KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas hidayah dan karuniaNya, kami dapat
menyusun laporan kegiatan program Gizi pada Puskesmas Jereweh Tahun 2011. Khususnya
kegiatan POSGIAT atau Pos Pelayanan Gizi Masyarakat guna penanggulangan Masalah Gizi
Masyarakat khususnya masalah Gizi Buruk dan Gizi Kurang yang terjadi pada bayi dan balita di
wilayah kerja puskesmas Jereweh Kabupaten Sumbawa Barat.
Dengan tersusunnya laporan ini kami tak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga,
yang mana tidak dapat kami sebutkan satu per satu khususnya seluruh pihak yang terlibat
langsung baik dalam proses kegiatan, pendanaan hingga tersusunnya laporan ini.
Kami juga berharap bahwa dengan adanya kritik dan saran terhadap seluruh rangkaian kegiatan
ini guna untuk meningkatkan kinerja dan kegiatan program Gizi di masa yang akan datang.
Penyusun,
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan di era millennium yang telah tercantum dalam kesepakatan
MDG’s adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang di dukung oleh bidang kesehatan.
Dimana masalah kesehatan dewasa ini sangat kompleks terjadi di setiap lapisan masyarakat,
salah satunya merupakan masalah-masalah gizi yang tak lepas dari masalah Gizi Buruk dan Gizi
Kurang. Tercatat 13,8 % balita di Indonesia mengalami masalah Gizi buruk gizi kurang maupun
Mengingat masih banyaknya jumlah balita yang menderita gizi buruk dan gizi Kurang, tidak
terkecuali di wilayah kerja puskesmas Jereweh juga terdapat masalah gizi buruk dan gizi kurang.
Pada awal tahun 2011 tercatat 4 kasus gizi buruk dan 32 kasus gizi kurang berdasarkan indikator
berat badan menurut umur (BB/U) dari hasil penimbangan yang dilakukan di posyandu.
Didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk masalah-masalah masyarakat sudah ada di
dalam masyarakat dan hanya perlu diketemukan. Karena perubahan perilaku berlangsung
perlahan, sejumlah besar Tokoh masyarakat dan kesehatan masyarakat setuju bahwa
solusi-solusi yang diketemukan dalam suatu masyarakat dapat lebih bertahan dibandingkan dengan
solusi dari luar yang dibawa masuk ke dalam masyarakat tersebut. kegiatan Posgiat
memanfaatkan kearifan lokal yang berhasil mengobati dan mencegah kekurangan gizi dan
menyebarluaskan kearifan tersebut ke seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas
Jereweh.
Di Puskesmas Jereweh telah melaksanakan serangkaian kegiatan program Gizi terutama Gizi
tingkat Dasa Wisma, Pelacakan Balita Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi dan kegiatan-kegiatan
lainnya dengan sasaran seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Jereweh.
Dalam rangka penanggulangan masalah gizi buruk dan gizi untuk itu perlu dilaksanakan secara
maksimal dengan membentuk posgiat (pos gizi Masyarakat) yang berbasis masyarakat dengan
melibatkan seluruh elemen masyarakat guna memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
tersebut. Di wilayah kerja Puskesmas Jereweh telah dibentuk 3 (tiga) Posgiat yang ada di desa
beru, Dasan Anyar dan Jelenga.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan status gizi balita serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan konsumsi balita
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu balita
c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu
BAB II POSGIAT (POS GIZI MASYARAKAT)
Pos Gizi Masyarakat (Posgiat) yaitu, suatu wadah atau tempat yang berbasis keluarga dan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan gizi bagi balita gizi buruk dan gizi kurang yang
dilaksanakan oleh kader dan masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan untuk dapat
mengurangi jumlah anak kurang gizi pada saat ini dan mencegah terjadinya kekurangan gizi
setelah program tersebut selesai dilaksanakan.
B. Manfaat
1. Dengan cepat memulihkan anak-anak kurang gizi yang diidentifikasi di dalam masyarakat.
2. Memungkinkan keluarga-keluarga tersebut mempertahankan status gizi baik anak tersebut di
rumah masing-masing secara mandiri.
3. Mencegah kekurangan gizi pada anak-anak yang akan lahir kemudian dalam asyarakat
tersebut, dengan merubah norma-norma masyarakat mengenai perilaku-perilaku pengasuhan
anak, pemberian makan, dan mencari pelayanan kesehatan.
Pada pendekatan Pos Gizi Masyarakat, para kader dan ibu balita/pengasuh anak-anak kurang gizi
mempraktekkan berbagai perilaku baru dalam hal memasak, pemberian makan, kebersihan dan
pengasuhan anak yang telah terbukti berhasil dalam merehabilitasi anak-anak yang kurang gizi.
Berbagai kebiasaan terpilih tersebut berasal dari hasil penemuan dan berbagai perilaku kunci
yang dikemukakan oleh para ahli kesehatan masyarakat. Para kader secara aktif melibatkan ibu
dan anak dalam proses rehabilitasi dan pembelajaran dalam situasi rumah yang nyaman dan
bekerja agar keluarga-keluarga tersebut dapat mempertahankan status gizi anak yang sudah baik
di rumah. Kegiatan Pos Gizi terdiri dari rehabilitasi dan pendidikan gizi selama periode tertentu
yang diikuti dengan kunjungan para kader ke rumah setiap ibu balita/pengasuh.
Pendekatan Pos Gizi Masyarakat mendorong terjadinya perubahan perilaku dan memberdayakan
para ibu balita/pengasuh untuk bertanggungjawab terhadap rehabilitasi gizi anak-anak mereka
dengan menggunakan pengetahuan dan sumber daya lokal. Setelah pemberian makanan
tambahan berkalori tinggi selama dua minggu, anak-anak menjadi lebih bertenaga dan nafsu
makan merekapun bertambah. Perubahan nyata yang terlihat pada anak, dengan disertai metode
balita/pengasuh dalam berbagai perilaku pemberian makan, pengasuhan anak, kebersihan, dan
mencari pelayanan kesehatan.
Adanya perilaku-perilaku yang lebih baik, tanpa memperdulikan latar belakang pendidikan sang
ibu, akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendekatan ini telah berhasil
mengurangi angka kurang gizi pada kelompok masyarakat sasaran dengan memampukan para
anggota masyarakat untuk menemukan kearifan dari “ibu-ibu ” dan mempraktekkan kearifan
tersebut dalam kegiatan harian Pos Gizi. Pos Gizi Masyarakat adalah alat mobilisasi masyarakat
yang efektif, “menggembleng” masyarakat untuk bekerja dengan melibatkan berbagai lapisan
sosial di masyarakat tersebut, untuk bekerjasama mengatasi masalah dan menemukan solusi dari
dalam masyarakat mereka sendiri. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya memaksimalkan
sumber daya, ketrampilan dan strategi yang ada untuk mengatasi suatu permasalahan Gizi harus
disesuaikan dengan kondisi lokal dan langkah pelaksanaannya fleksibel, ada beberapa elemen
Pengalaman telah menunjukkan bahwa semua program yang efektif:
1. Melakukan Pelacakan kasus Gizi Buruk dalam setiap kelompok masyarakat sasaran dengan
melibatkan para anggota masyarakat dan petugas Kesehatan.
2. Melibatkan ibu-ibu kader setempat untuk menyelenggarakan kegiatan Pos Gizi dan melakukan
tindak lanjut-kunjungan rumah.
3. Sebelum pelaksanaan kegiatan Pos Gizi, semua anak diberi obat cacing ( 1 kali dalam waktu 6
BAB III. PROSES PELAKSANAAN POSGIAT DI PUSKESMAS JEREWEH
A. Sosialisasi dan Mobilisasi Masyarakat
Pos Gizi Masyarakat adalah program masyarakat sehingga membutuhkan partisipasi aktif dari
masyarakat. Karena proses ini menuntut penemuan dan aksi secara mandiri dari masyarakat,
lembaga pelaksana tidak dapat menjalankan program Pos Gizi Masyarakatyang sukses tanpa
adanya partisipasi dan dukungan dari masyarakat.
Di puskesmas jereweh dilaksanakan sosialisasi dan mobilisasi tentang posgiat pada tanggal 4
januari 2011 bersamaan dengan acara lokakarya posyandu yang dilaksanakan di gedung serba
guna. Sosialisasi menjelaskan betapa pentingnya penanganan kasus gizi buruk dengan PMT
(Pemberian Makanan Tambahan) Pemulihan melalui Posgiat. Diutamakan PMT-P pada Posgiat
akan menggunakan Bahan Makanan Lokal yang mutunya tidak kalah dengan makanan produksi
Mobilisasi dilakukan dengan cara :
1. Mengadakan pendekatan dan pertemuan dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kader
Posyandu.
2. Memberikan Orientasi dan bekerja sama dengan Petugas Poskesdes dan Pustu untuk
mengkoordinasikan berbagai upaya kegiatan Posgiat.
3. Mobilisasi Tim Kesehatan di Desa menggalang kemitraan dengan Pokja Jumantara dan Tim
Desa Siaga serta Kader Posyandu.
B. Menentukan Target Kelompok Usia
Dalam banyak kasus, sumber dana mungkin akan menentukan target kelompok usia dalam
usaha Pos Gizi. Jika hal ini tidak terjadi maka libatkan masyarakat untuk mengambil keputusan.
Apakah anda akan memfokuskan pada seluruh anak dibawah usia tiga tahun? Atau semua anak
dibawah usia lima tahun? Karena anak-anak tidak boleh diberikan makanan tambahan sebelum
berusia enam bulan, maka target usia minimal adalah anak yang berusia tujuh bulan. Jika terlalu
banyak anak berusia dibawah lima tahun yang harus diikut sertakan, pertimbangkan untuk
Anak dibawah usia tiga tahun mengalami pertumbuhan paling cepat dibanding pada usia lainnya,
namun sangat rentan terhadap penyakit yang dapat merugikan dan menghambat pertumbuhan,
dan memberikan respon yang paling baik terhadap usaha intervensi. Sebagai tambahan,
penelitian membuktikan bahwa pada periode usia tersebut, status gizi anak berada pada
kondisi yang sangat rentan. Jika terjadi penyebaran kekurangan gizi di masyarakat dalam skala
besar dan jumlah banyak, akan sangat bijaksana jika mengkonsentrasikan usaha-usaha kesehatan
pada anak yang berusia tujuh hingga dua puluh empat bulan.
Pada Kesempatan ini puskesmas jereweh menyepakati bahwa kelompok usia yang diberikan
PMT pemulihan atau makanan tambahan barada pada kelompok usia 6 bulan hingga usia 36
bulan.
C. Melakukan Penilaian Data Awal Status Gizi
Penilaian data awal gizi dapat mengidentifikasi anak-anak yang kurang gizi dan berguna sebagai
alat mobilisasi masyarakat. Sangat penting bagi anda untuk menimbang seluruh anak pada target
kekurangan gizi akut, atau kurus. Namun, karena berat badan per umur sangat sensitive berubah,
maka metode ini digunakan pada kebanyakan program Pos Gizi untuk menilai anak yang berat
badannya kurang.
Data awal untuk menentukan status gizi balita yang dipakai oleh Puskesmas Jereweh disepakati
menggunakan indikator Berat Badan menurut umur (BB/U). dan dari data awal didapati yang
mengalami gizi buruk 4 (empat) balita dan yang berstatus Gizi Kurang tercatat 32 (tiga puluh
dua) Balita yang tersebar di seluruh wilayah kerja Puskesmas Jereweh. Semua data tersebut
didapat melalui kegiatan penimbangan masal yang dilaksanakan pada bulan januari 2011.
D. Analisis Data Awal Status Gizi
Perencanaan program yang baik didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh atas situasi yang
sedang terjadi di dalam suatu masyarakat. Sebagai tambahan pada penilaian data awal gizi,
informasi-informasi penting yang harus dikumpulkan adalah: Situasi kesehatan secara
umum: cakupan imunisasi; kejadian serta manajemen kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
vitaminA, penerimaan keluarga berencana; akses terhadap perawatan ibu dan anak. Angka dan
penyebab kematian anak dibawah usia lima tahun: termasuk penyebab-penyebab medis
(diagnosa) dan sistem (perawatan yang terlambat, perawatan berkualitas rendah, dsb.). Berbagai
Perilaku dan kepercayaan saat ini: perilaku-perilaku pemberian makan dalam keluarga,
pengasuhan dan mencari pelayanan kesehatan; kepercayaan-kepercayaan yang umum
menyangkut makanan dan kesehatan, termasuk hal-hal yang tabu dan norma-norma, serta
ketersediaan air bersih.
E. Melakukan Survei pemeringkatan Kesejahteraan Sasaran
Membuat kriteria tingkat kesejahteraan bersama dengan masyarakat dan kerjasama dengan
anggota masyarakat untuk mengklasifikasikan setiap rumahtangga berdasarkan status
sosial-ekonomi. Usaha tersebut dilakukan untuk membedakan rumahtangga yang tidak mampu dengan
yang mampu. Para kader Pos Gizi dan anggota-anggota tim kesehatan desa yang memiliki
hubungan dekat dengan masyarakat dapat merupakan pihak yang paling tepat untuk merancang
Dari hasil data awal status gizi balita dan setelah dianalisa serta dilakukan survey status sosial
keluarga yang mengalami gangguan nutrisi di sepakati bahwa jumlah yang diberikan Makanan
Tambahan Pemulihan hanya yang berasal dari keluarga tidak mampu. dari hasil survey terdapat 4
balita dengan Kasus Gizi buruk dan 17 Balita dengan kasus gizi kurang.
F. Mengadakan Pertemuan Dengan Masyarakat
Melakukan pertemuan dengan masyarakat dilaksanakan dengan cara MMD (Musyawarah
Masyarakat Desa) atau pertemuan tingkat Desa yang dilaksanakan pada awal bulan pebruari
2011 pada semua desa di wilayah kerja puskesmas Jereweh. Guna memperoleh umpan balik dari
masyarakat untuk menentukan tempat dan kegiatan posgiat serta sasaran dan tujuan kegiatan
posgiat. Dalam pertemuan tersebut kita bahas juga tentang hasil survey dan analisa data yang
Melalui pertimbangan jumlah dan sebaran lokasi sasaran dan dari hasil pertemuan tingkat desa
disepakati dan dibentuk 3 (tiga) lokasi Posgiat di wilayah Puskesmas Jereweh. Yaitu Posgiat
Bahagia II yang berlokasi di desa Beru, Posgiat Batu Ketiri yang berada di Dusun Jelenga dan
Posgiat Sudi Mampir yang ada di Desa Dasan Anyar. Dalam kesempatan itu pula di sepakati
masyarakat yang melaksanakan kegiatan posgiat di masing-masing desa.
G. Melaksanakan Pelatihan Kader Pelaksana Posgiat
Palatihan Kader Posgiat dilaksanakan pada bulan pebruari 2011 yang bertempat di gedung serba
guna kecamatan jereweh. Adapun dilaksanakan pelatihan kader ini dengan tujuan :
1. Meningkatkan pengetahuan kader posgiat dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan.
2. Menambah ketrampilan kader dalam mengolah atau memasak makanan tambahan bagi balita.
3. Meningkatkan ketrampilan tentang observasi dan metode wawancara kepada ibu sasaran
posgiat guna memonitoring dan memantau perkembangan sasaran.
4. Dapat memotivasi dan menyebarkan informasi tentang gizi keluarga dan perilaku dalam
H. Menyusun Jadwal Kegiatan Posgiat
Dalam merencanakan/ kegiatan Pos Gizi Masyarakat harus mempertimbangkan kriteria
berikut ini:
1. Menjadwalkan dengan segera setelah anak-anak ditimbang di posyandu
2. Rencanakan kegiatan setiap bulan, atau setiap dua bulan, atau dalam pola musiman sesuai
dengan bulan-bulan dimana anak-anak mengalami kekurangan gizi terburuk (kegiatan tsb
umumnya tidak diperlukan lebih dari satu tahun periode pada setiap Posgiat)
3. Rencanakan kegiatan Pos Gizi Masyarakat musiman untuk memberi para keluarga variasi menu
sesuai dengan musim sehingga mudah diselenggarakan.
Di Puskesmas Jereweh Posgiat dijadwalkan menurut kesepakatan pengelola dengan masyarakat,
dan disepakati jadwal buka posgiat pada hari sabtu dan minggu sore hari. Karena pada hari itu
hari libur dan diluar kesibukan masyarakat. Untuk kasus Gizi Buruk dilaksanakan 1 minggu
sekali dan untuk anak Gizi Kurang dilaksanakan 2 minggu sekali sesuai dengan jadwal yang
I. Merencanakan Menu Kegiatan Posgiat
Makanan tambahan diperlukan untuk merehabilitasi anak yang kurang gizi yang dihidangkan
setiap hari selama kegiatan dua minggu tersebut. Menurut WHO, selama periode rehabilitasi,
setiap anak harus menerima antara 150-220 kalori per kilogram berat badan per hari. Bila
seorang anak makan kurang dari 130 kalori per kilogram berat badan tiap hari, tidak bisa terjadi
rehabilitasi. Karena itu, program tersebut harus berusaha untuk menciptakan menu Pos Gizi yang
mengandung 600-800 kalori tiap hari dengan 25-27 gram protein untuk setiap anak. Dengan
menu ini akan terjadi pemulihan dalam waktu singkat, para ibu balita/pengasuh akan melihat
adanya perubahan nyata dalam waktu dua minggu. Ini akan memotivasi keluarga-keluarga lain
untuk mengadopsi perilaku baru dalam pemberian makan tersebut.
Menyusun menu Makanan Tambahan juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Gunakan bahan lokal yang tersedia , sesuai musim dan terjangkau.
2. Pastikan bahwa semua kelompok makanan ada dalam tiap hidangan makan sehingga
3. Memperhatikan Kebiasaan dan kesukaan anak dalam konsumsi makanan.
J. Merencanakan Pesan Pendidikan Kesehatan
Karena kegiatan Pos Gizi Masyarakat dilaksanakan dalam ukuran kecil dan suasana yang akrab
dimana para ibu dapat berkonsentrasi tentang kesehatan anak-anak mereka, maka ada
kesempatan sangat baik untuk menyebarkan pesan-pesan pendidikan kesehatan. Para peserta
bukan hanya sebagai “pendengar/penonton setia” tetapi mereka juga terbuka menerima
pesan-pesan tersebut dan tertarik untuk menjaga kesehatan anak mereka.
Dalam hal ini program posgiat bekerjasama dengan program promkes dan lintas program
lainnya lainnya untuk menyusun pesan-pesan kesehatan yang berkaitan dengan masalah gizi
buruk dan gizi kurang atau kasus malnutrisi.
K. Memonitor Pelaksanaan Posgiat
Program Pos Gizi memonitor baik status gizi anak maupun status gizi masyarakat. Tiap- tiap ibu
Dengan informasi tersebut, ibu balita/pengasuh termotivasi untuk berbuat dan mempraktekkan
perilaku rumah tangga yang dapat memperbaiki pertumbuhan anak. Petugas Kesehatan atau
petugas Gizi dapat memberikan konseling khusus dan rujukan ke pelayanan kesehatan untuk
membantu si anak mendapatkan pola asuh yang tepat untuk memastikan bahwa dia dapat
bertumbuh dengan baik.
Dalam hal ini juga dilakukan analisa tumbuh kembang balita melalui KMS dan anamnesa atau
wawancara langsung dengan keluarga balita yang mengalami malnutrisi dengan cara melakukan
kunjungan rumah sasaran posgiat.
L. Evaluasi Kegiatan Posgiat
Evaluasi secara harafiah berarti mengkaji nilai dari sesuatu. Adalah langkah yang penting dalam
keseluruhan proses, menyediakan sebuah kesempatan bagi seluruh pihak yang berkepentingan
dan pelaku untuk merasa memiliki berbagai prestasi dan kesuksesan proyek tersebut,
mengidentifikasi dan melakukan analisis berbagai masalah, dan memberikan rekomendasi untuk
evaluasi yang dilakukan akan ditentukan oleh jenis pertanyaan yang ditanyakan, siapa yang
menanyakan, dan sumber-sumber apa yang tersedia untuk menjawab mereka.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mengilustrasikan berbagai variasi strategi untuk melakukan evaluasi.
Informasi lebih lanjut mengenai cara melakukan evaluasi peran serta, Bagaimana Cara
Memobilisasi Masyarakat untuk Menciptakan Perubahan Kesehatan dan Sosial.
M. Kegiatan- Kegiatan Lain di Posgiat
Pelaksanaan Posgiat di wilayah kerja Puskesmas Jereweh dari serangkaian kegiatan diatas juga
dilaksanakan kegiatan Demo Memasak untuk menu PMT Pemulihan dengan Menggunakan
Bahan Makanan Lokal sekaligus sebagai kegiatan Kelas Gizi untuk ibu balita sasaran Posgiat.
A. Kesimpulan.
1. Dalam pelaksanaan Posgiat melibatkan masyarakat secara luas sangat membantu akan
keberhasilan program posgiat
2. Memiliki sumber daya masyarakat yang terampil dan terlatih akan mempermudah setiap
kegiatan posgiat yang akan dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan terhadap
masalah-masalah gizi masyarakat.
3. Kerjasama antar lintas sector dan lintas program serta antar petugas kesehatan di desa juga
perlu di jalin sehingga pelaksanaan posgiat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
B. Saran
1. Posgiat merupakan kegiatan yang sangat efektif dalam penanggulangan masalah gizi
masyarakat, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait terutama dari
Dinas Kesehatan tingkat kabupaten, yang selama ini sangat kurang dalam pembinaan posgiat di
tingkat puskesmas maupun tingkat desa.
2. Kemitraan atau kerjasama dengan pihak ketiga harus tetap berjalan apa bila tanpa adanya
GAMBARAN POS GIZI
SEBAGAI MEKANISME
GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME
MANAJEMEN GIZI BURUK BERBASIS MASYARAKAT
DI KELURAHAN CIPINANG MUARA JATINEGARA
JAKARTA TIMUR
Mia Fatma Ekasari, Santun Setiawati, Paula Krisanty, *
ABSTRACT
A description of pos gizi as a mechanism of malnutrition management which based on community in Cipinang Muara district,
Jatinegara, East of Jakarta.
Pos gizi is a new program from Indonesian government in planning of national
preventive actions and managing
malnutrition in 2005 – 2009 (DepKes, 2005). Purpose of this research was
accomplished a description of managing pos gizi as a mechanism of malnutrition
maganement which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta, which used a qualitative approach. The informants in this research were
mothers with malnutrition children under five years (balita) and involved with the pos gizi activities, meanwhile the key
informants were chief of community health centre, health providers, volunteer health workers (kader), chief of local community (RW), and coordinator of pos gizi from one NGO, Wahana Visi. Collecting data used the in-depth interview technique, FGD, and
observation. The result of this research showed that the reasons why balita
suffered malnutrition such as mothers were lazy to give meals and lack of knowledge of high nutrition foods. The process of built a pos gizi were pointing out the area,
community’s mobilization, training of
community’s speakers, preparing and doing investigations, creating and managing the pos gizi activities, improving the new
behavior by visiting the houses, reviewing the pos gizi activities as needed, and
spreading out pos gizi programs to the community. The pos gizi activities divided into two phase: 1) managing the pos gizi in ten days, and 2) visiting the houses (2-3 days after pos gizi). The mothers’
perception to the pos gizi activities was an activity to improve the balita’s weight. The involvements of the community in the pos gizi activities were high. The results which can achieved in the pos gizi activities were improving balita’s weight and mothers’
knowledge, changing in mothers’ behavior to cook and give meals to their children, children would like to eat fish and
vegetables, finishing their meals and been interacted with others. The supporting
factor was the high of community
participation. The obstacle factor was the amount of health providers, lack of pos
gizi’s kader, no special funds for managing a pos gizi, and lack of knowledge of the advantages of pos gizi by the families.
Key notes: pos gizi, management of
malnutrition, Cipinang Muara, community base
PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di dunia. Sekitar 800 juta orang dewasa dan anak-anak
mengalami gizi buruk dan kebanyakan gizi buruk terjadi di negara berkembang
(ACC/SCN, 1992). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang juga memiliki masalah dengan gizi kurang.
Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005, dari 241.973.879 penduduk
Indonesia sebanyak enam persen atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan sebagian besar penderita gizi
buruk tersebut berusia di bawah lima tahun (balita). Tingginya angka gizi buruk di
beberapa faktor. Kurangnya dan tidak tersedianya makanan ataupun terjadinya infeksi yang berulang pada individu,
misalnya diare, campak ataupun
kecacingan merupakan penyebab tingginya gizi buruk di negara berkembang
(Wahlqvist, 1997). Asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi
merupakan penyebab gizi buruk pada balita (Sacharin,R, 1996).
Sejak tahun 1998, berbagai upaya
penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan, dan perawatan gratis di
Puskesmas maupun Rumah Sakit,
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta upaya-upaya lain yang bersifat rescue.
Bantuan pangan seperti beras gakin diberikan kepada keluarga miskin oleh
sektor lain untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun, semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan
meningkatkan kembali status gizi
masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru yang muncul terkadang malah lebih banyak, sehingga terkesan
penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara
bermakna (Dinkes Purworejo, 2005) Untuk menindaklanjuti upaya
penanggulangan gizi buruk, pemerintah
mencanangkan tujuh pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
gizi buruk tahun 2005-2009. Pokok-pokok kegiatan tersebut adalah revitalisasi
Posyandu, revitalisasi Puskesmas,
intervensi gizi dan kesehatan, promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan
keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Salah satu bentuk
kegiatan pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan
pemberdayaan masyarakat adalah pos gizi (DepKes, 2005).
Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya pemberdayaan keluarga untuk
menanggulangi masalah gizi pada
masyarakat yang berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk masyarakat(Dep.Kes, 2005). Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan
pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi
kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia.
Sulitnya mendapatkan informasi dan kurangnya petunjuk/pedoman yang
berkaitan dengan proses pembentukan dan pelaksanaan Pos gizi menyebabkan sulitnya pelaksanaan pos gizi. Gambaran
sebagai suatu pedoman, sehingga petugas Puskesmas lainnya ataupun masyarakat
mengalami kesulitan untuk membentuk dan menyelenggarakan Pos Gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran Pos Gizi sebagai mekanisme manajemen gizi buruk yang
berbasis masyarakat di Kelurahan Cipinang Cempedak Jatinegara Jakarta Timur.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Semula, Penelitian ini akan dilaksanakan di RW 04 Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, tetapi karena di wilayah tersebut Pos Gizi sudah tidak
berjalan lagi, kami melaksanakan penelitian di wilayah RW 13 Cipinang Muara
Jatinegara Jakarta Timur sesuai masukan dan saran dari Puskesmas Kecamatan
Jatinegara dan LSM Wahana Visi. Pos Gizi di wilayah RW 13 Cipinang Muara merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau percontohan yang selama ini
dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai September 2007
Sampel dan Sumber Informasi
Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga dijadikan sebagai informan kunci oleh peneliti karena program pos gizi yang selama ini
dilaksanakan oleh masyarakat dibawah binaan Puskesmas dan LSM Wahana Visi. Jumlah Informan
Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan pada seluruh ibu yang mengikuti program pos gizi yaitu empat orang. Rencananya FGD ini akan dilakukan kepada 10 orang ibu yang mengikuti Pos Gizi dalam satu periode, tetapi karena pada periode
tersebut yang mengikuti Pos Gizi hanya
empat orang ibu balita dengan Gizi kurang, maka FGD ini hanya dilakukan kepada
empat orang ibu .
Wawancara mendalam dilakukan pada kepala puskesmas dan dua petugas
kesehatan Kepala Puskesmas yang menjadi informan kunci adalah kepala Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara, sedangkan
petugas kesehatan yang direncanakan tiga orang, dalam pelaksanaannya hanya
dilakukan kepada dua orang petugas kesehatan yang langsung bertugas di bagian gizi. Satu orang dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan satu orang lagi dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. Wawancara mendalam juga dilakukan pada ketua RW dan 2 kader pos gizi yang selama penelitian ini dilakukan, tampak aktif dalam kegiatan pos gizi. Wawancara mendalam juga dilakukan pada koordinator pelaksana program pos gizi dari LSM Wahana Visi
yang selama ini membina Pos Gizi di
dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus 2007, dan tanggal 22 Agustus 2007.
Metode Pengumpulan Data
Untuk menghindari terjadi bias dalam penelitian ini maka pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik
wawancara mendalam , FGD, dan observasi.
Data yang dikumpulkan meliputi: Data
primer yang terdiri dari: Faktor ,penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara, Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi
terhadap pos gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pos gizi Data sekunder meliputi: Data jumlah balita yang
yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13 Kel. Cipinang Muara tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas Cipinang Muara ataupun dari Puskesmas
Kecamatan Jatinegara, tetapi peneliti dapatkan secara langsung pada saat wawancara kepada kader, ketua RW 13
Cipinang Muara, dan koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Menurut
petugas kesehatan data tentang jumlah balita yang menderita gizi buruk tidak dapat dipublikasikan kepada umum.
Pengolahan dan Analisis Data
Di lapangan dilakukan triangulasi data dan sumber untuk mengetahui kebenaran dan mencocokkan informasi yang diperoleh. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya dengan tujuan mengecek kembali derajat kepercayaan data
(validasi). Pemanfaatan pengamat lainnya bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data dengan kenyataan di lapangan.
Triangulasi sumber yaitu membandingkan, mencocokkan, dan mengecek derajat
kepercayaan infromasi yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil
wawancara informan kunci dan informan (Hungler & Polit, 1999). Selanjutnya data tersebut disusun sebelum dilakukan analisis isi sedangkan data sekunder digunakan
sebagai informasi tambahan untuk mendukung data primer.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan
Informan adalah ibu yang memiliki balita gizi buruk. Jumlah informan adalah empat orang. Semua informan adalah perempuan yang berusia antara 25-30 tahun. Semua informan tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur lebih dari lima tahun. Penghasilan rata-rata keluarga semua informan Rp 10.000,-/hari dengan
mata pencarian sebagai buruh. Sebagian kecil informan bekerja sebagai kuli cuci. Semua informan menikah dan pernikahan yang pertama kali. Sebagian besar
informan memiliki dua anak, dan anak
keduanyalah yang menderita gizi buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Hampir semua informan memiliki pendidikan tamat SMP. Karakteristik Informan Kunci
Semua informan kunci adalah wanita yang berusia antara 45–57 tahun. Sebagian
besar informan kunci memiliki pendidikan minimal D-III kesehatan. Hampir semua informan kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi. Sebagian
besar informan kunci pernah terlibat
langsung dalam kegiatan pos gizi. Sebagian besar informan kunci adalah petugas
kesehatan yang membina wilayah RW 13 Cipinang Muara. Sebagian besar informan kunci adalah masyarakat yang tinggal di wilayah RW 13.
buruk yang mengikuti Pos gizi.
Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 300 balita (Wahana Visi, 2007). Jumlah Balita yang menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 10 orang (Kader RW 13 Cipinang Muara, 2007)).
Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia < 2 tahun. Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah garis kuning dan
sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung.
Penyebab Tingginya Gizi Buruk
Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena
perilaku anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan, susah walau sudah disuapin, suka dilepehkan makanan yang dimasukkan mulutnya, dan anak suka jajan ciki ataupun es.
Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun)
Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun)
Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya. Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan
tidak suka dan cukup nasi, kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)
Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau
sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM
Kel.Cipinang Muara)
Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa
penyebab gizi buruk pada anak adalah
kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah
perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak (
Positive Deviance, 2003). Proses Pelaksanaan Pos Gizi
Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa proses pelaksanaan pos gizi ada
beberapa langkah yang meliputi tahap
persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan
pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan koordinasi dengan
pemerintahan dan masyarakat setempat, menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah
wilayah yang memiliki balita gizi buruk min 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut), melakukan FGD dan wawancara
kepada keluarga yang memiliki
penyimpangan positif ( keluarga yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki
anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya > 8 bulan, bukan anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat), pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu
balita gizi buruk, dan merancang kegiatan pos gizi. Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan pos gizi. Sebagai tahap akhir adalah mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan.
”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi.
Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan bahan makanan yang diperlukan untuk
pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat
badannya di KMS pada garis kuning
ataupun BGM. Masyarakat yang langsung memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM
Kel.Cipinang Muara)
“ Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan
pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)
Jenis kegiatan pos gizi
Semua informan mengatakan pos gizi
dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari jam 09.00 sampai jam 11.00 WIB. Tempat
pelaksanaan kegiatan di kantor RW. Anak-anak ditimbang pada hari pertama kali
datang dan hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang, ibu diminta mengisi absen dengan menggunakan gambar-
gambar yang ditempel di karton. Biasanya gambar dan warna dipilih yang disukai
anak-anak. Setelah itu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga balita dan sebagian
lagi memasak. Bahan makanan yang dimasak adalah bahan makanan yang
dibawa oleh ibu balita yang mengikuti pos gizi. Makanan yang dimasak pertamakali adalah makanan cemilan, setelah itu
makanan pokok yang terdiri dari nasi,
sayur, dan lauk. Makanan cemilan seperti tahu atau tempe goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan matang. Sebelum makan anak-anak cuci tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir sambil
bernyanyi . Kalau makanan matang, ibu diminta menyuapin anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1) nasi, sayur bening, lele goreng, buah
pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3) nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Sebelum dan sesudah makan anak-anak diajari untuk berdoa. Sambil
menyuapi anaknya, kader memberikan pesan kesehatan kepada ibu balita. Pesan kesehatan yang diberikan antara lain
piramida makanan, jajanan sehat, KMS,
kesehatan tersebut diberikan secara bergantian setiap hari. Setelah selesai menyuapi anaknya dan mendengarkan
pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk pelaksanaan
kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas memasak,
menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok hari untuk di masak pada kegiatan pos gizi. Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah kepada ibu balita peserta pos gizi. Kegiatan kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan, baik menu, pengolahan, cara pemberian makan,
jumlah makanan yang dimakan serta frekuensi pemberian makan pada anak. Pada kegiatan kunjungan kader juga
menanyakan kondisi kesehatan anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak. Kader juga memberikan nasehat/pesan kesehatan sesuai dengan permasalahan. Kunjungan
rumah dapat dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kunjungan rumah dilakukan dua kali selama satu minggu untuk setiap balita. Dalam pelaksanaan Posyandu pada bulan berikutnya kader mengevaluasi kembali hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan
melihat berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita mengalami kenaikan, maka balita
tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi, jika tidak balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali. Hal ini sesuai dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007) bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif ,
dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos
gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat
melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.
Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita dimana tempat kegiatan dan bahan-bahan
makanan yang akan dimasak juga
dipersiapkan sendiri oleh ibu balita secara bersama-sama. Inilah yang
menggambarkan bahwa pos gizi dilaksanakan dari, oleh dan untuk
masyarakat yang memberdayakan keluarga secara langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005).
Persepsi ibu terhadap pos gizi
gizi bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk. “Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28 tahun)
“Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau makan” ( Ibu S, 30 tahun)
Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan
Semua informan mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat tinggi dalam
mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM Wahana Visi dan pihak puskesmas.
“ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada
mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi. Kader juga
sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari Puskesmas dan juga
LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun)
”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu memeriksa kesehatan balita, menimbang dan
mengukur tinggi badan bersama kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi.
Puskesmas sendiri memberikan bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan
Cipinang Muara)
”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu, biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami juga punya
uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun) Hasil kegiatan yang dicapai
Semua informan mengatakan bahwa berat badan balitanya mengami kenaikan setelah mengikuti pos gizi antara 100-400 gram. Semua informan mengatakan anaknya jadi mau makan sayur dan ikan, serta kalau
makan selalu habis. Semua informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka jadi lebih tahu tentang mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya jadi lebih berani bermain dengan yang lain, tidak pendiam lagi.
”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan
makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin BB nya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th)
bahan makanan, disuruh nyuapin anak
sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain. Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu At,26Th)
Faktor-faktor pendukung dan penghambat Semua informan mengatakan partisipasi masyarakatnya sangat tinggi dan
kerjasamanya sangat baik. Semua
informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan dari Puskesmas dan juga dari LSM Wahana Visi.
”Teman-teman yang jadi kader mau kerjasama. Ibu RW juga terus-terusan
mendorong kami. Walau kami tidak digaji, tapi senang. Dari LSM Wahana Visi, kami dikasih kacang hijau, susu, dan biskuit. ” ( Ibu R,56 tahun)
“Di RW 13 masyarakatnya cukup baik. Semuanya aktif, mulai dari RW,RT,
kadernya, dan semua warganya. Mereka mau saling Bantu. Dananya juga dari
masyarakat sendiri, tempat
pelaksanaannya di kantor RW.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)
Semua informan mengatakan bahwa petugas puskesmas hanya datang pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari
pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang
mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah satu penghambatnya adalah ibu malu
membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar informan menatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya yang lain di rumah.
“Paling-paling hanya karena ibu atau
keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau
karena alasan yang ada yang nganter ke Pos Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu
R,56 tahun)
” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini,
hanya empat orang kader yang pernah ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun)
”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam
pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM
Kelurahan Cipinang Muara) KESIMPULAN
1. Penyebab balita menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara adalah
karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya. 2. Proses pembetukan pos gizi yaitu
menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi, memobilisasi masyarakat serta
melatih nara sumber masyarakat,
mempersiapkan penyelidikan, melakukan penyelidikan, merancang kegiatan pos gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi
serta pengasuh mereka, mendukung
perilaku baru melalui kunjungan rumah, mengulangi kegiatan pos gizi sesuai
kebutuhan, dan memperluas program PD dan pos gizi pada masyarakat
3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan,
penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos
gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat
melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan
anak setelah mengikuti pos gizi.
4. Persepsi ibu terhadap kegiatan pos gizi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.
5. Peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan pos gizi sangat tinggi antara lain memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos gizi, membantu menyiapkan bahan
makanan yang akan di masak secara
bersama-sama, menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam
pelaksanaan pos gizi.
6. Hasil-hasil kegiatan yang dapat dicapai dalam kegiatan pos gizi adalah BB balita mangalami kenaikan, tingkat pengetahuan ibu meningkat terutama mengenai
kesehatan pada balita, perilaku ibu berubah menjadi lebih baik dan kreatif dalam
mengolah makanan dan memberi makan yang bergizi pada anak, anak jadi mau makan sayur dan ikan , anak selalu
menghabiskan makanannya setiap kali
yang lainnya.
7. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pos gizi adalah partisipasi masyarakat yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi. Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk
pelaksanaan pos gizi dari puskesmas ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat pos gizi.
SARAN
Bagi Pimpinan Puskesmas Cipinang Muara 1. Puskesmas diharapkan mau memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di wilayahnya, sehingga memudahkan pihak lain untuk dapat membantu mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita tersebut.
2. Gambaran pelaksanaan pos gizi yang
dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan pos gizi di wilayah binaan puskesmas lainnya. Hal ini
dikarenakan hasil pelaksanaan pos gizi bukan hanya meningkatkan berat badan balita, tetapi juga merubah perilaku ibu
serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya.
3. Pos gizi yang telah dilakukan agar dapat terus dilaksanakan dengan pembinaan
langsung oleh pihak Puskesmas, dimana keterlibatan Puskesmas lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya dalam proses seleksi awal dan pada akhir pelaksanaan, tetapi perlu juga pemantauan dan pembinaan langsung pada saat kegiatan pos gizi dilaksanakan. 4. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program lebih luas lagi terutama dalam upaya mengatasi gizi buruk balita, khususnya pada
pelaksanaan pos gizi. Hal ini dilakukan
karena masalah gizi buruk bukan masalah yang mudah untuk diatasi, perlu
keterlibatan banyak pihak dalam menyelesaikannya.
5. Mengingat peran serta masyarakat yang diperlukan dalam pelaksanaan pos gizi ini sangat tinggi, maka Puskesmas harus lebih memperluas informasi tentang pelaksanaan pos gizi ini kepada masyarakat misalnya
melalui program pelatihan kader pos gizi secara berkala dan terus menerus.
Bagi perawat
Perawat Puskesmas diharapkan mau berperan serta aktif dalam upaya
mengatasi gizi buruk pada balita di
keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di dalam keluarga
sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri. Bagi peneliti lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas pelaksanaan pos gizi dibandingkan dengan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di Posyandu
dalam mengatasi masalah gizi buruk pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
ACC/SCN (1992), Highlights of the World Nutrition, SCN News 8: 1-3
Dep.Kes. RI.(2005). Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi
Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI
Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods.
(Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
Kompas (2006), 14 juta lebih penduduk Indonesia menderita gizi
buruk www.kompas.com.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Oxfam News (2005), Food Crisis In Timor Leste. www.oxfam.org.au
Penanggulangan gizi buruk
(2005). www.dinkespurworejo.go.id Positive Deviance
(2003) www.positive deviance.org
Poskota (2006). Di Jakarta Ribuan Balita menderita gizi buruk. www.poskota.co.id Sacharin R. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sudinkesmas Jakarta Timur,(2005).
Laporan tahunan program perbaikan gizi masyarakat Puskesmas Kecamatan
Jatinegara tahun 2005. Tidak dipublikasikan.
Wahlqvist (1997), Food and Nutrition
Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard, Allen & Unwin
Wong DL (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC