• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD 2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran IPA SD

IPA atau yang disebut Ilmu Pengetahuan Alam dalam arti sempit merupakan ilmu yang terdiri dari ilmu fisik dan ilmu biologi. Seperti pendapat dari Usman Samatowa (2010 : 3), menyatakan bahwa IPA dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman, yaitu orde observasi yang didasarkan hasil observasi terhadap gejala dan konseptual yang didasarkan pada konsep-konsep manusia mengenai alam. IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Menurut Sutrisno (2007 : 1.19) IPA merupkan suatu usaha manusia memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar, sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul dan menjadi produk. Penjelasan ini mengandung maksud bahwa IPA selain menjadi sebagai produk juga sebagai proses. IPA sebagai produk yaitu pengetahuan manusia dan sebagai proses yaitu bagaimana mendapatkan pengetahuan tersebut. Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari (2006 : 7) pengertian IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan teori diatas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu untuk memahami alam semesta yang diperoleh melalui pengamatan dengan prosedur yang benar.

Pendidikan IPA bagi siswa bermanfaat untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, karena lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar

(2)

9

secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2006 : 33). Mata pelajaran IPA di SD adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Sang pencipta. Menurut KTSP Standar Isi 2006, latar belakang dari Pembelajaran IPA adalah Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran IPA mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan manusia pada umumnya. Karena dengan adanya pembelajaran IPA ini, manusia akan termotivasi untuk melakukan penemuan dan inovasi untuk menunjang kehidupannya.

Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

(3)

10

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ilmu Pengetahuan Alam dalam mata pelajaran di SD, lebih menekankan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Salah satu tujuan mata pelajaran IPA di SD adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Menurut Sulistyorini (2007 : 39) IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA SD adalah program untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA siswa dalam mempelajari diri sendiri dan alam sekitar baik biotik maupun abiotik melalui rasa ingin tahu dan pengamatan langsung yang menjadi suatu proses penemuan dari berbagai jenis di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD

Mata pelajaran IPA di SD dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, termasuk ke dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran

(4)

11

pada SD lebih untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap tahun pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Kompetensi dasar merupakan sejumlah kecakapan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai penunjuk penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran (Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang Standar Proses). Standar kompetensi mata pelajaran IPA atau sains di SD adalah, a) Mampu bersikap ilmiah dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bertanya, bekerjasama, dan peka terhadap makhluk hidup dan lingkungannya; b) mampu menerjemahkan perilaku alam tentang diri dan lingkungan disekitar rumah dan sekolah; c)mampu memahami proses pembentukan ilmu dan melakukan penemuan melalui pengamatan dan sesekali melakukan penelitian sederhana dalam lingkup pengalamannya; d) mampu memanfaatkan IPA atau sains dan merancang atau membuat produk teknologi sederhana dengan menerapkan prinsip dan mampu mengelola lingkungan disekitar rumah dan sekolah serta memiliki saran dan usul untuk mengatasi dampak negatif teknologi disekitar rumah dan sekolah.

Dibawah ini merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk Ilmu Pengetahuan Alam kelas 3 semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya

(5)

12 cara gerak benda, mengemukakan gagasan tentang arti energi, sumber energi, pengaruh dan

kegunaannya dalam

kehidupan sehari-hari, serta menerapkan

pengetahuannya tentang konsep energi gerak.

bahwa gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukurannya serta mengkaitkan antara gerak benda dengan kegunaanya.

3.2 Mengidentifikasi dari hasil pengamatan tentang pengaruh energi dalam kehidupan sehari-hari (panas, gerak, getaran) dan mendeskripsikan arti energi.

3.3 Mengidentifikasi sumber energi dan penggunaannya serta menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari.

3.4 Merancang dan membuat kincir angin untuk menunjukkan bentuk energi angin dapat diubah menjadi energi gerak.

Bumi dan Alam Semesta 4. Memahami penampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta saling keterkaitan antara permukaan bumi, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4.1Mendeskripsikan penampakan permukaan bumi (darataan dan sebaran air).

4.2 Mengaitkan antara keadaan awan dan cuaca serta mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia.

4.3 Mencari informasi berbagai cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam.

Dalam standar kompetensinya aspek kerja ilmiah bukanlah bahan ajar, melainkan cara untuk menyampaikan bahan pembelajaran. Oleh

(6)

13

karena itu, aspek kerja ilmiah terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan kegiatan dalam aspek ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, artinya perlu mengikuti seluruh aspek pada setiap kegiatan. Aspek kerja ilmiah tersebut disusun untuk kelas I dan II, kelas II dan IV, serta kelas V dan VI.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA SD

Pembelajaran menurut Sagala (2010 : 61) adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran berlangsung melalui komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar yang tidak dapat berlangsung hanya dalam satu arah, melainkan dari berbagai arah, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada. Menurut Sudjana (2014 : 34) pembelajaran berupaya mengubah siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan akan memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah laku yang baik. Dengan demikian pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat berpikir serta bertindak secara ilmiah.

IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2010 : 12) menyatakan bahwa siswa mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.

(7)

14

Menurut Sulistyorini (2007 : 8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar harus didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantungpada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk IPA.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran IPA, siswa tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta dan konsep-konsep IPA yang dihafal, tetapi siswa dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam. Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di lingkungannya. Siswa dapat memahami dan membangun konsep-konsep dasar IPA dari pengetahuan awal yang dimiliki dengan pengetahuan baru untuk menangkap suatu

(8)

15

masalah dan menjelaskan makna pembelajaran dengan menggunakan konsep yang dipahami. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa tingkat sekolah dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

2.1.1.4 Penilaian IPA SD

Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Nilai pada dasarnya adalah ukuran yang menentukan atau kriteria sesorang tentang baik maupun tidak baik, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, sehingga sebagai standar perilaku seseorang menurut Sanyaja (2007 : 272). Penilaian menurut Purwanti (2008 : 4) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu peristiwa. Penilaian meliputi pengumpulan informasi melalui berbagai teknik penilaian dan membuat keputusan berdasar hasil penilaian tersebut. Penilaian memberi informasi pada guru tentang prestasi siswa terkait dengan tujuan pembelajaran. Dengan informasi ini, guru membuat keputusan berdasar hasil penilaian mengenai apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan metode pembelajaran dan memperkuat proses belajar siswa.

Penilaian mengukur seberapa jauh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dicapai oleh siswa. Selain melengkapi proses belajar mengajar, penilaian juga memberi umpan balik formatif dan sumatif pada guru, siswa, sekolah dan orang tua siswa.

a. Penilaian memberi umpan balik kepada siswa, yang memungkinkan mereka untuk menyadari kekuatan dan kelemahan mereka. Melalui penilaian, siswa dapat memantau kinerja dan kemajuan mereka. Ia juga menunjukkan arah yang ditempuh untuk berkembang lebih jauh.

b. Penilaian member umpan balik kepada guru, yang memungkinkan mereka memahami kekuatan dan kelemahan

(9)

16

siswa mereka. Ia juga member informasi mengenai prestasi belajar siswa juga keefektifan pembelajaran yang dilakukan guru.

c. Penilaian member umpan balik kepada sekolah. Informasi yang diperoleh memudahkan penempatan siswa dalam kelompok yang sesuai, dan kenaikan kelas siswa. Ia juga memungkinkan sekolah meninjau kefektifan program instruksional sekolah Penilaian member umpan balik kepada orang tua siswa, yang menungkinkan mereka memantau kemajuan dan prestasi anak mereka melalui informasi yang diperoleh.

Bentuk-bentuk penilaian untuk mata pelajaran IPA yang dapat digunakan untuk mengukur ketiga aspek diatas adalah sebagai berikut : 1. Penilaian Tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis (paper and pencil test). Tes tertulis menurut Slameto (2015 : 234) merupakan tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk jawaban, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan sejenisnya. Tes tertulis meliputi soal bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, isian, jawaban singkat dan uraian.

Penyusunan soal tes tertulis memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dilihat dari segi materi, konstruksi, maupun bahasa, dan menuntut penalaran yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan guru dengan cara:

a. Materi yang ditanyakan mengukur perilaku pemahaman, penerapan, sintesis,analisis, atau evaluasi. Perilaku ingatan juga diperlukan namunkedudukannya adalah sebagai langkah

(10)

17

awal sebelum peserta didik dapatmengukur perilaku yang disebutkan di atas.

b. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus), misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan seperti kasus, contoh, tabel dan sebagainya.

c. Mengukur kemampuan berpikir kritis.

d. Mengukur keterampilan pemecahan masalah. 2. Penilaian Kinerja

Menurut Purwanti (2008 : 5.21) penilaian kinerja atau yang disebut penilaian perbuatan dilakukan untuk menilai tugas-tugas yang dilakukan oleh siswa. Penilaian kinerja menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan kinerjanya. Penilaian ini dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Cara penilaian ini dianggap lebih autentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Untuk mata pelajaran IPA, penilaian semacam ini dapat dilakukan melalui kegiatan seperti pengujian/penelitian, melakukan percobaan-percobaan, dan lain-lain. Dalam penilaian kinerja perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

a. Identifikasi langkah-langkah kinerja yang diharapkan sesuai dengan tuntutan kompetensi.

b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.

c. Upayakan kemampuan yang dinilai tidak terlalu banyak agar dapat diamati.

d. Kemampuan yang dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang diamati.

Penilaian kemampuan kinerja dapat dilakukan dengan cara yang paling sederhana yaitu menggunakan:

(11)

18

a. daftar cek (checklist). Pada penilaian ini peserta didik mendapat nilai apabila kriteria penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya bisa memilih dua pilihan absolut yaitu teramati atau tidak teramati, jika tidak dapat diamati maka peserta didik tidak memperoleh nilai (tidak ada nilai tengah);

b. skala rentang (rating scale). Pada penilaian ini memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinu dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Penilaian sebaiknya dilakukan lebih dari satu penilai untuk menghindar subjektivitas.

3. Penilaian Proyek

Penilaian projek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu kegiatan investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Kegiatan ini umumnya dilakukan dalam bentuk kelompok kecil, tapi tidak menutup kemungkinan menjadi tugas perorangan.

Penilaian bentuk ini dilakukan sejak perencanaan, proses selama pengerjaan tugas, sampai hasil akhir projek. Untuk itu guru perlu menetapkan tahapan yang akan dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, menyiapkan laporan tertulis. Penilaian projek dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek ataupun skala rentang.

4. Penilaian Produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir, namun juga proses pembuatannya. Pengembangan produk meliputi 3 tahap dan dalam setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:

(12)

19

a. Tahap persiapan meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.

b. Tahap pembuatan (produk) meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menyeleksi, menggunakan bahan, alat dan teknik.

c. Tahap penilaian meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik membuat produk sesuai dengan yang diharapkan. 5. Penilaian Sikap/Karakter

Penilaian sikap dalam mata pelajaran IPA dapat dilakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap antara lain: sikap terhadap mata pelajaran, guru mata pelajaran, proses pembelajaran, materi pembelajaran, dan sikap-sikap yang berhubungan nilai-nilai yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi tertentu.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan penggunaan skala sikap. Ada beberapa model skala yang dikembangkan oleh pakar psikologi untuk mengukur sikap di antaranya Skala Diferensiasi Semantik dan Skala Likert. Petunjuk pengerjaan skala sikap harus selalu disertakan untuk memudahkan peserta didik mengerjakan, termasuk pernyataan bahwa tidak ada jawaban benar atau salah dan tidak memberi pengaruh terhadap nilai mata pelajaran.

6. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi berupa karya peserta didik, lembar jawab tes yang menunjukkan soal yang mampu dan tidak mampu dijawab atau informasi yang berkaitan dengan informasi tertentu. Sehingga penilaian ini menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam Portofolio berupa kumpulan dokumen dan hasil karya beserta catatan perkembangan belajar

(13)

20

peserta didik yang disusun secara sistematis, yang bertujuan untuk mendukung belajar tuntas. Hasil karya yang dimasukkan ke dalam bundel portofolio dipilih yang benar-benar dapat menjadi bukti pencapaian suatu kompetensi. Setiap hasil karya dicatat dalam jurnal atau sebuah format dan ada catatan guru yang menunjukkan tingkat perkembangan sesuai dengan aspek yang diamati. Komponen penilaian portofolio meliputi: Catatan guru, hasil pekerjaan peserta didik, dan profil perkembangan peserta didik.

2.1.2 Model Pembelajaran

Model pembelajaran menurut Trianto (2011 : 23) adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dan untuk menentukan perangkta-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Menurut Sudjana (2006 : 141) model pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi yang menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar siswa tidak jenuh dalam proses belajar yang berlangsung. Sedangkan menurut Suprijono (2013 : 46) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Berdasarkan pengertian yang sudah dipaparkan oleh beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran atau informasi kepada siswa dalam proses pembelajaran guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran juga tidak harus terpaku hanya pada model tertentu, tetapi harus bervariasi dengan mempertimbangkan karakteristik siswa.

(14)

21 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untu mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok menurut Rohman (2009 : 186). Pembelajaran kooperatif menurut Suyatno (2011 : 15) adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep dan menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran. Menurut Sugiyanto (2010 : 37) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Agus Suprijono (2013 : 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Menurut Slavin (2015 : 4) pembelajaran kooperatif merujuk berbagai metode pengajaran yang siswanya bekerja secara kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan saling berargumen dalam mempelajari mata pelajaran.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam

(15)

kelompok-22

kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga semua anggota kelompok dapat saling belajar maksimal. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Talking Stick 2.1.4.1 Pengertian Talking Stick

Talking Stick atau yang biasa disebut dengan tongkat bicara, merupakan model yang digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang bicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum atau pertemuan antar suku. Suku-suku Indian telah menggunakan tongkat berbicara selama berabad-abad untuk digunakan sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Kalangan dewan sering menggunakan tongkat berbicara untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya, sehingga tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick digunakan sebagai tanda seseorang yang mempunyai hak suara (berbicara) untuk mengemukakan pendapatnya yang diberikan secara bergiliran/bergantian.

Slavin (2015 : 114) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe talking Stick merupakan suatu cara

(16)

23

yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.

Sedangkan menurut Huda (2014 : 225) menyatakan bahwa Talking Stick merupakan model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Talking Stick mampu menguji kesiapan siswa, melatih ketrampilan dalam membaca dan memahami materi dengan cepat, mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apapun. Widodo (2009) mengemukakan bahwa talking stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran dengan diiringi musik. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran talking stick merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menggunakan sebuah tongkat yang berputar diiringi musik sebagai alat penunjuk giliran yang memberikan kesempatan siswa untuk berbicara maupun mengutarakan pendapatnya serta bekerja sama dengan orang lain, sehingga pembelajaran dapat mengoptimalisasikan partisipasi siswa, membuat siswa lebih aktif dan lebih siap dalam pembelajaran.

2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Talking Stick

Metode talking stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu:

(17)

24

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2. Pembentukan kelompok dipilih secara heterogen dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,sedang dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan anggota yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat. Selanjutnya masing-masing kelompok berdiskusi untuk mempelajari materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Dalam kelompok saling belajar bersama, saling menanya dan menjawab untuk melatih kesiapan saat menjawab soal. Kemudian tongkat diberikan ke salah satu siswa dan berputar diiringi musik.

Bagi siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru. Kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua anggota kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

2.1.4.3 Langkah-langkah (Sintaks) Model Pembelajaran Talking Stick Menurut Zainal Aqip (2014:26), menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD. 2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.

3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.

(18)

25

4. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mempersiapkan diri menjawab pertanyaan guru.

5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa dengan diiringi musik, siswa yang memegang tongkat saat musik berhenti akan mendapat pertanyaan dari guru, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka musik dimulai lagi dan tongkat mulai berputar lagi. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. 6. Guru memberikan kesimpulan.

7. Evaluasi.

Dengan demikian sintak pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan tongkat, menyampaikan materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa diiringi oleh musik, saat musik berhenti siswa yang memegang tongkat menjawab pertanyaan dari guru, begitu seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

Sintak secara keseluruhan adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyimpulan, refleksi dan evaluasi.

2.1.4.4 Analisis komponen-komponen Model Pembelajaran Talking Stick

Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model,

(19)

26

serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran Talking Stick yaitu sebagai berikut.

1. Sintakmatik

Menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:318) sintagmatik atau struktur model pembelajaran Talking Stick menyatakan bahwa tahap pertama menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan memotivasi siswa belajar.

Tahap kedua, menyajikan informasi. Guru menyajikan sebuah masalah atau pertanyaan yang membuat siswa berpikir aktif. Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui penayangan video/gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu keadaan cuaca dan pengaruhnya bagi kehidupan manusia, masalah disajikan dalam bentuk percobaan.

Tahap ke tiga, mengorganisir siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Tahap ke empat, membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi.setelah selesai mempelajari materi, siswa menutup bukunya. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus

(20)

27

menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru. Tahap ke lima, evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap ke enam, memberikan penghargaan. Guru memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

2. Prinsip Reaksi

Peran guru dalam model Talking Stick ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai seorang konselor akademik.

3. Sistem sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran ini menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan diatur oleh suatu kesepakatan yang dikembangkan, atau paling tidak divalidasi oleh pengalaman kelompok dalam batas dan hubungan terhadapfenomena rumit yang kemudian dijelaskan oleh seorang guru sebagai sebuah objek pembelajaran. Lebih singkatnya sistem sosial dalam model ini berlandaskan pada proses demokrasi dan keputusan kelompok, dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan. Siswa maupun guru mempunyai status yang sama namun peran yang berbeda. Atmosfer merupakan salah satu alasan dan negosiasi. Sistem sosial dalam kegiatan diskusi pengaruh cuaca bagi kehidupan manusia berupa sikap saling menghargai pendapat yang dikemukakan oleh setiap anggota kelompok, dan kerja sama dalam melakukan diskusi gaya dan

(21)

28

energi. Sehingga melalui kegiatan kelompok tersebut, diharapkan akan muncul sikap demokratis, kooperatif dan bertanggung jawab

(Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323).

Adapun daya dukung dan dampak intruksional sebagai berikut: 1. Daya dukung

Sistem pendukung dalam model Talking Stick ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya. Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang macam-macam cuaca dan pengaruhnya dibutuhkan gambar maupun video macam-macam cuaca dan pengaruhnya bagi kegiatan manusia.

2. Dampak instruksional dan dampak pendukung

Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional dalam model Talking Stick secara umum adalah:

a. Proses dan pengelolaan kelompok efektif

Model Talking Stick diharapkan dapat menciptakan proses berkelompok dan pengelolaannya secara efektif, artinya proses dalam membentuk kelompok tidak dilakukan secara sembarangan tetapi berdasarkan minat anggota kelompok. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dapat berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan

Para konstruktivis mempunyai pandangan bahwa pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh

(22)

29

guru/pengajar, tetapi mau tidak mau harus dibangun dan dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon informasi dalam lingkungan pendidikan. Oleh karena itu dengan penerapan model Talking Stick ini diharapkan dapat membiasakan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi dalam kelompoknya bukan berdasarkan penyampaian informasi oleh guru secara konvensional.

c. Disiplin dalam pengumpulan tugas

Melalui proses kerjasama dalam kelompok diharapkan adanya kedisiplinan dan tanggung jawab dari masing-masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok ikut berpartisipasi aktif dalam diskusi yang dilakukan.

Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA dengan materi cuaca dan pengaruhnya bagi manusia melalui model pembelajaran Talking Stick adalah kemampuan mengindentifikasi kondisi cuaca, kemampuan menyebutkan keadaan cuaca yang akan terjadi berdasarkan keadaan langit, kemampuan menggambarkan sederhana simbol yang menunjukkan kondisi cuaca, kemampuan mengidentifikasi kehidupan manusia sesuai dengan keadaan cuaca, dan kemampuan mendeskripsikan kehidupan manusia yang sesuai dengan keadaan cuaca tertentu.

Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi dampak pengiring melalui model Talking Stick diharapkan dapat terbentuk kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga

(23)

30

berusaha untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya, bekerja secara ilmiah dan bertanggung jawab. Selain itu juga diharapkan timbulnya penghargaan terhadap martabat orang lain melalui kerja sama dalam kelompok sehingga timbul anggapan bahwa orang lain juga memiliki kemampuan yang tidak bisa diremehkan, penelitian sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interpretasi personal yang memunculkan harapan dengan diterapkannya model Talking Stick dalam pembelajaran IPA siswa mendapatkan rasa nyaman dalam belajar, sehingga penilaian diri yang positif dapat terbentuk dengan baik.

Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi macam-macam cuaca dan pengaruhnya melalui model Talking Stick adalah demokratis, kerja sama, mandiri, tanggung jawab, komunikatif dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai. Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Talking Stick digambarkan dalam bagan berikut.

(24)

31 Gambar 2.1

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Talking Stick

2.1.4.5 Kelebihan dan Kelemahan Talking Stick

Kelebihan dalam pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut: 1. Melatih peserta didik memahami materi dengan cepat.

2. Menguji kesiapan peserta didik dalam pembelajaran.

3. Peserta didik dilatih untuk berani mengemukakan pendapat. Bertanggung jawab mandiri komunikatif demokratis disiplin grogi Kerja sama kemampuan mengindentifikasi kondisi cuaca kemampuan menyebutkan keadaan cuaca yang akan terjadi berdasarkan keadaan

langit

kemampuan menggambarkan sederhana simbol yang menunjukkan kondisi cuaca

kemampuan mengidentifikasi kehidupan manusia sesuai

dengan keadaan cuaca

Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring Talking Stick kemampuan mendeskripsikan kehidupan manusia yang sesuai

(25)

32

4. Membuat peserta didik lebih giat belajar saat diberi waktu belajar bersama kelompoknya sebelum mendapat giliran tongkat untuk menjawab pentanyaan.

5. Melatih siswa bekerjasama dalam memecahkan suatu masalah. 6. Membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan.

7. Dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri siswa.

Selaian kelebihan terdapat kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick, kekurangan model pembelajaran ini adalah:

1. Membuat siswa senam jantung saat mendapat giliran tongkat. 2. Membuat siswa tegang atau ketakutan akan pertanyaan yang

diberikan oleh guru.

3. Memerlukan ruang yang cukup agar siswa dapat membentuk lingkaran.

2.1.5 Model Pembelajaran Talking Stick dalam Pembelajaran IPA SD Pembelajaran dengan menggunakan model Talking Stick adalah serangkaian aktivitas belajar yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Talking Stick sebagai berikut.

Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Talking Stick

Tahapan Pelaksanaan

Kegiatan guru Kegiatan siswa

Penyempaian kompetensi - Guru menjelaskan Kompetensi Dasar dan materi. - Penyampaian materi tentang cuaca dan pengaruhnya.

- Mendengarkan guru saat menyampaikan tujuan dan materi. - Siswa mendengarkan

guru saat menjelaskan materi.

(26)

33 Pembentukan

kelompok

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen.

- Guru membagi siswa berdasarkan

kelompok belajar yang sudah ada - Guru menunjuk ketua

kelompok

- Guru memberi instruksi pada ketua kelompok untuk memberi penjelasan materi yang

didaptkannya.

Siswa bekerja secara kelompok sesuai aba-aba guru.

- Siswa berkelompok sesuai dengan kelompok belajar.

- Salah 1 siswa dipilih untuk menjadi ketua kelompok.

- Ketua kelompok mendapat aba-aba dari guru mengenai materi dan

menjelaskan kembali kepada anggotanya. Penyajian materi - Guru menyampaikan

materi pokok yang akan dipelajari - Guru memberi kesempatan kepada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi. - Guru memberi

instruksi pada siswa untuk melakukan diskusi membahas masalah yang ada

- Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi pokok. - Siswa mendapat

kesempatann dari guru untuk membaca dan mempelajari materi. - Siswa berdiskusi menyelesaikan masalah yang terdapat dalam wacana.

(27)

34 dalam wacana. Penaman konsep - Guru mengambil

tongkat dan

menjelaskan fungsi dan aturan main.

- Guru memberikan tongkat pada salah satu siswa dengan iringan musik, siswa yang memegang tongkat menjawab pertanyaan dari guru.

- Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai aturan main dan fungsi tongkat.

- Siswa yang pertama kali mendapat tongkat akan

mendapatkan sebuah pertanyaan dan harus menjawabnya, begitu seterusnya. Kesimpulan dan evaluasi - Guru memberikan kesimpulan tentang kegiatan pembelajaran. - Guru memberi kesempatan kepada peserta didik jika ada materi yang kurang jelas. - Guru memberikan penguatan kepada siswa dengan memberikan soal - Siswa membuat rangkuman dari hasil kegiatan

pembelajaran. - Siswa melakukan

tanya jawab pada guru jika ada materi yang kurang jelas.

- Siswa mengerjakan soal-soal dari guru sebagai penguatan.

2.1.6 Pembelajaran Konvensional

2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional menurut Gulo (2004:136) mengemukakan bahwa pembelajaran konvensional atau yang disebut

(28)

35

dengan pembelajaran ceramah masih tetap digunakan dalam startegi belajar mengajar. Pembelajaran ceramah adalah pembelajaran yang paling sederhana dengan menyampaikan pengajaran secara lisan oleh guru kepada siswa dan guru yang mendominasi dalam proses belajar mengajar. Sedangkan menurut Widiantari (2012:24) menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional menyandarkan pada hafalan belaka, penyampain informasi lebih banyak dilakukan oleh guru, siswa secara pasif menerima informasi, pembelajaran sangat abstrak dan teoritis serta tidak bersadar pada realitas kehidupan, memberikan hanya tumpukan beragam informasi kepada siswa, cenderung fokus pada bidang tertentu, waktu belajar siswa sebagaian besar digunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah guru, dan mengisi latihan (kerja individual). Model pembelajaran konvensional sudah biasa diterapkan pada kegiatan sehari-hari di kelas oleh guru, dimana guru sebagai pusat informasi pembelajaran dan siswa hanya duduk diam menerima informasi pembelajaran dari guru. Metode pengajaran secara konvensional lebih menekankan pada tugas guru untuk memberikan intruksi atau ceramah selama proses pembelajaran berlangsung, sementara itu siswa hanya menerima pembelajaran secara pasif.

2.1.6.2 Karakteristik Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. pemerolehan informasi melalui sumber-sumber secara simbolik,

seperti guru atau membaca,

2. pengasimilasian dan pengorganisasian sehingga suatu prinsip umum dapat dimengerti,

3. penggunaan pada prinsip umum pada kasus-kasus sepesifik, 4. penerapan prinsip umum pada keadaan baru,

5. pembelajaran sangat abstrak dan teoritis,

(29)

36

Berdasarkan ciri-ciri diatas, pembelajaran konvensional lebih menekankan pada pemberian informasi dari guru kepada siswa, sehingga pembelajaran lebih terpusat pada guru. Pembelajarannya sangat teoritis yang sumber pembelajarannya lebih banyak bersifat tekstual daripada kontekstual. Pembelajaran konvensioanal lebih terpusat pada guru, karena guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran.

2.1.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Konvensional

Kelebihan yang dimiliki metode pembelajaran konvensional: 1. Menyampaikan informasi secara cepat

2. Membangkitkan minat akan pencarian informasi 3. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar

Adapun kelemahan dari metode pembelajaran konvensional adalah: 1. Tidak semua siswa dapat maksimal dengan model belajar hanya

mendengarkan ceramah

2. Siswa merasa cepat bosan, karena siswa hanya pasif mendengarkan ceramah dari guru

3. Lebih menekankan pada hasil dibandingkan dengan proses 4. Materi yang diperoleh mudah terlupakan.

2.1.7 Hasil Belajar IPA

Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran salah satunya ialah dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar. Hasil belajar menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar tidak haya terbatas pada aspek kognitif tetapi dapat juga dalam aspek afektif dan psikomotorik.

Menurut Hamalik (2010 : 55) berpendapat bahwa hasil belajar tampak dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan yaitu sikap dan keterampilan. Dimyati (dalam Setyorini, 2007 : 9) menyatakan

(30)

37

bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam Setyorini, 2007 : 7) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai bobot atau nilai yang berhasil diraihnya.

Hasil belajar menurut Sudjana (2006 : 22) ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2006 : 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 macam, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Benyamin Bloom yang membagi kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotoris.

Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil/bukti keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari segi kognitif, yaitu melalui tes tertulis maupun lisan, baik tes formatif maupun tes sumatif.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dilaksanakan saat ini.

Hasil penelitian Lisdayanti (2014) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Talking Stick Berbantuan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas V Sd Gugus 4 Baturiti Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif talking stick berbantuan media gambar dengan siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional, untuk taraf signifikansi 5% dengan dk=61, thitung > ttabel yang artinya Ha diterima (thitung = 3,714 ; ttabel = 2,000), artinya nilai rata-rata

(31)

38

hasil belajar IPA siswa kelas V yang dibelajarkan dengan model kooperatif talking stick berbantuan media gambar lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional (78,16>73,90).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Happy Puspitasari (2011). Berdasarkan penelitiannya, terdapat peningkatan hasil belajar dengan menerapkan metode talking stick. Rata-rata hasil belajar setelah menerapkan metode talking stick adalah 88,6, sedangkan rata-rata sebelum menggunakan metode tersebut adalah 65,8.

Penelitian yang dilakukan Pramita (2011) juga menunjukkan bahwa metode talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPA Kelas V SD Negeri Pabelan 01 Kertasura. Tingkat persentase hasil belajar siswa secara klasikal pada pembelajaran siklus I mencapai 68,15%, berada pada kategori cukup. Pada siklus II, tingkat persentase mencapai 86% (berada pada kategori tinggi).

Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2014) menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode talking stick dengan mean (M) = 48,18 termasuk dalam kategori tinggi dan terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan antara kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran dengan metode talking stick berbantuan media audio visual dengan kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional (thitung = 6,99 > ttabel = 2,000).

Penelitian yang dilakukan oleh Made (2014) menunjukkan bahwa model kooperatif tipe talking stick pada hasil uji hipotesis diperoleh thitung = 7,18 sedangkan dengan taraf signifikansi 5% dengan dk = 68 diperoleh ttabel =2,000 sehingga thitung = 7,18 > ttabel (α=0,05,60) = 2,000, maka terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran talking stick berbasis concept mapping pada kelas V SD Gugus IV Kuta Utara.

(32)

39

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2015) dalam penelitiannya didapat hasil analisis data diperoleh t hitung sebesar 2,45 sedangkan dengan menggunakan taraf signifikan 5% dan dk = n1+n2–2 (dk = 39+39-2=76) diperoleh t tabel (α=0,05) sebesar 1,99. Karena t hitung= 2,45 > t tabel(α=0,05)= 1,99, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai rata-rata kelompok eksperimen = 78,41 > nilai rata-rata kelompok kontrol = 73,44. Ini berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick.

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya sehingga dapat diterapkan di dalam kehidupannya sehari-hari. Penemuan pengetahuan sendiri oleh siswa diperoleh melalui pengalaman belajar langsung yang dialami siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya. Selain pengalaman belajar langsung siswa juga membutuhkan suatu teknik belajar yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembelajaran IPA. Konsep-konsep penting tersebut nantinya akan membantu siswa dalam menerapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman belajar langsung ke dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan pembelajaran menggunakan model Talking Stick diharapkan dapat menjadikan siswa lebih mudah memperoleh informasi dan memahaminya, karena siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya melalui kerja sama dalam kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick merupakan suatu pembelajaran dengan menggunakan stick yang digunakan oleh guru apabila akan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Talking Stick ini menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga siswa tidak merasa tegang dalam mengikuti pelajaran. Pelajaran dengan model kooperatif tipe Talking Stick dapat mendorong siswa untuk aktif mengemukakan

(33)

40

pendapatnya, mendorong siswa untuk menguasai setiap materi yang akan berpengaruh pada hasil belajar yang optimal. Pembelajaran ini dirasa lebih efektif karena dengan pembelajaran menggunakan tongkat yang diiringi oleh musik siswa dapat komunikatif dan pembelajaran menyenangkan. Jadi, stick bergulir dengan diiringi musik, apabila musik itu berhenti maka siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawab soal yang diberikan guru.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut.

H0 : Tidak ada pengaruh hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Kalibanteng Kulon 02 Kota Semarang.

Ha : Ada pengaruh hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Kalibanteng Kulon 02 Kota Semarang.

Gambar

Tabel  2.2  Prosedur  Pelaksanaan  Pembelajaran  IPA  dengan  Model  Talking Stick

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi ekonomi di

Disini praktikan membuat 6 buah keadaan lingkungan yang berbeda terhadap paku dalam tabung reaksi, diantaranya yaitu tabung 1 dibiarkan pada udara terbuka, tabung 2 tabung diisi

Dana pada kegiatan usaha pembiayaan untuk skema ini berasal dari pihak lain yang bekerja sama dengan Perusahaan Pembiayaan, terdiri atas Bank, perusahaan pembiayaan sekunder

Sumber Data primer adalah sumber data yang langsung diperoleh dari sumber aslinya, data primer ini berupa observasi langsung terhadap objek penelitian dan wawancara dengan staf

mencipta yang terdapat pada tugas-tugas pada setiap kegiatan dengan kurikulum 2013. Penyesuaian kompetensi pengetahuan dilakukan peneliti dengan

Hal ini tampak dari aspek mengidentifikasi pendapat ilmiah yang valid (58%), memahami elemen-elemen desain penelitian terhadap temuan (24%), mampu menyelesaikan

The hybrid fingerlings ( Catla catla x Labeo rohita ) gained higher body weight and maximum total length on sunflower meal, followed by cottonseed meal and bone meal.. The

Dengan demikian maka perilaku menghisap darah Anopheles barbirostris di tempat pemeliharaan ikan bandeng dan kampung Salupu (sekitar Danau Tuadale) menghisap darah