36 Activity Of squeezed jack bean (Canavalia ensiformis L) and Squeezed Kedondong
Leaves (Spondias dulcis L.) As Antifertility In Mice Of Sprague-Dawley Strain. Niken Dyahariesti, Hilda Yulistiyanita, Dwi Astuty
nikenariesti@yahoo.com
Background : The increase in the population of Indonesia is a problem for the government. The National Statistics show that the population growth rate Indonesia increases 1.49% annually. This increase is suppressed by family planning programs, one of them is by enhancing the participation of men in family planning programs., Jack bean (Canavalia ensiformis L) is known to contain phytoestrogen compounds that can be used as a traditional medicine to provide antifertility effect on sperm. Kedondong leaves (Spondias dulcis L.) contain flavonoids, tannins and saponins which can be used as a traditional medicine to decrease sperm quality Objectives:The purpose of this study is to determine the antifertility effect of squeezed Jack beans and Kedondong leaves toward Quality ofSperm in the white male mice ofSprague
Dawleystrain.
Methods : The study design used experimental randomized post test only control grup design: Group control (Aquadest), group I (squeezed kedondong leaves with the dose of 115,5mg / gBB), Group II (squeezed kedondong leaves with the dose of 231mg / 200g BB) , Group III (squeezed kedondong leaves with the dose of 924mg / 200g BB). group IV (squeezed jack bean with dose of 0,45 g/200 g BW), group V (squeezed jack bean with dose of 0,9 g/200 g BW), and group VI (squeezed jack bean with dose of 1,35 g/200 g BW). All treatment doses were administered orally for 14 days. Observation of the quality of spermatozoa was done on 15th day microscopically, then calculated based on morphology of sperm quality, motility, viability and concentration of spermatozoa. Statistical data analysis used the program of package for the
social science (SPSS) with one way ANOVA test and LSD test.
Results : The doses of ,45 g/200 g BW, 0,9 g/200 g BW, and 1,35 g/200 g BW showed a percentage decrease of sperm quality of spermatozoa when compared to the control. However, doses of 0,9 g/200 gBW and 1.35 g / 200g BW had the quality of spermatozoa under normal sperm quality standards of WHO and included as Asthenozoospermia and Necrozoospermia. Squeezed kedondong leaves (Spondias dulcis L.) was shown to lower sperm. The dose of 231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa viability. The dose231mg/200gBB was shown to lower spermatozoa motility. The dose of 924mg/200gBB juta/ml was shown to lower spermatozoa concentrations. Of the average yield obtained according to WHO (2010) can be categorized as class Nekrozoospermia and OligoAsthenozoospermia
Conclusion : The squeezed jack bean and squeezed kedondong leaves can be used as a natural antifertility
37 Efektivitas perasaan biji Koro pedang ( Cannavalia ensiformis L ) dan perasan daun
kedondong ( Spondias dulcis L ) Sebagai antifertilitas pada tikus putih jantan galur Sprague – Dawley
Niken Dyahariesti, Hilda Yulistiyanita, Dwi Astuty nikenariesti@yahoo.com
Latar Belakang : Peningkatan jumlah penduduk Indonesia merupakan masalah bagi pemerintah. Badan Statistik Nasional menunjukkan laju pertumbuhan penduduk indonesia meningkat pertahunnya 1,49%. Peningkatan ini ditekan dengan adanya KB, salah satunya dengan meningkatkan peran serta laki-laki dalam program KB, biji koro pedang (Canavalia ensiformis
L) diketahui mengandung senyawa fitoestrogen yang bisa digunakan sebagai obat tradisional
untuk memberikan efek antifertilitas pada sperma serta daun kedondong (Spondias dulcis L) yang mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin juga secara tradisional dapat menurunkan kualitas sperma.Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antifertilitas perasan biji koro pedang dan daun kedondong terhadap kualitas spermatozoa tikus putih jantan galur Sprague Dawley.
Metode : Rancangan penelitian ekperimental randomized post test only control grup design. Kelompok kontrol (Aquades),kelompok perlakuan I (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200 g BB) ,kelompok perlakuan II (perasan daun kedondong dosis 231mg/200 g BB), kelompok perlakuan III (perasan daun kedondong dosis 924mg/200 g BB), kelompok perlakuan IV (perasan biji koro pedang dosis 0,45 g/200 g bb), kelompok perlakuan V (perasan biji koro pedang dosis 0,9 g/200 g bb), kelompok perlakuan VI (perasan biji koro pedang dosis 1,35 g/200 g bb). Semua dosis perlakuan diberikan secara oral selama 14 hari. Pengamatan kualitas spermatozoa dilakukan hari ke 15 secara mikroskopis. Kemudian dihitung kualitas spermatozoa berdasarkan morfologi, motilitas, viabilitas dan konsentrasi spermatozoa. Analisa data menggunakan program Statistic package for the social science (SPSS) dengan uji ANOVA satu jalan dan uji LSD.
Hasil : Perasan biji koro pedang Dosis 0,45 g/200 g bb, 0,9 g/200 g bb, dan 1,35 g/200 g bb menunjukkan presentase penurunan kualitas spermatozoa jika dibandingkan dengan kontrol. Namun dosis 0,9 g/200 g bb dan 1,35 g/200g bb merupakan dosis yang mempunyai kualitas spermatozoa dibawah standar kualitas sperma normal WHO dan termasuk Asthenozoospermia and Necrozoospermia. Perasan daun kedondong dosis 231mg/200gBB terbukti menurunkan viabilitas spermatozoa. Dosis 231mg/200gBB dapat menurunan motilitas spermatozoa. Dosis 924mg/200gBB terbukti menurunkan konsentrasi spermatozoa, meskipun pada morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia.
Simpulan : perasan biji koro pedang dan daun kedodong dapat digunakan sebagai antifertiitas alami.
Kata kunci : Antifertilitas, daun kedondong, biji koro pedang, kualitas spermatozoa
38 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah yang cukup penting bagi setiap Negara terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesias penduduk oleh Badan Statistik Nasional menunjukkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan mencapai 1,49 % tiap tahun ( BPS, 2016 ).. Hasil sensuLangkah antisipatif yang pertama
dilakukan dalam penanggulangan
peningkatan jumlah penduduk adalah dengan pengaturan jumlah kelahiran. Program Keluarga Berencana (KB) menjadi garda terdepan untuk mengendalikan kelahiran terutama pada era otonomi daerah seperti sekarang ini (Musafaah dan Noor, 2012).
Program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional telah diundangkan dalam Undang-undang No. 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
mengisyaratkan bahwa pembangunan
kependudukan di Indonesia diletakkan dalam konteks pembangunan SDM yang mencakup pembangunan manusia sebagai subjek (human capital). Dalam hasil survey demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakaian kondom 0,9% dan vasektomi 0,4% salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008). Salah satu strategi penelitian yang dilakukan
oleh kelompok kerja WHO adalah
mengembangkan kontrasepsi melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas. Selain itu koro pedang juga mengandung senyawa isoflavon yang sangat tinggi ( IStiani, 2010 )
Bahan alam yang pernah diteliti adalah tanaman daun jambu mete yang berpotensi sebagai antifertilitas, secara tradisional. Hasil penelitian Setiawan (2013) dilaporkan bahwa aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete dengan dosis 200 mg/kg BB pada mencit jantan dapat berpengaruh pada berkurangnya motilitas sperma dan jumlah sperma mencit. Daun jambu mete mempunyai kandungan senyawa aktif utama yaitu flavonoid, tanin dan saponin yang dapat berpotensi sebagai agen antifertil. Senyawa lain yang diindikasikan memiliki fungsi antifertilitas antara lain fitoestrogen (Isoflavon, koumestan dan lignin ).
Bahan alam yang kemungkinan memiliki potensi untuk diteliti sebagai antifertil adalah daun Kedondong (Spondias
dulcis L.) yang merupakan tanaman buah
dari famili Anacardiaceae. Kandungan kimia pada daun kedondong (Spondias
dulcis L.) adalah flavonoid, tanin dan
saponin (Putri, 2012). Penelitian tentang daun kedondong (Spondias dulcis L.) sebagai kontrasepsi alami belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang perasan daun kedondong (Spondias
dulcis L.) sebagai antifertil. Hal ini yang
membelakangi penulis untuk meneliti antifertil pada koro pedang dan daun kedondong.
1. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui aktivitas perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dan perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) sebagai antifertil pada tikus jantan galur
Sprague-Dawley
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui aktivitas
perasan daun kedondong
39 koro pedang ( Canavalia
ensiformis L) terhadap penurunan
kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague-Dawley
b. Untuk mengetahui dosis perasan daun kedondong (Spondias
dulcisL.) dan perasan koro
pedang ( Canavalia ensiformis L) yang mempunyai kemampuan menurunkan kualitas sperma pada tikus jantan galur Sprague-Dawley.
A. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental murni dengan
rancangan Eksperimental
Randomized Post Test Only Control Group Design.
2. Prosedur Penelitian a. Alat dan Bahan
Alat: jucer, beaker glass, gelas ukur, Kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan hewan, timbangan bahan perasan, pinset, gunting, jarum spuit dan jarum oral, cawan petri, pipet tetes, gelas
obyek, Hemositometer
ImprovedNeubauer, Hand
Counter, mikroskop pembesar
1000x, mikroskop pembesar 400x, gelas penutup, lampu spirtus, pipet volume, tabung reaksi, kertas saring, corong kaca.
Bahan: daun kedondong, koro pedang hewan uji, NaCl0,9%, Gemsa + alcohol, Aquades, standar BR-2 (pelet), H2SO4, HCL 10%, FeCl3 1%.
b. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Ekologi dan
Bioteknologi Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP untuk mengetahui kebenaran bahan baku yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri fisik dan
c. Pembuatan Perasan
Daun kedondong ditimbang sebanyak 140,2 gram, kemudian dimasukkan kedalam juicer untuk memperoleh sari dari daun kedondong tersebut. Daun kedondong yang sudah dijuicer kemudian diambil sarinya dan dimasukkan kedalam beker
glass, diperoleh sari daun
kedondong sebanyak 75 ml. Biji koro pedang kering
ditimbang sesuai dosis
pemberian, dicuci dan
dibersihkan, kemudian
blanching 75-95°C selama 10
menit kemudian direndam dalam larutan NaCl 5% dengan air perbandingan 1: 10 selama 24 jam untuk menghilangkan senyawa glukosianida (HCN). Selama 12 jam sekali dilakukan penggantian air sebanyak 3 kali kemudian dikupas dan dicuci bersih, diblender dan disaring,
filtrat yang didapat
ditambahkan aquades hingga volumenya 50 ml (larutan stok). d. Alur Penelitian
Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus jantan galur
Sprague-Dawley. Secara random
hewan uji dibagi menjadi:
a) Kelompok kontrol negativ (aquadest)
b) Kelompok perlakuan I (perasan daun kedondong dosis 115,5mg/200 g BB) c) Kelompok perlakuan II
(perasan daun kedondong dosis 231mg/200 g BB)
40 d) Kelompok Perlakuan III
(perasan daun kedondong dosis 924mg/200 g BB)
e) Kelompok perlakuan
IV(perasan koro pedang dosis 0,45 g/200 g BB)
f) Kelompokperlakuan V
(perasan koro pedang dosis dosis 0,9 g/200 g BB.) g) Kelompokperlakuan VI
(perasan koro pedang dosis 1,35 g/200 g BB)
perasan diberikan sehari sekali selama 14 hari. Tikus dibedah pada hari ke 15. Di lakukan pengamatan pada morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa.
e. pengamatan
a) Pembuatan suspensi
Tahap pengamatan
diawali dengan pembuatan suspensi sperma dari epididimis. Epididimis dipotong dan diambil
bagian kaudanya.
Kemudian dimasukkan
cawan petri yang telah berisi 1 ml larutanNaCl 0,9%. Kauda epididimis kemudian dipotong-potong untuk mengeluarkan cairan sperma didalamnya dengan
menggunakan pipet,
suspensi diaduk dengan
jalan disedot dan
disemprotkan kembali
secara berulang-ulang (Wintaryati, 2003).
b) morfologi
Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat preparat basah. Satu tetes suspensi semen diletakkan pada gelas objek, kemudian diberi satu tetes giemsa +
alcohol sebagai pewarna dan ditutup dengan gelas penutup lalu dikeringkan.
Pengamatan dilakukan
dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Jumlah sperma normal dinyatakan dalam persen dan dihitung dari 100 ekor sperma (Herlina et al 2008).
c) Viabilitas
Satu tetes suspensi semen diletakkan pada objek glas. Kemudian ditambah dengan satu tetes giemsa + alcohol. Setelah 1-2 menit preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sperma hidup dihitung dari 100 ekor sperma dan dinyatakan dalam persen (Herlina et al, 2008).
Sperma yang tidak
terwarnai adalah sperma
yang viabel
(hidup)sedangkan sperma yang terwarnai adalah sperma yang nonviabel (mati) (Arsyad, 1994) Menurut Mesang-Nalley et
al(2007) sperma yang hidup
tidak menyerap zat warna yang diberikan kepadanya, sedangkan sperma yang telah mati akan menyerap zat warna dan ditandai
dengan warna kepala
berwarna merah. Kematian sperma diikuti dengan meningkatnya permeabilitas dinding sel, sehingga sperma yang telah mati dapat menyerap zat warna yang diberikan padanya (Toelihere, 1981).
41 d) Motilitas
Motilitas sperma ditentukan secara subjektif berdasarkan pergerakan
sperma. Pengamatan
motilitas sperma
dilakukan dengan
menggunakan NaCl 0,9% sebagai pengencer. Jumlah
sperma yang motil
dihitung atas dasar beberapa kategori berikut : Kelas A =Peogresive Kelas B = Non Peogresiv e KelasA+B =Peogresive+Non Peogresive Kelas C =Immotile e) Konsentrasi spermatozoa Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil pada kauda
epididimis kemudian
dilakukan
1) Larutan stok yang berisi sperma dihisab dengan menggunakan pipet eritrocyt sampai tanda 0,5 kemudian diencerkan dengan larutan NaCl 0,9 % sampai tanda 101. 2) Campuran tersebut
dikocok secara hati-hati
menurut angka 8
sampai 2-3 menit. 3) Beberapa tetes dibuang
dan dikocok.
4) Beberapa tetes lagi dibuang, kemudian satu tetes ditempatkan pada bilik hitung yang sudah diberi kaca penutup.
5) Dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop dan dilakukan perhitungan pada 5 kamar dengan arah zig-zag.
6) Jumlah sperma per ml dapat diketahui dengan
cara menggunakan
rumus jumlah sperma terhitung x 10 juta/ ml.
Perhitungan rumus tersebut didasarkan pada perhitungan sperma dari 5 kamar hitung yang masing-masing kamar terdiri dari 16 ruang kecil, maka didalam kamar terdiri dari 16 kamar kecil, sehingga total ruang kecil adalah
80. Seluruh gelas
hemositometer memiliki 400 ruang kecil, dengan volume setiap ruangan kecil adalah 0,01 mm3, dan pengenceran sperma terhitung 200 kali dan apabila 5 kamar atau 80 ruang kecil terdapat X
sperma, maka
konsentrasi sperma yang diperiksa (sperma/ml) adalah X x Faktor multifikasi (10.000) x Faktor pengenceran B. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan (Spondias dulcis L.) dengan kunci determinasi : 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a, Golongan 8 Tanaman dengan daun tunggal dan tersebar,
42 109b, 119b, 120b, 128b, 129b, 135b,
136b, 139b, 140b, 142b, 143b, 146b, 154b, 155b, 156b, 162, 163b, 167b, 169b, 171b, 177a, 178a, Famili 68 : Anacardiaceae. Genus 3. Spondias. Species :Spondias dulcis L. (kedondong) (Steenis,2003).
Hasil determinasi tanaman diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan adalah biji koro pedang
(Canavalia ensiformis L) dengan Kunci
determinasi :1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25b, 26b, 27b, 28b, 29b, 30a, Famili 108 : Papilionaceae ... 1c, 13b, 23a, 24b, 25b, 26b, 27b, 28b, 29b, 32b, 39a, 40a, 41b, 45b, 47a, 48c, 49b, 75a, 76b, 77b, 78b, 79c, 80b, 83b, 84a, 85a, 86a, ... Genus 72. Canavalia, ... 1b, 4b, Spesies : Canavalia
ensiformis (L.) DC (Koro Pedang).
2. Identifikasi Senyawa
Untuk mengetahui kandungan
Flavonoid, tanin dan saponin pada perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) dilakukan identifikasi dengan reaksi warna.
a. Identifikasi senyawa flavonoid pada perasan daun kedondong, yang ditunjukan dengan perubahan warna
dari hijau tua menjadi warna kuning, terbentuknya warna kuning karena penambahan asam sulfat (H2SO4) pada tabung reaksi (Harborne, 1987). b. Identifikasi senyawa tanin pada
perasan daun kedondong, sebanyak 0,1 gram sampel ditambahkan 5ml aquades kemudian didihkan selama beberapa menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menandakan adanya senyawa tanin (Harborne, 1987). c. Identifikasi senyawa saponin pada
perasan daun kedondong, diambil 0,1 g sampel dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 ml air panas didihkan selama 5 menit, disaring dan dikocok vertical,
diamkan 10 menit. Kemudian
ditambah dengan 1 ml HCL 10%. Hasil positif jika terdapat buih stabil Tabung reaksi tersebut didiamkan dan diperhatikan ada atau tidak adanya busa stabil. Sampel mengandung saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama 30 detik (Depkes RI, 1995).
Tabel 1 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid, Tanin dan Saponin
No Sampel Reagen Warna Hasil
1
Perasan daun kedondong
H2SO4 pekat kuning + flavonoid
2 FeCl3 1% Warna biru tua + tanin
3 HCL 10% busa stabil + saponin
Berdasarkan table diatas, perubahan warna yang teradi menunjukan bahwa perasan daun kedondong positif mengandung senyawa flavonoid, tanin dan saponin.
Untuk menentukan kandungan kimia pada koro pedang :
a. Identifikasi kandungan sianida (HCN)
Identifikasi kandungan
HCN dilakukan untuk
mengetahui kandungan sianida pada perasan koro pedang yang dilakukan menggunakan Sianida Test Kit dengan hasil negatif mengandung sianida.
43 b. Identifikasi kandungan isoflavon (fitoestrogen)
Identifikasi kandungan isoflavon pada koro pedang untuk membuktikan adanya isoflavon pada perasan koro pedang (Canavalia ensiformis L) yang dilakukan secara fitokimia. Perasan koro pedang dalam tabung reaksi ditambah serbuk Mg dan HCL pekat menunjukkan adanya busa dan warna sedikit kuning gading, perasan koro pedang yang direaksikan dengan H2SO4 pekat terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning dan adanya endapan diatas, perasan koro pedang yang direaksikan dengan NaOH, terjadi perubahan warna menjadi kuning kental menandakan positif isoflavon. (Hayat, 2013
3. Hasil Uji Aktivitas Perasan Daun Kedondong (Spondias dulcis L.) 1) Uji LSD Morfologi
Tabel 1 Uji LSD morfologi
Pasangan Perlakuan p-value Kesimpulan
Kontrol Negatif vs P 1 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P2 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P3 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P4 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatifvs P5 0,000 Berbeda signifikan
KontrolNegatif vs P6 0,000 Berbeda signifikan
Keterangan:
Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan
a. Viabilitas Spermatozoa
Tabel 2.Uji LSD viabilitas
Pasangan Perlakuan p-value Kesimpulan
Kontrol Negatif vs P1 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P2 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P3 0,000 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vs P4 0,576 Berbeda tidak signifikan
Kontrol Negatif vs P5 0,006 Berbeda signifikan
Kontrol Negatif vsP6 0,000 Berbeda signifikan
Keterangan:
Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan
44 b. Motilitas Spermatozoa
Tabel 3 Motilitas Spermatozoa
Keterangan : kelas A :Progressive kelas B : Non Progressive kelas C : Immotile
c. Konsentrasi Spermatozoa
Tabel 4 Uji ANOVA konsentrasi daun kedondong
Variabel dependen p-value
Perasan daun kedondong 0,000
Ket : Sig. ≥ 0,05 = tidak ada perbedaan bermakna Sig. ≤ 0,05 = ada perbedaan bermakna
Tabel 5 Uji LSD konsentrasi
Pasangan Perlakuan p-value Kesimpulan
Kontrol Negatif vs dosis 115,5 0,945 Berbeda tidak signifikan Kontrol Negatif vs Dosis 231 0,410 Berbeda tidak signifikan Kontrol Negatif vs Dosis 924 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok
Motilitas Spermatozoa (%) (Mean±SD)
Kelas A Kelas B Kelas C
Kontrol negatif 48,33±6,24 42,78±7,72 8,89±5,83 P1 13,33±11,9 51,11±6,20 35,56±15,01 P2 10,56±13,9 43,89±7,12 45,56±19,28 P3 15,00±16,4 48,33±9,60 36,67±21,5 P4 45 ± 4,71 46,67 ± 5,16 6,67 ± 6,32 P5 23,33 ± 17,13 28,89 ± 23, 16 46,67± 40,17 P6 16,11 ± 4,91 24,44 ± 11,86 59,44± 15,12
45 Tabel 6. Uji Anova konsentrasi koro pedang
Variabel dependen F hitung p-value Kesimpulan Perasan koro pedang 2,307 0,108
Berbeda tidak signifikan
Keterangan : jika nilai p-value ≤0,05 maka berbeda signifikan jika nilai p-value ≥ 0,05 maka tidak berbeda signifikan
PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan data dan analisis data menunjukkan bahwa perasan koro pedang dan daun
kedondong mempunyai efek
antifertilitas terhadap tikus putih jantan Sprague Dawley berdasarkan penurunan kualitas spermatozoa yaitu yang dilihat dari parameter morfologi sperma, viabilitas sperma, motilitas sperma dan konsentrasi sperma. Jika dilbandingkan dengan kelompok kontrol semua dosis perlakuan mengalami penurunan kualitas sperma. Di lihat dari parameter
morfologi spermatozoa semua
perlakuan memberikan efek yang bermakna, dari parameter viabilitas semua perlakuan daun kedondong memberikan efek yang signifikan dibanding kontrol dan perasan koro pedang hanya perlakuan ke 5 ( dosis 0,9 g/200g BB) dan P6 ( dosis 1,35 g/200g BB ) yang memberikan efek signifikan dibandingkan kontrol. Berdasarkan parameter motilitas perasan daun kedondong dosis 231
mg/200 g BB menunjukkan
penurunan motilitas spermatozoa dan pada perasan kacang koro . Parameter konsentrasi spermatozoa perasan koro pedang semua perlakuan tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap kontrol sedangkan perasan daun kedondong
hanya pada dosis 924 mg/200 g BB yang memberikan hasil berbeda signifikan.
Dosis perasan koro pedang yang
memberikan hasil sebagai
antifertilitas yang memiliki rata-rata nilai kualitas sperma dibawah standar WHO adalah dosis 0,9 g/200 g bb dan 1,35 g/ 200 g bb dengan kualitas
sperma yang termasuk
Astenozoospermia yaitu persen
progressive sperma dibawah standart
dan necrozoospermia yaitu persentase sperma hidup (viabilitas) rendah dan persentase kelas immotile yang tinggi. Sedangkan pada perasan daun kedondong diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia adalah presentase rendah viabilitas hidup dan presentase tinggi immotile sperma
dalam ejakulasi dan
OligoAsthenozoospermia adalah total
jumlah sperma (konsentrasi
spermatozoa) dan persentase motilitas
progressive spermatozoa dibawah
batas bawah referensi
Penurunan kualitas spermatozoa ini karena kandungan fitoestrogen koro pedang yang mengakibatkan terganggunya proses spermatogenesis dan terhambatnya enzim 17-β-hidroksisteroidoksidoreduktase
sehingga terjadinya penurunan produksi hormon testosteron. fitoestrogenpada koro pedang dapat
46 bersifat agonis yaitu dapat berikatan
dengan reseptor estrogen (RE) dan merangsang respon estrogen. Menurut Adriani, (2015) Pemberian estrogen pada individu jantan akan dapat menyebabkan gangguan pada poros hipotalamus hipofisistestis, yang dapat menyebabkan terhambatnya seksresi FSH dan LH, akibatnya terjadi gangguan pada fungsi sel Sertoli dan sel Leydig. Sel Leydig merupakan tempat penghasil hormon testosteron, sehingga gangguan pada sel Leydig menyebabkan kadar hormon testosteron terganggu.
Serangkaian proses yang terjadi di epididimis sangat tergantung pada kadar testosteron, sehingga jika kadar testosteron menurun maka dapat menyebabkan morfologi sperma menjadi abnormal (Guyton, 2006).
Struktur dan fungsi isoflavon juga menyerupai 17β-ekstradiol yang berikatan dengan RE, sekresi ekstradiol paling banyak dan potensi estrogeniknya juga paling tinggi sehingga viabilitas sperma yang dihasilkan lebih rendah (Ganiswara, 1995; Margo 2015).
Berdasarkan motilitas, sperma
yang belum matang akan
menghasilkan sedikit energi sehingga menyebabkan berkurangnya motilitas (Toelihere, 1981) Sperma yang lamban pergerakannya akan berumur pendek, terbunuh sebelum sampai tempat aman (Vitahealth, 2007).
Menurut Rionaldy et al,
(2016)Tidak ada perubahan secara signifikan terhadap konsentrasi spermatozoa menunjukkan bahwa proliferasi pada spermatogenesis tidak terganggu
Jumlah spermatozoa
yangdihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosafertil atau
infertilnya seseorang. Karena adakalanyajumlah spermatozoa yang normal tetapi bila memilikimorfologi dan kecepatan yang kurang baik akan bisa
menyebabkan infertil. Sebaliknya dengan jumlahspermatozoa yang sedikit tapi memiliki morfologidan kecepatan normal maka masih bisa fertil (Guyton, 1997 ).
Dalam daun kedondong
diketahui adanya senyawa flavonoid, tanin dan saponin yang mempunyai masing-masing mekanisme yang mempengaruhi penurunan morfologi, viabilitas, motilitas dan konsentrasi spermatozoa.
Senyawa flavonoid memiliki aktifitas, seperti estrogen, dapat menekan fungsi hipofisis anterior untuk mengsekresikan FSH dan LH. Dengan cara menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosterone. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif terhadap
hipotalamus dan hipofisis.
Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH sehingga kadar GnRH turun dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. Bila FSH turun maka terjadi gangguan pada sel sertoli yang menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang diperlukan untuk diferensiasi dan memelihara sel-sel spermatogenik. Apabila kadar LH turun maka testosteron yang dihasilkan berkurang. Kadar FSH dan testosteron yang rendah menyebabkan proses spermatogenesis terganggu,
47 akibatnya jumlah spermatozoa
menurun.
Adanya tanin dalam perasan daun kedondong dapat menurunkan motilitas spermatozoa karena tanin dapat mengganggu aktivitas protein dinein yang merupakan salah satu protein yang terdapat pada ekor sperma, yang akan menurunkan motilitas spermatozoa. Protein ini penting karena mempunyai aktivitas
ATP-ase yang berfungsi
mempertahankan homeostatis internal untuk ion Na-K. Tanin bersifat
astringent yang menyebabkan
terjadinya pengerutan sel, sehingga
dapat berpengaruh terhadap
permeabilitas membran sel sperma.
Tanin dapat menyebabkan
penggumpalan sperma. Dari data sel spermatogenesis terlihat bahwa pembentukan sel spermatogonia menjadi spermatosit, spermatid menjadi spermatozoa mengalami hambatan karena pengaruh pemberian senyawa aktif tanin menurunkan
persentase spermatozoa yang
memiliki struktur morfologi normal maupun viabilitas
Mekanisme senyawa saponin mengakibatkan terjadinya gangguan kerja hormone testosterone dengan menurunkan sekresi protein atau enzim didalm lumen epididimis
sehingga proses pematangan
spermatozoa dalam epididimis terganggu. Sperma yang belum matang akan menghasilkan sedikit energi sehingga motilitasnya kurang. Penelitian perasan daun kedondong dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa, motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa namun tidak mempengaruhi morfologi spermatozoa. Tidak berpengaruhnya
dosis rendah, sedang dan tinggi terhadap morfologi spermatozoa. 4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikiut :
1. Perasan daun kedondong (Spondias
dulcis L.) dan perasan koro pedang
(Canavalia ensiformis L)
mempunyai aktivitas sebagai antifertil pada tikus jantan galur
sparague dawley.
2. Dosis perasan daun kedondong (Spondias dulcis L.) yang efektif
sebagai antifertil ialah
dosis231mg/200gBB terbukti
menurunkan viabilitas spermatozoa.
Dosis 231mg/200gBB dapat
menurunkan motilitas spermatozoa.
Dosis 924mg/200gBB juta/ml
menurunkan konsentrasi
spermatozoa, meskipun pada
morfologi spermatozoa menunjukkan penurunan sperma normal tetapi masih dalam nilai normal. Dari hasil rata-rata yang diperoleh menurut WHO (2010) dapat dikategorikan sebagai golongan Nekrozoospermia dan OligoAsthenozoospermia.
3. Perasan koro pedang (Canavalia
ensiformis L) dengan dosis 0,9 g/200
g bb dan 1,35 gr/200 gr bb mempunyai efek sebagai antifertilitas pada tikus putih jantan galur Sprague
Dawley dengan rata-rata hasil
dibawah standar kualitas sperma oleh WHO dengan sperma yang teramati termasuk Asthenozoospermia dan Necrozoospermia.
5. DAFTAR PUSTAKA
Adriani., dan Sri Nita. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai
(Glycine max)Terhadap
48
Spermatozoa Tikus
PutihJantang (Rattus
norvegicus) Strain Sprague Dawley. JurnalKEDOKTERAN YARSI 23 (1) : 012-027. Palembang
Arsyad, K.K., 1986. Kemungkinan pengembangan kontrasepsi pria. Majalah Medika, 12(4):342-351.
Badan Pusat Statistik. 2010. Laju
Pertumbuhan Penduduk.
http;//sp2010.bps.go.id/ [8 maret 2016]
Depekes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi 1V, 7, Depkes
RI, Jakarta.
Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006.
Textbook of medical Physiology
11th edition. Philadhelpia:
elsevier inc. Page : 996- 1008 Guyton, AC, Hall JE ,1997. Buku
Ajar FisiologiKedokteran Edisi 9. EGC.Jakarta
Harborne, J.B. 1987. Metode
Fitokimia Penuntun Cara
Modern Menganalisis
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh:
Koasih Padmawinata & Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Herlina, T., Julaeha, E., Supratman, U., Subarnas, A., Sutardjo, S.
2008. Potensi Tumbuhan
Erythrina (Leguminosae)
Sebagai Antifertilitas. Jurnal
Kedokteran Maranatha Vol. 7
(2). Feb 2008:110-114.
Kim, S.H dan Park, M.J. 2012. Effects of Phytoestrogen on
Sexual Development. Korean J. Pediatr.55(8):265-271.
Miharja FJ, Supriyanto, dan Slamet H. 2015. jurnal Seminar
Nasional XII Pendidikan
Biologi FKIP UNS.
Moeloek, N. 2006. Analisis Semen
Manusia.Retrieved from Cermin
DuniaKedokteranNo.30.
Musafaah dan Noor, F.A. 2012. Faktor struktural keikutsertaan pria dalam ber-Keluarga Berencana (KB) di Indonesia (analisis data SDKI 2007). Bul
Penelit Kesehat, 40(3):154–161.
Purwieningrum. E. 2008.Gender
dalam KB & KR. Jakarta : Pusat
pelatihan Gender dan
Peningkatan Kualitas
Perempuan, BKKBN. Hal : 9-10.
Voight R. 1995. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi, oleh
Soewandhi S. N. Dan Widianto M. B., Edisi Kelima, Penerbit UGM Press, Yogyakarta.
Wintaryati, VA. 2003. Pengaruh
Ekstrak Biji Papaya (Carica papaya L) terhadao Organ
Reproduksi dan Kualitas
Spermatozoa Mencit (Mus
musculus) Balb-C Jantan.
Unpublished Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Jember World Health Organization. 2010.
WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen 5th Edition.