• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi

Anredera cordifolia (Ten.) Steenis atau biasa dikenal dengan binahong

merupakan tanaman menjalar yang bersifat perennial (berumur lama). Panjang tanaman bisa mencapai 5 meter, batang lunak, bentuk silindris, saling membelit, berwarna merah, dan bagian dalam solid dengan permukaan halus serta memiliki akar tunggang berdaging lunak dan berwarna cokelat kotor. Memiliki daun tunggal, tangkai pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung, panjang daun 5-10 cm, lebar daun 3-7 cm, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, dan permukaannya licin (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

2.1.2 Habitat dan penyebaran

Tumbuhan binahong berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias dan obat. Berkembang secara generatif (biji), namun lebih sering dikembangkan secara vegetatif melalui akar rimpangnya (Hidayati, 2009). 2.1.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan binahong (BPOM, 2008) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divsi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Caryophyllales

(2)

Suku : Basellaceae Marga : Anredera

Jenis : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. 2.1.4 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan binahong adalah Boussingaultia cordifolia (Ten),

Boussingaultia gracilis Miers, Boussingaultia basselloides, Boussingaultia pseudobasselloides Haum (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

2.1.5 Nama asing

Nama asing dari tumbuhan binahong adalah Hearthleaf Maderavine (Inggris) dan Dheng Shan Chi (Cina) (Hariana, 2013).

2.1.6 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan binahong adalah gandola (Sunda); gendola (Bali), lembayung (Minangkabau); genjerot, gedrek, uci-uci (Jawa); kandula (Madura), tatabuwe (Sulawesi Utara); poiloo (Gorontalo); kandola (Timor) (Hariana, 2013).

2.1.7 Manfaat

Tumbuhan Binahong dipercaya memiliki khasiat untuk membantu pengobatan luka, tipus, maag, radang usus, ambeien, pembengkakan, pembekuan darah, rematik, luka memar, asam urat, stroke, dan diabetes mellitus. Binahong mampu mengatasi berbagai penyakit degeneratif. Binahong memiliki potensi dalam mengatasi diabetes mellitus dan menurunkan kolesterol darah, dan diduga bahwa kandungan triterpenoid saponin dalam binahong yang berperan menurunkan kadar gula darah dan kolesterol (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

Daun binahong ampuh dalam menurunkan gula darah. Diketahui bahwa persentase penurunan gula darah setelah mengkonsumsi air rebusan daun

(3)

binahong setara dengan persentase penurunan gula darah setelah meminum obat penurun gula darah. Zat yang berperan untuk menurunkan kadar gula darah adalah flavonoida (Utami dan Puspaningtyas, 2013). Flavonoida dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya sebagai zat antioksidan. Antioksidan dapat mengikat radikal bebas sehingga dapat mengurangi resistensi insulin. Antioksidan dapat menurunkan Reactive Oxygen Spesies (ROS), dimana dalam pembentukan ROS, oksigen akan berikatan dengan elektron bebas. Antioksidan pada flavonoida dapapat menyumbangkan atom hidrogennya. Flavonoida akan teroksidasi dan berikatan dengan radikal bebas menjadi senyawa yang lebih stabil (Ajie, 2015).

Ekstrak daun binahong dapat menghambat pertumbuhan polibakteri dari

Stomatitis Aftose Rekuren (SAR). Hal ini diduga karena adanya kandungan

flavonoida, terpenoid, saponin dalam daun binahong. Ekstrak daun binahong juga memiliki kemampuan membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aureginosa. Daun binahong memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Senyawa aktif yang

bertanggung jawab sebagai antibakteri Staphylococcus epidermidis diduga adalah senyawa saponin, fenol, dan flavonoida. senyawa flavonoida bertanggung jawab terhadap perkembangan Propionibacterium acnes. Daun binahong berperan mengurangi peradangan sel dan mempercepat penyembuhan luka, flavonoida berperan mengurangi peradangan (Utami dan Puspaningtyas, 2013).

2.1.8 Kandungan kimia

Tumbuhan binahong memiliki kandungan senyawa alkaloid, polifenol, fenolik flavonoida, saponin, streroid, triterpenoid, tanin (Astuti, 2012; Balitbangkes, 2006; Fauziah, dkk., 2014; Jazilah, dkk., 2014; Kumalasari dan Sulisyani, 2011).

(4)

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa dari matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik, dan sifat kimia kandungan senyawa yang akan diekstraksi. Pelarut yang digunakan tergantung pada polaritas senyawa yang akan disari, mulai dari yang bersifat nonpolar hingga polar, sering disebut dengan ekstraksi bertingkat. Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari campurannya atau simplisia. Pemilihan metode dilakukan dengan memerhatikan antara lain sifat senyawa, suhu dan tekanan merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, refluks, soxhletasi, infudasi, dekok, destilasi, lawan arah (countercurrent), ultrasonik gelombang mikro (microwave assisted extraction, MAE), dan ekstraksi gas superkritis (supercritical gas extraction, SGE) (Hanani, 2015).

2.2.1 Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalisasi. Maserasi terjadi proses keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Kinetik adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu 40-60oC (Hanani, 2015).

2.2.2 Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari

(5)

sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih banyak. Perkolasi yang sempurna diketahui dengan cara perkolat diuji adanya metabolit dengan pereaksi yang spesifik (Hanani, 2015).

2.2.3 Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama. Cara ini memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas (Hanani, 2015).

2.2.4 Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu didih dengan alat soxhlet. Simplisia dan ekstrak berada pada labu berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstraksi ini dikenal sebagai ekstraksi sinambung (Hanani, 2015).

2.2.5 Infudasi

Infudasi adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, pada suhu 96-98oC selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96oC tercapai). Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga dan daun (Hanani, 2015). 2.2.6 Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infudasi, hanya saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai titik didih air (Hanani, 2015).

(6)

2.2.7 Destilasi uap

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Proses pendinginan, senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari tumbuhan (Hanani, 2015).

2.2.8 Lawan arah (counter current)

Cara ekstraksi ini serupa dengan cara perkolasi, tetapi simplisia bergerak berlawanan arah dengan pelarut yang digunakan. Cara ini banyak digunakan untuk ekstraksi herbal dalam skala besar (Hanani, 2015).

2.2.9 Ultrasonik

Ekstraksi ultrasonik melibatkan penggunaan gelombang ultrasonic dengan frekuensi 20-2000 kHz sehingga permeabilitas dinding sel meningkat dan isi sel keluar. Frekuensi getaran memengaruhi hasil ekstraksi (Hanani, 2015). 2.2.10 Gelombang mikro (microwave assisted extraction, MAE)

Ekstraksi menggunakan gelombang mikro (2450 MHz) merupakan ekstraksi yang selektif dan digunakan untuk senyawa yang memiliki dipol polar. Cara ini dapat menghemat waktu ekstraksi dibandingkan dengan cara konvensional seperti maserasi dan menghemat pelarut (Hanani, 2015).

2.2.11 Ekstraksi gas superkritis (supercritical gas extraction, SGE)

Metode ekstraksi dilakukan menggunakan CO2 dengan tekanan tinggi,

dan banyak digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri atau senyawa yang bersifat mudah menguap atau termolabil. Penggunaan karbodioksida (CO2) lebih disukai

karena bersifat inert toksisitasnya rendah, aman bagi lingkungan, harga relatif murah, dan tidak mudah terbakar pada kondisi superkritisnya (Hanani, 2015).

(7)

2.3 Kolesterol dan Hiperkolesterolemia 2.3.1 Kolesterol

Gambar 2.1 Struktur kolesterol

Kolesterol, yang formulanya diperlihatkan dalam gambar 2.1, terdapat dalam diet semua orang, dan dapat dibasorpsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam saluran limfe usus. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air. Kolesterol secara spesifik mampu membentuk ester dengan lemak. Hampir 70 persen kolesterol dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester kolesterol (Guyton dan Hall, 2007).

2.3.1.1 Pembentukan kolesterol

Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol selurunya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk (1) kolesterol, (2) asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk dihati, dan (3) beberapa hormon steroid penting yang diekskresi oleh korteks adrenal, ovarium, dan testis (Guyton dan Hall, 2007).

Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi lima tahap: 1. Sintesis mevalonat dari asetil-KoA

2. Pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat melalui pengeluaran CO2

3. Kondensasi enam unit isoprenoid untuk membentuk skualen 4. Siklisasi skualen menghasilkan steroid induk, lanosterol

(8)

2.3.1.2 Metabolisme kolesterol

Kolesterol dan trigliserida ditranspor dalam aliran darah membentuk kompleks bersama dengan fosfolipid dan protein (apoprotein) dalam partikel yang disebut lipoprotein. Apoprotein berperan sebagai molekul atau enzim pemberi sinyal dan memegang peran sangat penting dalam mengendalikan transport lipid. Terdapat beberapa golongan lipoprotein yang mentranspor lipid antara jaringan yang berbeda dan mempunyai komposisi lipid dan apoprotein khas. Prinsipnya kolesterol dimetabolisme dihati. Kadar kolesterol dalam darah dikendalikan oleh keseimbangan antara ambilan (uptake) dalam darah, produksi kolesterol (aktivitas jalur biosintesis kolesterol), dan ekskresi dari saluran pencernaa (asam empedu) (Davey, 2005).

2.3.2 Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol dalam tubuh sudah melebihi kadar normal dalam darah. Kadar kolesterol yang berlebih akan mengendap di saluran peredaran darah sehingga mempersempit saluran aliran darah dan mengganggu sistem peredaran darah normal (Wirawan, 2013). Klasifikasi Frederickson/WHO mengidentifikasi enam fenotipe hiperlipidemik, tipe I, IV, dan V meliputi terutama hipertrigliserida, di mana kadar VLDL dan/atau kilomikron meningkat. Tipe IIa meliputi hiperkolesterolemia dengan peningkatan kolesterol LDL namun trigliserida normal. Tipe IIb dan III, hiperkolesterolemia dengan hipertrigliseridemia, baik kolesterol dan trigliserida meningkat. Pengobatan hiperlipidemia bertujuan menurunkan kolesterol LDL dan/atau trigliserida, serta meningkatkan kolesterol HDL. Kedua efek tersebut dapat memperlambat atau membalikan progresi lesi aterosklerosis (Aaronson dan Ward, 2010).

(9)

2.3.2.1 Klasifikasi hiperkolesterolemia A. Hiperkolesterolemia familial

Hiperkolesterolemia familial adalah sekelompok gangguan gen tunggal yang mempengaruhi reseptor low-density lipoprotein (LDL) dan menyebabkan berkurang atau tidak adanya ambilan partikel LDL, sehingga terakumulasi dalam aliran darah. Homozigot (1/1.000.000) memiliki kadar kolesterol yang sangat tinggi (10-25 mmol/L) dan penyakit jantung koroner pada usia remaja atau 20-an. Heterozigot (1/500) memiliki kolesterol yang cukup tinggi (7-12 mmol/L) dan berisiko mengidap penyakit jantung koroner (PJK) dini. Pasien bisa memiliki arkus kornea, xantelasma, dan xantoma tendon (Davey, 2005).

B. Hiperkolesterolemia poligenik

Hiperkolesterolemia poligenik adalah keadaan yang diturunkan (1/300-600) ditandai oleh kadar kolesterol yang agak meningkat (7-12 mmol/L) dengan atau tanpa kadar trigliserida yang tinggi, tidak disebabkan oleh kelainan tunggal, walaupun pada beberapa kasus nampaknya diturunkan secara dominan autosomal. Merupakan penyebab yang sangat penting pada peningkatan risiko aterosklerosis dalam populasi. Kadar trigliserida yang sangat tinggi bisa menyebabkan pankreatitis (Davey, 2005).

2.3.2.2 Hubungan hiperkolesterol dengan aterosklerosis

Penelitian membuktikan bahwa kenaikan kolesterol plasma merupakan faktor risiko penting berkembangnya penyakit jantung koroner:

1. Kadar kolesterol total > 6,5 mmol/L melipatgandakan risiko PJK yang mematikan: > 7,8 mmol/L meningkatkan risiko sampai empat kali lipat.

2. Penurunan kadar kolesterol total sebesar 20% akan menurunkan risiko koroner sebesar 10%.

(10)

3. Hubungan yang paling erat adalah dengan kolesterol-LDL, sedangkan kolesterol high density lipoprotein (HDL) bersifat protektif. Salah satu indikator yang bisa digunakan adalah rasio LDL : HDL, risiko tinggi bila rasio mencapai > 4.

Kenaikan kadar kolesterol (terutama LDL teroksidasi) merusak endothelium dini pada proses aterosklerosis dan dibawa oleh makrofag (sel busa) ke dalam ini lipid dari plak yang telah terbentuk. Menurunkan kadar kolesterol-LDL dapat mengurangi deposisi kolesterol menjadi plak aterosklerotik dan bisa membalikkan proses ini. Menurunkan kadar kolesterol sangat penting karena akan menstabilkan plak, menurunkan risiko rupture plak akut (Davey, 2005).

2.3.2.3 Obat penurun kolesterol

Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki profil lipid serum yaitu bile acid sequestran, HMG-CoA reductase inhibitor (statin), derivat asam fibrat, asam nikotinik, ezetimibe, dan asam lemak omega-3. Selain obat tersebut, pada saat ini telah dipasarkan obat kombinasi dua jenis penurun lipid dalam satu tablet seperti Advicor (lofastatin dan niaspan), Vytorin (simvastatin dan ezetimibe) (Adam, 2006).

A. Bile acid sequestran

Terdapat tiga jenis bile acid sequestrans yaitu cholestryramin, colestipol dan colesevelam. Obat ini tidak diserap diusus, dan bekerja mengikat asam empedu di usus halus dan akan dikeluarkan dengan tinja, sehingga asam empedu yang kembali ke hati akan menurun, hal ini akan memacu hati memecahkan kolesterol lebih banyak untuk menghasilkan asam empedu yang dikeluarkan ke usus. Akibatnya kolesterol darah akan lebih banyak ditarik ke hati sehingga kolesterol serum menurun.

(11)

Dosis untuk kolestiramin adalah 8 – 16 g/hari, colestipol 10 – 20 g/hari (keduanya dalam bentuk granul), dan 6,5 g/hari colesevelam. Obat golongan resin ini dapat menurunkan kadar kolesterol-LDL sebesar 15 – 30%. Obat ini digunakan untuk pasien dengan hiperkolesterolemia saja (isolated high

hypercholesterolemia). Sejak diperkenalkannya obat HMG-CoA reductase inhibitor, obat bile acid sequestrants semakin jarang digunakan (Adam, 2006).

B. HMG-CoA reductase inhibitor

Saat ini telah dipasarkan enam jenis yaitu lofastatin, simvastatin, pravastatin, fluvastatin, atrovastatin, dan rosuvastatin. Obat ini bekerja mencegah kerja enzim HMG-CoA reductase yaitu suatu enzim di hati yang berperan pada sintesis kolesterol, dengan menurunnya sintesis kolesterol di hati akan menurunkan sintesis Apo B100, disamping itu meningkatkan reseptor LDL pada permukaan hati, sehingga demikian kadar kolesterol-LDL darah akan ditarik ke hati, dan akan menurunkan kadar kolesterol-LDL, dan juga VLDL.

Efek samping yang sering terjadi ialah adanya miositis yang ditandai dengan nyeri otot dan meningkatnya kadar chreatin phophokinase. Efek samping yang paling ditakutkan adalah terjadinya rhabdomyolisis yang dapat mematikan. Efek samping lainnya ialah terjadinya gangguan fungsi hati. Oleh karena itu penting sekali untuk memantau fungsi hati, karena terlihat ada korelasi antara efek samping dengan dosis obat, makin tinggi dosis makin besar kemungkinan terjadinya efek samping obat (Adam, 2006).

C. Derivat asam fibrat

Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, cipofibrat, dan fenofibrat. Obat ini menurunkan trigliserida plasma, selain menurunkan sintesis trigliserid di hati. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang

(12)

kerjanya memecahkan trigliserid. Obat ini meningkatkan kadar kolesterol-HDL yang diduga melalui peningkatan apoprotein A-I dan A-II. Saat ini banyak dipasarkan di Indonesia adalah gemfibrozil dan fenofibrat (Adam, 2006).

D. Asam nikotinik

Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama kali diperkenalkan. Oleh karena bentuk yang lama yaitu asam asam nikotinik serap cepat mempunyai efek samping yang cukup, maka obat ini tidak banyak dipakai, dengan diperkenalkannya asam nikotinik yang lepas lambat (Niaspan) sehingga absorpsi di usus berjalan lambat, maka efek samping menjadi lebih kurang (Adam, 2006).

Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan adipose, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas. Diketahui bahwa asam lemak ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan akan menjadi sumber pembentukkan VLDL, dengan menurunnya sintesis VLDL di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga kolesterol-LDL di plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar kolesterol-HDL, bahkan merupakan obat yang terbaik untuk meningkatkan HDL. Oleh karena menurunkan trigliserid, menurunkan kolesterol-HDL, dan meningkatkan kolesterol-HDL maka disebutkan juga sebgai broad

spectrum lipid lowering agent (Adam, 2006).

Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas pada muka bahkan di badan. Mencegah hal tersebut, pada penggunaan asam nikotinik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan, misalnya selama satu minggu 375 mg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai dosis maksimal sekitar 1500 – 2000 mg/hari. Asam nikotinik

(13)

yang baru yaitu lepas lambat (Niaspan) efek samping sangat berkurang. Hasil yang sangat baik didapatkan bila dikombinasikan dengan golongan HMG-CoA

reductase inhibitor (Adam, 2006).

E. Ezetimib

Ezetimib tergolongan obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol baik yang berasal dari makanan maupun dari asam empedu di usus halus. Umumnya obat ini tidak digunakan secara tunggal, tetapi dikombinasikan dengan obat penurun lipid lain misalnya HMG-CoA reductase inhibitor (Adam, 2006).

F. Asam lemak omega-3

Minyak ikan, kaya akan asam lemak omega-3 yaitu asam eicosapentaenoic (EPA) dan asam docasahexaenoic (DHA). Minyak ikan menurunkan sintesis VLDL, dengan demikian dapat juga menurunkan kadar kolesterol. Obat ini dipasarkan dalam bentuk kapsul dengan dosis yang tergantung dari jenis asam lemak omega-3. Dosis obat tergantung dari jenis kombinasi asam lemak. Sebagai contoh Maxepa yang terdiri atas 18% asam eicosapentaenoic dan 12% asam docasahexaenoic diberikan dengan dosis 10 kapsul sehari (Adam, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, Upaya yang dilakukan satlantas polresta padang dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas dengan upaya preventif, upaya pre-emtif dan upaya represif, dengan mengadakan

b) Prolaktin, yakni hormone yang merangsang kerja kelenjar susu, sehingga pada saat diperluka sudah siap berfungsi. Hormone ini juga berfungsi mengatur metabolisme ibu dapat

Secara simultan menunjukkan bahwa kedua variabel yang dianalisis memiliki pengaruh terhadap laba Bank Syari’ah Mandiri dan membuktikan bahwa Receivable Financing dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Desa Pasir Jaya wilayah kerja Puskesmas Rambah Hilir II tentang Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian

Rasa marah yang diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku agresif dan menantang biasanya cara ersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan

[r]

Berdasarkan Latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengajukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penerapan surgical patient

Kanesia 8 lebih diminati oleh industri tekstil karena varietas ini memiliki serat yang lebih halus dan lebih kuat dibandingkan dengan Kanesia 7 atau Kanesia 9 (Gambar 3)..