1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vertebrata merupakan salah satu subfilum dari Chordata yang memiliki tengkorak sehingga disebut kelompok Craniata (Cranium=tengkorak). Vertebrata adalah anggota chordate yang paling banyak jenisnya. Oleh karena itu, kita dapat dengan mudah menemukan contoh-contoh hewan vertebrata baik di darat maupun di perairan. Vertebrata berasal dari kata vertebrae yang artinya tulang belakang. Jadi, semua anggota vertebrata sudah memiliki tulang belakang yang nyata (Nurhayati, 2007)
Vertebrata dikelompokkan menjadi 5 kelas, yaitu: Pisces (ikan), Amfibia (amfibi), Reptilia (hewan melata/ reptile), Aves (Burung), Mammalia (Hewan Menyusui). Dalam makalah ini lebih menekankan pada amfibi. Amfibi merupakan vertebrta yang secara tipikal dapat hidup dalam air maupun darat. Sebagian besar mengalami metamorphosis dari berudu (aqutis dan bernafas dengan insang) kedewasa (amfibios dan bernafas dengan paru-paru), namun beberapa amfibi tetap mempunyai insang dalam hidupnya.
Amfibi mempunyai 3 ordo, yaitu: 1. Katak dan bangkong (ordo Anura), 2. Salamander dan kadal aur (newt) (ordo Urodela), 3. Sesilia (ordo Apoda), yang merupakan hewan seperti cacing dan tanpa kaki. Karena tidak mempunyai kulit dan telur yang kedap air, maka tak ada satu amfibia pun yang dapat menyesuaikan sepenuhnya dengan keadaan daratan (Brotowidjoyo, 1994)
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Bagaiman klasifikasi kelas amphibi?
2. Bagaiman ciri khas dari masing-masing ordo dalam kelas amphibi? 3. Apa saja contoh spesies dari masing-masing ordo dalam kelas amphibi?
2 1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami klasifikasi pada kelas amphibi
2. Untuk memahami ciri khas dari masing-masing ordo dalam kelas amphibi 3. Utnuk mengetahui contoh sepsies dari masing-masing ordo dalam kelas
3 BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian , Karakteristik, dan Klasifikasi Amphibi
Amphibia berasal dari kata Amphibi, artinya rangkap dan bios, artinya kehidupan, karena Amphibia ialah hewan yang hidup dengan dua bentuk kehidupan, mula-mula dalam air tawar, kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksinya masak, keadaan ini merupakan fase larva atau biasa disebut berudu. Hewan dewasa memiliki columna vertebralis dan biasanya extremitates dengan digiti atau jari-jari yang berbeda-beda. Sedang kulitnya ialah lembut dan tidak berambut, bersisik atau tidak berbulu. Kriteria semacam itu sering tidak dapat dipakai untuk spesies tertentu; beberapa spesies mengalami modifikasi, bahkan tidak mengalami fase larva di dalam air, dan sebaliknya beberapa hewan dewasa tetap bertahan di dalam air. Karena ada beberapa spesies yang hidupnya tetap di dalam air bahkan ada yang sama sekali tidak mengalami kehidupan di dalam air, beberapa ahli sependapat menggunakan nama Batrachia (batrachos= katak), meskipun pemakaian nama itu tidak meluas (Radiopoetro, 1996).
Katak adalah contoh paling representatif yang paling sering dipelajari pada kelas Amphibia, subfilum Vertebrata, filum Chordata. Penting untuk diingat bahwa amphibia adalah hewan transisi yang tipikalnya sebagian hidupnya dihabiskan di air dan sebagian yang lain di darat. Dengan demikian, mereka menunjukkan karakteristik campuran yang mewakili penyesuaian untuk kehidupan terestrial dan beberapa adaptasi untuk kehidupan di dalam air. Perkawinan hampir semuanya terjadi di air, sebab telur yang dihasilkan kekurangan penutup (pelindung luar) yang menyebabkan predator semacam burung dan reptil yang hidup di daratan memangsanya. Beberapa amphibi, bagaimanapun juga, menghabiskan semua hidupnya di air, dan sedikit sekali di daratan, ini merupakan mekanisme perkembangan spesial untuk memproteksi telur mereka dari kekeringan (Lytle & Meyer: 2005).
Amphibia memiliki ciri-ciri umum fase larvanya, kecebong (berudu), bernafas menggunakan insang luar yang kemudian mengalami metamorfosis menjadi anak katak dengan alat pernafasan berupa paru-paru. Ada juga yang tidak mempunyai paru-paru sampai dewasa dan bernafas melalui kulit, karenanya kulit tersebut selalu basah dan glandular (Sukiya, 2005).
4
Gambar 1. Fase larva atau berudu
Gambar 2. Metamorfosis pada Katak Sumber: Hickman, 2006
Kelompok amphibia adalah vertebrata yang hadir pertama kali hidup di darat. Pada dasarnya mereka memiliki pentadaktil (lima ujung jari-jari kaki), meskipun jumlahnya bisa saja berkurang dari lima tersebut. Amphibia sendiri termasuk ektoterm atau yang perubahan suhu tubuhnya tergantung perubahan suhu lingkungannya. Pada kebanyakan amphibia meninggalkan telurnya dalam kolam dan di aliran-aliran air dan tidak seekorpun dapat berjalan di tanah begitu menetas, sedikit spesies yang dapat hidup jauh dari air (Sukiya, 2005).
5 Amfibia merupakan perintis vertebrata daratan. Paru-paru dan tulang anggota tubuh, yang mereka warisi dari moyang krosopterigia, memberikan sarana untuk lokomosi dan bernapas di udara. Atrium kedua dalam jantung memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung kembali ke dalamnya untuk dipompa ke seluruh badan dengan tekanan yang penuh. Sementara percampuran darah yang mengandung oksigen dengan darah yang kurang mengandung oksigen terjadi dalam ventrikel tunggal, jantung yang beruang tiga itu agaknya memberikan peningkatan yang berarti dalam efisiensi peredaran dan dengan demikian meningkatkan kemampuan untuk mengatasi lingkungan daratan yang keras dan lebih banyak berubah-ubah (Kimball, 1983).
Di daratan, kemampuan untuk mendeteksi suara merupakan hal yang sangat penting, dan amfibia telah mengembangkan telinga sederhana dari struktur yang diwarisinya dari moyang mereka. spirakel tertutup dengan membran yang berfungsi sebagai gendang telingan dan tulang rahang yang tidak terpakai lagi (yang berasal dari lengkung insang agnatha) berguna untuk meneruskan getaran dari membran ini ke telinga dalam. Tulang pendengaran yang paling dalam dari telinga kita (sanggurdi) adalah homolog dengan tulang tadi ini (Kimball, 1983).
Sesuai dengan namanya, amfibia itu hanya separuh hidupnya di daratan (semi terrestrial). Mereka harus kembali ke air untuk bertelur, dan setidak-tidaknya keturunan masa kininya tidak tahan lama terhadap udara kering. Peralihan berkala dari air ke daratan dan sebaliknya menimbulkan masalah tambahan dalam mempertahankan keseimbangan air dan ekskresi limbah nitrogen. Di dalam air, seperti pada ikan air tawar, pemasukan air secara terus-menerus harus dikeluarkan dari glomerulus. Di daratan, air harus dipertahankan dan untuk ini amfibia mengurangi masukan darah ke glomerulus, dan dengan demikian mengurangi laju filtrasi. Tentu saja, hal ini juga mengurangi aliran darah dari glomerulus ke tubulus. Akan tetapi, fungsi tubulus harus dipertahankan dan peningkatan aktivitas portarenal tambahan memungkinkan hal ini (Kimball, 1983).
Untuk ukuran masa kini, amfibia yang paling awal adalah cukup besar (Diplovertebron, panjangnya kurang lebih 60 cm), tetapi beberapa hewan yang kemudian ada mempunyai ukuran yang sungguh menakjubkan. Beberapa contoh fosil berukuran kurang lebih 2,5 m. Amfibia ini berjaya selama zaman karbon. Bumi ditutupi oleh rawa yang luas, kehidupan tumbuhan berlimpah, dan terdapat banyak insekta untuk dimakan oleh amphibia. Zaman ini sering disebut zaman amphibian. Zaman ini diikuti oleh suatu periode (perm) ketika bumi menjadi lebih dingin dan kering. Penurunan kejayaan amphibia terjadi yang berlangsung terus sampai sekarang (Kimball, 1983).
6 Berikut adalah klasifikasi kelas Amphibi dalam bentuk tabel:
Kelas Amphibia Subkelas Apsidospondyli Superordo Ordo Ordo Labyrinthodonta Temnospondyli Anthracosauria Superordo Ordo Ordo Sailentia proanura
Anura (katak dan kodok)
Familia Ada 17 familia: Pipidae (tongueless frogh), discoglossidae (fire-belly dan midwife toads), Rhinophrynidae (burrowing toads), Pelobatidae (spadefoot toads), leptodactylidae, bufonidae (kodok), rhinodermatidae (mouth-breeding frogh), dendrobatidae, atelopidae, hylidae (tree frogs), centrolenidae, heleophrynidae, pseudidae, ranidae (true frogs), rhacophhoridae, microhylidae, phyronomeridae Subkelas Ordo Ordo Ordo Lepospondyli Aistopoda Nectridia
Caudate atau Urodela (salamander) Famlia
Ordo
Familia
Ada 8 familia: hynobiidae, cryptobranchidae (giant salamanders), ambystomidae,
samandridae (newts),
amphiumidae,plethodontidae
(lunglesssalamander), proteidae (mudpuppies dan olm), sirenidae.
Gymnophiona atau apoda
Caeciliidae Tabel 1 Klasifikasi Kelas Amphibi
7 Kecebong, larva amphibia biasanya merupakan herbivor akuatik dengan insang, sistem gurat sisi yang menyerupai vertebrata akuatik, dan ekor yang panjang dan bersirip. Kecebong pada awalnya tidak memiliki kaki; ia berenang dengan mengibas-ngibaskan ekornya. Selama metamorfosis yang menuju ke „kehidupan kedua‟, kecebong mengembangkan kaki, paru-paru, sepasang gendang telinga, eksternal, dan sistem pencernaan yang teradaptasi untuk cara makan karnivora. Dalam waktu yang sama, insang menghilang; sistem gurat sisi juga menghilang pada sebagian besar spesies. Anak katak merayap menuju ke pesisir dan menjadi pemburu terestrial. Akan tetapi, terlepas dari namanya, banyak amfibia tidak menjalani kehidupan ganda-akuatik dan terestrial. Ada beberapa katak, salamander, dan sesilia yang sepenuhnya akuatik atau sepenuhnya terestrial. Terlebih lagi, larva salamander dan sesilia lebih mirip dengan bentuk dewasanya, dan biasanya larva maupun hewan dewasa merupakan karnivora (Campbell, 2012).
Sebagian besar amfibia ditemukan di habitat yag lembab seperti rawa-rawa dan hutan hujan. Bahkan amfibia yang telah teradaptasi terhadap habitat yang lebih kering masih menghabiskan banyak waktunya di dalam liang atau di bawah dedaunan lembab yang tingkat kelembabannya tinggi. Amfibia umumnya sangat bergantung pada kulitnya yang lembab untuk pertukaran gas dengan lingkungan. Beberapa spesies terestrial tidak memiliki paru-paru dan hanya bernapas melalui kulit dan rongga mulutnya (Campbell, 2012).
Kebanyakan amfibi membagi hidup mereka antara air tawar dan daratan. Dari kehidupan seperti ini mencerminkan bahwa amfibi memerlukan adaptasi pada kedua lingkungan tersebut. Di dalam air, amfibi mempunyai kemampuan mengapung, hal ini bertujuan untuk proses pertukaran gas dengan air. Sedangkan di darat, amfibi mempunyai kemampuan sendiri untuk melawan gravitasi, pertukaran gas dengan udara, dan cenderung kehilangan air ke udara (Miller & Harley: 2001).
8 2.2 Kulit dan kelenjar kulit
Gambar 3. Pigmen Kulit pada Amphibi Sumber : Hickman, 2006
Beberapa ciri khusus pada amphibi adalah pada kulit dan kelenjar kulitnya, warna tubuhnya, pergantian kulitnya, serta alat geraknya. Berikut uraian singkanya:
Kulit amfibi sangat penting dalam respirasi dan proteksi. Kulit terjaga kelembabannya dengan adanya kelenjar mukosa, bahkan pada sepesies yang hidup di air, mukus memberikan pelumas bagi tubuh. Sebagian besar amfibi memiliki kelenjar granular dan kelenjar mukus. Meskipun keduanya mirip dalam beberapa hal, kelenjar granular memproduksi zat obnoxious (menjijikan) atau racun untuk melindungi diri dari musuh(Sukiya, 2005).
Kulit ampibi dewasa lembut dan biasanya lembab. Umumnya ampibi dewasa hidup di lingkungan yang basah atau lembab, sejak mereka sudah mulai rentan untuk kehilangan air di kulitnya. Katak memiliki kulit yang tidak rata yang mampu mengurangi kesempatan untuk kehilangan air dan kemudian menyebabkan mereka dapat menghabiskan banyak waktu di darat(Lytle & Meyer: 25).
Racun yang terdapat amfibi sangat bervariasi. Kodok yang hidup di laut (Bufo marinus) rancunnya sangat manjur untuk membunuh anjing. Kelenjar racun pada katak dan kodook dapat menimbulkan iritasi pada kulit jika seseorang menyentuh binatang ini. Studi tentang katak neotropik dari keluarga Dendrobatide yang beracun, meunjukan bahwa racun itu merupakan steoridal alkaloid yang berefek pada saraf dan aktivitas otot korban. Tipe
9 racun lain pada amfibi adalah neurotoksin, halusinogen, vasokontriktor, hemolitik dan local irritant. Ketika beberapa sepesies amfibi ditempatkan bersama-sama di tempat semmpit, ada sepesies tertentu cepat mati karena racun yang dikeluarkan spesies lain (Sukiya, 2005).
Kelenjar mukus dan granular atau kelenjar racun dikelompokkan sebagai kelenjar alveolar. Kelenjar alveolar adalah kelenjar yang tidak mempunyai saluran pengeluaran, tetapi produknya dikeluarkan lewat dinding selnya sendiri secara alami. Akan tetapi ada juga beberapa amfibi yang mempunyai kelenjar alveolar tubuler, kelenjar demikian ini sering ditemukan di ibu jari pada katak dan kodok dan terkadang juga ditemukan di bagian dadanya. Kelenjar ini menjadi fungsional selama musim reproduksi dan mengeluarkan cairan yang membantu pejantan dalm melekatkan diri ke betina selama musim kawin, bahkan pada salmander terdapat tubular pada dagu pejantannya yang mengeluarkan cairan khusus untuk menarik betina selama musim reproduksi (Sukiya, 2005).
Gambar 4 Kelenjar pada Kulit Amphibi Sumber: Hickman, 2006
2.3 Warna tubuh
Amfibi sangat beraneka ragam warnanya, hijau teerang, kuning, orange dan emas, sedangkan warna merah dan biru jarang ditemukan. Warna tubuh amfibi bisa disebabkan oleh karena pigmen atau secara struktural, atau dihasilkan oleh keduanya (paduuan pigmen dan struktural). Pigmen pada amfibi, sebagaimana pada ikan, terletak pada kromatofora di kulit. Sel-sel pigmen ini biasanya dinamakan menurut jenis pigmen yang dikandung. Melanofora mengandung pigmen coklat dan hitam da lipofora mengandung pigmen merah, kuning dan orange. Amfibi juga memiliki sel-sel pigmen yang disebut guanofora, semacam iridosit pada ikan, mengandung kristal guanin yang dapat memproduksi iridesen atau efek putih terang. Umumnya lipofora terletak di dekat permukaan kulit, lebih ke arah dalam terdapat guanofora dan yang paling dalam terdapat melanofora(Sukiya, 2005).
10 Kromatofora bentuknya agak ameboid dengan prosesus protoplasmik meluas ke luar dari tubuh selnya ke sel lain. Pigmen padasitoplasma dala, kromatofora mampu berpindah sehingga pigmen dapat terkonsentrasi mengumpul untuk menebalkan warna atau terpencar sehingga menipiskan warna. Sel pigmen, khususnya lipofora mampu melakukan gerakan ameboid dan dapat berpindah mendekat atau menjauh dari permkaan kulit. Seringkali perubahan dari hijau ke kuning merupakan hasil kontraksi dari melanofora dan perpindahan lipofora ke posisi antara atau di bawah guanofora (Sukiya, 2005).
Warna pada beberapa amfibi ketika ditempatkan di lingkungan gelap, menjadi tampak bercahaya, adalah merupakan hasil dari simulasi kelenjar pineal menghasilkan melatonin (zat sejenis hormon) yang mampu mengurangi kuantitas cahaya atau sinar gelombang panjang. Kemudian kontak hormon kromatotrofik hipofise yang menyebabkan perluasan melanofora, akibatnya melanofora berkontraksi dan menghasilkan efek tubuh menjadi lebih bercahaya. Percobaan dengan menghilangkan kelenjar pineal (pinealectomized) menyebabkan tubuh katak tersebut tidak bercahaya di tempat gelap. Beberapa amfibi mempunyai pewarnaan yang bersifat protektif (Sukiya, 2005).
Gambar 5 Contoh spesies dari Kelas Amphibi yang Memiliki Berbagai Warna Tubuh Sumber: Hickman, 2006
2.4 Pergantian kulit
Seluruh kulit amfibi terlepas secara periodik. Proses ini berlangsung di bawah kontrol hormon. Lapisan luar kulit tidak hanya satu bagian, tidak sebagaimana pada reptil, teatapi dalm fragmen, meskipun tungkai biasanya utuh dan mengelupas bersamaan. Frrekuensi bergantinya kulit bermacam-macam pada sepesies yang berbeda. Penglupasan kulit pada katak pohon hijau, mungkin terjadi setiap bulan atau lebih (Sukiya, 2005)
11 2.5 Alat gerak (appendages)
Meskipun dipercaya, bahwa ansestor Amphibia mempunyai dua pasang tungkai pentadaktila, ternyata terjadi variasi oleh karena adaptasi untuk hidup di darat, air, arboreal (hidpu di atas pohon) dan di bawah tanah. Semua Caecillia di daerah tropis bertungkai, tubuhnya memanjang (wormlike) dan teradaptasi hidup di liang dengan cara menggali humus atau kayu-kayu yang membusuk (Sukiya, 2005).
Sebagian besar amfibi berekor modern memiliki empat tungkai relatif lemah yang tidak cocok untuk berjalan cepat di tanah. Umumnya, kaki depan memiliki 4 jari dan kaki belakang 5 jari, tetapi pada beberapa sepesies terjadi pengurangan (Sukiya, 2005).
Secara umum katak dan kodok, jumlah jari tungkai depan biasanya 4 buah, tungkai belakang memanjang dan biasanya untuk melompat. Kebanyakan katak dan kodok memiliki 5 jari pada tungkai belakang dan jari tambahan di ketahui sebagai perhaluk pada sisi ventral kaki. Perhaluk ini pada Spadefoot ( katak penggali tanah) berupa tulang-tulang yang tajam yang digunakan menggali, untuk bersembunyi di dalam tanah. Beberapa jenis katak arboreal mempunyai jari lebih lebar dan advise. Meskipun ada sejumlah amfibi bertanduk, tetapi jarang ditemukan jari-jarinya tumbuh kuku kecuali latak di Afrika dan salmander yang hidup di pengunungan (Sukiya, 2005).
Ada berbagai variasi struktur kaki belakang Anura, ada yang berselaput meluas sampai ke jari dan yang lainnya ada tetapi tidak sampai meluas ke jari atau bahkan tidak ada sama sekali. Anura tidak mampu melakukan regenerasi tungkai ataupun jari yang hilang, tetapi pada salamander mampu melakukannya (Sukiya, 2005).
Tetrapoda (berkaki empat, beberapa amphibi) bergantung pada tubuh anggota gerak (appendages) ketimbang dinding tubuh untuk lokomosi. Dengan demikian dinding tubuh tereduksi dan otot-otot appendikularmendominasi. Salamander menggunakan bentuk lokomosi yang relatif tak terspesialisasi yang mengingatkan pada lokomosi bentuk ombak yang dimiliki ikan di sekitar tubuhnya. Salamander terrestrial juga bergerak dengan pola tungkai dan pergerakan tubuh yang mana pergerakan alternatif dari apendages hasil dari kontraksi otot yang melemparkan tubuh pada tikungan untuk memajukan langkah dari tungkai. Sesilia memilikipergerakan seperti akordeon yang mendekatkan bagian-bagian tubuh untuk melakukan gerakan tarik atau dorong ke depan dalam waktu yang sama (Miller & Harley, 2001).
Tungkai belakang yang panjang dan panggul Anura termodifikasi untuk melompat. Tulang dorsal pada pelvis (ilium) memanjang ke depan dan dengan hati-hati melekat pada vertebral column, dan urostyle memanjang ke belakang dan melekat pada
12 panggul. Modifikasi tulang ini mengeraskan setengah dari bagian posterior tubuh Anura. Tungkai belakang yang panjang danbentuk otot yang bertenaga merupakan sistem pengungkit yang efisien untuk melompat. Jaringan penghubung yang elastis dan otot-otot melekat pada pectoral ke tengkorak dan vertebral column, dan berfungsi sebagai peredam kaget untuk pendaratan yang dilakukan dengan tungkai depan (Miller & Harley, 2001).
Selain menunjukkan ciri-ciri keampibiannya, mereka (spesies kelas amphibi) juga menunjukkan beberapa ciri-ciri yang aneh untuk gaya hidup mereka. Salamander merupakan spesies yang paling menunjukkan tipikal ciri-ciri ampibia. Beberapa dari ciri-ciri spesial dari bentuk dewasanya adalah: 1. Tidak memiliki ekor 2. Kehilangan beberapa tulang tengkorak 3. Bagian anterior lidah 4. Tidak adanya tulang-tulang rusuk 5. Leher yang tampak kurang jelas 6. Kaki belakang yang tinggi dan kuat (Lytle & Meyer: 2005).
Selama 25 tahun terakhir, para ahli zoologi telah mendokumentasikan penurunan populasi-populasi amfibia yang cepat dan menghawatirkan di seluruh dunia. Tampaknya terdapat beberapa penyebab, antara lain lenyapnya habitat, penyebaran fungi (kitrid) patogen, perubahan iklim, dan polusi. Faktor-faktor ini dan faktor yang lain tidak hanya mengurangi populasi namun juga menyebabkan kepunahan. Sebuah penelitian tahun 2004 mengindikasikan bahwa sejak 1980, setidaknya spesies amfibia telah punah. Sebanyak 139 spesies lain tidak pernah terlihat sejak saat itu dan dianggap „barang kali punah‟ (Campbell, 2012).
2.6 Sistem Rangka dan Otot Amphibi
Skeleton pada katak terdiri dari tulang utama dan tulang rawan. Skeleton mendukung berbagai bagian dari tubuh, menjaga organ-organ penting seperti otak dan sumsum tulang, serta sebagai pelekatan otot. Skeleton pada vertebrata terdiri dari skeleton tubuh (somatik: skeleton dinding tubuh dan anggota badan) dan skeleton viseral (skeleton dinding faringeal-dimiliki oleh ikan sebagai pendukung insang dan sebagai bagian dari rahang, namun kebanyakan tereduksi pada vertebrata tingkat tinggi). Pada katak, skeleton viseral secara prinsip diwakili oleh apparatus hyoid , adalah tulang kecil dengan struktur yang rawan yang membantu mulut bagian dasar, yaitu di dasar lidah, bagian dari rahang dan laring (Lytle & Meyer: 2005).
Amfibi mempunyai tengkorak yang tebal dan luas secara proporsional, kebalikan dari ikan. Tengkorak amfibi modern mempunyai tulang-tulang premaksila, nasal, frontal, parietal dan skuamos (Sukiya, 2005).
13 Tengkorak katak terdiri dari 3 bagian utama yaitu 1) kranium 2) pasangan kapsul sensori dari telinga, hidung, dan rongga mata yang lebar, 3) skeleton viseral (terdiri dari bagian rahang, apparatus hyoid, dan kartilago laringeal) (Lytle & Meyer: 2005).
Kebanyakan permukaan dorsal dari tubuh Anura tidak seluruhnya tertutup tulang. Bagian dari kondrokanium masih belum mengearas, hanya daerah okspital dan eksoksipitalnya mengeras, dan masing-masing memiliki kondila bertemu dengan vertebrata pertama. Tidak ada langit-langit/ palatum pada amfibi, akibatnya neres internal lebih maju di dalam langit-langit mulut. Di bagian ventral otak di tutupi oleh tulang dermal dinamkan parasfenoid. Gigi ada pada permaksila, maksila, paltine, vomer, parasvenoid, dan tulang dental. Ada beberapa amfibi yang sama sekali tidak memiliki gigi, atau gigi pada rahang bawah mereduksi (Sukiya, 2005).
Kelompok vertebra memiliki 10 tulang belakang (vertebra). Tulang belakang pertama adalah atlas, berhubungan dengan dasar dari tulang tengkorak. Bagian ini tidak memiliki proses atau pergerakan melintang (transversal) dan hanya pergerakan servikal vertebra (leher) di katak. Tulang belakang ketujuh selanjutnya adalah vertebra abdomina (abdomen). Ekor menuju abdomen vertebra adalah sacrum yang luas dengan dua proses atau pergerakan transversal yang kuat yang bergabung dengan ileum (Lytle & Meyer: 2005).
Jumlah ruas tulang pada amfibi bervariasi dari 10 ruas pada salientina sampai 200 pada gymnophiona. Tengkorak bersendi dengan tulang tengkuk, jumlah vertebrata kaudal bervariasi. Pada salientia ada satu elemen vertebra yang mengalami elongasi (memanjang) dinamakan urostile yang memanjang dari sacrum ke ujung posterior pelvis (Sukiya, 2005).
Bangsa amfibia merupakan vertebrata yang pertama mempunyai sternum (tulang dada) tetapi perkembangannya kurang sempurna. Tulang iga hanya pendek dan kurang berkembang sehingga tidak berhubungan dengan sternum seperti yang terjadi pada reptil, burung atau pada mamlia (Sukiya, 2005).
Sebagian besar amfibi mempunyai dua pasang tungkai dengan 4 jari kaki pada kaki depan dan 5 jari pada kaki belakang. Jumlah jari mungkin ada yang berkurang sebanyak dua buah. Tungkai belakang berkurang seperti pada salamander, dan pasangan tungkai tidak ada pada cecillia. Tungkai biasanya tidak mempunyai kuku, tetapi ada semacam tanduk pada jari-jarinya (Sukiya, 2005).
Sistem otot pada amfibi, seperti sistem-sistem organ yang lain, seperti transisi antara ikan dan reptil. Sistem otot pada ikan terpusat pada gerakan tubuh ke lateral, membuka dan
14 menutup mulut serta gill apertura( Operculum atau penutup lubang/ celah ingsang) dan gerakan sirip yang relatif sederhana (Sukiya, 2005).
Sistem otot aksial pada amfibi masih metamerik seperti pada ikan tetapi tampak tanda-tanda perbedaan, sekat horisontal membagi otot dorsal dan ventral, Bagian dari sistem otot epaksial pembagian otot-otot setiap segmen tubuh amfibi. Sedangkan otot hipaksial terlepas atau terbagi dalam lapisan-lapisan kemudian membentuk otot-otot oblique internal dan otot tranversus, Sedangkan otot dermal sangat kurang, Macam- macam gerakan pada amfibi yaitu berenang, berjalan, meloncat atau memanjat, melibatkan perkembangan berbagai tipe otot. Beberapa diantaranya terletak dalam tungkai dan berupa otot-otot intrinsik (Sukiya, 2005).
Air menahan dan mendukung hewan akuatik. Fungsi utama kerangka ikan adalah melindungi organ-organ internal,menyediakan tempat sebagai pelekatan otot, dan mencegah tubuh dari runtuh saat bergerak. Namun, pada vertebrata terrestrial kerangka dimodifikasi untuk memberikan dukungan dalam melawan gravitasi dan harus cukup kuat untuk mendukung otot yang relatif penuh kekuatan untuk menggerakkan vertebrata terrestrial menyusuri daratan. Tengkorak amphibi berbetuk datar, relatif lebih kecil, dan memiliki sedikit elemen tulang daripada tengkorak ikan. Hal ini dapat membantu amphibi saat keluar dari air. Berubahnya struktur rahang dan otot menjadikan vertebrata terrestrial dapat menghancurkan mangsa yang didapatnya di dalam mulut (Miller & Harley, 2001).
Vertebral column pada amphibi termodifikasi untuk mendukung dan agar fleksibel saat di darat. Perilaku ini seperti lengkungan pada jembatan untuk mendukung berat tubuh antara anterior dan posterior pasangan appendages. Proses dukungan ini disebut zygapophyses pada tiap vertebra mencegah tubuh mereka meliuk/ tidak tegak dan kokoh. Tak seperti ikan, amphibi memiliki leher. Tulang belakang pertama adalah cervical vertebra, yang bergerak berlawanan dengan belakang tengkorak dan menjadikan kepala dapat mengangguk secara vertikal.tulang belakang yang terakhir adalah sacral vertebra. Tulang belakang ini melabuhkan panggul pada vertebral column untuk memberikan dukurang tambahan. Piringan ventral tulang, disebut sternum, berada pada daerah anterior ventral batang tubuh dan mendukung tungkai depan serta melindungi organ-organ dalam. Bagian yang ini tidak ada atau tereduksi pada Anura (Miller & Harley, 2001).
Asal-usul tulang vertebrata appendages (tulang anggota gerak) tidak diketahui secara pasti. Namun, kesamaan dalam struktur tulang-tulang appendages amfibi dan tulang-tulang sirip ikan purba sarcopterygian kemungkinan homolog.Sendi pada bahu, pinggul, siku, lutut, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki memungkinkan dapat bergerak bebas dan dapat
15 berkontak langsung dengan substrat. Bagian panggul amfibi terdiri dari tiga tulang (ilium, ischium, dan pubis) yang dengan kuat melekatkan panggul pada vertebral columnar. Tulang-tulang ini ada pada semua tetrapoda, tetapi tidak pada ikan (Miller & Harley, 2001).
Gambar
Gambar 6. Rangka pada Katak Sumber: Hickman, 2006
Gambar 7 Otot pada Katak Sumber: Kotpal, 2007
16 2.7 Sistem Sirkulasi Amphibi
Pada katak, bentuk jantungnya adalah beruang tiga; dan sistem sirkulasi yang menunjukkan dua jalur yaitu sistem divisi untuk menyuplai organ tubuh dan pulmonal divisi untuk membawa darah menuju dan dari paru-paru (Lytle & Meyer: 2005).
Sistem sirkulasi pada amphibi menunjukkan adaptasi yang luar biasa untuk kehidupannya yang terbagi antara habitat akuatik dan terestrial. Pemisahan paru-paru dan sistemik sirkuit dianggap kurang efisien pada amphibi ketimbang ikan. Atrium terbagi secara sebagian pada Urodeles dan terbagi secara sempurna pada Anura. Ventrikelnya tidak memiliki septa. Katub spiral pada conus arteriosus atau pada ventral aorta membantu mengarahkan darah pada paru-paru dan sistemik sirkuit. Sebagaimana yang didiskusikan nanti, pertukaran gas pada kulit pada amphibi, sama baiknya dengan pertukaran gas di paru-paru. Oleh karena itu, darah memasuki jantung bagian kanan hampir sama terisinya dengan baik oleh oksigen dengan darah yang memasuki jantung dari paru-paru! Ketika amphibi benar-benar tenggelam, semua pertukaran gas terjadi di seluruh kulit dan permukaan yang lembab lain dari tubuhnya; leh sebab itu, darah datang dari atrium kanan memiliki oksigen dengan konsentrasi tinggi daripada darah yang kembali pada atrium kiri dari paru-paru (Miller & Harley: 2001).
Sebagian besar amfibi mempunyai masalah untuk mengisi jantung yang menerima oksi dari paru-paru dan darah deoksi yang tidak mengandung oksigenn dari tubuh. Amfibi mengembangkan darahnya ke arah sistem sirkulasi transisional. Dan jantung mempunyai sekat interatria, kantong Vertikular, dan pembagian konus arteriosus dalam pembuluh sistematik dan pembuluh pulmonari.Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan dari sinus venosus kemudian masuk ke sisi kanan ventrikel, dan dari sini di pompa ke paru-paru. Darah yang mengandung oksigenj dari paru-paru masuk ke atrium kiri lewat vena pulmonalis kemudian menuju ke sisi kiri ventrikel untuk dipompa menuju ke seluruh tubuh. Beberapa pengecualian terjadi pada salamander yang tidak mempunyai paru-paru, dan dimana celah interatrial tidak lengkap dan vena pulmonalis tidak ada (Sukiya, 2005).
Kebanyakan pada amfibi pasangan arkus aorta pertama, kedua dan kelima hilang, Arkus aorta keempat merupakan sistem arkus yang menuju ke posterior berupa dorsal aorta. Bagian proksimal dari pasangan keenam arkus aorta kulit diamana aerasi terjadi. Sistem venosus pada amfibi sangat mirip pada paru-paru ikan, kecuali pada vena abdominal masuk sistem portal hepatik ke sinus venosus (Sukiya, 2005).
17 Gambar 8 Jantung pada Katak
Sumber: Kotpal, 2007
2.8 Sistem Pencernaan Amphibi
Kebanyakan amphibia dewasa adalah karnivora yang memakan berbagai varietas dari hewan invertebrata. Diet beberapa Anura, bagaimanapun juga, lebih beragam. Misalnya, bullfrog akan memangsa mamalia kecil, burung, dan anggota Anura lain. Faktor utama yang menentukan apa yang akan amphibia makan adalah berdasarkan ukuran dan ketersediaan mangsa. Hampir semua larva adalah herbivora dan memakan alga serta tanaman lain. Kebanyakan amphibi mencari mangsa mereka dengan mengandalkan penglihatan dan dengan gampang menunggu mangsa hingga lewat. Organ penciuman pada salamander akuatik dan sesilia memainkan peran penting dalam mendeteksi mangsa. Banyak salamander secara relatif tidak terspesialisasi dalam metode makan-memakan mereka. hanya menggunakan rahang mereka untuk menangkap mangsa (Miller & Harley: 2001).
Anura dan Plethodontid salamander, bagaimanapun juga, menggunakan lidah dan rahang dalam mekanisme menjentik dan menangkap mangsa. Lidah yang sesungguhnya baru nampak pada hewan amphibi. Lidah amphibi menempel pada pinggiran depan rahang dan mampu melipat kembali ke mulut bagian bawah. Mukus dan kelenjar buccal yang berada di ujung lidah mengeluarkan sekret yang lengket. Ketika mangsa datang dalam jangkauan, amphibia menekuk lututnya ke depan dan mengeluarkan lidahnya. Lidahnya menjulur panjang, dan rahang bawahnya tertekan. Kepalanya miring menuju servikal vertebranya,
18 yang membantunya melancarkan serangan. Ujung lidahnya menjebak mangsa, kemudian lidah dan mangsanya tadi kembali masuk dalam mulut. Segalanya tadi terjadi hanya dalam 0,05 sampai 0,15 detik! Amphibia menerkam mangsanya dengan cara menekannya dengan gigi pada mulut bagian atas, dan lidah serta otot-otot lain pada mulut mendorong makanan menuju esofagus. Matanya mengarah ke bawah ketika menelan dan membantu dalam mendorong makanan menuju esofagus (Miller & Harley: 2001).
Katak air butuh sedikit kelenjar oral, karena makanan katak berada di air sehingga tidak memerluakan banyak kelenjar mukus dimulut. Kelenjar-kelenjar tersebut berada pada lidahnya yang digunakan untuk menangkap mangsa. Amfibi darat juga memiliki kelenjar intermaksilari pada dinding mulutnya. Beberapa amfibi yang lidahnya tidak dapat bergerak, tetapi sebagian besar bangsa amfibi mempunyai lidah yang dapat dijulurkan keluar ( prostusible tongue ) serta pada katak dan kodok lidah digulung kebelkang bila tidak digunakan. Esofagus pendek dapat dibedakan dari lambung, Usus menunjukan berbagai variasi , pada Celcillia menunjukan ada gulungan kecil dan tidak dibedakan antara usus kecil dan usus besar, pada katak dan kodok terdapat usus yang relatif panjang, menggulung membuka ke kloaka (Sukiya, 2005).
Gambar 9. Rongga mulut pada Katak Sumber: Kotpal, 2007
19 2.9 Sistem Pernafasan Amphibi
Selama tahap larva sebagian besar amfibi bernafas dengan insang. Insang ini bukan tipe internal seperti pada ikan, tetapi insang eksternal.Struktur insang luar adalah filamenous, bertutup epitelium bersilia, umumnya mereduksi selama metamorphosis. Beberapa amfibi berekor, insang luar ini ada selama hidupnya (Sukiya, 2005).
Masalah fisiologis dari metamorphosis amfibi yang berubah dari kehidupan larva akuatik kekehidupan katak dewasa di darat, memang menarik untuk dipelajari. Umumnya pada larva akuatik, kadar hemoglobin lebih rendah sebagai akibat sedikitnya sirkulasi eritrosit sehingga insang lebih efisien, sebab secara umum aktivitas di lingkungan air lebih sedikit dibandingkan di darat (Sukiya, 2005).
Struktur paru-paru pada amfibi masih sederhana. Amfibi yang hidup di air, permukaan dalam dari paru-paru lembut, tetapi sebagian besar dinding paru-paru pada katak dan kodok berisi lipatan alveoli sehingga meningkatkan permukaan pernafasan. Beberapa amfibi dari ordo Caudata memiliki trakhea pendek, disokong oleh kartilago terbagi dalam dua cabang yang membuka kearah paru-paru. Ujung dari trakhea atas diperluas, khususnya pada katak dan kodok, untuk membentuk larink atau voice box (sakusvocalis = kotaksuara), dimana pita suara berada. Pertemuan antara farink dan larink disebut glottis. Pada umumnya udara dipompa ke dalam paru-paru melalui proses yang sederhana. Sebagian besar amfibi bernafas melalui kulit, tetapi salamander ketika dewasa mendapatkan oksigen melalui kulit dan epitelium oral. Oleh sebab itu, berarti kulit harus dijaga kelembabannya. Amfibi darat dalam menjaga kelembaban tubuh ini dilengkapi dengan sejumlah kelenjar rmukus yang didistribusikan dari permukaan tubuh (Sukiya, 2005).
Ga
2.10 Sistem Urogenital Amphibi
Ginjal amfibi, seperti pada ikan sejenis opistonefros. Amfibi berekor ginjalnya berstruktur elongasi seperti pada Elasmobranchiite tapi pada sejenis Anura ada tendensi menjadi pendek. Banyak amfibi sebagian atau seluruh hidupnya berada dalam air, korpus kelrenalis berkembang untuk membantu mencegah pengenceran yang berlebihan dari cairan tubuh. Pembuluh arkinefrik amfibi jantan berupa genital ekskretori. Pembuluh arkinefrik tersebut hanya melekukan transport sperma (Sukiya, 2005).
Bangsa Amphibia, kemihnya telah berkembang daripada yang ditemui pada ikan. Secara umum kandung kemihtersebut hasil dari perluasan ujung pembuluh arkinefrik distal melewati pembuluh ginjal menuju kloaka, dari sini kemudianke penampung urine. Pada amfibi darat, air dari urine yang terkumpul diserap kembali pada waktu tertentu untuk
20 mengimbangi kelembaban kulit yang berkurang. Amfibi yang banyak menghabiskan waktu di dalam tanah, seperti spadefoot toad (Scaphious), dapat menyerap air dari tanah selama tekanan osmotik cairan tubuh lebih tinggi dari pada tegangan air dalam tanah. Berikut ini adalah gambar dari sistem urogenital katak jantan dan katak betina (sumber: kinantan, 2010):
Indung telur pada amfibi berpasangan dan berisi rongga yang didalamnya
berisi getah bening. Oviduk jugaberpasangan meskipun di daerah distal menyatu. Seringkali ujung distal masing-masing oviduk diperluas ke uterus membentuk struktur ovisak sebagai tempat penyimpanan ova secara temporer sebelum dikeluarkan atau untuk perkembangan embrio pada spesies ovoviviparous. Kelenjar yang mengeluarkan jelli untuk melumuri telur-telur biasanya berada di dalam oviduk (Sukiya, 2005).
Testis berpasangan dan berhubungan langsung atau dihubungkan tubulus mesonefrik ke kloaka, tidak ada organ kopulasi spesial.Pada kodok ada suatu struktur yang disebut organ Bidder terletak di anterior setiap testis (Sukiya, 2005)
Gambar 10. Organ-organ Urogenital Katak
2.11 Sistem Saraf dan Indera Amphibi
Sistem saraf amfibi pada dasarrya sama seperti pada ikan.Pusat kegiatan otak berada pada bagian dorsal otaktengah, di mana sel-sel saraf (lapisan abu-abu) terkonsentrasi di dalam tektum. Telencefalon secara alami merupakan bagian penciuman, sehingga memperluas hemisfer cerebral. Lineal body ditemukan pada semua amfibi, tetapi Anura memiliki parietal body atau ujung organ pineal. Karena amfibi bergerak lamban, maka
21 cerebellum sangat kecil kecuali pada Caecilia. Hanya ada 10 saraf kranial. Akar dorsal dan ventral dari saraf spinal bergabung melalui foramen intervertebra (Sukiya, 2005).
Sistem saraf pada amfibi menurut (Jasin,1992) terdiri atas sistem saraf sentral dan system saraf periforium. Sistem saraf sentral terdiri dari : encephalon (otak) dan medulla spinalis. Enchephalon terdapat pada kotak otak (cranium). Pada sebelah dorsal akan tampak dua lobus olfactorium menuju saccusnasalis, dua haemisperiumcerebri atau cerebrum kanan kiri yang berbentuk ooid yang dihubungkan dengan comisure anterior, sedangkan bagian anteriornya bergabung dengan dienchepalonmedialis. Di bagian belakang ini terdapat dua bulatan lobusopticus yang ditumpuk otak tengah (mesenchepalon) sebelah bawahnya merupakan cerebreum (otak kecil). Dibelakang terdapat bagian terbuka sebelah atas yakni medulla oblongata yang berhubungan dengan medulla spinalis dan berakhir di sebelah feliumterminale (Sukiya, 2005).
Gambar 11. Jantung pada Amphibi Sumber : Hickman, 2006
Organ perasa pada amfibi, tidak seperti pada ikan, terbatas pada dinding mulut dan lidah. Khoane internal, apertural nasal berfungsi sebagai penciuman tetapi juga untuk saluran udara. Biasanya epitelium olfaktori lembut dan terbatas pada bagian dorsal nasal. Sturktur olfaktori yang lain pada amfibi adalah organ Jacobson (organ vameronasal). Organ tersebut dipercaya menjadi alat bantu dalam merasakan makanan. Organ ini juga penting dalam tingkah laku reproduksi, karena aksi pertama adalah hewan jantan menyentuh hidung, kepala dan leher betinanya (Sukiya, 2005).
22 Jika diperhatikan bentuk tengkoraknya luas dan datar dengan mulut yang lebar, lubang hidung, dua mata yang mencolok dan membran timpani yang sirkular berada di belakang mata. Batas matanya adalah kelopak mata bawah yang besar dan kelopak mata atas yang tidak mencolok. Kelopak mata ketiga merupakan kelopak dalam yang jernih yaitu membran nictitating , membantu dalam menjaga mata agar tetap lembab ketika katak berada di darat dan juga membantu menjaga mata dari abrasi ketika berada di air (Lytle & Meyer: 2005).
Mata amfibi juga seperti pada Vertebrata lain. Lensa mata tetap dan tidak berubah kecembungnnya untuk jarak pandang yang relatif jauh,mungkin berpindah maju ke depan saat melihat objek yang dekat, dengan akomodasi otot-otot lensa yang kecil. Pupil apertura mungkin vertikal, horizontal, tiga sudut atau empat sudut. Kelopak mata kurang bagus bagi yang di air tetapi berkembang bagus pada sepesies yang hidup di darat. Kelopak bagian bawah biasanya lebih mudah bergerak daripada bagian atas. Karena kornea mata amfibi darat menjadi kering akibat evaporasi, maka perlu di basahi dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar Harderian. Lacrimal atau kelenjar air mata pada amfibi, kurang bagus perkembangannya (Sukiya, 2005).
Parietal dan pinael body berfungsi sebagai fotoreseptor, sensitif terhadap gelombang panjang dan intensitas cahaya, berperan dalam termorgulasi dan orientasi arah. Fotoreseptor pada gelombang panjang juga terdapat pada kulit katak dan salamander (Sukiya, 2005).
Ada berbagai macam alat pendengaran pada amfibi. Salmander dan golongannyatidak punya pendengaran tengah, meski salmander dipercaya dapat mendeteksi vibrasi. Katak dan kodok mempunyai pendengaran tengah dan gendang telinga. Saura di transmisikan dari gendang telinga melaui lubang timpani ke teligna dalam melewati sebuah tulang yang disebut kollumela. Kollumela homolog dengen elemen hiomandibula dari arkus insang pada ikan tulang rawan. Di bagian ventral sakulus pada telinga dalam ventral outpocketing yang di sebut lagena (seperti kohlea mamal), dan diyakini menjadi resepsi vibrasi suara. Linea lateralis ada pada larva amfibi dan bahkan ditemukan pada katak dewasa untuk sepesies katak yang hidup di air. Secra struktural linea lateralis itu seperti pada ikan (Sukiya, 2005).
2.12 Sistem Reproduksi dan Endokrin Amphibi
Fertilisasi berlangsung secara eksternal pada sebagian besar amfibia; jantan memegang erat-erat betina dan menumpahkan spermanya di atas telur-telur yang sedang dikeluarkan oleh betina. Amfibia biasanya bertelur di dalam air atau dilingkungan darat yang lembab. Telur tidak memiliki cangkang dan cepat mengering di dalam udara kering.
23 Beberapa spesies amfibia bertelur dalam jumlah yang sangat banyak di kolam sementara, dan mortalitas telurnya tinggi. Sebaliknya, spesies-spesies yang bertelur dalam jumlah yang relatif sedikit dan menunjukkan berbagai macam pengasuhan anak. Bergantung pada spesies, jantan atau betina, mungkin membawa telur-telurnya di punggung, di dalam mulut, atau bahkan di dalam lambung. Katak-katak pohon tropis terbentuk mengaduk-aduk massa telurnya menjadi jaring-jaring berbuih yang tahan kekeringan. Ada pula spesies ovovivipar dan vivipar yang menyimpan telur-telurnya di dalam saluran reproduksi betina, tempat embrio dapat berkembang tanpa mengalami kekeringan (Campbell, 2012).
Banyak amfibia menunjukkan perilaku sosial yang kompleks dan beraneka ragam, terutama selama musim kawin. Katak biasanya diam, namun jantan pada kebanyakan spesies bersuara untuk mempertahankan wilayah kawinnya atau untuk menarik betina. Pada beberapa spesies, migrasi ke tempat perbiakan tertentu mungkin melibatkan komunikasi suara, navigasi selestial, atau sinyak kimiawi (Campbell, 2012).
Sistem endokrin pada amfibi mirip pada vertebrata tingkat tinggi. Kelenjar paratiroid ada (tidak ada pada ikan), sebagai regulator kalsium dalam sistem endokrin. Kelenjar adrenal, korteks dan medulla bergabung tidak terpisah seperti pada ikan. Kelenjar tiroid tidak hanya mengatur aktivitas metabolsime tubuh tetapi dipercaya sangat penting dalam mempengaruhi periode penglupasan lapisan luar kulit (Sukiya, 2005)
Hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid meregulasi metabolisme pada katak, manusia, dan vertebrata yang lain. Akan tetapi, tiroksin memiliki efek tambahan dan berbeda pada katak, yaitu merangsang resorpsi ekor kecebong dalam metamorfosisnya menjadi dewasa (Campbell, 2012).
24 2.13 Ordo Apoda
Apoda berasal dari kata a artinya tanpa dan podos artinya kaki. Hewan yang tergolong ke dalam ordo ini adalah hewan-hewan amphibia yang tidak mempunyai kaki (kaki tereduksi). Nama lain dari Apoda adalah Caecilian berasal dari bahasa Latin yaitu caecus yang berarti buta. Dinamakan demikian karena matanya tertutup oleh kulit dan dalam beberapa spesies tertutup oleh tulang. Selain kedua nama di atas, di dalam taksonomi digunakan nama Gymnophiona, berasal dari bahasa Yunani gymnos yang berarti terbuka dan ophis yang berarti ular. Dikarenakan organ kaki tereduksi dan tubuhnya bersegmen-segmen, morfologi luar dari Apoda mirip sekali dengan cacing atau ular. Selain kakinya, organ ekor juga mereduksi atau hilang, sehingga tubuhnya memanjang karena disesuaikan pula dengan habitatnya di tanah dengan menggali/membuat sebuah lubang. Kisaran panjang tubuh antara 90-1.600 mm.
Walaupun mata hewan-hewan ini tereduksi, namun Apoda mempunyai tentakel (sensori) untuk membantunya hidup di dalam tanah atau air. Letak tentakel ini bervariasi, antara lubang hidung dan matanya yang tidak berkelopak. Fase hidup yang bersifat aquatik adalah saat larva. Setelah dewasa hidup di tanah dengan menggali lubang. Namun beberapa spesies ada pula yang hidup di air (Genus Typhlonectes, Atretochoana, dan Potomotyphlus) sehingga tubuhnya dilengkapi sirip kecil untuk membantu berenang. Penampakan seperti ini sangat mirip dengan belut. Selain itu apoda tidak memiliki membran tympanum untuk alat bantu pendengaran, tidak seperti kebanyakan amfibi.
Tubuh Apoda bersegmen-segmen, setiap segmen yang berbentuk seperti cincin disebut annuli. Penampakan seperti ini menjadikan apoda mirip dengan cacing tanah. Annuli pada apoda dibedakan menjadi annuli sekunder dan tersier. Pada bagian post tubuhnya, ekor membentuk bagian tubuh yang sangat kecil dibandingkan bagian yang lainnya. Bahkan, pada beberapa spesies tubuhnya tiba-tiba berakhir pada terminal tumpul. Famili dari apoda yang masih memiliki ekor dianggap lebih primitif dari pada yang ekornya telah tereduksi.
Ukuran tubuh Apoda bervariasi, apoda terkecil yang pernah dikenal adalah Idiocranium russeli dari Kamerun. Ukuran spesies ini yang paling besar yang pernah ditemukan adalah 14,4 cm. Namun seekor Idiocranium russeli betina pun telah bertelur saat panjang tubuhnya hanya 9 cm. Apoda terpanjang yang pernah ditemukan berukuran 151,5 cm yaitu Caecilia thompsoni.
25 Gambar 12. Herpele multiplicata
Sumber: Hickman, 2006 a. Tengkorak Apoda
Tengkorak Apoda memiliki susunan dan bangunan yang kuat dan berat. Hal ini disesuaikan dengan fungsi kepalanya untuk menggali dan mendorong tanah. Oleh karena itu struktur tulang pada tengkoraknya saling menyatu. Di samping sensorinya yang membuka, tengkorak kebanyakan spesies apoda beratapkan tulang-tulang yang tebal. Kondisi ini disebut stegokrotaphy. Tetapi beberapa spesies apoda masih mempertahankan tengkorak yang bagian temporalnya membuka, kondisi ini disebut zygokrotaphy. Apoda yang tengkoraknya bersifat demikian dianggap lebih primitif. Semakin berkurang jumlah tulang pada tengkorak pada ordo ini, maka dianggap merupakan famili yang lebih maju.
b. Mata
Semua apoda mempunyai organ mata, tetapi sangat tereduksi dan tertutup oleh kulit atau tulang. Mungkin karena hidupnya pada liang-liang tanah, matanya telah merosot ke berbagai bagian kepala, setiap spesies berbeda. Beberapa spesies, seperti Ichthyophis sp., memiliki mata di permukaan agak dangkal sementara spesies lain seperti Herpele dan Gegeneophis punya mata di bawah tulang tengkorak dan bahkan memiliki soket mata yang digantikan oleh tulang. Studi perbandingan morfologi menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan mata tertutup dengan kulit atau tulang bersamaan dengan hilangnya modifikasi lensa dan retina. Namun, retina dan saraf optik tetap utuh sehingga kemungkinan bahwa sebagian besar mata Apoda masih mampu melakukan photoreception. Apabila cahaya terang mereka akan bersembunyi begitu sebaliknya. Namun Apoda tidak mampu mendeteksi gerakan visual.
c. Tentakel
Tentakel sensori kecil terdapat di kedua sisi kepala antara mata dan lubang hidung. Pada kebanyakan spesies, tentakel menonjol melalui lobang di tengkorak sementara pada spesies lain tidak demikian. Famili Scolecomorphidae terkenal karena memiliki tentakel
26 dekat dengan mata. Tentakel adalah struktur yang kompleks dari berbagai bentuk, termasuk jaringan saraf, otot, saluran, dan kelenjar dan diperkirakan berfungsi dalam chemoreception.
d. Mulut, Gigi dan Otot Rahang
Mulut apoda terletak di bagian agak bawah dari kepala (subterminal). Morfologi mulut ini disebut countersunk dan dianggap sebuah adaptasi untuk menggali. Apoda yang paling primitif masih memiliki mulut terminal. Pada masing-masing rahang terdapat dua baris gigi, baris sebelah dalam dan luar. Ukuran giginya bervariasi dan bentuknya tergantung pada spesies. Semua vertebrata darat, kecuali Apoda, memiliki satu set otot penutup rahang. Apoda memiliki dua set otot (adductors jaws dan otot-otot interhyoideus) dan ini dianggap sebagai adaptasi untuk mempertahankan posisi rahang agar tetap tertutup rapat saat menggali.
e. Nuchal Collars
Di belakang kepala terdapat dua struktur anatomis yang saling berhubungan yaitu nuchal collars, yang berbeda tiap spesiesnya. Bentuknya agak mirip dengan clitellum cacing tanah. Alur yg berhubung dengan nuchal pertama menandai perbatasan posterior tengkorak dan menandai kedua pembagian antara dua nuchal. Alur yang berhubung dengan kuduk ketiga menandai batas antara kedua nuchal yang berhubung dengan seluruh tubuh. Pada beberapa spesies terkadang sulit untuk membedakannya karena adanya lipatan dermal tambahan sepanjang permukaan dorsal.
f. Kulit Apoda
Seperti amfibi lainnya, Apoda memiliki kelenjar racun di kulit meskipun potensi racun tersebut belum banyak dikenal. Akan tetapi yang berbeda dari Apoda dibanding amphibi lainnya adalah sisiknya yang berada di bawah permukaan kulit. Sisik terdiri dari serabut kolagen yang tertutup oleh mineralized nodul. Ini dapat ditemukan dalam lipatan dan alur-alur kulit dan biasanya semakin ke arah posterior jumlahnya semakin meningkat. Selain itu, Caecilia sp. punya tipe sisik sekunder yang tertanam ke dalam jaringan ikat subdermal. Reproduksi
Sesilia merupakan satu-satunya ordo amfibi yang pembuahannya internal. Sesilia jantan memiliki organ mirip penis, disebut phallodeum, yang dimasukkan ke kloaka betina selama 2 sampai 3 jam. Sekitar 25% spesies sesilia ovipar (bertelur); telurnya itu dijaga oleh betina. Pada beberapa spesies, sesilia sudah bermetamorfosis saat menetas; yang lain menetas menjadi larva. Larvanya tidak sepenuhnya hidup di air, namun menghabiskan waktunya di tanah dekat air. 75% spesies vivipar, yang artinya mereka melahirkan anak yang sudah berkembang. Janinnya diberi makan dalam tubuh betina dari sel-sel oviduk, yang mereka makan dengan gigi pemegang khusus. Spesies Boulengerula taitanus yang bertelur memberi
27 makan anaknya dengan mengembangkan lapisan luar kulit yang kaya akan lemak dan nutrisi yang dikuliti anaknya dengan gigi yang serupa. hal ini memungkinkan mereka tumbuh sepuluh kali lipat beratnya dalam seminggu. Kulit itu dimakan tiap tiga hari, waktu yang diperlukan lapisan baru untuk tumbuh, dan anak itu diamati hanya makan pada malam hari. Dulu anak muda itu dianggap hidup dari caiarn sekresi dari ibunya. Beberapa larva seperti larva Typhlonectes, lahir dengan insang luar yang besar yang hampir segera tanggal. Ichthyophis bertelur dan diketahui menunjukkan sifat merawat anak dengan ibu menjaga telur-telurnya hingga menetas.
Gambar 13. Herpele multiplicata sedang Mengerami Telurnya Sumber: Hickman, 2006
2.14 Ordo Urodella
Ordo Urodela (Oura yang berarti ekor dan Delos yang berarti jelas) mencakup amfibi berekor, sekitar 553 spesies salamander. Salamander terdapat di hampir semua daerah beriklim sub tropis dan mereka melimpah dan beragam di Amerika Utara. Salamander terjadi juga di daerah tropis tengah dan utara Amerika Selatan. Salamander biasanya kecil, salamander Amerika Utara memiliki panjang kurang dari 15 cm dan Japanese giant salamanders memiliki panjang melebihi 1,5 m. Salamander adalah hewan karnivora baik sebagai larva dan dewasa, biasanya memangsa cacing, arthropoda kecil, dan moluska kecil (Hickman et al, 2006)
28 a. Siklus Hidup
Salamander hidup air atau darat sepanjang siklus hidupnya, fase larva hidup di air dan pada saat dewasa hidup di terestrial dan berada di tempat-tempat yang lembab. Fertilisasi pada salamander merupakan fertilisasi secara internal (Hickman et al, 2006)
Gambar 14 siklus hidup salamander Sumber: Hickman et al, 2006
Gambar 15: siklus hidup salamander Sumber: Hickman et al, 2006
29 b. Klasifikasi Urodella
Tabel 2. kalsifikasi dari kelas Urodella Sumber: Khanna (tanpa tahun)
30 2.15 Ordo Anura
Anura, yang berjumlah sekitar 5.420 spesies, lebih terspesialisasi untuk bergerak di daratan daripada Urodela. Katak dewasa menggunakan kaki belakangnya yang kuat untuk melompat-lompat di lapangan. Katak menangkap serangga dan mangsa yang lain dengan menjulurkan lidahnya yang panjang dan lengket, yang melekat ke bagian depat mulut. Katak menunjukkan berbagai macam adaptasi yang membantunya untuk menghindari pemangsaan oleh predator yang lebih besar. Kelenjar-kelenjar kulitnya menyekresikan mukus yang tidak enak atau bahkan berbisa. Banyak spesies yang beracun memiliki warna cerah, yang tampaknya diasosiasikan dengan bahaya oleh para predator. Katak-katak yang lain memiliki pola-pola warna yang dapat menyamarkan mereka (Campbell, 2012).
Ordo Anura (An=tanpa, oura=ekor) atau Salientia termasuk sekitar 3.500 spesies katak dan kodok. Anura hidup di hampir lingkungan tropis, kecuali di lintang atas dan di beberapa kepulauan laut.sedikit beberapa di temukan di daerah kering berpasir. Fase dewasanya tidak memiliki ekor, dan ekor vertebra bergabung menjadi struktur mirip tangkai yang disebut urostyle. Kaki belakangnya panjang serta berotot dan diakhiri dengan kaki berselaput (Miller & Harley: 2001).
Anura memiliki kehidupan sejarah yang beragam. Fertilisasinya hampir selalu dilakukan secara eksternal, dan telur-telur serta larva-larvanya bertipikal akuatik. Fase larvanya disebut kecebong (berudu),mempunyai perkembangan ekor yang baik. Tubuh gemuk mereka tidak berlengan (bertungkai, berkaki) sampai mendekati akhir dari masa larvanya. Tidak seperti bentuk dewasanya, bentuk larva bersifat herbivora dan memiliki proteinaceous, yaitu struktur bagian tubuh yang serupa dengan paruh yang digunakan untuk makan. Larva Anura mengalami metamorfosis yang drastis dan cepat dari bentuk larva hingga bentuk tubuh dewasa (Miller & Harley: 2001).
Perbedaan antara katak dan kodok lebih merujuk pada sisi vernakular (kebiasaan) daripada dilihat dari sisi ilmiahnya. Kodok biasanya merujuk pada Anura dengan kulit yang lebih kering dan berkutil (tidak halus) yang lebih terrestrial daripada anggota lain dari Ordo Anura ini. Beberapa jumlah taxa dengan kekerabatan jauh memiliki karakteristik ini. “Kodok benar” atau “kodok sejati” menjadi milik famili Bufonidae pada Ordo Anura (Miller & Harley: 2001).
Katak dan kodok, pada kategori ini, menunjukkan kepala menyatu dengan badan dan tidak memiliki leher. Dua pasang anggota tubuh berkembang dengan baik, sehingga ekstremitas posterior disesuaikan untuk melompat. Kaki berselaput dan disesuaikan untuk
31 berenang. Katak dan kodok adalah vertebrata pertama yang memiliki pita suara untuk produksi suara. Larva anura atau kecebong memiliki kepala dan tubuh menyatu menjadi satu. Metamorfosis mengakibatkan hilangnya insang dan digantikan dengan paru-paru, ekor terdegradasi dan diga tikan oleh kaki (Khanna, tanpa tahun).
Ciri-ciri dari katak adalah :
Katak memiliki tidak lebih dari sembilan tulang di depan sakrum, dan 3-4 tulang belakang sakrum menyatu menjadi urostyle.
Pada masa dewasa anura tidak memiliki ekor.
Katak juga memiliki radio-ulna, yang merupakan radius menyatu dan ulna (tulang lengan bawah), dan tibio-fibula, tibia menyatu dan fibula (tulang betis).
Pada pergelangan kaki katak terdapat tulang tibiale dan fibulare yang juga kenal sebagai astragalus dan calcaneum.
Katak juga memiliki fase kehidupan yang berbeda disebut sebagai kecebong (Khanna, tanpa tahun).
Meskipun tidak ada perbedaan ilmiah antara katak dan kodok. Pada katak yang hidup di air, sebagian besar berkulit halus dan memiliki kaki belakang yang panjang untuk melompat, sedangkan yang hidup di darat memiliki kulit berkutil kering, dan kaki belakang lebih pendek untuk melompat. Anura memiliki banyak habitat, mulai dari gurun gersang ke daerah pegunungan ke daerah-daerah rawa hutan hujan tropis. Suhu dan pengaturan air sangat penting untuk amfibi pada umumnya, dan anuran pada khususnya. Menjadi ectothermal, katak dan kodok tergantung pada suhu lingkungan untuk regulasi suhu tubuh. Di musim dingin, katak mengurangi aktivitas. Di sisi lain, mereka menghindari panas pada musim panas di daerah tropis, dengan tetap berada di bawah tanah selama siang hari dan aktif di malam hari (Khanna, tanpa tahun).
Anura juga rentan terhadap hilangnya kelembaban tubuh karena kondisi yang sangat panas atau kering. Di daerah beriklim sedang, anura menjaga kulit agar tetap lembab. Selain itu, kulit yang permeabel memberikan kemampuan pada katak untuk menyerap air. Sebaliknya katak di daerah kering memiliki kulit kedap air, sehingga mencegah penguapan yang cepat dan dehidrasi. Katak menutupi tubuh mereka dengan lendir atau berada di dalam tanah untuk menghindari panas. Perkembangbiakan katak dipicu oleh perubahan suhu dan curah hujan. Selama musim kawin, ribuan katak mungkin berkumpul. Katak jantan menarik pasangannya dengan mengeluarkan suara (Khanna, tanpa tahun).
32 Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae, Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae. Adapun penjelasan mengenai kelima famili tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bufonidae
Famili ini sering disebut kodok sejati. Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar dan berbintil, terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat pematang di kepala. Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacara diapophisis melebar, Bufo mempunyai mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi. Tungkai belakang lebih panjang dari pada tungkai depan dan jari-jari tidak mempunyai selaput. Fertilisasi berlangsung secara eksternal.
Famili ini terdiri dari 18 genera dan kurang lebih 300 spesies. Beberapa contoh famili Bufo yang ada di Indonesia antara lain: Bufo asper, Bufo biporcatus, Bufo melanosticus dan Leptophryne borbonica. ( Eprilurahman, 2007)
Gambar 16: Bufo melanostictus b. Megophryidae
Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada umumnya famili ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga pergerakannya lambat dan kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal. Hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu terdapat alat mulut seperti mangkuk untuk mencari makan di permukaan air. Adapun contoh spesies anggota famili ini adalah Megophrys montana dan Leptobranchium hasselti. ( Eprilurahman, 2007)
33 Gambar 17: Megophrys montana
c. Ranidae
Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping. Tungkai relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk membantu berenang. Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil. Gelang bahu bertipe firmisternal. Pada kepala tidak ada pematang seperti pada Bufo. Mulutnya lebar dan terdapat gigi seperti parut di bagian maxillanya. Sacral diapophysis gilig. Fertilisasi secara eksternal dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri dari 36 genus. Adapun contoh spesiesnya adalah: Rana chalconota, Rana hosii, Rana erythraea, Rana nicobariensis, Fejervarya cancrivora, Fejervarya limnocharis, Limnonectes kuhli, Occidozyga sumatrana.( Eprilurahman,2007).
34 d. Microhylidae
Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif panjang dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan mandibulanya, tapi beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili ini diurnal, maka pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya firmisternal. Contoh spesiesnya adalah: Microhyla achatina. ( Eprilurahman, 2007)
Gambar 19:Microhyla achatina e. Rachoporidae
Famili ini sering ditemukan di areal sawah. Beberapa jenis mempunyai kulit yang kasar, tapi kebanyakan halus juga berbintil. Tipe gelang bahu firmisternal. Pada maksila terdapat gigi seperti parut. Terdapat pula gigi palatum. Sacral diapophysis gilig. Berkembang biak dengan ovipar dan fertilisasi secara eksternal. ( Eprilurahman, 2007).
35 KESIMPULAN
1. Amfibi mempunyai 3 ordo, yaitu: 1. Katak dan bangkong (ordo Anura), 2. Salamander dan kadal aur (newt) (ordo Urodela), 3. Sesilia (ordo Apoda), yang merupakan hewan seperti cacing dan tanpa kaki. Karena tidak mempunyai kulit dan telur yang kedap air, maka tak ada satu amfibia pun yang dapat menyesuaikan sepenuhnya dengan keadaan daratan
2. Hewan yang tergolong ke dalam ordo Apoda adalah hewan-hewan amphibia yang tidak mempunyai kaki (kaki tereduksi). Ordo Urodela (Oura yang berarti ekor dan Delos yang berarti jelas) mencakup amfibi berekor. Ordo Anura mencakup golongan amphibi yang tidak berekor.
3. Contoh dari Ordo Apoda adalah Herpele multiplicata. Contoh dari Ordo Urodella adalah Desmognathus sp. Contoh dari ordo Anura adalah Microhyla achatina
36 DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2012. Biology. New York : Mc. Graw Hill Companies, Inc.
Company. New York.
Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata Jilid I. Armico: Bandung.
Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book
Eprilurahman, R. 2007. Keanekaragaman Berudu Anggota Ordo Anura di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Herpetologi 2007. Bogor.
Hickman, C.P., Robert, L.S., Keen, S.L., Larson, A., I‟Anson, H., Eisenhour, D.J. 2006. Integrated Principle of Zoology Fourteenth Edition. New York: McGraw-Hill Higher Education
Jasin, M. 1984. Zologi Vertebrata. Armico. Bandung.
Khanna, Monisha. Animal Diversity: Chordata. New Delhi: University of Delhi Kimball, J.W. 1988. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Lytle, C.F and Meyer, J.R. 2005. General Biology. New York : Mc. Graw Hill Higher Education.
Miller, S.A & Harley, J.P. 2001. Zoology 5th Edition. New York : Mc. Graw Hill Companies, Inc.
Radiopoetro. 1996. Biologi. Jakarta : Erlangga