• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK YANG BERASAL DARI ANAK SAUDARA KANDUNG MENURUT HUKUM ADAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK YANG BERASAL DARI ANAK SAUDARA KANDUNG MENURUT HUKUM ADAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK YANG BERASAL DARI ANAK SAUDARA KANDUNG MENURUT HUKUM ADAT

Windi Arista

Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang. e-mail : arista.windi@yahoo.co.id

ABSTRAK

Anak lebih diutamakan pemahamannya terhadap hak-hak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki substansi yang lemah dan dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum di cangkokan dari bentuk pertanggungjawaban, sebagaimana mestinya status hukum akan menjadi mekanisme sentral membangun pengertian. Advokasi dan hukum perlindungan anak, secara sistematis dengan keterkaitan pada aspek-aspek sistem hukum baik, yang menyangkut hak keperdataan, hak ketatanegaraan atau hak-hak secara adat umumnya. Anak menurut Undang-undang adalah bagian dari generasi muda penerus ita-cita perjuangan bangsa yang memerlukan pembinaan dan perlindungan guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi dan seimbang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji apa yang menjadi akibat hukum pengangkatan anak yang berasal dari anak saudara kandung menurut Hukum Adat. Hasil pembahasan dalam penelitian ini bahwa akibat hukum pengangkatan anak yang berasal dari anak saudara kandung menurut Hukum Adat berdampak pada hal perwalian dan waris. Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Sedangkan dalam hal pewarisan, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum Nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku.

Kata kunci : Hukum Adat, Perwalian, Hak Waris

A. Pendahuluan

Dalam Tata Hukum Indonesia anak merupakan pembatasan untuk suatu perbuatan tertentu, kepentingan tertentu dan tujuan tertentu, sebagaimana dikatakan olehAgung Wahyono dan Siti Rahayu bahwa: “Perumusan dalam berbagai undang-undang tentang anak tidak memberikan pengertian akan konsepsi anak, melainkan perumusan tersebut merupakan pembatasan untuk suatu perbuatan tertentu, kepentingan tertentu dan tujuan tertentu”.1

Pengelompokan anak, memiliki aspek yang luas. Berbagai makna terhadap anak dapat diterjemahkan untuk mendekati pengertian anak

secara benar menurut sistem kepentingan agama, hukum, dan sosial dari masing-masing bidang.

Setiap manusia pada dasarnya ingin mempunyai anak sebab hal itu sangat besar artinya dalam membina keluarga, masyarakat dan umat manusia. Disamping itu anak juga merupakan penghibur yang sangat dekat dengan ibu bapaknya dan dapat membangkitkan rasa tanggung jawab dan kasih sayang.2

Dari perkawinan suamiistri diharapkan akan mendapatkan keturunan yang baik dan diharapkan dapat menyambung cita-cita orang tuanya. Suatu perkawinan dapat dikatakan belum sempurna, jika pasangan suami istri belum dikaruniai anak, karena mempunyai kedudukan penting dan merupakan

1Agung Wahyono dan Siti Rahayu, 1993, Tinjauan

Tentang Pengadilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 19.

2 Kamus Nasional Indonesia, 1988, Jilid IA/

PT.Cipta Adi Pusaka, Jakarta, hlm. 87. 68

(2)

salah satu tujuan perkawinan. Pendapat Mudaris Zaini menyatakan, bahwa keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusia, hal tersebut sejalan dengan pembawaan watak kodrati manusia yang merasakan bahwa anak bagian dari darah daging orang tua, yang juga akan mewarisi pula sifat-sifat istimewa dari kedua orang tuanya.3 Hukum Indonesia yang memiliki sistem hukum yang berasal darisendi-sendi hukum adat berbagai suku, ras, kedudukan anak menjadi utama dalam sendi kehidupan keluarga, agama, bangsa dan negara yang menyangkut inteligensia dalam pertumbuhan mental dan spritual, yang berstatus dan berkedudukan sebagai anak dan sekaligus sebagai subjek hukum. Sebagai generasi penerus dari sumber daya manusia yang berpotensi untuk memperjuangkan cita-cita penerus dari sumber daya manusia dan memiliki peranan strategis terhadap bangsa dalam waktu yang akan datang. Dengan memberikan dukungan terhadap anak yang menyangkut norma, lembaga, perangkat hukum atau ketentuan penyelenggaraan peradilan anak yang lebih sesuai dengan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang PerlindunganAnak bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat, martabat sebagai manusia seutuhnya.Anak adalah generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa dan agar mampu untuk memikul tanggung jawab tersebut, perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mentaldan sosial, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Dalam Undang-undang Perlindungan Anak juga memberikan pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Pengertian tersebut hampir sama dengan pengertian anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa memerlukan pembinaan dan perlindungan guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Dalam undang-undang ini juga memberikan pengertian anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.4

Pengertian dalam tata hukum di Indonesia terdapat beberapa pengertian macam-macam anak seperti :

1. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalanipidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

2. Anak Negara ialah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditetapkan di LAPAS anak paling lama sampaiberumur 18 (delapan belas) tahun.

3. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.5 Pengangkatan anak biasanya terjadi apabila pasangan suami istri belum atau tidak mempunyai anak. Keinginan mempunyai anak merupakan naluri manusia, akan tetapi karena kehendak Tuhan, sehingga keinginan mempunyai anak tidak tercapai. Untuk mengatasinya kemudian pada umumnya manusia melakukan berbagai usaha untuk mempunyai anak. Salah satu cara yang

3 Mudaris Zaini, 1992, Adopsi Suatu Tinjauan

Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1.

4 Bamban g Waluyo, 2000, Pidana dan

Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 25.

5 Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Op. Cit., hal.

(3)

dilakukan manusia untuk mempunyai anak adalah dengan mengangkat anak atau adopsi.

Pengangkatan anak biasanya dilakukan sesuai dengan hukum adat yang hidup dan berkembang di daerah yang bersangkutan. Pelaksanaan pengangkatan anak di tiap-tiap daerah di Indonesia berbeda, sesuai dengan hukum adat yang berlaku di daerah yang bersangkutan.

Tujuan daripengangkatan anak adalah untuk menjadikannya atau diperlakukannya seperti anak sendiri6.

Hal penting yang menjadi penelitian penulis terdapat pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang tua angkat di mana dia mengangkat anak dari saudara sendiri yang dilakukan dengan cara terang dan tunai, terang artinya dalam melakukan pengangkatan anak dilakukan sepengetahuan Kepala Desa, sedangkan tunai adalah dalam melakukan pengangkatan anak harus dilengkapi dengan upacara adat yaitu berupa selamatan.

Dalam upacara selamatan tersebut, Kepala Desa biasanya mengumumkan terjadinya pengangkatan anak yang kemudian disusul dengan upacara penyerahan anak yang akan diangkat oleh orang tua kandungnya dan penerimaan oleh orang tua angkatnya, maka secara adat resmilah pengangkatan anak tersebut.7

Pengangkatan anak di mana anak angkat berasal dari keluarga sendiri membawa konsekuensi bahwa upacara selamatan yang diadakan tidak serumit dan sebanyak pada upacara pengangkatan anak yang berasal dari orang lain atau tidak dari keluarga sendiri.

Peristiwa pengangkatan anak yang telah diangkat sebagai anak oleh orang tua angkatnya dengan harapan si anak mendapat perlindungan, pertanggungjawaban serta yang terpenting adalah

dapat melanjutkan keturunan, memelihara orang tua angkatnya di masa tua nanti dan dapat melanjutkan darma orang tua angkatnya. Kewajiban si anak terhadap orang tuanya di masyarakat adalah melaksanakan baktinya jika orang tua angkatnya.

Dengan demikian pengangkatan anak dimana anak angkat berasal dari keluarga sendiri mempunyai kekhususan tersendiri dibandingkan dengan pengangkatan anak bukan dari keluarga sendiri karena anak angkat masih keturunan dari keluarga sendiri dan adanya rasa keyakinan akan kelangsungan pemeliharaan kehidupan anak mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pokok yang penulis kemukakan yaitu apakah akibat hukum pengangkatan anak yang berasal dari anak saudara kandung dalam pewarisan menurut HukumAdat ?

B. Pembahasan

Dalam Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak secara langsung menjelaskan definisi anak, akan tetapi menjelaskan batas umur seorang pria dan wanita boleh kawin. Di dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan, “Seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan wanita telah mencapai 16 (enam belas) tahun”.

Pada dasarnya definisi anak terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 sama dengan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di dalam Pasal 1 angka (1) dijelaskan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dalam Undang-undang PerlindunganAnak, usia anak dibatasi umur antara 8 (delapan) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya si anak yang bersangkutan tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin kemudian pernah cerai.

6Budiarto M, 1985, Pengangkatan Anak di Tinjau

Dari Segi Hukum, Akademi Pressindo, Jakarta, hlm. 142.

7Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Umum,

1980,Http:///www.ArtikelHukumOnline.com, Masalah Hukum Perdata Adat, Departemen Kehakiman, , hlm. 11.

(4)

Menurut Hilman Hadikusuma yang menjelaskan tentang anak angkat adalah sebagai berikut :8

“Anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.” Arti dari pengangkatan anak atau adopsi dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu seorang yang bukan keturunan suami istri yang diambil, dipelihara, diperlakukan seperti anak keturunannya sendiri.

Senada dengan pendapat diatas oleh Soerojo Wignjodipuro menyatakan bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang mengangkat anak dan anak yang diangkat itu timbul hubungan hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada diantara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.9

Pada umumnya di Indonesia, alasan pengangkatan anak menurut hukum adat ada 14 macam, antara lain :10

a. Karena tidak mempunyai anak. Hal ini adalah alasan yang bersifat umum karena jalan satu-satunya bagi mereka yang belum atau tidak mempunyai anak, dimana dengan pengangkatan anak sebagai pelengkap kebahagiaan dan kelengkapan serta menyemarakkan rumah tangga.

b. Karena belas kasihan terhadap anak-anak tersebut, disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya. Hal ini adalah alasan yang sangat positif, karena disamping membantu anak juga membantu beban orang tua kandung si anak asal didasari

oleh kesepakatan yang ikhlas antara orang tua angkat dengan orang tua kandung.

c. Karena belas kasihan, dimana anak tersebut tidak mempunyai orang tua. Hal ini memang suatu kewajiban moral bagi yang mampu, disamping sebagai misi kemanusiaan.

d. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuan atau sebaliknya. Hal iniadalah juga merupakan alasan yang logis karena umumnya orang ingin mempunyai anak perempuan dan anak laki-laki.

e. Sebagai pemancing bagiyang tidak mempunyai anak, untuk dapat mempunyai anak kandung. Alasan ini berhubungan erat dengan kepercayaan yang ada pada sementara anggota masyarakat.

f. Untuk menambah jumlah keluarga. Hal ini karena orang tua angkatnya mempunyai banyak kekayaan.

g. Dengan maksud agar anak yang diangkat mendapat pendidikan yang baik.Alasan ini erat hubungannya dengan misi kemanusiaan. h. Karena faktor kekayaan. Dalam hal ini

disamping alasan sebagai pemancing untuk dapat mempunyai anak kandung, juga sering pengangkatan anak ini dalam rangka untuk mengambil berkat baik bagi orang tua angkatnya maupun anak yang diangkat demi bertambah baik kehidupannya.

i. Unt uk menyambung keturunan dan mendapatkan ahli waris bagi yang tidak mempunyai anak kandung.

j. Adanya hubungan keluarga, maka orang tua kandung dari si anak tersebut meminta suatu keluarga supaya dijadikan anak angkat. Hal ini juga mengandung misi kemanusiaan.

k. Diharapkan anak dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak. Dari sini terdapat alasan timbal balik antara kepentingan si anak dan jaminan masa tua bagi orang tua angkatnya. l. Ada perasaan kasihan atas nasib anak yang

tidak terurus. Pengertian tidak terurus dapat

8Hilman Hadikusuma, 1977, Hukum Perkawinan

Adat, Bandung, Alumni, hlm. 149.

9 Soerojo Wignjodipuro, 1989, Pengantar dan

Asas-asas Hukum Adat, Bandung, hlm. 123.

10Zaini Mudaris, 1992, Adopsi Suatu Tinjauan dari

(5)

berarti orang tuanya masih hidup namun tidak mampu atau tidak bertanggung jawab, sehingga anaknya menjaditerkatung-katung. Di samping itu juga dapat dilakukan terhadap orang tua yang sudah meninggal dunia.

m. Untuk mempererat hubungan keluarga. Disini terdapat misi untuk mempererat pertalian famili dengan orang tua si anak angkat.

n. Karena anak kandung sakit-sakitan atau meninggal dunia, maka untuk menyelamatkan si anak, diberikannya anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang usia.

Dilakukannya pengangkatan anak tidak lepas dari adanya tujuan tertentu. Alasan dari pengangkatan anak diIndonesia dapat ditinjau dari dua sisi yaitu :

1. Dilihat dari sisi orang yang akan mengangkat anak, yaitu seperti :11

a. Tidak mempunyai anak.

b. Belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya.

c. Belas kasihan disebabkan anak yang bersangkutan yatim piatu.

d. Hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seorang anak perempuan atau sebaliknya.

e. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung.

f. Menambah tenaga dalam keluarga. g. Dengan maksud anak yang diangkat

mendapat pendidikan yang layak. h. Unsur kepercayaan.

i. Menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak kandung.

j. Adanya hubungan keluarga, karena tidak mempunyai anak maka diminta oleh orang tua kandung anak pada keluarga tersebut supaya anaknya dijadikan anak angkat. k. Diharapkan anak angkat dapat menolong di

hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak.

l. Ada juga karena belas kasihan atas nasib si anak yang tidak terurus.

m. Untuk mempererat hubungan keluarga. n. Anak dahulu sering penyakitan atau kalau

mempunyai anak selalu meninggal, maka anak yang baru lahir diserahkan keluarga atau orang lain untuk diadopsi dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur.

2. Dilihat dari orang tua anak yang akan diangkat yaitu seperti :12

a. Perasaan tidak mampu membesarkan anak sendiri.

b. Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak.

c. Saran-saran dan nasehat dari pihak keluarga atau orang lain.

d. Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orang tuanya.

e. Tidak mempunyai rasa tanggung jawab. f. Keinginan melepas anaknya karena rasa

malu sebagai akibat hubungan tidak sah. Anak angkat dapat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dapat dilihat dari proses pelaksanaan pengangkatan anak tersebut. Pelaksanaan pengangkatan anak menurut hukum adat dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu dengan :13

1. Secara Umum

a. Terang, pelaksanaan pengangkatan anak dengan disaksikan oleh Kepala Desa.

11 Ir ma Setyowati Soemitr o, 1990, Aspek

Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 40.

12 Soedaryo Soimin, 2000, Himpunan Dasar

Hukum Pengangkatan Anak,Sinar Grafika, Jakarta, , hlm. 28.

13 Amir Mer tosedon o, 1987, Tanya Jawab

Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Dah ara, Semarang, hlm. 22.

(6)

b. Tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan suatu pembayaran berupa benda-benda magis sebagai gantinya.

c. Terang dan tunai, pelaksanaan pengangkatan anak dengan adanya kesaksian dan pembayaran.

d. Tidak terang dan tidak tunai, pelaksanaan pengangkatan anak yang dilakukan tanpa kesaksian dan pembayaran.

2. Secara Khusus

Dapat terjadi dengan bermacam-macam hal yaitu :

(1) Mengangkat anak tiri karena tidak mempunyai anak.hal ini terjadi di daerah Kalimantan pada suku Manyaan siung Dayak yang disebut Ngunkup anak. (2) Mengangkat anak dari istri yang kurang

mulia, initerjadididaerah Bali, oleh karena itu harus dilakukan dengan mengadakan upacara besar.

(3) Mengangkat anak perempuan supaya dapat mewaris, dalam hal ini terjadi di daerah Lampung yang mempunyai masyarakat patrilineal dan mempunyai sistem mayorat, maka haliniterjadi dengan melakukan pengangkatan anak dengan cara tambik anak dan tegak tegi. Anak-anak yang berhak menjadi ahli waris dapat dibedakan atas :14

(1) Anak kandung, yakni anak yang lahir dalam suatu perkawinan sehingga timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak baik dalam pemeliharaan juga terhadap harta kekayaan. (2) Anak kandung akan menjadi ahli waris dari orang tuanya yang meninggal dunia, akan tetapi jika dihubungkan dengan system kekerabatan maka tidak semua anak yang masih hidup berhak menjadi ahli waris, yaitu : a. Pada masyarakat matrilineal, semua anak berhak menjadi ahli waris hanya dari ibunya saja (misalnya di Minangkabau).

b. Pada masyarakat patrilineal, hanya anak laki-laki saja yang berhak menjadi ahli waris dari orang tuanya (misalnya di Batak).

c. Pada masyarakat bilateral, semua anak baik laki-laki maupun perempuan berhak menjadi ahli waris dari orang tuanya (misalnya di Jawa).

(3) Bukan anak kandung, yakni anak yang tidak dilahirkan dari perkawinan pewaris, yang terdiri atas :

a. Anak angkat, yakni anak orang lain yang diangkat menjadi anak sendiri.Akan tetapi tidak semua anak angkat berhak menjadi ahli waris. Misal di Bali anak angkat berhak menjadi ahliwaris orang tua angkat karena pengangkatan anak tersebut mengakibatkan terputusnya pertalian keluarga dengan orang t ua sendiri.Sedangkan di Jawa pengangkatan anak tidak mengakibatkan putusnya pertalian keluarga oarng tuanya sendiri. b. Anak piara, yakni anak orang lain yang

dipelihara baik dengan sukarela atau perjanjian. Anak piara tidak berhak menjadi ahli waris yang memeliharanya. c. Anak gampang, yaknianak yang dilahirkan

tanpa ayah sehingga anak tersebut berhak menjadi ahli waris dari ibunya saja. d. Anak tiri, yakni anak yang dibawa oleh

suami atau istrikedalam suatu perkawinan yang baru. Anak tiri hanya menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya saja. Akibat hukum pengangkatan anak yang berasal dari anak saudara kandung menurut HukumAdat berdampak pada hal perwalian dan waris sebagai berikut :

a. Perwalian.

Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua

14Ter Haar.B, 1991, Asas-Asas Dan Susunan Hukum

(7)

kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.

b. Waris.

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum Nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, (“Jawa misalnyaâ”), pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya.15

Dalam Hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut t etap memakai nama dari ayah kandungnya.16

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahliwaris orang tua angkat.Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala

hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

Akibat hukumpengangkatananak menurut hukum adat :

a. Dengan orang tua kandung.

Anak yang sudah diadopsi orang lain mengakibatkan hubungan dengan orang tua kandungnya menjadiputus. Hal iniberlaku sejak terpenuhinya prosedur atau tata cara pengangkatan anak secara terang dan tunai. Kedudukan orang tua kandung telah digantikan oleh orang tua angkat. Hal seperti ini terdapat di daerah Nias, Gayo, Lampung dan Kalimantan. Sedangkan di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sumatera Timur perbuatan pengangkatan anak hanyalah memasukkan anak itu ke dalam kehidupan rumah tangga, tetapi tidak memutuskan pertalian keluarga anak itu dengan orang tua kandungnya. Namun hubungan dalam arti kehidupan sehari-hari sudah ikut orang tua angkatnya dan orang tua kandung tidak boleh ikut campur dalam hal urusan perawatan, pemeliharaan dan pendidikan si anak angkat. b. Dengan orang tua angkat.

Anak angkat terhadap orang tua angkat mempunyai kedudukan sebagai anak sendiri atau kandung. Anak angkat berhak atas hak mewaris dan keperdataan. Hal ini dapat dibukt ikan dalam beberapa daerah di Indonesia, seperti di pulau Bali, perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan hukum melepaskan anak itu dari pertalian keluarganya sendiri serta memasukkan anak itu ke dalam keluarga bapak angkat, sehingga selanjutnya anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung17. Di Lampung perbuat an pengangkatan anak mengakibatkan hubungan antara si anak dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak dengan orang tua

15Ibid., hlm. 41. 16Ibid., hlm. 41.

17 Soepomo, 1994, Bab-bab tentang Hukum Adat,

(8)

kandung dan hubungan dengan orangtua kandungnya secara hukum menjadi terputus. Anak angkat mewarisi harta dari orang tua angkatnya dan t idak dari orang tua kandungnya.18

Kedudukan anak angkat dalam keluarga menurut Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Kekerabatan Adat dinyatakan bahwa : “Selain pengurusan dan perwalian anak dimaksud bagi keluarga-keluarga yang mempunyai anak, apalagi tidak mempunyai anak dapat melakukan adopsi, yaitu pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak, pengangkatan anak dimaksud tidak memutuskan hubungandarah antara anak dan orang tua kandungnya berdasarkan hukumberlaku bagi anak yang bersangkutan”.19

Untuk selanjutnya mengenai hak mewaris anak angkat, meskipun anak angkat tersebut mempunyai hak mewaris, tetapi menurut keputusan Mahkamah Agung tidak semua harta peninggalan bisa diwariskan kepada anak angkat. Hanya sebatas harta gono-gini orang tua angkat, sedangkan terhadap harta asal anak angkat tidak berhak mewaris.

Pengangkatan anak ini terdapat hambatan-hambatan yang berawal dari alasan pengangkatan anak itu sendiri dan setelah seorang anak itu mempunyai status sebagai anak angkat.

Hambatan-hambat an yang timbul berkenaan dengan pengangkatan anak ini secara garis besar adalah sebagai berikut :20

1. Faktor yuridis, yaitu masalah yang timbulkarena berkenaan dengan akibat hukumnya dari praktik pengangkatan anak itu sendiri. Misalnya bila orang tua angkatnya yang semula tidak mempunyai anak setelah mempunyai anak

maka perhatian ke anak angkat menjadi berkurang baik dari segi pendidikan maupun dari segi materi.

2. Faktor Sosial yaitu menyangkut pengaruh sosial terhadap pengangkatan anak yang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan terhadap perbuatan hukum tersebut.

3. Faktor psikologis, yaitu masalah reaksi kejiwaan dari anak angkat tersebut yang ditimbulkan adanya perpindahan lingkungan yang secara cepat dan sekaligus.

Pengangkatan adalah suatu tindakan hukum dan oleh karenanya tentu akan pula menimbulkan akibat hukum. Oleh karena itu sebagai akibat hukum dari pengangkatan anak menurut Hukum Islam adalah sebagai berikut :21

1. Beralihnya tanggung jawab pemeliharaan untuk kehidupannya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya (Pasal 171 huruf ( h ) Kompilasi Hukum Islam). Hal ini bukan berarti bahwa orang tua kandung tidak boleh membantu pemeliharaan anak hanya saja tidak dapat dituntut beralihnya tanggung jawab pemeliharaan untuk kehidupannya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya ( Pasal 171 huruf ( h) Kompilasi Hukum Islam ). Hal ini bukan berarti bahwa orang tua kandung tidak boleh membantu pemeliharaan anak hanya saja tidak dapat dituntut untuk itu.

2. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah atau nasab antara anak angkat dengan orang tua kandung dengan keluarganya, sehingga antara mereka tetap berlaku hubungan mahrom dan hubungan saling mewarisi. 3. Pengangkatan anak tidak menimbulkan

hubungan darah atau nasab antara anak angkat dengan orangtua angkatnya, sehingga antara mereka tidak ada hubungan mahrom dan hubungan saling mewarisi

18 Bastian Tafal, 1989, Pengangkatan Anak

Menurut Hukum Adat serta Akibat-akibat Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 117.

19Hilman Hadikusuma, 1987, Hukum Kekerabatan

Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, hlm. 114.

(9)

4. Pengangkatan anak menimbulkan hubungan hukum yang beralihnya tanggung jawab pemeliharaan untuk kehidupannya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya ( Pasal 171 huruf ( h ) Kompilasi Hukum Islam ). Hal ini bukan berarti bahwa orang tua kandung tidak boleh membantu pemeliharaan anak hanya saja tidak dapat dituntut untuk itu.

5. Mereka antara anak angkat dan ayah kandungnya tetap berlaku hubungan mahrom dan hubungan saling mewarisi.

Motivasi merupakan suatu pengertian yang melingkupi penggerak, alasan-alasan, dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Misalnya seseorang menjadi anggota perkumpulan maka motivasinya antara lain ingin sesuatu yang baru bersama anggota perkumpulannya tersebut. Dalam kaitannya dengan pengangkatan anak berarti adanya alasan-alasan atau dorongan seseorang melakukan perbuatan hukum mengangkat anak.

Masalah pengangkatan anak bukanlah termasuk masalah baru di Indonesia. Sejak zaman dahulu telah dilakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum yang hidup dan berkembang didaerah yang bersangkutan. Di Indonesia sendiri terdapat motivasi yang berbeda-beda.22

Motivasi pengangkatan anak antara lain adalah untuk meneruskan keturunan, apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini adalah salah satu jalan keluar dan alternatif manusia terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam pelukan keluarganya setelah bertahun-tahun tidak dikaruniai anak. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari

ayah, ibu dan anak.Akan tetapiketiga unsur belum tentu terpenuhi sehingga kadang-kadang terdapat suatu tidak mempunyaianak atau tidak mempunyai ibu.23

Dengan demikian dilihat dari segi eksistensi keluarga sebagaikelompok-kelompok kehidupan masyarakat, menyebabkan mereka menginginkan anak karena alasan yang demikian sehingga terjadilah perpindahan anak dari suatu kelompok keluarga yang lain.

Kenyataan ini sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam masyarakat adat telah dikenal pengangkatan anak dari suatu keluarga untuk dijadikan anaknya sendiri dengan bermacam-macam istilah seperti anak Pupon (Jawa) anak pulung atau anak kukut (Sunda) anak pungut (Jakarta).24

Pada umumnya orang lebih suka mengangkat anak dari kalangan keluarga sendiri, dengan berbagai peraturan yang hidup dalam masyarakat. Kemudian berkembang dimana orang tidak membatasi dari kalangan sendiri, tapi juga terhadap orang lain diluar keluarganya sendiri dan telah disadari orang yang terpenting dalam masalah pengangkatan anak adalah demi kebahagiaan anak. Hal ini dipandang bahwa anak mempunyai hak untuk berkembang dan hidup secara wajar baik jasmani, rohani, dan sosial. Sehingga sebaiknya mencari akan orang tua angkat bagi seorang anak dan diarahkan kepada kesesuaian antara orang tua angkat dan anak angkat.

Dari berbagai macam motivasi dan latar belakang yang berkembang maka alasan dari motivasi yang paling menonjol adalah karena tidak mempunyai anak. Motivasi pengangkatan anak di daerah hukum adat yang sistem clannya atau kerabatnya masih kentalpengangkatan anak diluar clan pada umumnya karena kekhawatiran akan habis mati kerabatnya. Keluaraga yang tidak

22W.A. Gerungan Dipl, Psych, 1977, Psikologi

Sosial Suatu Ringkasan, cet V, Jakarta, Eresco, hlm. 142

23Ibid., hlm. 119

24R. Soepomo, 1992, Alih Bahasa Nani Soewondo,

Hukum Perdata Adat Jawa Barat, Jakarta, Jambata, hlm. 24

(10)

mempunyai anak dalam lingkungan kekuasaan kerabatnya, bersama-sama kerabatnya mengangkat seorang anak sebagai perbuatan kerabat. Anak tersebut menduduki seluruh kedudukan anak kandung dari ayah-ibu yang mengangkatnya dan terlepas dari kerabatnya semula. Pengangkatan ini harus dilakukan melalui upacara-upacara tertentu dengan bantuan kepala adat setempat dan disaksikan oleh khalayak ramai dan diketahuioleh para anggota keluarga dari yang mengangkat anak, agar menjadi jelas dan statusnya menjadi terang bagi anggota kerabat. Motivasi seperti ini terdapat diadat Nias, Gayo, Lampung dan Kalimantan.25

Di daerah Jakarta terdapat bermacam-macam motivasi pengangkatan anak, terutama karena kasihan dengan seorang anak yang terlantar. Disamping itu ada motivasi lain yaitu mendapatkan tenaga kerja dalam kehidupan sehari-hari atau mendapatkan seseorang yang memelihara di hari tua, dan sekaligus sebagai tangan kanan dalam rumah tangganya serta nantinya akan menjadi ahli waris dan akan menyelenggarakan kematiannya. Hal ini berbeda dengan di Jawa Barat tujuan dari pengangkatan anak agar mendapatkan atau sebagai pancingan kehadiran seorang bayi. Demikianlah seorang suami istri yang mulai kecewa karena sudah lama menikah, tapi belum dikarunia anak, lalu mengangkat dengan harapan sesuai dengan kepercayaan mereka akan mendapatkan anak.26 Keyakinan mereka sering disusui (ditetrekoisunda) oleh anak kecil, maka mereka mengandung dan memperoleh anak. Dilihat dari jenis kelaminnya, Pada umumnya tidak ada perbedaan baik laki-laki maupun perempuan. Motivasi ini dilakukan oleh yang bersangkutan karena hanya mempunyai anak laki-laki saja, maka diangkatlah anak perempuan dan sebaliknya.

Pada suku Semendo atau suku Dayak di Kalimantan barat biasanya mengangkat anak perempuan tanpa terikat oleh clan, supaya mendapat anak perempuan yang dapat mengurusi harta kekayaan, sehingga anak perempuan mendapat kedudukan seperti anak laki-laki. Pada suku bangsa yang terakhir ini apabila anak yang tertua kawin, maka suaminya harus tinggal dirumahnya, karena ia sebagai pemelihara pusaka keluarga.27

Dari apa yang dikemukakan diatas jelaslah terlihat adanya kesan bahwa eksistensi lembaga pengangkatan anak merupakan suatu keperluan masyarakat yang mengandung unsur-unsur positif. Sebagai salah satu kebutuhan masyarakat yang positifdapat dilihat darimotif-motifyang mendasari adanya lembaga pengangkatan anak di Indonesia antara lain :

a) Rasa kasihan terhadap anak yang terlantar atau anaknya orang yang tidak mampu memeliharanya

b) Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memelihara dihari tua c) Untuk mendapatkan teman anaknya

d) Untuk mendapatkan tenaga kerja

e) Untuk mempertahankan ikatan perkawinan dan kebahagiaan keluarga.

Demikian antara lain beberapa motivasi pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan di Indonesia yang tersebar di masyarakat adat, sehingga adanya lembaga pengangkatan anak ini adalah merupakan kebutuhan masyarakat Indonesia.

C. Simpulan

Akibat hukum pengangkatan anak yang berasal dari anak saudara kandung menurut HukumAdat berdampak pada hal perwalian dan waris yaitu dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat

25 Terhaar Bzn, Alih Bahasa K.Ng. Soebekti

Poesponoto, 1974, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramits, hlm. 182

26Bastian Taufal, Op. Cit., hlm. 60

27 P. Soepomo, 1983, Hubungan Individu dan

masyarakat dalam hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, hlm. 10

(11)

menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. Dalamhal waris, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum Nasional, memiliki ketentuan mengenaihak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, (“Jawa misalnya”), pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya.

D. Saran

Dalam hal ini setelah melakukan penelitian, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dalam pengangkatan anak harus diperhatikan syarat-syarat menurut hukum adat setempat dan demi kepastian hukum agar didaftarkan pada Pengadilan Negeri setempat sehingga tidak menimbulkan hal-halyang tidak diinginkan di kemudian hari yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kurang terjaminnya nasib dan masa depan si anak angkat.

2. Selama belum ada keseragaman hukum waris yang berlaku di Indonesia, hendaknya para pemuka adat yang berwenang menangani masalah-masalah hukumadat bisa memberikan pengarahan dan kesadaran bagi para ahli waris dan keluarganya dalam hal mengahadapi masalah pewarisan anak angkat, hal ini demi mencapai keadilan berdasarkan hukum adat

yang berlaku pada masing-masing masyarakat adat yang bersangkutan.

E. Daftar Pustaka

Agung Wahyono dan Siti Rahayu, 1993, Tinjauan Tentang Pengadilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Amir Martosedono, 1997, Tanya Jawab Pengangkatan Anak Dan Masalahnya, Dahara Prize.

Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Bastian Tafal, 1989, Pengangkatan Anak

Menurut Hukum Adat serta Akibat-akibat Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali Pers, Jakarta.

Budiarto M, 1985, Pengangkatan Anak di Tinjau Dari Segi Hukum, Akademi Pressindo, Jakarta.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Umum, 1980, Http:///www.ArtikelHukum Online.com, Masalah Hukum Perdata Adat, Departemen Kehakiman.

Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung.

Hilman Hadikusuma, 1977, Hukum Perkawinan Adat, Bandung, Alumni.

———————, 1987, Hukum Kekerabatan Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta. Himpunan Perundang-undangan dalam

lingkungan pengadilan Agama, 2001, Dirbinbapera depag.

(12)

IGN Sugangga, 1988, Hukum Adat Waris Pada Masyarakat Hukum Adat Yang Bersistem Patrilineal Di Indonesia, Semarang I Ketut Artadi, 1987, Hukum Adat Bali Dengan

Aneka Masalahnya Dilengkapi

Yurisprudensi.

I Ketut Wirawan, 1984, Pewarisan Menurut Hukum Adat Bali, Majalah Kerta Patrika, Unud.

Imam Sudiyat, 1990, Hukum Adat Sketsa Adat, Liberty, Yogyakarta.

Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta.

Kamus Nasional Indonesia,Jilid IA, 1988, PT.Cipta Adi Pusaka, Jakarta,

Lilik Mulyani, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia, Teori Praktek dan Permasalahannya, Mandar Maju, Bandung.

P.Soepomo, 1983, Hubungan Individu dan masyarakat dalam hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita.

Purwadarminta, 1976, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. R. Soepomo, 1992,Alih Bahasa Nani Soewondo,

Hukum Perdata Adat Jawa Barat, Jakarta, Jambata.

Soedaryo Soimin, 2000, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak,Sinar Grafika, Jakarta.

Soepomo, 1994, Bab-bab tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.

Soerojo Wignjodipuro, 1989, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Bandung Ter Haar.B, 1991, Asas-Asas Dan Susunan

Hukum Adat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

———————, Alih Bahasa K.Ng. Soebekti Poesponoto , 1974, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramits.

———————, Beginselen en Stelsel Van het Adatrecht, 1950, JB Groningen Jakarta. Tim Penyusun Kamus-Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 1994, Cetakan XI, Balai Pustaka.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang PerlindunganAnak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem PeradilanAnak

W.A. Gerungan Dipl, Psych, 1977, Psikologi Sosial Suatu Ringkasan, cet V, Jakarta, Eresco.

Yan Pramadya Puspa, 2001, Kamus Hukum Belanda, Indonesia-Inggris, Semarang. Zaini Mudaris, 1992, Adopsi Suatu Tinjauan

dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakart

Referensi

Dokumen terkait

the English Department students of Widya Mandala Catholic University Surabaya. are expected to graduate as qualified

Faktor siswa yaitu mengamati kegiatan siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam dengan menggunakan model pembelajaran everyone is a teacher here dalam meningkatkan

Judul Tesis : PENGARUH PERAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI BAYI DI DESA WILAYAH PEGUNUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI ACEH TAHUN 2013

Tim Evaluator hanya akan melihat bukti – bukti pada folder yang relevan dan tidak akan mencari bukti pada folder lainnya. Pastikan bukti-bukti yang. disampaikan tersusun

Agar partisipasi masyarakat menjadi lebih baik, penyuluh sosial dituntut untuk meningkatkan kinerjanya melalui dua hal, yaitu kemampuan yang dimiliki meliputi minat,

Penelitian yang dilakukan peneliti bersifat analitik dengan desain Cross Sectional , untuk mengetahui faktor resiko anemia pada ibu hamil di Desa Tanjung Medan tahun

Pembelajaran yang awalnya monoton dan kurang semangat, dengan diberikan model pembelajaran Card Sort ini siswa menjadi termotivasi selama

JUDUL : TEMPAT TIDUR PASIEN BEDREST YANG DILENGKAPI SARANA TOILET. MEDIA : SEPUTAR INDONESIA TANGGAL : 3