• Tidak ada hasil yang ditemukan

USM. Skripsi. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1. Program Studi S-1. Teknologi Hasil Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USM. Skripsi. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1. Program Studi S-1. Teknologi Hasil Pertanian"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

USM

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI ALBEDO KULIT DURIAN (Durio zibhetinus murr) MENGGUNAKAN LARUTAN BELIMBING WULUH

(Averrhoa bilimbi L) DENGAN VARIASI SUHU TERHADAP KARAKTERISTIK PEKTIN

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1

Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Disusun oleh : DINO SADEWO

D.111.12.0039

JURUSAN S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS SEMARANG 2017

(2)

Judul Skripsi Nama Nim Program Studi Tanggal Ujian LEN{BAR PENGESAHAN

I

:

Pengamh Suhu Ekstraksi Albedo I(ulit Durian (Durirt zibhetiruts

mtrr)

Menggunakatr Larutan Beiimbing Wuluh (Averrltoa bilintbi

l)

Dengan Variasi Suhu Terhadap Karakteristik Pektin

:

Dino Sade'nvo

:

D.l11.12.0039

:

S-1 Teknologi Hasil Pertanian

:

Januari 2017

Menyetujui

PembimbingUtama Pembimbing Anggota

( Ir. Ery Pratiwi, MP )

Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

( Ir. Bambang Kunarto, MP )

6iff

Dekan

Jeknologi Pertanian,

ahjuningsih, MP)

(3)

Judul Skripsi Nama Nim Prograrn Studi Tanggal Ujian LEMBAR PENGESAHAN

II

:

Pengamh Suhu Ekstraksi Albedo Kulit Durian (Durio zibethinus nturr) Menggunakan Larutan Belirnbing Wuluh (At,errhou bilimbi Z) Dcngan Variasi Sultu Terhadap Karakteristik Pcktin

:

Dino Sadewo

:

D.111.i2.0039

:

S-1 Teknologi Hasil Perlanian

:

Januari 2017

Mengetahui

Penguji II Penguji I

( Ir" Dewi Larasati, M.Si )

Penguji

III

( Ir. Ery Pratiwi, MP )

Ketua Panitia Ujian Skripsi ( Ir. Elly

111

(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama NIM

: l)ino Sadeu'o : D.11i.12.0039

Program

Studi

: S-1 Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas / Universitas : Teknologi Pertanian/ Universitas Semarang Menyatakan bahwa skripsi dengan judul :

ooPengaruh Suhu Ekstraksi Albedo

Kulit

Durian @urio zibethinus murr) Menggunakan Larutan Belimbing

wuluh

(Averrhoa bilimbi

L)

Dengan Variasi Suhu Terhadap Karakteristik Pektin"

Adalah hasil penelitian saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar ke sarjanaan di perguruan tinggi. Dalam skripsi ini juga tidak terdapat karya atau pend'apat orang lain yang pemah ditulis atau diterbitkan, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Ap,abila di kemudian hari terdapat penyimpanan dan ketidak benaran dalam pernyataan

ini,

maka saya bersedia menerima sangsi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.

Semarang, Januai2077

IV

*l

Yang menYatakau

(5)

v

RINGKASAN

Dino Sadewo D.111.12.0039. Pengaruh Suhu Ekstraksi Albedo Kulit Durian (Durio zibethinus murr) Menggunakan Larutan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Dengan Variasi Suhu Terhadap Karakteristik Pektin. Pembimbing : Ir. Dewi Larasati, M.Si., Ir. Ery Pratiwi, MP

Buah durian merupakan buah tropis di Asia Tenggara yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Menurut BPS (2006) produksi buah durian setiap tahun cenderung meningkat. Peningkatan ini tentunya akan mengakibatkan jumlah konsumsi dan limbah albedo kulit durian juga meningkat, yang akan menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Oleh karena itu, albedo kulit durian perlu dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya, salah satu cara yaitu dengan mengekstrak pektin yang terkandung dalam albedo kulit durian.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap karakteristik pektin albedo kulit durian. Penelitian ini dilakukan dengan mengekstrak pektin dari albedo kulit durian kemudian diuji kadar rendemen, kadar air, kadar abu, kadar metoksil, dan kadar anhidrogalakturonat. Proses suhu pemanasan dilakukan untuk mendapatkan pektin dengan rendemen, metoksil, dan anhidrogalakturonat yang tinggi, serta kadar air, kadar abu yang rendah. Perlakuan suhu pemanasan yang dilakukan yaitu suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC, dan suhu 100ºC. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anova. Apabila ditemukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan pemanasan suhu 80ºC dengan lama waktu ekstraksi pemanasan 5 jam, merupakan perlakuan terbaik untuk mengekstraksi pektin albedo kulit durian dengan rendemen, kadar metoksil dan kadar anhidrogalakturonat yang memiliki nilai persen tinggi, sementara kadar air dan kadar abu memiliki nilai persen rendah.

(6)

vi ABSTRACK

Dino Sadewo D.111.12.0039. Albedo Effect of Temperature Extraction

Skin Durian (Durio zibethinus Murr) Using the solution Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) With Temperature Variation Characteristics Of Pectin.Supervising : Ir. Dewi Larasati, M.Si., Ir. Ery Pratiwi,MP.

The purpose of this research is to know the influence of temperature characteristic of pectin extraction against skin albedo durian. This research was conducted by extracting pectin from albedo durian skin then tested the levels of yield, moisture content, ash levels, levels of metoksil, and anhidrogalakturonat levels. The process of heating temperature is done to get the pectin with yield, metoksil, and anhidrogalakturonat, as well as water content, low levels of ash. The heating temperature treatment done i.e. temperature 40ºc temperature 60 º C, the temperature of 80 ° C, and the temperature of 100 ºc. This research was conducted in the laboratory of Food Engineering Faculty of agricultural technology of Semarang University. The design of the Research Design used was Random groups (RACK). The data obtained were analyzed using Anova. If the difference found between the treatment continued with test DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Based on the results of this research can be drawn the conclusion that the treatment of heating temperature of 80 ºc with a long warming 5 extraction, is the best treatment to extract pectin albedo durian skin with yield, levels of metoksil and anhidrogalakturonat that has levels per cent higher, while the moisture and ash levels have a value per cent lower.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Hidayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dalam penyajian data maupun analisa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan penuh dari berbagai pihak yang dengan tulus dan sabar membimbing, membantu dan memberi semangat kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Sri Budi Wahjuningsih, MP selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang dan dosen penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan dalam penulisan laporan ini.

2. Ir. Bambang Kunarto, MP selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Semarang.

3. Dra. Murtiari Eva, MP selaku Dosen Wali yang senantiasa mendukung, memotivasi, mengajar, dan mengarahkan hingga tercapainya studi akhir ini. 4. Ir. Dewi Larasati, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh

sabar memberikan bimbingan, perhatian dan saran yang berguna selama penyusunan skripsi.

(8)

viii

5. Ir. Ery Pratiwi, MP selaku Dosen wali dan Dosen Pembimbing kedua atas waktu yang telah diberikan untuk memberi saran dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan dan semangat.

7. Teman- teman seperjuangan yang selalu menemani dalam susah dan senang angkatan 2012.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan laporan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati, semoga laporan skripsi yang telah disusun ini dapat bermanfaat untuk penyusun pribadi, para pembaca dan masyarakat umumnya serta berguna pula bagi perkembangan pangan. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dari itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agart penulis dapat memperoleh tambahan wawasan yang bermanfaat.

Semarang, Januari 2017 Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN I ... ii

LEMBAR PENGESAHAN II ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan ... 3 D. Manfaat ... 3 E. Hipotesis ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian(Durio zibhetinusmurr) ... 4

B. Albedo Kulit Durian ... 7

C. Belimbing Wuluh ... 9

D. Pektin ... 12

(10)

x BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ... 25

B. Bahan dan Peralatan ... 25

C. Prosedur Penelitian... 25

D. Rancangan Percobaan ... 29

E. Pengamatan ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Pektin ... 32

B. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Air Pektin ... 36

C. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu Pektin ... 38

D. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Metoksil Pektin ... 41

E. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Anhidrogalakturonat Pektin ... 44 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 48 B. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN ... 52

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klafikasi Ilmiah Tanaman Durian ... 5

2. Kandungan Gizi Buah Durian Per 100gram Bahan ... 6

3. Komposisi Kimia Kulit Durian ... 8

4. Komposisi Buah Belimbing Wuluh ... 10

5. Kandungan Senyawa Organik Belimbing Wuluh ... 10

6. Standar mutu pektin berdasarkan standar mutu Internasional Pektin Producers Association. ... 17

7. Rerata Rendemen Pektin Albedo Kulit Durian ... 32

8. Rerata Kadar Air Pektin Albedo Kulit Durian ... 36

9. Rerata Kadar Abu Pektin Albedo Kulit Durian ... 39

10. Rerata Kadar Metoksil Albedo Kulit Durian ... 41

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rantai Molekul Pektin ... 16

2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Belimbing Wuluh ... 27

3. Diagram Alir Pembuatan Ekstraksi Pektin Albedo Kulit Durian ... 28

4. Diagram Batang Rata – Rata Rendemen Kulit Durian ... 34

5. Diagram Batang Rata – Rata Kadar Air Kulit Durian ... 38

6. Diagram Batang Rata – Rata Kadar Abu Kulit Durian ... 40

7. Diagram Batang Rata – Rata Kadar Metoksil Durian... 43

8. Diagram Batang Rata – Rata Kadar Anhidrogalakturonat Durian ... 46

9. Dokumentasi Penelitian Pembuatan Larutan Belimbing Wuluh ... 63

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Durian (Durio zibethinus murr) yang dijuluki The King of Fruit merupakan buah yang banyak disukai masyarakat, karena aromanya yang khas dan rasanya yang enak. Pada musim durian telah tiba, maka masalah utama yang harus diperhatikan adalah masalah limbahnya, yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi. Dan ternyata masih dapat diambil manfaatnya, terutama bagian kulit dalam yang berwarna putih (albedo) untuk dijadikan pengental.

Limbah merupakan salah satu masalah yang terbesar dalam pengolahan pangan, karena dapat mencemari lingkungan baik dari segi penglihatan dan penciuman, selain itu dapat menyebabkan bibit – bibit penyakit seperti diare. Pemanfaatan dan pengolahan kembali, limbah pangan sangat penting untuk meminimalkan produksi limbah di industri pangan. Kandungan kimia albedo kulit durian yang dapat dimanfaatkan adalah pektin. Hal ini dapat dijadikan parameter untuk pemanfaatan dan pengolahan limbah pangan yang masih memiliki nilai ekonomis, ditinjau dari kandungan gizi dan kimia limbah tersebut.

Secara kimia pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus

(14)

2

metoksil. Senyawa ini termasuk karbohidrat golongan polisakarida (Sofiana, 2012).

Pektin merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan pembuatan jelly, jam, dan marmalade. Konsentrasi pektin berpengaruh terhadap pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu (Willats, 2006).

Dalam pengolahan pektin perlu diperhatikan sifat fisik dari sumber atau bahan yang akan diolah, karena beberapa hal yang sangat mempengaruhi rendemen serta mutu pektin. Antara lain bahan baku yang akan diekstrak, jenis asam yang akan digunakan (biasanya HCl, asam asetat, asam sitrat, asam nitrat, asam sulfat), suhu dan lama ekstraksi, pH, jenis pengendap yang digunakan (aseton, alkohol, garam metal, kalium sulfat, dan alumunium sulfat) biasanya untuk pengendapan secara komersial yang digunakan adalah alkohol 96% untuk mendapatkan penggumpalan (Rouse, 1977).

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam industri yaitu produk samping yang dihasilkan berupa kulit buah durian dan cara pengolahannya. Pengolahan yang kurang efektif menyebabkan pencemaran bau di lingkungan sekitar dan menambah biaya bagi industri. Dengan memperhatikan suhu yang tepat untuk memanfaatkan albedo kulit durian sebagai sumber pektin yang dapat diaplikasikan pada pangan.

(15)

3 C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi suhu yang diekstrak menjadi pektin dalam albedo kulit durian.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa industri pangan tentang variasi suhu yang tepat dalam pemanfaatan albedo kulit durian dengan larutan belimbing wuluh menjadi pektin.

E. Hipotesis

Hipotesa yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah variasi suhu pada penggunaan albedo kulit durian Durio zibethinus murr dengan larutan belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L mempengaruhi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar metoksil, dan kadar anhidrogalakturonat pektin yang dihasilkan.

(16)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Durian (Durio zibethinus murr)

Durian (Durio zibethinus murr) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 1996).

Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar – pencar di hutan raya “Malesia”, yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma, India, dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan masyarakat saat itu tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli menyebarluaskan tanaman durian ini kepada masyarakat yang sudah hidup secara menetap (Setiadi, 199).

Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah, suhu udara antara 250 – 320C, kelembaban udara sekitar 50% – 80%, dan intesitas cahaya matahari 45% -

(17)

5

50% (Rukman, 1996). Klasifikasi ilmiah tanaman durian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Durian

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom Plantae

Divisi Spermatopytha

Sub Divisi Angiosperma

Kelas Dicotyledonae

Ordo Malvaceae

Famili Bombacaceae

Genus Durio

Spesies Durio zibethinus Murr

Sumber. Rukmana (1996)

Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae. Family

Bombacaceae, dan genus Durio. Prof. Dr. A.J.G.H. Kostermans mencatat ada

27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies ditemukan di Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya 7. Spesies lain tidak bisa dikonsumsi karena berbagai sebab; misalnya : rasa tidak enak, buah terlalu kecil, atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri dari: Durio zibethius (durian), Durio kutejenis (lai), Durio oxleyanus (kerantongan), Durio dulcis (lahong). Durio graveolens (labelak), Durio

grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura – kura).

Dari ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan karena buahnya enak (Untung, 2008).

Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh Dinas Pertanian, yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau,

(18)

6

sijapang, siriwig, bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hape, matahari, aspar, sawah mas, raja mabah, kalapet, dan lai mansau (Untung, 2008).

Buah durian berbentuk bulat, bulat panjang, atau variasi dari kedua bentuk itu. Buah yang sudah matang panjangnya sekitar 30cm – 45cm dengan lebar 20cm – 25cm, beratnya sebagian besar berkisar antara 1,5kg – 2,5kg. Setiap buah berisi 5 juring yang didalamnya terletak 1 – 5 biji yang diselimuti daging buah berwarna putih, krem, kuning, atau kuning tua. Besar kecilnya ukuran biji, rasa, tekstur dan ketebalan daging buah tergantung varietas (Untung, 2008).

Tabel 2. Kandungan Gizi Buah Durian Per 100 gr Bahan

Kandungan Gizi Satuan Jumlah

Energi Kal 134,0 Protein Gr 2,4 Lemak Gr 3,0 Karbohidrat Gr 28,0 Kalsium Mgr 7,4 Fosfor Mgr 7,4 Zat Besi Mgr 44,0 Vitamin A SI 175,0 Vitamin B1 Mgr 0,1 Vitamin C Air Mgr Gr 53,0 65,0

Sumber. Ditektor Gizi Depkes RI (1996)

Bagian utama dari tanaman durian yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial cukup tinggi adalah buahnya. Buah yang telah matang selain enak dikonsumsi segar, juga dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagi jenis makanan maupun pencampuran minuman seperti dibuat kolak, bubur, keripik, dodol, tempoyak, atau penambahan cita rasa ice cream. Disamping

(19)

7

itu, buah durian mengandung gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap, seperti disajikan pada tabel berikut (Rukmana, 1996). Kandungan Gizi Buah Durian Per 100 gr Bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

B. Kulit Durian

Kulit durian bertipe kapsul berbentuk bulat, bulat telur, hingga lonjong, dengan panjang hingga 25 cm dan diameter hingga 20 cm. Kulit buahnya tebal, permukaannya bersudut tajam atau berduri dan hanya menghasilkan produk samping dan tidak dimanfaatkan. Albedo kulit durian hanya menjadi limbah rumah tangga yang pada proses akhirnya hanya dibuang sebagai sampah dan tidak sama sekali memiliki nilai ekonomi (Hatta, 2007).

Albedo kulit durian jika diurai secara proporsional diketahui mengandung unsur selulose yang sangat tinggi mencapai (50 – 60%) dan kandungan kecil lignin sekitar (5%). Albedo kulit durian juga terdapat kandungan pati yang rendah yaitu hanya (5%) sehingga dapat diindikasikan bahan tersebut bisa digunakan sebagai campuran bahan baku papan olahan, serta produk lainnya yang dimampatkan (Hatta, 2007). Albedo durian yang tidak bernilai ini juga dapat dijadikan sebagai sumber pektin, minyak atsiri, flavonoid, saponin, unsur selulosa, lignin, serta kandungan pati. Sumber pektin ini tepatnya dapat ditemukan pada bagian kulit dalam durian, yang berwarna putih biasanya dikatakan sebagai Albedo, atau juga dikenal dengan bagian mesocarp (Widarto, 2007). Albedo kulit durian juga mengandung beberapa gizi seperti terlihat pada Tabel 3.

(20)

8

Tabel 3. Komposisi Dari Albedo Kulit Durian

Komposisi Persentase (%) Pati 18,50 Gula Total 1,85 Ethanol 0,16 Lemak 0,22 Protein 0,35 Serat Kasar 19,40 Air 57,60 Sumber : Dewati, (2010)

Menurut Napitupulu (2010) manfaat albedo kulit durian diantaranya yaitu :

1. Sebagai obat pengusir nyamuk atau pengusir serangga lain misalnya lalat dengan kadar abu rendah yaitu 4%.

2. Mengobati sakit perut dengan melumatkan kulit durian dengan di blender atau ditumbuk kemudian ditempelkan pada bagian perut yang terasa sakit dan biarkan hingga mengering.

3. Sebagai pupuk organik, dengan merebus kulit durian kemudian dijemur hingga kering. Kulit yang sudah kering kemudian ditumbuk. Penggunaannya dapat dicampur dengan air.

4. Sebagai bahan pengental, kandungan kimia kulit durian yang dapat dimanfaatkan adalah pektin. Pektin merupakan senyawa yang baik digunakan sebagai pengental dalam makanan. Sehingga pektin yang diperoleh dari kulit buah durian dapat dimanfaatkan sebagai pengental dalam pembuatan cendol atau dapat dijadikan tepung.

(21)

9 C. Belimbing Wuluh

Tanaman belimbing wuluh berupa pohon kecil dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah 30 cm (Lathifah, 2008). Tanaman ini mudah sekali tumbuh dan berkembangbiak melalui cangkok atau persemaian biji. Jika ditanam lewat biji, pada usia 3- 4 tahun sudah mulai berbuah. Jumlah setahunnya bisa mencapai 1.500 buah (Mario, 2011).

Pohon belimbing wuluh bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5 – 10 m. Batang utamanya pendek, berbenjol – benjol, cabangnya rendah dan sedikit. Batangnya bergelombang atau tidak rata (Masripah, 2009). Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan 21 – 45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membulat tepi rata, panjang 2 – 10 cm, lebarnya 1 – 3 cm berwarna hijau, permukaan bawah hijau muda (Dalimarta, 2008). Sistematika tumbuhan belimbing wuluh (Heyne, 1987) sebagai berikut :

Devisi : Spermathopyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Geraniales Suku : Oxalidaceae Marga : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

Kandungan kimia pada tanaman belimbing wuluh secara lebih rinci yaitu pada daunnya mengandung tanin, sulfur, asam format, kalium sitrat dan kalium oskalat. Sedangkan ibu tangkai daunnya mengandung alkoloid dan polifenol. Batang pada tanaman belimbing mengandung senyawa

(22)

10

saponin, tanin, glukosida, kalsium oskalat, sulfur, asam format, peroksida, dan buahnya mengandung senyawa flavonoid, triterpenoid dan juga mengandung asam sitratyang cukup tinggi (Permadi, 2006). Komposisi dan kandungan asam organik dalam buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 4. dan 5.

Tabel 4. Komposisi buah belimbing wuluh

Komposisi Pangan Kadar

Energi 21 kal Protein 0,7 g Lemak 0,2 g Karbohidrat 4,7 g Serat 0,6 g Abu 0,3 g Kalsium 7 mg Fosfor 11 mg Zat 0,4 mg Sodium 4 mg Potasium 148 mg Vitamin A 145 mg Thiamin 0,01 mg Niasin 0,3 mg Asam Askorbat 9 mg Sumber. Subhadrabandhu (2001)

Tabel 5. Kandungan senyawa organik belimbing wuluh

Asam Organik Satuan Jumlah Ka

Asam Asetat mEq/100g total padatan 1,6 – 1,9 1,8 x 10-5

Asam Sitrat mEq/100g total padatan 92,6 – 133,8 7,21 x 10-4 (Ka 1) 1,7 x 10-5 (Ka 2) 4,09 x 10-5 (Ka 3) Asam Format mEq/100g total padatan 0,4 – 0,9 1,8 x 10-4

Asam Laktat mEq/100g total padatan 0,4 – 1,2 8,32 x 10-4 Asam Oksalat mEq/100g total padatan 5,5 – 8,6 6,5 x 10-2 (Ka 1)

6,1 x 10-5 (Ka 2)

(23)

11

Buah Belimbing wuluh mengandung beberapa zat yaitu saponin, flavonoid, asam asetat, asam askorbat.

1. Saponin

Senyawa saponin bersifat seperti sabun dan larut dalam air. di dalam air mudah membentuk buih dan stabil dengan penambahan asam. Karena sifatnya yang hemolitik, saponin sangat toksik terhadap hewan bila masuk langsung ke dalam darah, sedangkan bila melalui pencernaan tidak beracun. Karena sifatnya itu maka saponin berpotensi zat antibakteri (Robinson, 1991)

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polifenol, memiliki banyak struksur fenolik yang berhasiat antibakteri. Dalam kadar 0,01 – 1% bersifat bakteriostatik dan 1,6% bakteristid, yang dapat menyebabkan koagulasi protein terutama protein bakteri (Robinson, 1991).

3. Asam asetat

Asam asetat, asam etanoat, atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat memiliki rumus empiris CH3COOH (Reza,

2013)

4. Asam askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin c, selain asam dehidroaskorbat, ia berbentuk bubuk kristal kuning

(24)

12

keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat – sifat antioksida (Reza, 2013).

D. Pektin

Pektin pertama kali ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah pada tahun 1790. Namun saat itu senyawa yang dapat mengentalkan sari buah ini belum diberi nama. Baru setelah pada tahun 1825, Henri Braconnot berhasil mengisolisasinya dari tumbuhan, zat yang bermanfaat sebagai perekat dan stabilizer ini diberi nama asam pektat. Wujud pektin berwarna putih agak coklat-kecoklatan.Pektin merupakan polisakarida yang menyusun sepertiga bagian dinding sel tanaman (dikotil dan beberapa monokotil). Dinding sel terdiri dari 60% air dan 40% polimer. Pektin terletak bagian tengah lamella pada dinding sel. Pada dasarnya semua tanaman yang berfotosintesis tanpa kecuali mengandung pektin namun dalam jumlah yang berbeda tergantung pada jenis tanaman dan tingkat kematangannya (Anonim, 2010)

Pada umumnya, pektin tidak memiliki struktur yang tepat. Pektin merupakan koloid yang refersibel yaitu dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan, dan dapat dilarutkan kembali tanpa merubah sifat fisiknya. Didalam air, pektin dapat membentuk larutan kental pada kondisi tertentu (Hasbullah, 2001)

1. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin

Menurut Hasbullah (2001) Pektin adalah polisakarida komplek yang bersifat asam yang terdapat dalam jumlah bervariasi, terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman. Umumnya terdapat didalam dinding sel

(25)

13

primer. Khususnya di sela – sela selulosa dan demiselulosa. Pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lainnya. Substansi pektin tersusun dari asam poligalakturonat, dimana gugus karboksil dari unit asam poligalakturonat dapat teresterivikasi sebagian dengan metanol (Hanum dkk, 2012).

Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer α-D-asam galakturonat yang mengandung gugus metil eter pada konfigurasi atom C-2. Komponen minor berupa polimer unit – unit α-L-arabinolfurasonil bergabung dengan ikatan α-L-(1-5). Komponen minor lainnya adalah rantai lurus dari unit – unit β-D-galaktopirasonil yang mempunyai ikatan α-1,4glikosidik. Komponen utama pektin adalah asam D-galakturonat, juga terdapat di galaktosa L-arabinosa dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai dalam isolasinya. Jumlah unit asam anhidrogalakturonat setiap rantai adalah kurang dari 100 sampai lebih dari 1000. Rata – rata panjang rantai berbeda dari satu tanaman atau jaringan ke jaringan yang lain dan berubah sesuai dengan perkembangan jaringan (Nussinovitch, 1997).

Pektin bermanfaat sebagai bahan dasar dalam industri dan dikenal luas serta diijinkan disemua negara. Pektin banyak digunakan dibidang farmasi, makanan, minuman, serta bidang teknik. Selama ini pektin sebagai bahan baku industri di Indonesia masih diimpor dari luar negri. Pektin merupakan komponen tambahan – tambahan penting dalam industri

(26)

14

pangan, kosmetika dan obat – obatan, karena kemampuannya dalam mengubah sifat fungsional produk pangan seperti kekntalan, emulsi, gel (Nurviani dkk, 2014).

Ekstraksi pektin merupakan proses pengeluaran pektin dari dalam jaringan tanaman. Proses ekstraksi merupakan proses sederhana terdiri dari 4 tahap yaitu : ekstraksi, purifikasi ekstrak, pengendapan serta pengeringan. Cara yang digunakan untuk mengestrak pektin dari jaringan tanaman sangat beragam. Pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam, baik asam mineral maupun asam organik seperti asam natrium heksametafosfat, asam sulfat, asam klorida, asam asetat, asam nitrat dan asam sitrat (Fitriani, 2003) di dalam (Nurviani dkk, 2014).

2. Spesifikasi Pektin Komersial

Pektin komersial umumnya diperoleh dengan cara ekstraksi larutan asam dari bagian albedo buah jeruk atau apple pomace dengan cara pemurnian dan isolasi yang berbeda – beda. Pektin komersial untuk aplikasi pada makanan harus disetujui secara internasional dengan mengikuti daftar publikasi yang dikeluarkan oleh FAO Food and

Nutrision Paper (Glicksman, 1969). Berdasarkan drajat metilasi (DM)

pektin komersial digolongkan menjadi 4 yaitu : a. Pektin DM 30 untuk gel – gel rendah

b. Pektin DM 45 (pektin rapid setting) yang dapat diendapkan oleh kalsium, untuk gel – gel gula.

(27)

15

c. Pektin DM 60 (pektin slow side) untuk gel – gel gula tinggi dan jelly. d. Pektin DM 75 (pektin rapid side) selai dan jelly.

Menurut Kirk dan Othmer, (1958) dalam Akhmalludin dan Arie, (2014). Efisiensi pektin dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu suhu, waktu, pH larutan pengenstrak. Semakin tinggi suhu ekstraksi, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tapi dalam hal ini faktor keasaman yang digunakan tidak bisa diabaikan, kisaran pH yang direkomendasikan 1,5 – 3,0 (Nurviani dkk, 2014).

Penggunaan pektin dalam berbagai bidang antara lan :

a) Bidang farmasi digunakan sebagai campuran obat – obatan untuk berbagai jenis penyakit, antara lain : obat diare, disentri radang usus besar, obat luka, haemostatic agent, pengganti plasma darah, dan pektin juga digunakan untuk memperlambat absorbsi beberapa jenis obat – obatan tertentu didalam tubuh sehingga dapat memperpanjang masa kerja suatu obat.

b) Bidang kecantikan digunakan untuk campuran berbagai jenis kosmetik yaitu : pembuatan cream dan handbody lotion, sabun, pasta gigi, dan minyak rambut.

c) Bidang pangan digunakan sebagai bahan makanan yang telah dikenal lebih luas dikalangan masyarakat, diantaranya : Pembuatan jelly dan selai buah, roti, bahan pengental (thickening agent) untuk proses pembuatan tomato kechup, tomato pulp, cod life oil, es krim dan lain – lain.

(28)

16

Selain kegunaan yang disebut diatas pektin juga digunakan untuk beberapa hal berikut : sebagai stabilisator pada pembuatan koloid logam, sebagai bahan baku peledak dalam bentuk nitro pektin dan asetil pektin dan formil pektin dan untuk pembuatan resin sintesis dan perekat. Pektin juga digunakan pada industri tekstil dan industri karet (Muhidi, 2003 dalam Nurviani dkk, 2014).

3. Mutu Pektin

Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer asam a-Dgalakturonat yang merupakan kumpulan molekul pektin (Gambar 1.) yang mengandung gugus metil ester pada konfigurasi atom C-2 (Hoejgaard 2004). Berdasarkan kadar metoksilnya dibedakan dua (2) jenis pektin yaitu :

a. Pektin yang mempunyai kadar metoksil tinggi (7 – 9 %); b. Pektin yang mempunyai kadar metoksil rendah (3 – 6 %).

Gambar 1. Rantai molekul pektin.

Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol methanol yang terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat (Constenla dan Lozano, 2003). Kadar metoksil pectin memiliki peranan penting dalam menentukan

(29)

17

sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano, 2003).

Menurut Hoejgaard (2004) berdasarkan jumlah kelompok esternya, jenis pektin yang mempunyai kelompokester kurang dari 50% lebih menguntungkan karena pektin bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi tanpamelalui proses demetilasi. Menurut Constenla dan Lozano (2003), kadar metoksil pektin akan semakin tinggi dengan meningkatnya suhu. Hal ini dapat disebabkan gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat. (Agus Budianto dan Yulianingsih, 2008)

Dalam SNI disebutkan bahwa pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih kekuningan tidak berbau dan memiliki rasa seperti lendir, sifat – sifat fisik pektin adalah berat molekul 30.000 – 300.000 gr/mol, densiti 1,526 gr/cc, spesifik grafiti 0,65. (Andreas dkk, 2012). Dan Standar mutu Internasional Pektin Producers

Association dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar mutu pektin berdasarkan standar mutu Internasional

Pektin Producers Association.

Faktor Mutu Kandungan

Berat ekivalen 600 – 800

Bilangan asetil, % 0,15 – 0,45

Kekuatan gel, grade min 150

Pektin metoksil, tinggi % >7,12 Pektin metoksil, rendah % 2,5 – 7,12 Kadarasam galakturonat, % min 35

Kadar air, % maks 12

Kadar abu, % maks 10

Pektin ester tinggi, % min 50

Pektin ester rendah, % maks 50

(30)

18 E. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengesktrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi pektin merupakan pengeluaran pektin sel pada jaringan tanaman. Ekstraksi pektin dengan larutan asam dilakukan dengan cara memanaskan bahan dalam larutan asam yang berfungsi untuk menghidrolisis protopektin menjadi pektin. Ekstraksi ini dapat dilakukan dengan asam mineral seperti asam klorida atau asam sitrat. Semakin tinggi suhu ekstraksi, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tetapi dalam hal ini faktor keasaman tidak bisa diabaikan. Kisaran pH di rekomendasikan 1,5 – 3,0 tetapi kisaran pH 2,6 – 2,8 lebih sering dipakai (Kirk dan Othemer, 1958) dalam Akhmaludin dan Kurniawan (2001).

Isolasi pektin dari buah – buahan didasarkan pada sifat pektin yang dapat larut dalam air, sedangkan sebagian besar polisakarida lain seperti selulosa dan hemiselulosa yang bersama – sama dengan pektin menyusun dinding sel tanaman, bersifat tidak larut dalam air (Winarno, 1997). Menurut Widya (2007) ekstraksi pektin dari buah juga dipengaruhi oleh faktor – faktor mempengaruhi ekstraksi. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut. 1. Derajat keasaman (pH)

Pengontrolan pH dakam ekstraksi pektin memiliki peranan yang penting karena dapat mempengaruhi yield pektin. Rentang pH untuk ekstraksi pektin bervariasi tergantung dari bahan yang akan di ekstraksi.

(31)

19

Misalnya, ektraksi pektin dari kulit lemon dilakukan pada pH 1,5 – 3,0 dan ekstraksi dari ampas apel berkisar antara 1,2 – 3,0. Dari kondisi – kondisi tersebut dapat dilihat bahwa ekstraksi pektin umumnya dilakukan pada pH 1 – 3.

2. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel berarti semakin besar luas permukaan kontak antara padatan dan pelarut serta semakin pendek jarak difusi solut sehingga kecepatan ekstraksi lebih besar. Pemotongan dan pembelahan bahan – bahan yang akan diekstraksi membantu pengontakan antara padatan dengan pelarut karena pecahnya sel – sel yang mengandung solut tersebut.

3. Suhu

Kelarutan akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu untuk menghasilkan laju ekstraksi yang tinggi. Koefisien difusi juga akan bertambah tinggi seiring dengan kenaikan suhu sehingga meningkatkan laju ekstraksi. Batas suhu ditentukan untuk mencegah kerusakan pada bahan. Secara umum suhu untuk ekstraksi pektin yaitu 60 – 90oC. Penggunaan pektin dengan suhu yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan degradasi pektin.

4. Waktu ekstraksi

Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk ekstrasi dalam pelarut, perolehan yield yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi, penambahan waktu ekstrasi tidak sebanding dengan yield yang diperoleh.

(32)

20

Oleh karena itu, ekstraksi dilakukan pada waktu optomum. Ekstraksi dilakukan selama pelarut yang digunakan belum jenuh. Pelrut yang telah jenuh tidak dapat mengekstraksi lagi atau kurang baik kemampuannya untuk mengekstraksi lagi atau driving force semakin lama semakin kecil. Akibatnya waktu ekstraksi semakin lama dan yield yang dihasilkan tidak bertambah lagi secara signifikan.

5. Pelarut

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sebaiknya memiliki sifat – sifat sebagai berikut:

a. Mampu memberikan kemurnian solut yang tinggi b. Dapat didaur ulang

c. Stabil tetapi inert

d. Mempunyai viskositas, tekanan uap, dan titik beku yang rendah untuk memudahkan operasi dan keamanan penyimpanan

e. Tidak beracun dan tidak mudah terbakar

f. Tidak merugikan dari segi ekonomis dan tetap memberikan hasil yang cukup baik.

Larutan pengekstrak yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi pektin dari buah adalah air, alkohol 96%, larutan asam, dan polifosfat. Larutan asam yang umumnya digunakan adalah HCl, H2SO4, dan

CH3COOH. Larutan asam lain yang dapat digunakan adalah asam sitrat,

(33)

21

larutan sukrosa. Akan tetapi penggunaan larutan tersebut jarang dan tidak digunakan dalam pembuatan pektin secara komersial.

6. Pengaruh pengadukan

Pengadukan dalam ekstraksi penting karena meningkatkan perpindahan solut dari permukaan partikel (padatan) ke cairan pelarut. Mekanisme yang terjadi pada proses leaching adalah solven berdifusi kadalam padatan sehingga solut akan larut kedalam solven kemudian akan berdifusi keluar menuju kepermukaan partikel, akhirnya solut akan berpindah ke larutan.

Selain itu, pengadukan suspensi partikel halus mencegah pengendapan padatan dan kegunaan yang lebih efektif adalah membuat kontak luasnya semakin besar.

1. Jenis – Jenis Ekstraksi 1) Ekstraksi secara dingin

a. Metode maserasi

Maserasi merupakan cara pelarut sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam cairan pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindungi dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk melarutkan sampel yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan pelarut yang digunakan lebih

(34)

22

banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan – bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin.

Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :

a) Modifikasi maserasi melingkar b) Modifikasi maserasi digesti

c) Modifikasi maserasi melingkar bertingkat d) Modifikasi remaserasi

e) Modifikasi dengan mesin pengaduk b. Metode Soxhletasi

Soxhletasi merupakan pelarut sampel secara berkesinambungan, cairan penyaring dipanaskan sehinga menguap, uap cairan pelarut terkondensasi menjadi molekul – molekul air oleh pendingin balik dan turun menyaring sampel dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu bulat setelah melewati pipa sifon.

Keuntungan metode ini adalah :

a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.

b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit c) Pemanasannya dapat diatur

(35)

23

a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus – menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.

b) Jumlah total senyawa – senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.

c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tingi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.

Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.

c. Metode Perlokasi

Perlokasi adalah cara pelarut dengan mengalirkan pelarut melalui serbuk sampel yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat ( marc ) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak

(36)

24

merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perlokasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efesien.

2. Ekstraksi secara panas a. Metode Refluks

Keuntungan dari metode ini dalah digunakan untuk mengekstraksi sampel – sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.

Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator.

b. Metode Destilasi Uap

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak – minyak menguap ( esensial ) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk melarutkan sampel yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.

(37)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitianini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan November - Desember 2016.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah limbah kulit buah Durian yang diperoleh dari pasar – pasar Semarang, Jawa Tengah. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk proses terdiri dari bahan pengestrak dan analisis yang mencakup, belimbing wuluh, alkohol 96%,HCl, NaOH, aquades, albedo kulit durian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, pengaduk,stopwatch, thermometer, water bath, erlenmeyer, gelas beker, oven

cabinet drier, desikator, statif, klem, cawan porselen, kertas saring,

alumunium foil, kain saring, penyaring, dan alat umum yang digunakan dalam laboratorium kimia.

C. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian mengenai pembuatan pektin dari albedo kulit durian dengan perlakuan suhu pemanasan yang terdiri dari suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC, dan suhu 100ºC dengan lama waktu pemanasan selama 5

(38)

26

jam, menurut Lenty (2014) prosedur penelitian ekstraksi pektin albedo kulit durian sebagai berikut :

1. Mula – mula dilakukan pembersihan dan pencucian terhadap limbah buah durian.

2. Selanjutnya kulit buah durian di potong kecil – kecil hingga berat 50gram.

3. Albedo kulit durian 100 gram di blender dan ditambahkan larutan belimbing wuluh hingga pH 2 – 3. Dengan perbandingan belimbing wuluh dan aquades 1 : 3 (100gram belimbing wuluh, 300 mL aquades) 4. Kemudian dipanaskan dengan perlakuan suhu 40ºC, 60ºC, 80ºC, dan

100ºC selama 5 jam.

5. Setelah 5 jam, disaring dengan kain saring, filtrat diambil dan didinginkan pada suhu ruang

6. Filtrat diendapkan dengan penambahan alkohol 96% masing – masing 1 : 1, lalu ditutup dengan plastik dan didiamkan selama 16 jam.

7. Kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh bagian endapan atau pektin

8. Endapan atau pektin dikeringkan dalam cabinet drierpada suhu 60ºC selama 16 jam.

9. Pektin kering ditimbang beratnya untuk memperoleh rendemen pektin dan hasil rendemen pektin yang terbaik dianalisis Kadar Abu, Kadar Air, Kadar Metoksil, dan Kadar Galakturonat.

(39)

27 Diagram Alir 1. Larutan Belimbing Wuluh

Gambar 2. Diagram alir pembuatan Larutan Belimbing Wuluh Belimbing Wuluh (100 gram) Pencucian Pemblenderan (100gr belimbing wuluh + 300 mL aquadest)

Larutan Belimbing Wuluh

Air Air kotor

Belimbing Wuluh + Aquadest

Penyaringan Ampas

(40)

28

Gambar 3. Diagram alir pembuatan ekstraksi pektin albedo kulit durian Diagram Alir 2. ekstraksi pektin albedo kulit durian

Ampas

Ampas Albedo Durian

Potong kecil – kecil (Berat 50 gram) Ekstraksi t (perlakuan) 40˚C, 60˚C, 80˚C,100˚C w= 5jam Penyaringan I (Kain Saring Rangkap 2)

Pendinginan suhu ruang

Pengendapan 1 : 1 (selama 16 jam) Alkohol 96% (16 jam) Penyaringan II (Kertas Saring) Endapan Pektin ktin Kering Pengeringan (t=60ºC, w=20jam

Ditimbang beratnya kemudian diuji : Rendemen, Kadar Air, Kadar Abu, Metoksil dan anhidrogalakturonat

Pemblenderan (w = sampai halus) Pektin Larutan belimbing wuluh 100 mL

(41)

29 D. Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Sederhana dengan 4 perlakuan suhu pemanasan yaitu suhu 40ºC, 60ºC, 80ºC, dan 100ºC dengan lama waktu pemanasan 5 jam, dengan ulangan 4 kali dan perlakuan yang diberikan adalah suhu ekstraksi yaitu :

T1 : 40ºC T2 : 60ºC T3 : 80ºC T4 : 100ºC

Hasil ekstraksi yang diperoleh diambil pektinnya, dan pektin yang diperoleh dianalisis Rendemen, Kadar Air, Kadar Metoksil, Kadar Galakturonat, dan Kadar Abu. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anova dan apabila ada perbedaan diuji lanjut dengan menggunakan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

E. Pengamatan

Variabel pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Rendemen (AOAC, 2000)

Rendemen pektin yang dihasilkan pada limbah kulit buah durian dengan suhu yang berbeda menghasilkan :

Untuk menentukan rendemen digunakan metode ekstraksi pektin (diagram alir 2) dan dihitung dengan rumus berikut :

(42)

30 2. Kadar Air(Legowo dkk, 2005)

Ditimbang 0,5 gram sampel dalam cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 80ºC sampai 100ºC selama 15 sampai 30 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator lalu ditentukan lagi beratnya. Proses ini dilakukan sampai beratnya konstan dan setelah penimbangan berturut – turut kurang dari 0,2 miligram. Untuk menentukan kadar air digunakan rumus berikut :

3. Kadar Abu (Legowo dkk, 2005)

Kadar abu menyatakan banyaknya abu setelah pembakaran. Kadar abu menunjukan masih ada komponen anorganik yang tertinggal dalam pektin. Semakin kecil kadar abu maka kemurnian pektin akan semakin baik. Pektin dengan mutu terbaik, kadar abunya 0%.

Ditimbang 0,5 gram pektin dalam cawan porselen, lalu diabukan dengan furnace pada suhu 300ºC. Abu didinginkan sampai temperatur kamar dalam desikator dan ditentukan beratnya. Untuk menentukan kadar abu digunakan rumus berikut :

(43)

31 4. Kadar Metoksil (Ranganna, 1987)

Larutan netral yang telah dititrasi pada penentuan berat ekivalen yang berisi 0,5 gram pektin, ditambah 25 mililiter NaOH 0,25 N, digoncang perlahan kemudian dibiarkan 30 menit pada temperatur ruang dalam labu tertutup, lalu ditambahkan 25 mililiter larutan HCl 0,25 N dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator PP sampai titik akhir. Untuk menentukan kandungan metoksil digunakan rumus berikut :

5. Kadar Anhidrogalakturonat(Ranggana, 1987)

Penentuan kadar asam anhidrogalakturonat penting untuk menentukan kemurnian pektin. Semakin besar kadar asam anhidrogalakturonat maka pektin akan semakin murni, karena semakin kecil kandungan organiknya (HUI : 2004). Untuk menentukan kandungan anhidrogalakturonat digunakan rumus berikut :

Kadar anhidrogalakturonat : ( )

Keterangan : A adalah Metoksil

B adalah Berat Ekiuvalen C adalah Alkali Abu

(44)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Rendemen Pektin Kulit Buah Durian

Rendemen pektin adalalah presentase pektin yang dihasilkan setelah proses pengeringan pektin basah hasil pengendapan (Meilida Hesty, 2010). Hasil penelitian pektin dari kulit buah durian dengan perlakuan suhu 40ºC, 60ºC, 80ºC, dan 100ºC dengan pemanasan 5 jam diketahui bahwa rendemen pektin berkisar antara 1,73% -2,54%, hasil perhitungan rendemen pektin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rendemen pektin albedo kulit durian (%)

Perlakuan Rendemen (%)

T1 (40ºC) 2,12ab

T2 (60ºC) 2,17ab

T3 (80ºC) 2,54b

T4 (100ºC) 1,73a

Keterangan : - Rerata rendemen merupakan rerata dari 4 ulangan. - Angka yang ditandai notasi huruf yang berbeda pada

kolom yang sama menunjukan ada perbedaan yang nyata.

Berdasarkan hasil analisa ragam (lampiran 1) diketahui bahwa perlakuan suhu ekstraksi pektin kulit buah durian memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.

(45)

33

Tabel 7.menujukkan bahwa suhu ekastraksi 80ºC menghasilkan rendemen yang paling banyak (2,54%), dan diikuti oleh perlakuan suhu 60ºC menghasilkan rendemen (2,17%), dan yang paling sedikit adalah suhu 100ºC menghasilkan rendemen (1,73%) . Hal ini senada dengan penelitian Andreas dkk, (2012) yang menyatakan bahwa pada suhu 80ºC pektin dapat terekstraksi dengan baik, bila dilihat grafiknya maka akan terlihat kenaikan rendemen dari mulai suhu ruang sampai suhu 80ºC meningkat dengan signifikan namun turun pada suhu 100ºC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ahmad dkk, (2015) yang menyatakan bahwa rendemen pektin semakin meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan lama waktu ekstraksi, namun terjadi penurunan jumlah rendemen pada suhu 95ºC yang diakibatkan oleh suhu yang terlalu tinggi pada proses ekstraksi sehingga menyebabkan pektin terhidrolisis dan ikut larut kedalam air. menurut Lenty dkk, (2014) diketahui bahwa lama waktu pemanasan ekstraksi terbaik adalah 5 jam dengan suhu terbaik 80ºC, hal ini menunjukan bahwa semakin lama ekstraksi maka rendemen yang dihasilkan akan semakin meningkat dikarenakan peningkatan energi kinetik larutan sehingga difusi pelarut kedalam sel jaringan semakin meningkat pula, yang menyebabkan hidrolisis pada selulosa yang menyebabkan terlepasnya pektin dari sel jaringan sehingga pektin akan dihasilkan semakin banyak.

Gambar 4. menunjukan ekstraksi pektin pada perlakuan suhu 40ºC, suhu 60ºC, dan suhu 80ºC mengalami kenaikan rendemen yang signifikan. Kenaikan tertinggi terdapat pada suhu 80ºC, sebesar 0,37%. Kemudian

(46)

34

pada suhu 100ºC mengalami penurunan menjadi 1,73%. Menurut Akhamalludin dan Arie (2014), efesiensi pektin dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu suhu, waktu, pH larutan pengekstrak. Makin tinggi suhu ekstraksi, makin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Tapi dalam hal ini faktor keasaman yang digunakan bisa diabaikan. Kisaran pH yang direkomendasikan 2 -3 (Akhmalludin dan Arie, 2014). Dari grafik dapat dilihat bahwa rendemen maksimal yaitu pada suhu 80ºC hal ini serupa dengan Urip dkk (2007) yang meniliti ekstraksi pektin dengan hanya menggunakan satu variabel suhu yaitu 80ºC menghasilkan rendemen yang maksimal.

Gambar 4. Diagram batang rata – rata rendemen kulit durian

Rendemen pektin sangat dipengaruhi oleh hidrolisis protopektin yang bersifat tidak larut menjadi pektin, yang larut dengan terhidrolisisnya protopektin menjadi pektin maka jaringan menjadi lunak karena

2,12 2,17 2,54 1,73 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 40ºC 60ºC 80ºC 90ºC Re n d em en (% ) Suhu Ekstraksi

(47)

35

protopektin merupakan zat perekat antarsel. Hidrolisis protopektin ini sangat dipengaruhui oleh suhu, semakin tinggi suhu maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi, dari hasil percobaan diketahui bahwa yang tertinggi justru pada suhu 80ºC, hal ini kemungkinan pada suhu ekstraksi 60ºC proses pelepasan protopektin dari selulosa yang terjadi karena reaksi hidrolisis pelarut tidak mencapai maksimal, karena pada suhu tersebut kontak antara senyawa pektin dengan asam tidak mencapai maksimal sehingga reaksi pembebasan gugus metil ester oleh asam yang berkelanjutan menghasilkan asam pektat pun berjalan tidak maksimal (Braverman, 1949).

Sedangkan pada penggunaan suhu ekstraksi 100ºC menghasilkan pektin kering dengan rendemen yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya. Hal ini dikarenakan suhu ekstraksi yang digunakan terlalu tinggi sehingga reaksi dekomposisi senyawa pektin menjadi asam galakturonat semakin meningkat dan rendemen yang dihasilkan akan menurun seiring dengan lamanya waktu ekstraksi. Pada proses ekstraksi yang berjalan dalam pH dan satuan waktu yang sama, semakin tinggi suhu ekstraksinya maka semakin rendah rendemen akhir dari pektin kering yang dihasilkan (Taylor, 1991). Dari hasil analisa statistik menggunakan uji anova diketahui bahwa tingkat kepercayaan sebesar 0,02 atau p<0,05. Hal ini menjelaskan ada pengaruh antara perlakuan suhu terhadap rendemen yang dihasilkan.

(48)

36

B. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Air Pektin Kulit Buah Durian

Kadar air adalah kandungan air yang terdapat dalam pektin. Kadar air dipengaruhi oleh proses pemurnian pektin baik dengan penguapan atau pada saat pengeringan, berdasarkan sifat pektin larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan, hidrokarbon (Prasetyowati, 2009). Hasil penelitian pektin dari kulit buah durian dengan perlakuan suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC, dan 100ºC dengan pemanasan 5jam diketahui bahwa kadar air pektin rata – rata 15,62% - 18,31%. Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar air pektin pada perlakuan suhu yang berbeda.

Perlakuan (ºC) Kadar Air (%)

T1 40ºC 18,31b

T2 60ºC 16,43ab

T3 80ºC 15,93ab

T4 100ºC 15,62a

Keterangan :

- Rerata kadar air pektin merupakan hasil dari 4 kali ulangan.

- Angka yang ditandai notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan ada perbedaan yang nyata.

Berdasarkan hasil analisa ragam (lampiran 2) diketahui bahwa perlakuan suhu ekstraksi pektin kulit buah durian tidak berpengaruh nyataterhadap kadar air yang dihasilkan. Dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukan adanya perbedaan yang nyata. Pada Tabel 8. Menunjukan bahwa suhu ekstraksi 40ºC menghasilkan kadar air yang tinggi (18,31%), dan diikuti oleh perlakuan

(49)

37

suhu 60ºC menghasilkan kadar air (16,43%), dan yang paling rendah suhu ekstraksi 100ºC menghasilkan kadar air (15,62%). Nilai kadar air tersebut berada diatas batas maksimal The Council Of The Europen yaitu tidak boleh lebih dari 12%, jadi perlu dilakukan pengeringan lebih lama lagi untuk menjaga kerentanan terhadap mikroba. Hal ini disebabkan pengeringan bahan baku akan mempengaruhi difusi larutan ke bahan akan lebih baik dibandingkan dalam keadaan segar. Karena bahan segar memiliki kadar air yang tinggi, yang menyulitkan difusi larutan asam untuk mengekstrak pektin dari bahan (Yosep, 2015). Semakin tinggi kadar air maka produk akan lebih rentan terkena mikroba yang menyebabkan kerusakan produk. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurviani (2014) yang menyatakan bahwa kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan produk pangan dan terkait dengan aktifitas mikroorganisme selama penyimpanan. Produk dengan kadar air yang rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang daripada produk yang berkadar air tinggi.

Gambar 5. menunjukan bahwa kadar air tertinggi pada suhu 40ºC, sementara kadar air terendah di suhu 100ºC. Hal ini sependapat dengan (Widyaningrum, 2014) yang menjelaskan semakin tinggi suhu ekstraksi kadar air pektin yang dihasilkan akan semakin rendah. Kadar air yang tinggi disebabkan suhu yang rendah tidak mampu menguapkan air pada pektin, sebaliknya semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan

(50)

38

penguapan jumlah air selama proses ekstraks, sehingga mempermudah proses pengeringan (Klieman, 2009).

Gambar 5. Grafik rata – rata kadar air kulit buah durian.

Tingginya suhu dan lama ekstraksi mampu menghidrolisis polimer pektin, sehingga rantai molekulnya menjadi lebih pendek. Semakin pendek rantai polimer pektin akan semakin memudahkan pengeringan, karena kandungan air yang terperangkap di dalamnya semakin sedikit (Fishman, 2006). Dari hasil analisa statistik menggunakan uji anova diketahui bahwa tingkat kepercayaan mencapai 0,1 atau p>0,05 hal ini menjelaskan bahwa ada tidak adanya pengaruh antara perlakuan suhu terhadap kadar air yang dihasilkan.

18,31 16,43 15,93 15,62 14 14,5 15 15,5 16 16,5 17 17,5 18 18,5 19 40ºC 60ºC 80ºC 100ºC Kad ar Ai r (% ) Suhu Ekstraksi

(51)

39

C. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu Pektin Kulit Buah Durian

Kadar abu adalah banyaknya abu setelah pembakaran. Kadar abu menunjukan masih ada komponen anorganik yang tertinggal dalam pektin. Semakin kecil kadar abu maka kemurnian pektin akan semakin baik (Prasetyowati, 2009). Hasil penelitian pektin dari kulit buah durian dengan perlakuan suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC, dan suhu 100ºC dengan waktu pemanasan 5 jam. Diketahui bahwa kadar abu pektin rata – rata 3,40% - 4,41%. Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kadar abu pektin pada perlakuan suhu yang berbeda.

Perlakuan Kadar abu (%)

T1 40ºC 4,41b

T2 60ºC 4,37b

T3 80ºC 3,40a

T4 100ºC 3,56ab

Keterangan : - Rerata kadar abu merupakan hasil dari 4 kali ulangan. - Angka yang ditandai notif huruf yang berbeda pada

kolom yang sama menunjukan ada pengaruh yang nyata.

Berdasarkan hasil analisa ragam (lampiran 3) diketahui bahwa perlakuan suhu ekstraksi dan lama waktu pemanasan 5 jam pektin kulit buah durian berpengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan. Dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukan adanya perbedaan yang nyata. Pada Tabel 9. dapat dilihat bahwa perlakuan dengan suhu 80ºC memiliki kadar abu yang sangat rendah (3,40%), dan diikuti oleh perlakuan suhu ekstraksi 100ºC menghasilkan kadar abu (3,56%), dan yang paling tinggi perlakuan

(52)

40

suhuekstraksi 40ºC menghasilkan kadar abu (4,41%). Kadar abu mengindikasikan bahwa semakin rendah kadar abu maka tingkat kemurnian pektin akan semakin baik.

Abu merupakan residu atau sisa pembakaran bahan organik yang berupa bahan anorganik. Kadar abu ini menunjukan masih ada atau tidaknya komponen anorganik yang tertinggal di dalam pektin setelah pembakaran. Komponen anorganik dapat berupa kalsium dan magnesium yang terhidrolisis bersama protopektin. Kadar abu berpengaruh terhadap tingkat kemurnian pektin. Semakin kecil kadar abu, maka kemurnian pektin akan semakin baik (Andreas dkk, 2012). Batas maksimal nilai kadar abu yang diizinkan yaitu 10% (Food Chemical Codex, 1996). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian, bahwa kadar abu dibawah batas maksimal.

Gambar 4. Grafik rata – rata kadar abu kulit durian.

Gambar 6. Grafik rata – rata kadar abu kulit buah durian 4,41 4,37 3,4 3,56 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 40ºC 60ºC 80ºC 100ºC Kad ar Ab u ( % ) Suhu Ekstraksi

(53)

41

Gambar 6. menunjukan bahwa kadar abu tertinggi tercapai pada suhu 40ºC dan suhu 60ºC, sementara perlakuan suhu 80ºC mendapatkan kadar abu yang rendah, dan perlakuan suhu 100ºC mendapatkan nilai kadar abu 3,56% melebihi perlakuan suhu 80ºC. Hal ini disebabkan karena ekstraksi dengan asam yang mengakibatkan terhidrolisisnya pektin dari ikatan kalsium dan magnesiumnya. Pada hidrolisis dengan asam, ion – ion akan lepas dari substansi pektin. Semakin lama perlakuan dengan asam, ion - ionini akan lebih banyak dilepaskan sehingga kadar abu semakin tinggi (Perina, 2007). Dari hasil analisa statistik menggunakan uji anova diketahuibahwa tingkat kepercayaan mencapai sebesar 0,55 atau p>0,05 hal ini menjelaskan bahwa ada tidak ada pengaruh antara perlakuan suhu terhadap kadar abu yang dihasilkan.

D. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Metoksil Pektin Kulit Buah Durian

Kadar metoksil menyatakan banyaknya gugus metil teresterifikasi pada ekstraksi kulit buah. Kadar metoksil berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan gel yang baik. Semakin besar kandungan metoksil maka kemampuan pembentukan gel akan semakin besar (Prasetyowati, 2009). Hasil penelitian dari kulit buah durian dengan perlakuan suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC, dan suhu 100ºC dengan pemanasan selama 5 jam diketahui bahwa kadar metoksil pektin rata – rata 8,38% - 10,64%. Keseleruhuan dapat dilihat pada Tabel 10.

(54)

42

Tabel 10. Kadar metoksil pektin pada perlakuan suhu yang berbeda.

Perlakuan (ºC) Kadar metoksil (%)

T1 40ºC 8,38a

T2 60ºC 9,81ab

T3 80ºC 10,64b

T4 100ºC 9,09ab

Keterangan : - Rerata kadar metoksil pektin merupakan hasil dari 4 kali ulangan.

- Angka yang ditandai notif huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukan ada perbedaan yang nyata.

Berdasarkan hasil analisa ragam (lampiran 4) diketahui bahwa perlakuan suhu ekstraksi pektin kulit buah durian berpengaruh terhadap kadar metoksil yang dihasilkan. Dan setelah dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukan adanya perbedaan yang nyata. Pada Tabel 10. dapat dilihat bahwa pada suhu 80ºC menghasilkan kadar metoksil yang tinggi (10,64%), dan diikuti oleh perlakuan suhu 60ºC menghasilkan kadar metoksil (9,81%), dan yang paling rendah 100ºC menghasilkan kadar metoksil (9,09%). Kadar metoksil yang sangat berpengaruh terhadap sifat fungsional dari pektin, semakin tinggi kadar metoksil maka semakin baik pektin yang dihasilkan. Kadar metoksil merupakan faktor yang penting dalam penentuan penggunaan pektin terutama dalam bidang industri pangan. Pektin banyak digunakan dalam industri pangan karena pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel yang merupakan bahan dasar pembuatan jelly dan pengawetan buah. Kemampuan pektin membentuk gel ini tergantung dari kadar metoksilnya (Andreas dkk, 2012).

(55)

43

Gambar 7. Grafik rata – rata kadar metoksil limbah kulit durian.

Gambar 7. menunjukan bahwa kadar metoksil naik dari suhu 40ºC sampai suhu 80ºC kemudian turun pada suhu 100ºC. Menurut Urip dkk (2007) bahwa penurunan kadar metoksil pada suhu yang tinggi disebabkan karena proses hidrolisis yang terjadi terlalu lama akibatnya pektin yang sudah terbentuk terhidrolisis lagi menjadi asam pektat, sehingga kemungkinan terjadi penurunan kadar metoksil pada suhu 100ºC. Kadar metoksil pektin semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dapat disebabkan gugus karboksil bebas yang teresterifikasi semakin meningkat (Agus dan Yulianingsih, 2008). Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin, dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin, menurut Athika (2009) mengatakan bahwa banyaknya kandungan metoksil merupakan salah satu sifat penting yang berpengaruh dalam pembentukan gel pektin.

8,38 9,81 10,64 9,09 0 2 4 6 8 10 12 40ºC 60ºC 80ºC 100ºC K ad ar M e to ksi l ( % ) Suhu Ekstraksi

(56)

44

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin berkadar metoksil tinggi mempunyai kandungan metoksil miniman 7%, sedangkan pektin berkadar metoksil rendah mempunyai kandungan metoksil minimal 7%. Dari pengujian yang dilakukan dan pustaka yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pektin kulit buah durian sangat perlu diperhitungkan menjadi salah satu alternatif pektin komersial karena mempunyai kandungan metoksil diatas 7%. Dari hasil analisa statistik menggunakan uji anova diketahui bahwa antar perlakuan berbeda nyata dengan nilai signifikan sebesar 0,043 hal ini menjelaskan bahwa perlakuan suhu yang dilakukan berpengaruh nyata dalam ekstraksi pektin

E. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Kadar Anhidrogalakturonat Pektin Kulit BuahDurian

Penentuan kadar asam anhidrogalakturonat penting untuk menentukan kemurnian pektin. Semakin besar kadar asam anhidrogalakturonat maka pektin akan semakin murni, karena semakin kecil kandungan organiknya (Prasetyowati, 2009). Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan α-(1-4)-glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus karboksil sebagian tersertifikasi dengan metanol dan sebagian gugus alkohol sekunder terasetilasi. Hasil penelitian pektin dari kulit buah durian dengan perlakuan suhu 40ºC, suhu 60ºC, suhu 80ºC dan suhu 100ºC

Referensi

Dokumen terkait

Tuhan semesta alam atas nikmat, rahmat dan hidayah serta kesempatan dan kesehatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan

Dari analisa data hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) secara prosedural implementasi komunikasi organisasi Dinas

Dari hasil yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa uji terbaik dalam menguji hipotesis komposit adalah uji paling kuasa seragam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan dalam bab IV dapat diambil kesimpulan bahwa secara aspek konsep diri semua subjek mempunyai

Judul Penelitian : Pengaruh Pemanasan Membran, Perbedaan Tekanan dan Waktu Permeasi Pada Pemisahan CO 2 /CH 4 Untuk Pemurnian Biogas Menggunakan Membran Polyimide Dan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan adalah (1) terdapat pengaruh model pembelajaran SSCS dan POE terhadap hasil belajar biologi siswa, (2) model

Berdasarkan paparan data dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penyelenggaraan Event-Event Kebudayaan dalam Mendukung Strategi

Dari analisa data hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) secara prosedural implementasi komunikasi organisasi Dinas