• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

© Copyright 2015

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM

NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN

GEORGE W. BUSH

REHLITTA BR SURBAKTI1

NIM. 0902045062

Abstract

This research aims to find out how the Policies of the United States of America toward the nuclear development programs conducted by North Korea. This research was analytic description which explaining the policies made by America to stop the nuclear programs of North Korea. The data were collected by doing library research and using secondary data, including the data derrived from books and internet. Concepts or theories used in this research were the Concepts of Foreign Policy and Diplomacy Concepts .The result of the research showed the Policies of the Unites States of America towards North Korea in relation to nuclear development program included the use of diplomacy approach. Diplomacy was selected by United States of America as the implementation of its policies through some meeting such as Three Party Talks and Six Party Talks. Three Party Talks took place in April 2003 and China was the host. The contries involving in this meeting were China, United States of America, and North Korea. The purpose of the establishment of Three Party Talks was to stop the nuclear programs ofNorth Korea. Because this meeting did not have any agreement then another meeting with Six Countries was established with the members consisting of United States of America, Russia, China, South Korea, North Korea and Japan. The Six Party Talks meeting was conducted on August 2003 in Beijing and it also failed because either North Korea or United States of America did not realize the agreements that had been approved.

Keywords : Foreign Policies, North Korea, George W. Bush, Nuclear Programme.

Pendahuluan

Krisis nuklir Korut dimulai pertama kali saat Korut menarik diri dari NPT pada tahun 1993. Korut menandatangani pernyataan sepakat untuk menaati perjanjian NPT dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) pada Januari 1992. Sebagai syarat untuk perjanjian itu, pihak IAEA melakukan 6 kali inspeksi di Korut dan menemukan bukti yang mencurigakan bahwa beberapa kilogram plutonium yang bisa membuat senjata nuklir telah di ekstrak, karena ada selisih sebanyak 90 gram dari yang dilaporkan oleh Korut pada awalnya. Berdasarkan hasil itu, IAEA segera meminta pelaksanaan inspeksi khusus, namun Korut menolak permintaan itu dan

1Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

(2)

menarik diri dari NPT sebagai aksi protes.(http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02dhtm). Pada tahun 1995 Korut melakukan kembali proyek pengembangan nuklir secara rahasia, sampai hal itu ditemukan kembali oleh AS. Korut mengklaim bahwa AS gagal untuk membangun reaktor air ringan seperti yang telah dijanjikan, sedangkan AS mengklaim bahwa Korut melanggar Kesepakatan Jenewa dengan melanjutkan pengembangan senjata nuklir. Untuk mengatasi krisis nuklir tersebut dibentuk pertemuan segi enam negara (Six Party Talks) dengan anggota Korsel, Korut, AS, Jepang, Rusia dan Cina pada bulan Agustus 2003 di Beijing. Presiden AS George W. Bush menyatakan bahwa AS menjamin tidak akan melakukan agresi militer terhadap Korut dan menjamin keamanan secara multilateral jika Korut mau secara transparan terlebih dahulu menutup program nuklirnya. Dalam persepsi Bush, pengembangan senjata perusak massal dan peluru kendali Korut dapat mengancam stabilitas di Semenanjung Korea.

Ada beberapa alasan Korut dalam mengembangkan nuklirnya alasan pertama, rejim

survive, Korut menganggap AS sebagai ancaman utama. AS juga mengawasi Korut

sebagai negara pendukung teroris. Dengan alasan itu, Washington memberikan sanksi ekonomi kepada Pyongyang, sehingga Korut mengkhawatirkan bahwa pihaknya akan bisa menjadi sasaran dalam daftar gempuran AS seperti Afganistan dan Irak. Kedua, Korut menggunakan program nuklirnya sebagai instrument diplomasi untuk mendapat bantuan ekonomi. Adapun konsesi yang diberikan Korut adalah seperti penghentian sementara program nuklirnya atau ijin inspeksi IAEA dilakukan dengan imbalan bantuan makanan dan bahan bakar dari Cina, Korsel, dan Jepang.(Andrew Scobell and John M. Sanford 2007:78,79). Ketiga adalah alasan keamanan, bagi Korut program nuklirnya merupakan cara diplomasi yang efektif untuk membawa AS mengarah pada langkah negosiasi. Kim Il Sung beranggapan bahwa nuklir merupakan senjata yang dapat menangkal atau mengalahkan pasukan AS dalam situasi konflik. Ditambah lagi dengan aliansi Korut dengan Soviet dan Cina yang sering mengalami pasang surut membuat Korut mempertanyakan kredibilitas komitmen Moscow serta

Beijing untuk membantu Korut menghadapi perang

lainnya.(http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02dhtm)

Kerangka Dasar Teori

Konsep Kebijakan Luar Negeri

Menurut K. J. Holsti, Kebijkan luar negeri adalah tindakan atau gagasan yang diracang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain. Gagasan kebijakan luar negeri, dapat dibagi menjadi empat komponen dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik yaitu orientasi kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan dan tindakan.(K.J Holsti dan M. Tahir Azhari 1988:107)

Suatu negara menggunakan politik luar negerinya, untuk menjalin hubungan dengan negara lain, yang meliputi semua kebijakan yang diambil oleh suatu negara yang memiliki pengaruh terhadap hubungan antar pemerintah dengan pemerintah yang lain.(T.B.Millar 1969:57). Politik luar negeri suatu negara berarti pencapaian

(3)

tujuan-tujuan, yang dicapai di luar batas yurisdiksi nasional. Esensi dari politik luar negeri merupakan rencana dan kebijakan-kebijakan yang ditujukan kepada tujuan yang satu yakni perwujudan kepentingan nasional demi mempertahankan kelangsungan hidup negara.Sehingga setiap pengambilan kebijakan luar negeri, suatu negara selalu mendasarkan pada kepentingan nasional.

Selain itu politik luar negeri merupakan rencana dan komitmen kongkret yang dikembangkan oleh para pembuat keputusan, untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan kebijakan luar negeri.Pengertian politik luar negeri yang berikutnya mengarah pada aksi atau perilaku yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan situasi di lingkungan eksternal.

Secara umum kebijakan luar negeri juga dapat dikatakan merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi baik di lingkungan dan struktur domestik maupun internasional. Atau dengan kata lain, perubahan yang terjadi baik di lingkungan internal maupun eksternal akan mempengaruhi setiap perumusan kebijakan luar negeri. K.J Holsti mengklasifikasikan kebijakan luar negeri dalam empat kategori yaitu Orientasi kebijakan, Peranan nasional, Tujuan dan Tindakan.

Konsep Diplomasi

Diplomasi memiliki kaitan yang erat dengan politik luar negeri, karena diplomasi merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri yang dilakukan pejabat-pejabat resmi yang terlatih. Pada banyak negara, kebijakan luar negeri dirancang dan diformulasikan oleh Menteri Luar Negeri dan staf Departemen Luar Negeri. Pelaksanaan diplomasi bilateral, unilateral dan multilateral dilaksanakan oleh para diplomat dan perwakilan - perwakilan yang diutus ke negara bersangkutan, ditempatkan diluar negeri dan di dalam organisasi-organisasi internasional.Diplomasi sendiri dalam prakteknya, akan diwarnai dengan bermacam kegiatan-kegiatan negosiasi. Dengan demikian diplomasi sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara, adalah seni mengedapankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.(S.L.Roy 1995:3).

Menurut Harold Nicalson, diplomasi merupakan manajemen dari hubungan internasional yang diselenggarakan oleh duta-duta negara yang mencakup empat hal yaitu ; politik luar negeri, negosiasi, mekanisme pelaksanaan negosiasi, dan Menteri luar negeri. Sedangkan menurut Sir Ernest Sarow, “Diplomacy is the application of

tact and intelligence to the conduct of foreign relations between government of independent states”. Diplomasi lebih dikaitkan pada penerapan kemampuan

keterampilan serta intelegensi dalam pelaksanaan hubungan luar negeri antar pemerintah diantara negara-negara berdaulat.

Ada empat tugas diplomasi ; pertama, diplomasi harus menetapkan tujuan-tujuannya berdasarkan kekuatan yang dimiliki negara untuk mencapai tujuannya. Kedua, diplomasi harus menilai tujuan-tujuan dan kekuatan negara lain. Ketiga, diplomasi

(4)

harus menetapkan seberapa jauh tujuan-tujuan yang berbeda antar negara cocok satu sama lain. Keempat, Diplomasi harus menggunakan sarana-sarana yang tepat untuk mencapai tujuannya. Kegagalan dalam salah satu tugas ini akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan luar negeri.(Hans J. Morgenthau 2010:618).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe Penelitian Deskriptif Analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan kebijakan Amerika Serikat terhadap program pengembangan nuklir Korut. Data-data yang disajikan dalam penelitian ini adalahdata sekunder yang diperoleh langsung dari buku, jurnal, artikel, dan hasil menelaah studi kepustakaan. Adapun tekknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif fokus terhadap sejumlah kasus yang dianalisis secara mendalam dengan menjelaskan dan menganalisis secara relevan dari sumber dan fokus pada permasalahan yang diteliti.

Hasil Penelitian

Pengembangan Nuklir Korut

Tahun 1982, satelit AS menangkap gambar yang menunjukkan pembangunan di Yongbyon termasuk fasilitas dan pabrik pengelolaan nuklir baru yang meningkatkan perhatian AS, Korsel dan Jepang. Diketahui bahwa Korut sedang membangun sebuah fasilitas nuklir baru yaitu reaktor nuklir yang berdaya 50MW. Korut mengklaim bahwa fasilitas baru tersebut dibangun untuk penggunaan sipil. Apa yang menjadi perhatian negara-negara lain adalah bahwa pabrik pengelolaan plutonium juga berada di tempat yang sama sehingga plutonium tersebut bisa digunakan untuk memproses bahan bakar nuklir dan kemudian mengembangkan senjata nuklir. Sejak itu, program nuklir Korut menjadi perhatian keamanan yang serius bagi negara-negara sekitarnya termasuk AS.

Pada tahun 1984, Korut berhasil melakukan uji coba rudal scud-B untuk yang pertama kalinya.Ternyata hal itu membuat dunia internasional khawatirakan tindakan yang dilakukan oleh Korut termasuk Soviet dan Cina. Pada tahun 1985Soviet memaksa Korut untuk bergabung ke dalam NPT.Setelah Korut bergabung ke dalam NPT, program nuklirnya akan terus diawasi secara detail oleh IAEA selama tujuh tahun. Yang pada masa itu Korut dibawah Presiden Kim II Sung merasa keberatan atas isi perjanjian tersebut.Karena setiap gram uranium yang digunakan selalu diawasi oleh IAEA.Kemudian Korut secara diam-diam melanggar perjanjian tersebut dengan mengembangkan nuklirnya.

Selanjutnya pada tahun 1986 Korut melakukan operasi fasilitas penyulingan uranium dan transformasi material nuklir. Tahun 1989 di Taechon, Korut mulai membangun pabrik tenaga nuklir kelas 200 MW. Kegiatan itu memfokuskan pada perolehan fasilitas yang dibutuhkan untuk penggunaan energi nuklir praktis maupun sistem pengembangan nuklir melalui pembangunan massal fasilitas daur ulang di Yongbyon. Pada tahun 1989 itu juga, kegiatan nuklir Korut terdeteksi kembali oleh satelit AS. Berikut adalah instalasi-instalasi nuklir berbahan dasar plutonium yang dioperasikan Korut:

1. Sebuah reaktor Scud-B yang dikembangkan pada tahun 1950 dengan kapasitas sekitar 5 MW. Reaktor tersebut berhasil diuji coba pertama kali pada tahun 1984.

(5)

Instalasi ini mampu menghasilkan bahan bakar uranium yang cukup untuk memproduksi sekitar 7 kilogram plutonium setiap tahun. Pada bulan Mei 1994, Korut menghentikan reaktor tersebut dan memindahkan 8000 balok bahan bakar yang dapat diproses menjadi plutonium yang bisa dijadikan 4-6 senjata nuklir.

2. Dua reaktor lebih besar yaitu Hwasong-5 dan Hwasong-6 (diperkirakan berkapasitas 50 MW dan 200 MW) dibangun di Yongbyon dan Taechon sejak 1984. Menurut Duta Besar AS Robert Gallucci, kedua pabrik ini jika beroperasi mampu memproduksi 200 kg plutonium yang kemudian dapat menghasilkan sekitar 30 bom atom setiap tahun.

3. Misil lain yang dimiliki Korut adalah Nodong yang memiliki jangkauan 1.350-1.500 km dapat menjangkau seluruh wilayah Jepang.

4. Pabrik pengelolaan plutonium yang panjang bangunannya mencapai 600 kaki dan tingginya beberapa lantai. Pabrik ini akan memisahkan plutonium untuk kemudian dimasukkan ke hulu ledak ataupun struktur bom atom. Pada tahun 1994, Presiden Kim II Sung meninggal dunia akibat serangan jantung. Beberapa tahun kemudian diangkat anak putranya yaitu Kim Jong II menggantinkan ayahnya sebagai pemegang jabatan tertinggi. Kim Jong II yang dilantik sah menjadi presiden pada tahun 1997, langsung meneruskan program nuklir yang telah di jalankan oleh ayahnya pada sebelumnya. Kebijakan Kim Jong Il lebih terfokus pada pertahanan dari serangan negara luar. Melihat Korsel yang telah berada di bawah kekuasan AS dan Cina yang mulai melakukan liberalisasi pada sektor perekoniamannya, memancing Kim Jong Il untuk lebih meningkatkan pengembangan nuklirnya. Ternyata hal itu dialakukan di bawah penderitaan kemiskinan yang sedang melanda Korut. Kapabilitas militer menjadi pilihan Kim Jong Il dibandingkan memperbaiki perekonomiannya.(Alfina Farmaritia Wicahyani 2010).

Pada tahun 1998, Korut melakukan uji coba rudal dengan jangkauan 1.700-2.200 km. Kemudian IAEA melakukan penyelidikan dan menuduh Korut mempunyai senjata nuklir. Dalam inspeksi yang dilakukan oleh tim IAEA, Korut tercatat memiliki beberapa rudal misil balistik dengan jarak jangkauan minimal mencapai negara tetangga Korsel dan yang jauh diperkirakan menjangkau bagian barat AS. Misil-misil tersebut antara lain adalah Nodong 1 (1500 km), Taepodong-1 (1700-2100 km), Taepodong 2 (2200-2500 km). Sedangkan Korsel memiliki misil jarak dekat yaitu Hyunmoo (176-256 km).

Memasuki tahun 2000 Korut telah mampu mengembangkan Taepodong 1 yang memiliki jangkauan hingga 2500 Km. Taepodong ini merupakan pengembangan rudal Nodong yang dikembangkan paska Perang Korea. Di samping itu juga Korut telah mampu mengembangkan Taepodong 2 yang memiliki jangkauan 3000-3200 km, mampu menjangkau wilayah barat AS. Kekhawatiran AS terhadap penggunaan senjata nuklir Korut untuk militer, terutama program nuklir di Yongbyeon tidak dihentikan, semakin meyakinkan AS bahwa ancaman Korut sangatalah serius.

Krisis Nuklir Semenanjung Korea

Sejak Korut dituduh Presiden AS George W. Bush melalui sebuah pidatonya pada tahun 2002 sebagai salah satu negara yang merupakan „poros kejahatan‟ dunia, ketegangan di Semenanjung Korea terus meningkat. AS mengambil kebijakan dengan menghentikan pengiriman BBM ke Korut dan berlaku sejak 15 Desember 2002.Korut

(6)

kemudian menanggapinya dengan memindahkan semua peralatan pemantauan fasilitas nuklir PBB di Yongbyon, pusat pengembangan nuklir di Korut, dan diikuti dengan perginya semua personel inspeksi nuklir PBB meninggalkan Korut.(http://news.liputan6.com). Krisis nuklir Semenanjung Korea terjadi kembali pada tanggal 23 Desember 2002, Korut mengejutkan masyarakat internasional dengan mengumumkan secara resmi pengaktifan kembali program nuklirnya.Cina sangat memperhatikan program nuklir dan misil Korut. Hal itu dikarenakan Cina memerlukan lingkungan yang stabil untuk bisa berkonsentrasi dalam pembangunan ekonominya. Cina khawatir bahwa program nuklir Korut akan mengakibatkan kemunduran kerjasama ekonomi dengan Jepang.

Korut telah melakukan manuver berbahaya dalam sikapnya untuk tidak terikat dengan perjanjian non-proliferasi nuklir sejak 1 Januari 2003 dan kemudian melanjutkan kembali aktivitas reaktor nuklir di Yongbyon. Reaktor berkekuatan lima megawatt ini memiliki persediaan 8000 nuclear fuel rods, yang dengan mudah dapat diubah fungsinya untuk memproduksi plutonium sebagai bahan senjata nuklir. Langkah Korut tersebut cukup mengkhawatirkan, sebab jika ketegangan terus berskalasi menjadi krisis yang terbuka, maka dampaknya tidak hanya mengancam stabilitas keamanan di kawasan tetapi juga perdamaian dunia. Melihat adanya kemungkinan konflik antara AS-Korut yang dapat mengancam stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur, pada tahun 2003 Cina menyerukan agar kepentingan keamanan Korut dibicarakan dalam perundingan enam negara (six party talks) yang akan membahas program nuklir Korut. Adapun negara peserta anggota six party talks adalah Korsel, Jepang, AS, Rusia, Cina dan Korut sendiri. Adapun keterlibatan Korsel dan Jepang karena negaranya yang berdekatan langsung dengan Korut, begitu pula dengan Rusia dan Cina.Sedangkan AS memiliki kepentingan di Asia Timur untuk mempertahankan koalisinya terhadap Jepang dan Korsel. Sebelumnya Cina sempat menjadi mediator bagi AS dan Korut dalam mediasi untuk membicarakan krisis nuklir Korut.

Masyarakat dunia kemudian kembali dikejutkan dengan aksi peluncuran peluru kendali Korut, 5 Juli 2006. Peluncuran beberapa rudal di Semenanjung Korea itu kian mengkhawatirkan beberapa negara, bahkan Korsel, Jepang, AS, dan Australia mengecam tindakan itu. Dewan Keamanan PBB pada 5 Juli 2006 telah membicarakan hal ini atas permintaan perwakilan Jepang di PBB. Puncaknya, pada 10 Oktober 2006 Korut mengumumkan bahwa mereka telah berhasil melaksanakan uji coba nuklir yang kemudian diverifikasi kebenarannya oleh AS dua hari kemudian.

Sebagai respon Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada tanggal 14 Oktober 2006 menyetujui dengan suara bulat mengeluarkan resolusi 1718 untuk Korut karena telah melakukan uji coba nuklir. DK PBB dengan resolusi tersebut menjatuhkan sanksi yang cukup keras terhadap Korut. Resolusi tersebut antara lain :

a. Larangan pengiriman barang-barang mewah ke Korut oleh negara anggota PBB. b. Negara lain berhak menginspeksi kapal kargo dari dan keluar Korut.

c. Melarang negara-negara anggota PBB melakukan perdagangan yang menyangkut segala sesuatu komponen maupun bahan yang dapat mendukung program pengembangan nuklir Korut.

d. Menyarankan Korut untuk secepatnya kembali ke forum six party talks untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.

(7)

Langkah-langkah DK PBB ini diambil berdasarkan Pasal 41 Piagam PBB, yaitu tindakan tanpa menggunakan kekuatan militer. Setelah Korut mendapat berbagai sanksi oleh DK PBB dan sanksi finansial oleh AS, atas upaya diplomasi Korsel dan Cina, Korut mulai menunjukkan sikap konstruktif. Tujuan dari dihentikannya pengoperasian reaktor nuklir Yongbyon adalah mencegah pengaktifan kembali seperti yang terjadi pada tahun 2002. Waktu itu perjanjian pembekuan program atom dari tahun 1994 dengan AS dilanggar Korut. Walaupun reaktor nuklir Korut pernah ditutup selama delapan tahun, negara komunis tersebut berhasil melanjutkan produksi plutonium yang diperkirakan mencapai 45 hingga 65 kg.Jumlah yang cukup untuk membuat beberapa bom atom.

Awal Oktober 2007 Korut menjamin akan menghentikan reaktor nuklirnya hingga selambatnya akhir tahun 2007. Pemerintah di Pyongyang juga berjanji untuk membeberkan seluruh rincian program atom mereka.Sebagi imbalannya, Korut menerima bantuan 500 ribu ton bahan bakar minyak senilai 150 hingga 200 juta dollar. Selain itu, Korut menerima bantuan keuangan dalam bentuk alat-alat pembangkit energi dan bahan mentah.Pemerintahan di Pyongyang juga meminta supaya negaranya dihapus dari daftar negara yang mendukung aksi terorisme yang disusun pemerintah AS.

Reaksi Amerika Serikat

Berikut ini adalah Bentuk Penolakan AS terhadap Korut pada masa pemerintahan Bush terhadap Korut, yaitu:

a. Pejabat resmi pemerintahan AS menyatakan akan mengakhiri Agreed Framework. Pada tahun 2003, pemerintahan Bush menekan para anggota KEDO untuk menghentikan konstruksi reaktor nuklirair ringan yang dijanjikan kepada Korut. b. Tidak ada negosiasi dengan Korut sampai negara tersebut menghentikan program nuklirnya. Hingga bulan Januari 2003, pemerintah AS menolak untuk melakukan negosiasi untuk menghasilkan perjanjian baru dengan Korut mengenai program nuklir rahasianya.

c. AS Membentuk koalisi internasional untuk menekan Korut agar menghentikan program nuklirnya. Jepang dan Korsel telah menyatakan kesediannya untuk menjatuhkan tekanan ekonomi jika Korut melakukan provokasi nuklir yang lebih jauh.

d. Merencanakan sanksi ekonomi dan larangan militer bagi Korut. Pemerintah Bush melaporkan telah membuat rancangan sanksi ekonomi, termasuk memotong aliran bantuan keuangan dari Jepang dan sumber lainnya. Selain itu pemerintah Bush juga melarang pengiriman senjata dari Korut menuju Timur Tengah dan Asia Selatan. Taiwan menahan sebuah kapal Korut pada bulan Agustus 2003 dan memindahkan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan untuk senjata pemusnah massal.

e. Memperingati Korut agar tidak mengolah plutonium untuksenjata nuklir jika tidak mau diserang oleh AS.(Larry A. Niksch 2003:4,5).

Di kawasan Asia Timur sendiri ada beberapa faktor kepentingan yang membuat AS terus melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah program senjata nuklir Korut sebagai akar dari instabilitas keamanan kawasan dan sangat memiliki tanggung jawab dalam menjaga stabilitas kemanan yang selama ini mendapat gangguan dan ancaman dari pengembangan senjata nuklir Korut, yaitu melindungi dan mempertahankan

(8)

negara aliansi serta menjaga Hubungan dengan Cina. Yang pertama, sejak lama AS memiliki kepentingan keamanan di kawasan Asia Timur dengan Korsel dan Jepang sebagai negara aliansi di kawasan. Dalam strategi keamanan regional AS disebutkan bahwa paska perang dingin AS akan menyerahkan peran utama (leading role) kepada kedua negara tersebut dan AS menempatkan posisi menjadi suppoting role dalam menjamin stabilitas keamanan di Semenanjung Korea dn Asia Timur secara keseluruhan. Hal tersebut dilakukan, karena AS tidak menginginkan tidak ada negara atau kelompok lain yang berambisi menjadi Regional Hegemon. Disamping itu juga AS sangat berkepentingan menjaga keamanan sekutu-sekutunya dari ancaman negara lain di kawasan.

Kepentingan keamanan global AS di kawasan Asia Timur bertumpu kepada Korsel dan Jepang.Paska Perang Dunia Kedua keamanan Jepang dan Korsel menjadi tanggung jawab AS. Hal tersebut terlihat, pada 1951 AS-Jepang, menandatangani perjanjian keamanan Mutual Security Treaty yang menyatakan bahwa AS sepenuhnya menjamin Keamanan Jepang dan dapat menempatkan pasukannya di beberapa pulau di Jepang. Jepang mulai mengembangkan Self Defence Force yang kemudian paska tahun 1980 dan berakhirnya perang dingin mengalami perkembangan. AS sendiri menginginkan Jepang memainkan peranan dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Timur.Namun hingga tahun 2006 masih ada sekitar 50.000 pasukan AS yang ditempatkan di Jepang.Uji coba rudal Nodong milik Korut pada tahun 1993, yang mampu menjangkau seluruh wialyah Jepang membuat Jepang merasa terancam. Jepang meminta AS untuk merivisi kembali mengenai dukungan militernya di wilayah teritori Jepang sebagai respon pemerintah Jepang atas krisis yang terjadi. AS sepakat untuk memperkuat kerjasama pertahanan dengan Jepang pada 1998 dengan memperkuat dukungan militernya.

Amerika juga memiliki kepentingan untuk melindungi Korsel sebagai aliansi dari ancaman invasi Korut sejakPerang Korea pada tahun 1950-1953, yang diimplementasikan melalui Mutual Defence Treaty 1953. Dalam pasal III perjanjian tersebut dikatakan bahwa AS akan melindungi secara penuh terhadap teritori dari serangan negara lain, sebagai konsekuensinya paska perang Korea, AS menempatkan pasukan dalam jumlah besar sebagai komitmen dari kesepakatan yang ada dalam

Treaty tersebut. Kebijakan Korut yang terus melakukan pengembangan senjata nuklir

dan misil jarak jauh yang mengancam wilayah dan pasukan AS yang di ditempatkan di Korsel. Uji coba rudal balistik yang dilakukan Korut serta pengembangan nuklir menjadi dasar bagi AS untuk menguatkan dukungan dalam memberikan payung perlindungan dengan meningkatkan bantuan militer terhadap Korsel. Yang kedua, Cina merupakan kekuatan utama (Major Power) di kawasan yang memiliki kapabilitas baik ekonomi maupun militer yang kuat. Oleh karena itu, AS melihat sisi strategis, bahwa Cina dapat memainkan peranan besar untuk menciptakan stabilitas kemanan kawasan.Upaya yang dilakukan AS dibangun atas dasar

Confidence-Building, dimana AS terus mengedepankan adanya kerjasama secara komprehensif.Kerjasama tersebut meliputi area militer seperti masalah transparansi budget, doktrin strategis dan struktur kekuatan kedua negara.

AS juga tidak hanya meningkatkan Confidence Building dengan Cina, tetapi juga adanya kerjasama bilateral yang aktif, seperti operasi keamanan internasional. AS dan

(9)

Cina juga terus membangun Mutual Trust termasuk dalam menghadapi masalah keamanan di Semenanjung Korea.Hal tersebut tercermin dari keinginan pemerintah Cina untuk membantu dalam penyelesaian sengketa nuklir Korut. Dalam pertemuan pada tahun 1999 AS dan Cina sepakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya perlombaan senjata akibat pengembangan senjata nuklir yang dilakukan Korut. Melihat perkembangan hubungan AS-Cina tersebut, terlihat bahwa kedua negara tidak menginginkan terjadinya gejolak di dalam kawasan. Pola tersebut terbentuk karena kedua negara sama-sama memilki kepentingan strategis di dalam kawasan. A. Kebijakan Luar Negeri AS dalam Perundingan Three Party Talks

Perundingan Three Party Talks menjadi kebijakan AS dalam merespon terjadinya krisis nuklir tahun 2003. Perundingan tersebut menjadi upaya AS dalam menghadapi kebijakan pengembangan senjata nuklir Korut, setelah kesepakatan dalam Agreed

Framework 1994 tidak berjalan dengan semestinya. Krisis nuklir tersebut merupakan

krisis yang terjadi untuk kedua kalinya setelah krisis pertama terjadi pada tahun 1993. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya krisis nuklir tahun 2003, diantaranya :

1. Memburuknya hubungan kedua negara.

2. Pengiriman rudal ke Yaman yang dilakukan oleh Korut. 3. Keluarnya Korut dari NPT.

Hubungan kedua negara memanas ketika AS mengetahui bahwa Korut telah membuka kembali fasilitas nuklirnya di Yongbyon. Menurut AS, berdasarkan perjanjian Agreed Framework seharusnya Korut membekukan program nuklirnya dan sebagai gantinya AS mengirim 500 ribu ton BBM ke Korut. Pernyataan Asisten Menlu AS dijawab oleh utusan Korut dengan mengatakan bahwa Korut akan menghentikan program pengayaan uraniumnya dengan syarat bahwa AS berjanji tidak akan menyerang Korut dan berjanji untuk menormalisasi hubungan kedua negara. Kang Suk Joo juga menambahkan bahwa Korut berhak melakukan pengembangan program senjata nuklir. Faktor kedua yang menjadi penyebab krisis nuklir ini adalah proliferasi nuklir yang dilakukan Korut. Pada tanggal 9 Desember Angkatan Laut AS dan Spanyol berhasil menghentikan usaha pengiriman rudal Scud ke Yaman. Namun AS tetap mengijinkan pengiriman tersebut karena tidak memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan. Puncak dari krisis nuklir kedua di Semenanjung Korea ialah ketika Korut mengumumkan penarikan diri dari perjanjian NPT pada Januari 2003 sebagai respon atas dihentikannya bantuan oleh KEDO. Melihat sikap Korut tersebut AS mendesak untuk segera dilakukannya penyelesaian sengketa nuklir tersebut. Atas desakan pemerintah Cina, Korut akhirnya bersedia untuk melakukan perundingan dengan AS. Perundingan Tiga Negara (Tri Party

Talks) dengan negara anggota Cina, Korut, dan AS berlangsung pada 23-25 April

2003 dengan Cina sebagai tuan rumah. Peranan Cina dalam perundingan ini adalah sebagai mediator sekligus penengah antara AS dan Korut. Tujuan Pembentukannya adalah untuk membahas peyelesaian isu nuklir yang terjadi di Korut.

Orientasi Kebijakan AS dalam Three Party Talks adalah pembentukan koalisi dan pembangunan aliansi.Dalam kebijakan engagement AS memasukkan Cina sebagai kekuatan utama di kawasan (Major Power) untuk berperan dan membantu AS dalam

(10)

menghentikan program nuklir Korut. Dengan merangkul kekuatan Cina, AS berharap dapat menekan Korut untuk patuh terhadap perjanjian nuklir yang akan dilakukan. Namun di lain pihak, Korut tetap menginginkan dilakukannya perundingan bilateral antara AS dan Korut tanpa melibatkan negara lain. Menurut Korut, AS memberikan ancaman yang lebih nyata dan sangat menekan, dan hanya AS yang dapat menjamin keamanan Korut, ini disebabkan karena belum ada kesepakatan Non-Hostile

Agreement antara AS dan Korut.

Dialog yang dilakukan oleh tiga negara tersebut, tidak menghasilkan sebuah kesepakatan bersama dan tanpa solusi yang jelas terhadap masa depan sengketa tersebut. Delegasi Korut mengajukan tuntutan agar AS menarik pasukannya dari Korsel dan membuat sebuah perjanjian bahwa tidak akan melakukan serangan militer terhadap Korut. Delegasi AS menekan agar Korut meninggalkan program nuklirnya, namun AS tidak bersedia untuk memenuhi keinginan Korut untuk menarik pasukannya dari Semenanjung Korea. Dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak tidak mau menyetujui keinginan masing-masing pihak. Perundingan tersebut gagal menghasilkan kesepakatan bersama yang membuka jalan bagi terselesaikannya masalah nuklir tersebut. Paska perundingan tersebut Korut melakukan tekanan kepada AS dengan menyatakan bahwa Korut telah melanjutkan proses 8000 bahan nuklir dan membuka kembali reaktor nuklirnya.

B. Kebijakan Luar Negeri AS dalam Perundingan Six Party Talks

Untuk melancarkan kebijakan AS dalam menyelesaikan nuklir Korut, AS mengadakan kerja sama yang erat dengan pemerintah negara Asia, untuk melobi Korut melepaskan ambisi nuklirnya yaitu dengan pertemuan 6 negara, yaitu Cina, Korut, AS, Korsel, Rusia dan Jepang atau yang disebut Six Party Talks yang diselenggarakan di negara Cina.Tujuan Pendirian Six Party Talks adalah untuk mengakhiri program nuklir Korut dan membongkar program nuklirnya melalui proses negosiasi.

Peranan Six Party Talks ini sendiri dapat dilihat dari peran masing-masing negara dalam mekanisme negosiasi multilateral serta kepentingannya untuk ikut dalam proses negosiasi ini, dimana Cina berperan sebagai ketua perundingan, karena kedekatan hubungan antara Korut dengan Cina yang membuat peran Cina sangat besar dalam perundingan ini, yaitu untuk memprovokasi Korut agar bersedia terus menjalani negosiasi yang berlangsung.

Sedangkan peran Rusia dalam Six Party Talks ini adalah sebagai pihak yang dipercaya oleh Korut selain Cina untuk menjadi penengah dalam negosiasi yang terjadi antara Korut dan AS. Selain Rusia dan Cina, dua anggota lainnya yaitu Korsel dan Jepang juga memiliki perannya masing-masing dalam proses negosiasi ini, dimana peranan Korsel dalam Six Party Talks ini adalah sebagai pihak yang menawarkan bantuan pembangkit listrik sebesar 2 gigawatt pada tahun 2005 kepada Korut, agar Korut bersedia menjalani proses negosiasi ini sampai akhir. Sedangkan peranan Jepang dalam Six Party Talks ini adalah sebagai pihak yang menawarkan bantuan ekonomi serta normalisasi hubungan antara Jepang dan Korut apabila Korut bersedia menghentikan program nuklirnya.Adapun normalisasi hubungan antara

(11)

Jepang dan Korut sebelumnya juga pernah dinegosiasikan antara kedua negara ini pada Januari 1991 - November 1992.2

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa masing-masing negara dalam Six Party

Talks ini memiliki peranannya masing-masing untuk turut berkontribusi dalam proses

negosiasi antara Korut dan AS tersebut.AS sendiri berperansebagai polisi dunia sekaligus sebagai aktor utama dalam penyelesaian nuklir Korut. Kepentingan dasar dari AS dalam hal ini adalah untuk mencegah penggunaan atau memperlambat penyebaran senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya, mengamankan senjata nuklir dan bahan-bahannya, serta mencegah proliferasi sistem pengiriman menengah dan jangka panjang untuk senjata nuklir di suatu kawasan.

Hingga saat ini pertemuan antar negara anggota Six Party Talks sudah beberapa kali dilakukan. Rincian kegiatan yang telah dilakukan yaitu :

Putaran pertama dilakukan pada bulan Agustus 2003 di Beijing.Dalam perundingan

Six Party Talks digunakan prinsip damai dalam mengatasi isu nuklir melalui

negosiasi tetapi secara lebih jauh peundingan ini tidak mencapai kesepakatan.Cina kemudian memfasilitasi putaran kedua, Perundingan Six Party Talks putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 25-28 Februari 2004. Dalam perundingan ini dibicarakan masalah resolusi damai dalam menangani program nuklir sebagai landasan menjaga stabilitas perdamaian di Asia Timur Laut. Selain itu, disepakati juga bahwa denuklrisasi di Asia Timur Laut merupakan tujuan umum dari perundingan Six Party

Talks.(http://www.mofa.go.jp).

PerundinganSix Party Talks putaran ketiga dilaksanakan pada tanggal 23-26 Juni 2004. Dalam perundingan ini terjadi perbedaan pandangan antara Korut dengan negara anggota yang lain mengenai denuklirisasi. Korut berpandangan bahwa denuklirisasi nuklir hanya melucuti persenjataan berbasis nuklir tidak termasuk dalam program pengembangan uranium. Sedangkan AS mengatakan bahwa Korut mengembangkan nuklir berbasis uranium. Sehingga pada putaran kedua dan ketiga, Korsel berinisiatif mengusulkan 3 tahap proses dalam kerangka kerjasama antara AS, Jepang, Korsel yang akan menjadi dasar pertemuan enam negara. Korsel kemudian mengajukan rancangan pemberian bantuan energi dari Korsel jika Korut menghentikan program nuklirnya. Usulan Korsel mendapat dukungan dari Cina, Rusia dan disetujui oleh AS dan Jepang.

Negosiasi tentang permintaan dan penyerahan untuk proses 3 tahap, Korut dan AS lebih menunjukkan sikap lebih aktif dan serius tentang pembahasan untuk menciptakan hasil nyata jika dibandingkan dengan pertemuan pertama. AS selanjutnya menyatakan bahwa semua masalah Korut, termasuk program nuklir, rudal, senjata konvensional, dan pelanggaran HAM harus dituntaskan sebelum hubungan AS-Korut dinormalisasi. Pernyataan ini kemudian membuat kesepakatan antara AS-Korut tidak berjalan karena mosi tidak percaya antara keduanya dan tidak satupun perundingan mencapai kemajuan berarti.Pada bulan September 2004, Korut menolak menghadiri Perundingan Six Party Talks.

2

(12)

Putaran keempat yang diselenggaran dalam dua tahap di Beijing. Tahap pertama dimulai sejak 26 Juli hingga 7 Agustus pada tahun 2005.Dan tahap kedua dilaksanakan sejak 13-19 September 2005. Penolakan tersebut dikarenakan oleh “hostile” policy of United States. Dinyatakan juga bahwa Pemerintah Korut menegaskan kembali komitmennya untuk tidak menerima atau menyebarkan senjata nuklir sesuai dengan 1992 Joint Declaration of the Denuclirization of the Korean

Peninsula.

Putaran kelima Six Party Talks berlangsung pada 19 September 2005, pada putaran kelima Six Party Talks mengalami hambatan karena peristiwa Macau’s Banco Delta

Asia dimana AS selaku Dewan Keamanan tetap PBB membekukan rekening Korut

yang diduga sebagai hasil pencucian uang. Pemerintah AS bersikeras bahwa sanksi ekonomi tersebut merupakan hal yang terpisah dengan Six PartyTalks, sementara pemerintah Korut tidak menyetujuinya. SixParty Talks putaran kelima mengalami kemunduran hingga tahun 2006, dimana Korut melakukan uji coba nuklir pada tanggal 9 Oktober 2006, termasuk percobaan senjata jarak jauh Taepodong yang diperkirakan dapat menjangkau Hawai dan beberapa bagian Alaska. Putaran kelima

Six Party Talks kembali dilanjutkan di Beijing pada bulan Desember, namun tidak

menghasilkan resolusi apapun. Segala sesuatunya menjadi sedikit jelas pada akhir Desember ketika negosiator dari AS mengirim pesan kepada Kedutaan Besar Korut di Beijing yang menanyakan apakah Korut bersedia mengadakan dialog bilateral di luar Beijing. Korut setuju dan kedua utusan AS serta Korut bertemu di Berlin hingga mencapai sebuah kesepakatan baru.Perjanjian tersebut diresmikan pada tanggal 13 Februari saat putaran kelima Six Party Talksberakhir.

Perundingan Six Party Talks putaran keenam dilaksanakan pada bulan Februari 2007. Pada perundingan ini membicarakan tentang rencana denuklirisasi, anggota Six Party

Talks memberikan batas waktu selama 6 hari kepada Korut untuk membekukan

program pengembangan nuklirnya dan pemberian dana Banco Delta Asia. Pada Juli 2007, Pyongyang melaksanakan program denuklirisasi nuklir dengan melucuti senjata-senjata nuklir di Yongbyon.Pada bulan Oktober Pyongyang setuju untuk menghentikan program nuklirnya dengan imbalan bantuan dan konsesi diplomatik.Pada perundingan tahap kedua3 Oktober 2007 dikeluarkan dokumen Second-Phase Actions for The Implementation of The Joint Statement, dimana Pemerintah AS dan Korut berkomitmen untuk meningkatkan

hubungan bilateralnya dan mengembangkan hubungan diplomatiknya.

Kesimpulan

Kebijakan AS terhadap Program Nuklir Korut pada Pemerintahan George W. Bush ditekankan dengan menggunakan instrumen diplomasi multilateral melalui pertemuan

Three Party Talks dan Six Party Talks. Meskipun terdapat beberapa kali pertemuan

bilateral antara AS dan Korut di sela-sela pertemuan Six Party Talks, AS lebih memilih cara multilateral. Adapun negara yang terlibat dalam pertemuan Three Party

Talks adalah Cina, Korut dan AS.

Dengan merangkul Cina, AS berharap dapat menekan Korut untuk patuh terhadap perjanjian yang akan dilakukan. Keputusan AS melibatkan Cina dalam penyelesaian nuklir Korut ternyata tidak membuahkan hasil. Baik AS maupun Korut tidak mau

(13)

menyetujui keinginan masing-masing pihak. Dimana, AS meminta agar Korut menghentikan program nuklirnya, sedangkan AS meminta supaya AS menarik pasukannya dari Korsel dan membuat sebuah perjanjian bahwa AS tidak akan melakukan serangan militer. Belajar dari kegagalan kebijakan AS dalam Three Party

Talks, AS kemudian mengadakan kerjasama dalam pertemuan enam negara yaitu

Cina, Rusia, Korut, AS, Jepang dan Korsel atau yang disebut perundingan Six Party

Talks. Mulai dari tahun 2003 hingga 2008 pertemuan antar negara anggota sudah

beberapa kali dilakukan, akan tetapi tidak membuahkan hasil yang signifikan karena mosi tidak percaya antar keduanya.

Hal-hal tersebut penulis nilai merupakah hal yang mendominasi sulitnya kesepakatan krisis nuklir Korut ini diselesaikan. Di satu sisi, Amerika dan aliansi serta PBB menginginkan dihentikannya program senjata nuklir dan rudal balistik di Korut dan mau memberikan bantuan untuk memperbaiki ekonomi buruk Korut. Di sisi lain, Korut tidak akan pernah mau dan tidak ada yang benar-benar bisa menjamin bahwa Korut akan menghentikan pengayaan uraniumnya tersebut secara menyeluruh. Bahkan, Cina yang memiliki pengaruh besar terhadap Korut sekalipun, tidak dapat menjamin hal tersebut.

Saran

Berkaitan dengan Kebijakan AS terhadap pengembangan nuklir Korut, perlu adanya saling kepercayaan (mutual trust), menghilangkan rasa curiga, serta melaksanakan kesepakatan yang sudah dibuat. Baik AS maupun Korut seharusnya saling berinisiatif untuk mengimplementasikan kesepakatan yang telah disepakati dalam pertemuan

Three Party Talks dan Six Party Talks. Apalagi dengan keterlibatan Rusia, Cina,

Jepang dan Korsel seharusnya mempermudah kedua negara dalam menormalisasi hubungan, dan melaksanakan kesepakatan seperti yang telah disepakati.

Referensi Buku

Holsti, K.J.1988.International Politics : A framework for Analysisi. New York: Prencite Hall.

John M. Sanford and Andrew Scobell.2007. “North Korea’s Military Threat :

Pyongyang’s Conventional Forces, Weapons of Mass Destruction, and Ballistics Missiles.Carrlisle Barracks, PA: Strategic Studies Institute, U.S.

Army War College.

Morgenthau, Hans J. 2010. “Politik Antar Bangsa”. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

M.Tahir,Azhani dan KJ.Holsti. 1988. Politik Internasional (Kerangka untuk

Analisis),Edisike-IV, Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Niksch, Larry A.2003. “North Korea’s Nuclear Weapons Program,” CRS Issue Brief for Congress.

(14)

Internet

Eks Dubes Inggris : Korea Utara Terlahir Sebgai “Monster” dalam

http://news.liputan6.com/read/557954/eks-dubes-inggris-korea-utara-terlahir-sebagai-monster, Diakses pada 13 Mei 2013.

Krisis Nuklir Korea Utara, dalam

http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/general_02dhtm. Diakses pada 4 September 2014

The Second Round of the Six-Party Talks (Overview and Evaluation) dalam http://www.mofa.go.jp/region/asia paci/n_korea/6party0402.html.Diakses pada 24 Oktober 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel independen (kompensasi) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di koperasi BMT

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa: variabel MHP secara signifikan terbukti berpengaruh terhadap kepuasan dibuktikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000, koefisien jalur

Eksistensi kesenian Wayang Krucil tidak dapat bertahan lebih lama dan mulai mengalami kelunturan hingga saat ini. Hal ini dimulai ketika kesenian Wayang Krucil

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan asal bahan tanam berbeda nyata dan sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman umur 4 dan 8 minggu, jumlah

Budi re Bahasa merupakan suatu bentuk laku dan tutur yang terjaga ketika disampaikan kepada sesama, terlebih lagi kepada orang tua. Budi Bahasa yang

Perangkat repeater GSM memerlukan sebuah antena yang memiliki gain besar terutama pada antena penerima, salah satu antena yang memiliki karakteristik gain besar adalah antena

Perangkat repeater GSM memerlukan sebuah antena yang memiliki gain besar terutama pada antena penerima, salah satu antena yang memiliki karakteristik gain besar adalah antena