REFLEKSI KASUS
ACUTE FLACCID PARALYSIS
Anugerahaning Salsabila
Pembimbing : dr. Farida Niken Astari N.H., Sp.S., M.Sc.
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DK
Usia : 4 th 7 bulan Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Mlati, Yogyakarta No. RM : 13-19-xx
HMRS : 24/08/2019 Tgl pemeriksaan : 29/08/2019
IDENTITAS ORANG TUA 1. Ayah Nama : SY Umur : 35 th Pendidikan : SD Pekerjaan : Buruh 2. Ibu Nama : AN Umur : 25 th Pendidikan : SMK Pekerjaan : IRT ANAMNESIS
Diperoleh dari pasien dan keluarga pasien (29/08/2019)
KELUHAN UTAMA
Kelemahan pada anggota gerak bawah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
+-11MSMRS (10 Mei 2019) OS dikatakan mengalami trauma (jatuh) saat habis mandi di kali dengan kakak tirinya. Setelah itu OS mengeluhkan kaki, lutut, dan pinggang sebelah kanan sakit, apabila berjalan sebelah kanan pincang. Nyeri lebih terasa dan pincang lebih kentara saat bangun pagi setelah tidur. Saat malam, ibu OS mengatakan badan OS panas (demam). OS juga mulai batuk, batuk tidak berdahak. Ibu OS memeriksakan OS ke Puskesmas, dikatakan sakit demam dan batuk tidak berdahak, diberi obat sirup Paracetamol dan obat puyer antibiotik. Setelah itu demam dan batuk membaik, namun pincang saat berjalan masih ada.
3MSMRS (awal Agustus 2019) OS kembali mengalami demam dan batuk tidak berdahak. OS diperiksakan ke Puskesmas oleh ibu, diberi obat kapsul, dikatakan setelah itu sembuh. Dari 11MSMRS hingga saat ini jalan masih pincang, bisa lari-lari namun kaki seperti diangkat.
1MSMRS (16 Agustus 2019) saat sedang dimandikan, OS dikatakan tiba-tiba tidak bisa berdiri namun bisa sedikit digerakkan, disertai nyeri perut, diare (-), BAB BAK tidak ada keluhan.
4HSMRS kaki OS sama sekali tidak bisa digerakkan.
HMRS (24/8/19) Keluhan tidak membaik, OS dibawa ke IGD RSA UGM.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU • Riwayat penyakit serupa disangkal
• Riwayat alergi, penyakit jantung bawaan, asma, kelainan kongenital disangkal
• Riwayat operasi disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat penyakit serupa pada anggota keluarga lainnya.
PEDIGREE
RIWAYAT ASUHAN ANTENATAL
Ibu pasien hamil pada usia 20 tahun dengan G1P0A0 (kehamilan pertama). Pemeriksaan antenatal dilakukan secara rutin di bidan atau dokter, tiap satu bulan sekali. Selama kehamilan, pasien mengalami peningkatan BB sekitar 10 kg. Ibu pasien rutin mengonsumsi tablet besi dan asam folat
Selama kehamilan pasien tidak memiliki hipertensi maupun DM, tidak mengalami mual muntah, namun sempat mengalami keputihan di akhir kehamilan. Ibu mendapat vaksinasi tetanus sebelum kehamilan. Dapat disimpulkan bahwa riwayat antenatal care Ibu pasien adalah baik.
RIWAYAT NATAL CARE
Bayi laki-laki lahir spontan, per vaginam, usia kehamilan 41 minggu. Bayi menangis spontan setelah lahir, bergerak aktif. BB lahir normal.
Kesimpulan : bayi cukup bulan, berat bayi lahir normal
RIWAYAT POST-NATAL
Setelah persalinan, bayi mendapatkan injeksi vit K, salep mata antibiotic, menyusu dini, dan imunisasi hepatitis B. Tidak ditemukan tanda-tanda ikterik dan demam. Pada 24 jam pertama, bayi dapat BAB dan BAK. Kesimpulan : riwayat postnatal baik
RIWAYAT PERKEMBANGAN PERSONAL DAN SOSIAL
Pasien dapat melakukan interaksi personal dan social yang baik. Kemampuan motorik baik halus maupun kasar juga dapat dilakukan dengan baik. Pasien juga dapat melakukan komunikasi verbal (bicara) dengan baik.
STATUS VAKSINASI
Status vaksinasi dapat dilihat secara lengkap pada table yang tertera di bawah ini :
REVIEM ANAMNESIS SISTEM
Saraf : kelemahan pada anggota gerak bawah Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : tidak ada keluhan Gastrointestinal : tidak ada keluhan Pernapasan : tidak ada keluhan Integumen : tidak ada keluhan Endokrin : tidak ada keluhan
Status Psikologis : tidak ada keluhan RESUME ANAMNESIS
Anak laki-laki, usia 4 tahun 7 bulan, dibawa ke IGD (24/8/2019) dengan keluhan kelemahan anggota gerak bawah yang terjadi kronik, progresif sejak 11MSMRS. 1MSMRS anggota gerak masih bisa digerakkan, namun 4HSMRS menjadi tidak bisa digerakkan sama sekali . Riwayat trauma (+), demam (+), batuk pilek (+), vaksinasi (+) lengkap.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Kelemahan pada kedua ekstremitas bawah
Diagnosis Etiologi : spinal cord injury dd poliomyelitis dd GBS dd transverse myelitis dd keganasan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis (29/08/2019) Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6
Tanda vital : Nadi : 97x/min Laju pernapasan : 28x/min Suhu : 36,7o C NPS : 0 Kepala : Normosefali
Mata : CA -/- SI -/- RC +/+ RK +/+
- OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+) - OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+) Leher : Lnn Tidak Teraba
Thorax : Paru : Simetris, Nyeri Tekan (-) Rh (-) Wz (-) Jantung : Ictus Cordis Teraba, Cardiomegali (-) , S1 S2 Reg Abdomen : Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas : Edema (-), akral hangat, nadi kuat, wpk < 2 detik
2. Status Mental :
Tingkah Laku : Pasif Perasaan Hati : Sulit dinilai Orientasi : O/W/T/S baik Kecerdasan : Baik
Daya Ingat : Baik
o Sensibilitas : Parestesi anggota gerak bawah o Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan gerakan abnormal
o Fungsi Vegetatif : Tidak ada inkontinensia maupun retensi urin dan belum BAB sejak dirawat inap
o Reflex abdomen : Negatif
o Perspiration test : Lesi mengenai fungsi otonom setinggi L1
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium (29/07/2019) Hematologi Lengkap : Hb : 8,9 g/dL Eritrosit : 3,7 x 106/uL Leukosit : 6,7 x 103/uL Hematokrit : 27.0 % MCV : 72.5 fl MCH : 24.0 pg MCHC : 33.1 g/dl Trombosit : 424 x 103/uL Na : 136 mEq/L K : 3.9 mEq/L Cl : 103 mEq/L Ca : 1.33 mEq/L SGPT : 6 Ureum : 26.3 Kreatinin : 0.23 Urin Rutin : Warna : Kuning
Kejernihan : agak keruh Protein : +- Keton : - Nitrit : - LE : - Leukosit : 0-1 Eritrosit : 0-1 Epitel : 0-1
2. ENMG (29/07/2019)
MCS n. medianus : latensi, amplitudo, dan KHST normal MCS n. tibialis kanan : latensi, amplitudo, dan KHST normal MSC n. tibialis kiri : latensi, amplitudo, dan KHST normal
Tidak ditemukan gambaran poliradikuloneuropati
Lebih sesuai untuk lesi UMN (myelitis) dibandingkan GBS
3. MRI bb
Telah dilakukan MRI spinal thoracal tanpa kontras :
- Tampak kelengkungan vertebra normal, disertai alignment yg baik terutama tak terlihat adanya spondylosis atau spondylolistesis di semua segmen
- Struktur tulang-tulang vertebra menunjukkan intensitas patologis pada corpus VC7 - Diskus intervertebralis menunjukkan intensitas yang normal homogen dan tak
tampak herniasi ke intraspinal
- Tampak massa di epidural posterior setinggi VTH 8-12 dengan panjang lk 6 cm yang tampak menekan medulla spinalis terutama setinggi 8-11
- Medulla spinalis tampak intensitas patologis setinggi VTH 8-11
- Pada coronal vier tampak bentuk massa di superior ren sinistra yang mendesak ren sinistra ke inferior dengan bentuk massa bulat batas tegas dg uk diameter lk 8.5cm
KESAN :
- Tanda massa di superior ren sinistra yang mendesak ren sinistra ke inferior dengan bentuk massa bulat batas tegas dengan uk diameter lk 8.5 cm, sugestif suatu neuroblastoma disertai dengan epidural metastase setinggi VTH 8-12 dg panjang lk 6 cm yang tampak menekan medulla spinalis terutama setnggi 8-11 dan jg sugestif bone metastase pada VC7.
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Paraplegi flaccid cum paraparese Diagnosis Topik : Medula spinalis segmen T12 - S1 Diagnosis Etiologi : bone metastase of neuroblastoma Diagnosis Lainya : Anemia defisiensi besi
PENATALAKSANAAN 1. Non – farmakologi :
Bed rest
Monitor kondisi umum 2. Farmakologi :
Inf. KAEN3A 1cc/kgBB/jam Inj. Ceftriaxone 700mg/12 jam Inj. methylprednisolone 15 mg/12jam Tab. vit B1 2x100mg
Tab. vit B12 2x100mcg Tab Alinamin F 2x1
IVIG 0,4gr/kgBB/hari selama 2 hari = 5 gr/hari~2 vial/hari selama 2 hari
PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam Disease : dubia ad malam Disability : dubia ad malam Discomfort : dubia ad malam Dissatisfaction : dubia ad malam Destitution : dubia ad malam
PEMBAHASAN A. Acute Flaccid Paralysis
Acute flaccid paralysis (AFP) adalah suatu sindroma klinis yang dicirikan oleh
kelemahan mendadak (biasanya jam hingga hari), dan progresif, dari satu atau (biasanya) dua atau lebih esktremitas. Pada beberapa kasus juga terdapat kelemahan pada sistem respirasi dan bulbar.
“Flaccid” mengindikasikan tidak adanya spastisitas ataupun tanda-tanda lesi UMN lain seperti klonus, atau hiperreflexia.
AFP merupakan suatu entitas klinis luas, yang memiliki banyak kemungkinan diagnosis.
B. Urgensi Acute Flaccid Paralysis pada Pediatri
Penegakkan diagnosis awal yang cepat sangat mempengaruhi keberhasilan terapi dan prognosis. Hal penting yang perlu diperhatikan pada pasien dengan AFP adalah :
- Kelemahan otot-otot pernafasan : gejalanya berupa irritable, berkeringat, sulit makan, gangguan menelan atau ada pernafasan paradoksikal. Pada anak yg usianya lebih tua bisa muncul gejala agitasi, berkeringat berlebih, penurunan RR, penurunan ekspansi dada.
- Kelemahan bulbar : perubahan suara, menangis, liur menetes, suara berkumur di tenggorokan, kesulitan menelan dan ada episode tersedak. - Evaluasi instabilitas kardiovaskular : kondisi tertentu seperti trauma med
spinalis, myelitis, GBS bisa membuat gangguan ritme jantung dan insufisiensi kardiovaskular. Maka pemasangan EKG wajib dilakukan pada semua anak dengan AFP.
- Diselektrolitemia atau toxemia : hypokalemia atau snake bite dapat menyebabkan AFP
- Mendeteksi adanya kompresi spinal : apabila curiga ke arah sana, lakukan stabilisasi spinal segera dan administrasikan kortikosteroid.
Pada kasus anak-anak, penting untuk ditentukan apakah hal ini disebabkan polio atau bukan. Sebaiknya kasus AFP segera dilaporkan ke polio surveillance team, sembari mengumpulkan 2 sampel feces (jarak ≥24 jam, sekitar 8-10 gr) dalam durante 14 hari dari onset paralisis ke laboratorium yang diakreditasi WHO.
Disebabkan karena gangguan motor unit pada lokasi mana saja, bisa di cornu anterior satu atau lebih, plexus nervus, atau nervus perifer. Kerusakannya akan memotong serat otot dari inervasi baik volunter maupun refleks. Otot yang terpengaruh akan mengalami plegia yang berat, tonus otot yang menurun (hipotonus), dan hilangnya refleks (arefleksia) karena gangguan jaras refleks monosinaptik.
Maka, sindrom dari paralisis flaccid adalah temuan sebagai berikut : - Penurunan kekuatan otot
- Hipotonia atau atonia - Hiporefleks atau arefleksia - Atrofi otot
Perbedaannya dengan fase akut paresis spastik :
Pada fase akut suatu lesi corticospinal, DTR menjadi hipoaktif dan ada kelemahan flaccid dari otot.
Refleks akan kembali dalam beberapa hari atau minggu kemudian --> hiperaktif. Hal ini dikarenakan muscle spindle merespon regangan dengan lebih sensitif daripada normalnya, terutama pada upper limb flexors dan lower limb extensors.
D. Diagnosis Banding berdasar Neuroanatomi
F. Petunjuk Klinis
- Onset dan progresi kelemahan - Durasi kelemahan
- Pola kelemahan (proksimal atau distal?)
- Pola progresi kelemahan (ascending atau descending?) - Keterlibatan sensoris
- Keterlibatan bulbar - Kelemahan wajah
- Kelemahan otot ekstraoluler (diplopia) atau ptosis
- Keterlibatan respirasi (terengah-engah, orthopnea, sesak) - Gangguan BAB dan BAK
- Keterlibatan saraf otonom (diare, pusing orthostatic, retensi urin, palpitasi) - Gejala sistemik
- Riwayat imunisasi dan penyakit infeksi - Riwayat bepergian
- Faktor pencetus
- Fluktuasi pada kelemahan - Paparan obat atau toxin - Riwayat keluarga G. Pemeriksaan Fisik
- Distribusi dan derajat kelemahan
- Gangguan sensoris dan modalitasnya (vibrasi/propriosepsi vs suhu/nyeri), apakah ada level sensoris?
- Refleks tendon dalam
- Gejala otonom (jatuh postural, berkeringat abnormal, respon pupil abnormal, ileus)
- Kulit : Mee’s lines keracunan arsenic, ada tanda-tanda ticks, photo sensitivity, Goyttron’s papules on extensor surfaces & heliotrope discoloration over eyelids (dermatomyositis), fang marks
- Nyeri tekan spinal (abses/hematoma/tumor) - Lasegue test radiculopathy
I. Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah suatu tumor ganas yang terbentuk dari neuroblast, biasanya ada di kelenjar adrenal. Neuroblastoma adalah tumor anak extracranial yang paling sering. Tempat tumbuhnya bisa bermacam-macam dan gejala yang menyertai tergantung dari tempat tumbuhnya. Bila melibatkan spinal cord --> paralisis, gangguan otonom, bone pain,weight loss.
J. Spinal Cord Transection
Di bawah level lesi, deficit akan nampak seperti lesi UMN dari gangguan traktus kortikospinal. Namun, pada level transeksi, aka nada kerusakan lokan dari konus anterior dan radixnya, dan juga radix neuron sensoris lainnya. Maka, lesi yang dominan nampak akan terjadi seperti lesi LMN.
Beberapa menit setelah terjadi transeksi komplit, ada periode hipoeksitabilitas yang dikatakan sebagai “spinal shock:, yang dapat berlangsung dari hari sampai minggu. Pada periode ini, akan ada arefleksia dan ketiadaan aktivitas otonom di bawah lesi dengan tampakan flaccid paralysis. Apabila stadium spinal shock terlewati, gambaran tipikal UMN di bawah lesi akan muncul.
V. Referensi
1. Singhi, S. C., Sankhyan, N., Shah, R., & Singhi, P. (2012). Approach to a child with acute flaccid paralysis. The Indian Journal of Pediatrics, 79(10), 1351-1357.
2. Yadav, A. K., Bhattarai, P., Aryal, B., Gupta, P. P., Chaudhari, S., & Yadav, A. (2015). Acute flaccid paralysis: An approach to diagnosis. Health
Renaissance, 13(2), 164-169.
3. Gupta, S. (2017). Medicine Update : A Case Based Approach to Acute
Flaccid Paralysis Chapter 89. The Association of Physician India,
pp.423-426.
4. Baehr, M., Frotscher, M., & Duus, P. (2005). Duus' topical diagnosis in neurology: anatomy, physiology, signs, symptoms. Thieme.