• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Menurut Wilkinson(2006) hipertermia merupakan keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas rentang normalnya. Hipertermia terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Noer, 2004).

Menurut Potter & Perry (2010) hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.Suhu rektal > 38oC (100,4 F). Suhu inti (rektal) lebih dapat diandalkan daripada metode lain pada anak < 1 tahun (Lalani,2011).

Menurut Dorland (2006) hipertermia/febris/demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal. Hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik seperti ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olah raga berat, sampai lesi sistem syaraf pusat atau infeksi oleh mikroorganisme atau ada penjamu proses noninfeksi seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu seperti leukemia.Demam diasosiasikan sebagai bahan dari respon fase akut, gejala dari suatu penyakit dan perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan set-point pusat pengaturan suhu tubuh (Sugarman,2005).

(2)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertermia adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang normal dan tubuh tidak mampu untuk menghilangkan panas atau mengurangi produksi panas. Rentang normal suhu tubuh anak berkisar antara 36,5 – 37,5 °C.

B. Penyebab

Menurut Nelson (2000) hipertermia disebabkan oleh mekanisme pengatur panas hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya produksi panas endogen (olah raga berat, hipertermia maligna, sindrom neuroleptik maligna, hipertiroidisme), pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-lapis, keracunan atropine), atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas). Ada juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi karena reaksi transfusi, tumor, imunisasi, dehidrasi , dan juga karena adanya pengaruh obat.

Menurut Sari Pediatri (2008) tiga penyebab terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan keganasan. Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus. Sebagian besar penyebab demam pada anak terjadi akibat perubahan titik pengaturan hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Terkadang demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter & Perry, 2010).

(3)

Dari beberapa penyebab hipertermia diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertermia disebabkan karena adanya faktor endogen, pengurangan kehilangan panas, akibat terpajan lama lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas), ada juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi karena reaksi transfusi, imunisasi, dehidrasi, adanya penyakit, adanya pirogen seperti bakteri atau virus dan juga karena adanya pengaruh obat.

C. Batasan Karakteristik

Menurut NANDA (2012) batasan karakteristik pada hipertermiameliputi : 1. Konvulsi

Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti kejang.

2. Kulit kemerah-merahan

Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan disebabkan karena adanya vasodilatasi pembuluh darah.

3. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang berlebih, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi antara keduanya.

(4)

4. Kejang

Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang tinggi sehingga otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali seperti kejang. 5. Takikardia

Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri (Wong, 2008).

6. Takipnea

Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri.

7. Kulit terasa hangat

Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan hipotalamus baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin akan hilang dan anak akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit menjadi hangat.

D. Faktor Yang Berhubungan

Menurut NANDA (2012) faktor yang berhubungan atau penyebab dari hipertermia meliputi :

1. Anestesia

Setiap tanda-tanda vital di evaluasi dalam kaitannya dengan efek samping anestesi dan tanda-tanda ancaman syok, pernapasan yang memburuk, atau

(5)

nyeri karena anestesi ini dapat menyebabkan peningkatan suhu, kekakuan otot, hipermetabolisme, destruksi sel otot (Wong, 2008).

2. Penurunan perspirasi

Penguapan yang tidak dapat keluar akan mengganggu sirkulasi dalam tubuh sehingga menyebabkan hipertermi yang diakibatkan oleh kenaikan

set point hipotalamus.

3. Dehidrasi

Tubuh kehilangan panas secara kontinu melalui evaporasi. Sekitar 600 – 900 cc air tiap harinya menguap dari kulit dan paru-paru sehingga terjadi kehilangan air dan panas. Kehilangan panas air ini yang menyebabkan dehidrasi pada hipertermia.

4. Pemajanan lingkungan yang panas

Panas pada 85 % area luas permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan. Vasokontriksi perifer meminimalisasi kehilangan panas. Jika lingkungan lebih panas dibandingkan kulit, tubuh akan menyerap panas melalui radiasi.

5. Penyakit

Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang (yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu menjadi berat.

6. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan Pakaian yang tidak tebal akan memaksimalkan kehilangan panas.

(6)

7. Peningkatan laju metabolisme

Panas yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme, yaitu reaksi kimia dalam seluruh sel tubuh. Aktivitas yang membutuhkan reaksi kimia tambahan akan meningkatkan laju metabolik, yang juga akan menambah produksi panas. Sehingga peningkatan laju metabolisme sangat berpengaruh terhadap hipertermia.

8. Medikasi

Demam juga disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat.

9. Trauma

Penyakit atau trauma pada hipotalamus atau sumsum tulang belakang (yang meneruskan pesan hipotalamus) akan mengubah kontrol suhu menjadi berat.

10. Aktivitas berlebihan

Gerakan volunter seperti aktivitas otot pada olahraga membutuhkan energi tambahan. Laju metabolik meningkat saat aktivitas berlebih dan hal ini menyebabkan peningkatan produksi panas hingga 50 kali lipat.

E. Proses Pengaturan Suhu Tubuh

Menurut Ganong (2008) mekanisme pengaturan suhu tubuh dibagi menjadi dua yaitu mekanisme yang diaktifkan oleh dingin dan mekanisme yang diaktifkan oleh panas. Mekanisme yang diaktifkan oleh dingin itu sendiri terdiri dari peningkatan produksi panas (menggigil, lapar, peningkatan aktivitas voluntar,

(7)

peningkatan sekresi norepinefrin dan epinefrin) dan penurunan pengeluaran panas (vasokontriksi kulit, menggulung tubuh, dan horipilasi). Sedangkan mekanisme yang diaktifkan oleh panas terdiri dari peningkatan pengeluaran panas (vasodilatasi kulit, berkeringat, peningkatan pernapasan) dan penurunan pembentukan panas (anoreksia, apati dan inersia).

Respons refleks yang diaktifkan oleh dingin dikontrol dari hipotalamus posterior. Respons yang dihasilkan oleh panas terutama dikontrol dari hipotalamus anterior, walaupun sebagian termoregulasi terhadap panas masih tetap terjadi setelah deserebrasi setingkat rostral mesensefalon. Rangsangan hipotalamus anterior menyebabkan terjadinya vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat sehingga lesi di regio ini menyebabkan panas.

Pembentukan panas dapat berubah-ubah akibat pengaruh mekanisme endokrin walaupun tidak terjadi asupan makanan atau gerakan otot yang menjadi sumber utama panas. Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan pembentukan panas yang cepat namun singkat. Hormon tiroid menimbulkan peningkatan yang lambat namun berkepanjangan.

Menurut Asmadi (2008) sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh lainnya, integrator didalam hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas.Reseptor sensori yang paling banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah, saluran pernafasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada

(8)

tiga proses yang dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan panas.

Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada di preoptik area hipotalamus.Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus dirangsang, efektor sistem mengirim sinyal yang memprakarsai pengeluaran keringat dan vasodilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti menurunkan produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari sensitif reseptor dingin di hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan produksi panas.Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas dan menurunkan kehilangan panas.

Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem ini dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok, misalnya menambah baju sebagai respons terhadap dingin, atau mendekati kipas angin bila kepanasan (Asmadi,2008).

F. Proses Terjadinya Demam

Suhu tubuh dikontrol oleh pusat termoregulasi di hipotalamus, yang mempertahankan suhu tubuh pada angka sekitar set point (370C). Suhu tubuh diatur dengan mekanisme thermostat di hipotalamus.Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer. Jika terjadi perubahan

(9)

suhu, reseptor-reseptor ini menghantarkan informasi tersebut ke termostat, yang akan meningkatksaan atau menurunkan produksi panas untuk mempertahankan suhu set point yang konstan. Akan tetapi, selama infeksi substansi pirogenik menyebabkan peningkatan set point normal tubuh, suatu proses yang dimediasi oleh prostaglandin. Akibatnya, hipotalamus meningkatkan produksi panas sampai suhu inti (internal) mencapai set point yang baru (Connel, 1997 dalam Wong, 2008).Sebagai tambahan, terdapat kelompok reseptorpada hipotalamus preoptik/anterior yang disuplai oleh suatu jaringan kaya vaskuler dan sangat permeabel.Jaringan vaskuler yang khusus ini disebut organum vasculorum

laminae terminalis (OVLT).Sel-sel endotel OVLT ini melepaskan metabolit asam

arkidonat ketika terpapar pirogen endogen dari sirkulasi.Metabolit asam arkidonat yang sebagian besar prostaglandin E2(PGE2), kemudian diduga berdifusi kedalam daerah hipotalamus preoptik/anterior dan mencetuskan demam(Harrison, 1999).

G. Penatalaksanaan

Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi hipertermia.Tindakan mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi farmakologi dan nonfarmakologi.Untuk terapi farmakologi obat antipiretik yang digunakan untuk mengatasi demam antara lain asetaminofen, aspirin, dan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin tidak diberikan pada anak-anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin pada anak-anak dengan virus influenza atau cacar air dan sindroma Reye.Penggunaan ibuprofen disetujui untuk menurunkan demam pada anak yang

(10)

berusia minimal 6 bulan.Dosis dihitung berdasarkan suhu awal, 5 mg/kg BB untuk suhu kurang dari 39,1⁰C atau 10 mg/kg BB untuk suhu lebih dari39⁰C.Durasi penurunan demam umumnya 6 – 8 jam.Dosis dapat diberikan setiap 4 jam tetapi tidak lebih dari 5 kali dalam 24 jam. Suhu tubuh secara normal menurun pada malam hari, 3 – 4 dosis dalam 24 jam biasanya cukup untuk mengendalikan demam. Suhu diukur kembali 30 menit setelah antipiretik diberikan untuk mengkaji efeknya (Wong, 2008).

Strategi nonfarmakologis terdiri dari mempertahankan intake cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi.Intake cairan pada anak yang mengalami demam ditingkatkan sedikitnya 30 – 50 ml cairan per jam (misalnya air putih, jus buah, dan cairan tanpa kafein lainnya).Intervensi lainnya adalah memakai pakaian yang berwarna cerah, melepas jaket atau tidak menggunakan baju yang tebal, dan mengatur suhu ruangan yang sesuai (25,6⁰C).Dalam mengatasi hipertermia juga bisa dengan melakukan kompres (Setiawati,2009).Kompres seluruh badan dengan air hangat dapat memfasilitasi pengeluaran panas, serta dibutuhkan untuk meningkatkan keefektifan pemberian antipiretik.Namun selama ini kompres dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam.Selain itu, kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres.Namun kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam tidak turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge (Kolcaba,2007).

(11)

Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka dibeberapa area tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien ini akan semakin komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010).

H. Pengkajian Fokus

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada(Hidayat, 2007).

Menurut Barbara (2010) pengkajian fokus pada hipertermia pada tahap awitan (tahap dingin atau meriang) dapat dilakukan pengkajian meliputi : 1. Adanya peningkatan denyut jantung

2. Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan 3. Badan terasa menggigil

4. Kulit dingin dan pucat 5. Adanya keluhan kedinginan

(12)

6. Dasar kuku terdapat adanya sianosis 7. Kulit terlihat merinding

8. Adanya penurunan produksi keringat

Pada tahap rangkaian proses dari hipertermia dapat dikaji meliputi : 1. Tidak ada meriang

2. Kulit terasa hangat/panas 3. Sensitif terhadap cahaya 4. Mata tampak berkaca-kaca

5. Adanya peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan 6. Adanya rasa haus yang meningkat

7. Adanya dihidrasi sedang sampai berat 8. Mengantuk, gelisah, delirium, atau kejang 9. Lesi kemerahan seperti herpes pada mulut

10. Penurunan nafsu makan (apabila demam berkepanjangan) 11. Malaise, kelemahan, dan nyeri otot.

I. Diagnosa keperawatan

Menurut NANDA (2012) diagnosa yang muncul meliputi :

1. Hipertermia (00007) berhubungan dengan anestesia, penurunan respirasi, dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas, proses penyakit, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, medikasi, trauma, dan aktivitas berlebih.

(13)

2. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh (00005) berhubungan dengan perubahan laju metabolisme, dehidrasi, pemajanan suhu lingkungan yang ekstrim, usia ekstrim, berat badan ekstrim, penyakit yang mempengaruhi regulasi suhu, tidak beraktivitas, pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan, obat yang menyebabkan vasokontriksi, obat yang menyebabkan vasodilatasi, sedasi, trauma yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, dan aktivitas yang berlebihan.

3. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) berhubungan dengan usia yang ekstrim, fluktuasi suhu lingkungan, penyakit, dan trauma.

4. Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025) berhubungan dengan bedah abdomen, asites, luka bakar, obstruksi intestinal, pankreatitis, merasakan berkeringat, sepsis, dan cedera traumatik.

J. Fokus Intervensi

Menurut Potter & Perry (2010) fokus intervensi dan rasional pada diagnosa keperawatan :

1. Hipertermia (00007) yang berhubungan dengan anestesia, penurunan respirasi, dehidrasi, pemajanan lingkungan yang panas, proses penyakit, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, medikasi, trauma, dan aktivitas berlebih.

Tujuan :

(14)

2. Klien memperoleh kenyamanan dalam 48 jam berikutnya

3. Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan selama 3 hari berikutnya

Hasil yang diharapkan :

1. Suhu tubuh menurun setidaknya 1oC (1,8oF) dalam 8 jam berikutnya 2. Klien melaporkan peningkatan kepuasan pola tidur dan istirahat 3. Klien melaporkan peningkatan tenaga dalam 3 hari berikutnya 4. Masukan sesuai dengan keluaran dalam 24 jam berikutnya 5. Tidak ada tanda hipotensi postural saat rawat jalan

Intervensi :

1. Instruksikan klien untuk mengurangi ketebalan pakaian dan menjaga pakaian serta sprai tetap kering.

Rasional : Mendorong kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi. 2. Instruksikan klien untuk mengawasi suhu dirumah dan berikan

asetaminofen tiap 4 jam sesuai instruksi jika suhu melebihi 39oC (102,2oF).

Rasional : Antipiretik menurunkan titik pengaturan.

3. Instruksikan klien untuk membatasi aktivitas fisik dan meningkatkan frekuensi periode istirahat selama 2 hari berikutnya.

Rasional : aktivitas dan stres meningkatkan laju metabolisme, sehingga meningkatkan produksi panas.

(15)

4. Instruksikan klien untuk meningkatkan masukan cairan oral. Rasional : Cairan yang hilang membutuhkan penggantian.

5. Sarankan higiene oral karena membran mukosa mulut mudah mengering akibat dehidrasi.

Rasional : Higiene oral untuk menjaga membran mukosa mulut pasien agar tetap lembab.

6. Kurangi aktivitas fisik untuk membatasi produksi panas. Rasional : Aktivitas dapat meningkatkan suhu tubuh.

7. Lakukan mandi tepid sponge hangat untuk membantu pengeluaran panas secara konduksi.

Rasional : Mandi air hangat membantu darah tepi di kulit melebar, sehingga pori-pori menjadi terbuka yang selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari tubuh.

2. Ketidakseimbangan suhu tubuh (00005) berhubungan dengan perubahan laju metabolisme, dehidrasi, pemajanan suhu lingkungan yang ekstrim, usia ekstrim, berat badan ekstrim, penyakit yang mempengaruhi regulasi suhu, tidak beraktivitas, pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan, obat yang menyebabkan vasokontriksi, obat yang menyebabkan vasodilatasi, sedasi, trauma yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, dan aktivitas yang berlebihan.

(16)

Hidrasi atau jumlah air dalam ruang intraseluler dan ekstraseluler tubuh dapat terpenuhi.

Hasil yang diharapkan :

1. Pasien menunjukkan membran mukosa yang lembab 2. Pasien tidak menunjukkan adanya demam

3. Pengaturan suhu tubuh mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal

Intervensi :

1. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam sesuai dengan kebutuhan

Rasional : Digunakan untuk memantau terjadinya kenaikan suhu secara tiba-tiba.

2. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan.

Rasional : Dapat membantu dalam mempertahankan/menstabilkan suhu pasien.

3. Pantau warna kulit dan suhu

Rasional : Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit dipajankan pada lingkungan yang dingin atau panas.

4. Sediakan pengukuran pendingin pada pasien dengan elevasi suhu lingkungan

Rasional : Irigasi pendingin dan pemajanan permukaan kulit ke udara mungkin dibutuhkan untuk menurunkan suhu.

(17)

5. Catat elevasi suhu yang tepat/demam tinggi menetap dan obati secara tepat per protokol.

Rasional : Hipertermia malaignan harus dikenali dan diobati dengan tepat untuk menghindari komplikasi yang serius.

6. Sediakan selimut penghangat pada saat darurat untuk anestesi.

Rasional : Anestesi inhalasi akan menekan hipotalamus dan mengakibatkan kurangnya regulasi suhu tubuh.

7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian dantrolen (dantrium) untuk pemberian intravena.

Rasional : Tindakan yang segera untuk kontrol suhu sangat diperlukan untuk mencegah kematian hipertermia malignan.

3. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) berhubungan dengan usia yang ekstrim, fluktuasi suhu lingkungan, penyakit, dan trauma.

Tujuan :

Klien memperoleh suhu tubuh normal dalam 24 jam berikutnya.

Hasil yang diharapkan :

Mempertahankan suhu kulit/aksila dalam 95,9o sampai 99,1oF (35,5o sampai 37,3oC).

(18)

Intervensi :

1. Kaji suhu dengan sering. Periksa rektal pada awalannya, selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi selama 15 menit selama penghangatan ulang. Rasional : Hipotermia membuat bayi atau anak cenderung pada stres dingin, penggunaan pada simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaharui bila ada, dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbon dioksida (hiperkapnia) atau penurunan kadar oksigen (hipoksia).

2. Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat dengan penutup plastik atau kertas aluminium bila tepat.

Rasional : Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.

3. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan pagar isolette yang tidak semestinya.

Rasional : Menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas melalui radiasi.

4. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Rasional : Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.

5. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat, atau inkubator. (Pertahankan batas atas pada 98,6oF, tergantung pada ukuran atau usia bayi/anak).

(19)

Rasional : Hipertermia dengan akibat peningkatan pada laju metabolisme, kebutuhan oksigen dan glukosa, dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan yang dapat dikontrol, terlalu tinggi.

6. Pertahankan kelembaban relatif 50% - 80%. Oksigen lembab hangat 88oF-93oF (31oC-34oC).

Rasional : Mencegah evaporasi berlebihan, menurunkan kehilangan cairan tidak kasat mata.

7. Pantau suhu bayi atau anak bila keluar dari lingkungan hangat. Berikan informasi tentang termoregulasi pada orang tua.

Rasional : Kontak di luar tempat tidur khususnya dengan orangtua digunakan untuk mencegah stres dingin.

8. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis, letargi, apnea, koma, atau aktivitas kejang.

Rasional : Tanda-tanda hipertermia ini (suhu tubuh lebih besar dari 99oF atau 37,2oC dapat berlanjut pada kerusakan otak bila tidak teratasi.

9. Evaluasi sumber eksternal (misal: fototerapi, lampu pemanas, atau sinar matahari), batasi pakaian, dan mandi diseka dengan spon menggunakan air hangat.

Rasional : Tindakan ini secara umum berhasil dalam memperbaiki hipertermia.

(20)

4. Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025) berhubungan dengan bedah abdomen, asites, luka bakar, obstruksi intestinal, pankreatitis, merasakan berkeringat, sepsis, dan cedera traumatik.

Tujuan :

Klien dapat terpenuhi dalam kebutuhan cairannya dalam 24 jam berikutnya. Hasil yang diharapkan :

Pasien akan mempunyai membran mukosa yang lembab.

Intervensi :

1. Pantau tanda dan gejala dini kekurangan cairan, misalnya saja membran mukosa kering dan urine berwarna kuning kecoklatan.

Rasional : Penurunan volume cairan yang bersirkulasi menyebabkan kekeringan jaringan dan pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan terapi penggantian cairan untuk memperbaiki kekurangan.

2. Pertahankan intravena agar mengalir secara kontinu. Rasional : Untuk menggantikan kehilangan cairan.

3. Pantau masukan dan haluaran, pastikan bahwa masukan untuk mengkompensasi haluaran.

Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerolus, membuat haluaran tidak adekuat untuk membersihkan sampah metabolik dengan tepat.

(21)

4. Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : Penimbangan berat badan akurat setiap hari dapat mendeteksi kehilangan cairan.

5. Tidak dianjurkan memberikan obat antiemetik.

Rasional : Antiemetik dapat menurunkan ambang kejang.

K. Evidence Based Practice Penurunan Suhu Tubuh Anak Dengan Teknik Water Tepid Sponge

Hasil penelitian Haryani dkk (2012) dengan judul “Pengaruh

Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia” menyimpulkan bahwa nilai

rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge sebesar 38,5oC dengan standar deviasi 0,4oC. Nilai rata-rata setelah diberikan tepid

sponge sebesar 37,1oC dengan standar deviasi 0,5oC. Sehingga dapat diketahui ada penurunan nilai rata-rata suhu tubuh sebesar 1,4oC. Ada pengaruh kompres tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien hipertermi. Hal ini ditujukan dengan hasil analisis wilcoxon didapatkan nilai p=0,0001 (<0,005).

Penelitian Setiawati (2009) dengan judul “Pengaruh Tepid

Sponge” ada 6 kesimpulan yang berdasarkan penelitiannya, diantara yaitu

yang pertama terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid sponge pada

(22)

kelompok intervensi pada menit ke 10 setelah periode tepid sponge (menit ke-30 setelah pemberian antipiretik) dan pada menit ke 30 setelah pengukuran pertama (menit ke- 60 setelah pemberian antipiretik). Yang kedua terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan antipiretik pada kelompok kontrol pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik dan pada menit ke 60 setelah pemberian antipiretik. Yang ketiga terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kenyamanan sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid

sponge pada kelompok intervensi pada menit ke 10 setelah periode tepid sponge (pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik). Yang keempat

terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kenyamanan sebelum dan setelah diberikan antipiretik pada kelompok kontrol pada menit ke 30 setelah pemberian antipiretik. Yang kelima tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh pada anak demam setelah periode tepid

sponge pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Walaupun

secara statistik tidak bermakna, tetapi kelompok intervensi mengalami penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Yang terakhir tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kenyamanan pada anak demam setelah periode tepid sponge pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Akan tetapi, kelompok intervensi mengalami peningkatan rasa nyaman yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, walaupun secara statistik tidak bermakna.

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartiningsih (2011) dengan judul “Efektifitas Kompres Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Pada Anak Dengan Demam” didapatkan tiga kesimpulan yaitu

suhu tubuh pada anak dengan demam sebelum dilakukan kompres tepid

sponge mempunyai rata-rata 38,7oC, dengan modus 38oC. Suhu terpanas mencapai 40,3oC dan terendah mencapai 37,8oC. Yang kedua suhu tubuh setelah dilakukan kompres tepid sponge mempunyai rata-rata 37,7oC, dengan modus 37,5oC. Suhu terpanas mencapai 39,5 dan suhu terendah mencapai 36,5oC. Kesimpulan terakhir kompres tepid sponge efektif menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam, dengan nilai p :000 pada signifikansi 5%.

Sedangkan menurut penelitian Hamid (2011) dengan judul “Keefektifan Kompres Tepid Sponge yang Dilakukan Ibu dalam Menurunkan Demam pada Anak” menyimpulkan bahwa ada tiga

kesimpulan yang diterangkan yaitu yang pertama penurunan suhu tubuh pada anak dengan perlakuan kompres konvensional maupun kompres hangat tepid sponge terjadi pada pengukuran suhu tubuh menit ke-5 sampai menit ke-90. Setelah itu tubuh anak kembali naik. Yang kedua perbedaan rerata penurunan suhu tubuh antara anak yang dilakukan kompres konvensional dan anak dengan kompres hangat tepid sponge terjadi pada mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit ke-5 dan ke-15 tidak terdapat perbedaan penurunan suhu yang signifikan antara kedua kelompok. Yang terakhir dengan kompres hangat tepid

(24)

sponge yang dilakukan ibu sangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh

pada anak dengan demam.

Dari beberapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kompres tepid sponge hangat dapat bermanfaat dalam menurunkan demam atau hipertermi pada anak.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahannya yaitu terletak pada kurangnya tenaga pendidik yang belum sesuai dengan standar pendidikan yaitu sarjana Strata 1 (S1) PAUD, tetapi pada kenyataannya di

Penelitian  ini  dilakukan  Studi  bertujuan  untuk  menghitung  biaya  pembangkitan  listrik  PLTN  yang  menggunakan  tipe  PWR  dengan  satuan  mills$/kWh 

48 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”An-Nisa: 48 Dan firman Allah

Sebaliknya jika akan menambah uang beredar maka bank dapat menawarkan tingkat bunga yang rendah kepada nasabah... Pendekatan

Namun demikian, dari skripsi dan buku yang penulis sebutkan di atas, tidak ada satupun yang sama persis dengan yang penulis teliti, karena belum ada yang secara gamblang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan manajerial dan tingkat kinerja perusahaan dalam usaha dan bagaimana pengaruh kemampuan manajerial

Jadi dapat disimpulkan siswa SMP Non Unggulan yang berkategori baik sekali (BS) yaitu (17%), dan nilai rata-rata (mean) yang diperoleh siswa yang mengikuti kegiatan

Rahsia Bisnes Kerajaan: Cerita Tentang RM0.5 Juta Dalam Masa 18 Bulan Dari Projek Pembekalan Kerajaan / Haryzat