• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tingkat Bahaya Longsor Terhadap Lahan Permukiman Di Gunung Padang Kota Padang Sumatera Barat. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Tingkat Bahaya Longsor Terhadap Lahan Permukiman Di Gunung Padang Kota Padang Sumatera Barat. Oleh :"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Tingkat Bahaya Longsor Terhadap Lahan Permukiman Di Gunung Padang Kota Padang Sumatera Barat

Oleh :

Sisri elfia*Erna Juita**Leni Zahara** *Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

** Staf pengajar Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

The research was conducted in order to: 1) determine the physical properties of soil on the hills of Mount Padang. 2) determine the level of avalanche danger on every unit of land in the area of Mount Padang Padang West Sumatra. Samples taken there are 3 villages namely, Kel. Aie Mato, kel. Seberang Palinggam, and Kel. Bukit Gado-Gado hill. With sampling technique was purposive sampling. The results showed that (1) the physical properties of soil (texture, structure, pH, drainage, consistency). Dusty loam texture and dusty clay loam, with a plate of soil structure, blocky and poles, as well as the pH level indicates the acidity of the soil is neutral and acidic class. On soil drainage class is somewhat good because they have good air circulation, and a crumbly consistency and somewhat firm, which has a crumbly consistency good condition and easily processed, while the firm rather poor soil conditions and difficult to process. At the village level 3 slope slope between 15-25% - 25-40%. (2) the level of avalanche danger on land settlement seen from the physical properties of soil, slope, it can know the Ex area. Aie Mato and Kel. Bukit Gado-Gado hill with a moderate level of avalanche danger, and in Ex. Seberang Palinggam with high levels of avalanche danger.

(2)

PENDAHULUAN

Bencana alam merupakan peristiwa alam yang di akibatkan oleh proses alam, baik yang terjadi oleh alam itu sendiri maupun di awali oleh tindakan manusia, yang menimbulkan bahaya dan resiko longsor terhadap kehidupan manusia baik harta benda maupun jiwa. Karakteristik bencana alam di tentukan oleh keadaan lingkungan fisik seperti: iklim, topografi, geologi tanah, data air, penggunaan lahan dan aktifitas manusia (Sutikno Dalam Triyatno, 2004).

Secara geologis, geomorfologi dan klimatologi Indonesia selalu menghadapi bencana alam berupa banjir, longsor , letusan gunung api, gempa bumi dan tsunami. Pada umumnya kejadian bencana ini secara tiba-tiba pada waktu yang tidak kita inginkan sehingga korban harta dan jiwa tidak terhindarkan, bencana akan menelan korban jiwa yang cukup banyak mengingat penduduk Indonesia yang padat. Kejadian bencana alam di Indonesia cendrung meningkat dari waktu ke waktu baik jenis maupun frekuensinya (Sutikno dalam Triyatno, 2004).

Bencana longsor lahan merupakan salah satu bencana alam yang banyak menimbulkan korban jiwa dan harta benda, menurut elifas (1989) fenomena alam sangat menarik untuk diperhatikan dan di pelajari sebab kejadianya bertambah sering dan dimensinya pun menjadi besar, petambahan kualitas dan kuantitas dari proses pergerakan tanah longsor ini justru bersamaan dengan meningkatnya pembangunan di Indonesia, setiap kejadian longsor lahan sering menyebabkan kematian banyak orang, kerugian harta benda yang sangat peka dan mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah. Sejalan dengan kenyataan yang ada pada saat ini, dengan bertambahnya jumlah penduduk

maka perumahan dan permukiman telah mengalami densifikasi ke wilayah rawan longsor.

Gerakan tanah dalam bentuk longsor lahan sangat banyak terjadi di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonasia merupakan daerah subduksi, sehingga mempunyai topografi yang bergunung gunung yang menjadikan lahan mempunyai lereng yang landai sampai curam, dengan curah hujan yang relatif tinggi dan kondisi geomorfologi yang cukup komplek di beberapa wilayah Indonesia, longsor lahan dianggap merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi (Hermon, 2008).

Daerah sumatera Barat dilihat secara geologis merupakan bagian dari pulau sumatera yang dilewati oleh bukit barisan, dimana topografinya sebagian besar terdiri dari pengunungan, perbukitan dan lembah yang terjal dan batuannya kurang kuat. Gunung Padang merupakan bukit yang membelokan ke arah barat yang dilalui oleh pengunungan dari bukit barisan di sumatera barat, yang terdiri dari bukit gado-gado, bukit air manis, bukit lantiak, bukit mata air, yang terletak di Kelurahan Mato Aie Kecamatan Padang Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

Pola penggunaan lahan yang terdapat pada daerah tersebut di dominasi oleh permukiman dan lahan pertanian. Permukiman penduduk di daerah gunung Padang menyebar di daerah-daerah yang rawan terhadap bahaya longsor lahan, yaitu terletak dan menyebar dilereng kaki dan bagian tengah perbukitan gunung Padang. Sedangkan pola penggunaan lahan yang terdapat pada daerah tersebut tergolong pada lahan pertanian holtikultura dan kebun campuran, serta lahan-lahan yang di gunakan untuk hutan relative kecil(< 40%). Dengan kondisi topografi, geologi dan geomorfologi

(3)

daerah yang cukup mendukung terjadinya longsor lahan, maka seharusnya penggunaan lahan di daerah ini memiliki hutan > 40%.

Masalah yang ditimbulkan di daerah Gunung Padang adalah banyaknya daerah yang tidak sesuai untuk permukiman dimanfaatkan oleh penduduk untuk mendirikan bangunan atau permukiman. Permukiman tersebut menyebar di daerah-daerah yang rawan terhadap bahaya longsor , yaitu terletak dan menyebar di lereng kaki dan punggung bukit. Akibat pembangunan permukiman tersebut akan menyebabkan kurangnya kawasan konservasi dan dengan sendirinya akan menambah berat massa tanah akibat terbebani oleh pembangunan, pada awal musim hujan, air hujan yang jatuh kedalam tanah dengan membawa partikel-partikel tanah halus (liat dan lempung), sehingga akan terbentuk bidang gelincir di bawah permukaan tanah yang kedap air.

Bahaya longsor suatu keadaan yang menunjukan kemungkinan terjadinya longsor dalam daerah tertentu yang berpotensi mengalami longsor. Bahaya longsor dipengaruhi oleh tingkat dan intensitas curah hujan sangat tinggi pada tiap tahun.

Kerawanan longsor lahan perlu adanya analisis spasial yang meliputi: jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan tipe bangunan. Sedangkan kemiringan lereng sangat berpengaruh pada gaya tarik bumi dan gaya gesek antara air hujan dengan partikel tanah, sehingga material yang lapuk akan lepas dan turun mengikuti arah kemiringan lereng.

Selain itu, tanah juga berpengaruh terhadap longsor lahan dimana sifat fisik tanah (tekstur, struktur, kemiringan lereng, pH, drainase, konsistensi). Tanah yang mempunyai tekstur tanah kasar

(pasir dan pasir berlempung) akan membentuk struktur. Stuktur tanah ini mudah lepas apabila kandungan air di atas dan di dalam tanah meningkat. Sedangkan tekstur tanah yang halus (liat, liat berdebu dan liat berpasir) akan membentuk agregat dengan tipe gumpal.

Berdasarkan rata-rata curah hujan berkisar antara 18,96 mm/thn sampai 34,83 mm/thn, dengan tingkat yang relatif tinggi mengakibatkan pergerakan tanah meluncur pada daerah lereng, dan terjadilah longsor. Selain dari itu vegetasi juga dapat memicu terjadinya longsor apabila vegetasi tersebut terdiri dari pepohonan yang tinggi dapat menahan tanah pada daerah lereng, sedangkan vegetasi yang terdapat semak belukar dan tanaman musiman, air yang akan diserap tanah akan sedikit, sehingga akan mudah terjadi longsor pada daerah lereng.

Kejadian longsor lahan di Kelurahan Mato Aie banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, berupa hancurnya bangunan, kerusakan prasarana fisik, dan korban meninggal dunia, seperti yang terjadi pada tahun 2001 di Bukit Gado-Gado, dan tanggal 9 desember 1999 di Bukit Lantiak. Dari peristiwa ini lebih kurang 20 unit rumah hancur dan 58 jiwa dari 20 KK tertimbun. Longsor lahan juga terjadi pada tanggal 31 juli 2001 secara secara serentak yaitu bukit gado-gado, bukit air manis, bukit mata air yang menyebabkan 1 korban jiwa, 661 jiwa terlantar dari 124 KK dan 124 unit rumah penduduk rusak, 9 sekolah dan 3 masjid rusak berat serta 8 lokasi jalan rusak (Kantor Camat Padang Selatan 2009). Menggingat rawannya daerah gunung Padang terhadap bencana longsor lahan, maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Tingkat Bahaya Longsor Terhadap Lahan Permukiman Di gunung Padang Kota Padang Sumatera Barat”

(4)

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah jenis penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya longsor lahan. Penelitian deskriptif yaitu peneltian yang menggambarkan daerah penelitian dengan kualitatif dan kuantitatif serta gambar-gambar di lapangan. Data kualitatif merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, sedangkan data kuantitatif merupakan data yang telah diolah untuk melihat tingkat bahaya longsor lahan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah data primer dan data sekunder. Jenis data primer meliputi: Kemiringan lereng, tanah, konsistensi dan penggunaan lahan, jenis data sekunder meliputi: Data curah hujan. Peta-peta tematik yang terkait dengan penelitian, yaitu peta penggunaan lahan, peta geomorfologi, peta lereng dan peta tanah.

Teknik Analisis Data Tingkat Bahaya Longsor Bahaya lonsor lahan adalah suatu keadaan yang menunjukan kemungkinan terjadinya longsor lahan dari daerah tertentu yang berpotensi mengalami longsor lahan. Analisis untuk menentukan tingkat bahaya longsor lahan digunakan formula yang dikemukakan oleh Dibyosaputro (1999), yaitu:

K b C I   ... ... (1) Catatan :

I = Besar julat interval kelas C = Jumlah harkat tertinggi b = Jumlah harkat terendah K = Jumlah kelas yang di

inginkan.

Persamaan diatas, maka besar julat untuk masing-masing kelas bahaya longsor lahan adalah sebagai berikut : 6 3 18 3 6 24     I Catatan :

Jumlah karakteristik fisik 6 variabel Jumlah harkat terendah 6 (b) Jumlah harkat tertinggi 24 (c)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertama, Tekstur tanah Berdasarkan penelitian yang dilakukan hasil laboratorium maka dapat diketahui bahwa sifat sifik tanah pada perbukitan gunung padang memiliki tekstur lempung berdebu, lempung liat berdebu. Menurut Sarwono, 2007 tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi,tanah yang memiliki tekstur yang kasar seperti pasir adalah tahan. Demikian pula tanah-tanah dengan tekstur halus seperti liat pada bagian bawah tanah terdapat lapisan tanah yang licin dan kedap air sehingga sukar tembus air seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah atasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor.

Struktur tanah pada daerah penelitian adalah lempeng, gumpal, dan tiang. Sarwono, 2007 dengan bentuk stuktur membulat (granuler, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah, dan daerah permukaan menjadi kecil. Tanah yang yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan-pukulan air hujan, menjadi butir halus sehingga menutup pori-pori tanah.

pH tanah (keasaman tanah) yang terdapat pada daerah penelitian adalah

(5)

buruk (asam) dan netral, pH tanah (keasaman tanah) yang diuji di laboratorium maka dapat ditentukan pH tanah di daerah penelitian kelas Netral dan Asam. Menurut Hermon, 2009 keasaman tanah yang biasa terjadi pada daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Dengan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tercucinya basa-basa dari komplek jerapan dan hilang melalui drainase. Tanah yang terlalu alkalis juga sering mangandung garam yang terlalu tinggi dan juga bisa menjadi racun bagi tanaman.

Drainase agak baik karena mempunyai peredaran udara yang baik, Gejala-gejala dalam drainase adalah warna pucat, kelabu, atau adanya bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk adanya tanah drainase buruk. Bila air tidak pernah mengenang sehingga tata udara dalam tanah selalu baik, maka seluruh profil tanah dalam keadaan oksidasi (Fe). Oleh karena itu, seluruh umumnya berwarna mereh dan coklat. (Sarwono,2007)

konsistensinya gembur dan agak teguh dimana konsistensi gembur memiliki keadaan yang baik dan mudah diolah, sedangkan agak teguh keadaan tanahnya buruk dan sulit diolah. Konsistensi mempunyai kaitan dengan tekstur tanah. Tanah dengan tekstur dominan pasir umumnya mempunyai konsistensi tidak lekat, tidak liat, dan lepas. Tanah dengan tekstur debu yang dominan mempunyai konsistensi gembur agak lekat, dan lunak, sedangkan tanah yanh mempunyai kandungan liat dominan akan mengasilkan konsistensi lekat, liat, sangat teguh dan keras. (sarwono, 2007)

Pada daerah kel. Mato Aie memiliki tingkat kemiringan lereng 15-25% (landai), sedangkan pada kel. Seberang Palinggam dan kel. Bukit

Gado-Gado memiliki tingkat kemiringan lereng sama yaitu 25-40% (curam). Lereng terdiri atas bagian puncak, bagian cembung, bagian cekung, dan kaki lereng. Daerah yang memiliki daerah yang curam terjadi longsor terus menerus sehingga solum tanah menjadi dangkal, kandungan bahan organik rendah, dan perkembangan horizon lambat dibandingkan dengan tanah yang terbentuk didaerah yang berlereng datar yang mempunyai kandungan air tanah yang dalam (Hermon, 2009).

Kedua, Pada Kelurahan Mato Aie bentuk lahan vulkanik (V) dengan satuan bentuk lahan lereng bawah gunung api (V3) serta panggunaan lahan sebagai lahan permukiman dan lahan hutan ,mempunyai kemiringan lereng berkisar antara 15-25% (landai) sehingga tingkat bahaya longsor pada kelurahan ini terdapat pada zona 2(sedang). Pada Kelurahan Seberang Palinggam bentuk lahan vulkanik (V) dengan satuan bentuk lahan lereng bawah gunung api (V3) serta penggunaan lahan sebagai lahan permukiman yang dibangun pada daerah lereng perbukitan, dengan tingkat kemiringan lerengnya berkisar antara 25-40% (curam), sehingga tingkat bahaya longsor pada kelurahan Seberang Palinggam ini berada pada zona 3 (tinggi).

Sedangkan pada Kelurahan Bukit Gado-Gado bentuk lahan vulkanik (V) dengan satuan bentuk lahan lereng bawah gunung api (V3) serta penggunaan lahan sebagai lahan permukiman, dengan tingkat kemiringan lereng antara 25-40% (curam) sehingga tingkat bahaya longsor pada kelurahan ini terdapat pada zona 2 (sedang).

(6)

1. Kesimpulan 1. Hasil di Lapangan

a. Tekstur TanahBerdasarkan

penelitian yang dilakukan hasil laboratorium maka dapat diketahui bahwa sifat sifik tanah pada perbukitan gunung padang memiliki tekstur lempung berdebu, lempung liat berdebu

b. struktur tanah pada daerah penelitian adalah lempeng, gumpal, dan tiang.

c. pH tanah (keasaman tanah) yang terdapat pada daerah penelitian adalah buruk (asam) dan netral. d. drainase sedang karena

mempunyai peredaran udara yang baik,

e. konsistensinya gembur dan agak teguh dimana konsistensi gembur memiliki keadaan yang baik dan mudah diolah, sedangkan agak teguh keadaan tanahnya buruk dan sulit diolah.

f. Pada daerah kel. Mato Aie memiliki tingkat kemiringan lereng 15-25% (landai), sedangkan pada kel. Seberang Palinggam dan kel. Bukit Gado-Gado memiliki tingkat kemiringan lereng sama yaitu 25-40% (curam).

2. Tingkat Bahaya Longsor Terhadap Lahan Permukiman Dilihat dari sifat fisik tanah maka dapat diketahui bahwa pada daerah Kel. Mato aie dan kel.

Bukit gado-gado termasuk sedang, karena masih bisa berkemungkinan terjadinya bencana longsor, sedangkan pada daerah Kel. Seberang Palinggam tingkat yang tinggi, karena sangat berpeluang terjadi bencana longsor.

2. Saran

a. Disarankan pada intansi terkait untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana cara membangun permukiman pada daerah lereng agar tidak terjadi kerusakan pada tanah dan pada masyarakat itu sendiri

b. Disarankan pada masyarakat apabila ingin membuat pembangunan di daerah lereng, hendaknya harus memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dan memberikan solusi agar tidak terjadi longsor.

c. Adanya peraturan Pemerintah tentang boleh atau tidaknya membangun rumah di Gunung Padang Kota Padang.

d. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mencari solusi terhadap bencana longsor tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dipyosaputro , 1999. Longsor Lahan Di kecamatan Samigaluh. Kabupaten Kulon Progo: Yogyakarta

Elifas, d.j.1989. Geologi Kuarter Kaitannya dengan Gerakan Tanah Sebagai Salah Satu

Bencana Alam Yang Menonjol di Indonesia, Makalah Dalam Loka Karya Geologi Kuarter: Bandung

Hadjowigeno, Sarwono, 2007. Ilmu Tanah, CV Akademika Pressindo: Jakarta

(7)

Hermon, Dedi, 2008. Metode dan Teknik Penelitian Geografi Tanah, Yayasan Jihadul Khair Center: Padang

2009. Geografi Tanah. Yayasan Jihadul Khair Center: Padang Triyatno, 2004. Studi tingkat bahaya

dan resiko longsoran di daerah ngarai sianok kota bukit tinggi sumbar. FMIPA: UGM

Referensi

Dokumen terkait

Gerak-gerak tari yang digunakan dalam karya tari “Taru Tari Tara” adalah pengembangan dari gerak keseharian membuat topeng seperti memahat kayu, menyerut kayu, memegang

Dalam masyarakat modern untuk kebutuhan hidupnya semakin tergantung pada layanan pihak lain (layanan profesional), seperti kebutuhan dasar pangan, sandang, papan,

Dilihat dari aspek ekonomis secara rata-rata selama tahun 2007 sampai 2011 pemerintah kabupaten Gresik berada pada kriteria yang tidak ekonomis karena hasil perhitungannya

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh tim pengabdi dengan bapak kepala sekolah SMK Dharma Utama, bahwa guru di SMK Dharma Utama khususnya guru bahasa

Dengan demikian, pembelajaran drama, baik pembelajaran teks drama mau- pun pembelajaran pentas drama, mengarahkan siswa untuk “dapat memetik nilai- nilai yang dapat ditawarkan

Sedangkan hasil analisa faktor-faktor strategi internal dan eksternal menggunakan matriks SWOT menghasilkan prioritas strategi berupa 5 strategi WO ( Weakness – Opportunities )

Keputusan itu ditandai dengan perbedaan politik luar negeri terhadap Kurdi yang berupa: - Pertama, sikap Israel terhadap kelompok Kurdi KRG adalah bentuk aliansi periphery,

Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian yang diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Iklan dan Citra Merek