• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang berhubungan dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang berhubungan dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

12

dikemukakan teori yang bersifat ilmiah. Dalam landasan teori ini dikemukakan teori yang berhubungan dengan materi-materi yang digunakan dalam pemecahan masalah-masalah teori-teori tentang faktor-faktor.

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertiaanya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan, menurut Handoko (2000:10) adalah:

“Manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, kepemimpinan dan pengawasan.”

Definisi pemasaran menurut L.Daft (2002:8) yaitu:

“Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan

(2)

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi.”

Sedangkan definisi pemasaran secara formal menurut menurut Stoner (2006:Organisasi.org) yaitu:

“Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen mutlak diperlukan dalam setiap bidang kegiatan usaha yang melibatkan 2 orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu dengan melalui kerja sama serta dengan memanfaatkan sumber-sumber lain.

2.2 Pemasaran

2.2.1 Pengertian Pemasaran

Kata pemasaran berasal dari kata market yang berarti berarti pasar sebagai mekanisme untuk mempertemukan permintaan dan penawaran. Pada dasarnya pasar adalah daerah atau tempat (area) yang di dalamnya terdapat kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran yang saling bertemu untuk membentuk suatu harga. Pengertian marketing bukan saja meliputi dunia jual beli atau dunia pasar, tetapi membahas secara sistematis segala masalah yang ada di dalam masyarakat. Adapun definisi

(3)

pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) mendefinisikan pemasaran adalah sebagai berikut :

“Pemasaran suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.” Definisi pemasaran menurut Menurut Peter dan Donnelly (2009) pemasaran adalah :

“Marketing is means that an organizational should seek to make a profit by serving the needs of customer group.”

Sedangkan definisi pemasaran secara formal menurut menurut Lamb Jr (dalam Ogi Sulistian, 2011:21),

“pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pemasaran bukan hanya sekedar menjual dan mempromosikan produk atau jasa, tetapi merupakan proses yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan individu maupun kelompok melalui pertukaran serta merupakan kegiatan perusahaan dalam melalui alat pemasaran, yaitu merancang konsep, menentukan harga, dan mendistribusikan barang atau jasa.

(4)

2.2.2 Konsep Pemasaran

Pengusaha yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi bagi perusahaan-perusahaan,akan mengetahui adanya cara dan falsafah baru yang terlibat didalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Menurut Buchory dan Saladin (2010;4),

1. Konsep Produksi (The Productiom Concept)

Konsep atau tahap ini berorientasi pada produksi,dimana para manajer perusahaan memusatkan perhatian untuk mencapai efesiensi yang tinggi dan distribusi yang luas. Pada konsep ini permintaan lebih banyak dari pada penawaran.

2. Konsep Produk (The Product Concept)

Pada konsep produk perusahaan berupaya memproduksi produk yang berkualitas tinggi. Tugas manajemen adalah membuat produk berkualitas karena ia beranggapan konsumen menyukai produk berkualitas.

3. Konsep Penjualan (The Selling Concept)

Pada konsep ini manajer berorientasi pada produk dengan volume penjualan yang tinggi. Tugas manajemen adalah meningkatkan volume penjualan dan promosi karena manajemen beranggapan bahwa perusahaan perlu mengadakan kegiatan penjualan dan promosi yang gencar. Konsep ini mengandung tiga dasar pokok, yaitu:

(5)

a. Perencanaaan dan operasi berorientasi kepada produk dengan volume penjualan yang tinggi.

b. Alat yang dipergunakan untuk meningkatkan penjualan adalah promosi yang gencar.

c. Tujuan akhir adalah memenuhi atau mencapi tujuan perusahaan (laba) dengan mengusahakan per volume penjualan semaksimal mungkin.

4. Konsep Pemasaran (The Marketing Concept)

Konsep pemasaran ini mengandung tiga dasar pokok, tetapi berlainan dengan konsep penjualan. Ketiga dasar pokok tersebut, yaitu:

a. Perencanaan dan operasi beroreintasi kepada kebutuhan dan keinginan konsumen.

b. Semua aktivitas pemasaran dilaksankan dengan pemasaran terpadu (integrated marketing).

c. Tujuan akhir adalah memenuhi atau mencapi tujuan perusahaan (laba) dan berusaha memberikan kepuasan semaksimal mungkin pada konsumen.

5. Konsep Pemasaran Sosial (The Societal Marketing Concept)

Pada konsep ini manager eksekutif tidak hanya berupaya memenuhi kepuasan pelanggan atau konsumen dan tercapainya tujuan perusahaan (laba), tetapi juga dapat memberikan jamnan sosial bagi sumber daya manusia yang terlibat dalam perusahaan itu, seperti kesejahteraan karyawan (gaji yang layak) dan pencemaran lingkungan.

(6)

Dapatlah disimpulkan bahwa konsep produksi, produk, dan penjualan merupakan filsafat bisnis yang tidak berorientasi pada konsumen atau permintaan. Sedangkan konsep pemasaran dan konsep pemasaran sosial berorientasi pada konsumen (buyers market). Selanjutnya Waren J. Keegan dalam bukunya, Global Marketing Managament (2002), mengemukakan perlunya konsep yang keenam yaitu:

6. Konsep pemasaran strategis ( The Strategic Marketing Concept)

Konsep pemasaran strategis merupakan pemasaran suatu evaluasi dan pemasaran, yaitu pemasaran global (the global marketing). Dalam konsep ini fokus pemasaran beralih dan kebutuhan konsumen atau produk ke lingkungan ekstrenal perusahaan (environment). Dengan demikian, alat yang dipergunakannya pun berubah yaitu managament strategic sasaran yang dicapai atau tujuan akhir berubah dan laba menjadi stakeholder benefit.

Dampak dan pekembangan marketing strategis ini antara lain dituntutnya kemampuan manager pemasaran dalam penguasaan intelejen pemasaran dan informasi. Orientasi marketing strategis dimaksudkan juga untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam pemasaran yang semakin global.

Keenam konsep pemasaran tersebut dapat dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu:

(7)

b. Konsep pemasarn modern

c. Konsep pemasaran strategic atau global

Sehingga dapat disimpulkan konsep pemasaran bagaimana mengembangan strategi dan rencana pemasaran dengan membangun merek yang kuat dan membentuk tawaran pasar maka akan menciptakan pertumbuhan jangka panjang.

2.2.3 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran atau marketing mix merupakan strategi dalam pemasaran yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan.

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian dari bauran pemasaran (marketing mix), yaitu sebagai berikut :

Menurut Kotler dan Keller (2009:24) bauran pemasaran adalah :

“Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya.”

Adapun definisi bauran pemasaran menurut Alma (2007:130) adalah sebagai berikut :

“Marketing Mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan.”

(8)

Terdapat empat faktor dalam bauran pemasaran yang dikenal dengan sebutan 4P, yaitu product, price, place, dan promotion. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan karena keputusan dalam satu faktor dapat mempengaruhi faktor yang lain. Berikut penjelasan 4P menurut Kotler dan Keller (2009:24)

1. Produk (product)

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian , dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide (Kotler dan Armstrong, 2008:253).

2. Harga (Price)

Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Kotler dan Armstrong, 2008:314).

3. Tempat/saluran distribusi (Place)

Saluran distribusi merupakan seperangkat organisasi yang saling bergantung satu sama lain, yang dilibatkan dalam proses penyediaan suatu produk atau jasa, untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis (Kotler dan Armstrong, 2008:363).

(9)

4. Promosi (Promotion)

Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang meyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa (Alma, 2007:179).

Sesuai dengan perkembangan zaman, bauran pemasaran untuk bidang jasa menurut Tjiptono (2007:30) ditambah menjadi 3P, yaitu : 1. Orang (People)

Semua orang yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari orang (people) adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam lingkungan jasa.

2. Bukti Fisik (Physical Evidence)

Merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk/jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk dalam sarana fisik antara lain lingkungan fisik, peralatan, logo, warna, dan barang lainnya yang disatukan dengan pelayanan.

3. Proses (Process)

Semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa.

(10)

2.3 Retailing

2.3.1 Pengertian Retailling

Sopiah dan Syihabudin dalam Tjiptono (2008:225) menyatakan retailingmerupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Jika institusi pabrikan,whosaler atau retailstore menjual sesuatu kepada konsumen akhir guna pemakaian non-bisnis, berarti telah melakukan penjualan eceran.

Ritel memiliki fungsi-fungsi penting yang dapat meningkatkan nilai produk dan jasa yang dijual kepada konsumen dan memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi pihak yang memproduksinya. Dalam meningkatkan nilai produk dan jasa yang dijual Utami (2010:12-14) dijelaskan tentang fungsi-fungsi tersebut yaitu:

“1) Menyediakan berbagai macam produk dan jasa (assortment). 2) Memecah (breaking bulk). 3) Perusahaan penyimpanan persediaan (holding inventory). 4) Penghasilan jasa (Providing services). 5) Meningkatkan nilai produk dan jasa.”.

Retailing merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga dan bukan keperluan bisnis (Tjiptono, 2007:191). Untuk menjelaskan lebih lanjut menenai retailing berikut pengertian retailing yang dikemukakan oleh beberapa ahli :

(11)

“Includes all the activities involved in selling products or service directly to final consumers for their personal, nonbusiness use.” Maksudnya adalah meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan produk atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunakan pribadi dan bukan untuk keperluan bisnis.

2.3.2 Jenis-Jenis Pengecer

Menurut Kotler dan Keller (2009:141) terdapat delapan pengecer utama, yaitu sebagai berikut :

1. Toko khusus (Specialy store) yaitu suatu toko yang khusus menjual lini produk yang sempit.

2. Toko serba ada (Departement Store) yaitu toko yang menjual beberapa lini produk.

3. Toko swalayan, yaitu toko swalayan berbiaya rendah, bermarjin rendah, volume tinggi yang dirancang untuk memenuhi semua kebutuhan untuk produk makanan dan rumah tangga.

4. Toko kelontong yaitu toko kecil didaerah perumahan, sering buka 24 jam 7 hari, lini terbatas produk perputaran tinggi.

5. Toko diskon yaitu barang standar atau barang khusus; toko dengan harga murah, marjin rendah, volume tinggi.

6. Pengecer off-price yaitu barang sisa, kelebihan, barang nonreguler yang dijual dengan harga lebih rendah dari harga eceran.

(12)

7. Superstore yaitu ruang penjualan yang besar, barang makanan dan peralatan rumah tangga yang dibeli secara rutin, ditambah jasa (laundry, perbaikan sepatu, dry clean, penguangan cek).

8. Ruang pamer katalog yaitu berbagai pilihan barang bermerek dengan harga markup tinggi, dan pergerakan cepat yang dijual melalui katalog dengan harga diskon, pelanggan memilih barang ditoko.

2.3.3 Retailing Mix

2.3.3.1 Bauran Eceran (Retailing Mix)

Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur yang strategis yang digunakan oleh perusahaan untuk mendorong pembeli dalam melakukan transaksi usahanya dengan pedagang eceran tertentu dan memenuhi kebutuhan konsumen, serta mencapai tujuan perusahaan. (Diunduh dari media data-APRINDO)

Menurut Masson, Mayor, F. Ezzel dalam buku Bob Foster (2008:51) mengemukakan :

“Bauran penjualan eceran adalah semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetisi pada pasar yang dipilih. Dalam variabel penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan, promosi, penjualan eceran secara pribadi, dan pelayanan kepada konsumen (customer service)”.

(13)

Strategi bauran ritel apabila dapat dijalankan dengan baik oleh peritel maka akan berpengaruh pada citra toko perusahaan ritel tersebut, sehingga image perusahaan akan menjadi bagus dimata masyarakat. Sedangkan menurut Ma’ruf (2005:114) tentang bauran ritel (retailing mix) terdiri dari lokasi, produk, harga, promosi, suasana toko, dan pelayanan ritel.

1. Lokasi

Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel (marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama. Daftar checklist berikut ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia (Ma’ruf, 2005).

a. Populasi : Besarnya populasi, tingkat pendapatan, pekerjaan, industri setempat, tingkat pengangguran, kepadatan rumah dan penduduk, usia perumahan, klasifikasi lingkungan/tetangga, tingkat kepemilikan rumah, gaya hidup, kelompok suku, pola belanja sekarang, dll.

b. Kemudahan akses : Arus pejalan kaki, rute masuk pejalan kaki, transportasi umum (jenis, biaya, kemudahan, potensi), tingkat kepemilikan mobil, jaringan jalan (kondisi, kepadatan, pembatasan), parkir (kapasitas, kemudahan, biaya, potensi), dll.

(14)

c. Pesaing : Kegiatan ritel sekarang (pesaing langsung, pesaing tidak langsung, toko utama, daya tarik lingkungan, kesesuaian), kondisi ritel (area penjualan, perkiraan perputaran, analisis produk, area perdaganggan, usia gerai, parkir), indeks kejenuhan, potensi persaingan (ekspansi gerai, peremajaan/renovasi gerai, lokasi kosong), dll.

d. Biaya : harga, syarat leasing, persiapan situs gerai, larangan dalam membangun, ketersediaan dan penggajian staf, biaya antaran, biaya/media promosi, dll.

2. Produk (Merchandising)

Merchandise merupakan produk-produk yang akan dijual peritel dalam gerainya. Kegiatan pengadaan barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah tangga, produk umum lainnya) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai pasar sasaran toko atau perusahaan ritel.

Definisi produk menurut Stanton dan Alma (2005:139), yaitu: “Seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk di dalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginanya”.

(15)

“Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dengan jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel”

2.4 Promosi

Promosi merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena promosi berperan dalam pengenalan dan memberi penjelasan produk ke konsumen.Promosi dan produk tidak dapat dipisahkan, karena dua hal tersebut harus memiliki keseimbangan. Produk yang baik harus bisa diiringi dengan cara promosi yang tepat. Agar promosi bisa berjalan dengan tepat, produk harus memiliki merek agar mudah dikenal.Sehingga dengan promosi, citra merek dapat terbentuk.

Menurut Belch dan Belch (2007) : definisi promosi yaitu:

“The coordination of all seller – initiated effort to set up chanels of information and persuation to sell goods and services or to promote an idea”.

Artinya: koordinasi semua upaya penjual berinisiatif untuk mendirikan chanels informasi dan persuasi untuk menjual dan pelayanan yang baik atau untuk mempromosikan ide.

Sedangkan menurut Buchory (2010:4) definisi promosi yaitu:

“Proses pemasaran terdiri atas analisis peluang-peluang pasar, penelitian dan pemilihan pasar sasaran,pengembangan strategi

(16)

pasar,perencanaan program pemasaran, pengorganisasian, dan pelaksanaan serta pengendalian upaya pemasaran”

Dapat disimpulkan bahwa dalam promosi harus memonitor terus perubahan perubahan baik di lingkungan makro maupun di lingkungan mikro ,dan diupayakan mendapatkan informasi yang akurat untuk dijadikan pegangan dalam pengambilan keputusan.

2.4.1 Citra (image)

Citra merupakan hal yang penting bagi sebuah produk, karena citra yang baik akan mempengaruhi nilai sebuah produk. Menurut Kotler dan Keller (2009:406), citra adalah sebagai berikut :

“Citra merupakan sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang seseorang tentang sebuah objek.”

Citra akan terbentuk dalam jangka waktu tertentu, sebab ini merupakan akumulasi persepsi terhadap suatu objek, apa yang terpikirkan, diketahui, dialami yang masuk ke dalam memori seseorang berdasarkan masukan-masukan dari berbagai sumber sepanjang waktu (Alma, 2007:148). Agar citra dapat tertanam dengan benar dibenak konsumen, maka pemasaran harus memperlihatkan merek dalam semua aspek pemasaran.

2.4.2 Merek (brand)

Sebuah produk baik barang atau jasa, harus mempunyai merek, karena merek sebagai identitas pada produk.Dengan merek, perusahaan

(17)

mengharapkan agar konsumen kesan tersendiri terhadap produk yang dipasarkan. Berikut pengertian merek menurut Etzal, Walker, Stanton (2004:260) sebagai berikut :

“Brand is a name and/or mark intended to identify the product of one seller or group of sellers and to differentiate the product from competing products.”

Yang dapat diartikan bahwa merek adalah sebuah nama dan/atau yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk dari satu penjual atau kelompok dari penjual dan untuk membedakan produk dari pesaing. Menurut Alma (2007:150) terdapat tiga syarat untuk memilih merek yaitu mudah diingat, menimbulkan kesan positif, dan tepat untuk promosi.

Sedangkan definisi merek menurut Aaker dan Wijaja (2005:10), yaitu:

“Sebuah nama ataupun simbol yang bertujuan untuk membedakan dan mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual ataupun sekelompok penjual yang merupakan pesaing mereka” Adapun definisi merek menurut Tybout dan Carpenter (2001:76-77), mengemukakan bahwa merek yaitu:

“ Sebuah nama, simbol atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk maupun layanan yang melampirkan makna psikologis kepada pembeli”.

Dapat disimpulkan bahwa merek merupakan sesuatu yang dapat beruapa tanda gambar, simbol, nama, huruf-huruf, angka-angka, susunan

(18)

warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya untuk membedakan sebuah produk dengan produk pesaing melalu keunikan serta segala sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan dengan tujuan untuk menjalin sebuah hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan melalui sebuah makna psikologis.

2.4.3 Citra Merek (brand image)

Citra merek pada dasarnya sebagai pandangan atau persepsi konsumen terhadap suatu produk. Citra merek bisa terbentuk karena pemasar menyampaikan merek kepada konsumen dengan cara mengkomunikasikannya.

Menurut Kotler dan Keller (2009:402), citra merek adalah :

“Persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan dalam asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen.”

Sedangkan menurut Solihin (2004:19) citra merek adalah :

“Brand image adalah segala sesuatu tentang merek suatu produk yang dipikirkan, dirasakan, divisualisasi oleh konsumen.”

Sedangkan menurut Sutisna (2005:83) citra merek yaitu:

“ Mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan bentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu”.

(19)

Jadi dapat disimpulkan bahwa citra merek (brand image) adalah persepsi sesuatu tentang merek yang dipikirkan, dirasakan, divisualisasi dalam ingatan konsumen.

2.5 Jasa (Pelayanan)

Pada umumnya masyarakat mendefinisikan bahwa produk hanya berupa barang, namun produk juga dapat berupa jasa. Pengertian jasa menurut Tjiptono (2005:23) adalah sebagai berikut :

“ Jasa/layanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual”

Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler dan Keller (2009:36) adalah : “Jasa/layanan (service) adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun” Selain itu definisi Jasa menurut Saladin(2007:71), yaitu:

“ Kegiatan atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun”.

Dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain dan tidak berwujud. Produksi jasa dapat terkait dengan produk fisik ataupun tidak. Jasa berhubungan dengan kepuasan konsumen, karena jasa dapat langsung

(20)

dirasakan oleh konsumen sehingga konsumen bisa langsung bisa menilai bagaimana jasa yang diberikan oleh perusahaan.

2.5.1 Karakteristik Jasa (Pelayanan)

Menurut Tjiptono (2005:24), terdapat empat karakteristik jasa, yaitu :

1. Tidak Berwujud (Intangibility)

Maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

2. Tidak Terpisahkan (Inseparability)

Umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Bervariasi (Variability)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan.

4. Mudah Rusak (Perishability)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. 2.5.2 Kualitas Pelayanan

Kualitas merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena kualitas dapat mempengaruhi penjualan produk. Kualitas produk yang buruk dapat membuat kecewa konsumen sehingga membuat keuntungan perusahaan menurun. Namun kualitas yang baik selalu diinginkan konsumen dan akan berdampak pada keuntungan perusahaan.

(21)

Adapun pengertian kualitas Kotler dan Keller (2009:143) yang dikutip dari American Society for Quality Control adalah :

“Kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.”

Kemudian pengertian jasa menurut Kotler dan Keller (2009:56) adalah :

“Sebuah aktivitas yang diasosiasikan dengan elemen intangibility(sesuatu yang abstrak), dimana di dalamnya terjadi interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa tetapi tidak berakibat terhadap suatu kepemilikan.”

Sedangkan pengertian kualitas Pelayanan yang diungkapkan oleh Tjiptono (2005:59) adalah :

“Kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”

Selain itu definisi kualitas pelayanan menurut Lupiyoadi (2001:147), yaitu:

“Yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas suatu perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada para pelanggan akan

(22)

menentukan pencapaian pangsa pasar yang tinggi serta meningkatkan profit perusahaan”.

Pada dasarnya kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan keinginan dan kebutuhan konsumen.Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu yang diharapkan (expected service)dan yang dirasakan (perceived service).Jadi, jika apa yang diharapkan konsumen tidak sesuai dengan yang dirasakan, kemungkinan konsumen akan meninggalkan produk dan beralih ke produk lain. Namun jika yang diharapkan konsumen sesuai dengan yang dirasakan, maka konsumen akan puas dan kemungkinan akan menggunakan produk kembali. Sehingga kualitas jasa bergantung pada perusahaan yang menyediakan jasa untuk selalu memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen.

2.5.3 Restoran

Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelengarakan. Pelayanan dengan baik kepada semua tamuna baik berupa makan maupun minum. Restoran ada yang berlokasi dalam suatu hotel, kantor maupun pabrik, dan banyak yang berdiri sendiri di luar bangunan itu. Ada beberapa definisi mengenai pengertian restoran menurut beberapa ahli yaitu :

(23)

“suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum”.

Restoran Menurut Endar Sugiarto dan Sri Sulartiningrum, (2010:2) definisi restoran yaitu :

“ Restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja – meja yang tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi – bunyian kecil karena persentuhan gelas – gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup di dalamnya”

Selain itu definisi restauran menurut Suarthana (2006:23), yaitu:

“Tempat usaha yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa restoran adalah tempat usaha yang melayani tamu yang datang dengan ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman yang bersifat komersial.

2.5.4 Faktor-Faktor Penilaian Kualitas Pelayanan

Sebagai penyedia pelayanan, perusahaan harus bisa memenuhi harapan konsumen dengan jasa yang berkualitas. Untuk menentukan

(24)

pelayanan berkualitas atau tidak, terdapat lima faktor-faktor penialaian kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam Tjiptono (2005:70), yaitu sebagai berikut :

1. Tangibles (Bukti langsung)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability (Kehandalan)

Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness (Ketanggapan)

Kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

(25)

Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun

5. Emphaty (Empati)

Memberikan perhatian yang tulus dan brsifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu untuk pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Untuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran terhadap kualitas pelayanan Steak Ranjang Bandung ini akan menggunakan dimensi kualitas pelayanan yang dikemukan oleh Parasuraman. Karena dimensi yang paling popular dan banyak digunakan bagi penelitian kualitas pelayanan.

2.6 Perilaku Konsumen

2.6.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen pada haikaknya untuk memahami “ mengapa konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha dan

(26)

energi). Konsumen memeliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berprilaku dn faktor-faktor apa saya yang mempengaruhi perilaku tersebut.

Definisi perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008;214): “Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa ide atau pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka”

Definisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008:6):

“Perilaku konsumen menggambarkan cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatka sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dnegan konsumsi.”

Selain itu definisi perilaku konsumen menurut Sumarwan (2003:25), yaitu:

“Tindakan yang langsung terlibat dalam

mendapatkan,mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini”.

(27)

Dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, emnggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.

2.7 Niat Beli Ulang 2.7.1 Pengertian Niat Beli

Niat beli merupakan sebuah proses dalam pembelian sebagai kecenderungan untuk membeli suatu barang atau jasa pada waktu yang akan datang. Berbeda dengan pembelian akrual yang pembeliannya benar-benar dilakukan oleh konsumen.

Definisi niat beli menurut Mowen dan Miror (2007:43) yang dalam Rustamat dan Andjarwati (2013) yaitu :

“Niat beli adalah penentuan dari pembeli untuk melakukan suatu tindakan seperti membeli produk atau jasa.”

Perusahaan atau pemasar harus dapat mengetahui bagaimana niat beli konsumen pada suatu barang atau jasa, karena hal tersebut dapat menjadi acuan untuk memprediksi bagaimana perilaku konsumen di waktu yang akan datang.

2.7.2 Niat Beli Ulang

Niat beli ulang merupakan tindakan membeli suatu produk atau merek yang dibeli sebelumnya (Schiffman dan Kanuk; 2004:G10). Jadi jika suatu merek baru dalam kategori produk yang sudah mapan

(28)

berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik daripada merek-merek lain, konsumen mungkin mengulangi pembelian (Schiffman dan Kanuk; 2004:506).

Konsumen membentuk suatu penilaian pembelian dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama. Keinginan untuk membeli ulang sebagai akibat dari kepuasan ini adalah keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan menghindari pengalaman yang buruk (Sari:2009).

2.8 Penelitian Sebelumnya

Untuk mendukung kajian teori dari isi penelitian ini, penulis memasukkan beberapa jurnal sebagai bahan referensi bagi penulis. Jurnal yang dipilih adalah berdasarkan variabel-variabel yang diteliti, yaitu citra merek sebagai variabel independen, kualitas jasa sebagai variabel intervening, dan niat beli konsumen sebagai variabel dependen.

Berikut merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang mempunyai kaitan dengan citra merek, kualitas jasa terhadap niat beli konsumen :

Tabel 2.1

Penelitian Sebelumnya No Peneliti Judul, Tahun, dan

Sumber Penelitian

Variabel Hasil

(29)

Ahmadi Harga dan Kualitas Layanan Terhadap Minat Beli Ulang Gas Elpiji 3 Kg dalam Meningkatkan Citra Perusahaan. (2013) Sumber : http://www.unmermad iun.ac.id/repository_ju rnal_penelitian/Jurnal %20Ekomaks/Jurnal% 20Ekomaks%202013/ Maret/6_Herman%20 Ahmadi_Hal%2077-89.pdf -Kualitas Layanan -Minat Beli Ulang -Citra Perusahaan layanan berpengaruh searah terhadap minat beli ulang dan minat beli ulang berpengaruh terhadap citra perusahaan. 2 Ni Made Dhian Rani Yuliant i, Ni Wayan

Pengaruh Citra Toko terhadap Kepuasan Pelanggan dan Niat Beli Ulang pada Circle K di Kota Denpasar. (2014) Sumber : - Citra Toko -Kepuasan Pelanggan -Niat Beli Ulang

Citra toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan, kepuasan pelanggan dan citra toko berpengaruh positif dan signifikan

(30)

Sri Suprapt i, dan Ni Nyoma n Kerta Yasa http://ojs.unud.ac.id/in dex.php/jmbk/article/d ownload/8075/6089

terhadap niat beli ulang.

3 Dessy Puspita Sari

Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan pada Niat Pembelian Ulang Konsumen. (2009) Sumber : http://www.stieykpn.a c.id/downloads/journa l/jeb/jeb_vol_3_no_1_ maret_2009.pdf -Persepsi Kualitas -Kepuasan Pelanggan -Niat Pembelian Ulang Konsumen Persepsi kualitas layanan berpengaruh secara positif pada niat pembelian ulang dan kepuasan pelanggan memoderasi hubungan antara persepsi kualitas layanan dengan niat pembelian ulang diterima.

Tabel 2.1 dapat dilihat terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh antara citra merek dan niat beli ulang yaitu penelitian yang dilakukan oleh Herman Ahmadi juga penelitian oleh Ni Made Dhian Rani Yulianti, Ni Wayan Sri Suprapti, dan Ni Nyoman Kerta

(31)

Yasa . Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Dessy Puspita Sari yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap niat beli ulang.

2.9 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk menggambarkan paradigma pelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian. Dalam kerangka pemikiran tersebut terdapat dua variable independen (citra merek dan kualitas pelayanan) yang mempengaruhi variable dependen (Niat Beli Ulang). Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti pengaruh citra merek dan kualitas pelayanan terhadap niat beli ulang konsumen di Steak Ranjang Bandung.

Diantara variabel pemasaran,ada citra merek dan kualitas pelayanan. Variabel tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena citra merek dan kualitas pelayanan dapat menjadi ketertarikan konsumen untuk menggunakan produk atau jasa.

Citra merek berkaitan dengan bagaimana persepsi konsumen tentang suatu merek. Jika perusahaan memiliki citra merek yang positif maka kemungkinan konsumen berniat melakukan pembelian dan berdampak pada keuntungan perusahaan. Namun jika citra merek perusahaan negatif maka kemungkinan pula konsumen enggan untuk melakukan pembelian didukung oleh pendapat Rangkuti (2002;43), mengenai pengertian Citra merek yaitu:

(32)

Menurut Kotler dan Amstrong (2001;225):

“Citra merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu”

Sedangkan menurut Tjiptono(2005:49) pengertian citra merek adalah:

“Deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu”

Merek merupakan hal yang sangat penting karena konsumen saat ini memilih produk dengan melihat citra merek terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian. Merek tidak hanya sebuah nama, istilah atau symbol dari sebuah produk, lebih dari itu merek merupakan identitas untuk membedakan produk yang dihasilkan perusahaan dengan produk pesaing. Dengan adanya identitas khusus hal ini akan mempermudah konsumen untuk mengenali produk dan melakukan pembelian produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Selain itu merek memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu produk (http://www.msuyanto.com, diakses 26 oktober 2008).

Kualitas jasa berhubungan dengan pelayanan yang diberikan perusahaan kepada konsumen. Perusahaan harus memberikan pelayanan yang kepada konsumen karena pelayanan berkaitan dengan kepuasan konsumen. Pelayanan yang diberikan harus sesuai atau bahkan melebihi harapan dari konsumen.

(33)

Tjiptono (2004:59) menyatakan kualitas jasa adalah sebagai berikut:

“kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”

Niat beli ulang dapat tumbuh jika konsumen memiliki kebutuhan, kesukaan, keinginan, dan pengalaman. Konsumen memiliki niat beli yang berbeda-beda, dan niat beli tidak dapat diukur dan diketahui oleh orang lain karena niat beli terdapat dalam konsumen itu sendiri. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penulis menggambarkan kerangka pemikirannya seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Manajemen Pemasaran Citra Merek (X1) Jasa (Retail) ( Kualitas Pelayanan (X2)

Niat Beli Ulang (Y) Perilaku Konsumen

(34)

Keterangan:

: Faktor yang tidak diteliti : Faktor yang diteliti

Setelah mengetahui kerangka pemikiran berdasarkan fenomena yang terjadi maka penulis dapat menyusun paradigma penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.2 Paradigma Penelitian Citra Merek - Pengakuan - Reputasi - Hubungan emosional - Lingkup

Hamel dan Prahalad (2011) Kualitas Pelayanan - Emphaty - Tangibles - Reliability - Responsiveness - Assurance Fandy Tjiptono (2005)

Niat beli Ulang - Waktu - Tempat - Hambatan Schiffman dan Kanuk (2004)

(35)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas penulis dapat menarik suatu hipotesis mengenai pengaruh citra merek dan kualitas pelayanan terhadap niat beli ulang yaitu:

“Jika Citra Merek Kuat dan kualitas pelayanan ditingkatkan maka niat beli ulang akan terbentuk”

maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H1 Citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli ulang konsumen Steak Ranjang.

H2 Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli ulang konsumen Steak Ranjang.

H3 Citra merek dan kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli ulang konsumen Steak Ranjang secara simultan.

Gambar

Tabel  2.1  dapat  dilihat  terdapat  beberapa  penelitian  yang  menunjukkan adanya pengaruh antara citra merek dan niat beli ulang yaitu  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Herman  Ahmadi  juga  penelitian  oleh  Ni  Made Dhian Rani Yulianti, Ni Wayan Sr
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran  Manajemen  Pemasaran  Citra Merek  (X1)  Jasa  (Retail) (  Kualitas  Pelayanan (X2)
Gambar 2.2  Paradigma Penelitian  Citra Merek  -  Pengakuan   -  Reputasi  -  Hubungan  emosional  -  Lingkup

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan perusahaan pada PT. Multiplast Indojaya meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian sudah memiliki 4 fungsi bisnis yang tersedia

11. Teman-teman SDN Dinoyo VI khususnya Dear, Reo, Ardi, Yoga, Aris, Manggala, Ratna, Nova, Nanang, Riska dan teman-teman sd yang lain tidak bisa disebutkan satu

Untuk mengetahui awal siswa tentang materi pelajaran, maka terlebih dahulu siswa diberikan soal. Maka dari hasil pengajaran pada pemberian tes awal yang telah diberikan

Brosur Diklat Kewirausahaan Mahasiswa yang memperoleh nilai terbaik dengan ranking bagus dalam pre-requisite test perkuliahan Kewirausahaan (KWU), dan sudah berpengalaman

Mengetahui lagu populer apa saja yang digunakan dalam pembelajaran di. TK Negeri Pembina

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

HASIL OBSERVASI LANJUT USIA DI PTSW (PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA) SENJARAWI BANDUNG HASIL OBSERVASI LANJUT USIA DI.. PTSW (PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA)

Masjid Niujie yang dibangun pada tahun ke-14 masa pemerintahan Tonghe dari Dinasti Liao (tahun 996) oleh dua orang asal Arab, merupakan masjid terbesar di antara 68 buah masjid