• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS OBAT GENERIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS OBAT GENERIK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5 Nomor 3 – September 2015

PERSEPSI PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS OBAT

GENERIK

PATIENT’S PERCEPTION ON THE QUALITY OF GENERIC DRUGS

Nurul Mardiati1), Sampurno1) dan Chairun Wiedyaningsih1)

1) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Upaya peningkatan penggunaan obat generik sebenarnya sudah dilakukan pemerintah jauh sebelum pemberlakuan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Akan tetapi, persepsi pasien terhadap obat generik di masa penerapan JKN ini dinilai oleh banyak pengamat masih buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pasien terhadap kualitas obat generik ditinjau dari dimensi safety, efficacy, dan acceptability serta mengidentifikasi pengaruh karakteristik pasien dengan persepsi pasien. Rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif-analitik dengan pendekatan kuantitatif, desain survei cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 150 responden. Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah 1, Yogyakarta, Indonesia. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data meliputi analisis deskriptif, analisis bivariat (uji Chi-square dengan alternatif yaitu uji Kolmogorov-Smirnov) dan analisis multivariat regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pasien terhadap kualitas obat generik mayoritas tergolong baik, yaitu sebesar 113 responden (75,3%), rata-rata skor mulai dari yang terbesar berturut-turut safety (3,02), efficacy (2,75), dan acceptability (2,73). Hal ini bermakna bahwa pasien percaya dengan kualitas obat generik. Analisis bivariat menunjukkan persepsi pasien tidak dipengaruhi secara signifikan oleh usia dan jenis kelamin. Analisis multivariat menunjukkan persepsi pasien secara positif dan signifikan dipengaruhi tingkat pendidikan dan status kepemilikan asuransi kesehatan, namun tidak signifikan dipengaruhi tingkat penghasilan per bulan.

Kata kunci: persepsi pasien, kualitas, obat generik

ABSTRACT

Effort to increase the use of generic drugs actually has been done long before the government publish JKN scheme. However, the patient's perception of generic drugs is still underrated in JKN era by considering many observers. This study was conducted to determine the patient’s perception about quality of generic drugs which was studied based on safety, efficacy, and acceptability dimensions and identify relationship between patient’s characteristics and patient’s perception. The design of the research is descriptive-analytic study with a quantitative approach, cross-sectional survey. The sample size was 150 respondents. Research was done at PKU Muhammadiyah 1 Hospital, Yogyakarta, Indonesia using questionnaire. Data analysis were descriptive test, bivariate test (Chi-square test with Kolmogorov-smirnov as alternative test) and multivariate logistic regression test. The results of the research showed that the majority of patients (75,3%) have good perception to the quality of generic drugs, average score from the largest sequentially safety (3,02), efficacy (2,75), and acceptability (2,73). It means patients belief about quality of generic drugs is good. Bivariate test showed patient's perception significant with age and gender. Multivariate test showed patient's perception influence and significant with the level of education and the ownership of health insurance but not significant with level of income per month.

Keywords: patient’s perception, quality, generic drug

PENDAHULUAN

Semua warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk tetap hidup sehat

dengan mengutamakan kesehatan bagi

masyarakat. Sebagaimana diamanatkan

konstitusi dan Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional, dalam rangka

memenuhi hak masyarakat memasuki tahun Korespondensi

Nurul Mardiati, S.Farm., Apt.

Magister Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Jl. Sekip Utara Yogyakarta

Email : nurulmardiati2007@gmail.com HP : 087814594045

2014 pemerintah telah secara resmi

menggulirkan skema Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN). Sistem jaminan ini akan menciptakan perubahan mendasar di bidang sistem jaminan kesehatan seperti penataan standardisasi pelayanan, standardisasi tarif, penataan formularium, dan penggunaan obat rasional yang berdampak pada kendali mutu dan kendali biaya. Upaya-upaya tersebut pada aspek pelayanan obat sendiri, maka seluruh fasilitas kesehatan diwajibkan mengacu pada Formularium Nasional (Fornas). Obat-obatan dalam Fornas ini sebagian besar merupakan obat generik. Hal ini berkaitan dengan

keputusan pemerintah agar dibudayakan

penggunaan obat generik karena obat generik

Accepted : 31 Agustus 2015 Published : 30 September 2015 p-ISSN: 2088-8139

(2)

berkhasiat baik dengan harga ekonomis (Kemenkes RI, 2012). Salah satu implikasi yang diharapkan dari kebijakan tersebut adalah meningkatnya penggunaan obat generik.

Mayoritas konsumen Indonesia

menganggap obat generik sebagai obat

berkualitas rendah dengan harga rendah (Jakarta Post, 2010). Persepsi tersebut pada dasarnya tidak benar sebab industri farmasi merupakan salah satu industri yang regulasinya paling ketat. Pemerintah menerapkan standar manufaktur nasional ketat yang dikenal sebagai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) atau c-GMP (Current Good Manufacturing Practice) (Priyambodo, 2007). Setiap obat baik obat generik maupun obat branded generic dan paten harus memenuhi standar kualitas sebelum diluncurkan ke pasar. Dimensi kualitas obat menurut konsumen menggunakan dimensi yang sesuai dengan dimensi kualitas yang digunakan di seluruh dunia oleh pemerintah dalam menilai kualitas obat. Pemerintah di seluruh dunia menilai kelayakan obat yang diluncurkan ke pasar berdasarkan pada safety, efficacy, dan

acceptability (Firth, 2001).

Roadmap upaya meningkatkan

penggunaan obat generik sebenarnya sudah dilakukan pemerintah jauh sebelum resmi menggulirkan skema JKN, dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 085 Tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (dicabut dan dinyatakan tidak berlaku digantikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 068

Tahun 2010). Demikian pula dengan

dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 988 Tahun 2004 tentang pencantuman nama generik pada label obat (dicabut dan dinyatakan tidak berlaku digantikan dengan

Keputusan Menteri Kesehatan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 068 Tahun 2006).

Persepsi pasien terhadap obat generik di masa penerapan JKN ini dinilai oleh banyak pengamat masih buruk, salah satunya yang menyatakan bahwa masih ada persepsi yang salah tentang obat generik, yaitu obat generik

dianggap sebagai obat murah sehingga mutunya diragukan (Binfar Kemenkes RI, 2014). Persepsi pasien yang buruk terhadap obat generik dapat mengakibatkan sugesti yang buruk sehingga mempengaruhi pengalaman kesembuhan pasien (Waber et al., 2008).

Persepsi pasien terhadap obat branded

generic dan generik pada studi terdahulu

menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik terhadap karakteristik pasien dari sisi pendapatan per bulan dan tingkat pendidikan (Iosifescu et al., 2008; Alrasheedy et al., 2014). Sementara itu, menurut Alrasheedy et al. (2014), Shrank et al. (2009a), dan Babar et al., (2010) jenis

kelamin dan usia pasien juga berpengaruh dalam pembentukan persepsi terhadap obat generik. Penelitian lain oleh Iosifescu et al., (2008) juga menyebutkan bahwa pandangan negatif terhadap obat generik salah satunya berhubungan dengan status pasien dengan kepemilikan medicaid, asuransi kesehatan bagi pasien miskin.

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui persepsi pasien rawat jalan terhadap kualitas obat generik ditinjau dari dimensi safety, efficacy, dan acceptability serta untuk mengidentifikasi pengaruh karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan per bulan, dan status kepemilikan asuransi kesehatan dengan persepsi terhadap kualitas obat generik.

METODE

Rancangan penelitian adalah penelitian

deskriptif-analitik dengan pendekatan

kuantitatif, desain survei cross sectional. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah kuesioner yang meliputi dua bagian, yaitu lembar untuk persetujuan (informed

consent) penelitian dan lembar untuk inti

kuesioner. Inti kuesioner berisi dua bagian yang terdiri atas karakteristik responden dan persepsi terhadap kualitas obat generik meliputi safety,

efficacy, dan acceptability. Bagian kuesioner ini

mengopsi kuesioner yang digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu Anisa et al. (2012), Mainar dan Arteida (2012), (Babar et al. (2010), serta Igbinovia (2007) yang diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

(3)

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin, diperoleh 150 responden. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan simple

random sampling. Subyek penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria inklusi meliputi pasien rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah unit 1 Yogyakarta; pasien yang pernah melihat, mendengar, dan/atau

mengenal obat generik; pasien pernah

menggunakan obat generik; pasien yang berusia lebih dari 18 tahun; pasien bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi kuesioner yang diberikan; pasien kooperatif; dan pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

Data dalam penelitian ini dianalisis

dengan analisis deskriptif untuk data

karakteristik responden, analisis asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, analisis bivariat (uji Chi-square dengan alternatif yaitu uji Kolmogorov-Smirnov), dan analisis multivariat regresi logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan dengan

menggunakan software SPSS dengan teknik

product moment Pearson. Berdasarkan tabel r

dengan taraf kepercayaan 95% (n = 30 dan α = 0,05), diperoleh nilai r tabel sebesar 0,361, sehingga apabila koefisien kolerasi r hitung > 0,361 maka item pernyataan dalam kuesioner dinyatakan valid. Berdasarkan hasil uji validitas, dapat diketahui bahwa dari keseluruhan item yang diujikan terdapat empat item pernyataan yang tidak valid yaitu item pernyataan 3, 11, 18, dan 19 berturut-turut dengan nilai r hitung 0,327;0,199;0,297; dan 0,236. Item pernyataan tersebut selanjutnya digugurkan dari daftar pernyataan kuesioner. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan software SPSS dengan metode Cronbach’s Alpha. Pengujian dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, dapat diketahui bahwa seluruh variabel safety, efficacy, dan

acceptability reliabel dengan nilai alpha lebih dari

0,6 berturut-turut yaitu 0,732;0,753; dan 0,746 sehingga dapat diterima.

Analisis Hasil Uji Asumsi Klasik: Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan kolerasi kuat antarvariabel independent. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, dapat diketahui bahwa seluruh variabel independent usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan per bulan, dan status kepemilikan asuransi kesehatan dalam model regresi dengan nilai VIF

kurang dari 10 berturut-turut yaitu

1,197;1,095;1,258;1,307; dan 1,139 sehingga tidak terjadi multikolinearitas.

Analisis Karakteristik Responden

Tabel I menampilkan karakteristik responden yang dikategorisasikan berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat penghasilan per bulan, status kepemilikan asuransi kesehatan, dan sumber pengetahuan utama mengenai obat-obatan.

Mayoritas responden terdiri atas kelompok pasien dengan usia dewasa muda (59,3%), persentase tertinggi sebanyak 33 responden (22,0%) berusia 18-22 tahun. Menurut studi di Brazil tahun 2006, kelompok usia yang paling banyak menggunakan jasa pelayanan kesehatan salah satunya adalah kelompok wanita pada usia mengasuh anak

(child-bearing-age women) (Kotler et al., 2008). Sebagian besar

responden jenis kelaminnya perempuan (81,3%) Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010), kelompok wanita biasanya menggunakan jasa atau produk pelayanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok pria. Sebagian besar responden merupakan kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu sebesar 128 responden (85,3%), persentase tertinggi sebanyak 57 responden (38,0%) dengan jenjang

pendidikan Strata-1. Masyarakat yang

berpendidikan tinggi menganggap penting nilai kesehatan, sehingga akan mengonsumsi jasa

kesehatan lebih banyak dibandingkan

masyarakat yang pendidikannya lebih rendah (Mariyono et al., 2005). Karakteristik pekerjaan responden didominasi oleh kelompok lain-lain meliputi ibu rumah tangga dan pensiunan, yaitu 43 responden (28,7%). Mayoritas responden memiliki tingkat penghasilan per bulan diatas

(4)

Tabel I. Karakteristik Pasien Rawat Jalan

Karakteristik Responden Jumlah Persentase Usia

Dewasa muda (18-40 tahun) 89 59,3%

Dewasa tua (> 40 tahun) 61 40,7%

Jenis Kelamin Laki-laki 28 18,7% Perempuan 122 81,3% Tingkat Pendidikan Pendidikan rendah 22 14,7% Pendidikan tinggi 128 85,3% Pekerjaan Pelajar/ mahasiswa 26 17,3%

Pegawai Negeri Sipil 20 13,3%

Pegawai Swasta 34 22,7%

Wiraswasta 27 18,0%

Lain-lain 43 28,7%

Tingkat penghasilan per bulan

< UMP DIY 58 38,7%

≥ UMP DIY 92 61,3%

Status Kepemilikan Asuransi Kesehatan

Tidak Punya/pasien umum 45 30,0%

Punya 105 70,0%

Sumber Pengetahuan Utama Obat-obatan

Tenaga kesehatan 108 72,0%

Teman-teman/keluarga 19 12,7%

Rekan kerja 1 0,7%

Iklan di media massa 14 9,3%

Internet 8 5,3%

Sumber: Data primer yang diolah

UMP DIY, yaitu sebesar 92 responden (61,3%),persentase tertinggi pada kelompok dengan tingkat penghasilan per bulan lebih dari Rp 1.000.000,00 sampai dengan Rp 3.000.000,00,

yaitu sebanyak 48 responden (32,0%).

Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan asuransi kesehatan didominasi oleh kelompok responden yang memiliki asuransi kesehatan yaitu sebesar 105 responden (70,0%), persentase tertinggi sebanyak 61 responden (40,7%) merupakan peserta JKN Non Penerima Bantuan Iuran. Pengetahuan utama mengenai obat-obatan pada sebagian besar responden yaitu 108 responden (72,0%) sumbernya berasal dari tenaga kesehatan, baik dokter, apoteker, perawat maupun tenaga kesehatan lainnya. Menurut Anisa (2012), pengetahuan konsumen terhadap obat generik berpengaruh terhadap persepsi terhadap obat generik. Dibandingkan dengan sumber pengetahuan mengenai obat-obatan yang lain, tenaga kesehatan merupakan sumber pengetahuan yang paling dapat

diandalkan. Hal ini mendasari pentingnya peranan kalangan tenaga kesehatan dalam membentuk persepsi yang positif terhadap kualitas obat generik.

Analisis Deskriptif Persepsi Pasien terhadap Kualitas Obat Generik

Persepsi pasien terhadap kualitas obat generik dapat dilihat pada Tabel II. Berdasarkan Tabel II, diketahui persepsi pasien terhadap kualitas obat generik mayoritas yaitu sebesar 113 responden (75,3%) tergolong baik. Secara umum, mayoritas responden memiliki persepsi terhadap kualitas obat generik dengan kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata skor jawaban responden terkait dimensi safety adalah (3,02). Hal ini bermakna bahwa kualitas obat generik

dari dimensi safety secara rata-rata

dipersepsikan dengan baik oleh responden. Responden secara umum percaya dengan safety

(5)

Tabel III. Hasil Uji Bivariat dan Multivariat Pengaruh Karakteristik Pasien dengan Persepsi Pasien terhadap Kualitas Obat Generik

Karakteristik Pasien

Hasil Uji

Bivariat Multivariat (Sig.) Sig. Wald Odds ratio

Usia 0,622 - - -

Jenis kelamin 1,000 - - -

Tingkat pendidikan 0,028 0,005 7,746 5,797

Tingkat penghasilan per bulan 0,000 0,077 3,125 2,769 Status kepemilikan asuransi kesehatan 0,001 0,003 8,946 5,226 Sumber: Data primer yang diolah

Tabel II. Persepsi Pasien Rawat Jalan

Persepsi Pasien terhadap Kualitas Obat Generik Jumlah Persentase

Sangat baik 11 7,3%

Baik 113 75,3%

Buruk 26 17,3%

Sangat buruk 0 0%

Sumber: Data primer yang diolah

obat generik. Skor rata-rata jawaban responden dari dimensi safety berdasarkan analisis data yang dilakukan merupakan skor yang tertinggi dibandingkan dengan kedua dimensi lainnya, yaitu efficacy (2,75) dan acceptability (2,73). Hal ini juga bermakna bahwa kualitas obat generik dari dimensi efficacy dan acceptability secara rata-rata dipersepsikan dengan baik oleh responden. Akan tetapi, dari dimensi acceptability, kualitas obat generik masih perlu diperbaiki atau dioptimalkan dan dikembangkan lagi, sehingga lebih dapat diterima konsumen dalam hal ini pasien.

Analisis Pengaruh Karakteristik Pasien dengan Persepsi Pasien terhadap Kualitas Obat Generik

Hasil uji bivariat dan multivariat analisis pengaruh karakteristik pasien dengan persepsi pasien terhadap kualitas obat generik dapat dilihat pada Tabel III.

Berdasarkan Tabel III, diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dan persepsi responden terhadap kualitas obat generik, diketahui nilai signifikansinya berturut-turut 0,622 dan 1,000. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Iosifescu et al. (2008) yang menyatakan bahwa usia dan jenis kelamin tidak berhubungan dengan persepsi responden terhadap kualitas obat generik. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian oleh Toklu dan Dulger (2012) juga menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara penerimaan responden terhadap obat generik dengan usia dan jenis kelamin.

Kedua, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan per bulan, dan status kepemilikan asuransi kesehatan, diketahui nilai signifikansi dan wald-nya berturut-turut (0,005; 7,746), (0,077; 3,125), dan (0,003; 8,946). Berdasarkan nilai signifikansi dan wald tersebut, diketahui bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara positif dan signifikan dengan persepsi responden terhadap kualitas obat generik. Terkait variabel tingkat pendidikan, hal ini sama dengan hasil penelitian oleh Iosifescu et al. (2008) dan Alrasheedy et al. (2014) yang menyatakan bahwa persepsi negatif terhadap obat generik berhubungan secara signifikan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Hasil penelitian Babar

et al. (2010) juga menyatakan bahwa responden

tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki persepsi terhadap obat generik yang lebih baik. Pengaruh tingkat pendidikan dengan persepsi terhadap kualitas obat generik dapat dikaitkan ke tingkat pemahaman responden terhadap segala informasi. Responden dengan tingkat pendidikan rendah mungkin sangat rentan dengan minimnya pemahaman terhadap segala informasi yang diperoleh.

Variabel lain yang berpengaruh secara positif dan signifikan dengan persepsi responden terhadap kualitas obat generik adalah

(6)

status kepemilikan asuransi kesehatan. Menurut

Igbinovia (2007), secara umum ada

kecenderungan responden yang tidak

menanggung beban membayar langsung biaya pengobatan dalam hal ini responden dengan status kepemilikan asuransi untuk lebih menggunakan obat branded generic dibandingkan obat generik. Hasil penelitian oleh Iosifescu et al. (2008) juga menyatakan bahwa persepsi negatif terhadap obat generik berhubungan secara signifikan dengan status kepemilikan asuransi kesehatan medicaid, asuransi kesehatan oleh pemerintah bagi responden miskin. Pengaruh status kepemilikan asuransi dengan persepsi terhadap kualitas obat generik dapat dikaitkan

dengan faktor harapan yang notabene

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi.

Menurut Zeithaml (1988), harapan salah satunya juga dipengaruhi oleh personal needs. Baik kelompok responden dengan status kepemilikan asuransi maupun tidak atau responden umum, keduanya pada dasarnya memiliki personal needs yang sama, yaitu pengobatan. Dokter akan lebih cenderung meresepkan obat bagi responden asuransi yang sesuai dengan daftar obat yang dibuat oleh pihak asuransi guna responden mendapatkan jaminan penuh. Hal yang mungkin berbeda ketika dokter meresepkan obat untuk responden

non asuransi, meskipun kasus penyakit

keduanya sama.

Variabel tingkat penghasilan per bulan sebenarnya juga berpengaruh dengan persepsi responden terhadap kualitas obat generik, namun pengaruh tersebut tidak terlalu besar, sehingga secara statistik pengaruh tersebut dianggap tidak signifikan. Hasil penelitian oleh Kohli dan Buller (2013) menyatakan bahwa

seseorang dengan penghasilan rendah

cenderung memiliki sikap yang lebih negatif terhadap obat generik. Menurut Shrank et al. (2009b), responden dengan penghasilan rendah

cenderung tingkat pengetahuannya juga rendah, sehingga sikapnya lebih negatif terhadap obat

generik dibandingkan responden dengan

penghasilan yang lebih tinggi.

Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio. Diketahui nilai odds ratio status

kepemilikan asuransi kesehatan diperoleh 5,226 dan tingkat pendidikan diperoleh 5,797. Berdasarkan nilai odds ratio tersebut, diketahui bahwa kekuatan hubungan antara tingkat

pendidikan dengan persepsi responden

terhadap kualitas obat generik lebih besar

dibandingkan hubungan antara status

kepemilikan asuransi kesehatan dengan persepsi responden terhadap kualitas obat generik. Iosifescu et al. (2008) menyatakan hasil studi yang sama bahwa kekuatan hubungan antara tingkat pendidikan merupakan variabel yang

paling mempengaruhi dengan persepsi

responden terhadap kualitas obat generik. KESIMPULAN

Persepsi responden rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terhadap kualitas obat generik secara umum baik. Hasil analisis bivariat dan multivariat persepsi responden rawat jalan terhadap kualitas obat

generik menunjukkan persepsi responden

dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh tingkat pendidikan, dan status kepemilikan asuransi kesehatan. Persepsi responden tidak dipengaruhi secara signifikan oleh usia, jenis kelamin, dan tingkat penghasilan per bulan. DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Sugiyanto, Rokhman, M.R., 2012, Perbandingan Product-Class Knowledge, Perceived Risk, dan Sikap terhadap Obat Generik, Jurnal Manajemen dan Pelayanan

Farmasi, 2(3): 133-139.

Alrasheedy, A.A., Hassali, M.A., Stewart, K., Kong, D.C.M., Aljadhey, H., Ibrahim,

M.I.M., 2014, Patient Knowledge,

Perceptions, and Acceptance of Generic Medicines: a Comprehensive Review of The Current Literature, Patient Intelligence, 6: 1–29.

Babar, Z.U.D., Stewart, J., Reddy, S., Alzaher, W., Vareed, P., Yacoub, N., et al., 2010, An Evaluation of Consumers’ Knowledge, Perceptions, and Attitudes Regarding Generic Medicines in Auckland, Pharmacy

World and Science, 32, 440–448.

Binfar Kemenkes RI, 2014, Wawancara RCTI tentang Peredaran Obat Generik di Pasaran,

(7)

http://binfar.kemkes.go.id/2014/01/wawan cara-rcti-tentang-peredaran-obat-generik-di-pasaran/, diakses pada 12 Agustus 2014. Firth, J.D., 2001, Scientific Background of Medicine

2: Medical Masterclass, Royal College of

Physicians, London.

Igbinovia, M.E., 2007, The Perceived Benefits of Generic Versus Branded Medicines, Tesis, University of Pretoria, Pretoria.

Iosifescu, A., Halm, E.A., McGinn, T., Siu, A.L., dan Federman, A.D., 2008, Beliefs about Generic Drugs Among Elderly Adults in Hospital-Based Primary Care Practices,

Patient Education and Counseling, 73(2): 377–

383.

Jakarta Post, 2010, Distrust Keeps Generic Drug

Use Low, hlm.5.

Kemenkes RI, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Masyarakat, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Kohli, E., Buller, A., 2013, Factors Influencing

Consumer Purchasing Patterns of Generic Versus Brand Name Over-the-Counter Drugs, Southern Medical Journal, 2(106): 155–160.

Kotler, P., Shalowitz, J., Stevens, R., 2008,

Strategic Marketing for Health Care

Organizations: Building A Customer-Driven Health System, Jossey-Bass, San Francisco.

Mainar, A.S., Arteida, N., 2012, Physicians’ and Patients’ Opinions on the Use of Generic Drugs, Journal of Pharmacology and Pharmacotherapeutics, 3(3): 268–270.

Mariyono, J., Apri, K., Enny, S., 2005,

Ketimpangan Gender dalam Akses

Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga

Petani Pedesaan: Kasus Dua Desa

Kabupaten Tegal Jawa Tengah,

http://www.researchgate.net/profile/Joko_ Mariyono/publication/265814911_KETIMP ANGAN_JENDER_ALAM_AKSES_PELA YANAN_KESEHATAN_RUMAH_TANG GA_PETANI_PEDESAAN_KASUS_DUA_ DESA_DI_KABUPATEN_TEGAL_JAWA _TENGAH/links/543488ce0cf2bf1f1f27c67a .pdf, diakses 27 Januari 2015.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi

Industri, Globa Pustaka Utama,Yogyakarta.

Shrank, W.H., Cadarette, S.M., Cox, E., Fischer, M.A., Mehta, J., Brookhart, A.M., et al., 2009a, Is There a Relationship Between

Patient Beliefs or Communication About Generic Drugs and Medication Utilization?

Medical Care, 47(3): 319–325.

Shrank, W.H., Cox, E., Fischer, M.A., Mehta, J., dan Choudhry, N.K., 2009b, Patients’

Perceptions Of Generic Medications,

Health Aff (Millwood), 28(2): 546–556.

Supriyanto, S., Ernawaty, 2010, Pemasaran

Industri Jasa Kesehatan, Andi, Yogyakarta.

Toklu, N.A., Dulger, G., 2012, Knowledge and Attitudes of The Pharmacists, Prescribers and Patients Towards Generic Drug Use in Istanbul Turkey, Pharmacy Practice Journal, 25(35): 36–45.

Zeithaml, V., 1988, Consumer Perceptions of Price, Quality, and Value: a Means-end Model and Synthesis of Evidence, Journal

Gambar

Tabel I. Karakteristik Pasien Rawat Jalan
Tabel II. Persepsi Pasien Rawat Jalan

Referensi

Dokumen terkait

Inventarisasi Hama Dan Musuh Alami Pada Tanaman Jagung Farah Fauzia 051510401130; 2013; 45 halaman; Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

[r]

Sehubungan dengan telah dilaksanakan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara dalam kegiatan Pembuktian

Berkenaan dengan kerugian yang sering diderita pasien akibat kesalahan (kesengajaan/ kealpaan) para tenaga kesehatan karena tidak menjalankan praktik sesuai dengan

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa tiga faktor utama yang membuat mahasiswa enggan untuk mencari bantuan psikologis pada penyedia layanan psikologis formal

BPKH Tembusan MEN - HUT &amp; penyam- paian peta arahan indikatif Provinsi peta arahan indikatif per Provinsi peta arahan indikatif per Provinsi peta arahan indikatif per

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan problem posing

Hasil biakan (+) dilarutkan dengan NaCl 0,9% dan disesuaikan dengan Mc Farland 0,5 kemudian diambil 0,1 cc dan ditanamkan pada masing-masing media Sabouraud Dekstrose Agar olive