• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (Pradopo, 2010:121). Menurut De Saussure (via Teeuw, 1984:43-44), bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (Pradopo, 2010:121). Menurut De Saussure (via Teeuw, 1984:43-44), bahasa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Karya sastra merupakan sebuah sistem tanda yang mempunyai makna. Sebagai sistem tanda, karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Pradopo, 2010:121). Menurut De Saussure (via Teeuw, 1984:43-44), bahasa adalah sistem tanda yang merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Bahasa yang digunakan sebagai medium karya sastra bukanlah bahasa pada umumnya, bahasa tersebut tidak sembarang bahasa, melainkan bahasa khas yang memuat tanda-tanda (Endraswara, 2011:63). Bahasa dalam karya sastra sudah merupakan sistem tanda atau sistem semiotik yang mempunyai arti (Pradopo, 2010:121). Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Pradopo tentang bahasa sebagai sistem tanda, Nurgiantoro (2005:39) juga menjelaskan bahwa dalam pandangan semiotik, bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang mewakili hal lain, yang disebut makna.

Salah satu genre karya sastra adalah puisi. Puisi merupakan kumpulan kata- kata terindah yang kemudian dirangkai oleh penulis dalam susunan terindah (Coleridge via Pradopo, 2010:6). Puisi di kalangan bangsa Arab lebih disukai dibandingkan dengan genre karya sastra lainnya. Puisi dalam pandangan mereka dinilai sebagai puncak keindahan dalam sastra, hal ini dikarenakan puisi merupakan suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan imajinasi (Muhdar, 1983:28).

(2)

Umumnya bangsa-bangsa yang maju dan berkebudayaan, mempunyai hasil karya kesusastraan dari bahasa nasionalnya. Hasil karya sastra tersebut kemudian dapat dikenal oleh generasi-generasi mendatang melalui sejarah kesusastraan (Muhdar, 1983:3). Demikian juga dengan bangsa Arab yang kaya akan karya sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi, hasil karya sastra Arab dapat diketahui melalui sejarahnya. Kesusastraan Arab dalam perkembangannya dibagi dalam lima periode, yaitu masa Jahiliyah, masa permulaan Islam sampai masa pemerintahan Umawi, masa pemerintahan Abbasiah, masa pemerintahan Turki, dan masa kebangkitan (Hāsyimīy, 1967:12-13).

Kesusastraan Arab pada masa modern telah banyak terpengaruh oleh aliran-aliran sastra barat (Sutiasumarga, 2001:117). Pengaruh sastra barat tentu juga memberikan perubahan pada puisi sebagai salah satu genre karya sastra, hal ini karena menurut Muhdar (1983:180), para penyair Arab modern banyak yang terpengaruh oleh aliran sastra barat, sehingga mereka berusaha untuk membebaskan diri dari cara dan sistem lama. Puisi Arab pada masa modern banyak mengangkat tema nasionalisme, politik, konflik, dan perlawanan. Berdirinya negara Zionis Israel pada tahun 1948 di tanah Palestina telah banyak memunculkan tema perlawanan rakyat Palestina kepada Israel dalam kesusastraan Arab modern (Sutiasumarga, 2001:122).

Salah satu penyair Arab modern adalah Maḥmūd Darwīsy. Dia dilahirkan pada tahun 1941 di desa Birwah, sebelah timur Akre (Fathoni, 2007:100). Selama hidupnya dia telah menghasilkan banyak karya, di antara karyanya adalah puisi yang berjudul “Ilā Syā‘irin Syābbin”. Puisi ini berisi optimisme pengarang kepada

(3)

generasi muda yang diharapkan akan dapat meneruskan perjuangan yang telah dia lakukan selama hidupnya.

Puisi tersebut mengandung banyak tanda. Menurut Ratna (2013:112), banyaknya tanda dalam karya sastra terutama disebabkan oleh penggunaan bahasa metaforis konotatif. Penggunaan metafora pada frasa kitābin asy-syaqā`i ‘buku penderitaan’ yang terdapat pada bagian pertama dari puisi tersebut misalnya, frasa tersebut tidak merujuk pada makna yang sebenarnya, tetapi memberikan makna yang lain. Tanda- tanda yang terdapat dalam “Ilā Syā‘irin Syābbin” membuat puisi ini menarik untuk dianalisis dengan memanfaatkan metode semiotik Riffaterre, guna memperoleh makna yang terkandung di dalamnya.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah makna puisi “Ilā Syā‘irin Syābbin” dalam antologi puisi Lā Urīdu Lihāżī al-Qaṣīdati An Tantahiya karya Maḥmūd Darwīsy.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap makna yang terdapat pada puisi “Ilā Syā‘irin Syābbin” dalam antologi puisi Lā Urīdu Lihāżī al-Qaṣīdati An Tantahiya karya Maḥmūd Darwīsy.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap karya Maḥmūd Darwīsy sudah banyak dilakukan. Ulfa pada tahun 2013 menulis sebuah tesis dengan judul “Signifikansi Puisi ‘Ajmalu Ḥubbin’ dan ‘Uḥibbuka Akṡaru’ Karya Maḥmūd Darwīsy: Kajian Semiotika Riffaterre”. Berdasarkan penelitian yang memanfaatkan analisis semiotik ini

(4)

dihasilkan kesimpulan bahwa kedua puisi tersebut mempunyai makna yang utuh tentang cinta tanah air.

Dr. Abir Najami dan Hussain Ahmed Ajjawi menulis sebuah artikel berjudul “Mahmoud Darwish, A Poet Who Attemted To Be” dalam International Journal of Humanities and Social Science vol. 4 No. 2 tahun 2014. Artikel ini membahas karakter puisi-puisi Maḥmūd Darwīsy dari awal kemunculannya hingga karya-karyanya yang terakhir untuk mengetahui simbol-simbol perlawanan yang dipakai oleh Maḥmūd Darwīsy dalam karya-karyanya.

Karya lain Maḥmūd Darwīsy yang telah diteliti adalah puisi “Lā‘ibu an- Nardi” dalam antologi Lā Urīdu Li Hāżī al-Qaṣīdati An Tantahiya. Puisi ini diteliti dengan memanfaatkan analisis semiotik oleh Musthafa pada tahun 2014. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa puisi “Lā‘ibu an-Nardi” ditulis untuk menceritakan tentang eksistensi rakyat Palestina. Palestina menggugat Israel yang menduduki tanah mereka dengan jalan melakukan perlawanan, baik secara diplomasi maupun peperangan.

Penelitian terhadap karya-karya Maḥmūd Darwīsy dengan memanfaatkan analisis semiotik telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian terhadap puisi dengan judul “Ilā Syā’irin Syābbin” dalam antologi puisi Lā Urīdu Lihāżī al- Qaṣīdati An Tantahiya karya Maḥmūd Darwīsy, belum pernah dilakukan. oleh karena itu masih terbuka kesempatan untuk meneliti puisi tersebut dengan analisis semiotik.

(5)

1.5 Landasan Teori

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik. Menurut Pradopo (2013:119), semiotik adalah ilmu tentang tanda, yang menganggap fenomena sosial dan kebudayaan sebagai tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi untuk memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Sebagai ilmu, semiotik berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun non-verbal (Ratna, 2013:105). Menurut Eco (dalam Ratna, 2013:105), semiotik berhubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda.

Tanda adalah sembarang apa yang mengatakan tentang sesuatu yang lain dari pada dirinya sendiri (Ratna, 2013:112). Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda atau yang menandai, yang merupakan bentuk dari tanda, dan petanda atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda (Pradopo, 2013:19-20). Penanda dan petanda berhubungan satu sama lain, dan hubungan keduanya bersifat arbitrer (Ratna, 2013:99). Sebagai tanda, makna karya sastra dapat mengacu pada sesuatu di luar karya sastra sendiri atau di luar dirinya (Riffaterre, 1978:1).

Karya sastra menurut Pradopo (2013:121) merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah mempunyai sistem dan konvensi yang menentukan arti bahasa tersebut. Dalam karya sastra, arti bahasa ditingkatkan menjadi arti sastra yang disebut makna, hal ini karena arti bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra. Konvensi

(6)

sastra menurut Preminger (dalam Pradopo, 2013:121), adalah konvensi tambahan, yakni konvensi yang ditambahkan pada konvensi bahasa.

Salah satu karya sastra adalah puisi. Menurut Riffaterre (1978:1-2) puisi adalah ekspresi tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metomini, yang secara umum dimaksudkan sebagai bahasa kiasan. Menurut Pradopo (2013:124), metafora merupakan bahasa kiasan yang mengumpamakan atau mengganti suatu hal dengan tidak menggunakan kata pembanding. Dalam kesusasteraan Arab hal tersebut dibahas dalam tasybih, majaz, isti`arah, dan kināyah. Tasybih adalah ungkapan yang menyamakan sifat suatu hal dengan hal lainnya, baik secara eksplisit maupun implisit. Majaz adalah pengungkapan kata yang bukan pada makna yang sebenarnya. Isti`arah adalah ungkapan yang hubungan antara makna hakiki dan makna yang tidak hakiki berupa hubungan langsung. Kināyah adalah ungkapan yang disampaikan namun yang dikehendaki adalah makna yang lain, bukan makna yang sebenarnya (Al-Jarim, 2010). Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Adapun penciptaan arti, dilakukan melalui sarana-sarana di luar linguistik, di antaranya adalah rima, enjambement, homologue, dan tipografi. 1.6 Metode Penelitian

Berkaitan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori semiotik, maka metode yang dipakai adalah metode semiotik. Metode semiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotik Riffaterre. Menurut

(7)

Riffaterre (1978:1-6), ada empat hal pokok dalam memproduksi makna sebuah puisi, yaitu ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan (heuristik dan hermeneutik atau retroaktif), matriks atau kata kunci, dan hipogram.

Dalam penelitian ini hanya akan memanfaatkan dua dari empat hal pokok tersebut, yaitu ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan. Tahap pertama yang akan dilakukan adalah mencari ketidaklangsungan ekspresi puisi “Ilā Syā‘irin Syābin”. Ketidaklangsungan ekspresi, menurut Riffaterre (1978:2), disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Dalam hal ini akan dicari makna-makna dalam bahasa kiasan dan makna yang menyimpang. Pemroduksian makna pada tahap ini akan digabung dengan tahap pembacaan hermeneutik. Tahap kedua yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pembacaan, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik dilakukan dengan membaca puisi sesuai dengan konvensi bahasanya dan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan pembacaan hermeneutik dilakukan dengan membaca karya sastra berdasarkan pada sistem konvensi sastranya.

1.7 Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri atas empat bab. Bab I pendahuluan, berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab II biografi Maḥmūd Darwīsy dan transliterasi puisi “Ilā Syā‘irin Syābbin”. Bab III analisis semiotik puisi “Ilā Syā‘irin Syābbin”. Bab IV kesimpulan penelitian.

(8)

1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987.

1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagaian dilambangkan dengan tanda dan sebagian yang lain dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin.

No Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

1 ا Alif Tidak

dilambangkan

Tidak dilambangkan

2 ب Ba B Be

3 ت Ta T Te

4 ث Ṡa Ṡ Es (dengan titik di atas)

5 ج Jim J Je

6 ح Ḥa Ḥ Ha(dengan titik di

bawah)

7 خ Kha Kh Ka dan ha

8 د Dal D De

9 ذ Żal Ż Zet (dengan titik di atas)

10 ر Ra R Er

11 ز Zai Z Zet

12 س Sin S Es

13 ش Syin Sy Es dan ye

14 ص Ṣad Ṣ Es (dengan titik di

bawah)

15 ض Ḍad Ḍ De (dengan titik di

bawah)

16 ط Ṭa Ṭ Te (dengan titik di

bawah)

17 ظ Ẓa Ẓ Zet (dengan titik di

bawah)

(9)

No Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan 19 غ Gain G Ge 20 ف Fa F Ef 21 ق Qaf Q Ki 22 ك Kaf K Ka 23 ل Lam L El 24 م Mim M Em 25 ن Nun N En 26 و Wau W We 27 ه Ha H Ha 28 ء Hamzah `_ Apostrof 29 ي Ya Y Ye 2. Vokal

Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal, vokal panjang, dan vokal rangkap, dan vokal panjang. Penjelasan tentang vokal-vokal tersebut terdapat pada tabel di bawah ini:

No Vokal Pendek Vokal Panjang Vokal Rangkap

1 ـــَــ : a ا ــــَـ : ā ي ــَـــ : ai 2 ـــِــ : i ي ـــِــ : ī و ــَـــ : au 3 ـــُــ : u و ـــُــ : ū

Contoh:

بتك

/

kataba/

تيب

/

baitun/

يربك /

kabīrun/ 3. Taʹ Marbūṭah

Transliterasi untuk tāʹ marbūṭah ada dua macam, yaitu:

a. Taʹ Marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/.

(10)

b. Tāʹ Marbūṭah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Jika pada kata yang terakhir dengan tā marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang ‘al’ serta kedua kata itu terpisah, maka tāʹ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh: ة

رّونلما ةنيدلما

: al-Madīnah al-Munawwarah

لافطلأا ةضور

: Rauḍah al-aṭfāl / rauḍatul-aṭfāl 4. Syaddah (Tasydīd)

Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

Contoh:

لّزن

: nazzala 5. Kata Sandang

Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah.

a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh:

سمّشلا

: asy-syamsu

b. Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Keduanya ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-).

(11)

6. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

ّنإ

/inna/

ذخأيو

/ya`khużu/

أرق

/qara`a/ 7. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

ينقزاّرلا يرخ وله الله ّنإو

: Wa innallāha lahuwa khairu ar-rāziqīn atau Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn 8. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Contoh:

لوسر ّلاإ دممح ام و

: Wa mā Muḥammadun illā rasūl

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allāh huruf awal kapital untuk Allāh hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian. Jika penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak dipergunakan.

Referensi

Dokumen terkait

dapat berpengaruh pada sanitasi lingkungan yang berkurang. Kondisi sanitasi lingkungan yang berkurang, disebabkan oleh limbah domestik bertambah banyak dan

YSI untuk kepentingan Nasabah, Nasabah terlebih dahulu harus menyerahkan Jaminan Awal (initial deposit). Besarnya Jaminan Awal ini akan disesuaikan dengan maksimal

Uji potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal dilakukan secara in vitro dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor)

Praktek jual beli sayuran sistem golang yang dilakukan di Pasar Pratin merupakan salah satu proses jual beli sayuran yang sudah dikemas di dalam karung dengan ukuran 60

Berdasarkan data tersebut dari pengujian pola panas pasteurizer tahu dapat diasumsikan bahwa alat tersebut dapat secara efektif menurunkan jumlah bakteri pathogen Bacillus

bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan zat psikoaktif baru yang memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan dan membahayakan kesehatan masyarakat

Berdasarkan hasil perolehan data pada penyajian data diatas dapat disimpulkan bahwa yang banyak menggunakan penyalahgunaan Narkoba adalah : Golongan Mahasiswa (90%)Di masa

mnjnghy ghk;ig gw;wp mwpt[ bgha;ahFk; nghJ, fapw;iwg; gw;wpa mwpt[ cz;ikahfpwJ.. cyifg; gw;wpa fUj;J flt[isg; gw;wpa fUj;ij kiwf;Fk; xU