• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN SA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN SA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN,

SALURAN CERNA & SALURAN NAFAS

“OTITIS MEDIA”

DOSEN PENGAMPU:

Sunarti, M.Sc.,Apt

DISUSUN OLEH :

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA 2015

(2)

OTITIS MEDIA

I. PENDAHULUAN 1.1 Epidemiologi

1. Otitis Media Akut

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian Zackzouk dkk di Arab saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia 10 tahun. Insiden Otitis Media tertinggi terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan, dan yang kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah.

2. Otitis Media Efusi

Otitis Media Efusi (OME) merupakan penyakit yang sering di derita oleh bayi dan anak-anak. Infeksi telinga tengah menjadi masalah medis yang paling sering pada bayi dan anak-anak umur pra sekolah, dan diagnosa utama yang paling sering pada anak-anak yang lebih muda dari usia 15 tahun yangdiperiksa di tempat praktek dokter.

(3)

Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan angka kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian yang khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena minimalnya keluhan pada anak yang menderita Otitis Media Efusi.

1.2 Klasifikasi

Mengklasifikasikan penyakit Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas infeksi saluran pernapasan akut bagian atas dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah.

1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya adalah Nasofaringitis akut (salesma), Ototis Media, sinusitis, epiglottitis, laringitis, Faringitis akut (termasuk Tonsilitis dan Faringotositilitis) dan rhinitis. 2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Bawah

Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia (Suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada brokioli.

Secara umum Otitis Media adalah peradangan telinga tengah yang dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Otitis Media Akut

(4)

2. Otitis Media Efusi

Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa adanya tanda dan gejala inflamasi akut.

1.3 Faktor resiko

1. Otitis Media Akut

Faktor-faktor resiko terjadinya Otitis Media Akut adalah bayi yang lahir prematur dan berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke penitipan anak, variasi musim dimana Otitis Media Akut lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin, predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomi seperti celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat, sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap.

2. Otitis Media Efusi

a. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum, hipertrofi adenoid, dan GERD.

b. Faktor resiko fungsional: serebral palsy,down syndrome,kelainan neurologis lainnya, dan imunodefisiensi.

c. Faktor resiko lingkungan:bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak yang dititipkan di fasilitas penitipan anak.

II. PATOFISIOLOGI 2.1 Patogenesis

1. Otitis Media Akut

(5)

dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

2. Otitis Media Efusi

Patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama dalam pathogenesis OME. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan hipertropi adenoid yang juga merupakan patogenesis timbulnya OME

2.2 Etiologi

1. Otitis Media Akut

(6)

aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah

Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis. Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah

H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil. Sedangkan Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 –Februari 2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.

Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.

2. Otitis Media Efusi

Etiologi Otitis Media Efusi bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan sosial. Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta seperti sinusitis atau rinitis.

1. Kegagalan fungsi tuba Eustachi. Disebabkan oleh: a. Hiperplasia adenoid.

b. Rinitis kronik dan sinusitis

c. Tonsilitis kronik. pembesaran tonsil akan menyebabkan obstruksi mekanik pada pergerakan palatum molle dan menghalangi membukanya tuba Eustachi.

d. Tumor nasofaring yang jinak dan ganas. Kondisi ini selalumenyebabkan timbulnya otitis media unilateral pada orang dewasa.

(7)

2. Alergi

Alergi inhalans atau ingestan sering terjadi pada anak-anak. Ini tidak hanya menyebabkan tersumbatnya tuba eustachi oleh karena udem tetapi juga dapat mengarah kepada peningkatan produksi sekret pada mukosa telinga tengah.

3. Otitis media yang belum sembuh sempurna

Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMSA dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyembuhkan secara sempurna. Akan menyisakan infeksi dengan grade yang rendahProses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan kelenjar mukus juga bertambah.

4. Status Imunologi

Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A. immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani. Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu imunoglobulin yang aktif bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan permukaan apitel, dengan cara membentuk ikatan komplek. Kontak langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif mencegah infeksi kuman.

5. Infeksi virus

Berbagai virus adeno dan rino pada saluran pernapasan atas dapat menginvasi telinga tengah dan merangsang peningkatan produksi sekret.

2.3 Gejala

1. Otitis Media Akut

Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien, pada usia anak-anak umumnya keluhan berupa

a. Rasa nyeri di telinga dan demam.

b. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.

(8)

d. Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.

2. Otitis Media Efusi

Penderita Otitis Media Efusi jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering terlambat diketahui. Gejala Otitis Media Efusi ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar bunyi berdengung yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan pendengaran, rasa nyeri yang ringan, berkurangnya fungsi pendengaran (keadaan ini sering ditemukan dan kadang-kadang satu-satunya gejala, onsetnya tersembunyi dan jarang melebihi 40 dB), percakapan yang lambat dan bisu (disebabkan oleh ketulian, perkembangan dari fungsi percakapan menjadi lambat atau bisu), sakit pada telinga tengah (hal ini mungkin disebabkan adanya infeksi pada saluran pernapasan atas).Dizziness juga dirasakan penderita-penderita Otitis Media Efusi. Gejala kadang bersifat asimtomatik sehingga adanya Otitis Media Efusi diketahui oleh orang yang dekat dengan anak misalnya orang tua atau guru.

(9)

2.4 Manifestasi klinik 1. Otitis Media Akut

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.

Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.

a) Sakit telinga yang berat dan menetap.

b) Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .

c) Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC d) Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.

e) Demam f) Anoreksia

g) Limfadenopati servikal anterior

2. Otitis Media Efusi

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

2.5 Diagnosis

a. Otitis Media Akut

(10)

pula gangguan pendengaran dan rasa penuh dalam telinga. Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan melihat gejala klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada membran timpani bermacam-macam, antara lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.

b. Otitis Media Efusi

Dokter mendiagnosa serous otitis media dengan melihat perubahan warna dan penampilan pada gendang telinga dan dengan menekankan udara ke dalam telinga untuk melihat ke alam telinga untuk melihat apakah gendang telinga tersebut berubah. Jika gendang telinga tidak berubah tetapi tidak terdapat kemerahan atau tonjolan dan anak tersebut mengalami beberapa gejala, kemudian serous otitis media adalah mungkin terjadi. Diagnosis OME pada anak tidak mudah dan terdapat perbedaan yang bermakna sesuai dengan kecakapan klinisi, khususnya di tingkat pelayanan primer atau dokter anak yang mendiagnosisnya. Gejala tidak ada sensitif maupun spesifik, banyak anak justru tanpa gejala. Pemeriksaan fisik pada anak penderita OME berpotensi tidak akurat kerena kesan subjektif gambaran membran timpani sulit dinilai. Belum lagi anak-anak yang tidak kooperatif saat dilakukan pemeriksaan. Namun enamnesis dan pemeriksaan fisik tetap sangat berperan dalam mendiagnosis OME.

III. SASARAN TERAPI

- Mencegah terjadinya komplikasi intrakrania dan ekstrakrania.

- Memperbaiki fungsi tuba eustachius, menghindari performasi membran timpani, mengobati infeksi yang terjadi pada bagian telinga oleh karena adanya bakteri.

IV. TUJUAN TERAPI

- Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi.

(11)

V. STRATEGI TERAPI

Tata LaksanaTerapi

(12)
(13)

5.2 Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun lokal dan sistemik.

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur diatas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagidalam 3 dosis.

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3

sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

(14)

mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut :

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan

(15)

Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007).

5.3 Terapi Non Farmakologi

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani otitis media, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpani sintesis dan adenoidektomi.

a. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah keliang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah nyeriberat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.

Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

b. Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan fungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurunkan morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

c. Adenoidektomi

(16)

dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

VI. PENYELESAIAN KASUS A. Kasus

Otitis Media

Seorang anak perempuan berumur 15 bulan pergi ke klinik pediatrik dengan kondisi 2 hari terkena demam (suhunya sebesar 38,9°C), pilek, dan rewel. Ibunya menyatakan bahwa dia marah lebih dari biasanya dan menangis berkali-kali sepanjang malam. Dia tidak nafsu makan hari ini. Dia biasa berada di penitipan anak dan memiliki saudara 5 tahun yang baru saja terkena pilek. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya erythema (kondisi kulit berupa kemerahan atau ruam) dan membran timpani bagian kanan menonjol dan adanya cairan di telinga tengah. Membran timpani kiri dikaburkan dengan cerumen. Pada pertanyaan lebih lanjut, ditemukan bahwa anak tersebut alergi terhadap penisilin. Dia terkena ruam nonurticarial sejak tahun lalu selama pengobatan untuk faringitis. Dia belum menerima antibiotik sejak saat itu, dan ini adalah infeksi pertama telinganya.

Imunisasi: diperbaharui

Obat : Acetaminophen tetes 120 mg peroral setiap 4-6 jam bila diperlukan saat demam atau sakit.

ROS : (+) Hidung tersumbat dan pilek, (-) muntah, diare, atau batuk

Pemeriksaan Fisik

Gen:anak tersebut tergolong pemarah tapi dapat dihibur. VS: Tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi 120 kali/menit, kecepatan pernafasan 18kali/menit, dansuhu 38,6°C.

B. Analisis Kasus

1. Analisis kasus secara SOAP :

- SUBYEKTIF

(17)

berkali-kali sepanjang malam. Dia tidak nafsu makan hari ini. Dia biasa berada di penitipan anak dan memiliki saudara 5 tahun yang baru saja terkena pilek.

- OBYEKTIF

Pemeriksaan Hasil

Laboratorium Nilai Normal

Tekanan Darah 100 / 60 mmHg 120 / 80 mmHg HR (Heart Rate) 120 x /menit 60 - 100 x /menit RR (Respiration Rate) 18 x /menit 18 - 20 x /menit

Suhu 38,6 °C 36,5 – 37,5 °C

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya erythema (kondisi kulit berupa kemerahan atau ruam) dan membran timpani bagian kanan menonjol dan adanya cairan di telinga tengah. Membran timpani kiri dikaburkan dengan cerumen.

Pasien alergi terhadap antibiotik penisilin. Obat yang digunakan pasien adalah acetaminophen tetes 120 mg peroral setiap 4-6 jam bila diperlukan saat demam atau sakit.

- ASSESMENT

1) Pasien mengalami otitis media akut stadium supurasi ditandai dengan adanya membran timpani bagian kanan menonjol dan terdapat cairan di telinga tengah, suhu dan denyut nadi meningkat  perlu diatasi 2) Paien mengalami demam dan rasa nyeri  sudah diatasi dengan

pemberian acetaminophen tetes 120 mg peroral setiap 4-6 jam bila perlu.

- PLANNING

2) Mengatasi gejala simptomatis yang ditimbulkan dengan memberikan terapi obat yang sesuai.

(18)

1) Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imun lokal dan sistemik.

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur diatas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagidalam 3 dosis.

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2

3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.

(19)

biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut

American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut :

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.

(20)

amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007).

4) Terapi Non-Farmakologi

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani otitis media, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpani sintesis dan langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringotomi pada anak dengan OMA adalah nyeriberat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat.

Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.

b. Timpanosintesis

(21)

c. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.

5) Evaluasi Obat yang Terpilih

1. Acetaminophen tetes 120 mg peroral setiap 4-6 jam (bila perlu) - Indikasi : Antipiretik dan analgetik.

- Dosis : Dewasa 500 mg 3-4 x sehari; Anak-anak dibawah 1 tahun, dosis ½ - 1 sendok teh atau 60-120 mg tiap 4-6 jam, anak-anak 1-5 tahun dosis 1-2 sendok teh atau 120-250 mg tiap 4-6 jam.

- Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap paracetamol dan defisiensi glukose-6-fosfat dehidroganase, gangguan fungsi hati.

- Perhatian : Penyakit ginjal dan konsumsi alkohol.

- Efek Samping : Kerusakan hati ( dosis besar dan terapi jangka panjang).

- Interaksi Obat : Alkohol, antikonvulsan, isoniazid, antikoagulan oral, fenotiazin.

- Alasan : Untuk mengurangi rasa nyeri dan demam pada pasien.

2. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

- Indikasi : Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti tonsilitis, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, bronkitis akut dan kronis, pneumonia, dan bronkietaksis; infeksi telinga seperti otitis media dan eksternal, dan mastoiditis; infeksi pada mulut; infeksi pada mata, mulut, kulit dan jaringan; infeksi saluran pencernaan.

(22)

- Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap eritromisin, penyakit hati, porfiria.

- Perhatian : Pengobatan eritromisin jangka panjang dapat menimbulkan resistensi kuman, hati-hati penggunaan eritromisin pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, wanita hamil dan menyusui.

- Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan, nyeri epigastrik, mual muntah, diare, reaksi hipersensitif.

- Interaksi Obat : Cisapride dapat meningkatkan efek aritmia dan meningkatkan efek toksik, Karbamazepin dapat menurunkan kadar eritromisin.

- Alasan : Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri, bersifat bakteriostatik atau bakterisid, tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah. Penggunaan eritomisin dapat mengobati infeksi telinga (otitis media) yang disebabkan karena adanya infeksi bakteri.

3. HCl Efedrin 0,5 % nasal drops dalam larutan fisiologik - Indikasi : Asma, bronkitis, emfisema.

- Dosis : 1-2 tetes disetiap lubang hidung bila diperlukan. Tidak lebih dari 4 kali sehari. Jangan digunakan selama lebih dari 7 hari. - Kontraindikasi : Hipertiroid, hipertensi, gangguan jantung,

glaukoma.

- Efek Samping : Takikardi, aritmia, eksrasistol dan ventrikuler, pembesaran prostat, tremor, insomnia.

- Alasan : Pemberian HCl Efedrin 0,5% nasal drops dalam larutan fisiologik ini adalah untuk membuka kembali tuba eustachius yang tersumbat oleh adanya sekret ataupun cerumen.

6) Monitoring dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) - Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak.

- Menangani ISPA dengan pengobatan adekuat.

(23)

- Menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok.

- Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring

- Dianjurkan untuk berenang, karena kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko otitis media.

VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI

VIII. KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Kilpatrick,2002 Pemeriksaan dengan radioaktif tidak boleh dilakukan pada wanita hamil, karena dapat melintasi plasenta dan memberi pengaruh yang tidak baik terhadap janin,

Bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 90 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan

Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas Profesionalisme (X1) dan variabel bebas Sarana prasarana (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Berdasarkan beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Danau Limboto ini, adalah hal yang wajib bagi Pemerintah Daerah

Syaikh Fuhaim Mustafa dalam bukunya menyebutkan bahwa tujuan pendidikan aqidah kepada anak adalah untuk, (1) memperkokoh keyakinan anak bahwa Allah-lah

Penelitian ini menerapkan algoritme KNN, SVM, AdaBoost, Gradient Boost, dan Random Forest untuk klasifikasi khasiat dari formula jamu dan menghasilkan metode yang paling cocok

İkinci mərhələ ondan ibarət olur ki, kəmər boyu yuxarıdan aşağı müəyyən addımlarla maqnit nişanları qeyd edilir və ikinci əyri yazılır ki, əyridə

Dalam pengujian penyerapan panas digunakan termometer berjumlah 2 yaitu termometer atas ( ) dan termometer bawah ( ). Dari hasil pengujian penyerapan panas