• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK TUMBUHAN AKAR TUBA (Derris elliptica L.) TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN LELE(Clarias gariepinus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK TUMBUHAN AKAR TUBA (Derris elliptica L.) TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN LELE(Clarias gariepinus L.)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK TUMBUHAN AKAR TUBA (Derris elliptica L.) TERHADAP

DAYA TETAS TELUR IKAN LELE(Clarias gariepinus L.)

Yeni sri wati11),Dr.Ramadhan Sumarmin2),Ria Kasmeri1) 1. Prodi Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

2. Jurusan Biologi FMIPA UNP Padang

Email. jeni_sri@yahoo.com ABSTRAK

The exertion of fresh water fish (Clarias gariepinus L.) must back up supply in quality and quantity. The hatching egg process, effects by water quality. Akar tuba plant is a traditional as a fish chater in river and the river have exertion of a fresh water fish. This research aimed to find out effect of akar tuba extract (Derris

elliptica L.) cathfish to hatchibility. The research was conducted January-February in Zoology laboratory of

Biology FMIPA UNP. The research used completelly randomized design with 4 treatment and 6 replication. The treatment is A/control (0,000%), B (0,002%), C (0,003%) and D (0,004%) akar tuba extract. The parameter observed hacht of egg to larva after 2 days in incubation. The data analisys by ANOVA and continued by LSD. The result show that akar tuba extract desreases of hatch of egg a fresh water fish in treatment C (79,17%) (p<0,05) and not significant to normal larva and abnormal larva.

Key Word: Derris elliptica L., Daya tetas, Clarias gariepinus L.

PENDAHULUAN

Tumbuhan akar tuba ( Derris elliptica L.) merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai peracun ikan. Tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) yang berpotensi sebagai biopestisida ini selain dijumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia juga terdapat di Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik (Novian, 2004).

Tumbuhan akar tuba ini memiliki kandungan rotenone (C23H22O6), rotenone ini

sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida) sehingga menyebabkan ikan atau serangga bisa dikendalikan. Serangga bisa dikendalikan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan. Disamping rotenone sebagai bahan bio aktif utama, bio aktif lain yang terdapat pada tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) adalah

deguelin, elliptone, dan toxicarol (Kardinan,

2000).

Kandungan rotenone pada tumbuhan akar tuba (Derris elliptica) sangat bermanfaat, senyawa ini banyak digunakan dalam bidang pertanian sebagai bioinsektisida yang aman digunakan oleh petani dan dapat pula digunakan sebagai larvasida ngengat (Plutella xyclostella L.) (Yoon, 2006 dan Visetson, 2001). Ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica) dapat pula bermanfaat sebagai tanaman pembunuh nyamuk (Kardinan, 2009).

Air merupakan media paling vital dalam pertumbuhan ikan. Suplai air yang memadai akan memecahkan permasalahan pada pembudidayaan ikan secara intensif. Selain itu kualitas air yang memenuhi syarat juga menjadi kunci dalam keberhasilan pembudidayaan. Air juga merupakan tempat hidup berbagai organisme mulai dari yang berukuran kecil sampai yang ukuran besar (Suin, 2002). Manusia membutuhkan air dalam jumlah besar untuk berbagai kebutuhan hidupnya yang dapat di manfaatkan dalam banyak hal. Perairan darat seperti sungai, waduk, empang, rawa, dan lain sebagainya memiliki banyak manfaat jika dikelola dengan baik oleh masyarakat sekitar perairan.

Salah satu sumber air yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah sungai. Sungai juga menjadi ruang sosial yang cukup representatif bagi masyarakat karena bisa digunakan untuk mandi, mencuci dan mencari ikan untuk kebutuhan rumah tangga sebagai sumber penghasilan. Sungai bahkan menyediakan pasokan air yang cukup penting bagi sektor pertanian dan perkebunan.

Pencemaran air akibat pemakaian tumbuhan akar tuba yang sering digunakan masyarakat untuk menangkap ikan. Apabila hal ini sering terjadi akan menimbulkan dampak negatif pada perairan berupa ancaman terhadap organisme perairan. Perubahan kualitas air yang terjadi

(2)

karena racun tumbuhan akar tuba yang bisa menyebabkan kematian organisme air termasuk ikan.

Lele merupakan salah satu ikan budidaya air tawar yang sangat populer. Produksi budidaya meningkat tajam, karena luasnya pasar bagi lele. Lele disukai konsumen karena berdaging lunak, sedikit tulang, sedikit berduri, dan memiliki harga yang murah. Dari sisi budidaya, lele relatif tidak memerlukan banyak perawatan dan memiliki masa tunggu panen yang singkat.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 sampai selesai di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 perlakuan dengan 6 kali ulangan. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam atau analisis of varian (ANOVA) dari analisis ini akan diketahui ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap variabel terikat, jika Fhitung >

Ftabel maka dilanjutkan dengan uji lanjut BNT

(Beda Nyata Terkecil) dengan perbedaan signifikan 0,05 (Sastrosupadi, 2000).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquarium dengan ukuran panjang 20 cm X lebar 20 cm X tinggi 10 cm, wadah plastik,

aerator, pengatur infus, water stone, pop slamo,

selang penyambung, simpang tiga (separator), kuas kecil, alat tulis, jarum suntik, sendok plastik kecil, dempul (vitrex), jaring kecil, botol Winkler, Erlenmeyer 250 ml, pH meter stick, indikator, gelas ukur, untuk mengukur kandungan DO dan BOD air digunakan alat Digital OxiDirect L Ovibond.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) sebanyak 480 butir, air, tissu, kertas label, larutan indikator Lovibond dan larutan stok tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Daya Tetas Telur Ikan Lele (Clarias gariepinus L.)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap daya tetas telur ikan lele yang diberi perlakuan larutan ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil persentase daya tetas telur ikan

lele pada berbagai perlakuan larutan

ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris

elliptica L.). Perlakuan (t) Rata-rata daya tetas (%) A 88,33a B 81,67ab C 79,17b D 74,17b

Pada Tabel 3. dapat diketahui terjadinya penurunan persentase daya tetas telur ikan lele sejalan dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Pada perlakuan A (kontrol) nilai daya tetasnya (88,33%) dan pada perlakuan B (81,67%), perlakuan C (79,17%) dan perlakuan D (74,17%). Berdasarkan uji statistik analisis varian (ANOVA) menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap nilai daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) karena Fhitung > Ftabel

(4,35 > 3,10). Pada tabel 3 didapat nilai daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) pada perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan B,C, dan D, sedangkan pada perlakuan B nilai daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan C dan D. Dari keseluruhan nilai daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) pada penelitian ini menunjukan terjadinya penurunan daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.) sejalan dengan peningkatan konsentrasi larutan ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.).

Penetasan merupakan saat terakhir masa

pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya seperti pada saat telur baru keluar dari tubuh induk dan bersentuhan dengan air. Ada dua hal yang terjadi, pertama selaput chorion akan terlepas dari selaput vitelin karena masuknya air kedalam telur sehingga terjadi suatu ruang yang terdapat antara chorion dan selaput vitelin, ruangnya dinamakan ruang perivitelin. Effendi (1978) menyatakan bahwa masuknya air kedalam telur disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis dan imbibisi kuning telur. Kedua adalah mengerasnya selaput chorion, waktu yang diperlukan untuk pengerasan chorion tergantung ion calcium yang terdapat dalam air. Menurut Hoar (1975) dalam Effendi (1978) telur yang ditetaskan dalam air mengandung calcium chloride 0,0001 M, selaput chorionnya akan lebih keras pada telur yang ditetaskan di air suling.

(3)

Penetasan juga terjadi karena kerja mekanik disebabkan karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya atau embrio lebih panjang dari lingkungan dalam cangkangnya dan kerja enzimatik yaitu enzim atau zat kimia lainya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal didaerah pharink embrio. Semakin banyak larutan ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris

elliptica L.) yang digunakan akan mengganggu

kerja enzim chorionase dalam mereduksi chorion sehingga menjadi lunak (Lagler et al. 1962).

Jumlah telur yang mampu menetas menjadi nener seiring dengan kenaikan konsentrasi perlakuan ekstrak tumbahan akar tuba (Derris

elliptica L.) menunjukkan bahwa ekstrak

tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) bersifat toksik terhadap embrio apabila diberikan pada tahap penetasan telur ikan lele (Clarias

gariepinus L.). Menurut Effendi (1978) pada

waktu akan menetas kekerasan chorion telur ikan akan menurun. Hal ini memungkinkan mudahnya ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) masuk kedalam telur yang sedang berkembang. Kematian embrio didalam telur kemungkinan disebabkan oleh zat aktif rotenone pada ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris Elliptica L.) yang masuk bersamaan dengan masuknnya air pada permukaan kuning telur.

2. Larva Normal Ikan Lele (Clarias

gariepinus L.)

Rata-rata persentase larva normal terhadap larutan ekstrak tumbuhan akar tuba yang memperlihatkan pembedaan antar perlakuan. Hasil perhitungan persentase rata-rata larva normal dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil persentase rata-rata larva normal dengan pemberian larutan ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.). Perlakuan (t) Rata-rata normal

(%)

A 98,96

B 98,14

C 97,85

D 97,83

Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa rata-rata larva normal tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu (98,96%) dan larva normal terendah pada perlakuan D yaitu (97,83%). Berdasarkan uji statistik analisis varian (ANOVA) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap nilai larva normal karena

Fhitung < Ftabel (0,13 < 3,10). Pada perlakuan A

(kontrol) nilai rata-rata larva normal (98,96%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan B (98,14%), perlakuan C (97,85%), dan perlakuan D (97,83%). Jadi dari penelitian ini menunjukan terjadinya penurunan larva normal ikan lele (Clarias gariepinus L.) sejalan dengan peningkatan konsentrasi larutan tumbuhan ekstrak akar tuba (Derris elliptica L.).

Pada perlakuan A, B, C dan perlakuan D dengan pemberian ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap larva normal, walaupun tidak berpengaruh tetapi menurunkan jumlah larva normal, menurunnya jumlah larva normal disebabkan oleh permeabilitas dari selaput jelly akibatnya masuknya cairan kedalam ruang perivitelin menjadi tidak terkendali. Akar tuba memiliki zat aktif rotenone yang bersifat racun kontak serta rotenone cukup beracun untuk serangga dan kehidupan laut termasuk ikan (Robinson, 1991). Ciri-ciri larva ikan normal pada penelitian meliputi bentuk badan embrio yang lurus, ekor yang lurus, kantung kuning telur yang tidak pecah dan bergerak aktif. Hal ini didukung oleh Puspasari (2000) menyatakan bahwa ciri-ciri larva ikan normal ditandai dengan memiliki bentuk tubuh yang lurus, bergerak aktif dan tidak terdapat pembengkakan kuning telur.

3. Larva Abnormal Ikan Lele (Clarias

gariepinus L.)

Rata-rata persentase larva abnormal terhadap larutan ekstrak tumbuhan akar tuba dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil persentase rata-rata larva

abnormal dengan pemberian larutan ektrak tumbuhan akar tuba (Derris

elliptica).

Perlakuan (t) Rata-rata normal (%)

A 1,04

B 1,86

C 2,15

D 2,17

Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa rata-rata larva abnormal tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu (2,17%) dan larva abnormal terendah pada perlakuan A yaitu (1,04%). Berdasarkan uji statistik analisis varian (ANOVA) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap nilai larva abnormal karena Fhitung < Ftabel (0,18 < 3,10).

(4)

Pada perlakuan A (kontrol) nilai rata-rata nilai abnormal (1,04%) lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan B (1,86%), perlakuan C (2,15%), dan perlakuan D (2,17%). Jadi dari lele pada penelitian ini menunjukan terjadinya peningkatan larva abnormal ikan lele (Clarias gariepinus L.) sejalan dengan peningkatan konsentrasi larutan ekstrak tumbuhan tuba (Derris elliptica L.).

Pada perlakuan A,B,C dan perlakuan D dengan pemberian ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) dalam penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah larva abnormal, walaupun tidak berpengaruh tetapi meningkatkan larva abnormal, meningkatnya larva abnormal karena membran vitelin larva tidak mampu menyerap energi dengan sempurna sehingga tidak dapat berkembang dan mengakibatkan cacat/abnormal. Zat aktif rotenone yang terdapat pada ekstrak tumbuhan akar tuba dapat mematikan larva. Pengaruh zat aktif rotenone pada ekstrak tumbuhan akar tuba terhadap larva dapat menghambat pernafasan,

antifeedant (penghambat makan), dan

penghambat perkembangan, dan mematikan larva (Robinson, 1991). Ciri-ciri larva ikan abnormal pada penelitian meliputi pembengkakan badan embrio, bentuk tubuh yang bengkok, bengkoknya ekor, kepala tidak sempurna, pembengkakan pada kuning telur, penipisan sirip ekor dan tidak bergerak aktif.

Larva abnormal (cacat) kemungkinan disebabkan karena adanya gangguan pada saat pembelahan sel dan akan mengganggu proses organogenesis dalam pembentukan organ-organ. Bentuk abnormal pada embrio ikan lele meliputi pembengkakan sitoplasma, pembengkakan badan embrio, pecahnya badan dan kantung kuning telur embrio serta penipisan sirip ekor (Puspasari, 2000) dan menurut Pudjirahaju (2006) bentuk tubuh yang bengkok serta kelainan pada bentuk kepala dan ekor, dan tidak bergerak dengan aktif. Menurut Mukti (2005) larva ikan yang cacat dapat disebabkan oleh lapisan terluar dari telur (chorion) yang mengalami pengerutan, sehingga embrio akan sulit untuk keluar. Setelah selaput

chorion dapat dipecahkan, maka embrio akan

keluar dalam keadaan cacat/abnormal. larva abnormal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, salah satunya kualitas air yang digunakan saat penelitian. Bentuk larva normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi larva ikan lele. (A)

Normal , (B,C dan D) Abnormal. (a) mata, (b) kuning telur, (c) vertebrae /punggung, (d) ujung ekor normal, (e) ujung ekor abnormal, (f) pembengkakan pada kuning telur, (g) vertebrae membengkok, (h) vertebrae yang tidak lurus . Diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 10x10.

4. Parameter Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan kisaran yang masih dapat ditolerir oleh telur dan larva ikan lele (Clarias gariepinus L.), seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata hasil pengukuran parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama penelitian.

Param eter Satua n Perlakuan A B C D Ph Suhu DO BOD - 0 C ppm ppm 6,50 26,6 7 8,50 2,00 6,67 27,0 0 8,33 2,00 6,83 27,3 3 7,20 2,00 7,33 27,5 0 6,80 1,00 Pada Tabel 6. didapatkan pH air pada perlakuan A ( 6,50), perlakuan B (6,67), perlakuan C (6,83) dan perlakuan D (7,33), ini masih berada pada kisaran normal. Pengukuran setiap perlakuan diketahui suhu air berkisar antara 26,67 0C sampai 27,500C masih sesuai dengan suhu ruangan. Sedangkan kadar oksigen terlarut (DO) pada perlakuan A (8,50 ppm), perlakuan B (8,33 ppm) dan perlakuan C (7,20 ppm), dan D (6,80 ppm) lebih rendah dibandingkan perlakuan A, B dan C. Serta pengukuran BOD pada perlakuan A, B dan C yaitu (2,00 ppm) sedangkan perlakuan D lebih rendah yaitu (1,00 ppm). Dapat dilihat pada pengukuran pH dan suhu masih dalam kisaran normal, sedangkan pengukuran DO dan BOD terjadi penurunan

C

e a b c d

B

D

A

f g h

(5)

sejalan dengan peningkatan konsentrasi, ini disebabkan oleh pengaruh rotenone yang terdapat pada larutan ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) yang mempengaruhi kandungan oksigen terlarut pada media penetasan telur ikan lele (Clarias gariepinus L.). Parameter kualitas air yang diamati dalam penelitian ini meliputi pH, suhu, DO dan BOD. Nilai kesadahan (pH) air pada perlakuan A (6,50), perlakuan B (6,67), perlakuan C (6,83), dan perlakuan D pH airnya (7,33), nilai kesadahan pada konsentrasi masih aman. Hal ini diperkuat oleh Khairuman (2012) yang menyatakan bahwa pH yang baik untuk perkembangan telur ikan adalah 6,5-8.

Pada pengukuran suhu pada setiap perlakuan diketahui suhu air berkisar antara 26,67oC sampai 27,50oC dan memenuhi syarat untuk budi daya ikan lele (Clarias gariepinus L.). Hal ini juga didukung oleh Sarwono (2010) menyatakan suhu air harus selalu disesuaikan dengan yang diinginkan ikan lele, yaitu 25o C-32oC. Pada peningkatan konsentrasi, penetasan telur ikan menjadi menurun karena dipengaruhi oleh zat akktif rotenone yang terdapat pada ekstrak tumbuhan akar tuba yang diberikan.

Kadar oksigen terlarut (DO) pada perlakuan A, B, C dan D masih dalam kisaran normal karena nilai oksigen terlarut >3 mg/l (ppm). Hal ini didukung oleh peryataan Chahaya (1997) senyawa beracun pada batas konsentrasi tertentu masih dapat ditolerir oleh ikan. DO pada perlakuan D lebih rendah dibandingkan perlakuan A, B dan C, menurunnya DO disebabkan oleh adanya pengaruh zat aktif rotenone pada pada dosis tinggi karena rotenone di dalam air dapat merubah warna air dan berbau serta bersifat racun kontak, sehingga ekstrak tumbuhan akar tuba pada dosis tinggi cenderung menurunkan daya tetas telur ikan dan dapat meningkatkan abnormalitas pada larva ikan. Rotenone pada tumbuhan akar tuba (Derris

elliptica L.) merupakan insektisida selektif, non

sistemik, bersifat racun kontak dan racun perut, serta bekerja sebagai racun saraf yang bekerja pada transpor elektron ( Djojosumarto, 2008). Tarumingkeng (1992), bahan aktif rotenone mempunyai beberapa sifat bekerja sebagai racun perut dan kontak selektif. Ekstrak tumbuhan akar tuba memiliki zat aktif rotenone, rotenone sangat cepat rusak di air dan tanah maka semakin putih warna air dan semakin berbau (Jayadipraja, 2012).

Hasil pengamatan BOD menunjukan pada perlakuan A, B dan C yaitu 2,00 ppm sedangkan

pada perlakuan D lebih rendah yaitu 1,00 ppm. Hal ini juga diperkuat oleh peryataan Taufik (2000), BOD relatif menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi perlakuan. Pengukuran BOD menjadi rendah disebabkan oleh adanya zat aktif rotenone pada larutan ekstrak tumbuhan akar tuba dapat meningkatkan mikroorganisme dalam melakukan proses oksidasi biologis secara dekomposisi aerobik.

KESIMPULAN

Pemberian ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) dapat menurunkan daya tetas telur ikan lele (Clarias gariepinus L.), sedangkan Pemberian ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris

elliptica L.) terhadap jumlah larva normal dan

abnormal tidak berpengaruh, Ekstrak tumbuhan akar tuba yang mempengaruhi daya tetas telur ikan lele adalah 0,003% dan 0,004%.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh ekstrak tumbuhan akar tuba (Derris elliptica L.) terhadap pertumbuhan dan kelansungan hidup benih ikan lele.

DAFTAR PUSTAKA

Chahaya, indra, S.1997. Pengaruh Air Batang

Arau yang Diperkirakan tercemar

Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio L.).

Thesis. Universitas Andalas. Padang. Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan

Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Effendi, mach. Ichsan. 1978. Biologi perikanan. Fakultas perikanan IPB. Bogor.

Jayadipraja, A. E. 2012. Uji Efektifitas Ekstrak

Akar Tuba (Derris elliptica)

TerhadapMortalitas Larva Anopheles sp.

Skripsi. Universitas Hasanudin. Makasar. Kardinan, A. 2000. Pestisida Nabati Ramuan &

Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kardinan, A. 2009. Tanaman Pengusir dan

Pembasmi Nyamuk. Penebar Swadaya.

(6)

Khairuman.H, SP dan Amri Khairul,S.Pi, M.Si. 2012. Pembenihan Lele Di Kolam Terpal. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Lagler, K.F, Bardach, J,E and R,E.1977.

Ichtyology. John willey & Sony. New

York. USA.

Mukti, A. T. 2005. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus

carpio linn ) melalui kejutan panas.

http://journal.discovery indonesia. com. 23 Juni 2008. 6 hal.

Novian. 2004. Membuat dan Memanfaatkan

pestisida Ramah Lingkungan. Kanisius.

Yogyakarta.

Puspasari, Meri. 2000. Toksisitas Surfaktan

Diterjen, Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS), Terhadap Perkebangan Embrio Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Skripsi.

Institut Pertanian Bogor.

Pudjirahaju, A,dkk.2006. Pengaruh Perbedaan

Suhu Kejutan Panas Terhadap

Keberhasilan Gynogenesis pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) journal of Tropical

Fisheries (2006) 1(2):126 – 131.Universitas Palangka Raya.

Robinson, T. 1991.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung.

Sarwono. 2010. Berternak Lele Dumbo.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan

Praktis. Kanisius. Yogyakarta.

Suin.,N. M.2002. Metode Ekologi . Bumi Aksara. Jakarta.

Taufik. 2000. Pengaruh Deterjen LAS (Linier

Alkilbenzen Sulphonat) Terhadap Gerakan Operkulum dan Frekuensi Batuk Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi. Padang

: FMIPA. Universitas Negeri Padang. Tarumingkeng, R.1992. Insektisida : Sifat,

Mekanisme Kerja dan Penggunaanya.

Ukrida. Jakarta.

Yoon, A.S. (2006). Extraction of rotenone from

Derris elliptica and Derris malaccensis by pressurized liquid extraction compared

with maceration. Journal of

Cromatography A. ELSAVIER (www.elsavier.com), diakses 25 september 2013.

Gambar

Tabel  3.  Hasil  persentase  daya  tetas  telur  ikan  lele  pada  berbagai  perlakuan  larutan
Tabel  6.  Rata-rata  hasil  pengukuran  parameter  kualitas  air  pada  masing-masing  perlakuan selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pabrik ini, akan dibuat komposit montmorillonite-NCC yang akan digunakan sebagai adsorben pengganti karbon aktif dalam proses adsorpsi merkuri pada industri gas

Hal-hal yang akan dilakukan dalam dikte ritme antara lain guru memandu siswa untuk:.. mengenal harga atau nilai nada ritmis melalui kegiatan interaksi dengan guru,

Maksud dari nadhom tersebut adalah jika dalam menuntut ilmu peserta didik sudah mendapatkan suatu ilmu meskipun hanya satu kalimat, peserta didik tersebut harus

Tsunami merupakan salah satu gejala atau peristiwa yang tidak dapat dicegah.Bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi berdampak negatif pada masyarakat baik berupa

Metode pembinaan dalam bentuk cerita yang dilakukan oleh guru Akhlak yaitu pemberian materi didalam KBM. Pendidikan akhlak diampu oleh bapak Sugiharto, setiap awal

Berdasarkan hasil kajian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Analisis isi 2 teks islami berbahasa Inggris dalam buku Al-Arabiyyah al-Muyassarah menggunakan

Abstrak: Teknologi Pembelajaran lahir dari realita pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang

Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala