• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Irigasi Padi SRI

Tujuan utama irigasi adalah untuk mensuplai air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Pada budidaya padi SRI umumnya menggunakan irigasi intermittent yang didasarkan pada fase pertumbuhan tanaman dan kondisi cuaca tempat budidaya. Sehingga proses aerasi pada daerah perakaran dapat berjalan dengan baik dan tentunya akan meningkatkan jumlah anakan dan mendukung aktivitas mikroorganisme di daerah perakaran dan pada akhirnya meningkatkan produksi. Menurut Kalsim et al. (2007), pengelolaan air di petakan SRI di Jawa Barat pada prinsipnya dibagi dalam 5 fase, yaitu fase awal, vegetatif-anakan, pembungaan, pengisian bulir sampai masak susu, dan pematangan bulir sampai panen. Irigasi diberikan dalam kondisi macak-macak (0 – 5 mm), sedangkan untuk penyiangan gulma dilakukan 3 – 4 kali dalam satu musim tanam dengan tinggi genangan 20 mm.

2.1.1. Neraca Air Padi Sawah

Konsep neraca air dapat digunakan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Secara garis besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air. Di lahan padi sawah beririgasi, komponen-komponen yang mempengaruhi neraca air adalah inflow (irigasi dan hujan) dan outflow (drainase, perkolasi, seepage, evapotranspirasi, dan surface run off)

Secara umum kesetimbangan air di lahan padi sawah dapat dijabarkan seperti dalam persamaan berikut ini (Khepar et al., 2000) :

H(t) = H(t-1) + R(t)– (ET(t) + P(t) + RO(t)) + Q(t) /1/

dimana,

H(t) = kedalaman genangan air di sawah pada saat hari ke-t (mm)

(2)

Q(t) = Jumlah air irigasi (+) atau drainase (-) yang pada hari ke-t (mm)

ET(t) = Evapotranspirasi tanaman (mm)

P(t) = jumlah air yang hilang melalui perkolasi (mm)

RO(t) = aliran permukaan yang terjadi di lahan sawah, jika ada (mm)

t = perioda waktu

2.1.2. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terdiri dari dua proses, yaitu proses menguapnya air dari tanah (evaporasi) dan proses menguapnya air dari tajuk tanaman (transpirasi). Karena sulit untuk dibedakan, proses evaporasi (E) dan transpirasi (T) dirumuskan sebagai satu kesatuan sebagai evapotranspirasi (ETc). Menurut Allen et.al. (1998) kebutuhan air tanaman dirumuskan dalam bentuk :

ETc = ETo x Kc /2/

dimana, ETc : evapotranspirasi tanaman potensial (mm/hari), ETo : evaporasi tanaman acuan (mm/hari), Kc : koefisien tanaman.

ETo merupakan evapotranspirasi tanaman acuan yaitu rumput setinggi 10 cm yang tumbuh subur dan tidak kekurangan air. ETo hanya bergantung kepada faktor iklim, oleh karena itu telah banyak dikembangkan rumus-rumus pendekatan untuk menghitung ETo yang umumnya berupa rumus-rumus empiris berdasarkan kondisi yang ada di lapangan.

2.1.3. Limpasan Permukaan (Run off)

Run off (RO) akan terjadi pada suatu hari di lahan jika tinggi genangan air

(height of ponding / H) pada hari ke-t telah melampaui tinggi tanggul limpasan / HL (height of levee). Pada sawah biasanya terdapat tanggul limpasan dengan tinggi tertentu dari permukaan lahan sesuai dengan keinginan petani. Sehingga jumlah RO dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan di bawah ini :

RO(t) = H(t) – HL /3/

dimana, H(t) = tinggi genangan air pada hari akhir ke-t (mm); HL = height of levee

(3)

2.2. Pintu Air

Pintu air (gate, sluice) merupakan sebuah bangunan struktur hidrolik yang biasa dibangun memotong tanggul saluran/sungai yang berfungsi sebagai pengatur aliran air untuk irigasi dan drainase, penyadap dan pengaturan lalu lintas air (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984). Namun begitu, pintu air dapat digunakan dengan baik untuk keperluan pengukuran debit.

Pintu air yang umum digunakan di Indonesia adalah jenis pintu sorong dengan sistem mekanik ke atas (vertical lift) dengan tipe gate dan sluice. Jenis ini umumnya digunakan untuk mengatur muka air dan laju aliran di saluran. Mekanisme pengangkatan pintu yang naik dan turun menjadikannya lebih simpel (mudah) untuk dioperasikan bagi seorang juru pengairan secara manual, dengan sistem mekanik (worm gear atau rack and pinion drive) atau secara elektrik (otomatis).

2.2.1. Kondisi Aliran

Kondisi aliran air yang melalui bawah pintu (undershot) akan mengalami dua jenis aliran yang berbeda, yaitu kondisi aliran bebas (free flow condition) dan aliran tenggelam (submerged flow condition) seperti pada Gambar 1. Kondisi aliran bebas terjadi apabila sebuah lompatan hidrolik (hydraulic jump) terjadi di bagian hilir pintu, sedangkan aliran tenggelam terjadi apabila muka air di hilir pintu lebih besar dari pada tinggi muka air di bawah pintu. Biasanya sering terjadi di dalam saluran tertutup yang kecil.

Gambar 1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow)

Dalam penelitian ini tidak akan dilakukan kajian tentang penentuan jenis aliran ini secara mendalam, tetapi cukup menggunakan beberapa formula atau

(4)

teori yang telah dikembangkan sebelumnya, seperti formula yang dikembangkan oleh Swamee (1992) seperti berikut :

Free flow : 72 . 0 3 3 1 0.81       ≥ l h h h /4/ Submerged flow : 72 . 0 3 3 1 3 0.81       < < l h h h h /5/

dimana, h1 : tinggi muka air di hulu pintu, h3 : tinggi muka air di hilir pintu, dan l :

bukaan pintu.

2.2.2. Perhitungan Debit Aliran

Perhitungan debit aliran yang mengalir di bawah pintu (undershot) bukanlah perkara yang mudah. Secara teori, memang aliran ini dapat dihitung menggunakan formula apabila telah diketahui koefisien kontraksi yang terjadi pada pintu tersebut. Persamaan umum perhitungan debit klasik secara umum adalah sebagai berikut :

1 . . 2 . . .w b g h C Q = d /6/

dimana Cd : koefisien pengaliran, w : bukaan pintu (m), b : lebar saluran, g :

percepatan gravitasi (9,81 m/det2), dan h1 : tinggi aliran di hulu pintu (m), dan Q :

laju aliran (m3/det).

Nilai koefisien pengaliran (Cd) merupakan suatu fungsi dari koefisien

kontraksi (Cc), lebar saluran (b), tinggi muka aliran di hulu pintu, dan jenis aliran.

Berikut ini adalah persamaan penentuan nilai Cd untuk aliran free flow yang

digambarkan seperti dalam persamaan berikut :

η + = 1 c d C C ; dimana 1 . h b Cc = η /7/

nilai Cc akan bervariasi tergantung dari besaran bukaan pintu, bentuk daun pintu

yang digunakan, kedalaman aliran air di hulu dan jenis aliran (Lin et al., 2002). Rajaratnam dan Subramanya (1967) menyatakan bahwa untuk aliran free flow, penentuan debit aliran bawah pada pintu sorong ditetapkan dengan persamaan berikut :

(5)

) ( 2 g h1 C w b w C Q= dc /8/

Rajaratnam dan Subramanya (1967) menyatakan telah menetapkan nilai Cc untuk

rumus aliran bawah pada pintu bentuk persegi sebesar 0,61, dengan nilai Cd akan

linier pada saat nilai w/h1 < 0,3, dan nilai Cd dihitung dengan rumus Cd = 0,0297 x w/h1 + 0,585.

Sementara itu, Swamee (1992) telah menetapkan nilai Cd untuk aliran free flow adalah sebagai berikut :

1 . 0 1 1 k c d w k h w h C C       + − = /9/

Swamee (1992) melaporkan bahwa berdasarkan hasil eksperimen untuk pintu sorong berbentuk persegi dengan nilai Cc sebesar 0,611, memiliki nilai konstanta

k0 dan k1 sebesar 15 dan 0.072 dengan nilai Cd sesuai dengan Nomogram Henry,

yaitu akan memiliki nilai Cd maksimum yang konstan sebesai 0,611.

Untuk menghasilkan rancang bangun pintu air irigasi yang mampu mengatur dan mengukur aliran air, maka nilai koefisien dari Cd dan Cc harus

diperhatikan dan diharapkan mampu ~ 1. Nilai koefisien yang mendekati 1, diharapkan mampu meningkatkan tingkat akurasi perhitungan debit di lapangan. Pada model Crump-de Guyter telah dikembangkan pintu air dengan tambahan tonjolan pintu berbentuk ¼ lingkaran pada bagian ujung bawah, yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai koefisien Cc dan Cd mendekati 1. Oleh

karena itu pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengembangan otomatisasi irigasi dapat dilakukan dengan baik dan mudah apabila pintu air sendiri memiliki tingkat akurasi dalam pengaturan dan pengukuran air dengan baik.

2.2.3. Perhitungan Beban Pintu dan Pengangkat

(a) Pembebanan Pintu

Pada pintu sorong tekanan air diteruskan ke sponeng, dan pada pintu radial ke bantalan pusat. Apabila suatu benda berada di dalam zat cair yang diam, maka akan mengalami gaya hidrostatik yang diakibatkan oleh tekanan zat cair. Tekanan tersebut bekerja tegak lurus terhadap permukaan benda. Gaya hidrostatik yang

(6)

bekerja pada benda tersebut, dipengaruhi oleh bentuk permukaan benda. Gaya hidrostatik pada bidang datar tegak (Gambar 2), dapat ditentukan sebagai berikut

F = g h2 B 2 1 ρ /10/ h at 3 2 = /11/

dimana, F : gaya hidrostatik, at : titik tangkap gaya hidrostatik diukur dari

permukaan air, h : kedalaman air, dan B : lebar bidang yang ditinjau tegak lurus bidang Gambar.

Gambar 2. Gaya Hidrostatik Pada Bidang Datar Tegak

(b) Alat Pengangkat

Alat pengangkat dengan stang biasanya dipakai untuk pintu-pintu lebih besar. Untuk pintu-pintu yang dapat menutup sendiri, karena digunakan rantai berat sendiri atau kabel baja tegangan tinggi. Pemilihan tenaga manusia atau mesin tergantung kepada ukuran dan berat pintu, tersedianya tenaga listrik, waktu

eksploitasi, mudah/tidaknya eksploitasi, dan pertimbangan-pertimbangan

ekonomis. Perhitungan gaya pengangkatan pintu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : L b h g W b T f F = c+ +ρ 1 c /12/

dimana, F : gaya angkat yang diperlukan (N), f : koefisien gesekan (0.6 pada saat akan diangkat, dan 0.3 pada saat pintu sedang diangkat/berjalan), T : luas pembebanan/segitiga (kg/det2), bc : lebar pintu (m), W : berat pintu (N), ρ : berat

jenis air (1000 kg/m3), h1 : tinggi muka air (m), dan L : lebar weir (jika memiliki

ambang lebar pada pintu tersebut)

z=0 F p= ?.g.h z=-h h at B p = ρ.g.h

(7)

2.3. Kontrol Fuzzy

Pembuatan kontrol dengan logika fuzzy secara ringkas adalah menghitung error dan beda error, fuzifikasi, menentukan aturan kontrol (matrik keputusan) dan menghitung nilai maksimum, dan defuzikasi (Gambar 3). Besaran yang berpengaruh pada sistem kontrol fuzzy adalah error (Er) yang merupakan selisih antara set point dengan kondisi aktual, dan beda error (dEr) yang merupakan selisih antara error dengan error sebelumnya. Pada sistem kontol logika fuzzy diharapkan bahwa keluaran tidak memiliki lewatan (overshot) dan waktu yang seminimal mungkin untuk mencapai set point.

Gambar 3. Skema Sistem Kendali Fuzzy

Teknik logika fuzzy telah banyak diaplikasikan dalam sistem kontrol otomatis. Setiawan dan Saptomo (1996), Iskandar et al., (1999), Setiawan et al., (2001), Setiawan et al., (2002) , Saptomo et al., (2004), dan Arif et al., (2009) melaporkan bahwa simulasi pengendalian tinggi muka air tanah dengan algoritma logika fuzzy dapat menstabilkan level air pada kedalaman yang diinginkan (set point yang direncanakan) pada keadaan pemberian air yang berfluktuasi pada kondisi batas yang ditentukan. Iskandar et al. (1999) telah mengembangkan bidang polar sistem kendali fuzzy sederhana untuk keperluan irigasi dan drainase.

2.4. Material Komposit

Smith dan Jayad (2006) menyatakan bahwa bahan komposit merupakan sebuah sistem material yang tersusun atas kombinasi dari dua atau lebih bahan penyusun mikro atau makro dengan lapisan pemisah diantara mereka yang berbeda dalam bentuk maupun susunan kimiawinya dan tidak larut/dapat dipecahkan secara esensial antara satu dengan bahan penyusun lainnya. Beberapa jenis bahan komposit yang penting dalam dunia keteknikan dan kehidupan kita adalah beton, fiberglass (fibre-reinforced plastics), aspal, kayu, dan sebagainya.

(8)

2.4.1. Beton Serat (fiber-concrete)

Beton serat atau fibre concrete adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 µm, dan panjang sekitar 25 – 100 mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk, bambu), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja. Maksud utama penambahan serat ke dalam beton adalah untuk :

- Menambah kuat tarik, karena beton merupakan bahan yang memiliki kuat tarik yang rendah

- Menambah daktilitas, karena beton merupakan bahan yang getas, dan - Menambah ketahanan terhadap retak.

Jika serat yang digunakan mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada beton, misalnya kawat baja, maka beton serat akan mempunyai kuat tekan, kuat tarik, maupun modulus elastisitas yang sedikit lebih tinggi dari pada beton biasa. Ernawati (1998) dalam Tjokrodimuljo (2007) menyatakan bahwa peningkatan kandungan serat berdampak terhadap meningkatnya kuat tarik lentur dan daktilitas tetapi tidak meningkatkan kuat tekannya. Beton serat bersifat lebih tahan benturan dan lenturan, maka cocok dipakai pada landasan pesawat udara, jalan raya, lantai jembatan. Sehingga bila dilihat dari sifat beton serat ini, maka beton serat memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan daun pintu irigasi.

2.4.2. Fibreglass

Fiberglass adalah bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia (bahan komposit) yang bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu. Bahan ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan bahan lainya (seperti logam), diantaranya: ringan; mudah dibentuk; memiliki kekuatan yang tinggi (tergantung rasio beratnya); memiliki stabilitas dimensi yang baik; tahan terhadap panas, dingin, lembab, dan korosi; sebagai bahan insulasi listrik yang baik; dan murah (Smith dan Jayad, 2006). Pada Tabel 1 disajikan beberapa sifat-sifat bahan serat untuk sebagai bahan campuran untuk pembuatan fibreglass /reinforced fibreglass

(9)

Tabel 1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss

Sifat Mekanik Bahan Glass (E)

Carbon (HT)

Aramid (Kevlar 49) Tensile strength, ksi (Mpa) 450 (3.100) 500 (3.450) 525 (3.600) Tensile Modulus, Msi (Gpa) 11,00 (76) 33 (228) 19 (131)

Elongation at break (%) 4,50 1,6 2,80

Density (g/cm3) 2,54 1,8 1,44

Jenis Fiberglass reinforcements untuk plastik adalah fiberglass yarn (bentuk rajutan benang), woven fabric of fiberglass yarn (lembaran),

continous-strand roving, dan woven roving. Sedangkan untuk fiberglass reinforcing mats

adalah continous-strand mat, surfacing mat, chopped-strand mat, dan kombinasi

woven roving dengan chopped-strand mat. Pada Gambar 4 disajikan dua jenis

serat gelas yang ada di pasaran.

Gambar 4. Jenis Fiberglass Reinforcement untuk Plastik

Untuk membentuk menjadi sebuah fiberglass atau glass fiber reinforced plastic memerlukan liquid, yaitu plastiknya (matrix). Jenisnya ada banyak, namun yang umum dipakai adalah polyester dan epoxy resin.

Gambar

Gambar 1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow)
Gambar 2. Gaya Hidrostatik Pada Bidang Datar Tegak
Gambar 3. Skema Sistem Kendali Fuzzy
Tabel 1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss

Referensi

Dokumen terkait

diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “ Analisis Perhitungan Beban Penyusutan Aset Tetap dan Dampaknya Terhadap Sisa Hasil Usaha pada KPRI

Tujuan khusus penelitian; (1) mengetahui konsepsi pemasaran pendidikan berbasis teknologi informasi (2) mengetahui peran manajemen kepala sekolah dalam

Secara sederhana penerjemahan dapat diartikan sebagai kegiatan pemindahan suatu maksud yang terkandung dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain dengan tetap

We knew that we needed to be better prepared — both to know what could fail but also what that failure looks like, what to do in case of failure, and to make sure that we as a

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa media sosial yang sering digunakan adalah Instagram yaitu dengan persentase sebesar 87% dari 31 responden, 58% menggunakan Whatsapp, dan

Menurut Greenberg (2010), pelanggan atau customer adalah individu atau kelompok yang terbiasa membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan keputusan mereka atas

Hal ini sesuai dengan pendapat Pace, bahwa pengaruh komunikasi akan bergabung dengan berbagai cara untuk mengembangkan suatu kepercayaan dan konsep diri, motif, dan

Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah: “pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi