• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum terhadap Kasus Tindak Pidana Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUU) di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penegakan Hukum terhadap Kasus Tindak Pidana Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUU) di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Hukum dan Peraturan Perikanan

Makalah Hukum dan Peraturan Perikanan

Penegakan Hukum terhadap Kasus Tindak Pidana

Penegakan Hukum terhadap Kasus Tindak Pidana

Illegal,

Illegal,

Un

Un rre

egulate

gulated,

d, and

and Un

Unrr e

epo

porr te

ted Fi

d Fi s

shi

hi ng (I

ng (I UU

UU ))

di Indonesia

di Indonesia

Oleh

Oleh

 Nama

 Nama

: Maya Purwaningtyas

: Maya Purwaningtyas

 NIM

 NIM

: 1250802071110

: 125080207111001

01

Kelas

Kelas

:

: P01

P01

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITA

UNIVERSITAS

S BRAWIJAYA

BRAWIJAYA

MALANG

MALANG

2014

2014

(2)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km2 dan kawasan laut seluas 5,8 juta, dinilai memiliki keanekaragaman kekayaan km2 dan kawasan laut seluas 5,8 juta, dinilai memiliki keanekaragaman kekayaan yang terkandung didalamnya sangat potensial bagi pembangunan ekonomi negara. yang terkandung didalamnya sangat potensial bagi pembangunan ekonomi negara. Luas laut Indonesia meliputi ¾ (tiga per empat) dari seluruh luas wilayah Negara Luas laut Indonesia meliputi ¾ (tiga per empat) dari seluruh luas wilayah Negara Indonesia. Wilayah perairan yang demikian luas menjadi beban tanggung jawab yang Indonesia. Wilayah perairan yang demikian luas menjadi beban tanggung jawab yang  besar dalam

 besar dalam mengelola dan mengelola dan mengamankannymengamankannya. a. Untuk mengamankan lUntuk mengamankan laut yang aut yang begitubegitu luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang maritim berupa peralatan dan luas, diperlukan kekuatan dan kemampuan dibidang maritim berupa peralatan dan tekhnologi kelautan modern serta sumber daya manusia yang handal untuk mengelola tekhnologi kelautan modern serta sumber daya manusia yang handal untuk mengelola sumber daya yang terkandung di dalamnya, seperti : ikan, koral, mineral, biota laut sumber daya yang terkandung di dalamnya, seperti : ikan, koral, mineral, biota laut dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan terintegrasi yang memadai, letak geografis dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan terintegrasi yang memadai, letak geografis Indonesia yang strategis membuka peluang terjadinya pencurian dan pemanfaatan Indonesia yang strategis membuka peluang terjadinya pencurian dan pemanfaatan sumberdaya laut secara ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan negara apabila sumberdaya laut secara ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan negara apabila kemampuan pengawasan terbatas.

kemampuan pengawasan terbatas.

Kegiatan tindak pidana perikanan telah lama merugikan negara kita. Tindak Kegiatan tindak pidana perikanan telah lama merugikan negara kita. Tindak  pidana

 pidana perikanan perikanan yang yang dalam dalam dunia dunia internasional internasional dikenal dikenal dengan dengan istilah istilah “Illegal,“Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing” (IUU) artinya penangkapan ikan

Unregulated, and Unreported Fishing” (IUU) artinya penangkapan ikan yang illegal,yang illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai aturan yang berlaku. Sebagaimana yang tercantum tidak dilaporkan dan tidak sesuai aturan yang berlaku. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3.1, Pasal 3.2 dan Pasal 3.3 International Plan of Action to Prevent, Deter dalam Pasal 3.1, Pasal 3.2 dan Pasal 3.3 International Plan of Action to Prevent, Deter and Eleminate Illegal,

and Eleminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU Fishing).Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU Fishing). Dalam PERMA No. 01 Tahun 2007 tentang Perikanan, juga dikenal istilah Dalam PERMA No. 01 Tahun 2007 tentang Perikanan, juga dikenal istilah  Illegal, Unregulated, and U

 Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing nreported Fishing . Adapun yang dimaksud dengan. Adapun yang dimaksud dengan Illegal, Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing

Unregulated, and Unreported Fishing dalam PERMA No.01 Tahun 2007 yaitudalam PERMA No.01 Tahun 2007 yaitu illegalillegal  fishing 

 fishing   adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang atau kapal  adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang atau kapal  perikanan

 perikanan berbendera berbendera asing asing atau atau berbendera berbendera Indonesia Indonesia di di WPP-RI WPP-RI (Wilayah(Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia) tanpa izin atau bertentangan dengan Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia) tanpa izin atau bertentangan dengan  peraturan

 peraturan perundang-undangan perundang-undangan yang yang berlaku.berlaku. Unreported Fishing Unreported Fishing   adalah kegiatan  adalah kegiatan  penangkapan

 penangkapan ikan ikan yang yang tidak tidak pernah pernah dilaporkan dilaporkan atau atau dilaporkan dilaporkan secara secara tidak tidak benarbenar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Kemudian

nasional. Kemudian Unregulated Fishing Unregulated Fishing   adalah kegiatan penangkapan ikan pada  adalah kegiatan penangkapan ikan pada suatu area penangkapan atau stok ikan di

(3)

Untuk itu diberikan landasan hukum bidang perikanan, telah disahkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-Undang-undang ini merupakan  penyempurnaan dari Undang-undang No. 9 Tahun 1985 dan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang dipandang belum menampung semua aspek  pengelolaan sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan

kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi. Sudah beberapa kali Undang-Undang mengenai perikanan direvisi mulai dari Undang-Undang-Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 dan yang terakhir Undang-Undang No. 45 Tahun 2009, tetapi implementasi di lapangan masih memprihatinkan. Amanat agar perkara-perkara perikanan dibawa ke pengadilan  perikanan dan menjerat pelaku dengan UU Perikanan itu ternyata belum efektif.

1.2 Rumusan masalah

 Apa pengertian dari illegal fishing dalam hukum peraturan perikanan ?

 Bagaimana hukum peraturan perikanan terhadap kasus tindak pidana illegal

fishing di Indonesia saat ini ?

 Apa faktor  –   faktor yang menghambat dan mendukung hukum tindak pidana

 IUU Fishing dan upaya  –   upaya yang dilakukan oleh penegak hukum untuk memberantas tindak pidana IUU Fishing ?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui kasus tindak pidana  IUU Fishing   dalam hukum peraturan

 perikanan

 Untuk mengetahui dasar hukum peraturan perikanan kasus tindak pidana IUU

 Fishing  di Indonesia saat ini

 Untuk mengetahui faktor pendukung dan yang menghambat pelaksanaan

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Illegal Fishing dalam Hukum Peraturan Perikanan

Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan ikan yang tidak dilaporkan (unreported  fishing), dan penangkapan ikan yang tidak diatur (unregulated fishing). Negara yang  belum melaporkan status perikananannya dengan jelas, bisa dikategorikan telah

melakukan kejahatan.

Menurut Rahmawati (2013), pada tahun 1994 penurunan sediaan jenis ikan yang memiliki nilai komersial tinggi, khususnya sediaan jenis ikan yang beruaya terbatas (strading fish stocks) dan jenis ikan yang beruaya jauh (highly migratoy fish stock), telah menimbulkan keprihatinan dunia. Oleh karena itu, kerja sama internasional dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang timbul. Pada lanjutan  penjelasan umum persetujuan konvensi ini yang kemudian telah diratifikasi sesuai UU  No. 21 tahun 2009 dinyatakan bahwa konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hukum laut (United Nations Convention on the Law of The Sea/ UNCLOS) 1982 mengatur secara garis besar mengenai beberapa spesies ikan yang mempunyai sifat khusus. Pada tahun 1995 Perserikatan Bangsa-bangsa telah menyusun suatu  persetujuan untuk mengimplementasikan ketentuan tersebut dalam bentuk Agrement  for the implementing of the Provision of th UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Strading Fish stocks and highly migratory fish  stocks (United Nations Implementing Agreement/UNIA 1995). UNIA 1995 merupakan  persetujuan multilateral yang mengikat para pihak dalam masalah konservasi dan  pengelolaan jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis ikan beruaya jauh, sebagai  pelaksanaan Pasal 63 dan Pasal 64 UNCLOS 1982.

Undang-undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan bahwa Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan mengawetkan. Penangkapan ikan secara ilegal berarti segala bentuk kegiatan penangkapan ikan yang melanggar UU No.31 Tahun 2004  pasal 1 dan peraturan perundangan lainnya.

(5)

2.2 Hukum Peraturan Perikanan terhadap Kasus Tindak Pidana IUU Fishing  di Indonesia Praktek IUU Fishing ( Illegal, unreported, unregulated fishing ) di wilayah laut Indonesia hingga kini masih marak. Bahkan akibat pencurian ikan tersebut, negeri  bahari ini mengalami kerugian hingga mencapai Rp 30 triliun pertahun. Duta Besar (Dubes) Thailand untuk Indonesia, Chaiyong Satjipanon, mengakui banyak nelayan dari negaranya mencuri ikan di perairan Indonesia. Mafia pencurian ikan semakin marak di perairan Indonesia. Di tahun 2008 saja Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama TNI AL, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), khususnya Polisi Air (Polair) dan masyarakat berhasil menangkap sekitar 130 kapal nelayan berbendera asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Kasus terbesar adalah penangkapan 24 kapal dengan 400 anak buah kapal (ABK) yang tengah melakukan pemindahan hasil tangkapan dari kapal kecil ke dua kapal besar di Laut Arafuru, Papua. Kasus  pencurian juga terjadi di Laut Natuna dan Sulawesi hingga Lautan Pasifik. Kapal

nelayan asing asal Taiwan, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Thailand menyerbu  perairan Indonesia. Kerugian negara akibat penangkapan ikan secara liar (illegal

fishing) oleh kapal- kapal penangkap ikan nelayan asing dikhawatirkan kian meningkat sejalan dengan semakin banyaknya jumlah kasus-kasus pelanggaran bidang  perikanan. Dengan banyaknya kasus pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) yang dilakukan oleh kapal berbendera asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) maka pemerintah Indonesia harus melakukan upaya  penegakan hukum untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana illegal fishing di

ZEEI (Simanjuntak, 2010).

Kegiatan illegal fishing  yang terjadi di Indonesia pada tahun 2005 terdapat 122 kasus, tahun 2006 terdapat 132 kasus dan tahun 2007 terdapat 163 kasus. Pelanggaran yang banyak dilakukan oleh kapal-kapal tersebut adalah tidak adanya surat izin  penangkapan, pengguanan alat tangkap yang tidak sesuai dengan peraturan, dan fishing ground. Dengan terjadinya praktek illegal fishing ini maka negara dirugikan hampir 30 triliun rupiah pertahun (dengan perhitungan 25% potensi perikanan kita dicuri atau sekitar 1,6juta ton dengan harga jual US $2 perkilogram).

Selain kerugian secara finansial, negara juga mengalami kerusakan lingkungan akibat maraknya  IUU Fishing. Kerusakan yang paling parah terjadi pada habitat terumbu karang yang merupakan ekosistem khas di wilayah perairan tropis. Dengan luas keseluruhan terumbu karang Indonesia sekitar 7500km² hanya sekitar 7% yang tersisa dengan kondisi yang sangat baik, 33% dalam keadaan baik, dan 60% dalam keadaan rusak. Masalah lain yang timbul dari IUU fishing  adalah makin memutihnya

(6)

terumbu karang yang berada di perairan laut Indonesia. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat pola penangkapan ikan yang dilakukan para pelaku illegal fishing masih kurang bersahabat bagi konservasi makhlut laut lainnya.

Disisi lain kegiatan  IUU Fishing yang terjadi juga menimbulkan kerugian tersendiri bagi nelayan Indonesia dan juga pelaku usaha perikanan nasional. Semakin maraknya  IUU Fishing secara besar-besaran jelas akan mengancam potensi ketersediaan ikan-ikan di perairan Indonesia dan akhirnya membuat nelayan Indonesia semakin sulit memperoleh tangkapan ikan sebagai sumber mata pencaharian mereka. Selain itu negara juga akan mengalami kerugian yang besar akibat hilangnya devisa negara.

Secara umum dampak IUU Fishing di perairan Indonesia di uraikan sebagai berikut : a. Hilangkan pendapatan dan penerimaan negara

Hal ini di sebabkan karena ikan ikan hasil tangkapan di bawa dan di jual ke luar negeri sehingga retribusi dan pajak atas hasil penangkapan itu tidak dapat di pungut Pemerintah Indonesia, sehingga dapat mengurangi pendapatan negara.

 b. Rusaknya lingkungan sumber daya perikanan

Hal ini di sebabkan karena kapal kapal yang melakukan pencurian ikan menggunakan alat alat yang dilarang untuk menangkap ikan, seperti menggunakan trawl yang dapat merusak :

 Terumbu karang, karena trawl dapat beroperasi sampai ke dasra perairan

sehingga merusak karang karang yang berada di pasar perairan.

 Punahnya anak anak ikan sampai dengan ukuran tertentu, sebab trawl dapat

menangkap anak anak ikan sampai ukuran tertentu. c. Berkurangnya pendapatan nelayan

Hal ini disebabkan kapal kapal pencuri ikan biasanya beroperasi di daerah  perairan yang di peruntukkan bagi nelayan nelayan kecil yang beroperasi di jalur I(< 6

mil) sehingga menjadi saingan bagi nelayan nelayan kecil lainnya yang beroperasi di  jalur I.

d. Konflik antar nelayan

Hal ini di sebabkan oleh karena nelayan nelayan kecil tersebut harus menangkap ke daerah penangkapan yang lebih jauh sehingga membutuhkan biaya operasioanal yang lebih besar seperti bahan bakar, konsumsi dan lain lain.

(7)

e. Bertambahnya biaya operasional nelayan untuk melaut

Hal ini di sebabkan karena penafsiran otonomi daerah yang sempit seolah olah laut terkapling- kapling sehingga nelayan dari suatu daerah tidak dapat masuk ke daerah lain untuk menangkap ikan.

Kegiatan  IUU Fishing yang umumnya terjadi di perairan Indonesia adalah  penangkapan ikan tanpa izin, penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu,  penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang, dan penangkapan ikan yang melanggar wilayah penangkapan. Maka peran serta pemerintah diperlukan untuk menangani masalah ini agar tidak berkepanjangan. Hal tersebut dapat dilakukan oleh  pemerintah Indonesia melalui kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral.

Adanya seperangkat aturan (norma hukum) di Indonesia yang mengatur tentang tindak pidana perikanan yaitu

1. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang –  Undang  Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,

2. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau –  Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan,

3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan,

4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan,

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan,

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,

9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara,

10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

(8)

Beberapa macam tindak pidana perikanan ( IUU Fishing : Illegal, Unregulated, Unreported Fishing ) dapat dibedakan atas :

a.  Illegal Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, tidak memiliki ijin dari negara pantai.

 b. Unregulated Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut. c. Unreported Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau

ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya.

Berdasarkan IPOA ( International Plan Of Action) yaitu suatu organisasi regional yang bergerak di bidang perencanaan dan pengelolaan perikanan, memetakan jenis  IUU Fishing sebagai berikut :

a. Kegiatan perikanan melanggar hukum ( Illegal Fishing ), yaitu kegiatan  penangkapan ikan :

1) Dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa ijin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) Bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;

3) Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku; 4) Penyebab Illegal Fishing, antara lain :

 Meningkat dan tingginya permintaan ikan, baik didalam negeri maupun

luar negeri;

 Berkurang atau habisnya sumber daya ikan di negara lain;  Lemahnya armada perikanan nasional;

 Dokumen perijinan pendukung dikeluarkan oleh lebih dari satu instansi;  Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut;

 Lemahnya tuntutan dan putusan pengadilan;

 Belum adanya kesamaan visi aparat penegak hukum yang berkompeten

di laut;

 Lemahnya peraturan perundangan terutama mengenai ketentuan

(9)

  Kegiatan iIllegal fishing yang umum terjadi di perairan yurisdiksi nasioal Indonesia, adalah :

 Penangkapan ikan tanpa ijin;

 Penangkapan ikan dengan menggunakan ijin palsu;

 Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; dan  Penangkapan ikan dengan jenis yang tidak sesuai dengan ijin.

 b. Kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan (Unreported Fishing ), yaitu kegiatan  penangkapan ikan :

1) Tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional.

2) Dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan  perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara

tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut. 3) Penyebab Unreported Fishing , antara lain :

 Lemahnya peraturan perundang-undangan;  Lemahnya ketentuan sanksi dan pidana;

 Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan

angkutan ikan;

 Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan

data hasil tangkapan/angkutan ikan;

 Hasil tangkapan dan daerah tangkapan dianggap rahasia dan tidak untuk

diketahui pihak lain;

 Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang

sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol;

 Unit penangkapan dibawah 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan

SIPI, sehingga tidak diwajibkan melaporkan data hasil tangkapannya; dan

 Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan ikan

mempunyai pelabuhan sendiri.

Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di perairan yurisdiksi nasional Indonesia, adalah :

 Penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang

(10)

 Penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment )

di tengah laut.

c. Kegiatan perikanan yang tidak diatur (Unregulated Fishing ), yaitu kegiatan  penangkapan ikan :

1) Suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan  pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara

yang tidak sesuai dengan tanggung jawab negara untuk pelestarian dan  pengelolaan sumber daya ikan sesuai hukum internasional.

2) Area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan  bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan

cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan  pengelolaan dari organisasi tersebut.

3) Penyebab Unregulated Fishing , antara lain :

 Potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia masih dianggap

memadai dan belum mencapai tingkat yang membahayakan;

 Terfokus pada aturan yang sudah ada karena banyak

 permasalahan/kendala dalam pelaksanaan di lapangan;

 Orientasi jangka pendek;

 Beragamnya kondisi daerah perairan dan sumber daya ikan, dan

 Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan

internasional.

Kegiatan Unregulated Fishing di perairan yurisdiksi nasional Indonesia banyak ragamnya, antara lain masih belum diaturnya :

 Mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan

 penangkapan ikan yang ada;

 Wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang; dan

 Pengaturan aktifitas sport fishing, kegiatan-kegiatan penangkapan ikan

menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang, seperti  penggunaan jaring arad dan jaring apollo.

2.3 Faktor dalam penegakan hukum dalam tindak pidana illegal fishing di Indonesia Menurut Mukhtar (2008) dalam Renhoran (2011) bahwa masalah-masalah yang

(11)

kendala-kendala dalam penanganannya. mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi dalam penanganan IUU fishing  di Indonesia yaitu:

a. Lemahnya pengawasan karena masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas  pengawasan, SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas, belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, masih lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah, dan belum berkembangnya lembaga pengawasan; Penerapan Monitor ing and Controlling System yang belum sempurna.

 b. Belum tertibnya perizinan yang tergambar dari adanya pemalsuan dan  penggandaan izin.

c. Lemahnya Law Enforcement karena wibawa hukum menurun. d. Ketidakadilan bagi masyarakat.

e. Maraknya pelanggaran & aktivitas-aktivitas ilegal.

Masalah-masalah  IUU fishing   yang dijelaskan di atas, umumnya terjadi di wilayah-wilayah perbatasan. Kecenderungan masalah-masalah tersebut, khususnya di wilayah perbatasan disebabkan oleh eksistensi wilayah yang memiliki  potensi sumber daya yang penting untuk dimanfaatkan. Beberapa masalah di wilayah  perbatasan Indonesia yang penting dikemukakan untuk memberikan gambaran adanya

masalah di wilayah itu, antara lain :

1. Provinsi Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, kondisi sosial-ekonomi negara tetangga masih jauh lebih baik. Selain itu, di wilayah perbatasan ini terjadi pula penurunan kualitas sumber daya alam akibat perambahan hutan secara ilegal serta adanya pengiriman sumber daya manusia secara ilegal.

2. Di wilayah perbatasan Papua-PNG, kondisi sosial dan ekonomi Indonesia yang masih relatif lebih baik serta masih adanya keterikatan keluarga dan suku bangsa sehingga menyebabkan terjadinya arus orang dan perdagangan barang yang  bersifat tradisional (barter) melalui pintu-pintu perbatasan yang belum resmi. Kegiatan perdagangan yang bernilai ekonomi tinggi dan bersifat resmi antara kedua negara melalui pintu perbatasan ini masih sangat terbatas. Sebagian besar wilayah perbatasan di Papua terdiri atas areal hutan, baik hutan konversi maupun hutan lindung dan taman nasional. Secara fisik, sebagian besar wilayah perbatasan di Papua terdiri atas pegunungan dan kawasan berbukit yang masih sulit dijangkau dengan sarana perhubungan roda empat dan roda dua. Satu-satunya sarana  perhubungan yang dapat menjangkau wilayah perbatasan pegunungan tersebut

(12)

3. Di wilayah perbatasan Indonesia dan RDTL, secara umum kondisi wilayah  perbatasan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku Barat Daya, masih belum  berkembang dan sarana serta prasarananya masih bersifat darurat. Secara umum kondisi wilayah perbatasan di NTT dan Maluku Barat Daya ini relatif lebih baik dibanding dengan wilayah perbatasan di wilayah Timor Leste (RDTL). Pada kawasan tersebut sudah berlangsung kegiatan perdagangan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat Timor Leste dan disediakan oleh masyarakat Indonesia dengan nilai jual yang relatif tinggi.

2.3.1 Faktor –  faktor penghambat

1. Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum

Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang terlibat dalam kejahatan  Illegal Fishing yaitu pelaku yang menjadi otak dari kegiatan tersebut. Terutama dalam hal ini adalah oknum Pejabat Penyelenggara  Negara, oknum Aparat Penegak Hukum atau oknum Pegawai Negeri Sipil yang tidak diatur secara khusus dalam Undang –  Undang tentang Perikanan tersebut.Penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHP yang mengkualifikasikan pelaku tindak pidana sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana dapat juga diterapkan dalam kejahatan  Illegal Fishing yang melibatkan banyak pihak. Namun demikian beban pidana yang harus ditanggung secara bersama dalam terjadinya tindak pidana Illegal Fishing juga dapat mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan kualitas dan akibat perbuatan yang tidak sama terhadap pelaku turut serta, dapat dipidanakan maksimum sama dengan si  pembuat menurut ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHP, sedangkan ternyata  peranan pelaku utamanya sulit ditemukan.

2. Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum

Lemahnya koordinasi antar Instansi Penegak Hukum dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan kebijakan masing –   masing, sehingga sangat rawan menimbulkan konflik kepentingan. Penegakan hukum yang tidak terkoordinasi merupakan salah satu kendala dalam penanggulangan kejahatan  Illegal Fishing . Proses peradilan mulai dari penyidikan hingga ke persidangan membutuhkan biaya yang sangat besar, proses hukum yang sangat panjang dan sarana / prasarana yang sangat memadai membutuhkan keahlian khusus dalam  penanganan kasus tersebut. Dalam satu Instansi tentu tidak memiliki semua

(13)

rangka penegakan hukum.Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan kerjasama yang sinergis antar Instansi yang terkait dalam upaya penegakan hukum terhadap  Illegal Fishing tersebut.

Dalam pemberantasan kejahatan Illegal Fishing yang terjadi di Indonesia sering ditemui bahwa yang merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan  Illegal Fishing ialah disebabkan oleh kurangnya koordinasi yang efektif dan efisien antara berbagai Instansi yang terkait, yang mana sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Nomor PER/13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan yaitu dalam hal ini terdapat 10 (sepuluh) Instansi yang terkait yang berada dalam satu mata rantai  pemberantasan  Illegal Fishing yang sangat menentukan proses penegakan hukum kejahatan perikanan yaitu : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian Republik Indonesia, TNI - Angkatan Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Ham Ditjen Keimigrasian, Kemeterian Perhubungan Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Keuangan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung dan Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota.Koordinasi antar berbagai Instansi tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam penegakan hukum pidana terhadap kejahatan Illegal Fishing yang merupakan kejahatan terorganisir yang memiliki jaringan yang sangat luas mulai dari penangkapan ikan secara ilegal, tanshipment ikan ditengah laut hingga eksport ikan secara ilegal.

3. Masalah Pembuktian

Berbicara mengenai masalah pembuktian yang dianut oleh hukum pidana Indonesia adalah sistem negatif (negatif wettelijke stelsel ) yang merupakan gabungan dari sistem bebas dengan sistem positif (Syahrani, 1983:129). Lebih lanjut menurut Syahrini bahwa dalam sistem negatif Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila berdasarkan bukti-bukti yang sah menurut hukum sehingga Hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwalah yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 183 UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP.

Alat bukti utama yang dapat dijadikan dasar tuntutan dalam tindak  pidana Illegal Fishing adalah keterangan saksi ahli untuk menjelaskan keadaan laut ataupun akibat dari penangkapan ikan secara ilegal yang disebabkan oleh

(14)

kajahatan oleh para pelaku Illegal Fishing , proses ini juga sangat memerlukan waktu yang cukup lama dari tindak pidana umum serta sangat dibutuhkan ketelitian dalam proses penanganannya.

Pembuktian terhadap tindak pidana Illegal Fishing yang masih mengacu  pada KUHAP seperti tersebut diatas, adalah merupakan kewajiban penyidik dan  penuntut umum untuk membuktikan sangkaannya terhadap tersangka, kemudian alat-alat bukti yang juga mengacu pada KUHAP seperti halnya tindak pidana  biasa, sangat sulit untuk menjerat pelaku –  pelaku yang berada di belakang kasus tersebut. Belum diaturnya mekanisme proses untuk mengakses alat-alat bukti seperti akses informasi pada bank atau ketentuan yang memerintahkan kepada  bank untuk meblokir rekening tersangka yang diduga sebagai pelaku tindak  pidana.

4. Ruang Lingkup Tindak Pidana yang Masih Sempit

Ruang lingkup tindak pidana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan belum meliputi tindak pidana korporasi, tindak pidana  penyertaan dan tindak pidana pembiaran (ommission). Tindak pidana Pembiaraan atau (ommission) adalah terutama yang dilakukan oleh pejabat yang memiliki kewenangan dalam masalah penanggulangan Illegal Fishing.

5. Rumusan Sanksi Pidana

Rumusan sanksi pidana dalam pasal Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikananyang memiliki sanksi pidana denda yang sangat berat dibandingkan dengan ketentuan pidana yang lain, ternyata belum memberikan efek jer a kepada  pelaku kejahatan Illegal Fishing. Ancaman hukuman penjara yang paling berat 6

(enam) tahun bagi pelaku yang melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki atau membawa SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan paling berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan pemalsuan dan memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda yang paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). Rumusan sanksi dalam Undang –   Undang ini tidak mengatur rumusan sanksi paling rendah atau minimum sehingga seringkali sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberi efek jera kepada pelaku. Demikian juga belum diatur tentang sanksi pidana bagi Korporasi serta sanksi pidana tambahan terutama kepada tindak pidana pembiaran.

(15)

Subyek atau pelaku yang diatur dalam ketentuan pidana Perikanan secara tersurat hanya dapat diterapkan kepada pelaku yang secara langsung melakukan  penangkapan ikan secara ilegal maupun kepada kapal ikan yang yang melakukan transhipment secara ilegal. Ketentuan tentang pidana perikanan itu belum menyentuh pelaku lain termasuk pelaku intelektual yang terkait dengan Illegal  Fishing secara keseluruhan seperti Korporasi, Pejabat Penyelenggara Negara,

Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI, dan Pemilik Kapal. 7. Proses Penyitaan

Barang bukti berupa kapal perikanan, ikan dan dokumen-dokumen kapal dalam tindak pidana perikanan khususnya ikan dalam proses penyitaan sebagai  barang bukti sangat perlu diperhatikan dimana barang bukti tersebut memiliki sifat yang cepat membusuk sehingga dalam proses penyitaan sebagai barang  bukti harus dilakukan secara baik yaitu setelah barang bukti tersebut disita

selanjutnya segera di lelang dengan persetujuan Ketua Pengadilan kemudian uang hasil lelang tersebut digunakan sebagai barang bukti di Pengadilan.

8. Ganti Kerugian Ekologis

Tindak pidana  Illegal Fishing adalah tindak pidana yang mempunyai dampak terhadap kerugian lingkungan (ekologis) sehingga sangat perlu dirumuskan pasal tentang perhitungan kerugian secara ekologis. Hal ini juga  belum diatur dalam Undang –  Undang Perikanan.

9. Kurangnya Wawasan dan Integritas Para Penegak Hukum

Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana  Illegal Fishing adalah adanya wawasan dan integritas  para penegak hukum terutama menyangkut penguasaan hukum materil dan

formil, hal ini dikarenakan begitu cepatnya perkembangan masyarakat yang semakin moderen, telekomunikasi dan teknologi sehingga banyak kejahatan baru yang bermunculan dengan jenis dan modus operandi yang baru dan beraneka  jenis, termasuk kejahatan tindak pidana Illegal Fishing . Adanya perkembangan  jenis maupun modus operandi suatu tindak pidana harus dibarengi dengan  peningkatan wawasan dan integritas para penegak hukum agar tidak salah dalam menerapkan hukum dan dapat menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Dalam prakteknya penulis menemukan wawasan dan integritas para penegak hukum ternyata masih sangat kurang dan perlu dilakukan peningkatan lebih lanjut lagi.Hal ini berawal dari proses rekruitmen yang tidak berdasarkan  prinsip-prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel secara profesional hingga

(16)

kependidikan kejuruan, pelatihan-pelatihan dan pembekalan-pembekalan yang kurang memadai bagi aparat penegak hukum terhadap tindak pidana  Illegal  Fishing tersebut. Hasil penelitian penulis dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana  Illegal Fishing  pada lembaga peradilan di Pengadilan Negeri Merauke yang mana sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 telah terdapat sebanyak 56kasus/perkara yang telah memiliki putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde). Bagaimana Hakim menentukan sikap terhadap para terdakwa? Berdasarkan data putusan-putusan pengadilan tersebutadalah sebagai berikut yang mana dari ke 56 perkara tersebut tidak semuanya termasuk dalam tindak pidana Illegal Fishing namun ada 10 perkara yang termasuk dalam tindak pidana Pelayaran dan 3 perkara yang melanggar ketentuan Undang-Undang Zona Ekonomi Eklusif dan sisanya sebanyak 42  perkara merupakan tindak pidana Illegal Fishing.

Persepsi keamanan di laut tidak hanya masalah penegakan kedaulatan dan hukum tetapi mengandung pemahaman bahwa laut aman digunakan bagi  pengguna dan bebas dari ancaman atau gangguan terhadap aktifitas pengguna

atau pemanfaatan laut, yaitu :

a. Laut bebas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman menggunakan kekuatan  bersenjata yang terorganisir dan dinilai mempunyai kemampuan untuk mengganggu dan membahayakan kedaulatan negara, baik berupa ancaman militer, pembajakan dan perompakan.

 b. Laut bebas dari ancaman bahaya navigasi, yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografi dan hidrografi serta kurang memadainya sarana bantu navigasi, seperti sistem perambuan dan pelampungan (beacon and buoys), suar (lights), serta minimnya informasi pelayaran seperti kepanduan bahari ( sailing direction), daftar suar (list of lights), daftar arus dan pasang surut dan lain-lain, sehingga dapat membahayakan keselamatan pelayaran;

c. Laut bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut, berupa pencemaran dan  perusakan ekosistem laut yang dampaknya akan sangat merugikan generasi  penerus seperti kegiatan penambangan yang over exploitation dan over

exploration.

d. Laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, yaitu ancaman pelanggaran terhadap ketentuan hukum nasional maupun internasional yang berlaku, seperti illegal fishing, illegal logging, illegal immigration, illegal mining, dan lain-lain.

(17)

2.3.2 Upaya –  Upaya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana IUU Fishing

Sosialisasi berbagai peraturan perundang  –   undangan yang mengatur tentang sumberdaya perikanan dan pengelolaannya kepada masyarakat tentang dampak tindak  pidana  Illegal Fishing terhadap pembangunan bangsa dan negara dimasa yang akan

datang. Masyarakat diharapkan mengetahui tentang prosedur mendapatkan ijin  penangkapan, pengangkutan dan pengolahan ikan yang benar dan sekaligus untuk menambah pengetahuan masyarakat guna menghadapi para investor perikanan yang tidak beritikad baik.

Sosialisasi teknis proses penegakan hukum tindak pidana Illegal Fishing kepada aparat penegakan hukum meliputi kualifikasi aspek tindak pidana, dan administratif dalam perkara  Illegal Fishing hal ini dimaksudkan agar para penegak hukum tidak salah dalam menerapkan aturan hukum. Penataan kembali administrasi perijinan  perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Dinas kelautan dan Perikanan Propinsi dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten. Memperketat proses pemberiaan ijin penangkapan, pengangkutan, pengolahan ikan dan pengawasannya. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Dinas kelautan dan Perikanan Propinsi dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten tidak kecolongan atau sembarangan menerbitkan ijin.

Kejaksaan sebagai Instansi tingkat kedua dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana Illegal Fishing setelah Penyidik mengkualifikasikan perkara  Illegal Fishing sebagai perkara prioritas yang perlu ditangani serius. Hal ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah melalui Kejaksaan dalam memberantas  penangkapan ikan secara ilegal di Indonesia walaupun masih ada kendala terutama

dalam proses membuat tuntutan terhadap pelaku Illegal Fishing yang cukup panjang atau relatif lama karena harus diajukan kepada Kejaksaan Tinggi dan diteruskan ke Kejaksaan Agung.

Pengadilan sendiri telah berupaya untuk serius menangani perkara Illegal Fishing terutama oleh para Hakim dengan menerapkan aturan hukum yang benar terhadap  para pelaku dan memutuskan perkara dalam waktu yang relatif singkat dengan  berdasarkan kepada rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang tercermin

dalam putusannya.

Terlepas dari semua itu masyarakat sebagai pihak yang awam terhadap hukum akan selalu mempertanyakan putusan pengadilan dengan adanya praktek –   praktek yang unprofesional oleh aparat penegak hukum baik PPNS Perikanan, TNI - Angkatan

(18)

Laut,Penyidik Polri, Jaksa maupun Hakim namun tentu saja hal tersebut harus mempunyai dasar yang kuat agar Lembaga Penegak Hukum sendiri tidak dirugikan dengan tudingan-tudingan yang tidak berdasar. Sebaliknya jika tudingan tersebut terbukti, maka oknum Penegak Hukum tersebut harus segera ditindak dengan tegas  berdasarkan aturan hukum dan hal ini berarti Lembaga Penegak Hukum perlu

(19)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di Indonesia,  IUU Fishing terjadi pada berbagai aspek aktivitas perikanan tangkap. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kasus tindak pidana ini tidak hanya menyebabkan kerugian secara finansial, tetapi juga kerusakan lingkungan laut serta masalah besar bagi nelayan maupun pengusaha yang mata pencahariannya mengandalkan sumberdaya perikanan.

Oleh karena itu seluruh institusi peradilan pidana, termasuk pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas menanggulangi kejahatan di bidang perikanan. Sehingga perlunya dilakukan  peningkatan kemampuan maupun kompetensi sumberdaya manusia khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga dalam proses penyelesaian atau  penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat dilakukan secara  profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan tujuan dari sistem peradilan pidana

terpadu didalam menanggulangi kejahatan dibidang perikanan dapat tercapai.

3.2 Saran

Untuk semua pihak terutama pemerintah diharapkan bisa segera menangani dan mencari solusi dari adanya praktek IUU Fishing   di beberapa perairan di Indonesia sehingga kerugian yang disebabkan dapat dikurangi dan untuk para pelaku kasus  pidana  IUU Fishing   seharusnya sadar dengan apa yang mereka lakukan bahwa

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Ayu. 2008. Beberapa Permasalahan IUU Fishing. Fakultas Hukum :

Universitas Indonesia

GP.Hutajulu. 2009. Kewenangan Polri Sebagai Penyidik Dalam Penanganan

Tindak Pidana

 Illegal Logging.

  Tesis. Sekolah Pascasarjana USU :

Medan.

Sutrisno, Edi. 2012. Illegal Fishing dan Study Kasusnya di Halmahera Utara.

http://lioneledykuliahbrawijayauniversity.blogspot.com/

Diakses

 pada 2 April 2014 pukul 20.00 WIB

Marpaung, Leden. 2010.

Tindak Pidana Wilayah Perairan (Laut) Indonesia.

repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20I.pdf.

Sinar

Grafika : Jakarta. Diakses pada 6 April 2014 pukul 09.00

Masita, Susanto. 2009. Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Penangkapan

Ikan secara Ilegal (

 Illegal Fishing 

) di Perairan Arafura.

http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/3d820644ecf4698c467865141

a42bcdc.p Diakses pada 2 April 2014 pukul 20.00 WIB

Maulana, Asep. 2009. Illegal Fishing Perspektif Hukum Islam. UIN Sunan

Kalijaga : Yogyakarta

Rahmawati, D. 2013. Pengaturan Illegal Fishing dalam Hukum Internasional.

Universitas Sumatera Utara : Medan

Renhoran, Maimuna. 2011. Penanganan IUU Fishing Pada Perbatasan Wilaya

Laut Indonesia di Pulau Lirang Dengan Republik Demokratic

Timor Leste di Pulau Atauro Dalam Kerangka Hukum

Internasional.

http://maimunarenhoran.blogspot.com/

2011/12/penanganan-iuu-fishing-pada-perbatasan.html

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama, kriteria disposisi matematik peserta didik dalam pembelajaran matematika pada materi statistika memiliki kriteria positif

Selama ini dalam mengajarkan materi tentang sifat-sifat cahaya (1) guru kebanyakan menggunakan metode ceramah, sehingga mengakibatkan kegiatan pembelajaran terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan dan Protokuler dan Keuangan Pimpinan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

Dengan mengamati hasil analisis dan simpulan yang telah dipaparkan, maka dapat diajukan beberapa saran diantaranya: (a) berkaitan dengan pembiayaan pemerintah di

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa siswa di SMA N 11 Kota Jambi memiliki sikap normalitas ilmuwan yang tinggi, Sikap

Namun disamping kepatuhan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang kepatuhan sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya

menunjukkan bahwa rata- rata penampilan reproduksi yang meliputi: DO, S/C dan CI berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan penampilan reproduksi antar

Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai variasi dari suatu kapasitor yang diparalel mempengaruhi keluaran dari generator