• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGELOLA SISTEM MANAJEMEN QHSE YANG EFEKTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGELOLA SISTEM MANAJEMEN QHSE YANG EFEKTIF"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MENGELOLA SISTEM MANAJEMEN QHSE YANG EFEKTIF

Sistem Manajemen ideal adalah terintegrasinya sistem manajemen mutu, keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan. QHSE Management System merupakan istilah yang lebih populer di suatu perusahaan. Ini menjadi framework (kerangka kerja) menerapkan suatu sistem didalam perusahaan. Secara konseptual sistem manajemen integrasi QHSE menjadi koridor dalam menerapkan semua proses manajemen di perusahaan.

REALISASI PRODUK

CUSTOME

R

REQUIREMENTS

CUSTOME

R

SATISF

ACTION

QHSE

Management System

Implementasi sistem manajemen terintegrasi QHSE yang efektif adalah di seluruh proses manajemen perusahaan dan menjadi framework bagi efektifitas suatu sistem manajemen.

1. Peran Sistem Manajemen Di Perusahaan

Banyak perusahaan dalam menjalankan usahanya mengandalkan kemampuan individu yang sangat tergantung kepada profesionalitas personal. Loyalitas, integritas dan moralitas dipertaruhkan perusahaan dalam menggulirkan roda bisnisnya. Beruntung suatu perusahaan tetap bisa bertahan bahkan berkembang dengan metoda ini mengingat sumber daya manusia yang menjadi pengelola roda manajemen bisa diandalkan. Lain halnya bila sumber daya manusia pendukung roda bisnis berorientasi pada materialistis berlebihan, sehingga selalu merasa kurang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya banyak peluang pemanfaatan celah ”Comfort Zone” yang secara tidak langsung menguntungkan bersangkutan di posisi masing masing. Waktu, biaya, efektifitas, dan banyak lagi kerugian yang dialami perusahaan akibat pengelolaan manajerial yang kurang memadai.

”Comfort Zone” (Zona Nyaman) sudah sangat merajalela khususnya di Indonesia. Sebagian besar orang berharap besar pada kemapanan di area kerja. Sangat berbahaya dan merupakan problem yang sangat serius mengingat gejala inipun muncul di kalangan generasi muda yang seharusnya masih banyak energi yang harus dikeluarkan dalam menggali dan membangun profesionalisme dalam bekerja, namun kenyataannya banyak yang mengharapkan bisa masuk dan bekerja sebagai pegawai negeri dengan jaminan masa tua yang jelas menurut mereka. Berbondong bondong bagi lulusan pergurun tinggi maupun menengah atas untuk merebut peluang ini dengan anggapan terjaminnya masa

(2)

depan mereka. Luar biasa fenomena pencarian ”Comfort Zone” berlangsung sejak usia dini, bahkan sebelum mereka bekerja.

Didalam perusahaan sebagian besar sumber daya manusia yang bekerja di semua lini menghendaki ”Comfort Zone” ini. Dari pengalaman penulis dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen di perusahaan hampir 80% perusahaan yang akan mengadopsi sistem ini hanya sekedar memperoleh sertifikasi. Sumber daya manusia yang harus disediakan oleh perusahaan sebagai pengelola manajemen seperti dipersyaratakan oleh sistem manajemen mempunyai tingkat awareness (kepedulian/kesadaran) yang rendah sekali. Pentingnya sistem manajemen sebagai framework manajemen di setiap proses hanya menambah beban administrasi saja. Luar biasa fenomena aktual yang terjadi.

Dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen biasanya yang sibuk hanya tim pengembang saja, itupun karena mendapat penugasan dari manajemen. Diluar tim ini sangat tidak peduli bahkan selalu menghindar bila diperlukan dalam memberikan inputan terkait proses bersangkutan. Beberapa komentar ekstrim meluncur dengan ringan ”Yang sekarang ada aja lancar koq, sistem baru nambahin ribet aja...”. Kenyataan di lapangan seperti itu.

Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan tentang pentingnya sistem manajemen di perusahaan adalah sebagai berikut :

a. Sistem Manajemen sangat membantu Jajaran Manajemen dalam mencapai target.

b. Sistem Manajemen membutuhkan komitmen yang tinggi dari lini atas hingga bawah.

c. Energi yang dibutuhkan dalam menerapkan sistem manajemen adalah energi positif. Energi positif diterjemahkan ”Top Down Leadership” dan ”Bottom Up Leadership” di semua lini pada masing masing fungsi dan tingkatan.

d. Sistem Manajemen bermanfaat dalam mengefektifkan sistem yang ada dengan pola siklus Plan-Do-Check-Act yang sudah teruji.

e. Sistem Manajemen memprioritaskan ”Tahapan Pencapaian” dibanding ”Target” dengan kata lain kita memantau proses pencapaian suatu target dengan konsisten pada dokumen (prosedur, instruksi kerja, standar), data dan record hasil pengukuran, bukan fokus langsung pada target. Dengan sistem maka target pasti tercapai.

Proses Produksi

Sistem QHSE (Dokumen, Data, Record) Sistem QHSE (Dokumen, Data, Record)

Output

(Produk)

Input

(3)

Sistem Manajemen QHSE Fokus memantau pada pencapaian tahapan proses, yang secara langsung akan mengurangi deviasi atau penyimpangan target parsial pada tahapan proses sehingga kegagalan produk bisa dikurangi sedini mungkin.

Sistem Manajemen menghilangkan ketergantungan manajemen perusahaan kepada personal. Ketersediaan sistem manajemen menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan pada konsistensi sumber daya manusia terhadap standar yang sudah ditetapkan. Sistem yang sudah ditetapkan menjadi acuan implementasi siapapun pelaksananya.

2. Pengelolaan Sistem Manajemen

Didalam persyaratan sistem manajemen QHSE menyatakan bahwa manajemen harus memastikan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen. Sumber daya mencakup sumber daya manusia, keahlian, sarana operasional, teknologi dan keuangan.

Peran, tanggung jawab dan kewenangan harus ditentukan, didokumentasikan, dikomunikasikan guna memfasilitasi sistem manajemen yang efektif.

Manajemen Puncak organisasi harus menunjuk satu orang atau lebih Wakil

Manajemen tertentu yang tidak tergantung pada tanggung jawab lainnya. Peran, tanggung Jawab dan Wewenang Wakil Manajemen adalah :

a. Memastikan sistem manajemen QHSE ditetapkan, diterapkan, dipelihara dan ditingkatkan sesuai persyaratan standar internasional ISO 9001, OHSAS 18001 & ISO 14001.

b. Melaporkan Kinerja Manajemen QHSE kepada Manajemen Puncak untuk dikaji dan diberikan rekomendasi peningkatan.

Dalam penerapannya, Wakil Manajemen sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem manajemen. Wakil Manajemen harus mempunyai akses yang luas disemua proses manajemen pada semua fungsi dan tingkatan dalam memastikan bahwa sistem diterapkan, dipelihara dan ditingkatkan sesuai persyaratan standar ISO 9001, OHSAS 18001 dan ISO 14001. Agar memudahkan dalam mengakses sistem maka kewenangan mutlak diperlukan yang diberikan oleh Manajemen Puncak. Hal ini sangat berpengaruh agar tidak terjadi konflik secara horizontal sesama tingkatan pada struktur organisasi perusahaan. Pada kenyataannya memang diperlukan tingkatan jabatan yang memadai agar penerapan sistem manajemen lebih efektif.

(4)

Struktur Organisasi Existing

Direktur

Manager

Manager

Manager

Struktur Organisasi + Wakil Manajemen

(Lebih Efektif)

Direktur

Manager

Manager

Manager

Wakil Manajemen

Keterangan :

: Jalur Akses Kewenangan Wakil Manajemen dalam memastikan sistem manajemen ditetapkan, diterapkan, dipelihara dan ditingkatkan di semua fungsi dan

tingkatan pada perusahaan. : Struktur Organisasi Normal

Banyak perusahaan memberikan tanggung jawab sebagai wakil manajemen dengan jabatan rangkap kepada salah satu manager yang mempunyai tugas utama dalam kesehariannya. Dengan pertimbangan agar lebih efektif dengan memanfaatkan posisi yang ada dalam struktur organisasi sehingga multifungsi. Pada kenyataannya, tanggung jawab rangkap ini sangat mempengaruhi kinerja sistem manajemen yang diharapkan mampu mengefektifkan sistem, namun yang diperoleh adalah selalu terjadi inkonsistensi implementasi.

(5)

Sistem Manajemen mempersyaratkan bahwa sistem harus ditetapkan, diterapkan, dipelihara dan ditingkatkan. Wakil Manajemen mempunyai peran dalam memastikan existensi sistem ini sebagai berikut :

1. Level-1 Wakil Manajemen harus memastikan bahwa sistem manajemen ditetapkan. Artinya wakil manajemen mempunyai tugas untuk meyakinkan keseluruhan sistem ini sudah ditetapkan oleh yang berwenang.

2. Level-2 Wakil Manajemen harus memastikan bahwa sistem manajemen diterapkan. Artinya wakil manajemen mempunyai tugas untuk meyakinkan keseluruhan sistem diterapkan secara konsisten di semua proses manajemen pada masing-masing fungsi dan tingkatan. Metoda yang digunakan adalah Internal Audit.

3. Level-3 Wakil Manajemen harus memastikan bahwa sistem manajemen dipelihara. Artinya wakil manajemen mempunyai tugas untuk meyakinkan keseluruhan sistem dipelihara dengan menjaga keterbaruan sistem (selalu updates).

4. Level-4 Wakil Manajemen harus memastikan bahwa sistem manajemen ditingkatkan. Artinya wakil manajemen mempunyai tugas untuk meyakinkan keseluruhan sistem ditingkatkan secara berkelanjutan.

Peran Tanggung Jawab dan Wewenang Wakil Manajemen dalam hal ini sangat memegang peranan penting. Dari data aktual yang ada, banyak perusahaan dalam hal ini Manajemen Puncak tidak memahami pentingnya Wakil Manajemen. Hasil yang didapatkan adalah

sistem manajemen yang ada hanya sebagai pelengkap, memenuhi persyaratan sertifikasi. Intinya sistem yang ada hanya sebagai ”Atribut Kartu Nama” saja, pemborosan dan sia-sia belaka. Dan data Badan Sertifikasi memberikan kesimpulan dari hasil survey terhadap banyak perusahaan yang sudah bersertifikasi di seluruh dunia bahwa tidak lebih dari 48% perusahaan yang konsisten dan sinergis dengan sistem manajemen standar internasional ISO 9001, OHSAS 18001 dan ISO 14001. Sisanya mereka mengeluarkan energi ganda untuk menjalankan perusahaan dengan sistem sendiri dan sibuk untuk memenuhi persyaratan standar ini bila menghadapi audit badan sertifikasi.

Pengelolaan sistem manajemen QHSE yang tidak efektif diakibatkan oleh beberapa hal berikut :

1. Wakil Manajemen tidak pernah memastikan bahwa sistem yang ada ditetapkan oleh pejabat berwenang secara keseluruhan. Sebagian besar dokumen yang belum ditetapkan ditemukan berdasarkan temuan audit. Wakil Manajemen tidak mempunyai waktu untuk peran ini. Wakil Manajemen sebagian besar tidak memfasilitasi proses manajemen didalam perusahaan terkait keberadaan dokumen yang wajib dipenuhi.

2. Wakil Manajemen sebagian besar tidak memfasilitasi penerapan sistem yang ada pada proses manajemen di perusahaan. Konsisten tidaknya sistem yang diterapkan oleh proses bersangkutan menjadi tanggung jawab masing-masing, sehingga proses pencapaian terhadap standar yang ditetapkan berpotensi mengalami penyimpangan yang fatal, bahkan secara keseluruhan tidak diterapkan oleh suatu proses menjadi hal yang biasa. Wakil Manajemen kembali lagi mengalami masalah serupa yaitu tidak ada waktu untuk memastikan konsistensi implementasi ini. Kesibukan wakil manajemen yang sekaligus menjabat sebagai salah satu posisi dalam perusahaan menjebak tanggung jawab beliau sebagai wakil manajemen dengan rutinitas harian sebagai pekerjaan utama.

3. Wakil Manajemen sebagian besar tidak melakukan pengelolaan sistem manajemen hingga level-3 yaitu memelihara sistem. Energi beliau sama sekali dihabiskan pada pekerjaan utama.

(6)

4. Wakil Manajemen sebagian besar tidak mampu menembus level-4 yaitu meningkatkan sistem secara berkelanjutan. Sangat kritis dan hampir semua perusahaan tidak masuk pada zona ini.

Jadi sudah sangat jelas bahwa pengelolaan sistem manajemen diperlukan peran dari wakil manajemen yang optimal dan tidak bisa hanya sebagai tugas sambilan. Begitu sia-sianya sistem manajemen yang sudah diadopsi namun tidak berfungsi, pemborosan dan buang buang energi.

Sekali lagi bahwa Wakil Manajemen harus mampu memastikan bahwa sistem manajemen ditetapkan, diterapkan, dipelihara dan ditingkatkan. Kemampuan atau kompetensi yang dimiliki pun harus mampu menjembatani Jajaran Manajemen Puncak sebagai Pengusaha dan Pelaksana Operasional Proses Bisnis di perusahaan pada semua fungsi dan tingkatan.

Wakil Manajemen paling efektif adalah bila dalam struktur organisasi perusahaan tidak mempunyai tanggung jawab lainnya selain mengelola sistem manajemen.

Bila Wakil Manajemen sudah berperan optimal sebagaimana mestinya, hal ini akan menjadi tolak ukur keberhasilan perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya. Kinerja Manajemen QHSE yang selalu mengutamakan peningkatan berkelanjutan menjadi fasilitas Manajemen Puncak dalam mengukur operasional perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, Wakil Manajemen akan selalu berupaya memberikan kinerja manajemen yang optimal dalam mencapai visi perusahaan dan Jajaran Manajemen Puncak akan lebih fokus dalam upaya mengembangkan perusahaan dan mencari peluang baru dalam bisnis yang akan datang.

3. Kepedulian Terhadap Sistem Manajemen

Kepedulian terhadap sistem manajemen menjadi masalah serius hingga saat ini. Sebagian besar karyawan perusahaan dari level terbawah hingga manajemen puncak masih belum memahami bahwa sistem manajemen akan sangat membantu dalam pencapaian proses suatu kinerja yang dikoridori oleh kebijakan manajemen QHSE. Fokus kepada kepuasan pelanggan, memantau activity plan dalam mencapai target yang ditetapkan dan mengurangi kegagalan produk, mencegah kecelakaan kerja dan dampak lingkungan yang berpotensi akan terjadi.

Bagaimana meningkatkan kepedulian dalam mengelola sistem manajemen pada semua fungsi dan tingkatan ? Kuncinya hanya satu ”Komitmen”. Komitmen dibangun sejak dari tingkat terbawah hingga Manajemen Puncak. Komitmen dibina melaui ”Top Down Leadership” dan ”Bottom Up Leadership”. Dan yang paling memegang peranan penting adalah “Bottom Up Leadership”, karena ini adalah “Self Leadership”. Untuk membangun Self Leadership diperlukan komitmen yang kuat dan outputnya adalah “Energi Positif”.

Energi positif yang ideal adalah terbentuknya “Excellent Behavior”. Frame Excellent Behavior adalah Quality Behavior, Health Safety Behavior dan Environment Behavior. Jadi yang diharapkan oleh Excellent Behavior (Perilaku Unggul) adalah profesioanisme kita yang diwujudkan dengan berperilaku unggul dengan selalu mengutamakan kualitas, keselamatan dan lingkungan. Mindset kita adalah QHSE Behavior dalam mengelola pekerjaan di semua fungsi dan tingkatan.

(7)

Excellent Behavior ini akan saling berinteraksi diantara karyawan sehingga membentuk Iklim Kerja Unggul (Excellent Working Climate). Pada zona inilah pertemuan sinkronisasi Budaya Perusahaan dan Perilaku Unggul.

MEMBANGUN KEPEDULIAN SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN

Banyak perusahaan mengalami masalah yang sama dalam hal membangun kepedulian terhadap sistem manajemen perusahaan yang ada. Top Manajemen mempunyai visi yang tidak pernah tercapai setelah sekian lama menerapkan sistem manajemen yang handal berstandar internasional. Rutinitas pekerjaan membelenggu para manager dalam menjawab KPI (Key Performance Indicator) yang sudah ditetapkan melalui ”Performance Management Tools” yang ada.

Sebuah survey yang dilakukan oleh lembaga independen terhadap konsistensi implementasi sistem manajemen di berbagai perusahaan menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan menjalankan roda bisnisnya dengan tetap pada metoda ”Conventional Management”, padahal mereka sudah bersertifikasi standar internasional pada sistem manajemennya. Sistem Manajemen mengalami stagnasi dan belum bersinergi secara konsisten dengan visi dan misi perusahaan.

Setelah sekian lama dikaji terkait permasalahan yang timbul di hampir banyak perusahaan, salah satunya adalah ”Management System Awareness” (Kepedulian Terhadap Sistem Manajemen Perusahaan).

Dari banyak pengamatan dan kajian di berbagai industri, saya akan membahas bagaimana membangun kepedulian terhadap sistem manajemen perusahaan dari sudut pandang ”Corporate Culture” yang ada di suatu perusahaan. Sebelum saya menuangkan dalam sebuah buku tentang bagaimana mengelola dan membangun ”Corporate Culture” yang akan dituangkan dalam ”Corporate Culture Management”, ada baiknya ini menjadi wacana kita dalam menelaah pentingnya kepedulian dalam interaksinya dengan sistem manajemen perusahaan terintegrasi yang efektif dan efisien.

Konsep Fundamental ”Company Macro Business”

Suatu perusahaan harus menentukan arah bisnis dalam upaya mencapai visi yang sudah ditetapkan serta menindaklanjuti misi bisnis yang dituangkan dalam “Global Strategic Planning” secara corporate maupun “Operational/Business Unit Strategic Planning”.

(8)

Corporate Vision

Integrated Performance Management Tools

Integrated Management System (Quality-Health & Safety-Environment)

Integrated Management Policy

Integrated Management Policy Corporate Policy

Corporate Policy

Operation / Business Unit Strategic Planning

Global Strategic Planning

Corporate Mission

Fundamental Concept of Integrated Company Macro Business

Integrasi Sistem Manajemen Mutu, Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan sebagai “vehicle management” dalam menjalankan roda bisnis perusahaan yang efektif dan efisien. Sistem Manajemen Terintegrasi ini akan menghilangkan ketergantungan terhadap ”Personal Management Style” yang selama ini menjadi tolak punggung kesinambungan perusahaan. ”Key Person” dalam bisnis sangat rentan terhadap kelangsungan operasional perusahaan pada era globalisasi dewasa ini, mengingat seringnya terjadi pembajakan profesional dalam dunia bisnis dan perdagangan bebas.

(9)

Kehandalan ”Key Person” dalam perusahaan hanya terjadi pada beberapa orang, dan tentunya Top Manajemen berpikir keras dalam menjaga keharmonisan horizontal agar yang bersangkutan selalu membina integritas serta loyalitas pada perusahaan. Di lain pihak sebagian karyawan menjalani rutinitas pekerjaan sebagai suatu kewajiban tugas yang harus dicapai sesuai target KPI yang sudah ditetapkan.

Membangun ”Awareness” (Kepedulian) terhadap Sistem Manajemen Perusahaan

Dalam skema diagram alir “Fundamental Concept of Integrated Company Macro Business” sistem manajemen bertindak sebagai kendaraan dalam menjalankan roda bisnis operasional perusahaan. Kebijakan Manajemen (Management Policy) sebagai frame atau koridor dalam menentukan dan mencapai kinerja (performance).

Hal ini belumlah memadai dalam menggulirkan sistem manajemen yang menuntut bergulirnya secara berkesinambungan dalam meningkatkan kinerja (performance). Potensi inkonsistensi dalam implementasi dan memelihara kecukupan, kelengkapan, keefektifan sistem manajemen selalu dipertanyakan dalam setiap verifikasi lembaga terkait.

Mengkaji permasalahan diatas, dipandang perlu bukan hanya adanya kebijakan manajemen sebagai “Performance Management Frame”, namun perlu dibangun “Corporate Policy” (Kebijakan Perusahaan) yang didalamnya memuat jiwa perusahaan (Corporate Soul) sebagai identitas dan karakter perusahaan.

Corporate Policy = Corporate Culture + Management Policy

(Kebijakan Perusahaan = Budaya Perusahaan + Kebijakan Manajemen)

Corporate Culture yang akan dibentuk menyangkut ”Individual Character Change” yang melibatkan seluruh jajaran pada masing-masing fungsi dan tingkatan manajemen perusahaan.

Pembentukan budaya perusahaan tidaklah semudah kita mengembangkan sistem manajemen. Suatu perusahaan bisa jadi tidak akan pernah terbentuk budaya perusahaan sepanjang perjalanan bisnis mereka. Indikator yang bisa dijadikan parameter adalah tingginya tingkat ”Turn Over” karyawan dalam periode waktu yang singkat. Seringnya timbul gejolak demonstrasi menuntut perbaikan kompensasi dan beberapa indikator lain yang menjadi perhatian serius bagi manajemen perusahaan.

(10)

Top Down Leadership

Bottom Up Leadership

Excellent

Corporate Culture

Excellent Working

Climate

Excellent

Behaviour

Interaksi Energi Pembentukan Budaya

Unggul Perusahaan

Integrated

Performance

Management

(11)

Corporate Culture Management

1. Performance (Management & Behavior Culture) Gap Analysis

2. Corporate Commitment

3. Brainwashing “Corporate Culture Management”

4. Work Shop “Corporate Culture Assessment”

5. Identify Source of Culture Building

6. Corporate Culture Performance Assessment & Control

7. Corporate Culture Needs & Global Strategic

8. Establish Performance Objective & Target, Corporate Culture Value

9. Roles Responsible & Authority

10. Soft Competency, Awareness

11. Communication & Visual Management

12. Reward, Recognition & Punishment

13. Performance Monitoring & Measurement

14. Behavior & Corporate Cultural Verification

15. Corporate Culture Review

Tahapan pembentukan Corporate Culture bisa memberikan kontribusi pemikiran bagi manajemen dalam membangun dan membentuk kepedulian terhadap perusahaan dan sistem manajemen perusahaan.

Dengan harapan menjawab sedikit wacana yang selama ini tidak pernah terpecahkan, maka saya sebagai ”Partner” perusahaan rekan rekan manajemen sekalian, membuka kesempatan untuk menggali lebih jauh permasalahan yang dialami terkait pembentukan kepedulian serta budaya perusahaan.

Data dan fakta dari rekan rekan manajemen sekalian akan menjadi bahan analisa yang sangat berguna bagi saya dalam upaya menkaji interaksi di semua sektor industri bagi semua pihak bila kiranya kompleksitas permasalahan disampaikan secara berkesinambungan.

Semoga wacana ini bermanfaat bagi semua pihak dengan segala kekurangan dan keterbatasan, karena kesempurnaan adalah milik Yang Maha Kuasa. Terima Kasih...

(12)

MEMBANGUN KEPEDULIAN SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN

”EXCELLENT BEHAVIOR”

Membangun kepedulian (Awareness) dibagi menjadi dua bagian. Pertama membangun kepedulian terhadap mutu-keselamatan kesehatan kerja-lingkungan serta membangun kepedulian terhadap sistem manajemen. Kajian terbentuknya kepedulian berangkat dari ”individual character” yang diharapkan mempunyai perilaku pada tingkat ”Perilaku Unggul” (Excellent Behavior).

Sangat menarik bila kita melihat dari sudut pandang personal karakter, mengingat setiap individu mempunyai ”basic character” yang beragam. Inipun menjadi perhatian dalam pengembangan sistem manajemen perusahaan yang sudah mengkaji bahwa sumber daya manusia menjadi asset perusahaan dengan mengedepankan Peran, Tanggung Jawab dan Wewenang dalam pengelolaan sistem di perusahaan.

Beberapa pakar sumber daya manusia sudah mempopulerkan ”Brainware Management” dalam mengelola sumber daya manusianya. Aset ini menjadi sangat signifikan mengingat pola bisnis global yang menuntut profesionalisme yang handal dari setiap sumber daya manusia terkait di perusahaan. Namun seberapa jauh respon yang segera ditindaklanjuti berkenaan dengan tuntutan ini, masih menjadi dilema bagi banyak perusahaan yang menjadikan karyawan belum sebagai sumber daya strategis dalam mengelola roda bisnis perusahaannya.

Bagi banyak perusahaan yang belum mengedepankan sumber daya manusia sebagai aset signifikan perusahaan, maka sebagai katalis akselerasi pembentukan ”Perilaku Unggul” tergantung pada diri kita sendiri.

Perusahaan sebagai Fasilitator Pembentukan ”Perilaku Unggul”

Bila suatu perusahaan akan membentuk karyawan yang mempunyai integritas, loyalitas, motivasi, profesional dan banyak lagi sesuai visi perusahaan bersangkutan, maka beberapa hal yang dijadikan acuan akan sangat membantu sebagai berikut ini.

1. Terpenuhinya Human Needs

Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan mendasar dalam menjalani kehidupan sehari hari yang ideal. Pembagian kebutuhan ini kita sebut ”Human Needs” yang konon memegang peranan penting dalam membentuk perilaku unggul seorang karyawan.

a. Primary Human Needs (Fisiological Needs)

Kebutuhan primer manusia mencakup kebutuhan terpenuhinya sandang, pangan dan papan.

(13)

b. Secondary Human Needs (Psychological Needs)

Kebutuhan sekunder manusia mencakup rasa selamat, aman dan nyaman. Perasaan selamat muncul bila ia sudah mendapatkan perlindungan dari sekitarnya yang memadai tanpa kekhawatiran terjadinya incident dan accident. Perasaan aman muncul bila ia sudah mendapatkan perlindungan terhadap criminal, gangguan fisik dan psikis. Perasaan nyaman muncul bila ia sudah mampu menyalurkan hobi, penyegaran jiwa dan raga serta interaksi dengan sesama komunitas.

c. Tertiary Human Needs (Psychological Needs)

Kebutuhan tersier manusia mencakup aktualisasi diri, penghargaan diri dan pemenuhan kebutuhan akan jabatan atau strata.

Bila ”Human Needs” terpenuhi, maka kecenderungan manusia untuk mengeksplorasi kemampuan diri dengan lebih optimal. Energi internal yang ada akan terfokus pada peningkatan keahlian, kemampuan dan pemberdayaan sumber daya yang ada.

”Reward, Recognition dan Punishment” yang diterapkan suatu perusahaan akan cenderung terpenuhi karena ketergantungan karyawan pada pemenuhan kebutuhan yang tinggi. Seorang karyawan merasa khawatir akan kehilangan posisi, jabatan atau status sosialnya bila ia tidak mentaati seluruh ketentuan yang sudah ditetapkan perusahaan bersangkutan.

Kondisi ini sangat menguntungkan perusahaan bila akan menerapkan suatu misi strategis yang memerlukan integritas, loyalitas, dorongan motivasi yang kuat dalam menggulirkan rencana kerja. Hampir 75% energi positif yang berasal dari internal diri karyawan sudah mencerminkan keberhasilan pencapaian.

2. Terpenuhinya Komitmen Top Manajemen

Suatu perusahaan membutuhkan komitmen yang kuat dari Top Manajemen. Pola ”Top Down Leadership” yang diterapkan pimpinan puncak perusahaan sangat membantu terhadap akselerasi pembentukan budaya kerja karyawan.

Fakta di lapangan, komitmen ini berpotensi inkonsistensi dalam tindak lanjut berkesinambungan. Banyak sekali Top Manajemen adalah ”Pimpinan” perusahaan bukan ”Pemimpin” perusahaan. ”Pimpinan” berasal dari penunjukkan perusahaan terhadap seseorang yang dianggap mampu menjalankan roda bisnis perusahaan. Tapi, ”Pemimpin” berasal dari pengakuan lingkungan sekitar yang mengedepankan kemampuan individu dalam mengayomi, mengelola, mengarahkan dan membina lingkungannya. Seorang pemimpin yang baik akan mampu menelurkan banyak pemimpin, sehingga orang yang ada dibawah bimbingannya minimal bisa mengaktualisasikan dalam memimpin diri sendiri (Self Leadership Building).

Bila “Self Leadership” sudah terbangun maka iklim yang terbentuk adalah ”Team Leadership”. Selanjutnya tanpa disadari iklim yang yang ada cenderung membentuk “Organizational Leadership”. Kondisi ini yang diharapkan terbina dalam menggulirkan “Top Down Leadership” yang berasal dari kuatnya komitmen manajemen puncak.

Komitmen Top Manajemen ini memegang peranan penting bagi peningkatan motivasi manajemen lini tengah dalam mengelola program yang akan ditindaklanjuti.

(14)

Individu sebagai Fasilitator Pembentukan “Perilaku Unggul “ (Managing Soft Skill)

Mengelola Soft Skill (Keahlian Soft) menjadi kunci utama sebagai pembentuk ”Perilaku Unggul” individu. Pada kenyataannya, sebaik apapun sistem manajemen yang diterapkan perusahaan akan banyak menghadapi kendala karena belum terbentuknya ”sense of belonging” (rasa memiliki) dari masing masing individu didalamnya. Output kepedulian (Awareness) yang diharapkan oleh manajemen tidak pernah ditemui dengan optimal. Kesibukan dan rutinitas kerja membelenggu setiap karyawan dalam memenuhi KPI yang ditetapkan terkait proses terkait saja. Berawal dari permasalahan ini, berbagai metoda yang dikembangkan sama sekali tidak mumpuni. Apa yang harus dilakukan oleh manajemen ?

Pada dasarnya manusia mampu mengelola potensi dirinya secara alamiah. Namun, sumber yang harus digali masih belum dipahami dengan tepat. Kita sebagai individu yang notabene adalah karyawan di suatu perusahaan menjadi kunci utama. Iklim kerja yang terbentuk di dalam suatu lingkungan kerja mencerminkan energi yang dipancarkan dari setiap induvidu dalam berienteraksi antar sesamanya.

Untuk membentuk “Excellent Behavior” (Perilaku Unggul) dalam diri kita berawal dari niat kita dalam menjalani proses hidup. Problematik sekitar kita harus mampu disiasati dengan optimal agar output diri yang diharapkan memancarkan energi positif.

Dalam mengelola potensi diri perlu dikembangkan metoda yang tepat dalam “Managing Individual Soft Skill” melalui pengelolaan kemampuan intelektual, emosional dan spiritual yang terintegrasi. Harmonisasi ketiganya menjadi kata kunci dalam menumbuhkan ”spirit of life” yang proporsional.

1. Intelectual Soft Skill

Kemampuan intektual setiap individu dibangun sejak kita mengenyam pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Kemampuan analisa, berpikir praktis, rasional, ”problem solving”, knowledge, science dan keterkaitannya dengan penggunaan pikiran adalah output yang diharapkan. Hasil yang ingin dicapai adalah bila implementasi pengelolaan pekerjaan kita berada pada posisi ”High Performance Management Achievement”.

Beberapa kelompok masyarakat memandang kemampuan intektual itu datang dengan sendirinya melalui aktualisasi yang bersangkutan dalam analisa logika. Kenyataannya bahwa knowledge itu harus ditingkatkan melalui pendidikan baik formal maupun informal. Kesimpulan sementara bahwa kita harus selalu mengasah kemampuan intektual dalam upaya membangun analisa logika yang proporsional.

2. Emotional Soft Skill

Kemampuan emosional setiap individu juga memegang peranan sangat penting. Beberapa pakar manajemen mengemukakan bahwa bila kita terlalu mengedepankan kemampuan intelektual, maka tingkat keberhasilannya maksimal 20% saja untuk mencapai jenjang kesuksesan dalam membina jenjang karir atau peluang usaha. Intinya ada kemampuan lain yang harus dibangun terkait pengembangan kemampuan diri yang optimal.

(15)

Pentingnya membangun kemampuan emosional dalam diri kita mengingat peranan yang begitu besar delam menjalin interaksi horizontal dengan berbagai kalangan. Output yang diharapkan berupa pemahaman kebutuhan orang lain dan lingkungan sekitar terhadap permasalahan ”Human Needs”.

Kalo kita kaji bahwa ”Human Needs” adalah kebutuhan dasar dari setiap individu, maka keberhasilan memahami Human Needs oarang lain adalah tolak ukur diterimanya kita dalam menjalin hubungan yang lebih mendalam. Kepercayaan yang tumbuh dari orang lain (Kolega kita) adalah peluang kita dalam mengeksploitasi kebutuhan lainnya terkait jalinan kerjasama yang saling menguntungkan.

Kemampuan inilah yang kita kenal dengan ”Emotional Soft Skill” setiap individu. Tingkat keberhasilan kita dalam mengelola kemampuan emosional sungguh mencengangkan. Hampir 70% kerjasama usaha, pengembangan bisnis global, membangun perusahaan yang handal selalu mengedepankan kemampuan emosional yang unggul.

3. Spritual Soft Skill

Kemampuan spiritual setiap individu menjadi tanggung jawab masing-masing individu yang hakiki. Namun, ini menjadi salah satu yang memegang peranan penting sebagai koridor pengembangan kemampuan intektual dan emosional. Dewasa ini pengembangan kemampuan spritual dilakukan secara parsial, sehingga dalam implementasi keseharian kecenderungan ritual belaka. Rutinitas kewajiban yang dijalankan sama sekali tidak berinteraksi dalam pengembangan kemampuan yang lain, akhirnya stagnasi kebuntuan psikologis selalu dijabarkan secara rasional. Hasil akhir pencapaian keberhasilan hingga level top manajemen mempunyai kecenderungan tak terbatas. Hal inilah yang harus kita kelola terkait kemampuan kita mengantisipasi permasalahan kehampaan jiwa.

Mengelola soft skill terintegrasi sangat dibutuhkan dewasa ini agar arah pencapaian akhir menjadi jelas dan sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan kita dalam mengelola Intelektual-Emosional-Spiritual Soft Skill yang terintegrasi akan menghasilkan energi positif yang muncul dalam diri kita. Beberapa mengenal sebagai ”Inner Beauty”. Beberapa mengenal sebagai pancaran energi yang selalu mengedepankan ”Positive Thinking”. Semuanya benar adanya bahwa inti dari kesinergisan pengelolaan soft skill adalah ”Energi Positif”.

Dalam pembuktian, energi positif yang dipancarkan seseorang akan menghasilkan respon positif dari seseorang yang dihadapinya. Dalam beberapa kajian, para pakar manajemen sempat melakukan telaahan terhadap pancaran energi positif terhadap air. Akhir- akhir ini hasil telaahan terhadap air memberikan kesimpulan bahwa ternyata air dapat merespon energi positif dari lingkungan sekitarnya. Secara ilmu pengetahuan, para pakar mendefinisikan adanya bentukan kristal Hexagonal pada air sebagai respon positif yang ideal.

Telah beredar air dengan kandungan ”Hexagonal Crystal” digunakan sebagai media alternatif penyembuhan dalam upaya meregenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi berfungsi normal. Luar biasa...

Tubuh kita, menurut para ahli bahwa hampir 70% mengandung air sebagai unsur pembentuk tubuh. Bila kita mampu mengelola jiwa kita dengan didasari kemampuan

(16)

mengelola Soft Skill seperti diatas, maka output yang keluar dalam aktualisasi tubuh adalah ”Inner Beauty” yang pada dasarnya ”Excellent Personality-Excellent Behavior”.

Bila tubuh kita memancarkan energi positif yang diaktualisasikan dalam ”Inner Beauty”, maka seseorang yang kita hadapi akan merespon dengan positif karena kandungan air yang ada didalam tubuhnya juga kecenderungan membentuk kristal hexagonal.

Bagaimana membentuk energi positif ini sebagai cikal bakal terbentuknya ”Excellent Behavior” memerlukan pengelolaan khusus. Semoga rekan-rekan semua tertarik dalam pengembangan selanjutnya.

Semoga wacana ini bermanfaat bagi semua pihak dengan segala kekurangan dan keterbatasan, karena kesempurnaan adalah milik Yang Maha Kuasa. Terima Kasih...

Salam Perubahan....

Referensi

Dokumen terkait

75 dilihat dari total luasannya maka, ketiga kecamatan ini masih memiliki luas hutan mangrove yang paling banyak, namun jika diperhatikan masing-maisng luasan

Memenuhi amanah Munas ke tujuh serta AD dan ART PP BNI, Tim Formatur melakukan penjaringan para calon Pengurus dan calon Dewan Penasehat didasarkan atas data authentic dan valid

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga proposal tugas akhir dengan judul “Analisa Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Pada

menunjukkan bahwa sumber informasi yang paling banyak digunakan responden yang memiliki perilaku baik mengenai perawatan organ reproduksi adalah orang tua sejumlah

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pemijahan Ikan Maskoki (Carrasius.. auratus) dengan Menggunakan

Pasal 3 Dengan Mengingat Ketentuan-Ketentuan Dalam Pasal 1 dan 2 Pelaksanaan Hak Ulayat dan Hak-Hak Yang Serupa Itu Dari Masyarakat- Masyarakat Hukum Adat ,

Hasil penelitian yang dilakukan pada 84 responden didapatkan hasil yang memiliki kategori tinggi dalam melakukan penyalahgunaan minuman keras yaitu 42 orang (50%) data

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu dan keamanan ikan asin kering (teri dan sepat) yang beredar di berbagai pasar Bandar Lampung meliputi