• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN GOWA

Oleh :

ANDIKA KUSWIDYAWAN 105 81 1891 13

MUH. NUR THOAHA 105 81 1988 13

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i SKRIPSI

STUDI LAJU INFILTRASI DENGAN METODE HORTON PADA VARIASI TANAH DI KECAMATAN TINGGIMONCONG

KABUPATEN GOWA

Oleh :

ANDIKA KUSWIDYAWAN 105 81 1891 13

MUH. NUR THOAHA 105 81 1988 13

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah Azza Wa Jalla, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Tugas ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaiakan studi kami di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas kami adalah “STUDI LAJU INFILTRASI DENGAN METODE HORTON PADA VARIASI TANAH DI KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA”

Kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, saran dan petunjuk Bapak Prof. Dr. Ir. Darwis Panguriseng, M.Sc., selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Ma’rufah, S.P., M.P., selaku Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Rasa hormat dan banyak terima kasih atas segala saran serta petunjuk juga tidak lupa kami sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, S.T., M.T., IPM selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Andi Makbul Syamsuri, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta para Staf Administrasi pada Program Studi

(7)

5. Ayah dan Ibu yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, doa dan dukungan secara moril maupun material.

6. Saudara/saudari kami di Fakultas Teknik khususnya Angkatan “RADICAL” 2013, sahabat sepanjang masa.

Serta semua pihak yang telah membantu kami. Selaku manusia biasa tentunya kami tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang kostruktif sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan ini.

“Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khaerat”.

Makassar, 09 September 2020

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR TABEL ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3 E. Batasan Masalah ... 4 F. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Daerah Aliran Sungai ... 6

B. Siklus Hidrologi ... 7

C. Laju Dan Kapasitas Inflitrasi ... 9

1. Defenisi Infiltrasi ... 9

(9)

3. Kapasitas Infiltrasi ... 11

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi ... 11

D. Laju Infiltrasi Metode Horton ... 18

E. Infiltrometer ... 20

F. Pengaruh Tata Guna Lahan Terhadap Infiltrasi ... 21

G. Penelitian Relevan Sebelumnya ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 29

B. Jenis Penelitian Dan Variabel Penelitian... 29

C. Alat Dan Bahan Penelitian ... 30

1. Alat ... 30

2. Bahan ... 30

D. Prosedur Pengujian Infiltrasi ... 30

E. Prosedur Pengujian Kadar Bahan Organik... 31

E. Metode Pengumpulan Data ... 33

F. Metode Pengolahan Data ... 33

G. Alur Penelitian... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil ... 35

1. Analisis Sifat Fisik Tanah ... 35

a. Analisis Tekstur Tanah ... 35

(10)

c. Analisis Kadar Air ... 36

2. Analisis Laju Infiltrasi ... 37

a. Analisis Infiltrasi Pada Tanah Lahan Sawah ... 37

b. Analisis Infiltrasi Pada Lahan Tegalan ... 40

c. Analisis Infiltrasi Pada Tanah Lahan Pemukiman ... 44

d. Analisis Infiltrasi Pada Tanah Lahan Kebun ... 47

B. Pembahasan ... 51

1. Hubungan sifat fisik tanah dengan Laju Infiltrasi ... 51

2. Hubungan sifat fisik tanah dengan Kapasitas Infiltrasi ... 56

BAB V PENUTUP ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Siklus air / hidrologi ... 7

2. Pengaruh pemulsaan tanah terhadap laju infiltrasi ... 15

3. Penggolongan organisme tanah ... 16

4. Double ring Infiltrometer ... 21

5. Diagram alur penelitian ... 34

6. Kurva nilai log(fo-fc) dengan waktu pada lahan sawah... 38

7. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan sawah ... 39

8. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan tegalan ... 42

9. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan tegalan ... 43

10. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan pemukiman ... 46

11. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan pemukiman ... 47

12. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan kebun ... 49

13. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan kebun ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Laju Infiltrasi ... 11

2. Proporsi Fraksi Menurut Kelas Tekstur Tanah ... 13

3. Matriks Penelitian Terdahulu ... 24

4. Klasifikasi tekstur tanah pada variasi penggunaan lahan ... 35

5. Kandungan bahan organik pada variasi penggunaan lahan ... 36

6. Kadar air tanah pada variasi penggunaan lahan ... 36

7. Hasil pengamatan pada lahan sawah ... 37

8. Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lahan sawah ... 37

9. Nilai log( fo-fc) lahan sawah ... 38

10. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan sawah ... 39

11. Hasil pengamatan pada lahan tegalan ... 40

12. Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lahan tegalan ... 41

13. Nilai log( fo-fc) lahan tegalan ... 42

14. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan tegalan ... 43

15. Hasil pengamatan pada lahan pemukiman... 44

16. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan pemukiman ... 45

17. Nilai log( fo-fc) lahan pemukiman ... 45

18. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan pemukiman . 46 19. Hasil pengamatan pada lahan kebun ... 48

(13)

21. Nilai log( fo-fc) lahan kebun ... 49

22. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan kebun ... 50

23. Hasil analisis sifat fisik tanah pada variasi penggunaan lahan... 51

24. Nilai parameter dan hasil infiltrasi metode Horton ... 52

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya yang begitu penting bagi makhluk hidup dalam kehidupan sehari - hari. Tersedianya air di dalam tanah tidak terlepas dari adanya peranan laju infiltrasi. Pergerakan air yang jatuh ke permukaan tanah akan diteruskan ke dua arah, yaitu air limpasan yang bergerak secara horizontal (run-off) dan air yang bergerak secara vertikal yang dikenal sebagai infiltrasi.

Proses infiltrasi juga merupakan proses penting dalam siklus hidrologi karena infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat meresap dan masuk ke dalam tanah secara langsung. Perubahan penggunaan suatu tutupan lahan akan mengakibatkan turunnya kualitas tanah pada suatu lahan yang ditandai oleh turunnya peresapan air ke dalam tanah (infiltrasi) dan dapat meningkatkan aliran permukaan.

Kemampuan air berinfiltrasi di setiap penggunaan lahan berbeda dikarenakan sifat-sifat fisik tanah pada setiap penggunaan lahan juga berbeda. Hal ini dapat disebebkan perbedaan vegetasi dan sistem perakaran sehingga menghasilkan sumber bahan organik tanah dengan jumlah yang berbeda pula.

(15)

Laju infiltrasi dapat diukur di lapangan dengan mengukur curah hujan, aliran permukaan, dan menduga faktor - faktor lain dari siklus air, atau menghitung laju infiltrasi dengan analisis hidrograf. Mengingat cara tersebut memerlukan biaya yang relatif mahal, maka penetapan infiltrasi sering dilakukan pada luasan yang sangat kecil dengan menggunakan suatu alat yang disebut dengan infiltrometer.

Pemahaman mengenai infiltrasi dan data laju infiltrasi sangat berguna sebagai acuan untuk perencanaan kegiatan irigasi, dan perencanaan tata guna lahan. Salah satu model perhitungan laju infiltrasi yang dapat digunakan adalah model Horton. Data mengenai perhitungan laju infiltrasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan tata guna lahan, potensi air limpasan, pemodelan hidroteknik, perhitungan kebutuhan air irigasi, maupun dalam bidang-bidang lain yang membutuhkannya.

Dari latar belakang di atas maka kami mengemukakan judul “STUDI LAJU INFILTRASI DENGAN METODE HORTON PADA VARIASI TANAH DI KECAMATAN TINGGIMONCONG KABUPATEN GOWA”.

(16)

B. Rumusan Masalah

1. Berapa nilai laju infiltrasi awal pada variasi tanah di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa ?

2. Berapa besar kapasitas infiltrasi pada variasi tanah di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa ?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian kami ialah :

1. Untuk mengetahui nilai laju infiltrasi awal pada variasi tanah di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa menggunakan metode Horton.

2. Untuk mengetahui kapasitas infiltrasi pada variasi tanah di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa menggunakan metode Horton.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang laju infiltrasi pada variasi tanah di

Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

2. Memberikan informasi tentang kapasitas infiltrasi pada variasi tanah di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

(17)

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran yang ingin dicapai maka penelitian ini perlu ditetapkan batasan masalah. Pada penelitian ini kami membatasi studi pada laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi pada variasi tanah pada penggunaan lahan berbeda yang berlokasi di daerah sub DAS Je’neberang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran umum isi tulisan, sistematika penulisan skripsi ini terdari dari lima bab, kami membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I ( PENDAHULUAN ), dalam bab ini merupakan pembahasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II ( TINJAUAN PUSTAKA ), dalam bab ini merupakan pembahsan tentang teori - teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan dasar-dasar analisis mengenai tujuan penelitian.

BAB III ( METODE PENELITIAN ), dalam bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, variable penelitian, metode pelaksanaan penelitian, metode pengolahan data, dan alur penelitian.

(18)

BAB IV ( HASIL DAN PEMBAHASAN ), dalam bab ini menguraikan tentang hasil penelitian yang dilaksanakan yaitu pengolahan data penelitian, analisis, dan pembahasan.

BAB V ( PENUTUP ), dalam bab ini akan berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian, saran dari penulis yang berkaitan dengan hasil dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang dialami selama penelitian, yang merupakan harapan agar penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya dan penerapan di lapangan nantinya.

(19)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI no. 38 tahun 2011 tentang sungai Pasal 1 Butir (1) menyatakan : sungai adalah alur atau wadah air alami atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan tahun 2009, Daerah Aliran Sungai merupakan satu kesatuan wilayah daratan dengan sungai serta anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari presipitasi menuju sungai, danau, atau ke laut secara alami.

Pradityo (2011) menyatakan bahwa kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai yang tidak diselenggarakan dengan baik di daerah hulu dapat meningkatkan erosi dan pada akhirnya akan menimbulkan dampak di daerah hilir (dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi akibat sedimentasi yang berasal dari erosi di daerah hulu).

Paimin ( 2012 ) memaparkan permasalahan yang umumnya terdapat pada daerah aliran sungai adalah:

(20)

 Banjir

 Produktivitas Tanah Menurun

 Pengendapan Lumpur Pada Waduk

 Pengendapan Lumpur Pada saluran irigasi

 Penggunaan tanah yang tidak tepat

B. SIKLUS HIDROLOGI

Daur hidrologi atau siklus air adalah siklus yang menunjukkan pergerakan air di permukaan bumi (Asdak, 2007). Siklus hidrologi juga merupakan konsep dasar mengenai keseimbangan air secara menyeluruh di bumi, siklus ini juga menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air (Kodoatie dan Roestam, 2005). Air akan mempengaruhi kondisi lingkungan di sekitarnya dalam siklus biologi. Efek fisik akan terlihat air mengalir, sehingga menyebabkan terjadinya erosi pada bagian hulu dan sedimentasi pada bagian hilir (Indarto, 2012).

(21)

Dari gambar 1 terlihat jelas bahwa siklus hidrologi memiliki beberapa komponen yang saling berkesinambungan. Apabila salah satu komponen tersebut mengalami gangguan atau kerusakan, maka proses siklus hidrologi / air juga dapat mengalami gangguan yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan di bumi (Suripin, 2002).

1. Evaporasi

Evaporasi atau yang dikenal sebagai penguapan ialah proses perubahan zat cair menjadi gas (uap air). Sedangkan menurut Manan dan Suhardianto (1999), evaporasi adalah perubahan air menjadi uap air, bila terjadi proses evaporasi air yang ada di bumi akan hilang ke atmosfer menjadi uap air.

2. Transpirasi

Transpirasi adalah proses penguapan air yang sebelumnya telah diserap oleh tumbuhan yang digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme. Transpirasi dilakukan oleh tumbuhan melalui stomata, kutikula dan lentisel (Siregar, 2003).

3. Kondensasi

Menurut Triatmodjo ( 2010 ), kondensasi adalah proses pendinginan uap air sehingga mengalami sublimasi kembali menjadi butiran air, es ataupun salju. Proses ini terjadi akibat semakin rendahnya temperatur di atmosfer pada jarak yang lebih jauh dari permukaan bumi.

(22)

4. Presipitasi

Presipitasi berasal dari uap air di atmosfer, setelah terjadi kondensasi menjadi butir-butir air atau kristal-kristal es akhirnya akan jatuh sebagai hujan ataupun salju. Di daerah tropis, proses kondensasi merubah uap air menjadi butiran air atau es yang lebih besar dan berat sehingga akhirnya jatuh sebagai hujan (Triatmodjo 2010).

5. Infiltrasi

Air yang jatuh ke daratan kemudian akan meresap ke dalam tanah melalui celah atau pori pori tanah dan batuan. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler (Triatmodjo, 2010).

6. Aliran Permukaan

Aliran permukaan yang merupakan air hujan yang mengalir melalui parit kemudian bergabung menjadi anak sungai dan akhirnya menuju aliran sungai. Di daerah pegunungan (hulu DAS) aliran permukaan dapat masuk ke sungai dengan cepat, menyebabkan debit sungai meningkat (Triatmodjo, 2010).

C. LAJU DAN KAPASITAS INFILTRASI

1. Definisi Infiltrasi

Menurut Munaljid, dkk., (2015), infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Air dari presipitasi yang jatuh di muka

(23)

bumi dapat dipilah jadi 3 kelompok berdasarkan lokasi jatuhnya, yaitu vegetasi dan lahan terbangun, serta tanah permukaan. Air presipitasi yang tertangkap / terintersepsi oleh vegetasi, sebagian akan menguap dan sebagian lain akan jatuh ke permukaan tanah (Budianta, 2000).

Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan mengalami evaporasi, infiltrasi, perkolasi, dan air yang mengalir di atas permukaan tanah sebagai aliran permukaan. Sejumlah air hujan yang disimpan dalam tanah sebagai air tanah yang pada suatu saat akan dimanfaatkan oleh mahluk hidup (Arief, 2001).

2. Laju Infiltrasi

Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya ketersediaan air (kelembaban) tanah. Semakin tinggi ketersediaan air (kelembaban) tanah, maka laju infiltrasi akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Laju infiltrasi pada awalnya tinggi, dengan masuknya air lebih dalam dan lebih dalamnya profil tanah yang basah, maka hisapan tanah berkurang dan akhirnya hanya tinggal tarikan gravitasi yang berpengaruh terhadap pergerakan air, seiring waktu hal itu akan menyebabkan laju infiltrasi semakin menurun hingga mendekati kondisi kesetimbangan (Kurnia, dkk., 2006).

Laju infiltrasi mempunyai klasifikasi tertentu, untuk menentukannya dapat dilihat pada tabel berikut :

(24)

Tabel 1. Klasifikasi Laju Infiltrasi

Klasifikasi Laju Infiltrasi (cm/jam)

Sangat Cepat >25,4 Cepat 12,7 – 25,4 Agak Cepat 6,3 – 12,7 Sedang 2 – 6,3 Agak Lambat 0,5 – 2 Lambat 0,1 – 0,5 Sangat Lambat <0,1 ( Sumber : Januardin, 2008 ) 3. Kapasitas Infiltrasi

Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2002), kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan banyaknya air ke dalam tanah, besarnya kapasitas infiltrasi dapat memperkecil berlangsungnya aliran permukaan tanah. Berkurangnya pori-pori tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan/kompaksi tanah, menyebabkan menurunnya infiltrasi.

Sedangkan Asdak (2007) menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap air, sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi. 4. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Infiltrasi

Sebagai sebuah proses alami, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi diantaranya adalah :

(25)

Laju infiltrasi pada tanah yang porous lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada lapisan tanah yang tidak porous. Perbandingan ruang pori terhadap padatan merupakan sifat tanah yang penting dan banyak menentukan volume air, udara, temperatur dan hara tanah, ruang akar tanaman, mudah atau tidaknya tanah untuk diolah serta mempengaruhi proses-proses perkolasi yang terlibat dalam pembentukan tanah tersebut (Saidi, 2006).

Tanah yang kasar banyak mengandung pori - pori sulit menahan air, sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah pori - pori makro ditambah pori - pori mikro) lebih tinggi dari tanah pasir (Hardjowigeno 2007).

Walaupun tidak terdapat perbedaan yang tegas, pori makro menstimulasi pergerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat pergerakan udara, dan air hanya dibatasi pada pergerakan kapiler saja. Jadi, pada tanah berpasir, walaupun jumlah ruang porinya sedikit, pergerakan udara dan air sangat cepat disebabkan oleh dominasi pori makro. Sedangkan tanah bertekstur halus melambatkan pergerakan udara dan air karena didominasi oleh pori mikro, walaupun dijumpai jumlah ruang pori yang banyak (Soepardi, 1979).

Hanafiah (2013) mengatakan bahwa tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapat perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu,

(26)

dan liat yang terkandung pada tanah. Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas seperti pada tabel berikut :

Tabel 2. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah

Pasir Debu Liat

1. Pasir

2. Pasir lempung 3. Lempung berpasir 4. Lempung

5. Lempung liat berpasir 6. Lempung liat berdebu 7. Lempung berliat 8. Lempung berdebu 9. Debu 10. Liat berpasir 11. Liat berdebu 12. Liat >85 79 – 90 40 – 87,5 22,5 – 52,5 45 – 80 <20 20 – 45 <47,5 <20 45 – 62,5 <20 <45 <15 <30 <50 30 – 50 <30 40 – 70 15 – 52.5 50 – 87,5 >80 <20 40 – 60 <40 <10 <15 <20 10 – 30 20 – 37,5 27,5 – 40 27,5 – 40 <27,5 <12,5 37,5 – 57,5 40 – 60 >40 ( Sumber : Hanafiah, 2013 ) b) Vegetasi

Sosrodarsono dan Takeda (2003) mengatakan, jika permukaan tanah tertutup oleh pohon-pohon dan rumput - rumputan maka infiltrasi dapat dipercepat, tumbuh-tumbuhan bukan hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi juga lapisan humus yang terjadi mempercepat penggalian-penggalian serangga dan lain-lain yang akhirnya akan mempercepat laju infiltrasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

(27)

kapasitas infiltrasi pada tanah bervegetasi akan cenderung lebih tinggi dibanding tanah yang tidak bervegetasi (Arsyad, 2010).

c) Kadar Air Tanah

Pada kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan tinggi dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air tanah, laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang (Arsyad, 2010).

Laju infiltrasi tergantung pada besarnya ketersediaan air (kelembapan) tanah, semakin lembab kondisi suatu tanah maka laju infiltrasi semakin rendah ( Rachmatullah, 2015 ).

Ketika permukaan tanah menjadi jenuh dengan air, potensial kapiler terpenuhi dan cenderung untuk menahan air yang melalui bukaan ukuran kapiler dan menurunkan laju infiltrasi. Jadi kebasahan tanah menciptakan resistensi untuk infiltrasi. Infiltrasi berubah - ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004). d) Penutupan tanah / pemulsaan

Penutupan tanah dengan mulsa adalah penggunaan sisa - sisa tanaman (batang atau daun tumbuhan) yang disebarkan di atas permukaan tanah, dikarenakan mulsa mempertahankan aerasi tanah tetap baik, yaitu dengan pori makro sekitar 20 sampai 25 persen dibandingkan dengan berkurangnya

(28)

jumlah pori makro tanah tanpa mulsa setelah dua bulan dari 20 sampai 25 persen menjadi 8 sampai 11 persen (Arsyad, 2010).

Gambar 2. Pengaruh Pemulsaan Tanah Terhadap Laju Infiltrasi (Sumber : Arsyad, 2010)

e) Organisme Tanah

Penelitian Brata, Sudarmo, dan Waluyo (1994) menemukan bahwa terdapat pengaruh nyata dalam penambahan cacing tanah dan mulsa terhadap laju infiltrasi karena terdapat pengaruh saling menguntungkan antara mulsa dan cacing tanah dimana mulsa menyediakan makanan, perlindungan dan habitat yang cocok bagi cacing tanah, sedangkan aktivitas cacing tanah dalam menggali lubang, memakan dan mencampur bahan organik, mineral dan mikroorganisme dapat mempercepat dekomposisi sisa tanaman dan perbaikan sifat fisik tanah. itu semua membuat laju infiltrasi meningkat.

(29)

Pengelompokan organisme tanah, binatang, dan tumbuhan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Penggolongan Organisme Tanah (Sumber : Soepardi, 1979)

f) Topografi

Menurut Syaeful, dkk., (2012), topografi merupakan keadaan permukaan bumi, semakin besar kemiringan suatu daerah maka semakin cepat aliran permukaan sehingga air kekurangan waktu untuk berinfiltrasi. Sebaliknya pada daerah yang datar, air menggenang sehingga laju infiltrasi relatif besar.

(30)

Menurut Khory (2014), pengolahan tanah adalah manipulasi terhadap tanah untuk menyediakan kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman, dan untuk memelihara kapasitas infiltrasi dan aerasi. Ia juga menjelaskan bahwa salah pengelolaan kesuburan dari tanah terletak dari pengaturan keseimbangan empat faktor, oksigen, air, unsur toksik, dan unsur hara, satu bentuk upaya pengaturan keempat faktor tersebut dengan melakukan pengolahan tanah.

Sinukaban ( 2007 ) menyebutkan beberapa jenis pengolahan tanah berkaitan dengan infiltrasi, yaitu :

 Conventional tillage, yaitu tanah diolah seluruhnya.

 Chisel tillage, yaitu tanah diolah sekali.

 Buffalo tillage yaitu pengolahan tanah pada barisan tanaman saja.

 No tillage atau zero tillage,yaitu tanpa pengolahan tanah. h) Penggunaan lahan

Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Juhadi, 2013). Selama ini pengertian lahan sering diartikan sama dengan istilah tanah, dalam kenyataannya lahan memiliki pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan tanah. Tanah merupakan benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi

(31)

hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 2010).

Hal yang sama dikemukakan oleh Jamulya & Soenarto (1995), bahwa penggunaan lahan sebagai setiap bentuk dan intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil dan spiritual. Pendapat lain dikemukakan oleh Dardak (2015), lahan dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.

D. Laju Infiltrasi Metode Horton

Pengukuran laju infiltrasi model Horton adalah model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi dibandingkan dengan model-model lainnya. Susnawati, dkk., (2018), menyatakan Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan serta penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang terjadi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan.

(32)

Dengan kemajuan sistem komputer proses ini dapat dilakukan dengan program spreadsheet sederhana (Arfan dan Pratama, 2012). Tutupan lahan, penutupan retakan tanah, pembentukan kerak tanah dan penghancuran struktur permukaan tanah menjadi faktor yang meyebabkan penurunan laju infiltrasi ( Wibowo, 2013 ).

Laju infiltrasi berdasarkan Model Horton dihitung dengan persamaan berikut ( Susnawati, dkk., 2018 ) :

( ) ……… ( 2.1 )

Keterangan:

ft = laju infiltrasi aktual pada saat t f0 = laju infiltrasi awal ( cm/jam ) fc = laju infiltrasi akhir ( cm/jam ) e = bilangan euler = 2,718

k = konstanta geofisik

t = waktu sejak mulainya hujan

Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton memerlukan detail data inflitrasi tanah setempat, dari waktu ke waktu dalam interval waktu yang cukup pendek, misal 5 atau 10 menit, sampai mendapatkan laju infiltrasi yang tetap / konstan. Berdasarkan pengukuran laju infiltrasi di lapangan kemudian dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Januardin (2008) sebagai berikut :

(33)

... (2.2) Dengan nilai 𝚫h = Perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm)

𝚫t = Interval waktu pengukuran (menit)

Berdasarkan rumus tersebut, kemudian ditentukan beberapa parameter yang digunakan dalam metode Horton yaitu (Susnawati, dkk., 2018) :

1. Nilai fc diperoleh dari nilai infiltrasi ketika mencapai keadaan konstan. 2. Nilai f0 diperoleh dari nilai infiltrasi ketika keadaan awal proses

infiltrasi 3. Nilai K

Perhitungan nilai k dilakukan dengan menghitung nilai log dari perhitungan analisis infiltrasi awal (f0) dan akhir (fc) dengan waktu. Kemudian membuat kurva dengan persamaan umum linier :

y = mx + c ... ( 2.3 )

Dari kurva tersebut didapatkan nilai m (gradien) yang akan dimasukkan kedalam persamaan berikut :

atau

... ( 2.4 )

(34)

Infiltrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya infiltrasi di lapangan yang terdiri dari dua jenis yaitu single infiltrometer dan double ring infiltrometer. Alat ini merupakan silinder baja ataupun berbahan lain berdiameter 15 – 20 cm dan dilengkapi dengan tangki cadangan air ataupun ember dalam bentuk sederhana, double ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan single infiltrometer namun dengan tambahan satu silinder lain yang berdiameter kurang lebih dua kali silinder yang telah disebutkan sebelumnya ( Bismi, 2010). Penggunaan double ring infiltrometer ditujukan untuk mengurangi penyimpangan aliran atau aliran lateral (Rachman, 2004).

Gambar 4. Double ring infiltrometer ( Sumber : Fatehnia, 2015 )

(35)

Perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang kompleks dan merupakan proses dinamis yang berhubungan dengan sistem alam dan manusia, perubahan penggunaan lahan juga merupakan salah satu faktor penting di dalam daur hidrologi dan keduanya berhubungan secara independen. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi iklim, sedangkan perubahan iklim akan mempengaruhi penggunaan lahan di masa depan (Koomen, dkk., 2007).

Perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto, 2001).

Sebagai contoh, pengelompokan penggunaan lahan adalah sebagai berikut:

1. Lahan Pemukiman

Lahan pemukiman menurut Wesnawa (2015), dapat diartikan sebagai bentukan baik buatan manusia ataupun alami dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.

(36)

Lahan sawah menurut Rahmanto ( 2002 ), dapat dianggap sebagai barang publik karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, serta sarana pariwisata. Sedangkan manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan.

3. Lahan Tegalan

Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan yang kering, bergantung pada pengairan air hujan. Ketika musim kemarau, lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman. Tegalan termasuk dalam katagori lahan kering yang disebut dengan lahan tegalan, topografinya miring, tidak pernah tergenang air, pengairannya hanya mengandalkan air hujan yang menyebabkan pertumbuhan tanaman diatasnya sangat tergantung dari air hujan (Mahaldawasara, 2003).

4. Lahan hutan

Lahan hutan menurut Arief (2001), adalah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan merambat dengan bunga yang berperan sangat tinggi dikehidupan di bumi. Sedangkan Fitirana (2008), berpendapat bahwa hutan adalah sebuah kawasan yang di dalamnya ditemukan berbagai tumbuhan dan hewan.

(37)

5. Lahan kritis

Lahan kritis merupakan suatu keadaan lahan yang terbuka atau tertutupi semak belukar, sebagai akibat dari solum tanah yang tipis dengan kenampakan batuan bermunculan di permukaan tanah akibat erosi sehingga produktivitasnya menurun (Notohardiprawiro, 2006).

(38)

G. Penelitian Relevan Sebelumnya

Terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini yang hasilnya kami gunakan sebagai referensi. Beberapa penelitian relevan tersebut dituliskan dalam bentuk tabel matriks penelitian terdahulu berikut :

Tabel 3. Matriks Penelitian Terdahulu

No. Penulis Tahun Judul / Topik Metode Hasil 1.  Jati Kuncoro Munaljid 2015 Aplikasi Model Infiltrasi Pada Tanah Dengan Model Kostiyacov Dan Model Horton Menggunakan Alat Rainfall Simulator Analisis kapasitas menggunaka n metode Kostiyacof dan Horton dengan alat rainfall simulator Kesalahan relatif pada model yang bernilai kecil lebih baik karena

mendekati dengan nilai f pengukuran pada alat simulator hujan yaitu pada metode Horton dengan nilai maksimum 30,85% 2.  Ryan Renhardika  Donny Harisuseno  Andre Primantyo  Dian Noorvy 2015 Analisis Penentuan Laju Infiltrasi Pada Tanah Dengan Variasi Kepadatan Perhitungan laju infiltrasi metode Horton dengan hanya dipengaruhi oleh kepadatan tanah Hubungan antara nilai kepadatan dengan laju infiltrasi maksimumnya memiliki nilai R2 (regresi exponential) yang sangat rendah. Dari uji t hubungan antara kepadatan dengan laju infiltrasi maksimum dapat disimpulkan bahwa parameter kepadatan tidak berpengaruh

(39)

terhadap laju infiltrasi. 3.  Nining Aidatul 2015 Pemetaan Laju Infiltrasi Menggunakan Metode Horton Di Sub DAS Tenggarang Kabupaten Bondowoso Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton dan peta menggunaka n program aplikasi Arc Gis.

Hasil berupa peta persebaran laju infiltrasi di Sub DAS Tenggarang 4  Lingga Buana 2017 Laju Infiltrasi Tanah Diberbagai Kemiringan Lereng Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada lima kelas kemiringan 0%-8%, 8%-15%, 15%-25%, 25%-40%, >40% dengan metode Horton

Laju infiltrasi paling tinggi ada pada kemiringan lereng 8%-15% yaitu 0,08 cm/menit dengan klasifikasi sangat cepat. laju infiltrasi paling rendah yaitu pada kemiringan lereng 25%-40% yaitu sebesar 0.04 cm/menit. 5  Taufik Hidayat 2018 Analisis infiltrasi tanah di lahan perkebunan Desa wajageseng Kab. Lombok tengah Menggunak an alat uji infiltrometer , analisis sifat fisik tanah dan pendugaan laju infiltrasi menggunaka n metode Horton. Berdasarkan hasil analisis laju infiltrasi di kawasan lahan Perkebunan Desa Wajageseng pada titik 1 sebesar 32.94 cm/jam tergolong sangat cepat, titik 2 sebesar 15.68 cm/jam tergolong cepat, titik 3 sebesar 41.31 cm/jam

(40)

tergolong sangat cepat, titik 4 sebesar 16.07 cm/jam tergolong cepat, dengan rata-rata sebesar 26.5 cm/jam tergolong sangat tinggi. 6  Cindy Yunagardas ari  Abdul Kadir Paloloang  Anthon Monde 2017 Model Infiltrasi Pada Berbagai Penggunaan Lahan Di Desa Tulo Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton.

Laju infiltrasi pada lahan semak belukar tergolong agak cepat yaitu sebesar 6,56 cm/jam, pada lahan kebun kakao

tergolong sedang yaitu sebesar 2,06 cm/jam, pada lahan kebun kelapa dan lahan sawah tergolong agak lambat dengan laju infiltrasi pada lahan kebun kelapa

sebesar 1,87 cm/jam dan lahan sawah sebesar 0,87 cm/jam. 7  Aurellia Andara 2018 Laju Infiltrasi Pada Tegakan Mahoni Dan Lahan Terbuka Di Universitas Hasanuddin Pengukuran laju infiltrasi di dengan alat double ring infiltrometer , dan perhitungan dengan metode Setelah dilakukan pengukuran laju infiltrasi selama 15 menit, diperoleh laju infiltrasi pada

masing-masing plot,

laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan terbuka di setiap pengamatan

(41)

Horton disajikan melalui kurva infiltrasi pada setiap plot. 8  Liliya Dewi Susnawati  Bambang Rahadi  Yusriadi Tauhid 2018 Penentuan Laju Infiltrasi Menggunakan Pengukuran Double Ring Infiltrometer dan Perhitungan Model Horton pada Kebun Jeruk Keprok 55 (Citrus Reticulata). Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton. Nilai infiltrasi konstan yang paling tinggi adalah pada bedengan dengan nilai 0.167

cm/menit, kemudian pada sela bedengan sebesar 0.067

cm/menit dan paling rendah yaitu pada jalan dengan nilai 0.020

cm/menit.berdasarka n waktunya, jalan paling cepat

mengalami keadaan konstan yaitu pada menit ke 120, kemudian sela bedengan pada menit ke 150 dan bedengan pada menit ke 160. 9  Cut Azizah 2019 Sifat Fisik

Tanah dan Hubungannya dengan Kapasitas Infiltrasi DAS Tamiang Pengambila n sampel menggunaka n metode sampel tanah tidak terganggu (undisturbed soil sample) dan metode sampel Hasil penelitian menunjukkan tekstur tanah didominasi clay sehingga Hydrologic Soil Grups (HSG) termasuk dalam kapasitas infiltrasi sedang, berat jenis tanah 0,9-1,5 g cm-3, nilai kadar air

(42)

tanah terganggu (disturbed soil sample) pada musim kemarau 20-78 % (volume), nilai permeabilitas termasuk kategori sedang dan agak cepat (3-8 cm jam-1), dan nilai porositas 44-68%. 10  Akhmad Hidayat  Badaruddin  Ahmad Yamani 2019 Analisis Laju Dan Besarnya Volume Infiltrasi Pada Berbagai Tutupan Lahan Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Maluka Pengukuran laju infiltrasi di dengan alat double ring infiltrometer , dan perhitungan dengan metode Horton Laju infiltrasi teringgi pada hutan sekunder sebesar 5,696 mm/jam dan infiltrasi terendah pada alang alang sebesar 0,234 mm/jam.Volume infiltrasi tertinggi pada kebun campuran sebesar 3,151 mm³, sedangkan volume infiltrasi terendah pada alang-alang sebesar 0,123 mm³.

(43)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di daerah sub DAS Je’neberang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa dan dimulai dengan persiapan alat penelitian pada bulan Juni 2020 sampai dengan pengambilan data pada bulan Juli 2020.

B. Jenis Penelitian dan Variabel Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian secara langsung di lokasi dengan mengambil data yang diperlukan dalam penelitian ini. Penilaian laju infiltrasi ditentukan menggunakan alat double ring infiltrometer dan dilaksanakan langsung di lokasi penelitian yaitu di daerah sub DAS Je’neberang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

Sedangkan untuk pengambilan data yang lebih bersifat teoritis diperoleh melalui pengumpulan dari skripsi skripsi kepustakaan, jurnal, buku lain yang sesuai dengan materi penelitian, ataupun instansi yang terkait.

Pada penelitian ini ditentukan 2 variabel, yaitu variasi penggunaan lahan sebagai variabel bebas dan laju infiltrasi sebagai variabel terikat.

(44)

C. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Alat

a) Double ring infiltrometer b) Alat Tulis

c) Meteran

d) Balok Kayu / Karet Pelapis e) Palu f) Spidol Marker g) Kertas Label h) Stopwatch i) Mistar j) Kamera 2. Bahan a) Air b) Tanah

D. Prosedur Pengujian Infiltrasi

Jenis infiltrometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah double ring infiltrometer. Pengukuran dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :

(45)

1. Membersihkan lokasi dimana alat akan digunakan.

2. Silinder bagian dalam dibenamkan terlebih dahulu ke dalam tanah kurang lebih 10 cm dengan keadaan tegak lurus. Apabila tanah di lokasi penelitian keras, maka diperlukan pemukulan secara merata pada silinder agar tetap berdiri dengan tegak. Pemukulan dilakukan menggunakan palu dengan melapisi silinder dengan balok kayu atau karet pelapis guna melindungi bagian atas silinder

3. Silinder bagian luar (silinder yang lebih besar) dibenamkan secara konsentris ke dalam tanah dengan metode yang sama dengan silinder bagian dalam.

4. Persiapkan air secukupnya, alat tulis dan tabel pengisian data.

5. Tuangkan air pada ruang antara silinder bagian dalam dan silinder bagian luar, dan dilanjutkan dengan menuangkan air pada bagian silinder bagian dalam.

6. Mengamati dan mengukur penurunan air pada silinder bagian dalam setiap 5 menit menggunakan meteran atau mistar.

7. Setelah pengamatan selesai dilakukan, ambil tanah di lokasi penilitian guna dilakukan analisa di laboraturium.

(46)

Pengujian kadar bahan organik dalam tanah dilakukan oleh petugas laboratorium menggunakan metode Walkley and Black dimana karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi yang berwarna jingga menjadi yang berwarna hijau dalam suasana asam (BPT, 2009) ISBN 978-602-8039-21-5 dengan prosedur sebagai berikut :

1. Timbang sekitar 0,5g sampel tanah. 2. Masukkan ke dalam labu ukur 250 ml. 3. Tambahkan 1N sebanyak 5ml.

4. Tambahkan pekat sebanyak 5 ml, lalu kocok dengan hati – hati. 5. Biarkan dingin lalu tambahkan akuades 50ml.

6. Tambahkan 5 ml NaF 2%, kemudian tambahkan 5 ml pekat. 7. Buat blanko, yaiyu 5 ml 1N, tambahkan pekat 5 ml dan

50 ml akuades.

8. Teteskan indikator diphenylamine 3 tetes.

9. Titrasi dengan Ammonium Iron (II) Sulfat 0,2N sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau

10. Kandungan bahan organik (%) dihitung dengan rumus :

C-Organik (%) = ( ) BO (%) = C-Organik (%) x 1,724 Keterangan Vb = Volume titrasi blanko

(47)

N = Normalitas penitar

Fk = Faktor Koreksi kadar air = 100/(100-%KA) F. Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan data sesuai kebutuhan. Dalam penentuan titik – titik pengambilan data, dilakukan pada daerah Sub DAS Je’neberang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.

Pengambilan data dimulai dengan pengukuran laju infiltrasi di lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer dengan slinder dalam berukuran 20 cm dan silinder luar berukuran 40 cm, lalu mengambilan sampel tanah di lokasi penelitian untuk kemuadian dianalisis di laboraturium.

G. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data merupakan tahapan penelitian dimana data primer yang telah dikumpulkan diolah guna menjawab rumusan masalah yang ada. Setelah melakukan pengamatan di lapangan, data diolah hingga mendapatkan nilai laju infiltrasi akutal dengan persamaan 2.2

Untuk mencari nilai k, dilanjutkan dengan membuat kurva dari nilai log dari perhitungan infiltrasi awal dan akhir menggunakan aplikasi Microsoft Excel yang akan menghasilkan persamaan 2.3.

(48)

Studi Literatur

Penentuan Titik Uji

Mulai Selesai Pembahasan Pengolahan Data Pengumpulan Data Kesimpulan

Nilai m (gradien) yang didapat akan digunakan sehingga nilai k dapat dihitung dengan persamaan 2.4. Setelah semua parameter yang dibutuhkan lengkap maka perhitungan laju infiltrasi akan dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.1

H. Alur Penelitian

(49)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Analisis Sifat Fisik Tanah

Tanah yang digunakan untuk bahan uji berasal dari tanah yang berlokasi daerah hulu DAS Jeneberang, tepatnya di Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Dimana selanjutnya sampel tanah dilakukan uji laboraturium untuk mengetahui tekstur tanah, kandungan bahan organic, dan kadar air tanah masing – masing sampel.

a. Analisis Tekstur Tanah

Hasil analisis tekstur pada variasi tanah berdasarkan penggunaan lahannya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4. Klasifikasi tekstur tanah pada variasi penggunaan lahan

No Jenis Sampel Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Kelas Tekstur 1 Sawah 30.77 18.4 50.82 Liat

2 Tegalan 42.3 53.7 4.0 Lempung Berdebu

3 Pemukiman 6.62 67.1 26.28 Lempung Berliat

(50)

b. Analisis Bahan Organik

Hasil analisis kandungan bahan organik pada variasi tanah berdasarkan penggunaan lahannya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 5. Kandungan bahan organik pada variasi penggunaan lahan

No Jenis Sampel Tekstur Tanah Bahan Organik C (%) N (%)

1 Sawah Liat 2.50 -

2 Tegalan Lempung Berdebu 3.55 -

3 Pemukiman Lempung Berliat 3.56 -

4 Kebun Lempung 3.52 -

c. Analisis Kadar Air

Hasil analisis kadar air pada variasi tanah berdasarkan penggunaan lahannya disajikan pada tabel berikut :

Tabel 6. Kadar air tanah pada variasi penggunaan lahan No Jenis Sampel Tekstur Tanah Kadar Air (%)

1 Sawah Liat 2.50

2 Tegalan Lempung Berdebu 3.55

3 Pemukiman Lempung Berliat 3.56

(51)

2. Analisis Laju Infiltrasi

a. Analisis Infiltrasi Pada Lahan Sawah

Pengukuran laju infiltrasi dengan alat double ring infiltrometer di laksanakan di daerah hulu DAS Jeneberang, tepatnya di Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Hasil pengukuran yang dilaksanakan pada lahan sawah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Hasil pengamatan pada lahan sawah

NO. Waktu (t) Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Menit cm 1 5 14.60 0.40 2 10 14.40 0.20 3 15 14.30 0.10 4 20 14.20 0.10 5 25 14.10 0.10

Berdasarkan data yang diperolah dari lapangan, selajutnya laju infiltrasi dihitung menggunakan persamaan 2.2. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan sawah tersebut dapat dilihat pada tabel hasil perhitungan berikut ini :

Tabel 8. Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lahan sawah

No. Waktu (t) (Δt)

Tinggi muka Air

(H) Beda Tinggi (ΔH) Laju Infiltrasi (f) (Menit) (cm) ( cm/jam ) 1 5 5 14.60 0.40 4.80 2 10 5 14.40 0.20 2.40 3 15 5 14.30 0.10 1.20 4 20 5 14.20 0.10 1.20 5 25 5 14.10 0.10 1.20

(52)

y = -5.7255x + 1.0334 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 lo g (f 0 -f c) Waktu (jam)

Untuk memperolah nilai konstanta k menggunakan persamaan 2.3 yang diperoleh dari nilai gradien plotting hubungan antara nilai X= waktu (t) dan nilai Y= log(fo-fc) sehingga kemudian mendapatkan nilai (m) dengan perhitungan sebagai berikut :

Tabel 9. Nilai log( fo-fc) lahan sawah

No. Waktu (t) (f) actual f0-fc log ( f0-fc )

Jam cm/jam 1 0.083 4.80 3.60 0.56 2 0.167 2.40 1.20 0.08 3 0.250 1.20 0.00 4 0.333 1.20 0.00 5 0.417 1.20 0.00

Gambar 6. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan sawah

Setelah nilai m yang dibutuhkan pada persamaan 2.4 didapatkan, maka didapatkan nilai 0.076. Laju infiltrasi dengan metode Horton dapat dihitung dengan persamaan 2.1 menggunakan nilai parameter yang didapatkan sebelumnya hasil perhitungan tertera pada tabel 10.

(53)

Tabel 10. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan sawah

Berdasarkan tabel 10, laju infiltrasi pada lahan sawah di daerah hulu DAS Je’neberang dapat diklasifikan laju infiltrasi sedikit lambat dengan laju infiltrasi maksimal 1.20 cm/jam. Pada tabel 1, klasifikasi laju infiltrasi agak lambat berada pada kecepatan 0.5 – 2 cm/jam. Kurva infiltrasi pada lahan sawah dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 7. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan sawah

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai laju infiltrasi pada lahan sawah di daerah hulu DAS Jeneberang memiliki laju maksimal / kapasitas infiltrasi sebesar 1,20 cm/jam pada menit ke-15.

No. Waktu (t) ( f ) aktual f0-fc k E ( Fc ) Metode Horton

Jam cm/jam cm/jam

1 0.083 4.80 3.60 0.076 2.718 4.78 2 0.167 2.40 1.20 2.38 3 0.250 1.20 0.00 1.20 4 0.333 1.20 0.00 1.20 5 0.417 1.20 0.00 1.20 Rata – rata 2.15 4.78 2.38 1.20 1.20 1.20 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 Laju In fi lt ras i (c m/ jam ) Waktu (jam)

(54)

b. Analisis Infiltrasi Pada Lahan Tegalan

Pengukuran laju infiltrasi dengan alat double ring infiltrometer dilaksanakan di daerah hulu DAS Jeneberang, tepatnya di Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Hasil pengukuran yang dilaksanakan pada lahan tegalan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 11. Hasil pengamatan pada lahan tegalan

No. Waktu (t) Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Menit Cm 1 5 12.30 2.70 2 10 10.70 1.60 3 15 9.50 1.20 4 20 8.40 1.10 5 25 7.30 1.10 6 30 6.40 0.90 7 35 5.50 0.90 8 40 4.90 0.60 9 45 4.30 0.60 10 50 3.80 0.50 11 55 3.50 0.30 12 60 3.30 0.20 13 65 3.10 0.20 14 70 2.90 0.20

Berdasarkan data yang diperolah dari lapangan, selajutnya laju infiltrasi dihitung menggunakan persamaan 2.2. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan tegalan dapat dilihat pada tabel 12.

(55)

Tabel 12. Hasil perhitungan laju infiltrasi pada lahan tegalan

No. Waktu (t) (Δt)

Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Laju Infiltrasi (f) (Menit) (cm) ( cm/jam ) 1 5 5 12.30 2.70 32.40 2 10 5 10.70 1.60 19.20 3 15 5 9.50 1.20 14.40 4 20 5 8.40 1.10 13.20 5 25 5 7.30 1.10 13.20 6 30 5 6.40 0.90 10.80 7 35 5 5.50 0.90 10.80 8 40 5 4.90 0.60 7.20 9 45 5 4.30 0.60 7.20 10 50 5 3.80 0.50 6.00 11 55 5 3.50 0.30 3.60 12 60 5 3.30 0.20 2.40 13 65 5 3.10 0.20 2.40 14 70 5 2.90 0.20 2.40

Untuk memperolah nilai konstanta k menggunakan persamaan 2.3 yang diperoleh dari nilai gradien plotting hubungan antara nilai X= waktu (t) dan nilai Y= log(fo-fc) yang perhitungannya tertera pada tabel 13, sehingga kemudian dapat di plot sehingga mendapatkan nilai (m) dengan menggunakan rumus persamaan liner yang ditampilkan pada gambar 8.

Setelah nilai m yang dibutuhkan pada persamaan 2.4 didapatkan, maka didapatkan nilai k = 0.341. Laju infiltrasi dengan metode Horton dapat dihitung dengan persamaan 2.1 menggunakan nilai parameter yang didapatkan sebelumnya, hasil perhitungan laju infiltrasi dengan metode horton tertera pada tabel 14.

(56)

Tabel 13. Nilai log(fo-fc) tanah lahan tegalan

No. Waktu (t) (f) aktual f0-fc log ( f0-fc )

Jam cm/jam 1 0.083 32.40 30.00 1.48 2 0.167 19.20 16.80 1.23 3 0.250 14.40 12.00 1.08 4 0.333 13.20 10.80 1.03 5 0.417 13.20 10.80 1.03 6 0.500 10.80 8.40 0.92 7 0.583 10.80 8.40 0.92 8 0.667 7.20 4.80 0.68 9 0.750 7.20 4.80 0.68 10 0.833 6.00 3.60 0.56 11 0.917 3.60 1.20 0.08 12 1.000 2.40 0.00 13 1.083 2.40 0.00 14 1.167 2.40 0.00

Gambar 8. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan tegalan

y = -1.2734x + 1.5181 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 lo g (f 0 -f c) Waktu (jam)

(57)

Tabel 14. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan tegalan

No. Waktu (t) ( f ) actual f0-fc k e ( Fc ) Metode Horton

Jam cm/jam cm/jam

1 0.083 32.40 30.00 0.341 2.718 31.56 2 0.167 19.20 16.80 18.27 3 0.250 14.40 12.00 13.42 4 0.333 13.20 10.80 12.04 5 0.417 13.20 10.80 11.77 6 0.500 10.80 8.40 9.48 7 0.583 10.80 8.40 9.28 8 0.667 7.20 4.80 6.22 9 0.750 7.20 4.80 6.12 10 0.833 6.00 3.60 5.11 11 0.917 3.60 1.20 3.28 12 1.000 2.40 0.00 2.40 13 1.083 2.40 0.00 2.40 14 1.167 2.40 0.00 2.40 Rata – rata 10.10

Gambar 9. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan tegalan

Berdasarkan tabel 14, laju infiltrasi awal pada lahan tegalan dapat di klasifikan laju infiltrasi agak cepat dengan laju infiltrasinya 10,10 cm/jam.

31.56 18.27 13.42 12.04 11.77 9.48 9.28 6.22 6.12 5.11 3.28 2.40 2.40 2.40 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 0.083 0.250 0.417 0.583 0.750 0.917 1.083 Laju In fi lt ras i ( cm/ jam) Waktu (jam)

(58)

Pada tabel 1, klasifikasi laju infiltrasi agak cepat berada pada kecepatan 6,30 – 12,70 cm/jam. Kurva infiltrasi pada lahan tegalan dapat dilihat pada gambar 9.

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai laju infiltrasi pada tanah lempung berdebu (lahan tegalan) di daerah hulu DAS Jeneberang memiliki laju maksimal / kapasitas infiltrasi sebesar 2.40 cm/jam pada menit ke-60.

c. Analisis Infiltrasi Pada Tanah Lahan Pemukiman

Pengukuran laju infiltrasi dengan alat double ring infiltrometer dilaksanakan di daerah hulu DAS Je’neberang, tepatnya di Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Hasil pengukuran yang dilaksanakan pada lahan pemukiman dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15. Hasil pengamatan pada lahan pemukiman

Berdasarkan data yang diperolah dari lapangan, selajutnya kecepatan laju infiltrasi dihitung menggunakan persamaan 2.2. Hasil perhitungan laju

No. Waktu (t) Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH)

Menit Cm 1 5 14.40 0.60 2 10 13.90 0.50 3 15 13.60 0.30 4 20 13.40 0.20 5 25 13.30 0.10 6 30 13.20 0.10 7 35 13.10 0.10

(59)

infiltrasi aktual pada lahan pemukiman tersebut dapat dilihat pada tabel hasil perhitungan berikut ini :

Tabel 16. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan pemukiman

No. Waktu (t) (Δt) Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Laju Infiltrasi (f) (Menit) Cm cm/jam 1 5 5 14.40 0.60 7.20 2 10 5 13.90 0.50 6.00 3 15 5 13.60 0.30 3.60 4 20 5 13.40 0.20 2.40 5 25 5 13.30 0.10 1.20 6 30 5 13.20 0.10 1.20 7 35 5 13.10 0.10 1.20

Untuk memperolah nilai konstanta k menggunakan persamaan 2.3, yang diperoleh dari nilai gradien plotting hubungan antara nilai X= waktu (t) dan nilai Y= log(fo-fc) sehingga kemudian mendapatkan nilai (m) dengan perhitungan sebagai berikut :

Tabel 17. Nilai log( fo-fc) lahan pemukiman

No. Waktu (t) (f) Aktual f0-fc log (f0-fc) Jam cm/jam 1 0.083 7.20 6.00 0.78 2 0.167 6.00 4.80 0.68 3 0.250 3.60 2.40 0.38 4 0.333 2.40 1.20 0.08 5 0.417 1.20 0.00 6 0.500 1.20 0.00 7 0.583 1.20 0.00

(60)

Gambar 10. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan pemukiman

Setelah nilai m yang dibutuhkan pada persamaan 2.4 didapatkan, dengan cara yang sama maka didapatkan nilai k = 0.151. Laju infiltrasi dengan metode Horton dapat dihitung dengan persamaan 2.1 menggunakan nilai parameter yang didapatkan sebelumnya, hasil perhitungan tertera pada tabel berikut :

Tabel 18. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan pemukiman

No. Waktu (t) ( f ) Aktual f0-fc k e ( f ) Metode Horton

Jam cm/jam cm/jam

1 0.083 7.20 6.00 0.151 2.718 7.13 2 0.167 6.00 4.80 5.88 3 0.250 3.60 2.40 3.51 4 0.333 2.40 1.20 2.34 5 0.417 1.20 0.00 1.20 6 0.500 1.20 0.00 1.20 7 0.583 1.20 0.00 1.20 Rata – rata 3.54

Berdasarkan tabel 18, laju infiltrasi pada lahan pemukiman di daerah hulu DAS Jeneberang dapat diklasifikan laju infiltrasi sedang dengan nilai

y = -2.8775x + 1.0792 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 lo g (f 0 -f c) Waktu (jam) 7.13 5.88 3.51 2.34 1.20 1.20 1.20 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0.083 0.183 0.283 0.383 0.483 0.583 Laju In fi lt ras i ( cm/ jam) Waktu (jam)

(61)

rata-rata laju infiltrasinya 3,54 cm/jam. Pada tabel 1, klasifikasi laju sedang berada pada kecepatan 2,00 – 6,30 cm/jam. Kurva infiltrasi pada lahan pemukiman dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 11. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan pemukiman

Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai laju infiltrasi pada tanah lempung berliat (pemukiman) di daerah hulu DAS Jeneberang memiliki laju maksimal / kapasitas infiltrasi sebesar 1.20 cm/jam air pada menit ke-25.

d. Analisis Infiltrasi Pada Lahan Kebun

Pengukuran laju infiltrasi dengan alat double ring infiltrometer dilaksanakan di daerah hulu DAS Jeneberang, tepatnya di Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Hasil

7.13 5.88 3.51 2.34 1.20 1.20 1.20 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0.083 0.183 0.283 0.383 0.483 0.583 Laju In fi lt ras i ( cm/ jam) Waktu (jam)

(62)

pengukuran yang dilaksanakan pada lahan kebun dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Hasil pengamatan pada lahan kebun

No. Waktu (t) Tinggi muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Menit Cm 1 5 12.70 2.30 2 10 11.50 1.20 3 15 10.50 1.00 4 20 9.50 1.00 5 25 8.90 0.60 6 30 8.50 0.40 7 35 8.30 0.20 8 40 8.10 0.20 9 45 7.90 0.20

Berdasarkan data yang diperolah dari lapangan, selajutnya kecepatan laju infiltrasi dihitung menggunakan persamaan 2.2. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan kebun tersebut dapat dilihat pada tabel hasil perhitungan berikut ini :

Tabel 20. Hasil perhitungan laju infiltrasi aktual pada lahan kebun

No. Waktu (t) (ΔH) Tinggi Muka Air (H) Beda Tinggi (ΔH) Laju Infiltrasi (f) Menit Cm cm/jam 1 5 5 12.70 2.30 27.60 2 10 5 11.50 1.20 14.40 3 15 5 10.50 1.00 12.00 4 20 5 9.50 1.00 12.00 5 25 5 8.90 0.60 7.20 6 30 5 8.50 0.40 4.80 7 35 5 8.30 0.20 2.40 8 40 5 8.10 0.20 2.40 9 45 5 7.90 0.20 2.40

(63)

Untuk memperolah nilai konstanta k menggunakan persamaan 2.3 yang diperoleh dari nilai gradien plotting hubungan antara nilai X= waktu (t) dan nilai Y= log(fo-fc) sehingga kemudian mendapatkan nilai (m) dengan perhitungan sebagai berikut :

Tabel 21. Nilai log( fo-fc) lahan kebun

No. Waktu (t) (f) Aktual f0-fc log ( f0-fc )

Jam cm/jam 1 0.083 27.60 25.20 1.40 2 0.167 14.40 12.00 1.08 3 0.250 12.00 9.60 0.98 4 0.333 12.00 9.60 0.98 5 0.417 7.20 4.80 0.68 6 0.500 4.80 2.40 0.38 7 0.583 2.40 0.00 8 0.667 2.40 0.00 9 0.750 2.40 0.00

Gambar 12. Kurva nilai log( fo-fc) terhadap waktu pada lahan kebun

Setelah nilai m yang dibutuhkan pada persamaan 2.4 didapatkan, maka didapatkan nilai k = 0,201. Laju infiltrasi dengan metode Horton dapat dihitung dengan persamaan 2.1 menggunakan nilai parameter yang didapatkan sebelumnya, hasil perhitungan tertera pada tabel 22 berikut :

y = -2.1599x + 1.5477 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 lo g (f 0 -f c) Waktu (jam)

(64)

Tabel 22. Hasil perhitungan laju infiltrasi metode Horton pada lahan kebun

No. Waktu (t) ( f ) Aktual f0-fc k e ( f ) Metode Horton

Jam cm/jam cm/jam

1 0.083 27.60 25.20 0.201 2.718 27.18 2 0.167 14.40 12.00 14.00 3 0.250 12.00 9.60 11.53 4 0.333 12.00 9.60 11.38 5 0.417 7.20 4.80 6.81 6 0.500 4.80 2.40 4.57 7 0.583 2.40 0.00 2.40 8 0.667 2.40 0.00 2.40 9 0.750 2.40 0.00 2.40 Rata – rata 9.19

Berdasarkan tabel 22, laju infiltrasi pada lahan kebun di daerah hulu DAS Jeneberang dapat diklasifikan laju infiltrasi sedang dengan nilai rata-rata laju infiltrasinya 9.19 cm/jam. Pada tabel 1, klasifikasi laju infiltrasi agak cepat berada pada kecepatan 6,30 – 12,70 cm/jam. Kurva infiltrasi pada lahan kebun dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 13. Kurva laju infiltrasi Horton pada lahan kebun 27.18 14.00 11.53 11.38 6.81 4.57 2.40 2.40 2.40 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 Laju In fi lt ras i (c m/ jam ) Waktu (jam)

(65)

Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai laju infiltrasi pada lahan kebun di daerah hulu DAS Jeneberang memiliki laju maksimal / kapasitas infiltrasi sebesar 2,40 cm/jam pada menit ke-35.

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan Sifat Fisik Tanah Dengan Laju Infiltrasi.

Infiltrasi sebagai proses alami, memiliki beberapa faktor pendukung yang dapat mempengaruhi laju infiltrasi. Berdasarkan hasil laboraturium analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian didapatkan faktor - faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi sebagai berikut :

Tabel 23. Hasil analisis sifat fisik tanah pada variasi penggunaan lahan

Untuk menghitung laju infiltrasi dengan metode Horton diperlukan nilai dari parameter model Horton yaitu fo ( infiltrasi awal ), fc ( infiltrasi konstan ), dan nilai k ( konstanta ). Nilai laju infiltrasi dengan model infiltrasi Horton pada 5 menit awal dapat dilihat pada tabel berikut :

No. Jenis Sampel Tekstur Tanah Bahan

Organik (%)

Kadar Air (%)

1 Sawah Liat 2.50 49,63

2 Tegalan Lempung Berdebu 3.55 25.50

3 Pemukiman Lempung Berliat 3.56 34.13

(66)

Tabel 24. Nilai parameter dan hasil infiltrasi Horton

No. Jenis

Sampel

0 𝑐

k Fc

cm/jam cm/jam cm/jam

1 Sawah 4.80 1.20 0.076 4.78

2 Tegalan 32.40 2.40 0.341 31.56 3 Pemukiman 7.20 1.20 0.151 7.13

4 Kebun 27.60 2.40 0.201 27.18

Berdasarkan nilai parameter yang didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer, didapatkan nilai laju infiltrasi awal yang paling tinggi adalah pada tanah lempung berdebu (lahan tegalan) dengan nilai 31,56 cm/jam, kemudian pada tanah lempung (lahan kebun) dengan nilai 27.18 cm/jam, lalu tanah lempung berliat (pemukiman) dengan nilai 7,13cm/jam, dan yang paling rendah pada tanah liat (lahan sawah) dengan nilai 4,78 cm/jam.

Laju infiltrasi pada interval 30 menit pertama menujukkan nilai yang berbeda. Pada tanah lempung berdebu (lahan tegalan) laju infiltrasi sebesar 9,48 cm/jam, kemudian pada tanah lempung (lahan kebun) memiliki laju infiltrasi lebih lambat dengan nilai 4,57 cm/jam, lalu tanah lempung berliat (pemukiman) dan tanah liat (lahan sawah) yang telah lebih dulu mencapai laju infiltrasi maksimalnya dengan nilai 1,20 cm/jam.

Jika digambarkan dalam grafik dapat terlihat jelas bahwa laju infiltrasi akan berkurang seiring bertambahnya waktu, sesuai dengan metode infiltrasi yang diperkenalkan oleh Horton. Kurva perbandingan laju

(67)

infiltrasi variasi tanah pada interval 30 menit pertama dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 14. Kurva perbandingan laju infiltrasi pada variasi tanah 30 menit pertama

Tekstur tanah mempunyai pengaruh besar terhadap laju infiltrasi. Terlihat pada kedua tabel diatas bahwa tanah lempung berdebu (lahan tegalan) dan tanah lempung (lahan kebun) yang memiliki tekstur tanah kasar memiliki laju infiltrasi yang tinggi dibanding tanah lempung berliat (pemukiman) dan tanah liat (lahan sawah) yang memiliki tekstur tanah yang halus.

Hal ini diperkuat oleh Ma’rupah (2010) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur kasar mempunyai pori pori besar menyebabkan laju infiltrasi menjadi tinggi karena besarnya ruang gerak air untuk meresap ke dalam tanah dibanding dengan tanah yang bertekstur halus.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 5 10 15 20 25 30 Laju In fi lt ras i (c m/ jam ) Waktu ( menit )

Perbandingan Infiltrasi Pada Variasi Tanah

Liat (Lahan Sawah) Lempung Berdebu (Lahan Tegalan)

(68)

Hanafiah (2005) juga menyebutkan bahwa tanah yang didominasi liat akan memiliki pori-pori kecil (tidak porous), tanah yang didominasi oleh pasir akan memiliki pori-pori besar (lebih porous), sedangkan tanah yang didominasi debu akan memiliki pori-pori sedang (sedikit porous).

Berdasarkan tabel 23, nilai bahan organik tertinggi terdapat tanah lempung berliat (pemukiman) dengan nilai 3.56%, lalu pada tanah lempung berdebu (lahan tegalan) dengan nilai 3.55%, lempung (lahan kebun) dengan nilai 3.52%, dan terendah tanah liat (lahan sawah) dengan nilai 2.50%.

Laju infiltrasi yang tinggi terdapat pada penggunaan lahan yang memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi juga. Hal ini disebabkan kandungan organik tanah berasal dari daun, ranting, dan cabang yang gugur di atas permukaan tanah, dan didalam tanah akar yang telah mati juga memberikan masukan bahan organik. Suprayogo ( 2003 ).

Refliaty dan Marpaung (2010) juga menjelaskan bahwa dekomposisi bahan organik melalui kegiatan binatang dan mikroorganisme tanah kemudian bercampur dengan tanah sehingga kandungan bahan organik tanah meningkat, sehingga kandungan organik yang tinggi pada tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi.

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah pada tabel 23, kadar air pada tanah liat (lahan sawah) memiliki nilai tertinggi yaitu 49.63%, lalu pada tanah lempung berliat (pemukiman) 34.13%, tanah lempung (lahan kebun)

(69)

27.75%, dan tanah lempung berdebu (lahan tegalan) yang memiliki nilai terendah yaitu 25.50%.

Terlihat pada gambar 14 meskipun tanah lempung (lahan kebun) memiliki tekstur tanah yang lebih kasar, namun mengandung lebih banyak air dibandingkan tanah lempung berdebu (lahan tegalan) sehingga laju infiltrasinya lebih kecil.

Hal serupa juga terjadi pada tanah lempung berliat (pemukiman) yang memiliki kadar bahan organik yang lebih tinggi disbanding tanah lempung (lahan kebun) dan tanah lempung berdebu (lahan tegalan), namun memiliki kadar air yang lebih tinggi pula sehingga menyebabkan laju infiltrasi menjadi lebih kecil.

Arsyad (2010), mengatakan bahwa semakin rendah kadar air di dalam tanah maka akan meningkatkan laju infiltrasi. Kadar air tanah awal yang rendah dapat menyebabkan air akan masuk ke dalam tanah lebih cepat atau lebih banyak, sehingga tanah-tanah yang lebih kering memiliki kemampuan menarik dan memasukkan air lebih besar.

Tanah yang dalam kondisi kering ketika proses infiltrasi terjadi, akan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi karena gaya kapiler dan gaya gravitasi, bekerja bersama-sama menarik air ke dalam lapisan tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang yang menyebabkan laju infiltrasi menurun. Akhirnya kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan (Darwis, 2018).

Gambar

Gambar 1. Siklus air / hidrologi ( Sumber: Suripin. 2002 )
Tabel 1. Klasifikasi Laju Infiltrasi
Tabel 2. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah
Gambar 2. Pengaruh Pemulsaan Tanah Terhadap Laju Infiltrasi (Sumber :  Arsyad, 2010)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[Interviewer probe: An average time for one of the days on which you do vigorous activity is being sought.. If the respondent can't answer because the pattern of time spent

Pegawai yang berada pada rentang usia tersebut dirasakan telah memiliki pengalaman kerja serta wawasan yang lebih baik dan cukup memadai dalam menyelesaikan tanggung jawab

Terdapat satu tanaman mutan insersi yang memiliki panjang akar paling pendek dibandingkan dengan tanaman mutan insersi lainnya ataupun Niponbare baik dalam kondisi

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA ASUHAN

Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat

Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fsik seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami

Berdasarkan perancangan prototipe pada diagram blok Sistem detektor kebakaran seperti yang terlihat pada Gambar 1 maka prototipe sistem yang dihasilkan berupa integrasi

Dalam skala ini tidak ada penilaian benar atau salah, jawaban yang paling baik adalah yang sesuai dengan diri anda.. Adapun pilihan jawaban yang tersedia yaitu: STS :