PEMERAHAN SUSU SECARA HIGIENIS MENGGUNAKAN
ALAT PERAH SEDERHANA
(Hygienic Milking Using Simple Milking Machine)
AGUS BUDIYANTO danS.USMIATI
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor
ABSTRACT
Quality and safety of Indonesian milk is low. Generally, Total Plate Count (TPC) of milk is above standard, therefore milk production industries rely on other countries. Milk has high nutrient quality and very sensitive to microbe. High quality of milk could be produced by good management and handling. Good milk has low TPC level. Milk Milking is commonly affecting on TPC number of milk. TPC level in the morning milking (3.52 x 106 CFU/ml) was higher than that of afternoon milking (2.96 x 107 CFU/ml). The velocity of simple milking machine (0.77 l/menit) is lower than manual (0.99 liter/menit). Milking machine rely on milking employee. Simple milking machine by employee of Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and Development was better than manual milking. Milking with good employee has TPC in the morning 2.26 x 106 CFU/ml and 2.30x106 CFU/ml in the afternoon, whereas manual milking has TPC 3.11x107 CFU/ml in the morning dan 4.97x107 CFU/ml in the afternoon.
Key Words: Simple Milking Machine, Milk, TPC
ABSTRAK
Mutu dan keamanan susu Indonesia masih rendah. Total Plate Count (TPC) susu secara umum masih diatas stándar SNI yang ditetapkan, sehingga Industri Pengolahan susu mengandalkan susu impor. Susu mempunyai nilai gizi yang tinggi dan sangat peka terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Susu bermutu tinggi dapat dihasilkan dengan penerapan manajemen dan cara penanganan susu yang baik. Susu yang baik mempunyai tingkat TPC yang rendah. Pemerahan susu berpengaruh terhadap jumlah TPC dalam susu. Pemerahan susu pada pagi hari mempunyai tingkat TPC (3,52 x 106 CFU/ml) yang lebih tinggi dibandingkan pada sore hari (2,96 x 107 CFU/ml). Kecepatan pemerahan susu dengan alat sederhana (0,77 l/menit) lebih rendah dibandingkan secara manual (0,99 l/menit). Alat pemerahan susu tergantung dari kinerja personal pelaksana pemerahan. Alat pemerahan sederhana dengan kinerja teknisi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian lebih baik dibandingkan pemerahan secara manual. Pemerahan susu dengan kinerja yang baik diperoleh TPC susu pada pagi hari 2,26 x 106 CFU/ml dan sore 2,30x106 CFU/ml, sedangkan TPC susu pemerahan secara manual yaitu pagi 3,11x107 CFU/ml dan sore 4,97x107 CFU/ml.
Kata Kunci: Alat Perah Sederhana, Susu, TPC
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dan informasi, mutu mikrobiologi susu di Indonesia masih tergolong rendah yang ditandai dengan nilai Total Plate
Count (TPC) di tingkat pengumpul dan
koperasi masih puluhan juta/ml, sedangkan standar SNI batas maksimum TPC susu adalah 1 juta/ml. Laporan mengenai TPC susu di Jawa Barat sangat tinggi dengan variasi 6,75 – 88,42 juta/ml (GKSI JAWA BARAT, 2000). Nilai TPC susu di Jawa Timur lebih rendah, namun masih
lebih besar dari 1 juta/ml yaitu 2,20 – 7,60 juta/ml (GKSI JAWA TIMUR, 2000).
Rendahnya mutu dan keamanan pangan susu menimbulkan masalah pemasaran susu dari rakyat serta masalah kesehatan. Pada tahun 2002 Industri Pengolahan Susu (IPS) di Indonesia mengandalkan susu impor sebanyak 13,308 juta ton (DITJENNAK, 2002). Hal ini meresahkan peternakan sapi perah rakyat (KOMPAS, 2004). Industri Pengolahan Susu hanya bersedia menerima susu dari rakyat atas
dasar kemitraan, bukan suatu keharusan (ANONIMUS, 2001).
Untuk memperoleh susu yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi diperlukan manajemen yang baik meliputi sanitasi alat-alat operasional pemerahan dan lingkungan (pakan, kandang, operator), kebersihan dan kesehatan ternak, serta kebersihan sumber air dan penanganan susu setelah pemerahan. Selain itu perlu menerapkan cara penanganan makan yang sehat meliputi lingkungan, cara produksi/peralatan, penanganan, penyimpanan dan transportasi, pencucian, pemeliharaan dan tenaga kerja, sesuai rekomendasi Codex (FAO dan WHO, 1997). Pengendalian mutu dan keamanan pangan susu perlu mendapat perhatian serius karena berkaitan dengan makin maraknya permintaan konsumen atas pangan yang aman dari segala bentuk cemaran baik fisik, kimia maupun mikrobiologi. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh pangan yang tercemar adalah timbulnya penyakit, keracunan bahkan kematian bagi konsumen.
Kemampuan setiap industri pangan mulai dari skala kecil, menengah hingga besar untuk menghasilkan pangan bermutu, aman dan dapat diterima konsumen merupakan tantangan dan sekaligus peluang. Oleh karena itu, kegiatan produksi yang baik yang diikuti oleh pengendalian mutu dan keamanan adalah hal yang sangat penting karena menyangkut kehidupan orang banyak.
SUSU DAN KERUSAKAN SUSU Susu merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting sebagai sumber pangan dan nutrisi. Susu diperoleh dari ambing hewan sehat sebagai sekresi normal dari kelenjar susu yang diproduksi secara teratur melalui suatu siklus kelahiran anak. Susu sebagai salah satu produk hasil ternak mempunyai kandungan gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Kondisi zat gizi yang baik pada susu memberi peluang yang baik bagi pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir. Komposisi susu adalah sebagai berikut: kadar air 83,3%, lemak 4,3%, protein 3,2%, karbohidrat 3,5%, K 4,3 mg/100 g, Ca 143,3 mg/100g, P 60 mg/100 g, Fe 1,7 mg/ 100 g, Vitamin A 130 (SI), Vitamin B1 0,3 mg/100 g dan Vitamin C 1 mg/100 g. Susu
juga mengandung sejumlah kecil komponen lain seperti pigmen, enzim, dan leukosit (white
blood corpuscles) (GOFF dan HILL, 1993). Susu harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan, karena merupakan media yang paling baik bagi pertumbuhan mikroba sehingga susu mudah pecah dan rusak bila penanganannya kurang baik, akibatnya masa simpannya relatif singkat. Walaupun susu masih segar dan berasal dari sapi yang sehat tidak dijamin aman untuk dikonsumsi. Susu mudah terkontaminasi oleh bakteri patogen dari lingkungan, peralatan perah atau sapi itu sendiri dimana mikroba tersebut dapat tumbuh dengan baik bila lingkungan sekitar seperti keadaan anaerob, suhu, kelembaban, pH dan adanya laktosa mendukung pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroba dalam susu sangat cepat pada suhu yang sesuai. Susu dalam ambing ternak yang sehat tak bebas hama dan mungkin mengandung sampai 500 sel/ml. Jika ambing tersebut sakit maka jumlahnya meningkat lebih besar dari 20.000 sel/ml. Selain mikroba yang biasa ada dalam susu dan ambing ada juga pencemaran dari wadah saat pemerahan. Jenis-jenis Micrococcus dan Corynebacterium sering terdapat dalam susu yang baru diperah. Pencemaran juga timbul dari sapi, alat pemerahan yang kurang bersih dan tempat penyimpanan. Setelah susu diperah, kandungan mikroba pada susu merupakan fungsi dari umur susu yang menentukan tingkat perkembangan flora alam, penanganan susu yang menentukan jenis mikroba yang terbawa dan suhu penyimpanan yang menentukan kecepatan perkembangbiakan semua jenis mikroba.
Beberapa kerusakan susu akibat aktivitas mikroba antara lain: (1) pengasaman dan penggumpalan karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan pH turun dan terjadi penggumpalan kasein; (2) berlendir seperti tali karena terjadi pengentalan dan pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri; dan (3) penggumpalan susu yang timbul tanpa penurunan pH oleh
Bacillus cereus yang menghasilkan enzim yang
mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir itu menyatu membentuk suatu gumpalan yang timbul ke permukaan susu.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS SUSU
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas susu antara lain waktu dan urutan pemerahan, musim, penyakit, makanan, pemalsuan susu dan kegiatan mikroba. Kualitas susu juga dapat dipengaruhi saat penanganan yang berkaitan kualitas air dan kebersihan peralatan serta transportasi dari peternak sampai perusahaan susu (GRAN et al., 2002). Sebagian besar susu dihasilkan dari peternakan sapi perah rakyat. Oleh karena peternak bermodalkan keuangan yang rendah mengakibatkan kandang, peralatan pemerahan, dan ketersediaan air sangat terbatas sehingga mutu susu yang dihasilkan rendah terutama nilai TPC yang tinggi sehingga positif test alkohol. Hal ini yang memicu susu dibuang karena penolakan susu oleh IPS. Oleh karena itu persyaratan untuk komponen mutu susu dan ambang batas yang ditentukan oleh IPS harus disepakati antara peternak dan IPS melalui koperasi. Persyaratan mutu susu berdasarkan SNI 101-2782-1998 (BADAN STANDARISASI
NASIONAL, 1998), Direktorat Jenderal Peternakan dan SII 1995 atas nilai TPC dan cemaran mikrobiologis patogen tertera pada Tabel 1.
Peternakan sapi perah rakyat di Indonesia umumnya tergabung dalam suatu wadah koperasi susu. Agribisnis susu merupakan komoditas yang mudah rusak, mempunyai risiko tinggi, oleh karena itu perlu penanganan
yang hati-hati dan spesialisasi. Spesialisasi menumbuhkan kemampuan dan keahlian yang baik. Keahlian memerlukan kompetensi yang dapat dipelajari melalui pendidikan yang teratur dan berkesinambungan. Perilaku peternak yang seringkali bersikap tidak peduli atas masalah keamanan susu perlu mendapat perhatian untuk senantiasa dibina, diarahkan serta diyakinkan kesadarannya dalam upaya memperbaiki mutu dan keamanan pangan susu. Adanya sikap ”dengan cara sederhana dan
seadanya seperti yang dilakukan setiap hari saja susu yang dihasilkan dibeli oleh koperasi (laku dijual)”, anggapan salah tersebut perlu
diubah, diperbaiki dan disadarkan kembali mengenai makna keamanan pangan susu yang berimbas terhadap peningkatan pendapatan peternak (bonus harga atas mutu dan keamanan susu yang baik). Dengan adanya jaminan atas mutu dan keamanan pangan susu diharapkan dapat meningkatkan minat konsumen untuk mengkonsumsi susu dan produk olahannya.
KEAMANAN PANGAN SUSU Selain memperhatikan kuantitas, kualitas susu juga perlu mendapat perhatian termasuk faktor keamanan produk antara lain bebas dari cemaran mikrobiologis. Keamanan pangan susu adalah interaksi antara status gizi, toksisitas mikrobiologis dan kimiawi yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi.
Tabel 1. Syarat mutu susu sapi segar
Komponen Syarata Syaratb Syaratc
Cemaran mikroba, maksimum: Total kuman Salmonella E. coli (patogen) Caliform Streptococcus Group B Staphylococcus aureus 3 juta per cc - - - - - 1 juta CFU/ml Negatif Negatif 20/ml Negatif 1 x 102/ml 3 juta CFU/ml 0 10 MPN - - 100 CFU/ml
Kotoran dan benda asing Negatif Negatif Negatif
Jumlah sel radang maksimum - 4 x 105/ml -
a
Direktorat Jenderal Peternakan No. 17/KPTS/PJP/DEPTAN/93
b
SNI 01-3141-1998
c
Kualitas bahan pangan asal ternak harus memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Bahan pangan yang demikian selain mengandung nilai gizi tinggi juga dapat memberikan ketentraman bathin konsumen. Untuk mencapai maksud tersebut perlu diperhatikan mata rantai produksi mulai dari industri hilir (peternakan) sampai industri hulu (pengolahan) hingga sampai ke konsumen.
Keamanan pangan susu ditentukan pada saat penanganan baik persiapan dan pemerahan susu, pengolahan produk menjadi bahan pangan, serta dalam rantai pemasaran. Penanganan susu secara higienis akan meningkatkan mutu dan keamanan susu. Penanganan susu yang kurang higienis mengakibatkan rendahnya mutu dan keamanan susu sehingga menjadi penyebab utama kerugian dan mengurangi pendapatan peternak susu (BROKKEN, 1992). Oleh karena itu perlu upaya untuk memberdayakan para pelaku yang terlibat dalam sistem keamanan pangan, namun tidak mudah karena tingkat kesadaran dan pemahaman para pelaku usaha relatif rendah. Umumnya terdapat kecenderungan ingin mendapatkan keuntungan maksimal dengan modal minimal tanpa memperhatikan keamanan produk atas kesehatan dan keselamatan konsumen. Secara langsung maupun tidak langsung hal ini akan merugikan konsumen.
Salah satu cara penanganan susu untuk menjaga mutu dan keamanan adalah
penggunaan alat perah. Penggunaan alat perah diharapkan dapat menghindari kontak langsung dengan tangan dan udara disekitarnya sehingga menghasilkan susu yang bersih dan higienis serta dapat mengurangi tingkat TPC dalam susu. Peternak sapi perah Indonesia masih banyak pemerahan dengan tangan. Hal ini salah satu penyebab rendahnya mutu dan keamanan susu yang dihasilkan. Penggunaan alat perah otomatis lebih baik dibandingkan secara konvensional (BERGLUND et al., 2002). Pemerahan secara otomatis dapat menekan jumlah TPC, menjaga kesehatan ambing dan puting susu sapi. Keuntungan lain pemerahan susu secara otomatis yaitu dapat memperbaiki rendemen susu, kualitas susu dan kesehatan ambing (LIND et al., 2000).
ALAT PERAH SUSU SEDERHANA Tahun 2005 Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian mengintroduksikan cara pemerahan susu secara higienis dengan menggunakan alat perah susu sederhana. Serangkaian uji performansi alat dilakukan untuk menghasilkan pemerahan susu sesuai yang diharapkan yaitu menurunkan nilai TPC susu. Sebagai hasil uji fungsional, alat perah mengalami beberapa tahap modifikasi. Tahun 2007 prototipe alat perah sederhana disajikan pada Gambar 1 dengan spesifikasi pada Tabel 2.
Gambar 1. (a) Prototipe alat perah sederhana, (b) Alat perah sederhana saat proses pemerahan, selang berwarna kuning tidak transparan (tanda panah merah)
Tabel 2. Spesifikasi alat perah sederhana modifikasi I
Komponen Keterangan
Pompa vacuum ¼ HP; 1,5 cfm, laju aliran udara 42,47 liter/menit, daya listrik 180 watt
Wadah penampung susu Alumunium, tebal ± 2 mm, kapasitas 10 liter Tutup wadah penampung susu Alumunium, tebal ± 2 mm
4 nipple pada permukaan atas (1 untuk pompa vacuum, 1 untuk pulsator, 2 untuk aliran susu hasil pemerahan)
Lingkaran pinggir bagian permukaan dalam dilapisi karet Tabung penyedot susu 4 buah; bagian luar dari stainless steel, bagian dalam dilapisi
karet elastis Selang dari tabung penyedot (bagian
bawah) ke wadah penampung susu
Tidak transparan, 4 buah dari tabung penyedot menuju percabangan, 2 buah menuju wadah penampung susu
Selang dari tabung penyedot (bagian samping) ke pulsator
Berwarna kuning, 4 buah dari tabung penyedot menuju percabangan, 2 buah menuju pulsator
Pulsator pengatur ritmik pemerahan Kotak dari plastik berwarna hitam
Uji coba alat perah sederhana dilakukan di koperasi Sarwamukti, Cisarua-Bandung pada 10 sapi peternak. Hasil pengujian menunjukkan hasil pemerahan dengan alat perah sederhana pada sore hari adalah 3 liter/7 menit sedangkan pada pagi hari 6 liter/7 menit. Analisis mikrobiologi dilakukan dengan penghitungan nilai TPC susu. Penghitungan TPC dilakukan di lokasi yang berdekatan dengan peternak, sehingga tidak dilakukan penyimpanan. Hasil analisis mikrobiologi menunjukkan bahwa nilai
TPC susu baik dengan alat perah maupun manual relatif sama (107CFU/ml). Beberapa usulan modifikasi alat perah sederhana adalah: (i) selang perlu transparan (untuk mengetahui proses pemerahan selesai), (ii) kapasitas wadah penampung susu supaya lebih besar (>15 liter); serta (iii) lama proses pemerahan tidak lebih dari 7 menit per ekor (daya pompa vacuum perlu ditambah). Modifikasi berikutnya disajikan pada Gambar 2 dengan spesifikasi pada Tabel 3.
Gambar 2. (a) Alat perah sederhana (1 buah carrier, 1 unit pompa vacuum, 1 unit wadah penampung susu kapasitas 20 liter, 1 set selang susu, 4 buah tabung penyedot susu); (b) Alat perah sederhana saat proses pemerahan (selang dari tabung penyedot sudah transparan)
Tabel 3. Spesifikasi alat perah sederhana modifikasi II
Komponen Keterangan
Pompa vacuum ¼ HP plus; 4 cfm, laju aliran udara ±80 liter/menit, daya listrik ± 230 watt
Wadah penampung susu Alumunium, tebal ± 2 mm Tutup wadah penampung susu Alumunium, tebal ± 2 mm
4 nipple pada permukaan atas (1 untuk pompa vacuum, 1 untuk pulsator, 2 untuk aliran susu hasil pemerahan)
Lingkaran pinggir bagian permukaan dalam dilapisi karet
Tabung penyedot susu 4 buah; bagian luar dari stainless, bagian dalam dilapisi karet elastis
Selang dari tabung penyedot (bagian bawah) ke wadah penampung susu
Transparan/bening, 4 buah dari tabung penyedot menuju percabangan, 2 buah menuju wadah penampung susu
Selang dari tabung penyedot (bagian samping) ke pulsator
Berwarna kuning, 4 buah dari tabung penyedot menuju percabangan, 2 buah menuju pulsator
Pulsator pengatur ritmik pemerahan Kotak dari plastik berwarna hitam
Carrier Keranjang kawat dicat; 2 roda besar pada bagian samping, 1 roda kecil di depan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kecepatan pemerahan alat perah sederhana adalah 4 l/3 menit. Hasil uji TPC susu tampak bahwa TPC susu dengan alat perah sederhana relatif lebih baik (2,8 x 106 CFU/ml) dibandingkan dengan cara manual (1,7 x 107 CFU/ml susu).
KUALITAS SUSU PEMERAHAN MANUAL VS ALAT PERAH
SEDERHANA
Alat perah sederhana diuji kinerjanya di peternakan anggota koperasi Sarwamukti dilakukan oleh staf Disnak Kabupaten Bandung dan BPTP Jawa Barat. Volume susu hasil pemerahan oleh alat perah sederhana dan secara manual disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan data pada Tabel 4 tampak bahwa kecepatan pemerahan menggunakan alat perah masih lebih rendah (0,77 l/menit) dibandingkan pemerahan secara manual (0,99 l/menit). Oleh karena itu kinerja alat perah diverifikasi oleh hasil penghitungan nilai TPC susu (Tabel 5 dan 6).
Berdasarkan data pada Tabel 5 tampak bahwa nilai TPC susu sapi para peternak memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 1,66 x 107 CFU/ml (pagi 3,52 x 106 CFU/ml; sore 2,96x107 CFU/ml). Perbedaan nilai TPC susu
pada pemerahan pagi dan sore hari kemungkinan disebabkan oleh perbedaan suhu di siang hari yang relatif lebih panas (musim kemarau) dibandingkan pada malam hari sehingga mikroba berkembang biak relatif lebih cepat. Akibatnya jumlah mikroba terdeteksi lebih tinggi pada susu hasil pemerahan sore hari. Tingginya nilai TPC susu kemungkinan berasal dari tingkat higienis yang rendah baik dari peralatan, sapi maupun pemerah. Tangan pemerah sering kontak dengan lingkungan yang kotor misalnya tanah/lantai. Hal ini mengindikasikan bahwa mikroba yang menempel di tangan operator dapat mengontaminasi susu (GRAN et al., 2002). Tingkat higiene umum pada pemerahan mempengaruhi jumlah mikroba dalam susu (VARNAM dan SUTHERLAND dalam GRAN et
al., 2002).
Pada Tabel 6 tampak bahwa nilai TPC susu dengan alat perah sederhana lebih tinggi (8,27 x 106 CFU/ml) dibandingkan TPC susu yang diperah manual yaitu 6,4x106 CFU/ml. Nilai TPC susu tersebut masih tinggi, oleh karena itu uji kinerja alat perah diverifikasi menggunakan tenaga teknisi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kemungkinan kurang pemahaman atas prosedur kerja alat perah sederhana. Nilai TPC susu oleh teknisi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 4. Kecepatan pemerahan alat perah sederhana dan cara manual
Cara pemerahan
Kecepatan pemerahan (l/menit) 1. Alat perah sederhana oleh:
a. BPTP Jabar (2 orang) 0,68 0,86 0,95 0,66 0,60 0,94 1,00 0,81 Rata-rata oleh BPTP Jabar 0,81
b. Dinas Peternakan (2 orang) 0,48
0,63 0,83 0,75 0,69 0,90 0,75 0,80 Rata-rata oleh Disnak 0,73
Rata-rata total 0,77 2. Manual 0,96 1,05 1,04 1,07 1,00 1,00 0,83 1,01 Rata-rata 0,99
Berdasarkan hasil pada Tabel 7 tampak bahwa nilai TPC susu dengan alat perah menurun sebesar 10 kali dibandingkan TPC susu yang diperah secara manual. Terdapat hasil yang konsisten antara nilai TPC susu hasil pemerahan pagi sebesar 2,26 x 106 CFU/ml dan sore sebesar 2,30 x 106 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa nilai TPC susu menggunakan alat perah sederhana tidak dipengaruhi oleh perbedaan perkembangan populasi mikroba dari lingkungan akibat perbedaan suhu pada siang dan malam hari. Pada pemerahan secara manual nilai TPC susu pagi hari 3,11 x 107 CFU/ml dan sore hari 4,97 x 107 CFU/ml.
Tabel 5. Nilai TPC susu pemerahan pagi dan sore hari secara manual
Total plate count (CFU/ml) Peternak
Pemerahan pagi Pemerahan sore
I 3,30x106 2,85x107 II 4,19x106 2,35x107 II 2,55x106 0,95x107 IV 2,70x106 0,47x107 V 1,75x106 2,60x107 VI 3,13x106 1,29x107 VII 5,14x106 0,54x107 VIII 4,71x106 3,76x107 IX 4,18x106 11,8x107 Rata-rata 3,52x106 2,96x107 Rata-rata total 1,66 x 107
CFU = Colony Forming Unit
Tabel 6. Nilai TPC susu pemerahan sore hari secara manual dan menggunakan alat perah sederhana
Total plate count (CFU/ml) Hari ke
Manual Alat perah
I 1,02x107 1,03x106 II 9,50x106 4,30x106 III 2,48x107 8,85x106 IV 1,00x105 3,90x106 V 2,60x106 8,40x106 VI 2,86x107 6,85x106 VII 5,50x106 2,80x107 VIII 8,40x106 1,07x107 IX 2,17x107 1,41x106 X 8,00x105 0,76x106 XI 7,00x105 1,10x106 XII 6,00x105 0,75x106 XIII 1,20x106 0,51x106 XIV 1,70x106 1,38x106 XV 1,00x106 6,96x107 XVI 7,00x105 1,15x106 XVII 1,80x106 1,95x106 XVIII 1,10x106 4,20x106 XIX 6,00x105 2,30x106 Rata-rata 6,40x106 8,27x106 CFU = Colony Forming Unit
Tabel 7. Nilai TPC susu dengan alat perah sederhana oleh teknisi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian
Total plate count (CFU/ml) Cara pemerahan Pagi Sore Alat perah sederhana 1,20 x 106 4,30 x 106 1,70 x 106 4,95 x 106 1,08 x 106 1,43 x 106 3,88 x 106 0,25 x 106 3,45 x 106 1,40 x 106 - 1,80 x 106 - 2,00 x 106 Rata-rata 2,26 x 106 2,30 x 106 Rata-rata dengan alat perah sederhana 2,29 x 106 Manual 4,53 x 106 1,70 x 108 2,43 x 106 2,85 x 106 2,38 x 106 1,40 x 106 - 2,44 x 107 Rata-rata 3,11 x 107 4,97 x 107 Rata-rata secara manual 2,97 x 107
CFU = Colony Forming Unit
KESIMPULAN
Kecepatan pemerahan susu menggunakan alat perah sederhana oleh staf Disnak Kabupaten Bandung dan staf BPTP Jawa Barat lebih rendah yaitu 0,77 l/menit dibandingkan secara manual yaitu 0,99 l/menit dengan nilai TPC susu sore hari dengan alat perah sederhana lebih tinggi yaitu 8,27 x 107 CFU/ml dibandingkan nilai TPC susu secara manual yaitu 6,40 x 107 CFU/ml.
Kinerja alat perah sederhana oleh teknisi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian cukup baik dengan nilai TPC susu pagi 2,26 x 106 CFU/ml dan sore 2,30 x 106 CFU/ml dibandingkan nilai TPC susu pemerahan secara manual yaitu pagi 3,11 x 107 CFU/ml dan sore 4,97 x 107 CFU/ml.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMUS. 2001. Koperasi mengambil alih peranan pemerintah. Dari Diskusi Panel: Reposisi Koperasi Pedesaan pada Era Otonomi Daerah. Lacto media hal 8. Produksi: GKSI Pusat, Jakarta.
BADAN STANDARISASI NASIONAL. 1998. SNI 01-2782-1998, Metoda pengujian susu segar. BERGLUND,I.,G.PETTERSSON and K.SVENNERSTEN
-SJAUNJA. 2002. Automatic milking: Effect on somatic cell count and teat end-quality. Livestock Production Science 78: 115 – 124. BROKKEN, R.F. 1992. Summary and review.
Symposium on Dairy Marketting in Sub-Saharan Africa. Addis Ababa, Ethiopia: International Livestock Centre for Africa (ILCA).
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2002. Buku Statistik Peternakan. Dirjen Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. FAO and WHO. 1997. General Requirements (Food
Hygiene). Codex Alimentarius (Supplement to Vol. 1B). FAO, Rome.
GKSI DAERAH JAWA BARAT. 2000. Laporan Produksi dan Kualitas Susu Koperasi /KUD Jawa Barat Bulan Januari s.d Desember 2000. GKSI DAERAH JAWA TIMUR. 2000. Laporan
Produksi dan Kualitas Susu Koperasi/KUD Jawa Timur Bulan Januari s.d. Desember 2000.
GOFF, H.D. and A.R. HILL. 1993. Chemistry and Physics. In: Dairy Science and Technology Handbook: Principles and Properties. HUI, Y.H. (Eds.). VCH Publishers Inc.
GRAN,H.M.,A.N.MUTUKUMIRA,A.WETLESEN and J.A. NARVHUS. 2002. Smallholder dairy processing in Zimbabwe: Hygienic practices during milking and the microbiological quality of the milk at the farm and on delivery. Food Control 13: 41 – 47.
KOMPAS. 2004. Harian Kompas tanggal 31 Januari 2004.
LIND,O.,A.H.IPEMA,C.DE KONING,T.T.MOTTRAM
and H.J.HERMANN. 2000. Automatic milking. International Dairy Federation, Brussels, Belgium. Bulletin 348/2000, pp. 1 – 14.