• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ASAP CAIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PENGGUNAAN ASAP CAIR"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN PENGAWET KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN

METODE RENDAMAN DINGIN PADA KONSENTRASI YANG

BERBEDA

Oleh :

THEODORUS SANDAN

NIM. 120500036

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

(2)

BAHAN PENGAWET KAYU AKASIA (Acacia mangium) DENGAN

METODE RENDAMAN DINGIN PADA KONSENTRASI YANG

BERBEDA

Oleh:

THEODORUS SANDAN

NIM. 120500036

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Sebutan Ahli Madya

Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : Efektifitas Penggunaan Asap Cair (Liquid smoke)

Sebagai Bahan Pengawet Kayu Akasia (Acacia

mangium) Dengan Metode Rendaman Dingin Pada

Konsentrasi Yang Berbeda

Nama : Theodorus Sandan

NIM : 120500036

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Jurusan : Teknologi Pertanian

Lulus Ujian Pada Tanggal:

Pembimbing,

Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP NIP. 197008301997031001

Penguji I,

Ir. Taman Alex, MP NIP. 196012121989031008

Mengesahkan,

Ketua Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Hamka, S.TP. M. Sc NIP. 19760408 200812 1 002 Menyetujui,

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Eva Nurmarini, S. Hut, MP NIP. 19750808 199903 2 002

Penguji II,

Ir. Joko Prayitno, MP NIP. 196607041992031005

(4)

ABSTRAK

THEODORUS SANDAN. Efektifitas Penggunaan Asap Cair (Liquid smoke) Sebagai Bahan Pengawet Kayu Akasia (Acacia mangium) Dengan Metode Perendaman Dingin Pada Konsentrasi Yang Berbeda (di bawah bimbingan Heriad Daud Salusu).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum maksimalnya pengetahuan dan pemanfaatan asap cair sebagai bahan pengawet dalam industri pengolahan kayu. Kayu akasia termasuk jenis kayu alternatif untuk dimanfaatkan sekarang ini namun memiliki keawetan yang kurang baik, sehingga diperlukan suatu penelitian dengan memanfaatkan asap cair sebagai bahan pengawet alami.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengggunaan asap cair sebagai bahan pengawet kayu akasia dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda.

Perlakuan dalam penelitian ini adalah perendaman contoh uji kayu akasia dalam asap cair konsentrasi 50 % dan 70 % dan tanpa perlakuan sebagai control. Perendaman dilakukan selama 24 jam dan pengamatan serangan organisme perusak kayu dilakukan selama 26 hari dengan mengukur luasan permukaan kayu yang terserang organisme perusak kayu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asap cair dengan konsentrasi 50 % dan 70 % dapat menghambat serangan jamur (Blue stain) pada hari ke 1 sampai 26 hari dari jangka waktu penelitian, sedangkan contoh uji tanpa perlakuan asap cair menunjukan bahawa terdapat sarangan jamur dengan rata-rata yaitu: 2,08. Kata kunci: Asap cair , Kayu Akasia, Pengawet

(5)

RIWAYAT HIDUP

Theodorus Sandan lahir pada tanggal 05 mei 1993 di Mamahak Teboq Kecamatan Long Hubung Kabupaten Mahakam Ulu. Merupakan anak pertama Ibu Margaretha Tipung dan Bapak Hendrikus Hibau. Tahun 2000 memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri 005 Mamahak Teboq, Kecematan Long Hubung, Kabupaten Mahakam Ulu. Dan lulus pada tahun 2006. Dan melanjutkan pendidikan di SMPK Mamahak Teboq dan lulus pada tahun 2009. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMK 1 Purnama Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat dan lulus pada tahun 2012.

Pendidikan tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2012. Pernah mengikut Organisasi BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan HIMA (Himpunan Mahasiswa) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Pada tanggal 02 maret sampai dengan 01 mei 2015, telah mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Besar Kerajinan dan Batik yang berlokasi di Yogyakarta.

Sebagai syarat memperoleh predikat Ahli Madya Kehutanan, penyusun mengadakan penelitian dengan judul “Efektifitas Penggunaan Asap Cair (Liquid smoke) Sebagai Bahan Pengawet Kayu Akasia (Acacia mangium) Dengan Metode Rendaman Dingin Pada Konsentrasi Yang Berbeda” di bawah bimbingan Bapak Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP.

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan sykur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu dan Laboratorium Rekayasa Pengolahan Kayu Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dilaksanakan dari bulan 02 Febuari sampai 30 Juli 2015, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapatkan gelar Ahli Madya.

Keberhasilan Karya Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan baik moril maupun material serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Heriad Daud Salusu, S. Hut, MP. Selaku dosen pembimbing yang

telah mengarahkan dan membimbing selama penelitian dan dalam penyusun Karya Ilmiah ini.

2. Bapak Ir. Taman Alex, MP. Selaku dosen Penguji I 3. Bapak Ir. Joko Prayitno, MP. Selaku dosen Penguji II

4. Bapak Ir. Yusdiansyah, MP. Selaku Kepala Laboratorium Rekayasa pengolahan kayu.

5. Ibu Dr. Ita Merni Patulak SE.MM Selaku Kepala Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu.

6. Ibu Eva Nurmarini, S. Hut, MP. Selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

7. Bapak Hamka, S. TP. M, Sc. Selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian. 8. Bapak Ir. H. Hasanudin, MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda.

9. Para Staf pengajar, administrasi dan PLP di Program Studi Teknologi Hasil. 10. Orang tua, Adik-adik dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan

doa, hingga dapat menyelesaikan penelitian di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

11. Ochy Krisnawati, Lukman Nur Hakim, Amiruddin, Robith Saifun Nawas, Niko Pradana, Lusi Lita Sari, serta rekan- rekan angkatan 2012.

Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, penyusun menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, namun semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Amin.

Theodorus Sandan

(7)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAU AN PUSTAKA A. Pengertian Asap Cair (Liquid smoke)... 3

B. Komponen – komponen Asap Cair... 5

C. Manfaat Asap Cair (Liquid smoke) ... 6

D. Manfaat Asap Cair dalam Pengawetan Kayu ... 7

E. Risalah Kayu Akasia (Acacia mangium) ... 9

F. Manfaat Kayu Akasia (Acacia mangium) ... 11

G. Risalah Jamur Pewarna Biru ... 14

H. Pengawetan Kayu ... 15

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B. Alat dan Bahan Penelitian... 23

C. Prosedur Penelitian ... 25

D. Penghitungan Data ... 30

E. Pengolahan Data... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 32

B. Pembahasan ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 35

B. Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

(8)

Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Proses Pembuatan Asap Cair dari Pelepah Aren ... 25 2. Proses Pembuatan Contoh Uji Kayu Akasia Ukuran 5 x 5 x 20 cm . 26 3. Proses Pengamplasan Contoh Uji Kayu Akasia ... 26 4. Contoh Uji Kayu Akasia 50 % dan 70 % ... 27 5. Contoh Uji Kayu Akasia Tanpa Bahan Pengawet (Kontrol)... 27 6. Pelarutan Bahan Pengawet dari Asap Cair pada Contoh Uji

Konsentrasi 50 % dan 70 %... 28 7. Perendaman Contoh Uji 50 % dan 70 % Selama 24 Jam ... 29 8. Grafik Luas Serangan Jamur pada Contoh Uji Kayu Akasia

Pengukuran dalam (cm²)... 32 9. Grafik Hasil Rata-rata Kadar Air pada Contoh Uji Kayu Akasia

Pengukuran dalam (%) ... 33

Nomor Lampiran Halaman 10. Hasil Perendaman Contoh Uji dalam Bahan Pengawet Asap Cair .. 44 11. Contoh Uji 50 % dan 70 % dalam Pengamatan Terhadap

Serangan Jamur... 44 12. Contoh Uji (Kontrol) dalam Pengamatan... 45 13. Pengamatan Contoh Uji Menggunakan (LUP) ... 45 14. Pengukuran Serangan Jamur pada Contoh Uji

menggunakan Plastik Milimeter Blok (Transparan) ... 46 15. Serangan Jamur pada Contoh Uji Selama Pengamatan ... 46

(9)

Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Perbandingan Asap Cair dan Zat Pengawet Kimia dari Berbagai

Faktor ... 8

2. Jadwal Kegiaan Pelaksanan Penelitian ... 23

3. Hasil Rata-rata Luas Serangan Jamur Terhadap Contoh Uji Kayu Akasia sampai Akhir Pengamatan………... 32

4. Hasil Rata-rata Kadar Air (KA) 50%, 70 % dan Kontrol... 33

Nomor Lampiran Halaman 5. Luas Serangan Jamur (Blue stain) pada Contoh Uji Kayu Akasia (Acacia mangium) ... 40

6. Hasil Kadar Air Contoh Uji 50 % Ukuran 5 x 5 x 20 cm... 40

7. Hasil Kadar Air Contoh Uji 70 % Ukuran 5 x 5 x 20 cm ... 41

8. Hasil Kadar Air Contoh Uji Tanpa Perlakuan (Kontrol)... 41

9. Luas Serangan Jamur pada Contoh Uji 50 % dan 70 % Selama Pengamatan 26 Hari... 42

10 Luas Serangan Jamur pada Contoh Uji Tanpa Perlakuan (Kontrol) Selama Pengamatan 12 Hari... 43

(10)

Indonesia adalah negara dengan potensi hutan paling besar di benua Asia dan di dunia. Luas seluruh hutan di Indonesia adalah 133.300.543,98 ha. Ini mencakup kawasan suaka alam, hutan lindung dan hutan produksi di masing-masing provinsi di Indonesia.

Satu diantara hasil hutan yang utama adalah kayu. Kayu sebagai sumber kekayaan alam mempunyai peranan penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia, diantaranya adalah sebagai bahan bangunan, alat rumah tangga, jembatan, meubel, bantalan dan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pulp dan kertas.

Sejalan dengan meningkatnya pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan juga semakin meningkat, untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut, Indonesia mempunyai sumber daya hutan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

Tetapi dewasa ini, kayu keras seperti ulin, bengkirai, dan sebagainya sudah sangat jarang ditemui sehingga dimanfaatkanlah kayu-kayu yang masih tersedia banyak disekitar kita, seperti kayu akasia (Acacia mangium) agar bisa menggantikan kayu keras. Dengan adanya kayu akasia bisa digunakan sebagai produk konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, pembuatan pulp dan kertas, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang dan sebagainya.

Dengan digunakannya kayu akasia pada industri penggergajian dan kayu olahan membuat para pengusaha harus memiliki stok bahan baku. Hal Inilah yang menjadi masalah dikarenakan kayu akasia merupakan kayu yang tergolong

(11)

kedalam kelas awet III, kayu akasia cukup tahan terhadap cuaca dan kondisi normal akan tetapi akan mudah terserang jamur dan serangga apabila diletakkan pada kondisi luar ruangan yang terlalu basah, sehingga kayu akasia sangat rentan terhadap serang oleh jamur (Blue stain) jika disimpan dalam waktu lama. Dengan kenyataan seperti ini, maka kayu akasia perlu dilakukan proses pengawetan untuk meningkatkan kualitasnya.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilihlah asap cair sebagai bahan pengawet untuk mengawetkan kayu akasia dengan metode perendaman dingin selama 24 jam dimana contoh uji terendam/tenggelam didalam larutan pengawet selama proses pengawetan. Metode ini dilakukan karena diduga lebih efektif dalam proses masuknya bahan pengawet kedalam contoh uji yang diawetkan, asap cair yang digunakan dalam pengawetan ini merupakan asap cair grade 3 yang berasal dari bahan baku pohon pelepah aren.

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui efektifitas penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet kayu akasia (Acacia mangium) dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda.

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah akan memberikan informasi mengenai manfaat asap cair untuk mengawetkan kayu akasia (Acacia

(12)

A. Pengertian Asap Cair (Liquid smoke)

Asap diartikan sebagai suatu proses suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas Girard (1992). Menurut Darmadji (2000), asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis.

Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi dan kondensasi. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak Girard (1992).

Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji, et al, (2000), yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa

menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %.

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan, telah dilakukan di Sidorejo untuk bandeng asap karena adanya senyawa fenolat, asam dan karbonil Tranggono, et al, (1997).

Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran, serta banyaknya kandungan asam, ter dan fenol di dalamnya. Kualitas asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Asap cair mengandung kelompok senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid,

(13)

hidrokarbon, keton, fenol dan piridin. Pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehingga didapatkan komponen asap cair yang diinginkan Zaitsez (1969).

Asap cair menurut Darmadji (1997) merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan potensinya dalam pembentukan warna coklat pada produk.

Girard (1992) menyatakan, bahwa komposisi asap cair telah diteliti oleh Pettet dan Lane pada tahun (1940), ditemukan lebih dari 100 senyawa kimia

yang terdapat pada asap cair kayu. Beberapa senyawa yang telah diidentifikasi yaitu fenolik 85 macam, karbonil 45 macam, asam 35 macam, furan 11 macam, alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam dan hidrokarbon alifatik 21 macam .

Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet kerena mengandung senyawa anti bakteri, anti fungsi sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan bau pada ikan dan daging. Selain itu asap cair juga mengandung asam asetat dan fenol sehingga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Khusus untuk asam asetat yang bisa digunakan untuk bahan pengawet makanan (menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin berkembang dalam makanan), bekerja sebagai pelarut lipid sehingga dapat merusak membrane sel, begitu juga dengan alkohol yang terdapat dalam asap cair yang dapat mendenaturasi protein dan senyawa fenol yang dapat berfungsi sebagai desinfektan atau pengganti formalin, denaturasi protin, merusak membrane sel dan menghambat aktfitas enzim (Hasbulla, 2006).

(14)

B. Komponen - Komponen Asap Cair

1. Senyawa-senyawa fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu.

Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10 - 200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.

Senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester Maga (1987).

2. Senyawa-senyawa karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida.

3. Senyawa-senyawa asam

Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat.

Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua

(15)

proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzopirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzopirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen Girard (1992).

5. Senyawa Benzo (a) Pirena

Benzo (a) pirena mempunyai titik didih 310 0C dan dapat

menyebabkan kanker kulit jika dioleskan pada permukaan kulit akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama Winaprilani (2003).

C. Manfaat Asap Cair (Liquid smoke)

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

1. Industri Pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

(16)

2. Industri Perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti anti jamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri Kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair Darmadji (1999).

D. Manfaat Asap Cair dalam Pengawetan Kayu

Selama ini banyak industri kayu yang menggunakan soda api atau NaOH sebagai bahan pengawet kayu sekaligus memberi warna agar kayu yang sebenarnya masih muda menjadi terlihat tua. Dengan cara ini terjadi proses pemasakkan pada kayu. NaOH termasuk ke dalam basa keras, jika direaksikan dengan air, maka akan mengeluarkan panas. Pengaplikasian NaOH sangat banyak digunakan terutama di industri sabun dan katalis. Selain itu juga untuk memecah sumbatan pada saluran pembuangan. Sumbatan yang terdiri dari kotoran akan hancur bila terkena NaOH.

Menurut Manshuri (2010) sudah banyak industri yang beralih ke bahan pengawet alami seperti asap cair. Asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 3. Asap cair yang berasal dari hasil pirolisis dan kondensasi bahan organik dari limbah pertanian memiliki lebih dari 67 senyawa organik, diantaranya adalah senyawa fenolat, karbonil dan asam yang ternyata bisa menggantikan fungsi dari NaOH, lebih alami, lebih aman dan tetap memberikan efek pengawetan pada kayu. Industri kerajinan kayu yang sudah menggunakan asap cair sebagai bahan pengawet adalah wilayah Sumatera dan Jawa. Di bawah ini terdapat

(17)

perbandingan efektifitas antara asap cair dan zat kimia sebagai bahan pengawet dari berbagai faktor menurut Manshuri (2010).

Tabel 1. Perbandingan Asap Cair dan Zat Pengawet Kimia dari Berbagai Faktor

Faktor Penilaian Asap Cair Zat Pengawet Kimia

Sumber/asal Bahan alam, mudah

didapat

Bahan kimia, susah di dapat

Bau Khas asap cair Menyengat,

bermacam-macam bau

Efek samping Aman, tidak ada efek

samping

Membahayakan kesehatan

Warna Kekuningan hingga coklat

kehitaman Warna-warni, jernih

Keuntungan Aman bagi kesahatan

maupun lingkungan

Berbahaya bagikesehatan dan lingkungan

Ekonomis Murah Mahal

Daya pengawet Lama Lama

Menurut Manshuri (2010) asap cair digunakan sebagai bahan pengawet karena mengandung senyawa fenol, asam dan karbonil. Senyawa fenol dalam asap cair berperan sebagai antioksidan sehingga mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses oksidasi. Asam dalam asap cair mempengaruhi umur simpan produk yang diawetkan dengan asap cair. Sedangkan karbonil mempengaruhi warna produk asapan. Warna pada kayu mengalami penuaan menjadi lebih gelap setelah diawetkan menggunakan asap cair dengan metode perendaman maupun pencelupan.

E. Risalah Kayu Akasia (Acacia mangium)

Kayu Akasia (Acacia mangium) adalah genus dari semak-semak dan pohon yang termasuk dalam subfamili Mimosoideae dari familia Fabaceae, pertama kali diidentifikasi di Afrika oleh ahli botani Swedia Carl Linnaeus tahun 1773. Banyak spesies Akasia non-Australia yang cenderung berduri, sedangkan mayoritas Akasia Australia tidak. Kayu akasia (Acacia mangium) adalah tumbuhan polong, dengan getah dan daunnya biasanya mempunyai bantalan

(18)

tanin dalam jumlah besar. Nama umum ini berasal dari (akakia), nama yang diberikan oleh dokterahli botani Yunani awal Pedanius Dioscorides (sekitar 40 -90 Masehi) untuk pohon obat A. nilotica dalam bukunya Materia Medica. Nama ini berasal dari kata bahasa Yunani karena karakteristik tanaman akasia yang berduri, (akis, "duri"). Nama spesies nilotica diberikan oleh Linnaeus dari jajaran pohon akasia yang paling terkenal di sepanjang sungai Nil.

Akasia (Acacia mangium) pertama kali ditemukan di Indonesia oleh Rupius pada tahun 1653 di Maluku dan baru dipublikasikan pada tahun 1750. Jenis akasia (Acacia mangium) termasuk dalam Famili Mimoseae. Daerah penyebaran akasia (Acacia mangium) berada di Australia bagian utara, Irian jaya bagian Selatan, Maluku dan Seram bagian Barat dan sebagian hutan Kalimantan Timur. Berat jenis kayu akasia (Acacia mangium) ini adalah 0,6 - 0,75 Bratawinata (1987).

Kayu Akasia (Acacia mangium) tidak menuntut tempat persyaratan tumbuh yang tinggi, karena jenis ini mampu tumbuh dengan baik pada lahan yang miskin dan tidak subur, pada alang-alang dan area bekas tebangan. Jenis ini akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 3 - 130 meter pada tanah podsolik merah kuning, dataran rendah dan tanah komplek pegunungan Sidusuwarno dan Utomo (1979).

Kayu akasia memiliki diameter 15 - 20 cm sudah bisa ditebang. Pada 10 tahun terakhir popularitas kayu akasia sebagai bahan baku furniture semakin meningkat sehingga kebutuhan pohon akasia dengan umur atas 5 tahun semakin tinggi. Pada awalnya pohon akasia sebagian besar digunakan untuk konsumsi pabrik kertas. Terdapat banyak hutan khusus untuk pabrik kertas sehingga pohon yang baru berumur 3 - 5 tahun pun (diameter 15 - 20 cm) sudah bisa

(19)

ditebang. Tinggi pohon bisa mencapai 30 meter dengan diameter hingga 1 meter. Rata-rata diameter yang bisa digunakan untuk membuat furniture minimum 25 cm untuk mendapatkan rendemen yang baik. Pohon akasia memiliki bentuk bunga yang unik dengan kelompok khusus dengan beraneka warna seperti ungu, putih dan kuning. Pohon akasia bisa tumbuh dari daerah yang kering dan panas.

Pohon akasia memiliki bentuk batang yang bulat dan lurus. Pohon akasia memiliki banyak cabang dengan bagian kulit yang sangat tebal. Warna pohon akasia berkarakter dari coklat tua hingga coklat muda. Pohon akasia yang sudah tua bisa mencapai ketinggian sekitar lebih dari 32 meter. Daun pohon akasia memiliki jumlah majemuk namun akan menjadi pohon ganda setelah dewasa. Pohon akan mulai berbunga pada saat sudah mencapai umur sekitar 2 tahun lebih. Bunga pohon akasia akan terlihat dengan warna-warna yang berbeda tergantung dari jenisnya.

Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu akasia (Acacia mangium) memiliki ciri umum, yaitu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus, kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin , kayu berwarna coklat. Ciri anatomi kayunya adalah pori soliter dan berganda radial, terdiri atas 2 - 3 pori, parenkim selubung, kadang-kadang bentuk sayap pada pori berukuran 5 kecil , jari-jari sempit, pendek dan agak panjang. Sel-sel pembuluh atau porinya baur, soliter, dan berganda radial yang terdiri atas 2 - 3 pori, kadang-kadang sampai 4,

(20)

diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. Parenkim dan jari-jari kayu bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,69 (0,49 - 0,84), kelas awet III dan kelas kuat II - III (Pandit dan Kurniawan 2008).

F. Manfaat Kayu Akasia (Acacia mangium)

1. Kayu akasia bisa dimanfaatkan untuk membuat perabotan rumah terutama untuk perabotan yang diletakkan pada bagian dalam rumah. Kayu akasia memang tidak bisa digunakan untuk perabotan bagian luar karena tidak tahan terhadap cahaya dan air.

2. Kayu akasia bisa digunakan untuk membentuk berbagai macam hiasan rumah. Beberapa benda dan perabot yang unik mudah dibentuk dari kayu akasia. Meskipun kayu memiliki karakter yang keras namun ternyata mudah dibentuk.

3. Kayu akasia bisa dioleh menjadi campuran bahan parfum. Meskipun pada dasarnya kayu akasia memiliki aroma seperti air kencing namun bisa diolah menjadi salah satu campuran parfum. Proses penyulingan parfum dari kayu akasia bisa dilakukan dengan campuran beberapa bahan kayu lain.

4. Pohon akasia juga bisa digunakan sebagai peneduh jalan dan mencegah tanah longsor. Karakteristik pohon akasia yang tahan terhadap suhu panas dan kering ternyata sesuai untuk melindungi kontur tanah di daerah perbukitan. Namun pohon akasia yang sudah tua biasanya lebih rapuh sehingga harus cepat ditebang.

(21)

5. Pohon akasia bisa tumbuh di daerah yang rawan seperti lereng-lereng, karena itu pohon akasia bisa bermanfaat untuk mencegah banjir dan tanah longsor.

6. Kayu dari pohon akasia juga bisa dimanfaatkan untuk membuat serat kertas. Serat kertas banyak digunakan untuk membuat bahan-bahan pengemas kertas, kardus dan sebagai bahan pokok untuk industri yang memakai kertas.

7. Pohon akasia bisa meningkatkan keseimbangan ekologi sehingga bisa memperbaiki struktur tanah terutama untuk daerah rawan seperti perbukitan dan pegunungan.

Sidusuwarno dan Utomo (1979) berpendapat bahwa bentuk batang dan daun akasia (Acacia mangium) lebih baik dibandingkan bentuk batang Ac acia auriculiformis dengan pertumbuhan tajuk yang cepat, daun lebar dan tebal dimana tepi daun menyerupai ujung tombak tetapi agak tumpul, percabangan banyak dan tidak mempunyai banir, pada pohon yang telah tua kulitnya tebal, kasar beralur memanjang dan warna coklat muda. Akasia (Acacia mangium) pada umur dua tahun sudah mulai berbunga dan berbuah sepanjang tahun, bunganya warna kuning panjang kurang lebih 10 cm. Penyerbukan bisa terjadi persilangan dengan pohon lain.

Selanjutnya dikatakan bahawa jenis akasia (Acacia mangium) dapat cepat tumbuh kerena mampu beradaptasi dengan baik. Akasia (Acacia

mangium) pada tahun yang baik umur pada umur 9 tahun telah mencapai tinggi

23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2 - 3 cm per tahun dengan hasil produksi rata-rata 46m³ /ha/th pada lahan yang miskin dan ditumbuhi

(22)

alang-alang, umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter, dengan nilai rata-rata produksi 20 m³/ha/th.

Salah satu jenis kayu hutan tanaman yang mulai banyak digunakan untuk keperluan kayu konstruksi adalah kayu akasia (Acacia mangium). Kayu ini memiliki kelas kuat (KK) cukup baik yaitu KK II - III dengan keawetan alami resisten sampai agak resisten (kelas awet (KAw II - III). Menurut SNI 03 - 5010.1 - 1999 kayu dengan KAw III s.d. V memerlukan perlakuan pengawetan Malik dan Rahman (2000).

Klasifikasi Kayu Akasia (Acacia mangium)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (Suku polong-polongan)

Genus : Acacia

Spesies : Acacia mangium

G. Risalah Jamur Pewarna Biru

Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa. Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat

(23)

organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen. Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit. Cendawan atau jamur pewarna biru termasuk kelas Ascomycetes. Cendawan ini sebenarnya tidak menurunkan tingkat kekuatan kayu, tetapi menurunkan kualitas kayu.

Terutama pada kayu yang akan digunakan sebagai bahan kayu lapis, meubel, bahan baku pulp, dan industri korek api. Cendawan pewarna biru mudah sekali menyerang kayu yang disimpan di tempat pengumpulan dan penimbunan kayu. Contoh spesies yang sangat umum dijumpai adalah Ceratocytis pilifera Duljapar (1996). Pada umumnya blue stain menyerang pohon mati, balok-balok

atau kayu-kayu gergajian sebelum kayu betul-betul kering, kadar air kayu yang masih dapat diserang 25 - 35 %. Potongan balok kadang-kadang dapat diserang tanpa adanya serangan pembawa, tetapi karena angin dan hinggap pada ujung potongan balok-balok dan biasnya yang dapat diserang ialah pada bagian kayu gubalnya. Kayu yang diserang akan menjadi berwarna kelabu, biru tua atau hitam Gunawan (1980).

H. Pengawetan Kayu

Pengawetan kayu merupakan metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu dengan perlakuan fisik maupun kimia. Pengawetan kayu bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama, terutama kayu yang dipakai untuk material bangunan atau perabot luar ruangan, karena penggunaan tersebut yang paling rentan terhadap degradasi kayu akibat serangga/organisme maupun faktor

(24)

abiotis (panas, hujan, lembab) Prawira (2012).

Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan terhadap serangan organisme perusak kayu (OPK), seperti jamur, serangga dan binatang laut penggerek kayu. Tindakan pencegahan, pertama dilakukan pada dolok segar yang baru dipotong dan kayu gergajian basah terhadap serangan jamur biru dan kumbang ambrosia atau disebut pengawetan sementara (prophylactyc treatment) (Malik dan Rahman, 2000).

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam -macam faktor perusak kayu. Dengan kata lain, keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah Prawira (2012).

Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati Prawira (2012).

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet apabila mempunyai umur pakai yang lama. Kayu dapat berumur pakai yang lama apabila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Dengan

(25)

kata lain, keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri Ariyanti dan Erniwati (2000).

Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati (Prawira, 2012).

Menurut Anonim (2011), ada kalanya pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan ekologi tumbuh dari pohon tersebut. Dalam pengawetan kayu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi berhasilnya proses pengawetan yaitu :

1. Prinsip-prinsip dalam pengawetan kayu

Untuk pengawetan yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip di

bawah ini :

a. Pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu.

b. Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak mungkin di dalam kayu.

c. Dalam pengawetan kayu bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan (faktor bahan pengawetnya).

d. Faktor waktu yang digunakan.

e. Metode pengawetan yang digunakan.

f. Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif yang dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.

(26)

g. Faktor perlatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya. 2. Jenis pengawetan kayu

a. Pengawetan remanen atau sementara (prophylactis treatment) bertujuan menghindari serangan perusak kayu pada kayu basah (baru ditebang) antara lain (Blue stain), bubuk kayu basah dan serangga lainnya. Bahan pengawet yang dipakai antara lain Na PCP (Natrium Penthaclor Phenol), Gammexane, Borax, baik untuk dolok maupun kayu gergajian basah. b. Pengawetan permanen bertujuan menahan semua faktor perusak kayu

dalam waktu selama mungkin. Yang perlu diperhatikan dalam pengawetan, kayu tidak boleh diproses lagi (diketam ataupun digergaji, dibor, dan lainnya), sehingga terbukanya permukaan kayu yang sudah diawetkan. Bila terpaksa harus diolah, maka bekas pemotongan harus diberi bahan pengawet lagi. Adapun bahan pengawet yang dapat dipakai untuk pengawetan remanen (sementara). Pengawetan remanen umumnya hanya menggunakan metode pelaburan dan penyemprotan, sedangkan pengawetan tetap dapat menggunakan semua metode, tergantung bahan pengawet yang dipakai serta penetrasi dan retensi yang diinginkan. Sehingga pengawetan dapat lebih efektif dan waktu pemakaiannya dapat selama mungkin.

3. Metode pengawetan

Metode pengawetan terbagi menjadi 2 yaitu : a. Metode pengawetan sederhana

1) Metode Rendaman

Kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan

(27)

larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam.

Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.

2) Metode Pencelupan

Kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu

(28)

hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini adalah penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian untuk mencegah serangan jamur (Blue stain). Bahan pengawet yang dipakai (Natrium

Penthachloro Phenol). Hasil pengawetan ini akan lebih baik bila kayu

yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.

3) Metode Pemulasan

Cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yg sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksud tertentu, yaitu :

a) Pengawetan sementara di daerah ekploitasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah.

b) Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum merusak kayu.

c) Untuk pengawetan kayu yang sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).

4) Metode Pembalutan

Cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream

(29)

(cairan) pekat, yang dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.

b. Pengawetan metode khusus :

Proses vakum dan tekanan (cara modern). Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :

1) Proses sel penuh antara lain : a) Proses Bethel

b) Proses Burnett

2) Proses sel kosong antara lain : a) Proses Rueping

b) Proses Lowry

Dalam mengawetkan kayu menurut (Manshuri, 2010) ada 3 hal yang menjadi dasar pengawetan, yaitu bahan baku, metode, dan bahan pengawet. Yang temasuk bahan pengawet kayu meliputi :

1) Bahan anti jamur kayu 2) Bahan anti rayap

3) Bahan anti bubuk / teter kayu 4) Anti serangga kayu lainnya

Menurut Alex (2012) dalam Hunt dan Garrat dalam perkembangannya ditemukan banyak metode atau cara untuk mengawetkan kayu antara lain : 1. Kyan 1832, (AS) rendaman dalam HgCl

2. Moll 1836, rendaman dengan Kreosot 3. Margary 1837, rendaman dalam CuSO4

(30)

5. Bethell 1839, vakum tekan (sel penuh) 6. Clark 1868, Boulton 1884 (Inggris) kreosot

Menurut Kadir (2012) dikutip dari Nandika dan Lumbantobing dalam metode pengawetan digunakan berbagai jenis bahan pengawet. Bahan pengawet yaitu suatu benda yang berbentuk padat, cair ataupun gas yang dapat memperpanjang masa simpan dan melindungi dari organisme perusak pada kayu yang diawetkan.

Syarat bahan pengawet kayu :

1) Harus efektif atau memiliki daya racun tinggi terhadap perusak kayu 2) Aman bagi manusia, hewan dan lingkungan

3) Tidak membahayakan daerah sekitarnya

4) Mudah meresap dan dapat bertahan lama didalam kayu, tetapi tidak merusak kayu

5) Tidak mempengaruhi sifat kayu 6) Ekonomis dan mudah didapat 7) Tidak membuat korosif

Menurut Alex (2012) dikutip dari Findlay jenis bahan pengawet kayu terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Larut dalam air

a. Arsen - Tembaga – Chrom b. Tembaga – Chrom – Boron c. Asam Borat – Chrom – Tembaga d. Chrom – Arsen – Asam Borat

(31)

2. Larut dalam minyak a. PCP b. Rentokil c. Pendrex d. Aldrin 3. Minyak a. Creosot b. Carbolineum c. Ter arang d. Ter batubara e. Asap cair

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa tidak ditemukan serangan jamur pada permukaan contoh uji yang mendapatkan perlakukan, sedangkan contoh uji yang tidak mendapatkan perlakuan ditemukan serangan jamur. Data dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Hasil Rata-rata Luas Serangan Jamur Terhadap Contoh Uji Kayu Akasia sampai Akhir Pengamatan.

No Perlakuan Luas Serangan Jamur

(cm²)

1 50 % 0,0

2 70 % 0,0

3 Kontrol 2,08

Dari data hasil penelitian seperti tercantum pada table 3 diatas, selanjutnya digambarkan dalam grafik seperti terlihat pada gambar 8 berikut ini :

Gambar 8. Grafik Luas Serangan Jamur Pada Contoh Uji Kayu Akasia Pengukuran dalam (cm²) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 50% 70% Kontrol

Luas Serangan Jamur

(42)

Tabel 4. Hasil Rata-rata Kadar Air (KA) 50 %, 70 % dan Kontrol

No Perlakuan Kadar Air (KA)

(%)

1 50 % 8,51

2 70 % 9,87

3 Kontrol 14

Dari data kadar air yang diperoleh seperti yang terdapat pada tabel 4 digambarkan dalam gerafik seperti terlihat pada gambar 9 berikut ini :

Gambar 9. Grafik Hasil Rata-rata Kadar Air pada Contoh Uji Kayu Akasia Pengukuran dalam (%)

B. Pembahasan

Melihat hasil dari pengamatan pada tabel 3 diatas, terdapat perbedaan rata-rata serangan jamur antara contoh uji yang direndam dengan asap cair konsentrasi 50 % dan asap cair 70 % ataupun contoh uji tanpa perlakuan dan diatas menunjukan bahwa penggunaan asap cair konsentrasi 50 % dan 70 % pada pengawetan kayu akasia selama 26 hari pengamatan menunjukkan tidak terdapat serangan jamur pada permukaan kayu. Pengamatan pada contoh uji juga tidak menunjukan adanya serangan dari organisme perusak kayu lainnya.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 50% 70% Kontrol

Kadar Air (KA)

(43)

Sedangkan pada contoh uji tanpa perlakuan terdapat serangan jamur muncul pada hari kelima, luas serangan jamur pada contoh uji tanpa perlakuan dengan rata-rata 2,08 dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan hasil rata-rata kadar air pada contoh uji 50 %, 70 % dan contoh uji tanpa perlakuan yaitu kadar air contoh uji 50 % dengan rata-rata yaitu 8,51 sedangkan hasil kadar air contoh uji 70 % dengan rata-rata yaitu 9,87 dan hasil kadar air contoh uji tanpa perlakuan dengan rata-rata yaitu 14 %.

Pengamatan secara visual pada contoh uji juga menunjukkan tidak terdapat perubahan warna permukaan kayu selama proses pengamatan dilakukan walaupun pada saat perendaman terlihat kecenderungan warna permukaan kayu berwarna gelap namun berangsur-angsur warna tersebut menjadi pudar dan bahkan di akhir waktu pengamatan warna permukaan contoh uji yang mendapat perlakuan tidak berbeda dengan warna permukaan contoh uji yang tidak mendapatkan perlakuan.

Dengan demikian perendaman asap cair dapat menahan serangan jamur pada permukaan kayu selama jangka waktu penelitian. Keadaan ini dimungkinkan karena asap cair mengandung senyawa fenol, asam dan karbonil. Senyawa fenol dalam asap cair berperan sebagai antioksidan sehingga mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses oksidan. Asam dalam asap cair mempengaruhi umur simpan produk yang diawetkan dengan asap cair.

Hal ini membuktikan bahwa kayu akasia rentan terhadap serangan jamur sehingga memerlukan proses pengawetan untuk meningkatkan kualitasnya keawetannya.

Pada contoh uji yang direndam didalam larutan pengawet berbahan asap cair selama 24 jam dengan konsentrasi 50 % dan 70 % terlihat hasil yang jauh

(44)

lebih baik karena selama pengamatan selama 26 hari tidak terdapat serangan jamur pada contoh uji dibandingkan dengan contoh uji tanpa perlakuan.

Dengan demikian dugaan efektifitas asap cair sebagai bahan pengawet kayu akasia cukup baik dalam jangka waktu yang pendek seperti pada jangka waktu proses penelitian berlangsung. Namun demikian untuk jangka waktu yang panjang perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam.

(45)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang ditemui dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam pengamatan selama 26 hari pada contoh uji kayu akasia dengan konsentrasi 50 % dan 70 % tidak terdapat serangan jamur (Blue stain). Sedangkan serangan jamur pada contoh uji tanpa perlakuan muncul pada hari kelima pengamatan dengan rata-rata 2,08.

2. Asap cair mampu menghambat serangan jamur (Blue stain) terhadap kayu akasia dengan metode perendaman dingin selama 24 jam dibandingkan dengan kayu akasia tanpa perlakuan bahan pengawet.

3. Berdasarkan hasil pengamatan ini diketahui bahwa asap cair dari pelepah aren dengan menggunakan metode rendaman dingin selama 24 jam cukup efektif untuk mengawetkan kayu akasia karena mampu menghambat pertumbuhan jamur (Blue stain).

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengawetan kayu akasia, asap cair berpotensi sebagai bahan pengawet terhadap serangan jamur (Blue stain).

2. Untuk mengetahui efektifitas asap cair sebagai pengawet kayu akasia dalam jangka waktu yang panjang perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam. .

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Spesifikasi Pengawetan Kayu untuk Perumahan. Konsep 2. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Ariyanti dan Erniwati. 2000. Dasar-dasar Teknologi Hutan. Fakultas Pertanian, UniversitasTadulako.http://fauziahforester.blogspot.com/2014/01/makala

h pengawetan-kayu.html (15 Juli 2015).

Bratawinata, A. A. 1987. Beberapa Catatan dari Pohon - pohon Tanaman Industri Cepat Tumbuh. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Darmadji, dkk. 1998. Aktivasi antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam -macam limbah pertanian, Agritech. Vol. 16, No.4, Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta, 19-22 hal.

––––––, 1999. Produksi Asap Cair dan Sifat - sifat Antimikrobia, Antioksidan Serta Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP UGM 1995/1996. ––––––, 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan

Findlay, 1962. The Preservation of Timber. Adam dan Charles Black. London. Girard, 1992. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak Post,

2007.

Gunawan, 1980. Diktat Ilmu Perlindungan Hutan. Pusat Pendidikan Kehutanan. Cepu.

Hunt dan Garrat, 1953. Wood Preservation. The American Forestry Series. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.

Hasbullah, 2006. Asap Tempurung Kelapa sebagai Pengganti Formalin Departemen Teknik Fapertal PB. Internet, www.soloboys.blogspot. com

(29 Juli 2015).

Maga, J. A, 1987. Smoke in Food Processing, CRC Press Inc, Boca rotan, Florida.http://m.facebook.com/notes/asap-cair/komponen apa saja yang

terdapat dalam asap cair (15 Juni 2015).

Malik, J., A. Santoso dan O. Rachman. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian : Sari Hasil Penelitian Mangium dan Tusam. Pusat Litbang Haasil Hutan.

Bogor.https://hakimsmart.wordpress.com/2012/06/16/laporan-pengawetan-kayu-akasia/ (11 Juni 2015).

Manshuri, M. 2010. Pengawetan Kayu dengan Asap Cair. http://Wikipedia.com.

(47)

Nandika dan Lumbantobing, 1986. Forest Product Entomology. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pandit IKN. Kurniawan D. 2008. Struktur kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Prawira, H. 2012. Aplikasi Asap Cair dari Kayu Laban (Vitex pubescens Vahl) Untuk Pengawetan Kayu Karet. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Sugiono, 2006. Asap Cair Tempurug Kelapa. Dsinfktan Pengganti Formalin Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Sidusuwarno., dan D. I. Utomo. 1979. Acacia mangium Jenis Pohon Yang Belum Banyak Dikenal. Dirjen Kehutanan. Jakarta.

Tranggono, dkk. 1997. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa. Seminar Nasional Pangan dan Gizi dan Kongres PAPTI. Yogyakarta.

(48)

Tabel 5. Luas Serangan Jamur (Blue stain) pada Contoh Uji KayuAkasia (Acacia mangium) Nomor Contoh Uji HASIL PENGAMATAN Kontrol (cm²) Perlakuan 1 (cm²) Perlakuan 2 (cm²) 1 0,75 0,00 0,00 2 1,25 0,00 0,00 3 2,25 0,00 0,00 4 10,75 0,00 0,00 5 4,25 0,00 0,00 6 4,25 0,00 0,00 7 0,75 0,00 0,00 8 0,75 0,00 0,00 9 0,75 0,00 0,00 10 1,75 0,00 0,00 11 1,75 0,00 0,00 12 0,25 0,00 0,00 13 0,00 0,00 0,00 14 1,75 0,00 0,00 15 0,00 0,00 0,00 Keterangan :

Perlakuan 1 : Contoh uji tanpa perendaman asap cair (Kontrol)

Perlakuan 2 : Contoh uji direndaman dalam larutan asap cair konsentrasi 50 % Perlakuan 3 : Contoh uji direndaman dalam larutan asap cair konsentrasi 70 %

Tabel 6. Hasil Kadar Air Contoh Uji 50 % No

Contoh Uji

Berat Awal (mg)

Berat Kering Tanur (mg) Kadar Air (%) 1 312 295 5,76 2 350 333 5,11 3 294 268 9,70 4 310 286 8,39 5 304 287 5,92 6 322 302 6,62 7 348 323 7,74 8 313 285 9,82 9 314 288 9,03 10 358 333 7,56 11 291 263 10,65 12 298 271 9,96 13 308 281 9,61 14 326 296 10,14 15 344 308 11,69 Rata-rata 319,47 294,6 8,51

(49)

Tabel 7. Hasil Kadar Air Contoh Uji 70 % Nomor

Contoh Uji

Berat Awal (mg)

Berat Kering Tanur (mg) Kadar Air (%) 1 312 284 9,86 2 367 340 7,94 3 294 264 11,36 4 334 303 10,23 5 313 290 7,93 6 323 300 7,67 7 362 337 7,42 8 305 273 11,72 9 365 244 6,10 10 302 281 13,88 11 338 309 9,39 12 364 241 6,74 13 332 294 12,93 14 306 268 14,18 15 310 280 10,71 Rata-rata 328,46 287,2 9,87

Table 8. Hasil Kadar Air Contoh Uji Tanpa Perlakuan (Kontrol) No

Contoh Uji

Berat Awal (mg)

Berat Kering Tanur (mg) Kadar Air (%) 1 67 59 14 % 2 90 78 15 % 3 63 55 15 % 4 60 52 15 % 5 93 83 12 % 6 76 67 13 % 7 84 74 14 % 8 65 57 14 % 9 84 73 15 % 10 85 76 12 % 11 77 67 15 % 12 78 69 13 % 13 54 47 15 % 14 92 81 14 % 15 62 54 15 % Rata - rata 76,6 74,73 14 %

(50)

Tabel 9. Luas Serangan Jamur pada Contoh Uji 50 % dan 70 % Selama Pengamatan 26 Hari

No Contoh Uji Perlakuan 1 (cm²) Perlakuan 2 (cm²) 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 10 0 0 11 0 0 12 0 0 13 0 0 14 0 0 15 0 0 16 0 0 17 0 0 18 0 0 `19 0 0 20 0 0 21 0 0 22 0 0 23 0 0 24 0 0 25 0 0 26 0 0

(51)

Tabel 10. Luas Serangan Jamur pada Contoh Uji Tanpa Perlakuan (Kontrol) Selama Pengamatan 12 Hari

Nomor Contoh Uji Kontrol (cm²) 1 0,75 2 1,25 3 2,25 4 10,75 5 4,25 6 4,25 7 0,75 8 0,75 9 0,75 10 1,75 11 1,75 12 0,25 13 0,00 14 1,75 15 0,00

(52)

Gambar 10. Hasil Perendaman Contoh Uji dalam Bahan Pengawet Asap Cair

Gambar 11 . Contoh Uji 50 % dan 70 % dalam Pengamatan Terhadap Serangan Jamur

(53)

Gambar 12. Contoh Uji (Kontrol) dalam Pengamatan

(54)

Gambar 14. Pengukuran Serangan Jamur pada Contoh Uji menggunakan Plastik Milimeter Blok (Transparan)

Gambar 15. Serangan Jamur pada Contoh Uji tanpa Perlakuan

Gambar

Gambar  8.  Grafik  Luas  Serangan Jamur Pada Contoh Uji  Kayu Akasia           Pengukuran dalam (cm²) 00,511,522,550%70% Kontrol
Gambar 9.  Grafik  Hasil  Rata-rata  Kadar Air pada Contoh Uji  Kayu Akasia  Pengukuran dalam (%)
Tabel 6. Hasil Kadar Air Contoh Uji 50 %  No
Tabel 7. Hasil Kadar Air Contoh Uji 70 %   Nomor
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan kadar lemak kuning telur asin pemeraman dengan media campuran bata merah, serbuk gergaji dan garam dengan variasi kom- posisi menunjukkan terjadinya penurunan

Perusahaan harus memberi perhatian lebih terhadap likuiditas dan perusahaan harus membuat strategi yang bermanfaat, untuk mengoptimalisasikan dan mengelola aktiva lancar

Hal ini berarti menerima Ho, Ho adalah suatu hipotesis yang menyatakan tidak adanya keterkaitan atau korelasi antara dua variabel atau lebih (Sinta Dameria

Perubahan peran dan fungsi alun-alun Kaliwungu sebagai ruang terbuka publik yang paling mendasar terjadi saat dikeluarkan kebijakan mengenai pengalihan fungsi pasar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab IV sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi disiplin

Penelitian ini bertujuan tujuannya yaitu untuk mengetahui pengaruh bimbingan rohani Islam terhadap penurunan tingkat kecemasan ibu-ibu hamil anak pertama di Rumah

Program Pembelajaran Individual (PPI) dengan menggunakan metode chaining baik yang forward maupun backward , dan total task presentation efektif untuk diterapkan pada

Sebagai mitra dakwah, mereka (anak-anak) harus bisa membedakan tentang baik buruknya perilaku, dalam hal ini orang tua harus bisa mendampingi dan memberikan pengarahan