumber: Bank Indonesia, 2019

4,25 4,25 4,25 4,25 4,50 4,75 5,25 5,50 5,75 5,75 6,00 6,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 Ja n-18 Fe b -1 8 M a r-1 8 A p r-18 M e i-18 Ju n -1 8 Ju l-18 A g u -18 Se p -1 8 O kt -1 8 N o v-18 D e s-18

(24)

3. Inflasi

Secara m-to-m, inflasi Provinsi Aceh di sepanjang tahun 2018 hampir selalu berada pada tren fluktuasi yang sama dengan inflasi nasional. Hanya pada bulan Desember tren tersebut tidak sama. Pada bulan Desember, inflasi Aceh yang menurun sebesar 24 basis poin dibanding inflasi pada bulan sebelumnya, berbanding terbalik dengan inflasi Nasional yang meningkat sebesar 35 basis poin dari bulan sebelumnya, yang mengalami inflasi sebesar 0,62 persen. Jika dilihat inflasi di tiga kota besar di Aceh (Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh), terlihat bahwa menurunnya inflasi di Kota Banda Aceh menjadi faktor utama turunnya inflasi Provinsi Aceh pada bulan Desember. Bahkan Kota Banda Aceh mengalami inflasi terendah secara nasional dari 82 kota yang dipantau perkembangan harganya di bulan Desember 2018.

Jika di tahun 2016 dan 2017 inflasi tahunan Aceh selalu lebih tinggi dibanding inflasi nasional, maka pada tahun 2018, inflasi tahunan Aceh lebih rendah dibanding inflasi nasional. Inflasi yang terjadi di Provinsi Aceh disebabkan adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan IHK pada Kelompok Bahan Makanan sebesar 1,45 persen. Sedangkan komoditas utama yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi selama bulan Desember 2018 adalah telur ayam ras,

Grafik I.5

Inflasi bulanan Aceh dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

“Kecuali pada bulan Desember, inflasi Aceh secara bulanan di sepanjang tahun 2018 mengalami tren fluktuasi yang sama dengan inflasi nasional.” -0,11 -0,31 -0,09 -0,26 0,69 0,84 0,24 0,26 -0,74 0,32 0,62 0,38 0,62 0,17 0,2 0,1 0,21 0,59 0,28 -0,05 -0,18 0,28 0,27 0,62 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 0 2 4 6 8 10 12 14 m-to-m 2018 (%)

Meulaboh Lhokseumawe Banda Aceh

(25)

daging ayam ras, bawang merah, beras dan beberapa komoditas lainnya.

Grafik I.6 menunjukkan bahwa pada tahun 2018 inflasi y-on-y Aceh berada pada level 1,84 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi

y-on-y nasional yang pada tahun 2018 berada pada level 3,13 persen.

Inflasi tahunan Aceh menurun sebesar 241 basis poin dari tahun 2017 yang mengalami inflasi sebesar 4,25 persen. Secara tahunan, kelompok yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Bahan Makanan yang hingga Desember 2018 mengalami pertumbuhan IHK dari tahun 2017 sebesar 3,41 persen. Diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mengalami pertumbuhan IHK sebesar 3,91 persen dari tahun 2017.

4. Nilai Tukar Rupiah

Sepanjang tahun 2018 sejak Januari hingga Desember, rupiah telah terdepresiasi 5,7 persen. Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar dibuka pada level 13.610 di awal Januari 2018 dan ditutup pada level 14.553 di akhir Desember 2018.

Nilai tukar rupiah terhadap Yuan China dan Dollar Australia juga mengalami hal yang sama. Tercatat bahwa nilai tukar rupiah terhadap Yuan China stabil di kisaran 2.000-2200, dan nilai tukar Dollar Australia berada di kisaran 10.200-10.800. Sedangkan Euro sempat bergejolak pada bulan Agustus s.d Oktober 2018. Nilai tukar rupiah terhadap Euro “Secara tahunan,

kelompok yang mengalami inflasi tertinggi dalam Inflasi Aceh yaitu Bahan Makanan.”

Grafik I.6

Inflasi Tahunan Aceh dan Nasional

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 2014 2015 2016 2017 2018 Meulaboh 8,20 0,58 3,77 4,76 0,96 Lhokseumawe 8,53 2,44 5,60 2,87 2,05 Banda Aceh 7,83 1,27 3,13 4,86 1,93 Provinsi Aceh 8,09 1,53 3,95 4,25 1,84 Nasional 8,36 3,35 3,02 3,61 3,13 y-on-y (%)

(26)

bulan September 2018 dan ditutup pada level 15.894, namun kembali mengalami pelemahan pada bulan Oktober 2018 dan ditutup pada level 17.365.

Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menyebabkan negara emerging market mengalami depresiasi nilai tukar, termasuk Indonesia. Rupiah tertekan terhadap US Dollar paling kuat pada Oktober 2018 dan ditutup pada level Rp 15.300.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD ternyata cukup berdampak pada peningkatan nilai ekspor serta neraca perdagangan di Aceh. Realisasi ekspor Aceh pada tahun 2018 sebesar 139,02 juta USD, naik 78,98 persen dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 77,82 juta USD. Meskipun secara nilai kenaikan tersebut tak sebanding dengan periode tahun 2014, namun kenaikan aktivitas ekspor ini cukup baik, lantaran berdampak pada neraca perdagangan Provinsi Aceh yang mengalami peningkatan surplus dibandingkan dengan tahun 2017.

Grafik I.7

Pergerakan Kurs Tengah Mata Uang Asing Terhadap Rupiah Tahun 2018

“Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.”

Sumber: Bank Indonesia, 2019 (diolah)

Grafik I.8

Perkembangan Ekspor-Impor Aceh

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah) “Pelemahan nilai tukar

rupiah terhadap USD berdampak pada membaiknya nilai ekspor serta neraca perdagangan di Aceh.” 13.480 13.776 13.825 13.946 14.021 14.476 14.485 14.785 15.004 15.303 14.411 14.553 16.724 16.845 17.042 16.917 16.348 16.753 16.961 17.246 15.894 17.365 16.419 16.642 2.128 2.176 2.192 2.199 2.185 2.187 2.124 2.166 2.181 2.197 2.077 2.120 10.864 10.739 10.581 10.555 10.599 10.638 10.749 10.719 10.825 10.846 10.548 10.262 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000

31-Jan 28-Feb 31-Mar 30-Apr 31-Mei 30-Jun 31-Jul 31-Agu 30-Sep 31-Okt 30-Nov 31-Des

USD EUR CNY AUD

2014 2015 2016 2017 2018 Ekspor (USD) 507.414.478 93.336.621 22.869.514 77.827.460 139.027.439 Impor (USD) 40.515.391 116.817.672 28.994.572 39.313.804 29.689.996 Neraca (USD) 466.899.087 -23.481.051 -6.125.058 38.513.656 109.337.443 -100.000.000 0 100.000.000 200.000.000 300.000.000 400.000.000 500.000.000

(27)

Jika diuraikan per komoditi ekspor, kenaikan nilai ekspor yang terjadi di Aceh pada tahun 2018 (dibandingkan tahun sebelumnya) seluruhnya berasal dari komoditi non migas, dengan kontribusi terbesar yaitu berasal dari ekspor bahan bakar mineral batu bara. Nilai ekspor bahan bakar mineral di Aceh pada tahun 2018 sebesar 130,01 juta USD, naik signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 66,75 juta USD yang merupakan dampak dari kenaikan produksi tambang batu bari di Kabupaten Aceh Barat.

B. INDIKATOR KESEJAHTERAAN

1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Kesejahteraan secara lebih luas dapat dilihat berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), selain dari PDRB. IPM merupakan

indeks yang memberikan ukuran pencapaian pembangunan

berdasarkan perbandingan aspek dasar manusia yang terdiri dari kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak. Oleh karena itu, IPM digunakan untuk mengukur pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kualitas hidup masyarakat. Semakin tinggi IPM maka semakin baik pencapaian pembangunan manusia (0-1).

Capaian IPM antar wilayah dapat dilihat melalui pengelompokan IPM ke dalam beberapa kategori, yaitu: IPM<60 = IPM Rendah, 60< IPM<70 = IPM Sedang, 70<IPM<80 = IPM Tinggi, dan IPM > 85 = IPM Sangat Tinggi.

“Meningkatnya ekspor batu bara menjadi faktor utama peningkatan nilai ekspor Aceh di tahun 2018.”

Grafik I.9

(28)

Data BPS terakhir menunjukkan bahwa IPM Aceh sampai dengan tahun 2017 berada pada level 70,60. Artinya IPM Aceh mencapai kategori IPM Tinggi. Meskipun angka tersebut masih tipis dibawah IPM Nasional yang berada pada level 70,81, namun tren kenaikan IPM Aceh terhitung sangat stabil dari tahun ke tahun.

Jika di breakdown per kabupaten/kota, IPM tertinggi dicapai oleh Kota Banda Aceh yaitu sebesar 83,95, yang mana angka ini termasuk kategori IPM sangat tinggi. Diikuti Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa yang masing-masing sebesar 76,34 dan 75,89. IPM terendah yaitu Kota Subulussalam yaitu sebesar 62,88, yang mana angka ini masih termasuk dalam kategori IPM sedang. Pada tahun 2017, terdapat 13 kabupaten/kota yang masuk dalam kategori IPM sedang. Berkurang dibanding tahun sebelumnya yang terdapat 14 kabupaten/kota, dimana pada tahun ini terdapat 1 daerah (yaitu Kabupaten Aceh Barat) yang mengalami peningkatan status dari IPM sedang ke IPM tinggi. Diharapkan pemerintah mampu terus menyelenggarakan program-program yang diarahkan dalam rangka peningkatan IPM di daerah-daerah yang masih dalam kategori sedang, sehingga pembangunan sumber daya manusia tidak hanya terfokus pada kota-kota besar seperti Banda Aceh atau Lhokseumawe saja.

Dalam metode baru perhitungan IPM, terdapat tiga komponen utama dalam pengukuran capaian pembangunan manusia, yaitu dari aspek umur dan kesehatan (Umur Harapan Hidup), aspek pendidikan (Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah) dan aspek standar hidup layak (Pengeluaran per Kapita). Dengan menggunakan data-data geometrik, ketiga aspek tersebut membentuk IPM dengan keseimbangan peningkatan di masing-masing aspek.

Komponen Satuan 2013 2014 2015 2016 2017

Umur Harapan Hidup (UHH) Tahun 69,31 69,35 69,50 69,51 69,52 Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 13,36 13,53 13,73 13,89 14,13 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8,44 8,71 8,77 8,86 8,98 Pengeluaran per Kapita Rp 000 8.289 8.297 8.533 8.768 8.957

Dilihat dari aspek kesehatan, Angka Harapan Hidup (AHH) di Aceh pada periode 2013-2017 terus mengalami tren kenaikan, yang mana “Di Provinsi Aceh, IPM

tertinggi dicapai oleh Kota Banda Aceh, sedangkan IPM terendah yaitu Kota Subulussalam.”

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah) “IPM Aceh mencapai kategori IPM Tinggi.”

Tabel I.4

(29)

pada tahun 2017 tercatat angka tersebut sebesar 69,52 tahun, yang artinya bayi yang lahir di Aceh tahun 2017 berpeluang hidup hingga usia 69,52 tahun. Hal ini menandakan bahwa terdapat kondisi yang semakin membaik dalam derajat kesehatan di Aceh. Meskipun demikian, capaian tersebut masih berada dibawah UHH nasional yang pada tahun 2017 mencapai angka 71,06 tahun.

Dari aspek pendidikan, IPM memperhitungkan komponen angka Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Di Provinsi Aceh tercatat bahwa baik HLS maupun RLS mengalami tren kenaikan yang berkesinambungan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017. Pemerintah dianggap cukup peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan di Aceh. Selain semakin banyaknya dana yang dianggarkan pemerintah Aceh untuk pemberian beasiswa, hal ini juga terlihat dari banyaknya perguruan tinggi negeri yang tersebar di Aceh. Selain Universitas Syiah Kuala, UIN Ar Raniry, dan Politeknik Negeri Aceh di Banda Aceh, beberapa perguruan tinggi negeri juga tersebar di beberapa kabupaten/kota lain seperti Universitas Malikussaleh, Politeknik Negeri Lhokseumawe, dan STAIN Malikussaleh di Kota Lhokseumawe; Universitas Samudera dan IAIN Zawia Cot Kala di Kota Langsa; dan Universitas Teuku Umar di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Dari aspek Standar Hidup Layak, angka pengeluaran per kapita Aceh juga mengalami peningkatan yang berkesinambungan, dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017. Hal itu menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Aceh dalam membelanjakan uangnya untuk konsumsi barang maupun jasa semakin baik. Perubahan kondisi perekonomian sangat mempengaruhi perubahan pola konsumsi masyarakat.

Dari seluruh provinsi di Indonesia, Aceh menempati peringkat ke 11, dengan capaian IPM 70,60. Capaian IPM yang tertinggi yaitu DKI Jakarta (80,06), diikuti DI Yogjakarta (78,89), dan Kalimantan Timur (75,12) di posisi kedua dan ketiga.

“Angka Harapan Hidup Provinsi Aceh terus mengalami kenaikan dalam 5 tahun terakhir.”

“Dari aspek pendidikan, angka Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Aceh terus mengalami kenaikan dalam 5 tahun terakhir.”

“Dari aspek standar hidup layak, angka pengeluaran per kapita Aceh juga mengalami peningkatan yang berkesinambungan dalam 6 tahun terakhir.”

“IPM Aceh menempati peringkat 11 tertinggi secara nasional.”

(30)

2. Tingkat Kemiskinan

Persentase penduduk miskin Aceh selama periode Maret 2015 sampai dengan September 2018 terus berfluktuasi. Sempat mengalami kenaikan pada periode Maret 2018 di level 15,97 persen dibanding periode September 2017 yang sebesar 15,92 persen, persentase penduduk miskin Aceh turun di periode September 2018 di level 15,68 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin secara nasional, yang bahkan selalu terjadi dalam beberapa periode terakhir.

Jika diuraikan

berdasarkan perkotaan dan

pedesaan, persentase

penduduk miskin di perkotaan sempat mengalami kenaikan pada periode Maret 2018 dan mengalami penurunan pada periode September 2018,

sedangkan persentase

penduduk miskin di pedesaan terus mengalami kenaikan pada periode Maret 2018 sampai September 2018.

Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indikator lain dalam permasalahan kemiskinan yaitu tingkat kedalaman dan

Grafik I.11

Perkembangan Kemiskinan Perkotaan dan Pedesaan di Provinsi Aceh

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah)

Grafik I.10

Perkembangan Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Aceh

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

“Tahun 2018 persentase penduduk miskin Aceh mengalami penurunan namun masih jauh lebih tinggi diatas persentase penduduk miskin nasional.” 851 859 848 841 872 829 839 831 17,08% 17,11% 16,73% 16,43% 16,89% 15,92% 15,97% 15,68% 11,22% 11,13% 10,86% 10,70% 10,64% 10,12% 9,82% 9,66% 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 14,00% 16,00% 18,00% 800 810 820 830 840 850 860 870 880

Mar 15 Sep 15 Mar 16 Sep 16 Mar 17 Sep 17 Mar 18 Sep 18

Jumlah Penduduk Miskin Aceh (ribu orang) % Penduduk Miskin Aceh % Penduduk Miskin Nasional

(31)

keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Nilai kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan tergambar dalam indeks, seperti yang terera dalam tabel I.5 berikut.

Periode Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan

Mar-15 2,245 3,444 2,909 0,659 0,901 0,832 Sep-15 1,843 3,614 3,139 0,498 0,977 0,703 Mar-16 2,297 3,958 3,104 0,703 1,117 0,997 Sep-16 1,448 3,738 3,111 0,283 1,112 0,867 Mar-17 1,553 3,589 2,978 0,352 1,002 0,807 Sep-17 1,667 3,472 2,917 0,371 0,963 0,781 Mar-18 1,576 3,424 2,845 0,374 0,925 0,752 Sep-18 1,517 3,408 2,803 0,352 0,889 0,717

Pada periode September 2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu (September 2017). Berkurangnya kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan rata-rata pengeluaran di antara penduduk miskin itu sendiri semakin kecil.

Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan pedesaan, nilai indeks P1 dan indeks P2 pada pedesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Namun demikian tren penurunan indeks P1 dan P2 terjadi di perkotaan dan pedesaan jika dilihat dari periode September 2017-September 2018 (periode satu tahun terakhir).

Meskipun secara angka mengalami penurunan, namun jika dilihat dari persentase penduduk miskin di seluruh Provinsi di Indonesia, persentase penduduk miskin Provinsi Aceh berada di urutan tertinggi keenam, dibawah Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Gorontalo. Angka tersebut bahkan merupakan yang tertinggi jika dibandingkan seluruh provinsi di Pulau Sumatera. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Aceh cenderung lambat dalam mengentaskan kemiskinan. “Tahun 2018 Indeks

Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Aceh mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya.” “Kemiskinan Aceh tertinggi keenam secara nasional, dan menjadi yang paling tinggi dari seluruh Provinsi di Pulau Sumatera.”

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah)

Tabel I.5

Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Aceh

(32)

Beberapa upaya perlu difokuskan pemerintah dalam rangka penurunan angka kemiskinan di Aceh, misalnya menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok, mengembangkan sektor UMKM, serta memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat / swakelola.

3. Ketimpangan / Rasio Gini

Rasio Gini mencerminkan tingkat ketimpangan pendapatan dalam masyarakat dengan nilai berkisar antara 0 (sangat merata) hingga 1 (sangat timpang).

Rasio Gini di Provinsi Aceh pada tahun 2018 yaitu sebesar 0,32, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0,33. Angka ini lebih baik jika dibandingkan dengan Rasio Gini Nasional yang sebesar 0,38. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dalam angka PDRB per kapita Aceh masih dibawah rata-rata nasional, namun Provinsi Aceh lebih baik dalam hal pemerataan pendapatan.

Apabila dibandingkan dengan seluruh Provinsi di Pulau Sumatera, angka ketimpangan Provinsi Aceh berada pada peringkat terendah keempat, terendah setelah Provinsi Bangka Belitung, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Angka tersebut juga masih dibawah rata-rata gini rasio Sumatera. Diharapkan upaya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijakan dalam peningkatan distribusi

Grafik I.12

Perkembangan Rasio Gini Aceh dan Nasional

“Ketimpangan Aceh mengalami penurnan dari tahun sebelumnya, dan berada pada level lebih rendah dari angka ketimpangan nasional.”

Grafik I.13

Perbandingan Rasio Gini se -Sumatera 2018

Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

0,32 0,33 0,34 0,33 0,32 0,41 0,41 0,40 0,39 0,38 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 2014 2015 2016 2017 2018 Aceh Nasional Sumber: BPS, 2019 (diolah)

(33)

pendapatan, misalnya dengan lebih concern pada penyaluran kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit Ultra Mikro (UMi). Karena dengan bergeraknya sektor UMKM, ekonomi dapat terbangun melalui hilir sehingga kesempatan membangun usaha untuk masyarakat kecil akan lebih besar. Selain itu, kebijakan penyaluran Dana Desa juga diharapkan mampu mengurangi ketimpangan pembangunan yang terjadi selama ini.

4. Kondisi Ketenagakerjaan

Dari jumlah angkatan kerja tersebut, tercatat jumlah pengangguran per Agustus 2018 sebanyak 149 ribu orang, menurun jika dibandingkan jumlah pengangguran pada periode Agustus 2017 yang sebanyak 154 ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Aceh pada Agustus 2018 sebesar 6,35 persen, turun cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode Agustus 2017 yang mencapai 6,57 persen. Tren TPT Aceh terus mengalami penurunan secara berkelanjutan dari sejak periode Agustus 2015. Meskipun demikian, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, angka TPT Aceh masih selalu tinggi jika dibandingkan TPT secara nasional.

Diharapkan pemerintah dapat lebih memprioritaskan pada program-program untuk menurunkan pengangguran, misalnya dengan mendukung sektor UMKM melalui penurunan suku bunga KUR dan mengembangkan kredit Ultra Mikro, serta mengembangkan beberapa sektor-sektor usaha lain seperti pariwisata serta pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Ketimpangan Aceh menjadi yang terendah keempat se- Pulau Sumatera.”

Grafik I.14

Perkembangan Tingkat Pengangguran Aceh dan Nasional

147 191 175 217 182 171 172 150 154 149 6,75 9,02 7,73 9,93 8,13 7,57 7,39 6,57 6,55 6,35 5,70 5,94 5,81 6,18 5,50 5,61 5,33 5,50 5,33 5,50 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 0 50 100 150 200 250

Feb 14 Agu 14 Feb 15 Agu 15 Feb 16 Agu 16 Feb 17 Agu 17 Feb 18 Agu 18 Jumlah Pengangguran Aceh (ribu orang) TPT Aceh (%) TPT Nasional (%) Sumber: BPS Aceh dan Nasional, 2019 (diolah)

“Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh terus mengalami tren penurunan dalam 5 tahun terakhir, namun masih lebih tinggi dibanding TPT nasional.”

(34)

852 882 735 831 866 843 834 1063 975 982 237 250 289 333 357 0 200 400 600 800 1000 1200

Agu-14 Agu-15 Agu-16 Agu-17 Agu-18

(d a la m r ib ua n)

Pertanian Jasa-jasa Industri

Apabila dilihat berdasarkan lapangan kerja utama di Provinsi Aceh, pada tahun 2018 (per bulan Agustus) sektor jasa-jasa masih menjadi sektor usaha dengan serapan tenaga kerja terbanyak yaitu sebesar 982 ribu orang, atau 44,54 persen dari seluruh tenaga kerja di Provinsi Aceh, mengalami kenaikan jika dibandingkan periode Agustus 2017 yang sebesar 975 ribu orang. Sektor Pertanian yang pada tahun 2018 menyerap tenaga kerja sebanyak 866 ribu orang, mengalami kenaikan serapan tenaga kerja jika dibandingkan tahun 2017. Sedangkan sektor industri manufaktur menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja paling kecil yaitu sebesar 357 ribu orang, atau hanya 16,19 persen dari total jumlah tenaga kerja di Aceh.

C. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL Sesuai Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), sasaran pembangunan Aceh pada tahun 2018 sebagaimana telah diamanatkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2012-2017 dan RPJM Nasional 2015-2019 dengan dibandingkan dengan capaian Aceh dan capaian nasional pada tahun 2018 tersaji dalam tabel berikut.

Grafik I.15

Perkembangan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Kerja Utama

Pertanian: 39,27% Jasa-jasa: 44,54% Industri: 16,19%

“Sektor Jasa menjadi sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak di Provinsi Aceh.”

(35)

Sumber: BPS dan Bappeda Aceh, 2019 (diolah)

Uraian Target Provinsi Aceh 2018 sesuai KUA Capaian Aceh Tahun 2018 Nasional 2018 Capaian

Pertumbuhan Ekonomi 5,00 persen 4,61 persen 5,17 persen Tingkat Kemiskinan 15,43 persen 15,68 persen 9,66 persen Tingkat Pengangguran 6,85 persen 6,35 persen 5,50 persen Tingkat Inflasi (inflasi tahunan) 4,0 - 5,0 persen 1,84 persen 3,13 persen

IPM 70,92 70,60 70,81

Dari tabel diatas terlihat bahwa dari lima indikator ekonomi makro yang ditetapkan targetnya pada KUA Provinsi Aceh, dua diantaranya masih sesuai target yaitu antara lain, Tingkat Pengangguran dan Tingkat Inflasi.

Beberapa target indikator pembangunan perlu dievaluasi, diantaranya target pertumbuhan ekonomi tingkat kemiskinan dan IPM. Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan sesuai KUA dianggap kurang realistis mengingat stabilitas pertumbuhan ekonomi Aceh masih rendah dengan tren yang masih sangat fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir. Dengan mempertimbangkan stabilitas pertumbuhan ekonomi Aceh yang masih lebih rendah dibandingkan secara nasional, penetapan target pertumbuhan ekonomi dibawah capaian nasional akan dianggap lebih realistis. Target IPM yang ditetapkan juga dianggap kurang realistik karena diatas rata-rata nasional.

Untuk penetapan target angka kemiskinan, pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan posisi kemiskinan Aceh yang masih tinggi. Meskipun secara tren mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, namun percepatan pengentasan kemiskinan di Aceh terhitung lambat dibanding provinsi lain. Dengan memperketat target angka kemiskinan (lebih rendah) diharapkan dapat lebih memacu kinerja pemerintah di Aceh dalam rangka mendorong program-program pengentasan kemiskinan di Aceh.

Tabel I.6

Target dan Capaian Aceh Terhadap 5 Indikator Ekonomi Makro

“Target pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan perlu dievaluasi dengan mempertimbangkan stabilitas daerah .” “Dari lima indikator ekonomi makro yang ditetapkan targetnya pada KUA Provinsi Aceh, dua diantaranya masih sesuai target yaitu antara lain, tingkat pengangguran, dan tingkat inflasi.”

(36)

Dengan mengunakan dua indikator ekonomi utama yaitu PDRB per Kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi (periode 2011-2017), dapat dilakukan klasifikasi atau pemetaan daerah berdasarkan Tipologi Klassen. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Struktur daerah akan dibagi menjadi empat kuadran yaitu antara lain Daerah Maju dan Cepat Tumbuh (Kuadran I), Daerah Berkembang Cepat (Kuadran II), Daerah Maju Tapi Tertekan (Kuadran III), dan Daerah Tertinggal (Kuadran IV).

Dari grafik Tipologi Klassen diatas, 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh diklasifikasikan berdasarkan empat kuadran tersebut, yaitu sebagai berikut:

Daerah Maju dan Cepat Tumbuh, yaitu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota. Terdapat 5 daerah yang termasuk dalam kategori ini, yaitu Kota Banda Aceh, Kab. Aceh Tengah, Kota Sabang, Gayo Lues dan Kab. Nagan Raya.

Daerah Berkembang Cepat, yaitu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota. Jumlah daerah terbanyak berada pada kategori ini, dimana terdapat 13 daerah, antara lain Kab. Simeuleu, Kab. Aceh Singkil, Kab. Aceh Selatan, Kab. Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Kab. Pidie, Kab. Aceh Besar, Kab. Pidie Jaya, Kab. Bireuen, Kab. Aceh Jaya, Kab. Bener Meriah, Kab. Aceh Barat, dan Kota Langsa.

Daerah Maju Tapi Tertekan, yaitu daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, namun tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota. Terdapat 2 daerah yang termasuk dalam kategori ini, yaitu Kab. Aceh Barat, dan Kota Lhokseumawe. Daerah Tertinggal, yaitu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota.Terdapat 3 daerah yang termasuk dalam kategori ini, yaitu Kab. Aceh Tamiang, Kab. Aceh Barat Daya, dan Kab. Aceh Timur.

Boks 1. Clustering Daerah di Aceh Berdasarkan Analisis Tipologi Klassen

Sumber: BPS Aceh, 2019 (diolah)

Grafik I.16

(37)

T�m�� Na�i�n�� ,

G���n� L�u���

KUTACANE

ACEH TENGGARA Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) adalah salah satu Kawasan

Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 hektare yang secara administrasi pemerintahan terletak di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengeta-BAb II

perkembangan &

analisis pelaksanaan

APBN

Gambar

Grafik  I.6  menunjukkan  bahwa  pada  tahun  2018  inflasi  y-on-y  Aceh  berada  pada  level  1,84  persen,  lebih  rendah  dibandingkan  inflasi  y-on-y  nasional  yang  pada  tahun  2018  berada  pada  level  3,13  persen
Tabel II.1
Grafik II.1
Grafik II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui tansformasi karakter atraktif dan dinamis kaum muda dalam rumah retret keluarga kristiani, sehingga dapat merasakan kehadiran Allah tanpa merasa jenuh, sekaligus

Menyetujui RI sebagai negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat merupakan pernyataan Belanda, hasil dari..

Data telah di normalisasi ke dalam data intensitas pemakaian air (jumlah air per satuan produk atau bahan baku yang digunakan-dengan satuan yang lazim untuk masing-masing

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui jenis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, meliputi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler bahasa Arab yang

Tujuan Film : Memberikan penjelasan mengenai pergudangan logistik kebencanaan Bahasa : Indonesia. Durasi : 5-7 Menit Deskripsi

Dalam hal ini yang dimaksud dengan alat adalah bentuk-bentuk gerak permainan bagi usia sekolah dasar sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani.. Pengaruh Lompat

Pengaruh back massage dengan aromaterapi lavender terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di desa Kedungasri kecamatan Ringinarum.. Jurnal Ilmu

vaksin Rabies, misalnya, menghasilkan efek samping yang membuat vaksin tidak memuaskan untuk imunisasi masal, di Amerika Serikat, vaksin rabies sekarang digunakan