• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL GOTONG ROYONG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH Sumaryono Karyo Pamungkas 1, Isawati 2, Tri Yuniyanto 3 ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL GOTONG ROYONG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH Sumaryono Karyo Pamungkas 1, Isawati 2, Tri Yuniyanto 3 ABSTRACT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL GOTONG ROYONG DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Sumaryono Karyo Pamungkas1, Isawati2, Tri Yuniyanto3 ABSTRACT

This study aims to determine (1) Understanding of history teachers and students about the values of local wisdom gotong royong in MAN 1 Surakarta; (2) Planning, implementation, constraint, and evaluation done in implementing the values of local wisdom of gotong royong in learning history of class XI IPA 2 in MAN 1 Surakarta academic year 2016/2017.

This study used descriptive qualitative method. Source of data comes from informants, events and places, as well as documents. Data were collected through interviews, observation, and document analysis. Validity test is done by using triangulation data and triangulation method. Data analysis techniques using interactive analysis techniques consisting of data collection, data reduction, data presentation, and conclusion.

The results of the research show that (1) the understanding of the history teacher about the values of local wisdom gotong royong has understood the understanding of gotong royong in general, but in its application the teacher can not create the maximum learning history. While the students' understanding of the values of local wisdom gotong royong only understand the understanding of mutual cooperation in general, lack understanding of the essence of mutual cooperation; (2) Planning the implementation of the values of local wisdom gotong royong in learning history has been listed in the RPP and implemented through learning activities in the classroom and follow through daily life both in the school environment and in the dormitory environment; (3) Obstacles encountered include: (a) Less historical learning hours, (b) Student interest in history lesson, (c) When many student learning leave the lesson because there are school activities that need to be resolved, (d) Egos of students who are clever not willing to merge with students who are less intelligent; (4) Evaluation is done through the assessment of cognitive, affective, and psychomotor aspects.

Keywords: cultural values, local wisdom, gotong royong, learning history 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS

2 Dosen dan Pembimbing pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS 3 Dosen dan Pembimbing pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan menurut Hasbullah (2008: 1) diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan pada hakekatnya tidak hanya bertujuan untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas, tetapi juga membentuk manusia Indonesia yang berbudaya. kesejatian diri sebagai manusia (Danin, 2008: 2).

Tersamarnya identitas nasional sebagai jati diri bangsa Indonesia, menjadi permasalahan saat ini. Penyebabnya ialah masuknya budaya asing secara masif dan tanpa filter yang benar. Akibatnya, tumbuh sikap-sikap yang bertolak belakang dengan jati diri bangsa, seperti materialisme, hedonisme, westernisasi, individualis, dan sebagainya. Herimanto dan Winarno mengatakan dalam suatu kasus ditemukan generasi muda tidak mau mempelajari budaya sendiri dan menolak budaya generasi pendahulunya (2010: 34). Hal ini akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Ketika seseorang sudah tidak peduli dengan yang lain, maka kehidupan harmonis dan adil tidak akan mampu terwujud. Diperlukan suatu pembelajaran yang menyadarkan kembali generasi muda terkait identitasnya sebagai manusia Indonesia melalui pembelajaran berbasis kearifan lokal (Qodariah dan Armiyati, 2013: 12)

Sekolah berbasis kearifan lokal memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari budaya lokal yang ada di daerahnya. Salah satu contoh kebudayaan lokal yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah tradisi gotong royong yang ada di Indonesia sejak zaman prasejarah, khususnya di pulau Jawa.

Gotong royong merupakan konsep yang mempunyai nilai sangat tinggi serta erat kaitannya dengan kehidupan rakyat Indonesia terutama masyarakat Jawa yang dalam segala kegiatan kemasyarakatannya selalu didasarkan pada asas kekeluargaan yang demokratis. Ide dasar demokratis ini berupa pengikutsertaan rakyat dalam persetujuan umum untuk mencapai keputusan bersama. Pada dasarnya gotong royong merupakan bentuk kerja sama masyarakat desa dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini sudah ada sejak jaman dahulu hingga sekarang (Handayani, 2000: 12).

Nilai-nilai gotong royong dalam kegiatan pembelajaran dapat diterapkan melalui model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan aktivitas, kreativitas berpikir, dan menumbuhkan perilaku sosial yang positif, misalnya sikap kepedulian terhadap lingkungan dan gotong royong antar

(3)

siswa yang dapat dikembangkan melalui diskusi maupun kerja kelompok (Handayani, 2015).

MAN 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah di provinsi Jawa Tengah yang mengembangkan pembelajaran berbasis kearifan lokal. MAN 1 Surakarta mengambil kearifan lokal dari daerah setempat berupa tradisi gotong royong. Inti dari nilai-nilai kearifan lokal tersebut yaitu mengajarkan untuk menjaga warisan budaya lokal dan saling tolong menolong tanpa membedakan golongan serta mempertahankan identitas bangsa Indonesia sehingga berimplikasi pada penguatan nilai-nilai karakter siswa. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut diintegrasikan dengan nilai-nilai keislaman dan menjadi pedoman MAN 1 Surakarta dalam menjalankan program pendidikan.

Pembelajaran berbasis nilai-nilai kearifan lokal gotong royong ini sangat diperlukan di MAN 1 Surakarta terutama pada program khusus yaitu madrasah unggulan dengan sistem pondok pesantren (Islamic Boarding School). Nilai-nilai kearifan lokal gotong royong tersebut dapat terlihat dalam kehidupan di dalam sistem pondok pesantren ini dan diharapkan setelah lulus dari sekolah, siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Nilai kearifan lokal gotong royong diambil dari daerah setempat, diintegrasikan, dan ditanamkan pada siswa MAN 1 Surakarta dalam materi pembelajaran sejarah yaitu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada kelas XI IPA semester genap di MAN 1 Surakarta. Hal tersebut bertujuan untuk membentengi diri dari pengaruh negatif globalisasi sehingga karakter siswa terbentuk dengan baik. Selain itu dengan diterapkannya nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran sejarah diharapkan siswa memiliki pemahaman tentang kearifan lokalnya, menimbulkan kecintaan dan bangga terhadap budayanya sehingga rasa nasionalismenya juga semakin kuat.

Disamping untuk membentuk karakter siswa, pelajaran sejarah yang diberikan di sekolah dituntut untuk membuat siswa menjadi sedekat mungkin dengan masyarakat, karena sejarah yang diajarkan beserta nilai-nilai yang terkandung didalamnya diambil dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian pembelajaran sejarah yang dilakukan dan dikembangkan oleh guru dapat memfasilitasi perkembangan potensi siswa secara optimal dan mampu melatih ketanggapan sosial siswa terhadap berbagai masalah yang tumbuh dan berkembang. Pembelajaran sejarah

(4)

dengan berbasiskan nilai-nilai kearifan lokal dapat dijadikan sebagai alternatif solusi dalam membentuk karakter siswa.

LANDASAN TEORI Nilai-nilai Kearifan Lokal

Kearifan lokal ialah filsafat yang hidup di dalam hati masyarakat, berupa kebijaksanaan akan kehidupan, way of life, ritus-ritus adat, dan sejenisnya. Kearifan lokal merupakan produk berabad-abad yang melukiskan kedalaman batin manusia dan keluasan relasionalitas dengan sesamanya serta menegaskan keluhuran rasionalitas hidupnya. Kearifan lokal tersembunyi dalam tradisi hidup sehari-hari, dalam mitologi, dalam sastra yang indah, dalam bentuk-bentuk ritual penghormatan atau upacara adat, dalam wujud nilai-nilai simbolik bentuk rumah (tempat tinggal), dalam bahasa dan kebudayaan kesenian, dan dalam tata kehidupan lokalitas indah lainnya (Riyanto, 2015: 28-29).

Menurut Sartini (Panjaitan dkk, 2014: 115), keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya, diantaranya sebagai berikut: 1) Konservasi dan pelestarian sumber daya alam.

2) Pengembangan sumber daya manusia.

3) Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 4) Petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

5) Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. 6) Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian. 7) Bermakna etika dan moral.

8) Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client. Gotong Royong

Gotong royong adalah sifat dasar yang dimiliki manusia Indonesia. Masyarakat sejak lama telah sadar betul bahwa sebagai makhluk sosial untuk memenuhi kebutuhannya harus melibatkan orang lain. Sebaliknya, juga perlu melibatkan diri untuk membantu orang lain melepaskan diri dari kesulitan. Tidak semua hal bisa dilakukan sendiri atau menggunakan kekuatan sendiri. Budaya gotong royong benar-benar hidup dan menjadi tulang punggung kehidupan bermasyarakat (Hamzet, 2015).

(5)

Konsep nilai gotong royong yang merupakan latar belakang dari segala aktivitas tolong menolong antara warga sedesa harus dikelaskan dalam golongan nilai-nilai budaya yang mengenai masalah dasar (hakekat hubungan manusia dengan sesamanya). Nilai itu mengandung empat konsep dalam sistem nilai budaya orang Indonesia ialah: 1. Manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh komunitasnya,

masyarakatnya, dan alam semestanya. Di dalam sistem makrokosmos tersebut merasakan dirinya hanya sebagai suatu unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh peredaran alam semesta yang maha besar itu.

2. Manusia pada hakekatnya tergantung kepada sesamanya dalam segala aspek kehidupannya.

3. Manusia harus selalu berusaha untuk memelihara hubungan baik dengan sesamanya, terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa.

4. Selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dan bersama dengan sesamanya dalam komunitas, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah (Koentjaraningrat, 2000: 62-63).

Pembelajaran Sejarah

Peranan strategis pengajaran sejarah dalam rangka pembangunan bangsa menuntut suatu penyelenggaraan pengajaran sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, sehingga mampu membangkitkan semangat pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung jawab serta kewajiban (Kartodirdjo, 1993: 258). Kepekaannya terhadap sejarah akan melahirkan inspirasi dan aspirasi untuk melaksanakan tugasnya sebagai warga negara.

Tujuan Instruksional pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) menurut Kochhar (2008: 50) adalah mengembangkan pengetahuan, pemahaman, pemikiran kritis, ketrampilan praktis, minat, dan perilaku. Sedangkan menurut Agung dan Wahyuni (2013: 56), pengajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah. Melalui pengajaran sejarah, siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk

(6)

memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta perubahan sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.

Esensi mempelajari sejarah adalah untuk mencari dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa yang telah terjadi. Kochhar (2008: 61-65) menjelaskan nilai-nilai yang bisa diperoleh dalam pembelajaran sejarah yaitu nilai keilmuan, memberikan informatif, nilai pendidikan, nilai etika, nilai budaya, nilai politik, nilai nasionalisme, nilai internasionalisme, nilai kerja, dan nilai kependidikan. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di MAN 1 Surakarta, dengan subjek penelitian yaitu kelas XI IPA 2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2017 meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, analisis, dan pelaporan penelitian.

Bentuk dari penelitian ini adalah deskriptif kualitiatif. Hal ini karena prosedur penelitiannya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2010: 6).

Ditinjau dari aspek yang diteliti, penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus ini menggunakan pendekatan tunggal terpancang. Studi kasus tunggal berarti bahwa dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran dengan satu karakteristik. Artinya, penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau satu subjek),. Sedangkan disebut terpancang (embedded research) karena sasaran dan tujuan serta masalah yang akan diteliti sudah ditetapkan sebelum terjun ke lapangan, yaitu implementasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran sejarah (Sutopo, 2006: 139)

Sumber data dalam penelitian ini adalah (1) Informan, meliputi guru mata pelajaran sejarah, wakil madrasah bagian kurikulum, wakil madrasah bagian kesiswaan, dan siswa kelas XI IPA 2 MAN 1 Surakarta; (2) Tempat, peristiwa atau aktivitas, yaitu kegiatan pembelajaran sejarah yang mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong di kelas XI IPA 2 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Surakarta yang dilihat dari aspek metode pembelajaran, media yang digunakan, sumber belajar, interaksi guru dan siswa, dan sistem evaluasi; (3) Dokumen atau arsip yang berupa

(7)

silabus, RPP, buku pelajaran, soal-soal untuk evaluasi serta dokumen yang mendukung penelitian lainnya.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel yang benar-benar mengetahui atau dianggap berhubungan dengan apa yang diteliti oleh peneliti. Sedangkan teknik pengumppulan data dalam penelitian ini yaitu (1) wawancara mendalam dengan informan; (2) Observasi berperan pasif ; (3) Analisis dokumen yang berkaitan dengan pembelajaran sejarah. Validasi data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Teknik analisis data yang digunakan adalah model interaktif dengan komponen reduksi data, penyajian data/display, dan penarikan simpulan/verifikasi. Tiga komponen analisis data tersebut saling berkaitan dan berinteraksi, serta tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengumpulan datanya (Sutopo, 2006: 133)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pemahaman Guru Sejarah dan Siswa tentang Nilai-nilai Kearifan Lokal Gotong Royong di MAN 1 Surakarta

Kegiatan pembelajaran tidak bisa dilepaskan oleh peran siswa dan lingkungan sekitar. MAN 1 Surakarta mencoba menginternalisasikan kearifan lokal di lingkungan sekitar yaitu tradisi gotong royong. Hal ini nampak terlihat dalam proses pembelajaran di kelas XI IPA 2 MAN 1 Surakarta. Rusdi Mustapa, guru mata pelajaran sejarah MAN 1 Surakarta, memahami nilai-nilai kearifan lokal gotong royong sebagai sesuatu yang sudah turun menurun sejak zaman nenek moyang. Menurut Daendels gotong royong merupakan salah satu budaya asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman prasejarah. Budaya gotong royong masih relevan untuk kondisi saat ini yang ditunjukkan dengan masih seringnya dijumpai kegiatan masyarakat di pedesaan seperti sambatan, mbangun dalan, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, Bapak Rusdi Mustapa sebagai guru sejarah di MAN 1 Surakarta telah memahami pengertian nilai kearifan lokal gotong royong secara umum, akan tetapi dalam penerapannya masih belum maksimal. Hal ini terlihat dalam pembuatan soal masih di tingkat C1 dimana tingkat kesulitannya masih rendah serta kurang mencerminkan penanaman nilai-nilai kearifan lokal gotong royong. Sehingga pemahaman siswa tentang nilai-nilai

(8)

kearifan lokal gotong royong di MAN 1 Surakarta hanya sebatasa pengertian dari gotong royong secara umum sedangkan hakekat dari gotong royong tersebut kurang dipahami.

2. Perencanaan Implementasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Gotong Royong dalam Pembelajaran Sejarah Kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Ada beberapa komponen yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan implementasi nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah yaitu merencanakan kompetensi, mengembangkan indikator kompetensi, mengembangkan materi, mengembangkan penilaian, mengembangkan strategi pembelajaran, dan merancang media pembelajaran.

Perencanaan implementasi nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah dapat dituangkan dalam RPP. Menurut Mulyasa (2013: 183), RPP merupakan penjabaran lebih lanjut dari silabus dan merupakan komponen penting dari kurikulum 2013 yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional. RPP yang dibuat oleh guru sejarah tidak dibuat setiap kali akan masuk kelas, tetapi dibuat pada awal semester untuk rencana selama satu semester. RPP tersebut dibuat sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan di MAN 1 Surakarta yaitu Kurikulum 2013. Secara umum RPP yang dibuat oleh guru sejarah memuat identitas madrasah, identitas mata pelajaran, kelas/ semester, materi pokok, alokasi waktu, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

3. Pelaksanaan Implementasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Gotong Royong dalam Pembelajaran Sejarah Kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Komponen yang kedua dalam proses pembelajaran adalah pelaksanaan pembelajaran. Dalam melakukan proses pembelajaran, guru sejarah berpedoman pada RPP yang telah direncanakan sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran sejarah

(9)

tersebut terdiri dari tiga tahap kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Pada tahap pendahuluan guru mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam. Dalam proses pembelajaran sejarah, guru tidak berdoa bersama siswa karena kegiatan berdoa sudah dilakukan pada jam pertama pelajaran. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh guru yaitu memeriksa kehadiran siswa serta mengkondisikan siswa dan kelas. Dalam kegiatan pendahuluan ini, guru sejarah melakukan kilas balik materi yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Tujuannya yaitu agar siswa dapat mengingat kembali materi yang telah disampaikan oleh guru serta dapat mengkaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Selain itu, guru juga menjelaskan topik dan tujuan dari proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam kegiatan inti guru sudah menerapkan pendekatan saintifik sesuai dengan Kurikulum 2013 yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Metode yang digunakan oleh guru sejarah tidak hanya metode ceramah tetapi juga menggunakan metode diskusi. Selama proses pembelajaran guru memanfaatkan media pembelajaran dengan baik, yaitu dengan menggunakan media

powerpoint dan aplikasi berbasis android.

Selama proses pembelajaran guru tidak hanya menyampaikan materi tetapi juga menanamkan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong yang dapat diteladani dari materi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Guru sejarah dalam menyampaikan substansi materi sudah sesuai dengan kompetensi dasar dan kompetensi inti, serta telah mengajak siswa untuk menerapkan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dan berfikir kritis melalui metode diskusi. Nilai-nilai kearifan lokal dari gotong royong yang dapat diajarkan kepada siswa adalah kebersamaan, persatuan, rela berkorban, tolong menolong, sosialisasi. Dengan diajarkannya nilai-nilai kearifan lokal tersebut, maka siswa dapat meneladani dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan penutup guru terlebih dahulu mengajak siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan memberi pertanyaan sebagai suatu cara untuk mengetahui tujuan pembelajaran telah tercapai. Setelah itu, guru memberitahu materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya serta

(10)

memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi tersebut. Selanjutnya guru mengucapkan salam sebagai tanda pembelajaran sejarah telah selesai.

4. Kendala yang Dihadapi dalam Implementasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Gotong Royong dalam Pembelajaran Sejarah Kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Di dalam proses pembelajaran sejarah terkandang akan menemui beberapa kendala. Berikut ini beberapa kendala yang dihadapi oleh guru sejarah:

a. Jam pembelajaran sejarah hanya dua jam pelajaran. Tiap tatap muka terdiri dari 45 menit dengan cakupan materi yang sangat banyak. Dengan waktu pembelajaran yang amat singkat ini, membuat pembelajaran menjadi terkesan terburu-buru karena guru harus menyampaikan materi yang harus diselesaikan sesuai dengan jadwalnya. Sehingga Guru dalam menyampaikan materi pokok bahasan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kurang dapat memaksimalkan penanaman nilai-nilai kearifan lokal gotong royong yang terkandung didalamnya.

b. Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran sejarah masih rendah. Selama proses pembelajaran berlangsung, hanya beberapa siswa saja yang antusias untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan dari guru. Sedangkan beberapa siswa yang lainnya hanya diam memperhatikan, bahkan terlihat beberapa siswa ada yang mengantuk.

c. Munculnya sikap ego dan individualis dari siswa yang tergolong pandai tidak mau melebur dengan siswa yang kurang pandai.

Solusi atau upaya yang dilakukan guru sejarah untuk mengatasi kendala diatas antara lain:

a. Guru menggunakan berbagai metode pembelajaran untuk mengatasi jam pembelajaran yang kurang memadai.

b. Penggunaan metode yang unik dapat manarik siswa untuk belajar sejarah. c. Guru memberikan materi berupa softfile dan penugasan untuk siswa yang

berhalangan hadir agar tidak tertinggal materi.

d. Lingkungan madrasah yang agamis dapat memperkecil sikap egoisme dan individualis diantara siswa.

(11)

5. Evaluasi yang Dilakukan dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal Gotong Royong dalam Pembelajaran Sejarah Kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017

Komponen yang terakhir dalam proses pembelajaran adalah evaluasi. Suryani dan Agung (2012: 160-161) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.

Evaluasi yang dilakukan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan lembar penilaian seperti dalam RPP.

a. Aspek Kognitif

Sesuai dengan Kurikulum 2013, KKM pada mata pelajaran sejarah kelas XI MAN 1 Surakarta adalah 75. Penilaian kognitif pada pembelajaran sejarah dilakukan oleh guru dengan melalui pemberian post test berupa pertanyaan secara lisan. Pemberian soal lisan tersebut dilakukan pada kegiatan akhir pembelajaran. Penilaian kognitif dilakukan untuk mengukur ketercapaian materi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang telah diajarkan oleh guru sejarah.

Berdasarkan analisis dokumen, soal yang dilampirkan dalam RPP masih dalam tingkat kesulitan yang rendah, yaitu tingkatan C1 (pengetahuan atau

knowladge). Soal-soal tersebut hanya mencakup kemampuan mengenali,

mengetahui, dan mengingat hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Hal itu dapat dilihat dari pembuatan soal yang kurang mencerminkan tentang nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dimana belum terdapat nilai kebersamaan, nilai persatuan, nilai rela berkorban, nilai tolong menolong, dan nilai sosialisasi. Seharusnya soal yang diberikan kepada siswa SMA/MAN yaitu tingkat C2 mencakup pemahaman, tingkat C3 mencakup penerapan, bahkan tingkat C4 mencakup soal analisis. Hal ini agar dapat meningkatkan daya kritis siswa.

(12)

Sikap afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Hal ini akan tampak dari tingkah laku siswa, baik saat di dalam kelas maupun luar kelas. Untuk itu penilaian afektif sangat penting untuk dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran sejarah mengingat bahwa proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa.

Penilaian aspek afektif dalam proses pembelajaran sejarah dilakukan oleh guru sejarah dengan cara mengamati perilaku siswa ketika proses belajar mengajar. Selain itu, guru juga menggunakan kegiatan diskusi untuk menilai perilaku siswa. Penilaian sikap yang dilakukan oleh guru sejarah berpedoman pada lembar pengamatan sikap yang telah dicantumkan di dalam RPP. Dalam lembar pengamatan sikap tersebut terdapat beberapa indikator, diantaranya indikator sikap aktif dalam pembelajaran, indikator sikap bekerjasama dalam kegiatan kelompok, serta indikator sikap toleran terhadap proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif. Tujuan dari penilaian yang dilakukan guru sejarah yaitu agar siswa senantiasa membiasakan diri untuk berperilaku baik. c. Aspek Psikomotorik

Penilaian aspek psikomotorik siswa kelas XI IPA 2 MAN 1 Surakarta dilakukan guru sejarah dengan cara melakukan penilaian dari diskusi kelompok, penugasan, dan keterampilan siswa dalam membawakan presentasi di depan kelas. Melalui diskusi kelompok ini, guru dapat melakukan evaluasi mengenai nilai-nilai gotong royong. Lembar penilaian tersebut meliputi indikator kebenaran konsep, kebenaran gagasan, sistematika dan tata bahasa.

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis daftar nilai siswa kelas XI IPA 2 MAN 1 Surakarta, nilai yang dicapai siswa pada mata pelajaran sejarah materi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang digunakan sebagai alat implementasi nilai-nilai kearifan lokal gotong royong sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata yang dicapai siswa telah mencapai batas nilai KKM yang ditentukan. Nilai KKM pada mata pelajaran sejarah yaitu 75 atau skala 2,66. Nilai rata-rata siswa kelas XI IPA 2 pada aspek kognitif yaitu 3,2; aspek afektif 3; dan aspek psikomotorik 3,34. Sehingga nilai rata-rata dari ketiga aspek tersebut yaitu 3,18.

(13)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan analisis dokumen, hasil wawancara, dan hasil observasi, pemahaman guru sejarah tentang nilai-nilai kearifan lokal gotong royong di MAN 1 Surakarta telah memahami pengertian dari gotong royong secara umum akan tetapi dalam penerapannya guru kurang dapat menciptakan pembelajaran sejarah secara maksimal. Sedangkan pemahaman siswa tentang nilai-nilai kearifan lokal gotong royong di MAN 1 Surakarta hanya memahami pengertian dari gotong royong secara umum, kurang memahami hakekat dari gotong royong tersebut.

Perencanaan implementasi nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta sudah tercantum dalam dalam RPP. Guru sejarah menyusun RPP pada awal semester untuk rencana selama satu semester.

Implementasi nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru. Pelaksanaan pembelajaran sejarah tersebut terdiri dari tiga tahap kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang mencakup kegiatan 5M, dan kegiatan penutup. Ketiga tahap tersebut sudah digunakan guru sejarah untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong .

Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta antara lain: 1) Jam pembelajaran sejarah hanya dua jam pelajaran dengan cakupan materi yang sangat banyak sehingga proses pembelajaran sejarah di kelas kurang maksimal; 2) Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran sejarah masih rendah; 3) Munculnya sikap ego dan individualis dari siswa yang tergolong pandai tidak mau melebur dengan siswa yang kurang pandai.

Evaluasi yang dilakukan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong dalam pembelajaran sejarah kelas XI IPA 2 di MAN 1 Surakarta meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan lembar penilaian seperti dalam RPP. Penilaian kognitif dilakukan dengan pemberian post test berupa pertanyaan secara lisan. Penilaian aspek afektif dilakukan dengan cara menilai sikap siswa yang

(14)

mencerminkan nilai-nilai gotong royong meliputi penilaian aktif, bekerja sama, dan toleran. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan dengan cara melakukan penilaian dari diskusi kelompok, penugasan, dan keterampilan siswa dalam membawakan presentasi di depan kelas

Saran

1. Kepala MAN 1 Surakarta

Kepada pihak sekolah diharapkan untuk lebih sering mengadakan event-event yang melibatkan seluruh warga sekolah dan diharapkan mendukung kegiatan-kegiatan kesiswaan yang dapat meningkatkan nilai-nilai kearifan lokal gotong royong.

2. Guru Sejarah MAN 1 Surakarta

Guru sejarah diharapkan dapat menggunakan model dan metode pembelajaran yang variatif sehingga siswa tidak merasa bosan ketika mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, guru dalam pembuatan soal post tes harus mencerminkan tentang nilai-nilai kearifan lokal gotong royong.

3. Siswa MAN 1 Surakarta

Kepada siswa disarankan untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di MAN 1 Surakarta secara maksimal untuk mencari informasi yang lebih banyak tentang materi pembelajaran sejarah.

4. Peneliti

Kepada para peneliti disarankan untuk dapat melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada informan yang akan diwawancarai. Dengan adanya pendekatan tersebut, informan akan lebih terbuka dan tidak sungkan pada saat proses wawancara.

REFERENSI

Agung, Leo dan Sri Wahyuni. (2013). Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Danin, Sudarwan. (2008). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara Hamzet. (2015, 26 Juni). Gotong Royong Sebuah Budaya Khas Indonesia.

Kompasiana. Diperoleh pada 10 Januari 2017, dari http://www.

kompasiana.com/hamzet/gotong-royong-sebuah-budaya-khas-indonesia_ 5500bf7aa333118d73511982

(15)

Handayani, A.E. (2000). Sambatan sebagai Media Mempertahankan Budaya Gotong Royong Masyarakat Pedesaan. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret Hasbullah. (2008). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Handayani, Sri. (2015). Implementasi Model Cooperative Learning Teknik Talking Chips dengan Standar K ompetensi “Memahami Usaha Manusia Mengenali Perkembangan Lingkungannya” untuk Meningkatkan Kepedulian Lingkungan dan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VII A SMP Negeri 1 Mondokan. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret.

Herimanto dan Winarno. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara

Kartodirdjo, Sartono. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Kochhar, SK. (2008). Pembelajaran Sejarah (Teaching of History). Jakarta: PT Grasindo

Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan .Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurukulum 2013. Bandung: PT Rosdakarya

Panjaitan, dkk. (2014). Korelasi Kebudayaan & Pendidikan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Qodariah, Lelly dan Laely Armiyati. (2013, Mei). Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga sebagai Alternatif Sumber Belajar IPS SMP di Tasikmalaya. Socia. Vol. 12, No. 1, Hlm. 10-22.

Riyanto, dkk. (2015). Kearifan Lokal Pancasila Butir-butir Filsafat Keindonesiaan. Yogyakarta: PT Kanisius

Suryani, Nunuk dan Leo Agung. (2012). Srategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Sutopo, H. B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya

Referensi

Dokumen terkait

kemakmuran masyarakat serta kelestarian fungsi lingkungan hidup dengan baik, harus dijalin hubungan sinergis antara Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara dengan para pelaku

Dengan membaca wacana tentang wujud benda yang ditampilkan melalui PPT pada WA grup, peserta didik dapat mengaitkan informasi yang terkait dengan wujud benda dengan tepat.. Dengan

Awalnya, Workshop akan dibuat untuk mengenalkan dasar-dasar pembuatan videografi pada adik-adik tersebut, lalu sebagai bentuk praktik, mereka juga akan

Perolehan indikator pemahaman konsep segiempat subjek KT dalam menyelesaikan soal yang terkait sifat-sifat segiempat yaitu, (1) dapat menyatakan kembali definisi

Pemberian parit pada areal tidak meningkatkan berat biji per hektar dibandingkan tanpa parit namun pemberian bahan organik di dalam parit meningkatkan berat biji per

Meskipun demikian se- jumlah negara telah berkonsul- tasi dengan otoritas China untuk mengatur pemulangan warga mereka dalam upaya meng- hindari tertular infeksi virus

Dengan tujuan menghasilkan potensi gas Landfill yang dihasilkan dari penguraian limbah organik Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang Kabupaten Bekasi sebagai

Syaiful Anwar, Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, wawancara , dicatat pada tanggal 13/05/2018.. kepemimpinan yang demokratis. Teori ini ternyata diaplikasikan oleh Prof.