4.1 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
Koperasi adalah badan usaha yang memiliki peran ganda karena selain mencari profit juga berusaha untuk meningkatkan kualitas anggotanya. Identifikasi awal dari masalah manajemen SDM dalam koperasi didapatkan dari pengamatan secara tidak langsung dan langsung. Secara langsung dengan melihat efek yang diakibatkannya yaitu kinerja koperasi yang kurang optimal. Sehingga walaupun pemerintah mendukung gerakan koperasi tetapi koperasi tetap tidak mampu bersaing dengan badan usaha lainnya. Pengamatan tidak langsung dengan melihat gejala umum yang terjadi di koperasi‐koperasi Indonesia. Hipotesis awal dari tidak optimalnya kinerja koperasi yaitu tidak berjalannya fungsi‐fungsi MSDM dengan baik. Untuk menguji hipotesis itu maka dilakukan identifikasi untuk memetakan kondisi MSDM. Aspek‐aspek yang diidentifikasi didasarkan dari fungsi‐fungsi MSDM dan uji komparatif dari koperasi. Dari fungsi dan studi komparatif tersebut dibuatlah 5 dimensi sebagai alat untuk mengukur sejauh mana penerapan fungsi‐ fungsi MSDM koperasi.
Untuk menjaga keobjektifan dari hasil identifikasi maka sebagai standar perbandingan diambil dari perpaduan konsep manajemen koperasi dan studi komparatif koperasi XYZ yang merupakan koperasi yang dinilai sukses. Studi komparatif ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan berdiskusi dengan salah satu pengurus di koperasi XYZ. Aspek‐aspek yang dimunculkan adalah aspek yang merupakan standardisasi koperasi yang maju dan mampu bersaing dalam dunia bisnis dengan tetap menjaga identitasnya sebagai koperasi.
Dalam mengidentifikasi koperasi ABC terlebih dahulu dilakukan wawancara untuk mengangkat masalah yang berkaitan dengan MSDM dan kemudian dilakukan
penyebaran kuesioner. Pengambilan sample dilakukan secara stratufikasi dimana sample dibagi menjadi 4 stratifikasi beradasarkan tugas dan wewenangnya dalam koperasi. Output dari identifikasi ini adalah kondisi MSDM dari koperasi ABC dan juga melihat apakah terjadi gap antara pengurus dan non pengurus.
4.1.1 Model Konseptual
Manajemen Sumber Daya Manusia membahas mengenai peranan manusia dalam mewujudkan tujuan organisasi yang optimal. Untuk menilai sejauh mana kinerja dan efektivitas dari MSDM koperasi digunakan perpaduan antara teori manajemen koperasi dan studi komparatif. Koperasi ABC yang diidentifikasi dibandingkan terhadap koperasi XYZ dan juga teori MSDM koperasi. Aspek‐aspek yang diukur dalam identifikasi MSDM ini didasarkan dari fungsi‐fungsi MSDM.
Fungsi MSDM dalam sebuah organisasi koperasi dimulai dari kegiatan perencanaan (planning) sampai dengan pemisahan (separation) Dibawah ini adalah 11 fungsi MSDM koperasi secara umum yaitu:
1. Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan kepengurusan koperasi secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan koperasi. Dari perencanaan inilah terlihat seperti apa skenario atau desain awal pendirian Koperasi ini dapat dipahami oleh anggota dan pengurus. 2. Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua
pengurus dan anggota dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi, wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi. 3. Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan anggota agar terlibat
dalam kegaiatan koperasi dan bekerjasama, dengan demikian muncul rasa memiliki dan tanggung jawab bersama.
4. Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan anggota agar mentaati kesepakan bersama yang telah ditetapkan dalam rapat anggota. Sehingga aktifitas yang dikerjakan sesuai dengan syarat dan prosedur. 5. Pengadaaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan pengelola yang sesuai. Dalam hal ini biasanya proses pengangkatan manajer sebagai ujung tombak koperasi. 6. Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis,
teoritis, konseptual dan moral melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan ini merupakan stressing dari koperasi.
7. Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung. Pemberian kompensasi dalam koperasi diwujudkan melalui kemudahan dan peningkatan volume peminjaman dan juga pembagian SHU. 8. Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan koperasi dan anggota, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Untuk melihat efektifitas dari integrasi ini kita harys melihat sejauh mana koperasi dapat memenuhi kebutuhab anggotanya naik materi maupun non materi. Pengintegrasian merupakan hal yang sulit dalam MSDM karena memepersatukan dua kepentingan yang seringkali berbeda. 9. Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas kartawan. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahtraaan yang berdasrkan kebutuhan sebagian besar anggotanya.
10. Kedisiplinan (discipline) merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan. Kedisiplinan ini mengukur sejauh mana pegurus dan anggota mentaati kebijakan organisasi
11. Pemberhentian. (separation) adalah putusnya keanggotaaan koperasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan sendiri atau diberhentikan oleh forum karena alasan‐alasan tertentu.
11 fungsi diatas terdiri dari berbagai aspek, kriteria dan program yang dapat diukur efektivitasnya. Dari aspek‐aspek tersebut, mulai dari aspek pemahaman anggota dan pengurus terhadap tujuan organisasi (planning) sampai dengan aspek pemberlakuan sangsi (separation) semuanya dikumpulkan dan dirangkum kemudian disederhanakan menjadi 5 dimensi. Kelima dimensi itu adalah:
1. Dimensi Arah dan sasaran, dimensi ini mengukur sejauh mana SDM koperasi memahami arah dan sasaran dari koperasi. Dengan demikian kita bisa melihat apakah mereka memiliki tujuan bersama atau tujuan sepihak.
2. Dimensi Kondisi Organisasi, pemilihan jenis organisasi apakah telah sesuai dengan jenis usahanya, koperasi single purpose akan berbeda dengan organisasi multipurpose. Kondisi organisasi disini lebih menekankan pada pembagian tugas dan pemberdayaan SDM.
3. Dimensi Kondisi sistem pengelolaan SDM, pengelolaan SDM menyinggung bagaimana sifat koperasi , konsistensi dalam menjalankan sistem dan peran dari manajer sebagai ujung tombak.
4. Dimensi Budaya, melihat apakah beriklim kekeluargaan atau individualis, keputusan didasarkan atas kepentingan sepihak atau bersama dan juga melihat iklim sportivitas didalam koperasi.
5. Dimensi Integrasi, melihat apakah ada irisan antara kebutuhan koperasi sebagai organisasi dan kebutuhan pengurus dan anggota sebagai individu. Disini kita melihat keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Kelima dimensi diatas yang akan mewakili dalam pemetaan dan pengukuran performasi MSDM didalam sebuah koperasi. Selanjutnya 5 dimensi inilah yang digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi MSDM koperasi ABC ini.
Dari teori MSDM koperasi yang ada dan studi komparatif dengan koperasi XYZ maka strandardisasi kriteria koperasi adalah sebagai berikut:
Dimensi Arah dan Sasaran: pengurus dan anggota mengetahui visi misi dari koperasi
Dimensi Kondisi Organisasi: semakin beragam fungsi koperasi maka semakin besarlah kekuasaaan dan wewenang yang akan melekat dalam manajemen. Karena manajemen dituntut untuk mengembangkan sistem yang dapat meredam kemungkinan terjadinya konflik.
Dimensi Pengelolaan SDM: pengelola dapat berperan dengan baik untuk mengembangkan kegiatan baik yang bersifat profit maupun non profit
Dimensi Budaya : idealnya beriklim kekeluargaan dan memilki tujuan bersama Dimensi Integrasi: dimensi integrasi adalah aspek yang terpenting dalam sebuah koperasi. Dimensi integrasi ini dapat dilihat berdasarkan kesesuaian partisipasi yang terdiri dari 3 aspek yaitu:
1. anggota ”berpartisipasi dalam memberikan kontribusi atau menggerakkan sumber‐sumber dayanya
2. anggota ”berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) 3. anggota berpartisipasi/berbagi keuntungan
4.1.2 BAGAN ALIR PEMECAHAN MASALAH Gambar 4. 1 Bagan Alir
Inisiasi masalah dimulai dengan melihat adanya kemungkinan ketidakefektifan kinerja MSDM koperasi‐koperasi di Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Identifikasi MSDM untuk Koperasi dapat dibilang belum memilki standar Inisiasi Audit Penentuan masalah Desain riset Pengambilan Sampel Hipotesis Awal SDM Verifikasi Informasi Hasil Audit Pengumpulan data Sekunder Primer In ter nal Ex ter nal Kualitatif Kuantitatif Wawancara Observasi Survei
Studi Komparatif
yang baku sehingga untuk mengangkat masalah yang dirasakan relevan dalam koperasi diawali dengan observasi dan wawancara informal ke beberapa koperasi di sekitar Bandung dan juga kajian literature mengenai identifikasi MSDM dan manajemen koperasi. Hal inlah yang menjadi dasar dalam pengembangan riset. Dari sekian banyak aspek MSDM, dalam format identifikasi ini digunakan 5 dimensi yang erat kaitannya dengan MSDM didalam koperasi.
Identifikasi MSDM Koperasi kemudian dilanjutkan dengan meninjau objek penelitian. .Data‐data sekunder yang telah tersedia mulai dikumpulkan dan dianalisa. Hasilnya kemudian menjadi dasar bagi persiapan observasi MSDM Koperasi. Kemudian dilakukan wawancara informal dengan Ketua dan Manajer mengenai MSDM Koperasi. Wawancara ini bertujuan untuk lebih menggali masalah MSDM yang dirasakan, selain itu juga dilakukan wawancara dengan beberapa anggota yang dipilih secara random.
Hasil yang diperoleh kemudian disusun menjadi hipotesis awal mengenai kondisi MSDM Koperasi secara umum. Hasil yang diperoleh dianalisa dengan membandingkan terhadap model ideal koperasi Indonesia yang maju dengan melakukan uji komparatif.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan survey. Dimana metode pengambilan sample dilakukan menurut stratifikasi. Hipotesis dari hasil sementara ini akan diverifikasi kepada pengurus seperti Ketua Koperasi dan manager. Diharapkan pengurus dan anggota memberikan feed back untuk perbaikan proses dan interpretasi hasil identifikasi sementara.. Dengan adanya feedback ini maka identifikasi MSDM ini selesai.
4.2 PENGUMPULAN DATA
4.2.1 Metode Pengumpulan Data
Jumlah sample menggunakan pendekatan nonstatistik dimana penentuan besar sample didasarkan pada ukuran sample riset‐riset sejenis untuk skala regional. Ukuran sampel yang diambil untuk skala regional ini biasanya 200 sampai 1000 sampel (Malhota, 1996). Jadi untuk riset SDM ini menggunakan jumlah minimal yaitu 200.
Sample dibagi menjadi 4 stratifikasi hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada perbedaan persepsi diantara masing‐masing kelompok tersebut, ke ‐4 stratifikasi tersebut adalah seperti dibawah ini: 1. Pengurus inti (ketua, bendahara, sekretaris, dan manajer), ini adalah sebagai motor penggerak koperasi. 2. Kepala Seksi, (seksi simpan pinjam, seksi retail dan seksi pendanaan) seksi ini memiliki tim‐tim dalam menjalankan tugas‐tugasnya 3. Anggota Aktif, aktif dalam kegiatan koperasi 4. Anggota Pasif, hanya sebatas menabung Tabel 4.1 Stratifikasi Responden
Total Sample % sample
Pengurus Inti 4 4 100% Kepala Seksi 15 15 100% Anggota Aktif 344 150 43.6% Anggota Pasif 54 54 100%
Sesuai dengan tabel 4.1 di atas, jumlah responden yang akan menjadi subjek dari identifikasi ini adalah 200 orang, terdiri atas 4 orang pengurus inti, 15 orang kepala
seksi beserta timnya, 215 orang anggota aktif dan 54 orang anggota pasif sehingga semuanya berjumlah 200 orang. Jumlah ini adalah jumlah minimal yang disyaratkan, yaitu 200 responden
4.2.2 Cara Penilaian
Identifikasi ini menggunakan kuesioner dengan skala ordinal, nilainya berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 1‐2 menunjukan rendahnya kinerja MSDM koperasi, sementara 4‐5 menunjukan tingginya kinerja koperasi. Untuk penilaiannnya digunakan modus dan median. Kurva distribusi membantu untuk lebih mendetailkan gambaran dari dimensi‐dimensi tersebut. 4.3 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.3.1 UJI VALIDITAS DAN UJI RELIABILITAS
Sebelum alat ukur digunakan, terlebih dahulu harus di uji kelayakannya. Caranya dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 250 kepada pengurus dan anggota koperasi.
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan 200 responen, karena dengan jumlah minimal 200 responden ini maka skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal ini sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik (Singarimbun, 1989).
4.2.1 Uji Validitas
Uji validitas yaitu cara untuk menunjukkan sampai sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Jadi dapat dikatakan jika semakin tinggi validitas suatu alat validitas suatu alat ukur maka alat ukur tersebut semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.
Uji validitas dilakukan terhadap item pertanyaan yang mengukur gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan motivasi kerja. Sebuah item mempunyai validitas yang tinggi bila item tersebut mempunyai dukungan yang kuat atau mempunyai korelasi yang tinggi terhadap total score. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi product moment pearson. Nilai korelasi (r) yang didapat dibandingkan dengan nilai r tabel. Pada penelitian ini tingkat signifikansi yang digunkana adalah 0.05 dan sampel yang diteliti sebanyak, 200 sehingga nilai r tabel 0.165 (Singarimbun, 1989). Variabel yang valid yaitu variabel yang mempunyai nilai korelasi (r) lebih besar dari r tabel. Dari hasil perhitungan uji validitas dihasilkan bahwa semua variabel penelitian mempunyai nilai korelasi (rhitung) lebih besar dari rtabel, dengan demikian semua variabel yang diteliti valid.
4.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dapat dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Ancok, 1989; dalam diktat ITB). Perhitungan uji reliabelitas ini menggunakan teknik pengukuran pertanyaaan ber ulang
Bila nilai koefisien Alpha Cronbach < 0.60, maka dapat dikatakan reliabilitas dari alat ukur memiliki performansi yang buruk. Jika koefisien Alpha Cronbach diantara 0.60 sampai 0.80 (0.60 ≤ X ≤ 0.80), maka dapat dikatakan reliabilitas dari alat ukur memiliki performansi yang masih dapat diterima. Jika nilai koefisien koefisien Alpha Cronbach > 0.80, maka dapat dikatakan reliabilitas dari alat ukur memiliki performansi yang bagus (Sekaran, 1992).
Dari Tabel Hasil Uji Reliabel didapat bahwa nilai korelasi semua variabel dinyatakan reliabel karena berada di atas 0.60, artinya performansi dari kuesioner masih dapat diterima dan dapat digunakan sebagai alat ukur.
4.3.1 Hasil Observasi dan Wawancara
Observasi dilakukan secara intens dengan dua tahap, tahap pertama bertujuan mengekeplore masalah MSDM didalam koperasi dan tahap kedua lebih kerah pandangan pengurus mengenai masalah‐masalah MSDM yang dihadapi yang disistematiskan menjadi 5 dimensi MSDM . Berikut hasil observasi dan wawancaranya:
Wawancara Arah dan Sasaran
Koperasi didirikan oleh beberapa orang, sebagian sampai saat ini masih menjadi pengurusnya. Skenario awal dari pendirian koperasi ini adalah sebagai upaya untuk membantu usaha‐usaha kecil. Kemudian berkembang dengan memperluas area usahanya bahkan koperasi sendiri memiliki bisnis inti diluar simpan pinjam atau pendanaan. Skenario awal simpan pinjam dan pendanaan mengalami modifikasi, yaitu tidak sebatas membantu usaha kecil dan memberi pinjaman saja tapi juga mengembangkan usaha kecil menjadi usaha menengah. Contoh konkrit yang pernah dilakukan oleh koperasi ABC ini adalah membantu penjual baso keliling dengan menyediakan tempat yang lebih besar dan strategis di daerah perkotaan dan ternyata omsetnya naik berlipat‐lipat . Hal seperti ini tentu membutuhkan dana yang jumlahnya tidak kecil sehingga skalanyapun berubah dari mikro menjadi menengah.
Pendiri koperasi mencoba menjelaskan tujuan awal KSU ABC ini, yaitu menjadi koperasi yang mampu bersaing. Mampu bersaing disini berarti menjadi koperasi modern yang mampu menunjukan nilai‐nilai kompetitif sebagaimana perusahaan‐ perusahaan swasta. Namun demikian tujuan awal dari pendiri koperasi ini berjalan ditempat, karena faktanya sistem pengelolaaan yang dibangun belum mengarah kesana. Namun demikian pengurus mengharapkan muncul rasa memiliki dan
tanggungjawab bersama terhadap koperasi. Sehingga pengurus dan anggota dapat mewujufkan visi koperasi secara simultan.
Kondisi Organisasi
Koperasi memperjuangkan kepentingan bersama, bukan kepentingan pengurus. Pengurus mengharapkan adanya pemberdayaan dari para anggotanya sehingga proses pengembangan usaha dari koperasi dapat diwujudkan. Namun demikian dalam kepengurusan koperasi sendiri terasa adanya ketimpangan dalam pembagian tugas. Sentral dari tugas terasa menumpuk di pengurus inti, dengan jumlah yang sedikit mereka melakukan berbagai aktivitas yang sangat padat mulai dari pengumpulan dana, administrasi, pendaftaran anggota, pemrosesan simpan pinjam, pendanaaan, ekspansi kegiatan usaha dan acara‐acara atau event untuk promosi keanggotaan koperasi sebagai langkah pembangunan image. Karena padatnya tugas seringkali pengurus mendelegasikannya kepada anggota, akan tetapi delegasi ini seringkali tidak berjalan dengan baik. Anggota dinilai kurang proaktif oleh pengurus sehingga sulit untuk diberi tanggungjawab atau tugas dalam koperasi ini apalagi tugas‐tugas yang strategis. Sehingga semuanya selalu mengandalkan pengurus.
Kondisi Sistem Pengelolaan SDM
Keanggotaan koperasi bersifat terbuka, syaratnya tidak begitu berat, cukup dengan mempunyai KTP, berumur ditas 18 tahun, dan lebih baik jika memilki usaha. Persyaratan anggota akan semakin mudah jika mempunyai usaha yang berkaitan dengan usaha koperasi dan diutamakan yang bertempat tinggal di lingkungan wilayah kerja koperasi. Anggota diwajibkan membayar iuran wajib rutin perbulan. Anggota yang tidak membayar iuran wajib selama 3 bulan berturut‐turut maka keanggotaannya bisa dicabut.
Sistem pengelolaan SDM disana lebih kearah edukasi, yaitu dengan memberikan wawasan untuk menambah kemampuan manajemen kepada para anggota agar
lebih mampu mengembangkan usahanya. Edukasi yang diberikan bisa berasal dari manajer dan penyuluhan dari dinas koperasi.
Budaya
Koperasi dibangun atas dasar rasa kekeluargaan oleh karena budaya yang dibangun adalah prinsip saling memberi dan menerima (take and give) bukan take and leave dengan memanfaatkan salah satu pihak. Tapi pengertian asas kekeluargaan disini mengalami penyimpangan karena faktanya cukup banyak kredit macet yang dibiarkan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban dengan alasan untuk menjaga asas kekeluargaaan.
Pengurus selalu mengundang anggota dalam setiap pertemuan atau rapat. Namun demikian menurut pengurus anggota dirasakan kurang aktif dalam memberikan masukan didalam rapat. Padahal pengurus mengharapkan anggotanya untuk selalu proaktif.
Dalam pendanaan usaha‐usaha kecil seringkali ditemukan jenis usaha yang sama dari para mitra/anggota koperasi, hal ini seringkali menimbulkan konflik atau kompetisi yang kurang sehat diantara sesama anggota koperasi..Bahkan tidak jarang salah satu pihak mengundurkan diri sebagai anggota koperasi.
Integrasi
Setiap anggota memilki hak dan kewajiban yang sama, dan anggota mendapatkan haknya sesuai dengan kewajibannya. Seringkali anggota menuntut hak yang lebih tinggi daripada kewajibannya dengan memanfaatkan koperasi tapi melupakan kewajibannya untuk berpartisipasi, baginya koperasi tidak lebih dari BPR namun dengan suku bunga yang lebih rendah. Hal inilah yang menghambat sistem kemitraan bagi hasil di Koperasi ABC ini, begitulah menurut pengakuan dan penjelasan dari manajernya.
Dilain pihak menurut salah satu anggota, sistem kemitraan koperasi KSU yang dibangun dengan sistem bagi hasil, seringkali diterjemahkan oleh anggota lainnya
sebagai ’lintah darat dengan baju koperasi’ itulah pengakuannya. Alasannya karena mengambil alih kepemilikan usaha si kecil, sehingga anggota lebih memilih produk simpan pinjam daripada pendanaan.
Pembagian SHU di KSU ABC menggunakan mekanisme yang dinamakan point saham dimana variabelnya terdiri atas absensi, transaksi pembelian di ’toko koperasi’ , dan jumlah simpanan sukarela. Sebagain besar tidak mempermasalahkan sistem point saham ini. Sistem poin saham ini dinilai cukup adil baik oleh pengurus maupun anggota. 4.3.2 Kesimpulan Sementara Keinginan dari pengurus untuk mewujudkan kebersamaaan nampaknya belum bisa diterapkan. Karena intrepretasi anggota yang berbeda dengan pengurus, atau mungkin juga disebabkan karena pengurus sebenarnya belum mampu mengembangkan sistem yang cocok untuk keadaaan anggotanya. Disini terasa muncul gap antara pengurus dan anggota, akan tetapi sejauhmana kondisi MSDM sebenarnya didalam koperasi baru dapat dilihat setelah dilakukan proses identifikasi. Hasil identifikasi melalui kuesioner ini kemudian akan disinkronisasi dengan hasil identifikasi melalui wawancara. Dengan demikian diharapkan akan memberikan pandangan objektif mengenai kondisi MSDM didalam koperasi ABC ini. 4.3.3 Hasil Untuk menguji hipotesis awal yang telah disusun maka dilakukan pengambilan data secara kuantitatif sebagai feeback dan juga untuk melihat apakah ada perbedaan antara jenjang yang ada (pengurus dan non pengurus). Secara lengkap dan menyeluruh hasil dari masing‐masing responden ditampilkan pada lampiran A.
Hasil pengolahan kuesioner menurut penilaian anggota disajikan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini:
4.2 Tabel MSDM Koperasi (Anggota)
DIMENSI No PERNYATAAN skor modus median validitas
A 1 visi misi 464 3 3 0.912
Arah & Sasaran 2 peran anggota 439 3 3 0.922
B 3 efektifitas struktur organisasi 441 4 3 0.779
Kondisi 4 pembagian tugas 380 2 3 0.854
Organisasi 5 pemberdayaan 360 2 2 0.713
6 sifat keanggotaan terbuka 585 4 4 0.370
C 7 peran manajer 471 4 4 0.430
Pengelolaan 8 program karier anggota 432 3 3 0.403
SDM 9 manfaat penyuluhan 349 2 2 0.455
10 penerapan disiplin 361 2 3 0.377
11 penggunaan teknologi 349 2 2 0.354
12 tidak ada diskriminasi 399 2 3 0.717
13 support dari pengurus 496 4 4 0.586
14 komunikasi pengurus dan anggota 397 2 3 0.828
15 keterlibatan anggota 379 2 3 0.837
16 kepentingan anggota 389 2 3 0.715
D 17 nilai sportivitas dalam kompetisi 387 2 3 0.727
Budaya 18 rasa percaya diantara anggota 357 2 2 0.647
19 keterbukaan pengurus 521 4 4 0.711
20 sistem pengembangan diri 432 3 3 0.322
21 kepentingan koperasi adalah yang utama 395 2 3 0.715
22 motivasi dan harapan 560 4 4 0.432
23 partisipasi dalam koperasi 522 4 4 0.413
Integrasi 24 pemenuhan kebutuhan 394 2 3 0.586
E 25 pembagian SHU 460 4 4 0.664
26 loyalitas anggota 525 4 4 0.532
Secara umum tabel diatas menunjukan bahwa hampir semua aspek yang berhubungan dengan hak‐hak anggota mempunyai nilai yang rendah.
Dimensi Kondisi Organisasi memperlihatkan bahwa sebagian besar anggota menilai struktur organisasinya telah bagus tetapi pembagian tugas dan pemberdayaan anggotanya tidak berjalan dengan baik. Anggota melihat bahwa kinerja pengurus belum optimal dan tidak bisa melakukan pembagian tugas dengan jelas.
Anggota merasakan peranan manajer sebagai ujung tombak, karena manajer memang melayani anggota hampir setiap harinya. Dilain pihak dalam hal peningkatan kualitas SDM terlihat bahwa manfaat penyuluhan dirasakan kurang oleh anggota ditambah lagi dengan tidak jelasnya program karier dan kurangnya
penerapan disiplin membuat pengelolaaan SDM dengan efisien menjadi sulit untuk diterapkan.
Dalam segi budaya asas yang dibangun lebih kearah koperasi pengurus, hal ini terlihat dengan adanya gejala‐gejala seperti diskriminasi yang dirasakan oleh anggota dalam penyaluran dana dan kurang berhasilnya pengurus untuk menumbuhkan rasa percaya diantara anggota. Namun hal ini bisa jadi merupakan pandangan subjektif dari mayoritas anggota, karena bobot kepentingan koperasi yang rendah dimata anggota. Hal tersebut menunjukan bahwa menurut anggota kepentingan koperasi atau kepentingan bersama adalah nomor dua setelah kepentingan pribadi.
Dari segi integrasi menunjukan bahwa walaupun pembagian SHU telah dirasakan cukup adil namun kebutuhan anggota belum bisa terpenuhi. Anggota koperasi tidak begitu menginginkan pembagian SHU, hal ini bisa disebabkan karena mereka lebih menginginkan kebutuhan lainnya seperti pinjaman atau pendanaan usaha daripada SHU.
Sementara hasil identifikasi menurut pandangan pengurus koperasi dapat dilihat seperti tabel berikut:
Tabel 4.3 MSDM Koperasi (Pengurus)
Dimensi No Pertanyaan skor modus median validitas
A 1 visi misi 93 4 4 0.906
Arah & Sasaran 2 peran anggota 89 4 4 0.945
B 3 efektifitas struktur organisasi 74 4 4 0.795
Kondisi 4 pembagian tugas 70 3 3 0.607
Organisasi 5 pemberdayaan 52 2 2 0.761
6 sifat keanggotaan 97 5 5 0.507
C 7 peran manajer 62 5 4 0.471
Pengelolaan 8 program karier anggota 77 4 4 0.395
SDM 9 manfaat penyuluhan 54 2 2 0.701
10 penerapan disiplin 59 2 3 0.374
11 penggunaan teknologi 52 2 2 0.448
12 tidak ada diskriminasi 90 4 4 0.473
13 support dari pengurus 88 4 4 0.662
14 komunikasi pengurus dan anggota 86 4 4 0.597
15 keterlibatan anggota 91 3 2 0.759
16 kepentingan anggota 87 4 4 0.835
D 17 nilai sportivitas dalam kompetisi 78 3 4 0.524
Budaya 18 rasa percaya diantara anggota 69 3 3 0.452
19 keterbukaan pengurus 90 4 4 0.637
20 sistem pengembangan diri 77 4 4 0.525
21 kepentingan koperasi adalah yang utama 88 5 4 0.435
22 motivasi dan harapan 85 4 4 0.562
23 partisipasi dalam koperasi 78 4 4 0.592
Integrasi 24 pemenuhan kebutuhan 85 4 4 0.700
E 25 pembagian SHU 83 5 5 0.448
26 loyalitas anggota 90 3 3 0.591
`
Secara umum tabel diatas menunjukan nilai yang baik, cukup kontras peniliannya dengan pandangan menurut anggota.
Dimensi Kondisi Organisasi memperlihatkan bahwa sebagian besar pengurus menilai struktur organisasinya dan pembagian tugasnya cukup jelas namun pemberdayaan yang belum berjalan dengan baik.
Pengurus merasakan peran manajer sebagai ujung tombak, karena mungkin dianggap sebagai pihak yang lebih profesional. Manfaat penyuluhan kurang terasa manfaatnya. Pengurus telah mengembangkan program karier namun kurangnya
penerapan disiplin dan penggunaan teknologi akan membuat pengelolaaan SDM menjadi sulit untuk diterapkan.
Pengurus telah mecoba untuk membangun budaya kebersamaan dalam koperasi. Namun pengurus sendiri merasa mereka belum mampu untuk menumbuhkan kepercayaan diantara sesama anggota. Objektivitas pernyataan pengurus terlihat dari bobot prioritas koperasi sebagai prioritas utama.
Dalam segi integrasi menunjukan bahwa pengurus merasa kebutuhannya telah terpenuhi oleh koperasi. Tetapi loyalitas anggota dinilai meragukan oleh pengurus atau mungkin tidak sepadan dengan pemenuhan kebutuhan yang telah diberikan oleh koperasi. Adapun peniliaian secara umum dan perbandingan penilaian antara pengurus dan anggota dapat dilihat seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 MSDM Koperasi Umum
Dimensi No Pertanyaan skor modus median validitas
A 1 visi misi 464 3 3 0.912
Arah & Sasaran 2 peran anggota 439 3 3 0.922 B 3 efektifitas struktur organisasi 441 4 3 0.779
Kondisi 4 pembagian tugas 380 2 3 0.854
Organisasi 5 pemberdayaan 360 2 2 0.713
6 sifat keanggotaan terbuka 585 4 4 0.321
C 7 peran manajer 471 4 4 0.331
Pengelolaan 8 program karier anggota 432 3 3 0.334
SDM 9 manfaat penyuluhan 349 2 2 0.475
10 penerapan disiplin 361 2 3 0.372
11 penggunaan teknologi 349 2 2 0.372
12 tidak ada diskriminasi 399 2 3 0.733 13 support dari pengurus 496 4 4 0.420 14 komunikasi pengurus dan anggota 397 2 3 0.815
15 keterlibatan anggota 379 2 3 0.832
16 kepentingan anggota 389 2 3 0.731
D 17 nilai sportivitas dalam kompetisi 387 2 3 0.718 Budaya 18 rasa percaya diantara anggota 357 2 2 0.659
19 keterbukaan pengurus 521 4 4 0.413
20 sistem pengembangan diri 432 3 3 0.280 21 kepentingan koperasi adalah yang utama 395 2 3 0.731
22 motivasi dan harapan 560 4 4 0.432
23 partisipasi dalam koperasi 522 4 4 0.413
Integrasi 24 pemenuhan kebutuhan 394 2 3 0.586
E 25 pembagian SHU 460 4 4 0.664
26 loyalitas anggota 525 4 4 0.532
Tabel 4.5 Gap pengurus dan anggota
modus median modus median
A 1 visi misi 93 4 4 3 3
Arah & Sasaran 2 peranan pengurus 89 4 4 3 3
B 1 desain struktur organisasi 74 4 4 4 3
Kondisi 2 pembagian tugas 70 3 3 2 2
Organisasi 3 pemberdayaan 52 2 2 2 2
1 sifat keanggotaan 97 5 5 4 4
C 2 peran manajer 62 5 4 4 4
Pengelolaan 3 program karier anggota 77 4 4 3 3
SDM 4 manfaat penyuluhan 54 2 2 2 2
5 penerapan disiplin 59 2 3 2 3
6 penggunaan teknologi 52 2 2 2 2
1 tidak ada diskriminasi 90 4 4 2 2
2 support dari pengurus 88 4 4 2 2
3 komunikasi pengurus dan anggota 86 4 4 2 3
4 keterlibatan anggota 91 3 2 2 2
5 kepentingan anggota 87 4 4 2 2
D 6 nilai sportivitas dalam kompetisi 78 3 4 2 3 Budaya 7 rasa percaya diantara anggota 69 3 3 2 2
8 keterbukaan pengurus 90 4 4 2 3
9 sistem pengembangan diri 77 4 4 3 3
10 kepentingan koperasi adalah yang utama 88 5 4 2 2
1 motivasi dan harapan 85 4 4 4 4
2 partisipasi dalam koperasi 78 4 4 4 4
Integrasi 3 pemenuhan kebutuhan 85 4 4 2 2
E 4 pembagian SHU 83 5 5 4 4 5 loyalitas anggota 90 3 3 4 4 Dimensi skor pengurus anggota Pertanyaan No
Dari tabel 4.5 terlihat terdapat gap yang cukup besar antara pengurus dan non pengurus. Penilaian pengurus berbeda dengan penilaian anggota dari mulai dimensi arah sasaran sampai dengan dimensi integrasi.
Dimensi arah sasaran pengurus menjawab setuju sementara anggota cenderung menjawab ragu‐ragu. Perbedaan persepsi ini dapat menghambat gerakan koperasi itu sendiri. Karena dimensi ini menunjukan bahwa masing‐masing pihak mempunyai tujuan yang berbeda atau pengurus gagal untuk mengkomunikasikan arah dan sasarannya kepada anggota. Faktor penyebab munculnya gap ini dapat dilihat dari keterkaitan dengan dimensi yang lain.
Dimensi kondisi organisasi , dari dimensi ini terlihat bahwa baik anggota maupun pengurus melihat susunan struktur yang dibuat sudah cukup baik, akan tetapi kinerja dan pemberdayaaan dinilai kurang . Sehingga masih banyak pembagian tugas yang belum jelas dan upaya untuk memanfaatkan sumber daya internal –pun masih dinilai kurang.
Dimensi pengelolaan SDM, sifat keanggotaan yang terbuka, tidak adanya program karier, dan kurangnya manfaat dari penyuluhan menunjukan tumpulnya fungsi MSDM dalam hal perencanaan dan pemeliharaan. Dan sepertinya tugas‐tugas koperasi sangat dipercayakan kepada manajer, sementara upaya bersama dari pengurus dan anggota sepertinya belum menunjukan kontribusi yang signifikan.
Budaya koperasi yang seharusnya dibangun atas asas kebersamaan dan kekeluargaaan menjadi asas pemanfaatan. Hal ini terlihat dari jawaban anggota yang menilai kepentingan koperasi bukan sebagai tujuan utama atau tujuan bersama tetapi sebagai tujuan sekunder, dimana tujuan primernya mungkin adalah tujuan pribadi seperti mendapatkan pinjaman untuk kepentingan pribadi semata. Sehingga
keberlangsungan dan profitabilitas koperasi bagi anggota hanya menjadi tujuan sekunder. Tapi hal ini dapat menjadi alasan yang rasional jika koperasi tersebut memang tidak memperjuangkan kepentingan anggota sehingga bagi anggota koperasi ini lebih kearah koperasi pengurus. Terlihat dari jawaban dimensi budaya D5, sebagian besar anggota (57%) menilai koperasi tidak memperjuangkan kepentingan anggota.
Dimensi integrasi, pada dasarnya baik pengurus maupun anggota memiliki motivasi dan harapan yang tinggi ketika masuk koperasi. Akan tetapi terlihat muncul gap mengenai aspek pemenuhan kebutuhan. Aspek ini menunjukan kemungkinan adanya diskriminasi antara pengurus dan anggota. Akan tetapi loyalitas anggotapun dipertanyakan oleh pengurus. Jika dilakukan sinkronisasi antara hasil wawancara dan pengolahan kuesioner diatas dapat disimpulkan hal‐hal sebagai berikut ini: Arah dan Sasaran (Dimensi A) Dimensi A 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 Gambar 4.2 Distribusi Dimensi A
Tidak setuju
Ragu-ragu
setuju
Misi awal dari koperasi ini adalah untuk membantu usaha‐usaha kecil. Jadi sifatnya adalah pemerataaan, dalam arti usaha‐usaha kecil menjadi priotitas untuk dibantu. Akan tetapi dalam perkembangannya tujuan tersebut mengalami perubahan sedikit demi sedikit, dimana usaha‐usaha kecil tersebut tidak hanya didanai saja akan tetapi dibantu untuk menjadi usaha yang lebih besar skalanya. Perubahan inilah yang mempengaruhi konsistensi tujuan koperasi karena berubahnya prioritas dari pendanaan. Jika sebelumnya pendanaan tersebar secara cukup merata untuk semua anggota koperasi maka sekarang pendanaan adalah untuk segelintir anggota yang usahanya akan dikembangkan skalanya dari kecil menjadi menengah. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya keraguan pada sebagian besar anggota koperasi terutama yang merasa kebutuhan pendanaannya belum terpenuhi .
Namun demikian jika kita melihat tujuan awal KSU ABC ini adalah untuk menjadi koperasi yang mampu bersaing. Maka koperasi harus memilki usaha yang dapat diandalkan. Pengembangan usaha mikro menjadi usaha berskala menengah adalah upaya untuk meningkatkan daya saing. Tentu saja usaha mikro yang berpotensi saja yang akan dikembangkan oleh koperasi.
Dari hal‐hal terbut diatas menunjukan bahwa pengurus dan anggota memilki cara pandang yang berbeda mengenai cara untuk mencapai sasaran koperasi. Dan penguruspun kurang mampu untuk mengkomunikasikan arah dan sasarannya kepada anggota.
Kondisi Organisasi (Dimensi B) Dimensi B 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3
Gambar 4.3 Distribusi Dimensi B
Roda kegiatan koperasi dijalankan oleh pengurus, dengan demikian pengurus memegang peranan yang penting sebagi motor penggerak koperasi. Pengurus melakukan berbagai kegiatan organisasi yang sangat padat mulai dari perencanaan sampai pelaksanaaan. Koperasi berbeda dengan perusahaan, dimana didalam koperasi harus ada kepemilikan bersama, sehingga anggota dituntut untuk proaktif dalam menjalankan aktivitasnya tidak seperti diperusahaan yang menunggu dan melaksanakan perintah.
Akan tetapi anggota menilai pembagian tugas dan pemberdayaaan belum dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini menunjukan bahwa pembagian tugasnya belum efektif. Selain itu juga dalam kepengurusan koperasi sendiri terasa adanya ketimpangan dalam pembagian tugas yang menumpuk di pengurus inti sementara seksi‐seksi dan tim‐tim dibawahnya dirasakan kurang tanggap dalam menjalankan tugasnya. Kekurang tanggapan dari seksi dan kurangnya pemberdayaan bisa jadi diakibatkan oleh ketidakjelasan dalam pembagian tugas hal ini ditunjukan oleh adanya korelasi positif antara 2 aspek tersebut. Hal‐hal seperti ini tentu saka mengurangi kinerja organisasi koperasi tersebut. Tidak setuju Ragu-ragu setuju Sangat setuju
Adanya gap kondisi organisasi ini menunjukan langkah atau cara pembagian tugas yang kurang pada tempatnya. Dalam hal ini penempatan orang di posisi yang kurang tepat sehingga keberadaannya dalam menjalankan tugas dan fungsinya antara ’ada dan tiada’. Hal ini bisa disebabkan karena pengurus kurang memahami potensi internalnya sendiri atau juga karena keterbatasan SDM. Sehingga proses delegasi selalu mengalami kegagalan karena kurangnya proses pembelajaran dari para anggotanya. Dengan demikian tidak heran jika semua kegiatan selalu mengandalkan pengurus karena anggota belum siap menjalankan tugas‐tugas koperasi apalagi yang bersifat strategis. Kondisi Sistem Pengelolaan SDM (Dimensi C) Dimensi C 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 6
Gambar 4,4 Distriusi Dimensi C
Pengelolaan koperasi tidak bisa mengandalkan dari program penyuluhan dinas koperasi saja. Kurang bermanfaatnya penyuluhan dari dinas diperparah lagi oleh kurangnya kejelasan program karier dalam kperasi, dikhawatirkan akan mengurangi motivasi anggota. Padahal sebenarnya pengembangan sistem seharusnya menjadi upaya mandiri bagi koperasi untuk mengembangkan sistem yang sesuai dan memilki daya saing. (Sunarto,2004)
Tidak setuju
Ragu-ragu
setuju
Keanggotaan koperasi bersifat terbuka sehingga menimbulkan banyak keberagaman hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang membuat pengelolaaan SDM koperasi menjadi lebih rumit. Berbeda dengan perusahaan yang mengadakan proses seleksi yang ketat bagi para calon karyawannya. Keanggotaan koperasi yang terbuka ini ibarat pedang bermata dua, jika upaya pengelolaan tidak dapat dilakukan dengan baik maka akan menjadi boomerang bagi koperasi itu sendiri.
Dalam hal pengelolaan ternyata anggota lebih percaya kepada manajer(pihak luar) daripada kepada pengurus (pihak dalam). Dengan demikian pada Koperasi ABC ini, manajer memegang peranan yang penting dan sebenarnya lebih tepat untuk memberikan program‐program pelatihan(edukasi) kepada para anggota. Sehingga pengembangan program pelatihan secara mandiri memungkinkan untuk dilaksanakan dengan memanfaatkan peranan manajer ini dan tentu dibantu juga oleh pengurus.
Budaya(Dimensi D) Dimensi D 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 4,5 Distriusi Dimensi D
Seperti telah dikemukakan pada dimensi arah sasaran bahwa terjadi pergeseran tujuan awal koperasi. Sehingga pendanaan lebih ditujukan untuk meningkatkan skala usaha dari mikro menjadi menengah, sehingga sasaranya bukan lagi pemerataan tetapi menjadi peningkatan keuntungan koperasi. Pergeseran ini yang menyebarkan keragu‐raguan pada para anggotanya dan diperkuat oleh tabel distribusi diatas yang menunjukan diskriminasi pendanaan (D1) ini sangat dirasakan oleh anggota
Komunikasi antar anggota dan pengurus tidak terjalin secara harmonis tetapi terkesan berjalan masing‐masing. Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebabnya diantaranya perbedaan latar belakang pendidikan yang cukup jauh antara anggota dan pengurus. Pengurus sebagai kaum intelek di koperasi tampaknya kurang bisa mengkomunikasikan pesannya kepada anggota koperasi, hal seperti ini dapat memicu kesalahpahaman. Tidak setuju Ragu-ragu setuju Sangat setuju
Menurut para anggotannya koperasi ini lebih kearah koperasi pengurus. Hal ini bisa terjadi karena pada perjalannnya, koperasi mulai memilih dan memilah mitra‐ mitra usahanya sehingga terjadi ’pengkerucutan’ jumlah mitra usaha yang didanai. Jika pengkerucutan dimaksudkan untuk menambah daya saing koperasi maka hal tersebut merupakan hal yang sah‐sah saja untuk dilakukan. Akan tetapi anggota melihatnya dari sisi yang lain yang lebih kearah personal, hal ini terlihat dari jawaban item (D10) dimana kepentingan anggota sebagai individu lebih penting daripada kepentingan koperasi itu sendiri. Cara pandang seperti inilah yang dapat mengikis semangat kebersamaan didalam koperasi.
Koperasi dibangun atas dasar asas kekeluargaan tapi faktanya cukup banyak kredit macet yang dibiarkan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban dengan alasan untuk menjaga asas kekeluargaaan. Ditambah lagi konflik atau kompetisi yang tidak sehat yang terjadi dalam pendanaan usaha‐usaha kecil yang sejenis bidang usahanya. Asas kekeluargaan pada koperasi ini belum dibangun atas asas sportivitas tapi tapi masih bersifat emosionalitas. .
Integrasi (Dimensi E) Dimensi E 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5
Gambar 4. 6 Distriusi Dimensi E
Setiap anggota memilki hak dan kewajiban yang sama, dan anggota mendapatkan haknya sesuai dengan kewajibannya. Anggota lebih memilih produk pinjaman karena menurut mereka hal tersebut lebih menguntungkan bagi anggota daripada menggunakan sistem bagihasil. Selain itu juga sistem bagi hasil lambat laun akan mengambil alih kepemiliikan. Bagi anggota koperasi idealnya berfungsi seperti BPR namun dengan suku bunga yang lebih rendah dan tanpa jaminan.
Dilain pihak untuk menjaga keberlangsungan dan nilai‐nilai kompetitif koperasi maka sistem kemitraan koperasi KSU harus dibangun dengan kokoh (Sunarto, 2004). Melihat hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa di koperasi ABC belum ada irisan dan kesatuan kebutuhan antara koperasi sebagai instansi dan anggota sebagai bagian dari koperasi. Profit bagi koperasi bisa dioptimalkan melalui sistem bagi hasil lain halnya menurut kacamata anggota, profit dapat dioptimalkan dengan menekan suku bunga dengan demikian beban modalnya menjai lebih rendah (reducing cost of capital). Tidak setuju Ragu-ragu setuju Sangat setuju
Pembagian SHU di KSU ABC menggunakan mekanisme yang dinamakan point saham yang terdiri dari beberapa variabel. Sistem poin saham ini dinilai cukup adil baik oleh pengurus maupun anggota. Akan tetapi SHU ini bukan menjadi kebutuhan yang mendesak bagi anggotanya.
Secara umum gap antara pengurus dan anggota dapat dilihat seperti poligon dibawah ini: Gambar 4. 7 Poligon Gap pengurus dan anggota 0 1 2 3 4 5 A PENGURUS ANGGOTA B C D E
4.3 Studi Komparatif
Dibawah ini adalah kondisi manajemen sumber daya manusia koperasi XYZ yang didapat dari berbagai sumber seperti majalah, internet dan pendapat para ahli koperasi.
4.6 Tabel studi komparatif
Dimensi Koperasi ABC Koperasi XYZ
Arah dan Sasaran Belum memiliki tujuan yang spesifik Memiliki tujuan bersama yang sudah spesifik Kondisi Organisasi Pembagian tugas belum efektif, pemberdayaan yang masih minim Fungsi strategis telah berjalan dengan baik, pemberdayaan yang cukup optimal sesuai perannya masing‐masing Pengelolaan SDM Outsourcing belum dimanfaatkan dengan baik, posisi tawar kperasi masih lemah, program pelatihan kurang berkembang Pemanfaatan outsourcing, komputerisasi, koperasi memiki posisi tawar yang kuat, program pelatihan, penerapan disiplin Budaya Asas ‘pemanfaatan’, usaha yang heterogen Asas kekeluargaaan, usaha yang saling mendukung dengan pola cluster Integrasi irisan kebutuhan yang kecil antara koperasi dan anggota Sinergisasi antara anggota dan pengurus Tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar‐besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Koperasi
dibangun dengan asas kekeluargaan dan sistem usaha mikro yang berfungsi sebagai ʺpintu masukʺ (entry point) ke dunia usaha, yang lebih luas (Raharjo;2005). Koperasi XYZ sejak awal telah mempunyai tujuan bersama yang spesifik.. Kejelasan dari tujuan ini penting untuk menjaga aktivitas koperasi agar tetap pada koridornya Kesamaan dalam tujuan ini membuat koperasi XYZ mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada. Usaha mikro yang ada saling bergabung untuk lebih memantapkan barisan, langkah ini secara signifikan mampu menambah daya saing koperasi. Ibarat sebuah gelombang resonansi yang saling menguatkan. Berbeda dengan koperasi ABC yang sejak awal tujuannya bersifat umum sehingga dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada koperasi mengalami berbagai masalah intern. Sehingga tujuannya saling bertabrakan antara satu sama lain bukan saling menguatkan malah saling melemahkan.
Struktur organisasi koperasi XYZ bersifat fungsional. Optimalisai dari pemberdayaan anggota pada koperasi XYZ memang belum diukur, akan tetapi fungsi‐fungsi strategis pada organisasi telah berjalan dengan baik. Dan anggota memiliki kesadaran berperan dalam koperasi karena memilki kesamaan langkah dengan koperasi. Berbeda dengan koperasi ABC yang sering terjadi konflik antara pengurus inti dan kepala seksi maupun dengan anggota.
Koperasi XYZ menggunakan pendekatan yang cenderung top down kepada para anggotanya. Disini peran manajer menjadi penting sebagai ujung tombak untuk mengarahkan program koperasi. Kondisi anggota yang relatif homogen dalam lingkup usahanya semakin memudahkan langkah koperasi dalam mencapai tujuan. Selain itu koperasi XYZ terbukti telah mampu menjadikan usaha mikro menjadi pintu masuk menuju usaha yang lebih besar bahkan mendunia. Koperasi ABC juga menggunakan pendekatan top down akan tetapi penerimaan dari anggotanya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan karena koperasi dinilai
belum mampu memberikan pintu masuk bagi para anggotanya sehingga posisi tawarnya dimata anggota masih lemah.
Budaya kekeluargaan koperasi dikembangkan dengan membangun kesesuaian partisipasi yang terdiri dari 3 aspek yaitu sumber‐sumber daya, pengambilan keputusan dan manfaat ( Sunarto;2004). Koperasi XYZ adalah koperasi yang sudah bersifat terbuka, pemanfaatan sumber daya terutama keuangan telah dilakukan secara optimal dan anggota tetap memiliki peran yang dominan dalam menentukan keputusan. Hal tersebut merupakan indikasi telah terbentuknya budaya koperasi yang lebih maju dengan tetap menjaga ciri‐ciri koperasi itu sendiri.
Sejak awal aktivitas usaha anggota telah beririsan dengan bentuk kegiatan koperasi XYZ, hal seperti ini lebih memudahkan proses integrasi dalam koperasi. Dilain pihak pembagian SHU dilakukan setiap tahun sebagaimana halnya dividen. Bentuk koperasi yang terbuka menjadi tantangan tersendiri bagi koperasi untuk menjaga ciri khas koperasinya dalam pembagian dividen atau SHU.