• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Meniere

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Meniere"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit meniere dinamakan sesuai nama seorang dokter Perancis, Prosper Meniere, yang pada tahun 1861 pertama kali menerangkan mengenai trias gejala (vertigo tak tertahankan episodik, tinitius, dan kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi) sebagai penyakit telinga dan bukan merupakan penyakit sentral atau otak. Etiologi penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Beberapa ahli menyalahkan gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi peningkatan di atas normal kadar metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol) dalam darah.

Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan fistula perilimfe, dan otosklerosis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Laporan Pendahuluan pada penyakit Meniere? 2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Meniere?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan Laporan Pendahuluan penyakit Meniere 2. Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien Meniere 1.4 Manfaat

(2)

1. Mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Sistem Persepsi Sensori yang berhubungan dengan penyakit Meniere.

2. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Sistem Persepsi Sensori.

3. Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.

(3)

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861.

Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga dalam.

Penyakit Maniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinnitus dan serangan vertigo (Kapita Selekta Edisi 3).

Pengertian vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing.

Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya

2.2 Epidimiologi

Diperkirakan bahwa 2,4 juta orang di Amerika Serikat menderita penyakit Meniere. Lebih sering pada orang dewasa, dengan rata-rata usia awitan pada usia 40-an. Gejala biasanya dimulai antara umur 20 dan 6; namun ada juga dilaporkan diderita oleh anak-anak pada usia 4 dan dewasa pada semua usia sampai usia 90-an. Penyakit Meniere nampaknya sama pada kedua jenis kelamin, dan telinga kanan maupun kiri dapat terkena dengan kecenderungan yang sama. Terjadi bilateral pada 20% pasien dan sampai 20% pasien mempunyai riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit ini.

(4)

2.3 Etiologi

Etiologi penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Beberapa ahli menyalahkan gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi peningkatan di atas normal kadar metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol) dalam darah.

Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan fistula perilimfe, dan otosklerosis.

Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan penyakit Meniere:

1. Virus Herpes (HSV)

Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga pada pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi anggapan ini belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang lebih lanjut.

2. Herediter

Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.

3. Alergi

Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere adalah sebagai berikut :

• Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.

(5)

• Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus

• Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus endolimfatikus.

4. Trauma kepala

Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur tulang temporal.

5. Autoimun

Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004 mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan autoimun darah.

2.4 Klasifikasi dan Tanda Gejala

NO TIPE TANDA DAN GEJALA

1. Penyakit meniere vestibuler  Vertigo hanya bersifat episodic

 Penurunan respons vestibuler atau tak ada respons pada telinga yang sakit  Tak ada gejala koklear

 Tak ada kehilangan pendengaran objektif

 Kelak dapat mengalami gejala dan tanda koklear

(6)

 Kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi.

 Tinnitus

3. Penyakit meniere koklea  kehilangan pendengaran berfluktuasi  tekanan atau rasa penuh aural

 tinnitus

 kehilangan pendengaran terlihat pada hasil uji

 tak ada vertigo

 uji labirin vestibuler normal

 kelak akan menderita gejala dan tanda vestibule

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit Meniere ditandai dengan empat gejala; kehilangan pendengaran sensorineural progresif, fluktuatif, tinnitus atau suara berdenging, perasaan adanya tekanan atau rasa penuh dalam telinga dan vertigo tak tertahankan episodik yang sering disertai mual dan/atau muntah. Gejala tersebut bisa hanya merupakan gangguan ringan tapi dapat juga sangat berat. Pada awitan penyakit, mungkin hanya satu atau dua dari gejala yang manifest, namun diagnosa Meniere hanya bisa ditegakkan bila ada dua sub penyakit Meniere atipikal: koklear dan vestibuler. Penyakit Meniere koklear dikenali dengan adanya kehilangan pendengaran sensorineural progresif sehubungan dengan tinnitus dan tekanan dalam telinga tanpa temuan atau gejala vestibuler. Penyakit Meniere vestibuler ditandai dengan tekanan dalam telinga tanpa gejala koklear. Beberapa pasien mengalami penyakit Meniere koklear atau vestibuler pada awalnya, namun pada kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kelima gejala penyakit Meniere.

Vertigo biasanya merupakan gejala yang paling mengganggu. Ditarik riwayat yang diteliti, yang akan menunjukkan frekuensi, durasi, berat dan sifat serangan vertigo. Secara khas, pasien melaporkan bahwa vertigo biasanya berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam dan dapat disertai mual dan atau muntah. Selain itu, keluhan pasien mengenai diaphoresis di samping perasaan tidak seimbang atau gamang yang menetap, yang dapat berlangsung selama beberapa hari. Mereka juga mungkin mengeluh adanya serangan yang

(7)

sampai membangunkan mereka di malam hari, namun di antara serangan mereka merasakan perasaan sehat. Kehilangan pendengaran dapat berfluktuasi, dan tinnitus dan tekanan dalam telinga dapat pasang surut sesuai gangguan pendengaran. Tinitus dan rasa penuh dalam telinga mungkin hanya ada sebelum serangan, atau bisa juga menetap. Perubahan tekanan barometric atau posisi dapat terjadi memicu terjadinya serangan.

2.6 Patofisiologi

Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan pelebaran dan perubahan pada morfologi pada membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea.

Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.

Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke arah skala vestibuli dan skala timpani.

Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula. Penonjolan kanal ampula secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista. Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya tekanan endolimfatikus.

Pembengkakan kompartemen endolimfatik

(8)

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meliputi menasehati untuk mengubah gaya hidup dan kebiasaan atau penatalaksanaan pembedahan. Namun penyakit Meniere bukan merupakan masalah yang membahayakan jiwa; maka pasien dapat memilih untuk tidak melakukan tindakan apapun sampai tahap tertentu selama pelaksanaan. Beberapa pasien membaik bersama waktu saat penyakit “hangus”. Tak ada penyembuhan untuk penyakit Meniere, penatalaksanaan dirancang untuk menghilangkan vertigo atau menghentikan perkembangan atau menstabilkan penyakit.

Pendekatan penatalaksanaan meliputi rehabilitasi dan strategi diet selain penanganan medis dan pembedahan. Banyak pasien dapat mengontrol gejala dengan mematuhi diet rendah garam (2000 mg/hari). Jumlah natrium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi natrium dan cairan dapat memutuskan keseimbangan halus antara endolimfe dan parilimfe di dalam telinga dalam. Kafein dan nikotin merupakan stimulan vasoaktif, dan menghindarri kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala. Banyak pasien diminta menghindari alkohol karena dapat memicu serangan. Ada kepercayaan bahwa serangan vertigo dipicu oleh reaksi alergi terhadap ragi dalam alkohol dan bukan karena alkoholnya sendiri.

Endolimfe bercampur dengan perilimfe

Gangguan pendengaran

Ketulian Distorsi membrane basiler

Pembesaran skala vestibule dan skala timpani

(9)

Tindakan pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti meklizin (Antivert), yang menekan sistem vestibular. Tranquilizer seperto diazepam (Valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Antiemetik seperti supositoria prometazin (Phenergan) tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga vertigo karena efek antihistaminnya. Diuretika seperti Dyazide atau hidroklortiazid kadang dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalan sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk makan-makanan yang mengandung kalium, seperti pisang, tomat, dan jeruk ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium. Vasodilator, seperti asam nikotinat, papaverin hidroklorida (pavabid), dan metantelin bromide (Banthine) tak terbukti secara ilmiah mengurangi gejala penyakit Meniere.

Penatalaksanaan bedah.

Meskipun kebanyakan pasien berhasil ditangani dengan terapi konservatif, namun ada juga yang tetap menderita serangan vertigo yang melumpuhkan. Bila serangan ini mengganggu kualitas hidup, pasien direncanakan untuk menjalani terapi bedah untuk perbaikan. Namun, kehilangan pendengaran, tinitus, dan rasa penuh dalam telinga tetap berlanjut karena penatalaksanaan bedah pada penyakit Meniere ditujukan untuk menghilangkan serangan vertigo.

Dekompresi sakus endolimfatikus atau pintasan secara teoritis akan menyeimbangkan tekanan dalam ruangan endolimfe. Pirau atau drain dipasang di dalam sakus endolimfatikus melalui insisi postaurikuler. Telah dilaporkan adanya keberhasilan sebesar 75% menghilangkan serangan vertigo (Meyerhoff & Rice, 1992). Prosedur ini disukai oleh banyak ahli otolaringologi sebagai pendekatan bedah garis pertama terhadap vertigo pada penyakit Meniere, karena relative sederhana dan aman dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan.

Obat ototoksik, seperti treptomisin atau gentamisin, dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi sistemik atau infuse ke telinga tengah dan dalam. Angka keberhasilan menghilangkan vertigo cukup tinggi, sekitar 85%, namun resiko kehilangan pendengaran juga cukup tinggi. Prosedur perfusi telinga dalam biasanya memerlukan rawat inap semalam di rumah sakit, dan banyak pasien yang mengalami periode ketidakseimbangan yang berlangsung selama beberapa minggu.

(10)

Prosedur labirintektomi dengan pendekatan transkanal dan trans-mastoid juga berhasil sekitar 85% dalam menghilangkan vertigo, namun fungsi auditorius telinga dalam juga hancur. Morbiditas tambahan sehubungan dikaitkan dengan prosedur ini, dan beberapa ahli otologi merasa bahwa bila pasien terancam risiko ini (mis, nervus, fasialis, kebocoran cairan serebrospinal, kehilangan pendengaran total), prosedur yang potensial lebih berhasil seperti pemotongan nervus vestibularis (pemotongan nervus kranialis VIII) harus yang dilakukan. Pemotongan nervus vestibularis memberikan jaminan tertinggi (sekitar 98%) dalam menghilangkan serangan vertigo. Dapat dilakukan translabirin (melalui mekanisme pendengaran) atau dengan cara yang dapat mempertahankan pendengaran (suboksipital) atau fosa kranialis medial), bergantung pada derajat hilangnya pendengaran. Kebanyakan pasien dengan penyakit meniere yang sangat menderita akibat serangan vertigo, biasanya sudah tidak mempunyai pendengaran sama sekali atau sedikit sekali. Pemotongan saraf sebenarnya mencegah otak menerima masukan dari kanalis semisirkularis. Prosedur ini memerlukan rawat inap beberapa hari di rumah sakit.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MENIERE

(11)

a. Identitas Klien

Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama ayah/ ibu, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir.

b. Keluhan Utama Vertigo.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Tinitus: Suara meraung, seperti mesin atau bordering dalam telinga. Biasanya tinnitus memburuk atau akan tampak tepat sebelum timbulnya vertigo.

Gangguan pendengaran : Suara-suara yang keras mungkin menjadi tidak nyaman dan mungkin tampak menyimpang pada telinga.

d. Riwayat Penyakit dahulu

Terjadi ketidak seimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang di sebakan oleh malabsorbsi dalam sakus endolinfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit meniere mengalami sumbatan pada duktus endolinfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolinfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolinfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun ruktur membrane telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala meniere. e. Riwayat Keluarga

Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.

Observasi Dan Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum

2. Tanda-Tanda Vital

Suhu, Nadi, Tekanan,Darah, respiratory rate (RR) 3. Pemeriksaan pendengaran

• Tes Weber

Untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.

Pada pasien meniere pemeriksaan weber mendapatkan hasil suara hanya terdengar pada telinga kiri.

4. Pemeriksaan per sistem :

(12)

Bentuk dada

Pola nafas : normal Suara napas : normal Retraksi otot bantu napas : tidak ada Alat bantu pernapasan : tidak ada b) B2 : Blood (Sistem Kardiovaskular)

Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.

Akral : normal Tekanan darah : hipotensi c) B3 : Brain (Sistem Persyarafan)

Tinitus, penurunan pendengaran, vertigo d) B4 : Bladder (Sistem Perkemihan)

Normal

e) B5 : Bowell (Sistem Pencernaan)

Asupan nutrisi : terganggu akibat mual, muntah dan anoreksia f) B6 : Bone (Sistem Integumen dan Muskuloskeletal)

Turgor kulit : menurun Mobilitas fisik : lemah, malaise

5. Pemeriksaan Penunjang

1) Pneumo-otoskopi untuk melihat ada tidaknya nistagmus • Romberg test

• Fukuda marching step test

• Dix-Hallpike test atau tes kalori bitermal 2) Audiogram

3) Tes gliserin

Pasien diberi minum gliserin 1,2 ml/ kg BB setelah diperiksa kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hidrops endolimfatikus.

4) Transtimpanic Elektrokokleografi

(13)

5) Politom Elektronistagmogram

Bisa normal atau menunjukkan penurunan respons vestibuler. 6) CT scan atau MRI kepala

7) Elektroensefalografi 8) Stimulasi kalorik 9) Videonistagmography 3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara jalan dan vertigo.

2. Kerusakan penilaian yang berhubungan dengan ketidakmampuan yang memerlukan perubahan gaya hidup akibat vertigo yang tidak dapat diperkirakan.

3. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan meningkatnya haluaran cairan, perubahan masukan, dan obat-obatan.

4. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman, atau perubahan, status kesehatan dan efek ketidakmampuan vertigo.

5. Resiko terhadap trauma yang berhubungan dengan kesulitan keseimbangan.

6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kepekaan diri dan harapan keteguhan yang tak tercapai dari vertigo.

7. Kurang aktivitas pengalih yang berhubungan dengan hambatan lingkungan terhadap aktivitas tersebut.

8. Kurang perawataan diri : makan, mandi/hygiene, berpakaian/ berdandan, toileting, yang berhubungan dengan disfungsi labirin dan episode vertigo.

9. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit dan menjadi tak berdaya dalam situasi tertentu akibat vertigo/gangguan keseimbangan.

3.3 Intervensi

1. Dx 1 : Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan perubahan mobilitas karena gangguan cara jalan dan vertigo.

(14)

Tujuan : Tetap bebas dari cedera yang berkaitan dengan ketidakseimbangan atau jatuh.

Kriteria Hasil : Resiko tinggi terhadap cidera dapat terminimalisir.

Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan

1. Kaji vertigo yang meliputi riwayat, awitan, gambaran serangan, durasi, frekuensi, dan adanya gejala telinga yang terkait(kehilangan

pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga).

1. Riwayat memberikan dasar untuk intervensi selanjutnya. • Tidak mengalami jatuh akibat gangguan keseimbangan. 2. Kaji luasnya ketidakmampuan dalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari.

2. Luasnya ketidakmampuan menunjukkan resiko jatuh.

• Ketakutan dan ansietas berkurang.

3. Ajarkan atau tekankan terapi

vestibuler/keseimbangan sesuai ketentuan.

3. Latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.

• Melakukan latihan sesuai ketentuan.

4. Berikan atau ajari cara pemberian obat antivertigo dan atau obat penenang vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.

4. Menghilangkan gejala akut vertigo.

• Menggunakan obat yang diresepkan dengan baik.

5. Dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing; dengan pagar tempat tidur dinaikkan.

5. Mengurangi kemungkinan jatuh dan cedera.

• Segera melakukan posisi horizontal saat pusing. 6. Letakkan bantal pada

kedua sisi kepala untuk membatasi gerakan.

6. Gerakan akan memperberat vertigo.

• Menjaga kepala tetap diam saat pusing.

7. Bantu pasien mencari dan menentukan

7. Pengenalan aura dapat membantu mengetahui saat

(15)

aura(adanya gejala aural) yang mendahului

terjadinya setiap serangan.

perlunya memakai obat sebelum terjadi serangan sehingga dapat

meminimalkan beratnya efek.

penuh atau rasa tekanan di dalam telinga yang terjadi sebelum serangan. 8. Anjurkan pasien tetap

membuka matanya dan memandang lurus ke depan ketika berbaring dan mengalami vertigo.

8. Perasaan vertigo berkurang dan gerakan mengalami deslerasi bila mata tetap dijaga pada posisi yang tetap.

• Melaporkan upaya yang dapat

membantu

mengurangi vertigo.

2. Dx 2 : Kerusakan penilaian yang berhubungan dengan ketidakmampuan yang memerlukan perubahan gaya hidup akibat vertigo yang tidak dapat diperkirakan. Tujuan : Mengubah gaya hidup untuk menurunkan ketidakmampuan dan

memaksimalkan kontrol dan kemandirian dalam batas normal yang diakibatkan oleh vertigo kronis.

Kriteria Hasil: Kerusakan penilaian dapat teratasi.

Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan

1. Dorong pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan peran diri yang tetap dapat dipenuhi.

1. Memaksimalkan rasa peningkatan kontrol dan kemandirian.

• Mengguankan control maksimal terhadap lingkungan dan kemandirian dalam batas yang masih bisa dicapai dengan vertigo. 2. Beri informasi

mengenai vertigo dan apa bisa diharapkan.

2. Mengurangi ketakutan dan ansietas.

• Telah memahami informasi mengenai kondisi.

3. Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam proses rehabilitasi.

3. Merasa percaya kepada orang terdekat penting bagi kepatuhan pasien terhadap program pengobatan.

• Keluarga dan orang terdekat dilibatkan dalam proses rehabilitasi. 4. Dorong pasien untuk

menjaga rasa control

4. Memperkuat hasil psikologi dan sosial yang

• Mempergunakan kekuatan dan

(16)

dengan membuat keputusan dan

memberikan tanggung jawab yang lebih untuk perawatan.

positif. potensi untuk

menjalankan gaya hidup yang paling mandiri dan konstruktif.

3. Dx 3 : Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan meningkatnya haluaran cairan, perubahan masukan, dan obat-obatan.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan elektrolit-cairan normal. Kriteria Hasil : Kekurangan cairan atau dehidrasi dapat tertangani

Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan

1. Kaji atau minta pasien mengkaji masukan dan haluaran (termasuk

emesis, tinja cair, urin dan diaforesis). Pantau hasil laboratorium.

1. Pencatatan yang akurat merupakan dasar untuk penggantian cairan.

• Nilai laboratorium dalam batas normal.

2. Kaji indikator dehidrasi, termasuk tekanan darah (ortostasis), denyut nadi, turgor kulit, membrane mukosa dan tingkat kesadaran.

2. Pengenalan segera adanya dehidrasi memungkinkan intervensi segera.

• Sadar dan

berorientasi; tanda vital dalam batas normal, turgor kulit normal, elektrolit normal.

3. Dorong konsumsi cairan oral sesuai

toleransi; hindari minuman yang mengandung kefein (stimulant vestibuler).

3. Penggantian cairan oral harus dimulai sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan. Kafein dapat meningkatkan diare.

• Membran mukosa tetap lembab.

4. Berikan atau ajari cara pemberian obat antiemetik dan anti diare sesuai resep dan kebutuhan. Berikan instruksi pada pasien

4. Antiemetik dapat mengurangi mual dan muntah, mengurangi kehilangan cairan dan memperbaiki masukan per

• Muntah dan diare telah berhenti; masukan oral yang biasa telah tercapai.

(17)

mengenai efek sampingnya.

oral. Obat antidiare

menurunkan motilitas usus dan kehilangan cairan.

4. Dx 4 : Ansietas yang berhubungan dengan ancaman, atau perubahan, status kesehatan dan efek ketidakmampuan vertigo.

Tujuan: Mengalami penurunan atau tidak mengalami ansietas. Kriteria Hasil : Ansietas atau kecemasan dapat teratasi.

Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan

1. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien

mengidentifikasi

keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.

1. Memandu intervensi terapeutik dan pertisipasi dalam perawatan diri. Keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas. • Ketakutan dan ansietas tentang serangan vertigo berkurang atau hilang. 2. Beri informasi mengenai vertigo dan penanganannya. 2. Meningkatkan pengetahuan membantu mengurangi ansietas. • Mencapai pengetahuan dan ketempilan untuk berkompromi dengan vertigo. 3. Dorong pasien mendiskusikan ansietas dan gali keprihatinan mengenai serangan vertigo.

3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hubungan antara tingkat ansietas dan perilaku. • Merasakan berkurangnya ketegangan, ansietas dan ketidakpastian. 4. Ajarkan pasien teknik

penatalaksanaan stress atau lakukan rujukan bila perlu.

4. Memperbaiki manajemen stress mengurangi frekuensi dan beratnya serangan vertigo. • Memanfaatkan teknik manajemen stress bila diperlukan. 5. Berikan upaya

kenyamanan dan hindari aktivitas yang

5. Situasi penuh stress dapat memperberat gejala kondisi ini.

• Menghindari peristiwa yang menjengkelkan.

(18)

menyebabkan stress. 6. Instruksikan pasien dalam aspek program pengobatan.

6. Pengetahuan pasien membantu mengurangi ansietas.

• Mengulagi instruksi yang diberikan dan menyebutkan pemahaman mengenai penanganan.

5. Dx 5 : Resiko terhadap trauma yang berhubungan dengan kesulitan keseimbangan. Tujuan : Mengurangi resiko trauma dengan mengadaptasi lingkungan rumah dan dengan menggunakan alat rehabilitative bila perlu.

Kriteria Hasil: Resiko trauma dapat terminimalisir.

Intervensi Rasional Hasil yang diharapkan

1. Lakukan pengkajian untuk gangguan

keseimbangan dan atau vertigo dengan menarik riwayat dan dengan pemeriksaan adanya nistagmus, Romberg positif, dan ketidakmampuan melakukan Romberg tandem.

1. Kelainan vestibuler perifer menyebabkan gejala dan tanda ini. • Mengadaptasi lingkungan rumah atau menggunakan alat rehabilitasi untuk mengurangi resiko jatuh.

2. Bantu ambulasi bila ada indikasi.

2. Cara jalan yang abnormal dapat membuat pasien tidak bisa tegak dan jatuh.

• Mampu melakukan ambulasi dengan bantuan seperlunya. 3. Lakukan pengkajian

ketajaman penglihatan dan defisit propriseptif.

3. Keseimbangan tergantung pada sistem visual,

vestibuler dan proprioseptif.

• Telah teridentifikasi resiko visual dan proprioseptif. 4. Dorong peningkatan

tingkat aktivitas dengan atau tanpa menggunakan

4. Peningkatan aktivitas dapat membantu mencapai kembali sistem

• Tingkat aktivitas telah meningkat.

(19)

alat bantu. keseimbangan. 5. Bantu mengidentifikasi

bahaya di lingkungan rumah.

5. Adaptasi terhadap lingkungan rumah dapat menurunkan resiko jatuh selama proses rehabilitasi.

• Lingkungan rumah terbebas dari bahaya.

6. Dx 6 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kepekaan diri dan harapan keteguhan yang tak tercapai dari vertigo.

Tujuan : Mengembangkan keterampilan yamg di perlukan untuk menurunkan kepekaan dan kebutuhan yang tak tercapai serta memperlihatkan koping efektif. Kriteria Hasil : Koping individu pasien dapat kembali efektif seperti semula.

Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan

1. Kaji penilaian kognitif pasien mengenai

penyakitnya dan factor yang mungkin

memperberatkan

ketidakmampuan pasien mengembangkan koping.

1. Meningkatkan citra diri pasien dan

Meningkatkan proses koping.

• Melakukan oping secara efektif terhadap vertigo.

2. Berikan informasi factual mengenai penanganan dan status kesehatan di masa depan.

2. Menjelaskan informasi yang salah atau kebingungan

• Mencapai pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan koping terhadap vertigo

3. Dorong dan bantu pasien berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai penyesuaian gaya hidup.

3. Membantu pasien mencapai kembali perasaan kuat dan control dalam perawatan diri dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. • Mengucapkan berkurangnya situasi yang membahayakan dirinya. 4. Dorong pasien mempertahankan

aktivitas diversional dan rekreasional, latihan dan

4. Isolasi sosial dan penghindaran aktivitas yang menyenangkan akan memperbarat

• Terlibat dalam aktivitas di luar rumah.

(20)

peristiwa sosial. keterasingan dan mengurangi kemampuan melakukan koping terhadap vertigo. 5. Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan personal dan kembangkan startegi koping berdasar pada pengalaman positif terdahulu dalam menghadapi stress dan dukungan situsional.

5. Untuk meningkatkan kekuatan pasien yang dapat membantu menjaga pengharapan.

• Mengidentifikasi startegi khusu untuk koping.

6. Rujuk pasien ke kelompok pendukung atau konseling sesuai indikasi

6. Dapat membantu pasien merasa tidak terlalu kesepian dan terasing.

• Memanfaatkan kelompok pendukung atau konseling bila perlu.

7. Dx 7 : Kurang aktivitas pengalih yang berhubungan dengan hambatan lingkungan terhadap aktivitas tersebut.

Tujuan :Bergabung dalam aktivitas pengalih

Kriteria Hasil : Pasien dapat melakukan aktivitas pengalih.

Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan

1. Kaji tingkat dan jenis aktivitas pengalih untuk merencanakan aktivitas yang sesuai

1. Kebosanan dapat terlihat, begitu juga depresi; membantu menentukan toleransi maupun kesukaan.

• Mengungkapkan

berkurangnya rasa bosan dan nampak siaga dan hidup.

2. Diskusikan pola aktivitas pengalih yang biasa dengan pasien,. Berikan kesempatan untuk melanjutkan aktivitas

2. Untuk menyediakan informasi mengenai stressor yang nyata maupun yang dirasakan yang mempengaruhi

• Mencari kesempatan yang realistis untuk terlibat dalam aktivitas pengalih.

(21)

engalih yang sangat bararti.

tingkat aktivitas; mendukung rasa harga diri dan produksivitas pasien.

8. Dx 8 : Kurang perawataan diri : makan, mandi/hygiene, berpakaian/ berdandan, toileting, yang berhubungan dengan disfungsi labirin dan episode vertigo.

Tujuan :Mampu melakukan perawatan diri

Kriteria Hasil : Pasien dapat melakukan perawatan diri.

Intevensi Rasional Hasil yang Diinginkan

1. Berikan atau ajari cara pemberian antiemetic dan obat lain yang di respkan untuk mengurangi mual dan muntah yang

berkaitan dengan vertigo.

1. Antiemeitik dan obat penenang akan menekan stimuli terhadap

serebelum

• Menjalankan fungsi yang di perlukan selama periode bebas gejala. Memakan obat untuk mengurangi mual dan muntah.

2. Dorong pasien melakukan perawatan kebutuhan badan aat bebas dari vertigo

2. Penyediaan jeda di antara aktivitas penting karena episode vertigo terjadi bervariasi.

• Menjalankan aktivitas sehari-hari

3. Bahas diet dengan pasien dan pemberi asuhan. Sediakan cairan sesuai kebutuhan.

3. Pembatasan natrium dapat membatu

memperbaiki

ketidakseimbangan cairan teinga dalam pada

beberapa pasien sehingga dapat menurunkan vertigo. Cairan dapat mencegah terjadinya dehidrasi.

• Menerima perencanaan diet dan melaporkan efektivitasnya. Meminum cairan dalam jumlah cukup.

(22)

9. Dx 9 : Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan perjalanan penyakit dan menjadi tak berdaya dalam situasi tertentu akibat vertigo/gangguan keseimbangan. Tujuan :Mengalami peningkatan perasaan control terhadap kehidupan dan aktivitas meskipun mengalami vertigo atau gangguan keseimbangan

Kreteria Hasil : . Ketidak berdayaan dapat teratasi.

Intervensi Rasional Hasil yang Diharapkan

1. Kaji kebutuhan, nilai, perilaku, dan kesiapan untuk memulai aktivitas

1. Melibatkan pasien dalam perencanaan aktivitas dan erawatan akan meningkatkan potensial

• Tidak membatasi aktivitas secara membabi buta akibat vertigo

2. Beri kesempatan bagi pasien untuk

mengekspresikan perasaan (katarisis) mengenai diri dan penyakitnya

2. Mengekspresian perasaan dapat meningkatkan

pemahaman gaya koping individu dan mekanisme pertahanan.

• Mengucapkan perasaan positif mengenal kemampuan mencapai perasaan mampu dan kotrol

3. Bantu pasien mengidentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya

3. Kesadaran dapat meningkatkan

pemahaman mengenai stesor yang memicu perasaan

ketidakberdayaan. Kesadaran akan keberhasilan di masa lalu dapat meningkatkan rasa percaya diri.

• Perilaku koping sebelumnya yang berhasil telah terinentifikasi 3.4 Implementasi Dx 1 Intervensi Implementasi

(23)

meliputi riwayat, awitan, gambaran serangan, durasi, frekuensi, dan adanya gejala telinga yang terkait(kehilangan

pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga).

dasar untuk intervensi selanjutnya.

2. Kaji luasnya

ketidakmampuan dalam hubungannya dengan aktivitas hidup sehari-hari.

2. Mengkaji luasnya ketidakmampuan menunjukkan resiko jatuh.

3. Ajarkan atau tekankan terapi

vestibuler/keseimbangan sesuai ketentuan.

3. Mengajarkan terapi latihan mempercepat kompensasi labirintin, yang dapat mengurangi vertigo dan gangguan cara jalan.

4. Berikan atau ajari cara pemberian obat antivertigo dan atau obat penenang vestibuler; beri petunjuk pada pasien mengenai efek sampingnya.

4. Memberikan obat antivertigo atau obat penenang dapat menghilangkan gejala akut vertigo.

5. Dorong pasien untuk berbaring bila merasa pusing; dengan pagar tempat tidur dinaikkan.

5. Menyuruh psaien untuk berbaring agar mengurangi resiko jatuh dan cedera.

6. Letakkan bantal pada kedua sisi kepala untuk membatasi gerakan.

6. Melatakkan bantal pada kedua sisikepala untuk membatasi gerakan karena gerakan akan memperberat vertigo.

7. Bantu pasien mencari dan menentukan

aura(adanya gejala aural) yang mendahului

terjadinya setiap serangan.

7. Mencari dan menentukan aura.Pengenalan aura dapat membantu mengetahui saat perlunya memakai obat sebelum terjadi serangan sehingga dapat meminimalkan beratnya efek.

8. Anjurkan pasien tetap membuka matanya dan memandang lurus ke

8. Menganjurkan pasien membuka mata dan

memandang lurus ke depan agar vertigo berkurang dan gerakan mengalami deslerasi bila mata tetap dijaga pada

(24)

depan ketika berbaring dan mengalami vertigo.

posisi yang tetap.

Dx 2

Intervensi Implementasi

1. Dorong pasien untuk

mengidentifikasi kekuatan dan peran diri yang tetap dapat dipenuhi.

1. Mengidentifikasi kekuatan dan peran diri untuk tetap terpenuhi sehingga dapat

memaksimalkan rasa peningkatan kontrol dan kemandirian.

2. Beri informasi mengenai vertigo dan apa bisa diharapkan.

2. Memberikan informasi mengenai vertigo agar mengurangi ketakutan dan ansietas. 3. Libatkan keluarga dan orang

terdekat dalam proses rehabilitasi.

3. Melibatkan keluarga terdekat dalam rehabilitasi karena percaya kepada orang terdekat penting bagi kepatuhan pasien terhadap program pengobatan.

4. Dorong pasien untuk menjaga rasa control dengan membuat keputusan dan memberikan tanggung jawab yang lebih untuk perawatan.

4. Mendorong pasien untuk menjaga control agar dapat memperkuat hasil psikologi dan sosial yang positif.

Dx 3

Intervensi Implementasi

1. Kaji atau minta pasien mengkaji masukan dan haluaran (termasuk emesis, tinja cair, urin dan diaforesis). Pantau hasil laboratorium.

1. Mengkaji masukan dan haluaran pasien agar mendapat data yang akurat.

2. Kaji indikator dehidrasi, termasuk tekanan darah (ortostasis), denyut nadi, turgor kulit, membrane mukosa dan tingkat kesadaran.

2. Mengkaji dehidrasi karena adanya dehidrasi memungkinkan intervensi segera.

3. Dorong konsumsi cairan oral sesuai toleransi; hindari minuman yang mengandung kefein (stimulant

3. Mendorong pasien untuk mengkonsumsi cairan oral untuk mengganti cairan yang hilang.

(25)

vestibuler).

4. Berikan atau ajari cara pemberian obat antiemetik dan anti diare sesuai resep dan kebutuhan. Berikan instruksi pada pasien mengenai efek sampingnya.

4. Memberikan obat antiemetik karena antiemetik dapat mengurangi mual dan muntah, mengurangi kehilangan cairan dan memperbaiki masukan per oral

Dx 4

Intervensi Implementasi

1. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.

1. Mengkaji tingkat ansietas.

2. Beri informasi mengenai vertigo dan penanganannya.

2. Memberikan informasi tentang vertigo agar dapat meningkatkan pengetahuan membantu mengurangi ansietas.

3. Dorong pasien mendiskusikan ansietas dan gali keprihatinan mengenai serangan vertigo.

3. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hubungan antara tingkat ansietas dan perilaku. 4. Ajarkan pasien teknik

penatalaksanaan stress atau lakukan rujukan bila perlu.

4. Mengajarkan pasien teknik penatalaksanaan stress untuk memperbaiki manajemen stress mengurangi frekuensi dan beratnya serangan vertigo.

5. Berikan upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress.

5. Memberikan kenyamanan karena situasi penuh stress dapat memperberat gejala kondisi ini.

6. Instruksikan pasien dalam aspek program pengobatan.

6. Menginstruksikan program pengobatan karena pengetahuan pasien membantu mengurangi ansietas.

Dx 5

Intervensi Implementasi

1. Lakukan pengkajian untuk gangguan keseimbangan dan atau vertigo dengan menarik riwayat dan

1. Melakukan pengkajian untuk mengetahui kelainan vestibuler perifer menyebabkan gejala dan tanda ini.

(26)

dengan pemeriksaan adanya nistagmus, Romberg positif, dan ketidakmampuan melakukan Romberg tandem.

2. Bantu ambulasi bila ada indikasi. 2. Membantu ambulasi karena cara jalan yang abnormal dapat membuat pasien tidak bisa tegak dan jatuh.

3. Lakukan pengkajian ketajaman penglihatan dan defisit propriseptif.

3. Melakukan pengkajian ketajaman karena keseimbangan tergantung pada sistem visual, vestibuler dan proprioseptif.

4. Dorong peningkatan tingkat aktivitas dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.

4. Mendorong peningkatan aktivitas karena peningkatan aktivitas dapat membantu mencapai kembali sistem keseimbangan. 5. Bantu mengidentifikasi bahaya di

lingkungan rumah.

5. mengidentifikasi bahaya lingkungan karena adaptasi terhadap lingkungan rumah dapat menurunkan resiko jatuh selama proses rehabilitasi.

Dx 6

Intervensi Implementasi

1. Kaji penilaian kognitif pasien mengenai penyakitnya dan factor yang mungkin memperberatkan

ketidakmampuan pasien mengembangkan koping.

1. Mengkaji kognitif pasien untuk meningkatkan citra diri pasien dan meningkatkan proses koping.

2. Berikan informasi factual mengenai penanganan dan status kesehatan di masa depan.

2. Menjelaskan informasi yang salah atau kebingungan

3. Dorong dan bantu pasien berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai penyesuaian gaya hidup.

3. Membantu pasien mencapai kembali perasaan kuat dan control dalam perawatan diri dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.

4. Dorong pasien

mempertahankan aktivitas

4. Mendorong pasien tetap

(27)

diversional dan rekreasional, latihan dan peristiwa sosial.

rekreasional. 5. Bantu pasien mengidentifikasi

kekuatan personal dan kembangkan startegi koping berdasar pada pengalaman positif terdahulu dalam menghadapi stress dan dukungan situsional.

5. Membantu pasien untuk meningkatkan kekuatan pasien yang dapat membantu menjaga pengharapan.

6. Rujuk pasien ke kelompok pendukung atau konseling sesuai indikasi

6. Mendukung pasien untuk melakukan konseling karena dapat membantu pasien merasa tidak terlalu kesepian dan terasing.

Dx 7

Intervensi Implementasi

1. Kaji tingkat dan jenis aktivitas pengalih untuk merencanakan aktivitas yang sesuai

1. Mengakaji aktivitas pengalih untuk mencegah kebosanan.

2. Diskusikan pola aktivitas pengalih yang biasa dengan pasien,. Berikan kesempatan untuk melanjutkan aktivitas engalih yang sangat bararti.

2. Mendiskusikan pola aktivitas pengalih untuk menyediakan informasi mengenai stressor yang nyata maupun yang dirasakan yang mempengaruhi tingkat aktivitas.

Dx 8

Intevensi Implementasi

1. Berikan atau ajari cara pemberian antiemetic dan obat lain yang di respkan untuk mengurangi mual dan muntah yang berkaitan dengan vertigo.

1. Memberikan obat antiemetic dan penenang karena antiemeitik dan obat penenang akan menekan stimuli terhadap serebelum.

2. Dorong pasien melakukan perawatan kebutuhan badan saat bebas dari vertigo

2. Mendorong pasien melakukan perawatan kebutuhan badan saat bebas dari vertigo.

(28)

pemberi asuhan. Sediakan cairan sesuai kebutuhan.

agar dapat mencegah terjadinya dehidrasi.

Dx 9

Intervensi Implementasi

1. Kaji kebutuhan, nilai, perilaku, dan kesiapan untuk memulai aktivitas

1. Mengkaji kebutuhan dan perilaku untuk memulai aktivitas.

2. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan

perasaan (katarisis) mengenai diri dan penyakitnya

2. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk mengekspresian perasaannya agar dapat meningkatkan pemahaman gaya koping individu dan mekanisme pertahanan.

3. Bantu pasien mengidentifikasi perilaku koping yang berhasil sebelumnya

3. Membantu pasien mengidentifikasi koping yang berhasil sebalumnya.

3.5 Evaluasi

1. Resiko tinggi terhadap cidera dapat terminimalisir. 2. Kerusakan penilaian dapat teratasi.

3. Kekurangan cairan atau dehidrasi dapat tertangani. 4. Ansietas atau kecemasan dapat teratasi.

5. Resiko trauma dapat terminimalisir.

6. Koping individu pasien dapat kembali efektif seperti semula. 7. Pasien dapat melakukan aktivitas pengalih.

8. Pasien dapat melakukan perawatan diri. 9. Ketidakberdayaan dapat teratasi.

(29)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit meniere dinamakan sesuai nama seorang dokter Perancis, Prosper Meniere, yang pada tahun 1861 pertama kali menerangkan mengenai trias gejala (vertigo tak tertahankan episodik, tinitius, dan kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi) sebagai penyakit telinga dan bukan merupakan penyakit sentral atau otak. Etiologi penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal-abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Beberapa ahli menyalahkan gangguan mikrovaskular di telinga dalam sehingga terjadi peningkatan di atas normal kadar metabolit (glukosa, insulin, trigliserida, dan kolesterol) dalam darah.

Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus. Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolimfatikus. Baik peningkatan tekanan dalam sistem ataupun rupture membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere, seperti trauma, infeksi, alergi, dan fistula perilimfe, dan otosklerosis.

4.2 Saran

Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi

(30)

para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer,Brenda G. Bare,2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC

Baughman.Diane C,Hackly.Joann C.2000.Keperawatan Medikal Bedah buku saku dari Brunner dan Suddarth.Jakarta:EGC

(31)

SATUAN ACARA PENYULUHAN 1. DESKRIPSI

A. Topik

Penyakit Meniere B. Sub Topik

Pengenalan Penyakit Meniere pada Masyarakat Jabon C. Pelaksana

Mahasiswa STIKES Dian Husada Mojokerto tingkat 2. D. Sasaran

Masyarakat Desa Jabon E. Tempat

Balai Desa Jabon. F. Hari / Tanggal

Sabtu, 13 April 2013 G. Waktu

(32)

2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, diharapkan masyarakat mampu mengetahui tentang Penyakit Meniere sehingga dapat lebih memahami tentang Penyakit Meniere tersebut.

3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit diharapkan Masyarakat mampu : 1. Mengulang kembali definisi dari Penyakit Meniere

2. Mengetahui penyebab Penyakit Meniere

4. Pokok Bahasan

Mengenal Penyakit Meniere

5. Sub Pokok Bahasan

1. Pengertian Penyakit Meniere 2. Penyebab Penyakit Meniere

3. Tanda dan gejala Penyakit Meniere 4. Pencegahan Penyakit Meniere

6. Materi penyuluhan

Materi penyuluhan yang akan diberikan meliputi : 1. Pengertian Penyakit Meniere

(33)

3. Tanda dan gejala Penyakit Meniere 4. Pencegahan Penyakit Meniere

7. Metode

Ceramah dan tanya jawab.

8. Media

Media yang digunakan untuk penyuluhan antara lain: 1. Power Point.

2. Leaflet tentang Penyakit Meniere. 9. Kegiatan Penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran Didik

1. Pembukaan 3 menit - mengucapkan salam - memperkenalkan diri - menjelaskan maksud dan tujuan - melakukan kontrak waktu - memberi pretes/pendahuluan - menjawab salam - mendengarkan - memperhatikan dan menyimak - menyetujui kontrak waktu

2. Isi 10 menit Menjelaskan materi tentang : 1. Pengertian Penyakit Meniere 2. Penyebab Penyakit Meniere Memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama.

(34)

3 Evaluasi 5 menit a. Melakukan tanya jawab b. Menanyakan kembali

Partisipasi aktif 4 Penutup 2 menit a. Meminta dan memberi

kesan dan kesan b. Memberikan salam

a. Memberikan kesan dan pesan b. Menjawab

salam

10. Pengorganisasian

Moderator : Nefira Arvio Palosa Pembicara : Riza Umami

Observer : Dimas apridian T.W Fasilitator : Febriani Ermata Dewi

Guruh Wijiantoro Jamilatus Sofiah Ratna Utaminingtyas Ucik Susanti 11. Kriteria Evaluasi a. Evaluasi Struktur

Apakah pengorganisasian sudah sesuai dengan pelaksanaan ? b. Evaluasi Proses

Apakah waktu awal penyuluhan sampai akhir penyuluhan sudah sesuai pelaksanaan ? c. Evaluasi Hasil

(35)

12. Lampiran

MATERI PENYULUHAN A. Devinisi

Penyakit Meniere adalah gangguan yang menyerang telinga bagian dalam dan spontan menyebabkan vertigo, dibarengi dengan gangguan pendengaran yang fluktuatif, telinga berdenging (tinnitus), dan rasa tekanan di telinga. Pada kebanyakan kasus, penyakit Meniere hanya mempengaruhi satu telinga saja. Orang-orang pada usia 40-an dan 50-an lebih berisiko memiliki penyakit ini dibandingkan kelompok usia lainnya, tetapi penyakit ini bisa juga terjadi pada siapa saja, bahkan anak-anak. B. Penyebab Penyakit Meniere

Penyebab dari penyakit Meniere masih belum diketahui dengan jelas. Tampaknya penyakit ini merupakan akibat volume atau komposisi cairan di telinga bagian dalam yang tidak normal.

Telinga bagian dalam dihubungkan oleh rongga yang disebut labirin. Bagian luar telinga bagian dalam terbuat dari tulang yang disebut tulang labirin. Sedangkan di bagian dalam adalah struktur membran lembut (labirin membranosa) yang bentuknya seperti labirin tulang, namun sedikit lebih kecil.

Labirin membranosa berisi cairan (endolymph) dan dilapisi dengan rambut yang merespon gerakan cairan

Agar semua sensor di telinga bagian dalam berfungsi dengan baik, cairan perlu mempertahankan volume, tekanan dan komposisi kimia tertentu. Faktor-faktor yang mengubah cairan telinga bagian dalam dapat menyebabkan penyakit Meniere.

Para ilmuwan telah mengusulkan sejumlah penyebab atau pemicu yang potensial, antara lain:

a. Jumlah cairan yang tidak tepat, mungkin karena penyumbatan atau kelainan anatomi

(36)

c. Alergi d. Infeksi virus e. Genetik

f. Cedera trauma pada kepala

C. Tanda dan Gejala penyakit Meniere 1) Vertigo yang berulang.

Vertigo adalah sensasi yang mirip dengan pengalaman ketika tubuh berputar cepat beberapa kali dan tiba-tiba berhenti. Tubuh akan merasa seolah-olah ruangan berputar dan kehilangan keseimbangan.

Episode vertigo terjadi tanpa peringatan dan biasanya berlangsung selama 20 menit sampai dua jam atau lebih, bahkan hingga 24 jam. Vertigo yang berat dapat menyebabkan mual dan muntah.

2) Gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere dapat berfluktuasi, terutama pada permulaan penyakit. Kebanyakan penderita Meniere mengalami gangguan pendengaran permanen akhirnya.

3) Tinnitus.

Tinnitus adalah suara dering, mendengung, meraung, bersiul atau mendesis di telinga. Pada penyakit Meniere, tinnitus sering terdengar pada nada rendah

4) Kepenuhan aural .

Kepenuhan aural adalah perasaan penuh atau tekanan dalam telinga. Gejala penyakit Meniere dimulai dengan perasaan penuh di telinga, kemudian terjadi tinnitus dan penurunan fungsi pendengaran diikuti dengan vertigo yang berat disertai mual dan muntah. Gejala ini bisa berlangsung dua sampai tiga jam.

(37)

D. Pencegahan Penyakit Meniere

Taktik perawatan diri tertentu dapat membantu mengurangi dampak penyakit meniere, pertimbangan tips ini :

1. Duduk atau berbaring segera ketika anda merasa pusing. Selama vertigo, hindari hal-hal yang dapat membuat tanda-tanda dan gejala menjadi lebih buruk, seperti gerakan tiba-tiba, lampu terang, menonton televisi atau membaca.

2. Istirahat selama dan setelah terang. Jangan terburu-buru untuk kembali ke kegiatan normal.

3. Waspadalah terhadap kemungkinan kehilangan keseimbangan. Jatuh bisa menyebabkan cidera yang serius, gunakan pencahayaan yang baik jika anda bangun dimalam hari. Pertimbangkan berjalan dengan tongkat untuk stabilitas jika anda mengalami masalah keseimbangan kronis.

4. Hindari mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin-mesin berat jika anda mengalami vertigo. Melakukan hal itu dapat menyebabkan kecelakaan dan cidera.

(38)

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang ditandai dengan tetrad berupa timbulnya episode vertigo, tinnitus, perasaan penuh dalam telinga, dan

Insomnia berhubungan dengan Halusinasi Pendengaran ditandai dengan klien mengatakan sering sulit tidur pada malam hari karena mendengar suara-suara yang menyuruhnya keluar dari

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga atau anggota masyarakat

Skizofrenia Hebefrenik ditandai dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut inkoherensi ,alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidakserasi

Bentuk lain +ari kehilangan a+alah kehilangan +iri atau anggapan tentang mental seseorang *nggapan ini meliputi perasaan terha+ap keatrakti,an8 +iri sen+iri8

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga /anggota masyarakat yang kuat yang

asalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual. /angguan

Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang ditandai dengan tetrad berupa timbulnya episode vertigo, tinnitus, perasaan penuh dalam telinga, dan