• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 7 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia di setiap lini melalui arus globalisasi menimbulkan adanya permasalahan baru, tak terkecuali di bidang pendidikan. Mulai muncul pergeseran perilaku pada individu, kelompok dan masyarakat dalam lingkungan sosialnya. Ketika hal ini terjadi, salah satu kelompok yang paling rentan untuk ikut serta terbawa arus adalah kalangan pelajar. Secara fenomenologis, pelajar yang termasuk dalam kategori remaja mengalami masa pubertas dan transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa kedewasaan yang sering ditandai dengan adanya krisis kepribadian. Dimana jiwa dalam keadaan labil, sehingga mudah terseret oleh lingkungan (Kartini Kartono,2005:11). Disini kemudian perubahan-perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan kegelisahan-kegelisahan internal, misalnya timbulnya rasa tertekan, dorongan untuk mendapatkan kebebasan, goncangan emosional, rasa ingin tahu yang menonjol, yang akhirnya mengarah pada aktivitas perilaku menyimpang. Meski demikian tidak semua perubahan fisik dan psikis yang dialami pada masa remaja akan mengarah pada aktivitas perilaku menyimpang.

Contoh kasus perilaku menyimpang di kalangan pelajar dirilis oleh lembaga survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Aceh menguak fakta yang mengejutkan. Dari 40 siswa yang disurvei pada satu pesantren dan tiga SMA di Banda Aceh dan Aceh Besar pada tanggal 19 Maret 2014, ditemukan 90% diantaranya pernah mengakses film dan foto porno. Sebanyak 40% lainnya mengaku pernah melakukan petting atau menyentuh organ intim pasangannya. Kemudian dari 40 siswa, 5 diantaranya pernah melakukan hubungan seks pranikah bersama pacarnya. Menurut Agus Agandi, staf PKBI Aceh, setiap sekolah diambil sepuluh siswa yang diacak dari kelas sepuluh hingga dua belas, karena masing-masing

(2)

commit to user

responden punya perbedaan karakter. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan perilaku remaja di Aceh yang kian mengkhawatirkan, baik pola pergaulan maupun pergerseran moral. (tribunnews.com edisi 25 Maret 2014).

Delapan bulan berikutnya yaitu pada bulan November 2014, perilaku menyimpang juga terjadi di kalangan pelajar. Yang lebih mengejutkan lagi pelakunya adalah pelajar SD. Kasus ini menjadi sorotan bahasan rapat anggaran Badan DPRD Sukoharjo. Sebab pelaku yang merupakan siswa kelas IV salah satu sekolah dasar di Kecamatan Weru, Sukoharjo ini melakukan pemalakan terhadap teman-temannya dengan alasan untuk membeli minuman opolosan dan rokok. Kasus ini terkuak setelah salah seorang siswa SD yang dipalak mengadu ke wakil Ketua DPRD Sukoharjo asal Weru, Giyarto (solopos.com edisi 27 November 2014).

Pada tahun sebelumnya telah banyak diberitakan kasus-kasus perilaku menyimpang di kalangan remaja, beberapa diantaranya adalah kasus tertangkapnya 22 pelajar dalam razia yang digelar Satpol PP setempat saat asyik bermain playstation dan game online di sebuah warnet di kawasan Kampung Kalawai, Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat sekitar pukul 11.00 WIB. Dari 22 pelajar tersebut, 2 orang masih duduk di bangku SMPN 31 Padang dan MTsN Kuranji , dan 20 orang lainnya berasal dari SMKN 1 Padang. Saat digeledah, salah seorang siswa kedapatan menyimpan video porno di telepon selulernya. Menurut Kasi Trantib Pol PP Padang, Amrizal Rengganis, razia tersebut digelar karena banyak laporan dari masyarakat tentang pelajar yang berkeliaran di rental PS dan warnet saat jam sekolah (koran.padek.com edisi 3 Desember 2014). Kemudian kasus lainnya yang terjadi 3 tahun lalu, yaitu kasus Guruh Cahya Muhammad Nur Izroil (15) siswa kelas X yang dikeluarkan dari SMA Negeri 2 Salatiga karena terlibat kasus perkelahian dengan kakak kelasnya. Dikatakan bahwa pengeluaran tersebut sebagai wujud tindakan kedisplinan dari pihak sekolah.

Kasus terbaru adalah kasus tentang pembegalan terhadap seorang tukang ojek yang dilakukan AK (18) pelajar SMK dan AM (18) pelajar SMA swasta di Depok. Kejadian bermula saat kedua pelajar meminta tukang ojek untuk mengantar menuju

(3)

commit to user

Jl. Mochtar Sawangan, Depok. Sebelum sampai tujuan, keduanya menodongkan pisau dan meminta motor korban. Pelaku dan korban sempat duel. Hingga akhirnya korban kalah dan berteriak meminta tolong. Satpam perumahan di sekitar lokasi kejadian yang mendengar teriakan korban langsung membekuk dan pelaku dihakimi massa. Berdasarkan interogasi yang dilakukan penyidik Mapolda Metro Jaya Jakarta, motif keduanya melakukan pembegalan adalah untuk membayar SPP. Dari sini pula diketahui bahwa pelajar tersebut ikut bergabung dalam kompolotan begal kelompok Lampung. Mereka diiming-imingi mendapatkan pendapatan lebih besar jika mau ikut bergabung dengan kelompok Lampung tersebut. Desakan kebutuhan uang jajan yang lebih membuat mereka tergiur untuk ikut terjun ke dunia kejahatan yang lebih serius (detik.com edisi 13 Maret 2015).

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa perilaku menyimpang telah menggejala dan terjadi berulang-ulang di kalangan pelajar di Indonesia. Mulai dari tindakan membolos saat jam sekolah, menyimpan video porno, berkelahi, melakukan pemalakan, pembegalan bahkan melakukan seks bebas. Inilah potret perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pelajar saat ini yang semakin memprihatinkan. Penelitian tentang perilaku menyimpang di kalangan pelajar sudah banyak dilakukan, akan tetapi banyak diantara sekolah-sekolah yang tidak ingin mengekspos perilaku menyimpang para siswa-siswinya. Hal ini dilakukan demi menjaga citra dan martabat sekolah di masyarakat. Dimana sekolah sebagai representasi institusi yang memiliki mandat untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pembelajaran diharapkan mampu memfasilitasi siswa berperilaku terpelajar. Perilaku terpelajar ditampilkan dalam bentuk pencapaian prestasi akademik, menunjukkan perilaku yang beretika dan berakhlak mulia, memiliki semangat serta motivasi belajar yang tinggi, kreatif, disiplin, bertanggung jawab, dan menunjukkan karakter diri sebagai warga masyarakat, warga negara dan bangsa.

Atas hal tersebut, tugas proses pendidikan adalah memotong mata rantai perilaku menyimpang baik itu pada level kasat mata (perilaku) maupun pada level kesadaran dan bawah sadar. Jalan terbaik adalah sebuah formasi berlanjut dari rumah

(4)

commit to user

sampai bangku sekolah. Maka disini sekolah memiliki peran yang cukup penting dalam perkembangan pembentukan intelektual, emosional maupun spiritual peserta didiknya. Sebab sekolah adalah lembaga pendidikan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas moral, pengetahuan, keterampilan, dan sosial anak didik (Asmani ,2011:15).

Berbagai program dilaksanakan untuk mewujudkan fungsi tersebut. Seperti

salah satu upaya yang dilakukan SMA Negeri 6 di kota Surakarta untuk meminimalisir perilaku menyimpang peserta didiknya adalah melakukan tes urine. Hal ini sebagai pemberian efek jera karena banyak siswa maupun siswi yang sering membolos, terlambat masuk kelas, berani terhadap guru. Karena sekolah berpandangan bahwa pelajar yang memiliki perilaku seperti di atas rentan terhadap perilaku menyimpang. Terlebih lagi ditakutkan kalangan pelajar terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Untuk itu atas bantuan dari Badan Narkotika Provinsi (BNP), tes urine dilakukan terhadap 45 siswa SMA Negeri 6 dan 14 sekolah lain di Solo (merdeka.com edisi 13 Mei 2014).

Namun pada kenyataannya segala usaha dan upaya yang dilakukan sekolah masih belum mampu meminimalisir perilaku menyimpang di sekolah, bahkan menurut catatan pelanggaran siswa di SMA Negeri 8 Surakarta cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sehingga meskipun sekolah telah membuat aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam tata tertib sekolah yang mana merupakan salah satu bentuk interaksi simbolik antar warga sekolah, namun pelanggaran yang berujung pada perilaku menyimpang baik yang dilakukan oleh siswa laki-laki maupun perempuan tak terhindarkan. Oleh karena itu perilaku menyimpang di kalangan pelajar yang terjadi di sekolah dapat dipandang sebagai perbuatan yang mengganggu ketertiban dan menghambat pencapaian tujuan pendidikan di sekolah baik pada tingkat SD, SMP maupun tingkat SMA.

Berdasarkan data catatan guru Bimbingan Konseling mengenai pelanggaran siswa kelas X, XI, dan XII di SMA Negeri 8 Surakarta, selama bulan Januari hingga Februari 2015 terdapat 26 kasus pelanggaran. 22 kasus pelanggaran diantaranya

(5)

commit to user

terlambat, dan 4 kasus lainnya yaitu tidak masuk tanpa keterangan (membolos). Kemudian berdasarkan wawancara dengan guru BK dan Wakasek Kesiswaan sejumlah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa di SMA Negeri 8 yaitu: keluar kelas tanpa ijin saat jam pelajaran, pakaian seragam yang tidak rapi (baju dikeluarkan), atribut seragam tidak lengkap, tidak memakai sepatu warna hitam, ikat pinggang tidak sesuai, rambut dicat, merokok di area sekolah, mencontek, bersenda gurau saat pelajaran, makan di dalam kelas saat pelajaran, tidak mengerjakan PR, bermain handphone saat pelajaran, mencoret-coret dinding sekolah dan fasilitas lain, membuat gaduh kelas lain, berkelahi dan tidak mengikuti upacara di hari Senin.

Setiap perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan siswa SMA Negeri 8 Surakarta selama ini, dianggap oleh guru sebagai suatu tingkah laku yang memang sering dilakukan atau kebiasaan siswa tersebut, dan seringkali juga guru mengecap siswa tersebut sebagai siswa nakal, tidak disiplin, tanpa mengetahui alasan yang melatarbelakangi siswa saat berperilaku menyimpang. Hal ini didukung oleh pandangan guru tentang perilaku menyimpang yang dilakukan siswa sebagai perilaku yang tidak dapat mematuhi peraturan atau norma dan nilai yang berlaku di sekolah yang mana telah dituangkan ke dalam tata tertib sekolah. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini peneliti memilih konsep I and me dari George Herbert Mead yang berusaha melihat dan mempelajari perilaku menyimpang sebagai suatu tindakan dengan menggunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan tersebut dari sudut pandang aktor yang terlibat di dalam permasalahan perilaku menyimpang di kalangan pelajar. Selain itu teori interaksionis simbolik ini memandang manusia dalam bertindak bukan semata-mata karena adanya stimulus dan respon, melainkan juga didasarkan atas penilaian dan makna yang diberikan terhadap tindakan tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS KONSEP I AND ME GEROGE HERBERT MEAD DALAM FENOMENA PERILAKU MENYIMPANG DI KALANGAN PELAJAR SMA NEGERI 8 SURAKARTA”.

(6)

commit to user B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi siswa di SMA Negeri 8 Surakarta tentang perilaku menyimpang?

2. Apa saja faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku menyimpang pada siswa di SMA Negeri 8 Surakarta?

3. Bagaimana strategi yang diterapkan sekolah untuk menanggulangi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa di SMA Negeri 8 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab perumusan masalah. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui persepsi siswa dalam memandang perilaku menyimpang di SMA Negeri 8 Surakarta.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku menyimpang pada siswa di SMA Negeri 8 Surakarta.

3. Untuk mengetahui strategi sekolah dalam menanggulangi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa di SMA Ngeri 8 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan masalah penyimpangan perilaku di kalangan pelajar SMA Negeri 8

(7)

commit to user

Surakarta pada khususnya dan perwujudan tata tertib dalam pendidikan karakter pada umumnya.

b. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan yang mendalam tentang penerapan konsep I dan me George Herbert Mead dari teori interaksionis simbolik dalam menggali makna dan

memaparkannya secara deskriptif mengenai fenomena perilaku

Referensi

Dokumen terkait

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Berdasarkan pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin tinggi prosentase Roadcel-50 yang ditambahkan ke dalam campuran lapis tipis beton aspal, HRS-WC akan menyebabkan nilai Kadar

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Karyawan akan melakukan segala cara (dedikasi) agar organisasi mampu mencapai kesuksesan. Dalam diri karyawan yang komitmennya tinggi terjadi proses identifikasi, adanya

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat