• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN PENTAPEPTIDA SIKLIS SEBAGAI INHIBITOR NEURAMINIDASE VIRUS H5N1 MELALUI DOCKING DAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN PENTAPEPTIDA SIKLIS SEBAGAI INHIBITOR NEURAMINIDASE VIRUS H5N1 MELALUI DOCKING DAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKUL TESIS"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

i    

UNIVERSITAS INDONESIA

PERANCANGAN PENTAPEPTIDA SIKLIS SEBAGAI INHIBITOR NEURAMINIDASE VIRUS H5N1 MELALUI DOCKING DAN SIMULASI

DINAMIKA MOLEKUL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains

YOSSY CAROLINA UNADI 1106107605

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU KIMIA

(2)

ii

2012

HALAM AN PERNYATAAN ORI SI NALI TAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Yossy Carolina Unadi NPM : 1106107605

Tanda Tangan :

(3)

iii

HALAM AN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Yossy Carolina Unadi

NPM : 1106107605

Program Studi : Ilmu Kimia

Judul Tesis : Perancangan Pentapeptida Siklis sebagai Inhibitor Neuraminidase Virus H5N1 melalui Docking dan Simulasi Dinamika Molekul

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. Dr. Usman S. F. Tambunan Penguji : Prof. Dr. Sumi Hudiyono P.W.S

Penguji : Dr. Endang Saepudin

Penguji : Dr. Yoki Yulizar, M.Sc

Penguji : Dr. Arry Yanuar, M.Si

Ditetapkan di : Depok Tanggal :

(4)

iv

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ³Perancangan Pentapeptida Siklis sebagai Inhibitor Neuraminidase Virus H5N1 melalui Docking dan Simulasi Dinamika M olekul´. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Program Studi Ilmu Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Penulis sadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sagatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan jenjang pendidikan ini, dari masa kuliah hingga penulisan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu : 1. Papa, Mama dan Koko yang telah mendoakan, mendukung, mendidik dan

mencurahkan segala kasih sayang dan perhatian kepada penulis,

2. Prof. Dr. Usman Sumo Friend Tambunan selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penelitian hingga penulisan tesis,

3. Dr. Endang Saepudin selaku pembimbing akademik dan Ketua Program Studi Ilmu Kimia FMIPA-UI yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan,

4. Dr. Asep Saefumillah selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Kimia FMIPA-UI,

5. Dr. Ridla Bakri selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA-UI,

6. Bapak Syarifuddin Idrus yang juga telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis selama penelitian hingga penulisan tesis, 7. Staff administrasi Departemen Kimia FMIPA-UI (Pak Hadi, Pak Mardji dan

Pak Tris) atas bantuan fasilitas yang diberikan selama penulis menempuh studi.

8. Rekan-rekan Bioinformatika (Feimmy, Fauziah, Andreas, Kinanty, Heru, Abi dan Arin) atas persahabatan selama penelitian,

(5)

v

9. Sahabat-sahabat terbaik Sekar, Hesti, Indra dan Bagus atas support kalian selama penulis menempuh pendidikan, serta

10. Rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten.

Depok, Desember 2012 Penulis

(6)

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLI KASI TUGAS AKHI R UNTUK KEPENTI NGAN AKADEMI S

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yossy Carolina Unadi

NPM : 1106107605

Program Studi : S2 Magister Ilmu Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Perancangan Pentapeptida Siklis sebagai I nhibitor Neuraminidase Virus H5N1 melalui Docking dan Simulasi Dinamika M olekul

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 15 Januari 2013 Yang menyatakan

(7)

vii

ABSTRAK

Nama : Yossy Carolina Unadi Program Studi : Ilmu Kimia

Judul : Perancangan Pentapeptida Siklis Sebagai Inhibitor Neuramidase Virus H5N1 Melalui Docking dan Simulasi Dinamika Molekul

Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 telah menarik banyak perhatian sebagai

virus yang memiliki potensi pandemik pada manusia sejak pertama kali

dibuktikan sebagai penyebab kematian manusia. Neuraminidase memiliki peranan yang penting dalam replikasi virus, sehingga menjadikannya sebagai target utama dalam perancangan antiviral virus influenza. Namun perkembangan mutasi virus yang sangat cepat menyebabkan beberapa obat antiviral mulai mengalami resistensi. Pemilihan peptida sebagai kandidat obat karena peptida memiliki aktivitas dan selektivitas yang baik. Jembatan disulfida pada perancangan ligan peptida bertujuan untuk meningkatkan kestabilan. Perancangan ligan dilakukan berdasarkan polaritas residu asam amino pada sisi aktif neuraminidase. Hasil perancangan ligan diperoleh 4200 pentapeptida siklis sebagai kandidat antiviral. Simulasi molecular docking menggunakan MOE 2008.10 dilakukan untuk menapis ligan berdasarkan nilai afinitas pada sisi aktif enzim (ǻGbinding). Uji

ADME Tox (adsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi dan toksisitas) dilakukan untuk mengetahui toksisitas ligan. Interaksi intra dan intermolekuler, termasuk perubahan bentuk ikatan diuji melalui simulasi dinamika molekul pada temperatur 310K dan 312K. Hasil simulasi molecular docking dan uji toksisitas menunjukkan bahwa ligan CLDRC, CILRC dan CIWRC PHPLOLNLQLODLǻ*binding terendah, yaitu

-40,5854 kkal/mol, -40,3614 kkal/mol dan -39,9721 kkal/mol serta tidak bersifat mutagenik dan karsinogenik. Hasil simulasi dinamika molekul menunjukkan bahwa ligan CILRC mempunyai konformasi yang cenderung stabil pada temperatur 310K dan 312K. Jadi dapat disimpulkan bahwa ligan CILRC dapat digunakan sebagai kandidat antiviral neuraminidase virus H5N1.

Kata kunci : H5N1, neuraminidase, pentapeptida siklis, molecular

docking, dinamika molekul

xv + 123 halaman : 22 gambar; 10 tabel daftar pustaka : 76(1995-2012)

(8)

viii

ABSTRACT

Name : Yossy Carolina Unadi Program Study : Chemistry

Title : Designing Cyclopentapeptide Inhibitor of Neuraminidase H5N1 Virus through Docking and Molecular Dynamics Simulation

Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 has attracted much attention as a

potential pandemic virus in humans since it was first shown to cause human death. Neuraminidase has an important role in viral replication, making it a key target in the design of antiviral influenza virus. But very rapid mutation viral developments causes some antiviral drugs began to experience resistance. Selection of peptides as drug candidates because peptides have activity and good selectivity. Disulfide bridges in the peptide ligand design aims to enhance system stabilitu. The design is based on the polarity of the ligand amino acid residues in the active site of neuraminidase. The results obtained designing ligands cyclical pentapeptide 4200 as a candidate antiviral. Molecular docking simulations performed using MOE 2008.10 to filter based on the value of the affinity ligand in the active site of HQ]\PHV ǻ*binding). To determine the toxicity of the ligands tested in ADMETox (adsorption, distribution, metabolism, excretion and toxicity). Intra and

intermolecular interactions, including changes in the form of bonds tested by molecular dynamics simulations at temperatures of 310K and 312K. Results of molecular docking simulation and toxicity indicates that the ligand CLDRC, &,/5&DQGǻ*binding CIWRC have lowest value, which is 40.5854 kcal / mol, -40.3614 kcal / mol and -39.9721 kcal / mol, also non-mutagenic and carcinogenic. The results of molecular dynamics simulations have shown that ligand

conformation CILRC stable at temperatures 310K and 312K. So it can be concluded that the ligands can be used as a candidate CILRC antiviral neuraminidase H5N1 virus.

Keywords : H5N1, neuraminidase, cyclical pentapeptide, molecular docking, molecular dynamics

xv + 123 pages : 22 pictures; 10 tables daftar pustaka : 76 (1995-2012)

(9)

ix

DAFTAR I SI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan penelitian ... 2

1.3 Sistematika Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Virus Influenza «««««««««« ... 3

2.2 Struktur Virus Influenza A ... 4

2.2.1 Haemagglutinin (HA).. ... 4

2.2.2 Neuraminidase (NA) ... 6

2.2.3 Protein Matriks (M) ... 6

2.2.4 Polymerase basic 1 (PB 1), Polymerase basic 2 (PB 2), dan Polymerase acidic (PA)... 7

2.2.5 Nonstructural protein (NS) ... 7

2.3 Avian Influenza H5N1 ... 7

2.3.1 Patogenitas Avial Influenza (H5N1) ... 8

2.4 Siklus Hidup Virus Influenza ... 10

2.5 Antigenic Shift ... 12

(10)

x

2.7 Drug Design dan Drug Development ... 14

2.7.1 Pengertian ... 14

2.7.2 Peptida Drug Design... 15

2.8 Definisi dan Ruang Lingkup Bioinformatika ... 16

2.8.1 Database.. ... 17

2.8.2 Format GenBank Flatfile ... 17

2.8.3 Format FASTA ... 17

2.8.4 Protein Data Bank (PDB) ... 18

2.8.5 Molecular Modelling.. ... 18

2.8.6 Molecular Docking ... 19

2.8.7 Dinamika Molekul ... 19

2.8.7.1 Parameter Simulasi Dinamika Molekul ... 20

2.8.7.1.1 Forcefield ... 20

2.8.7.1.2 Ensemble ... 20

2.8.7.1.3 Jari-Jari Cutoff ... 21

2.8.7.2 Tahapan Simulasi Dinamika Molekul ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Neuraminidase Virus Influenza A (H5N1) ... 22

3.1.1 Pencarian Sekuen Neuraminidse ... 22

3.1.2 Pencarian Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase Virus Influenza A (H5N1) ... 22

3.2 Persiapan Ligan ... 22

3.3 Molecular Docking ... 23

3.3.1 Preparasi File Docking ... 23

3.3.1.1 Optimasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase ... 23

3.3.1.2 Optimasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi Ligan ... 23

3.3.2 Docking antara Neuraminidase dengan Ligan.. ... 23

3.4 Analisis Docking ... 24

3.4.1 1LODL(QHUJL%HEDV,NDWDQ ¨*binding) ... 24

(11)

xi

3.4.3 Ikatan Hidrogen dan Kontak Residu... 24

3.5 Simulasi Dinamika Molekul ... 25

3.5.1 Preparasi File Simulasi Dinamika Molekul ... 25

3.5.2 Proses Simulasi Dinamika Molekul... 25

3.5.3 Visualisasi Konformasi Kompleks Enzim-Ligan ... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sekuen Neuraminidase Virus H5N1 ... 26

4.2 Homology dan Validasi Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase H5N1 ... 26

4.3 Visualisasi Sisi Aktif Enzim Neuraminidase Virus H5N1 ... 28

4.4 Persiapan Ligan ... 30

4.5 Molecular Docking ... 31

4.6 Analisis Data Hasil Molecular Docking ... 32

4.6.1 1LODL(QHUJL%HEDV,NDWDQ ¨*binding) ... 32

4.6.2 Interaksi Enzim ± Ligan... 33

4.7 Uji Toksisitas ... 36

4.7.1 Toxtree ... 36

4.7.2 ACDLabs ... 38

4.7.3 Osiris Property Explorer ... 41

4.7.4 FAF-drugs... 43

4.8 Dinamika Molekul ... 46 4.8.1 Preparasi File Simulasi Molecular Dynamics 46 4.8.2 Proses Simulasi Dinamika Molekul... 47

4.8.2.1 Penentuan Waktu Inisialisasi ... 49

4.8.2.2 Simulasi Dinamika Molekul pada 310 K ... 49

4.8.2.3 Simulasi Dinamika Molekul pada 312 K ... 53

4.8.2.4 Analisis Konformasi selama Simulasi Dinamika Molekul ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(12)

xii

DAFTAR GAM BAR

Halaman

Gambar 2.1 Morfologi Virus Influenza Tipe A ... 4

Gambar 2.2 Struktur Hemaglutin ... 5

Gambar 2.3 Cleavage Site Hemaglutinin (HA)... 10

Gambar 2.4 Siklus Hidup Virus Influenza pada Sel Inang ... 11

Gambar 2.5 Skema Antigenic Shift... 12

Gambar 2.6 Antigenic Drift ... 13

Gambar 2.7 Proses Perancangan Obat ... 14

Gambar 2.8 Bentuk Ikatan Peptida... 15

Gambar 4.1 Struktur Tiga Dimensi Hasil Homologi Modeling ... 27

Gambar 4.2 Sekuen ADB07955.1 dengan Template 3ckz ... 27

Gambar 4.3 Sisi Aktif Sekuen ADB07955.1 dan Template 3ckz ... 29

Gambar 4.4 Visualisasi Neuraminidase H5N1 (MOE 2008.10) ... 29

Gambar 4.5 Rancangan Ligan Peptida Siklis Disulfida ... 30

Gambar 4.6 Visualisasi Interaksi ligan CLDRC dengan Neuraminidase (MOE 2008.10)... 35

Gambar 4.7 Visualisasi Interaksi ligan CILRC dengan Neuraminidase (MOE 2008.10)... 35

Gambar 4.8 Visualisasi Interaksi ligan CIWRC dengan Neuraminidase (MOE 2008.10) ... 36

Gambar 4.9 Kurva Waktu Simulasi vs Energi Potensial Total Sistem untuk Penentuan Waktu Inisialisasi ... 49

Gambar 4.10 Kurva RMSD vs waktu simulasi. (a) ligan CLDRC, (b) ligan CILRC (c) ligan CIWRC ... 56

Gambar 4.11 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC pada saat Awal Inisiasi. (a) Temperatur 310K dan (b) Temperatur 312K... 58 Gambar 4.12 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

(13)

xiii

(b) Temperatur 312K... 59 Gambar 4.13 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Produksi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 60 Gambar 4.14 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Pendinginan. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 61 Gambar 4.15 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CILRC

pada saat Awal Inisiasi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 62 Gambar 4.16 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CILRC

pada saat Akhir Inisiasi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 63 Gambar 4.17 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CILRC

pada saat Produksi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 64 Gambar 4.18 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CILRC

pada saat Pendinginan. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 65 Gambar 4.19 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Awal Inisiasi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 67 Gambar 4.20 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Akhir Inisiasi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 68 Gambar 4.21 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Produksi. (a) Temperatur 310K dan

(b) Temperatur 312K... 69 Gambar 4.22 Visualisasi Interaksi Residu Sisi Aktif Ligan CLDRC

pada saat Pendinginan. (a) Temperatur 310K dan

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Peptida Sebagai Obat ... 16 Tabel 4.1 'DWD(QHUJL%HEDV,NDWDQ ǻ* +DVLOMolecular Docking ... 32 Tabel 4.2 Ikatan hidrogen Ligan dengan Residu Asam Amino

Neuraminidase ... 34 Tabel 4.3 Hasil screening Ligan Menggunakan Software Toxtree ... 37 Tabel 4.4 Hasil screening Ligan Menggunakan Software ACDLabs ... 40 Tabel 4.5 Hasil Screening Ligan Menggunakan Software Osiris

Property Explorer ... 42

Tabel 4.6 Hasil Screening Ligan Menggunakan Software FAF-Drugs ... 44 Tabel 4.7 Kontak Residu Ligan Simulasi Dinamika Molekul pada 310K ... 51 Tabel 4.8 Perbandingan Kontak Residu dan Ikatan Hidrogen yang

Terbentuk saat Docking dan Setelah Simulasi Dinamika

Molekul pada 310K ... 52 Tabel 4.9 Kontak Residu Ligan Simulasi Dinamika Molekul pada 312K ... 54 Tabel 4.10 Perbandingan Kontak Residu dan Ikatan Hidrogen yang

Terbentuk saat Docking dan Setelah Simulasi Dinamika Molekul pada 312K ... 55

(15)

xv

DAFTAR LAM PI RAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ... 77

Lampiran 2. Data Sekuen Neuraminidase ADB07955.1 ... 78

Lampiran 3. Hasil BLAST Sekuen Neuraminidase ADB07955.1 ... 90

Lampiran 4. Multiple Sequemce Alignment dengan ClustalW2 ... 88

Lampiran 5. Ramachandran Plot ... 89

Lampiran 6. Kombinasi Ligan Pentapetida Siklis ... 92

Lampiran 7. Hasil Molecular Docking 98 Ligan yang Memiliki NLODLǻ*binding Terendah dari 4200 Ligan yang telah Dirancang ... 104

Lampiran 8. Visualisasi Interaksi Hidrogen 10 Kompleks Enzim-Ligan pada saat Molecular Docking ... 107

Lampiran 9. Data Interaksi Hidrogen Ketiga Kompleks Enzim ± Ligan pada Simulasi Molecular Dynamics ... 114

(16)

1 Universitas Indonesia

 

1.1 Latar Belakang

Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 telah menarik banyak perhatian

sebagai virus yang memiliki potensi pandemik pada manusia sejak pertama kali dibuktikan sebagai penyebab kematian manusia yang terjadi di Hongkong tahun 1997 (Guan, et al., 2004; Webby 2003). Di Asia, wilayah penyebaran virus ini meliputi Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Korea, Malaysia dan Vietman (http://www.who.or.id/avian/index.php, opened : 17 Juli 2012). Sejak tahun 2003-2012 Data WHO menunjukkan bahwa telah terjadi kasus HPAI H5N1 sebanyak 607 sejak dengan jumlah kematian sebanyak 358

(http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/EN_GIP_20120706Cumu lativeNumberH5N1cases.pdf, opened : 17 juli 2012). Di Indonesia, kasus H5N1 pertama kali ditemukan pada tahun 2003 yang hingga saat ini telah menyebabkan jutaan unggas mati dan menjadi endemis pada populasi ayam di beberapa daerah. Pada manusia kasus ini pertama kali ditemukan pada tahun 2005

(http://www.unicef.org/indonesia/id/health_nutrition_7194.html).  

Virus H5N1 merupakan subtipe dari virus Influenza A. Berdasarkan perbedaan sifat antigen internal nucleocapsid protein (NP) dan matriks protein (MP) virus influenza terbagi menjadi tipe A, B dan C (Easterday et al., 1997). Tipe B dan C hanya menginfeksi manusia. Influenza tipe A tidak hanya dapat menginfeksi manusia, tetapi juga kuda, babi dan mamalia lainnya serta unggas (Suarez, 2000). Asam nukleat pada virus influenza tipe A beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode 11 jenis protein. Berdasarkan sifat

antigeniknya, virus influenza memiliki dua glikoprotein fungsional permukaan. Sebanyak 16 subtipe telah teridentifikasi yaitu hemaglutinin (H1-H16) dan 9 subtipe untuk neuraminidase (N1-N9). Sampai saat ini telah ditemukan 105 subtipe dari influenza A dan beberapa diantaranya telah ditemukan pada unggas dan manusia (Michaelis et al., 2009).

(17)

Universitas Indonesia Kemampuan virus influenza A dalam menginfeksi inang (host) sangat berkaitan dengan keberadaan protein hemaglutinin sebagai agen pelekat virus agar dapat masuk ke dalam sel inang dan neuraminidase sebagai agen pelepas virus dari sel inang yang terinfeksi. Peran penting neuraminidase dalam replikasi virus dan tingginya conserved pada sisi aktif, menjadikan neuraminidase sebagai target utama dalam perancangan antiviral virus influenza (Wang et al., 2009).

Zanamivir dan oseltamivir merupakan obat antiviral yang mampu

menghambat proses kerja neuraminidase. Interaksi antara oseltamivir dengan NA ditemukan pada residu sisi katalitik aktif NA, ketika oseltamivir dapat

menstabilkan struktur enzim (Runggrotmongkol, 2009). Namun pada

perkembangannya, virus influenza telah mengalami resistensi terhadap antiviral ini yang disebabkan karena terjadinya mutasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendesain dan menguji antiviral baru.

Penggunaan peptida untuk desain dan penemuan obat adalah bidang penelitian yang paling menjanjikan dalam pengembangan obat baru. Saat ini, lebih dari 140 peptida digunakan sebagai obat dan lebih dari 400 peptida telah masuk pada fase praklinis dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari 15% dalam setahun (Huther et al., 2007). Penggunaan peptida dalam drug design karena peptida memiliki aktivitas dan spesifisitas yang tinggi, toksisitas yang rendah serta relatif tidak terakumulasi di dalam tubuh (Sehgal, 2006).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang dan melakukan screening ligan peptida terbaik dalam bentuk pentapeptida siklis, untuk menghambat sistem katalitik enzim neuraminidase yang berperan dalam replikasi viral H5N1.

1.3 Sistematika Penelitian

(18)

3 Universitas Indonesia

 

BAB I I

TI NJAUAN PUSTAKA

2.1 Virus I nfluenza

Virus influenza termasuk ke dalam famili Orthomyxoviridae, yang memiliki genom tunggal bersegmen. Famili Orthomyxoviridae terdiri dari influenza A, influenza B, influenza C, thogovirus, dan isavirus (Klenk et al., 1995; van Rogenmortel, 2000). Asam nukleat virus influenza beruntai tunggal dan terdiri atas 8 segmen gen yang mengkode 11 jenis protein.

Virus ini memiliki selubung dengan diameter 80-120 nm, mengandung genom RNA, beruntai tunggal berpolaritas negatif (negative sense) sebanyak 7-8 segmen, dan berselubung (enpelove). Pada bagian permukaan, virus ini memiliki tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel host-nya pada saat menginfeksi sel. Virus ini memiliki dua jenis

spikes yang tersusun dari glikoprotein, yaitu neuraminidase (NA) dan

hemagglutinin (HA), yang terletak pada bagian luar virion (Gambar 2.1)

(Horimoto et al., 2001). Kedua protein merupakan pembeda antar virus influenza. Virus influenza tipe A memiliki 15 antigen H yaitu H1-H15 dan 9 antigen N yaitu N1-N9. Kombinasi antigen H dan N menghasilkan lebih dari 135 kombinasi subtipe virus influenza pada manusia antara lain: H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7 dan kombinasi lainnya.

(19)

22 Universitas Indonesia

 

Gambar 2.1 M orfologi Virus I nfluenza Tipe A

(source : http://micro.magnet.fsu.edu/cells/viruses/influenzavirus.html,

opened : Juni 2012)

2.2 Struktur Virus I nfluenza A 2.2.1 Hemaglutinin (HA)

Hemaglutinin (HA) merupakan glikoprotein yang terdiri atas 3 situs glikolisasi, mempunyai berat molekul 7600 dan terdiri dari 562-566 asam amino yang terikat pada envelope virus. Hemaglutinin terdapat di membran dan memiliki 5 antigen yang dominan pada permukaannya. HA berfungsi sebagai reseptor dalam pengikatan virus terhadap sel host. HA akan berikatan dengan sialic acid (N-acetyl-neuraminic acid) dan membantu dalam proses penetrasi materi genetik virus terhadap nucleus host dengan melakukan membrane fusion (Kamps et al., 2006) .

(20)

Universitas Indonesia Gambar 2.2 Struktur Hemaglutinin

(source : http://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2010/np/c0np00005a,

opened : Juli 2012)

Hemaglutinin merupakan antigen yang utama pada virus. Saat ini sudah ditemukan sebanyak 16 jenis antigen hemaglutinin. Subtipe ini diberi nama H1 sampai H16. Namun, hanya H1, H2 dan H3 yang mampu menyebar pada manusia dan menjadi pandemik.

Fungsi utama hemaglutinin adalah untuk mengenali sel target pada vertebrata yang akan berikatan dengan virus dan membantu masuknya genom viral ke dalam sel melalui penggabungan membran endosom pada host dengan membran vital. Perubahan pengenalan dari sialic acid pada glukosanya yaitu dari Į-PHQMDGLĮ-6 merupakan penyebab utama dari virus influenza A dapat menginfeksi spesies baru dan mengubah inangnya (Stevens et al., 2006).

Mutasi yang terjadi pada antigen akan mencegah atau mengurangi

penetralan oleh antibodi, memungkinkan tejadinya subtipe baru yang menyebar dalam populasi non-imun+DOLQLGLNHQDOGHQJDQ³antigenic drift´\DQJ

merupakan perpindahan antigen yang terjadi pada saat sebuah sel terinfeksi dua virus yang berbeda tipe.

(21)

Universitas Indonesia 2.2.2 Neuraminidase (NA)

Neuraminidase merupakan glikoprotein seperti hemaglutininyang berada di permukaan virus, membentuk struktur tetramer dengan berat molekul rata-rata 220.000 (Kamps et al., 2006). Neuraminidaseberfungsi sebagai enzim yang dapat menghidrolisis ikatan antara galaktosa dan sialic acid pada rantai ujung oligosakarid-glikoprotein. Fungsi lain dari neuraminidase adalah untuk melepaskan partikel virus yang sudah selesai replikasi dalam sel host dan

mencegah virus yang sudah terbentuk menempel kembali pada reseptor sialic acid melalui tonjolan hemaglutinin. Oleh karena itu, efisiensi replikasi Avian influenza sangat bergantung pada kerjasama protein hemaglutinin dan neuraminidase dari virus (Kamps et al., 2006; Suzuki et al., 2000). Neuraminidase dikenal juga sebagai sialidase karena berfungsi sebagai enzim yang memisahkan antara molekul hemaglutinin dengan sialic acid dari molekul neuraminidase yang lain dan dari glikoprotein dan glikolipid pada permukaan sel.

Pada neuraminidase dapat terjadi antigenic drift sehingga menyebabkan mutasi pada sekuen neuraminidase. Neuraminidase membawa beberapa residu asam amino yang penting dalam pengembangan antiviral dan ketika terjadi mutasi dapat menyebabkan virus menjadi resisten terhadap inhibitor neuraminidase (Kamps et al., 2006).

Oseltamivir merupakan inhibitor yang mampu menghambat kerja neuraminidase. Adanya inhibitor neuraminidase akan menghambat pelepasan partikel virus yang telah selesai bereplikasi sehingga aktivitas infeksi virus akan berkurang (Kamps et al., 2006).

2.2.3 Protein M atriks 2 (M 2)

Gen Matriks dari virus Influenza A menyandi dua macam protein yaitu protein matriks1 (M1) dan protein matriks 2 (M2). Protein matriks berperan dalam penyusunan virion virus influenza. Bersama dengan protein hemaglutinin dan neuraminidase, protein matriks 2 menyusun struktur envelope virus dan berperan sebagai saluran ion. Protein matriks 2 tidak hanya sebagai komponen struktural virus, tetapi juga berperan dalam proses awal infeksi dalam pemisahan protein M1 dari ribonucleoprotein (RNP) untuk masuk ke dalam sitoplasma sel

(22)

Universitas Indonesia

host. Pemisahan ini dipicu pemindahan ion hidrogen melewati membran virus

oleh protein matriks 2 (Kamps et al., 2006). Pada saat replikasi, protein matriks 2 berfungsi untuk mempengaruhi keadaan di dalam sel seperti pH, sehingga proses pemasukkan RNA ke dalam inti sel akan berjalan lancar (Gurtler, 2007).

2.2.4 Polymerase basic 1 (PB 1), Polymerase basic 2 (PB 2), dan Polymerase

acidic (PA)

Polymerase basic 1, polymerase basic 2 dan polymerase acidic merupakan

RNA-RNA polymerase aktif yang berperan dalam proses replikasi dan transkripsi. Gen polymerase basic (PB) menyandi transkriptase yang berperan diantaranya dalam capbinding dan elongation. Ketiganya memiliki aktivitas endonuklease dan terikat dengan ribonuleoprotein (Asmara, W. 2007; Kamps et al., 2006). Protein ini juga berfungsi sebagai enzim yang akan menggandakan rantai RNA pada virus pada saat terjadi replikasi di dalam sel inang (Gurtler et al., 2007; Liu

et al., 2009).

2.2.5 Nonstructural protein (NS)

Gen nonstructural menyandi 2 macam protein yaitu nonstructural 1 (NS1) dan nonstructural 2 (NS2). NS1 memiliki berat molekul sekitar 26.000 dan membentuk dimer yang dapat menginhibisi transfer mRNA sel host dari nukleus, sehingga memberikan kemudahan bagi viral RNA untuk bisa dibawa ke ribosom dan ditranslasikan. Selain itu NS1 juga dapat berperan dalam resistensi terhadap respon interferon pada sistem imun sel host (Kamps et al., 2006).

NS2 merupakan molekul kecil dengan berat molekul 11.000. Protein ini kemungkinan terikat dengan M1 protein dan diyakini memiliki fungsi untuk memfasilitasi transpor ribonuleoprotein yang baru terbentuk dari nukleus ke sitoplasma sehingga dapat mempercepat replikasi dari virus (Kamps et al., 2006; Gurtler et al., 2007).

2.3 Avian I nfluenza H5N1

Virus H5N1 merupakan virus influenza tipe A yang bersifat sangat patogen, karena dapat menyebabkan penyakit di banyak spesies termasuk manusia. Virus

(23)

Universitas Indonesia ini tidak mudah menular antar manusia dan sejauh ini kasus H5N1 yang terjadi adalah karena kontak fisik dengan unggas yang telah terinfeksi oleh virus tersebut (Nidom, 2005).

2.3.1 Patogenisitas Avian I nfluenza (H5N1)

Virus influenza tipe A diketahui memiliki sifat kelabilan pada sisi antigenik sehingga dapat beradaptasi dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuh sel

host. Mutasi genetik virus avian influenza seringkali terjadi sesuai dengan kondisi

dan lingkungan replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk mempertahankan diri akan tetapi juga dapat meningkatkan sifat patogenisitasnya (Radji, M., 2006).

Fasa penempelan virus pada reseptor yang mengandung sialic acid di permukaan sel host merupakan fasa paling menentukan dalam proses infeksi virus. Pada virus avian influenza protein HA hanya dapat mengenal reseptor yang DGDSDGDXQJJDV>1HX$F Į-3)Gal], molekul ini berbeda dengan reseptor yang DGDSDGDPDQXVLD>1HX$F Į-6)Gal]. Secara teoritis, virus avian influenza tidak dapat menginfeksi manusia karena adanya perbedaan reseptor tersebut. Akan tetapi perkembangan berikutnya menunjukkan kemungkinan perubahan susunan asam amino pada HA akibat antigenic drift/shift yang mengakibatkan penularan antar manusia dan merupakan awal dari ancaman pandemi avian influenza secara global. Seperti yang terjadi pada tahun 1918-1919 H1N1 (Spanish flu), tahun 1957-1958 H2N2 (Asian flu), serta tahun 1967-1968 H3N2 (Hongkong flu). Ketiga pandemi tersebut telah merenggut jutaan orang di berbagai belahan bumi.

Infeksi virus avian influenza H5N1 pertama kali dilaporkan pada tahun 1997 yang terjadi di Hongkong yang menyebabkan kematian pada unggas. Kasus ini kemudian ditemukan mengifeksi 18 orang dan enam orang diantaranya

meninggal. Akhir tahun 2003 virus avian influenza H5N1 telah menyebar di peternakan unggas beberapa negara Asia termasuk Indonesia, serta beberapa negara Eropa dan Afrika (Steven et al., 2006).

Avian influenza dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk akut Highly Pathogenic Avian influenza (HPAI) dan bentuk ringan Low Pathogenic Avian influenza (LPAI). Pada HPAI tingkat morbiditas dan mortalitas dapat mencapai

(24)

Universitas Indonesia Virus yang termasuk dalam kelompok HPAI mempunyai hemaglutinin yang sangat peka terhadap protease endogen/seluler hospes, sedangkan pemotongan hemaglutinin pada LPAI membutuhkan protease ekstra seluler aktif seperti tripsin. HA pada HPAI terdiri dari banyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan, sedangkan HA LPAI kehilangan residu asam amino dasar karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease. Akibatnya virus HPAI termasuk H5N1 dapat

menyebar dalam jangkauan yang luas bukan hanya pada sel saluran pernapasan saja dan tentu saja hal ini akan meningkatkan patogenisitas dari avian influenza tersebut (Alexander, 2000; Swayne, 2003). Pada daerah pemecahan (cleavage

site) dari HA HPAI terdapat residu polybasic amino acid region R-X-K/R-R

(Gambar 2.3).

Patogenisitas infeksi virus influenza A H5N1 mungkin berbeda dengan influenza lainnya (H1N1 dan H3N2) yaitu adanya hiperinduksi sitokin proinflamasi sehingga menimbulkan hipersitokinemia (cytokine storm). Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasi virus terbentuk secara berlebihan yang justru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas dan berat. Sifat patogenisitas ini diperankan oleh asam amino NS pada posisi 92 yang dapat menyebabkan avian influenza tersebut resisten terhadap innate imune

respon seperti IFN dan TNF sehingga berakibat pada efek tersebut. Apabila asam

amino NS pada posisi 92 adalah glutamat maka akan menyebabkan virus resisten terhadap IFN dan TNF. Sedangkan apabila posisi 92 berupa asam aspartat, virus ini akan sensitif terhadap IFN dan TNF (Seo et al., 2002).

Substitusi asam amino dari asam glutamat (E) menjadi lisin (K) pada posisi 627 PB2 menjadi penentu spesifitas host mamalia (Katz et al., 2000). Mutasi D701N dan S714R pada PB 2 mempengaruhi tingkat virulensi dengan

meningkatkan aktivitas polimerase (Gabriel et al., 2005). Asparagin pada posisi 66 pada PB1-F2 juga berperan dalam patogenisitas H5N1 (Conenello et al., 2007). Residu asam amino NP 10 Y juga berpengaruh pada patogenisitas avian

(25)

Universitas Indonesia Gambar 2.3 Cleavage Site Hemaglutinin (HA)

2.4 Siklus Hidup Virus I nfluenza

Replikasi virus influenza terdiri dari beberapa tahap yang membentuk siklus. Diawali dengan melekatnya hemaglutinin virus influenza pada asam sialat sel permukaan host. Ikatan sialic acid WHUKDGDSJDODNWRVDEDLNĮ SDGDEXUXQJ  DWDXĮ SDGDPDQXVLD DNDQEHUJDQWXQJNHSDGDVSHVLILWDVFDORQhost. Setelah itu, virus akan masuk ke dalam sel secara endositosis melalui mediasi penurunan pH pada phagosom. Penurunan pH akan dihentikan oleh kerja protein M2 setelah komponen virus telah masuk ke dalam sel host. Kemudian terjadi penataan ulang protein matrix-1 (M1) dan kompleks glikoprotein homotrimerik hemaglutinin sehingga menghasilkan sebuah domain yang sangat lipofilik dan fusogenik dari setiap monomer hemaglutinin yang masuk ke dalam membran endolisomal. Proses ini akan memerlukan bantuan protease sel host untuk mengaktivasi prekursor hemaglutinin(HA0) menjadi fragmen 1 (HA1) dan fragmen 2 (HA2) yang akan memungkinkan virus melepaskan ribonukleoproteinnya (RNP) (Asmara, W. 2007; Kamps et al., 2006).

HPAI LPAI

(26)

Universitas Indonesia Gambar 2.4 Siklus Hidup Virus I nfluenza pada Sel I nang

(source : http://www.ch.ic.ac.uk/local/projects/sanderson/immunology.htm,

opened : Juli 2012)

Tahap selanjutnya adalah transport RNP ke nukleus, tempat komples polimerase terikat pada viral RNA. Pada tahap ini terjadi pemutusan viral RNA oleh aktivitas endonuklease dan secara stimulan terjadi proses elongasi.

Pembentukan dari viral RNA akan dibatasi oleh NP yang akan membentuk mRNA. Viral RNA (vRNA) dikopi dari (-) sense menjadi (+) cRNA dan mRNA. cRNA akan tetap berada inti yang berfungsi sebagai template pada produksi (-)

sense vRNA baru, sedangkan mRNA akan berpindah ke sitoplasma untuk

memproduksi protein (Kamps et al., 2006).

Pada tahap selanjutnya viral protein yang baru terbentuk kembali lagi ke inti sel untuk membentuk vRNA lagi dan membentuk RNP atau viral protein yang baru terbentuk dikeluarkan menuju badan golgi tempat terjadi proses glikosilasi. Protein yang dibentuk kemudian dibawa ke membran sel dan akan terikat dengan

(27)

Universitas Indonesia meninggalkan inti sel menuju membran dan melakukan pemisahan dengan sel

host melalui aktivitas NA, proses ini dikenal dengan sebutan budding (Kamps et al., 2006).

2.5 Antigenic Shift

Antigenic shift merupakan mutasi yang terjadi akibat gene reassortment

(pertukaran atau pencampuran gen) yang terjadi pada dua atau lebih virus

influenza tipe A sehingga terjadi penyusunan kembali suatu galur virus baru yang bermanifestasi sebagai genom virus Influenza yang baru. Antigenic shift terjadi oleh adanya perubahan struktur antigenik yang bersifat dominan pada genom virus Influenza. Sebagai contoh, virus dengan hemaglutinin subtipe H1 digantikan dengan subtipe H5 menghasilkan genom baru dari virus ini. Hal ini dapat terjadi ketika suatu sel host terinfeksi oleh 2 tipe virus Influenza yang berbeda secara bersamaan sehingga segmen gen dari kedua virus tersebut saling bertukar selama proses replikasi (Guan et al., 2007; Tumpey et al., 2002).

Gambar 2.5 Skema Antigenic Shift

(source : http://www.bcm.edu/molvir/influenza, opened : Juli 2012) 2.6 Antigenic Drift

Antigenic drift terjadi jika terjadi perubahan susunan asam amino ketika

virus Influenza melakukan encoding terhadap genom virus setiap kali virus bereplikasi sehingga menghasilkan strain yang baru. Antigenic drift dapat terjadi oleh adanya perubahan struktur antigenik yang bersifat minor pada genom dari

(28)

Universitas Indonesia virus Influenza. Antigenic drift berlangsung lambat, tetapi progresif dan

cenderung menimbulkan penyakit yang terbatas pada suatu kawasan. Mutasi pada materi genetik dapat menimbulkan perubahan polipeptida virus, yaitu sekitar 2-3 kali substitusi asam amino per tahun (Asmara, 2007; Supadi, 2005).

Gambar 2.6 Antigenic Drift

(29)

Universitas Indonesia 2.7 Drug Design dan Drug Development

2.7.1 Pengertian

Drug design adalah suatu metode perancangan obat yang didasarkan pada

analisis biologis dan fisik dari targetnya (Gambar 2.7). Targetnya adalah molekul-molekul atau bagian dari makro molekul yang berperan vital di dalam proses metabolik dari kondisi patologis seseorang akibat penyakit yang

disebabkan oleh mikroba patogen. Umumnya, obat dirancang untuk menginhibisi atau menghentikan makromolekul tersebut dengan cara membentuk ikatan terhadap sisi aktif dari molekul-molekul tersebut sehingga molekul obat berperan sebagai inhibitor. Hal yang harus dipertimbangkan di dalam merancang inhibitor sebagai obat adalah spesifitas dan potensi inhibisinya (Oprea et al., 2006). Sepisifitas dan potensi inhibisi yang tinggi akan mengurangi efek samping dan tingkat toksisitasnya (Gubernator, 1998)

Perancangan obat dapat dilakukan secara komputasi (in silico). Sebelum teknologi informasi berkembang pesat, metode yang digunakan untuk menemukan inhibitor yang tepat adalah dengan melakukan screening berbagai komponen, setelah itu dilakukan pengujian kepada enzim target secara trial-and-error. Namun sekarang, dengan mengetahui sisi aktif dan struktur tiga dimensi enzim target, secara in silico dapat diprediksi molekul yang dapat berperan sebagai inhibitor sehingga proses screening dan pengujian secara eksperimental menjadi lebih rasional dan efisien.

Gambar 2.7 Proses Perancangan Obat

(30)

Universitas Indonesia

Drug development merupakan suatu proses panjang di dalam penentuan,

perancangan, pembuatan, dan penjualan suatu obat. Termasuk didalamnya adalah proses penelitian pra-klinis yakni pengujian terhadap mikroorganime atau hewan dan proses percobaan klinis terhadap manusia. Suatu proses pembuatan obat hingga obat tersebut dapat diproduksi membutuhkan banyak biaya dan waktu (Oprea et al., 2006).

2.7.2 Peptida Drug Design

Peptida merupakan gabungan beberapa asam amino yang terbentuk secara kovalen melalui ikatan peptida (Gambar 2.8). Ikatan peptida ini terjadi akibat reaksi kondensasi hilangnya molekul air yang berasal dari gugus karboksil satu asam amino dan gugus asam amino lainnya (Lehninger, 2004). Tiga asam amino dapat bergabung dengan dua ikatan peptida untuk membentuk tripeptida, sama halnya dengan empat atau lebih asam amino yang bergabung dengan ikatan peptida di antara asam amino tersebut.

Gambar 2.8 Bentuk I katan Peptida

(source : http://www.chem.ucla.edu/harding/IGOC/P/peptide_bond.html,

opened : Juli 2012)

Peptida saat ini telah dikembangkan dalam drug design. Peptida dapat disintesis melalui metode rekombinan atau modifikasi senyawa dari produk alami. Walaupun molekul peptida memiliki kestabilan yang rendah, tetapi peptida lebih disukai sebagai obat karena peptida memiliki aktivitas dan spesifitas yang tinggi,

(31)

Universitas Indonesia toksisitas yang rendah serta relatif tidak terakumulasi di dalam tubuh (Sehgal, 2006). Beberapa kelebihan dan kekurangan peptida sebagi obat dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Peptida sebagai Obat

Kelebihan Kekurangan

Aktivitas tinggi Kurang stabil

Spesifitas tinggi Mudah terdegradasi oleh protease Cenderung tidak terakumulasi dalam

tubuh

Proses sintesis membutuhkan biaya yang tinggi

Toksisitas rendah Bioavailabilitas oral rendah

Efisiensi tinggi Harus disintesis dalam jumlah besar Tidak ada drug-drug interaction

2.8 Definisi dan Ruang Lingkup Bioinformatika

Bioinformatika merupakan bidang ilmu yang menggunakan pendekatan komputasional untuk menyelesaikan persoalan biologis. Bioinformatika meliputi pengelolaan informasi biologis yang diperoleh dari berbagai penelitian yang menghasilkan data dalam jumlah banyak dan kompleks seperti pemetaan genom manusia. Bioinformatika mampu memberikan prediksi maupun simulasi dengan mempertimbangkan hubungan serta pola data biologis (Baxevanis et al., 2001).

Bioinformatika juga dapat diartikan sebagai teknologi pengumpulan,

penyimpanan, analisis, interpretasi, penyebaran dan aplikasi dari data-data biologi molekul. Perangkat utama bioinformatika adalah software yang didukung oleh kesediaan internet dan server world wide web. Bioinformatika menjadi penting karena perkembangan teknologi informasi dan peningkatan ilmu komputer, khususnya pada bidang biologi molekuler, membuka sudut pandang baru dalam menyelesaikan persoalan biologi molekuler (Baxevanis et al., 2001).

(32)

Universitas Indonesia 2.8.1 Database

Database merupakan kumpulan data yang diatur sedemikian rupa untuk

memudahkan penggunanya. Database bioinformatika berupa data sekuen DNA atau protein yang didapat melalui percobaan laboratorium yang biasanya disimpan dalam file komputer. Setiap file dari suatu sekuen berisi informasi mengenai asal organisme, nama sekuen, dan juga nomor akses yang digunakan untuk

mengidentifikasi sekuen tersebut (Mount, 2004).

GenBank merupakan suatu institusi yang menyimpan dan mengelola

database urutan DNA suatu gen dan ekspresi asam aminonya. Urutan DNA

diperoleh dari berbagai penelitian yang dengan sukarela memberikan hasil

penelitiannya untuk masyarakat umum. GenBank didirikan oleh National Center

for Biotechnology Information (NCBI) bersama dengan DNA Data Bank of Japan

(DDBJ) dan European Bioinformatics Institute (EBI). GenBank Flatfile Format (GBFF) dan FASTA merupakan format yang umum digunakan pada

Bioinformatika (Baxevanis et al., 2001). 2.8.2 Gen Bank Flatfile Format (GBFF)

Format GBFF memiliki tiga bagian terpisah yaitu header, feature, dan sekuen . Bagian header memberikan informasi mengenai identitas organisme asal sekuen nukleotida atau asam amino seperti nama gen, waktu publikasi, nomor akses, produk ekspresi, dan nama peneliti yang memetakan sekuen nukleotida tersebut. Bagian feature memuat nama genus, spesies, jaringan, kromosom, galur, dan organisme asal sekuen serta daerah gen, urutan asam amino yang disandi dan nomor identitas produk proteinnya. Bagian terakhir berisi susunan lengkap sekuen nukleotida atau protein dari organisme yang bersangkutan (Baxevanis et

al., 2001).

2.8.3 Format FASTA

Format FASTA terdiri atas definition line dan sekuen asam amino atau nukleotida. Format ini merupakan format input (query sequence) untuk berbagai program analisis bioinformatika. Format FASTA tergolong kurang informatif

(33)

Universitas Indonesia dibandingkan format lainnya, namun format ini lebih praktis jika digunakan dalam analisis sekuen (Baxevanis et al., 2001).

2.8.4 Format PDB

Format file berbasiskan teks yang memetakan koordinat dari suatu molekul sehingga dapat menggambarkan struktur tiga dimensi dari suatu molekul.

Mayoritas informasi yang disimpan dalam format PDB adalah struktur tiga dimensi dari protein. Selain memetakan koordinat dari suatu molekul, format PDB juga dapat memuat informasi tentang peneliti yang telah memetakan struktur molekul tersebut (Baxevanis et al., 2001).

2.8.5 Molecular Modeling

Molecular modeling merupakan suatu metode untuk merancang dan

menganalisis struktur dan sifat-sifat molekul tertentu dengan menggunakan teknik kimia komputasional dan teknik visualisasi grafis yang bertujuan untuk

menyediakan struktur geometri tiga dimensi yang sesuai dengan parameter

kondisi yang telah ditentukan. Molecular modeling merupakan gabungan dari data empiris dengan teknik komputasional untuk menirukan dan memodelkan perilaku molekul sehingga dapat digunakan untuk mempelajari sistem molekular tertentu (Leach, 2001). Salah satu kunci utama dari molecular modeling adalah

penghitungan energi konformasi dan interaksi. Energi ini dapat dihitung dengan berbagai metode mulai dari penghitungan mekanika kuantum hingga fungsi empiris energi (Teodoro et al., 2001).

Salah satu aplikasi dari molecular modeling adalah molecular docking. Berkaitan dengan docking, evaluasi energi dapat diselesaikan dengan bantuan fungsi scoring. Berbagai fungsi scoring yang umum biasanya berdasarkan pada

forcefield yang dirancang untuk mensimulasikan fungsi dari protein. Forcefield

merupakan fungsi empiris energi potensial permukaan dari suatu protein.

Forcefield ini didapatkan dengan mengembangkan model melalui kombinasi

antara bentuk ikatan (jarak ikatan, sudut ikatan, sudut torsi) dan bentuk tanpa ikatan (van der waals dan elektrostatik) (Teodoro et al., 2001).

(34)

Universitas Indonesia 2.8.6 Molecular Docking

Molecular docking merupakan metode untuk mencari posisi optimal

molekul ligan terhadap sisi aktif pengikatan dari struktur target (receptor).

Molecular docking dapat memprediksikan afinitas pengikatan kompleks yang

terbentuk antara receptor dengan ligan menggunakan berbagai skor seperti

ǻ*binding, Konstanta Inhibition, ikatan hidrogen dan kontak hidrofobik. Molecular

docking sangat berguna dalam proses drug design, seperti untuk memprediksi

afinitas pengikatan dari inhibitor yang didesain terhadap enzim tertentu yang ingin dihambat aktivitasnya (Yeturu dan Chandra, 2008).

2.8.7 Dinamika M olekul

Dinamika molekul adalah suatu bentuk simulasi komputer. Selama simulasi, atom dan molekul diizinkan untuk berinterkasi selama jangka waktu tertentu dengan pendekatan fisika yang diketahui. Simulasi semacam ini sering digunakan dalam studi protein dan biomolekul, serta dalam ilmu material.

Dinamika molekul sangat banyak digunakan, meskipun tidak sepenuhnya akurat, XQWXNPHQJJDPEDUNDQWHNQLNVHEDJDL³YLUWXDOPLNURVNRS´GHQJDQWLQJJLUHVROXVL temporal dan spasial.

Dinamika molekul adalah metode multidisipliner. Hukum-hukum dan teori-teori berasal dari matematika, fisika, kimia dan mempergunakan algorithma dari ilmu komputer serta teori informasi. Hal ini pada awalnya dipahami dalam fisika teori pada akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an, tetapi saat ini sebagian besar diterapkan dalam ilmu material dan modeling biomolekul. Teknik ini telah digunakan untuk melihat struktur tiga dimensi (3D) dari petida dan protein kecil.

2.8.7.1 Parameter Simulasi Molecular Dynamic 2.8.7.1.1 Forcefield

Forcefield merupakan suatu rangkaian persamaan dan parameter yang

menggambarkan potensial permukaan dari suatu molekul. Forcefield atau fungsi energi potensial menyediakan hubungan yang baik antara keakuratan dengan komputasi. Kemampuan forcefield adalah untuk menghasilkan kembali sifat fisik yang dapat diukur dengan hasil eksperimen yang mencakup data struktural yang

(35)

Universitas Indonesia diperoleh dari x-ray crystallography dan NMR, data dinamis dan yang diperoleh dari spektroskopi neutron hamburan inelastis dan data termodinamika.

2.8.7.1.2 Ensemble

Ensemble adalah koleksi dari keadaan sistem yang mungkin memiliki

keadaan mikroskopis berbeda tetapi memiliki keadaan makroskopis sama.

Contohnya adalah sistem dengan konfigurasi posisi atau momentum yang berbeda namun memiliki temperatur yang sama (Witoelar, 2002). Terdapat empat jenis

ensemble, yaitu :

1. Microcanonical Ensemble (NVE)

Merupakan ensemble yang memiliki karakteristik jumlah molekul N dan volume V konstan serta energi E konstan. Ensemble ini diperoleh dari sistem terisolasi sehingga tidak ada interaksi sistem dengan lingkungan, dengan demikian energi tidak dapat keluar dan masuk sistem sehingga energi total E memiliki harga yang konstan (Sofyan, 2007).

2. Canonical Ensemble (NVT)

Sistem diisolasi dari perubahan mol (N), volum,(V), dan juga temperatur (T). Jenis ini biasa disebut dengan constant temperature molecular dynamic (CTMD). Terjadi perubahan energi secara eksotermis maupun endotermis dengan suhu yang dijaga menggunakan suatu thermostat.

3. Isothermal-Isobaric Ensemble (NPT)

Sistem diisolasi dari perubahan mol (N), tekanan, (P), dan temperatur (T). Penggunaan desain ini tidak hanya membutuhkan suatu thermostat, tetapi juga suatu barostat (menjaga agar tekanan selalu tetap). Kondisi ini lebih

menyerupai kondisi yang sering digunakan di dalam eksperimen laboratorium.

4. Generalized Ensemble

Jenis ensemble ini diatur untuk memprediksi pergerakan lambat karena adanya ketidakteraturan perputaran (spin) dalam sistem. Biasa disebut juga dengan

parallel tempering. Formulasi molecular dynamics ini digunakan untuk

(36)

Universitas Indonesia 2.8.7.1.3 Jari-Jari Cutoff

Penghitungan gaya-gaya yang terjadi antar molekul adalah proses yang paling lama dalam simulasi molecular dynamics. Pada prakteknya, sering kali potensial diberikan jarak cutoff Rc dan interaksi antar atom yang berjarak lebih besar dari Rc diabaikan (Witoelar, 2002). Jari-jari cutoff Rc merupakan nilai batas partikel agar masuk ke dalam perhitungan gaya total atom (Nurbaiti, 2009).

2.8.7.2 Tahapan Simulasi Dinamika molekul

Metode dinamika molekul mengkomputasi phase space trajectory dari suatu koleksi molekul yang secara individu mengikuti hukum klasik dari pergerakan (Nurbaiti, 2009). Simulasi komputer dari sistem molekuler dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) tahap inisialisasi, terdiri atas penentuan sistem unit, algoritma dan parameter simulasi dan inisialisasi molekul-molekul, (2) tahap ekuilibrasi, diperlukan agar keadaan awal simulasi tidak dominan mempengaruhi analisa dari simulasi, (3) tahap produksi adalah tahap utama dalam simulasi

molecular dynamics. Dalam kondisi tertentu bagian ekuilibrasi sudah termasuk ke

(37)

22 Universitas Indonesia

 

BAB I I I

M ETODE PENELI TI AN

Penelitian ini dilakukan secara in silico di Laboratorium Bioinformatika Kampus FMIPA Universitas Indonesia. Peralatan yang dibutuhkan antara lain seperangkat komputer dengan processor intel dual core 2.1 GHz dengan kapasitas memori 3 GB dan operating system windows XP profesional yang dilengkapi dengan akses internet. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa

software bioinformatika baik offline maupun online.

3.1 Persiapan Neuraminidase Virus I nfluenza A (H5N1) 3.1.1 Pencarian Sekuen Neuraminidase

Sekuen neuraminidase Influenza A H5N1 diunduh dari database NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/). Kemudian dilakukan multiple sequence

aligment dengan menggunakan program online ClustalW2. Hasil aligment

dengan nilai tertinggi akan digunakan sebagai neuraminidase target.

3.1.2 Pencarian Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase Virus I nfluenza A (H5N1)

Pencarian struktur tiga dimensi dilakukan dengan menggunakan program online SWISS-MODEL yang diakses melalui website

http://swissmodel.expasy.org/workspace/index.php?func=show_workspace dengan cara memasukkan file FASTA yang diunduh dari NCBI. Penentuan sekuens asam amino peptida didasarkan pada sifat asam amino yang memiliki perananan pada sisi aktif neuraminidase. Visualisasi sisi aktif enzim dilakukan dengan menggunakan software offline MOE 2008.10.

3.2 Persiapan Ligan

Ligan yang akan digunakan terlebih dahulu dirancang dengan menggunakan

software ACD/labs dengan format penyimpanan MDL Molfile. Setelah itu, format

(38)

  26 Universitas Indonesia 3.3 Molecular Docking

3.3.1 Preparasi File Docking

Preparasi file docking dilakukan dengan mengoptimasi geometri dan minimisasi energi struktur tiga dimensi ligan dan neuraminidase menggunakan

software MOE 2008.10 yang dijalankan pada single computer dual core.

3.3.1.1 Optimasi Geometri dan M inimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase

Proses optimasi geometri dan minimisasi energi neuraminidase dilakukan dengan software MOE 2008.10. Tahap awal dilakukan penambahan atom hidrogen dan protonasi dengan menggunakan fungsi protonate3D. Setelah itu, dilakukan pengaturan muatan parsial dengan menggunakan partial charge,

dengan parameter method yang digunakan adalah current force field. Selanjutnya, dilakukan minimisasi energi dengan force field MMF94x, solvasi yang digunakan adalah gas phase, dan RMS gradient NFDOǖPRO3DUDPHWHU\DQJODLQQ\D menggunakan default dan file output dalam format .moe.

3.3.1.2 Optimasi Geometri dan M inimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi Ligan

Optimasi ligan dilakukan pada MOE database viewer (dv) dengan format mdb. Proses optimasi diawali dengan melakukan wash pada seluruh ligan. Kemudian dilakukan pengaturan muatan parsial ligan menggunakan partial

charge, dengan parameter method yang digunakan adalah MMFF94x. Solvasi

yang digunakan selama proses optimasi ligan adalah dalam bentuk gas phase. Setelah itu, dilakukan proses minimisasi energi dengan RMS gradient 0.001 NFDOǖPRO3DUDPHWHU\DQJODLQQ\DPHQJJXQDNDQdefault dan file output dalam format .mdb.

3.3.2 Docking antara Neuraminidase dengan Ligan

Proses docking dilakukan dengan software MOE 2008.10. Tahap ini diawali dengan preparasi file docking dan memilih residu asam amino yang menjadi target

(39)

Universitas Indonesia Setelah preparasi selesai, dilakukan docking dengan program simulation-dock.

Placement method yang digunakan adalah triangle matcher dengan jumlah

putaran 1000. Fungsi scoring yang digunakan adalah London dG dengan menampilkan data terbaik sebanyak 100. Selanjutnya dari 100 tampilan data terbaik tersebut dilakukan pengukuran ulang (refinement) dengan menggunakan

refinement force field dengan konfigurasi ukuran pengulangan populasi sebesar

1000 sesuai dengan default MOE. Tampilan hasil keseluruhan proses docking yang dipilih adalah 1 data terbaik. Parameter lainnya sesuai dengan default dari MOE dan file output dalam format .mdb.

3.4 Analisis Docking

3.4.1 1LODL(QHUJL%HEDV,NDWDQ ¨*binding)

Energi bebas ikatan hasil docking dilihat pada output dalam format mdb. Kompleks ligan-enzim yang dipilih adalah kompleks yang memiliki nilai energi bebas ikatan terendah untuk kemudian dilakukan analisis lebih lanjut.

3.4.2 Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan terhadap hasil analisis docking ligan yang memiliki ǻ*binding yang rendah dan interaksi yang baik dengan target enzim analisis drug

scan dilakukan dengan membandingkan ligan terbaik hasil docking dengan

analisa sifat toksikologi. Parameter yang akan dilihat antara lain prediksi tingkat karsinogenesitas dan mutagenesitas dari ligan tersebut dengan menggunakan beberapa software baik online maupun offline seperti ToxTree, Osiris Property

Explorer, ACDLabs dan FAF-drugs.

3.4.3 I katan Hidrogen dan Kontak Residu

Ikatan hidrogen yang terjadi pada kompleks ligan-enzim terbaik hasil

docking diidentifikasi dan dianalisis dalam media tiga dimensi dengan

menggunakan software MOE 2008.10. Format file input yang digunakan untuk identifikasi dan analisis adalah mdb.

Kontak residu kompleks ligan-enzim hasil docking diidentifikasikan dan kemudian dilakukan visualisasi dengan menggunakan software MOE 2008.10

(40)

Universitas Indonesia pada program ligan interaction. Format file input yang digunakan untuk

identifikasi dan analisis adalah moe.

3.5 Simulasi Dinamika M olekul

3.5.1 Preparasi File Simulasi Dinamika M olekul

Preparasi file simulasi dinamika molekul dilakukan optimasi geometri dan minimisasi energi struktur tiga dimensi peptida siklis dengan menggunakan

software MOE 2008.10 yang dijalankan pada single computer Intel Pentium Dual Core. Optimasi geometri partial charge kompleks enzim-ligan dilakukan dengan

parameter method yang digunakan adalah current forcefield. Selanjutnya dilakukan minimisasi energi dengan forcefield MMFF94x, solvasi yang digunakan adalah born dan RMS gradient 0.05 kkal/mol Å. Parameter yang lainnya menggunakan default dan file output dalam format .moe.

3.5.2 Proses Simulasi Dinamika M olekul

Proses simulasi dinamika molekul terhadap ligan inhibitor, dilakukan dengan software MOE2008.10 program simulation-dynamics. Parameter yang digunakan sesuai dengan default pada simulation-dynamics yaitu ensemble NVT (N : jumlah atom; V: volume; T: temperatur) dengan algoritma NPA. Parameter lainnya sesuai dengan default pada simulation-dynamics. Selanjutnya, dilakukan analisis hasil dinamika kompleks enzim inhibitor berdasarkan pada hasil

perhitungan simulasi dinamika molekul. Penentuan waktu kestabilan konformasi kompleks enzim terhadap pelarut dilakukan selama 100 picosecond pada tahap inisialisasi. Simulasi dilakukan selama 5000 picosecond. Pada temperatur 310 K (kondisi temperatur tubuh normal pada manusia) dan 312K (kondisi temperatur demam pada manusia).

3.5.3 Visualisasi I nteraksi Kompleks Enzim-Ligan

Visualisasi interaksi antara ligan dengan enzim setelah kompleks enzim-ligan terbentuk dilakukan dengan menggunakan software MOE 2008.10.

(41)

  26 Universitas Indonesia BAB I V

HASI L DAN PEM BAHASAN

4.1 Sekuen Neuraminidase Virus H5N1

Neuraminidase (NA) merupakan komponen spesifik antigenik yang

berfungsi untuk menginduksi respon sistem imun terhadap subtipe H5N1. Sekuen neuraminidase virus H5N1 diperoleh setelah melakukan pencarian pada database NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/protein/). Terdapat 351 sekuen protein neuraminidase pada database NCBI. Sekuen neuraminidase dengan kode

ADB07955.1| neuraminidase [Influenza A virus (A/chicken/West Java/1074/2003 (H5N1))] (Lampiran 2) dipilih karena lokasi kejadian berada di Indonesia. BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) dilakukan untuk mencari

homologi terbesar dengan sekuen di database genbank. Hasil BLAST (Lampiran 3) menunjukkan tingkat homologi yang tinggi, yaitu 99-100%. Tiga sekuen homologi diambil untuk melakukan pengujian multiple sequence alignment.

Multiple sequence alignment dilakukan menggunakan program ClustalW2 yang

dapat diakses secara online melalui website

http://www.ebi.ac.uk/Tools/clustalw2/index.html. Multiple sequence alignment bertujuan untuk melihat susunan asam amino secara sejajar sehingga mutasi yang terjadi dapat diketahui. Hasil ClustalW2 menunjukkan bahwa dari ~441 asam amino, diperoleh sebanyak 440 asam amino bertanda bintang (*) yang berarti bahwa asam amino tersebut identik secara stuktur dan kepolarannya dan satu asam amino yang mengalami mutasi pada salah satu sampel (Lampiran 4).

4.2 Homology dan Validasi Struktur Tiga Dimensi Neuraminidase H5N1 Sekuen ADB07955.1| neuraminidase [Influenza A virus (A/chicken/West Java/1074/2003 (H5N1))] belum memiliki struktur tiga dimensi (3D) yang tersedia di protein data bank (PDB), sehingga untuk memperoleh struktur 3D dilakukan pemodelan menggunakan SWISS-MODEL (Gambar 4.1). Hasil yang diperoleh dari SWISS-MODEL memiliki persentase identitas sebesar 96.00% dengan template 3ckz (Gambar 4.2). Menurut Kalyaanamoorthy dan Chen

(42)

Universitas Indonesia (2011), metode yang dapat diandalkan untuk memprediksi struktur target dan memperoleh struktur tiga dimensi yang homolog dengan protein yang digunakan (>40% homologi) adalah homology modeling atau comparative modeling. Oleh karena itu, struktur 3D protein yang dibuat dapat digunakan untuk proses selanjutnya.

Gambar 4.1. Struktur Tiga Dimensi Hasil Homology Modeling

(43)

Universitas Indonesia Ramachandran Plot digunakan untuk mengetahui kualitas struktur yang dimodelkan. Cluster yang terbentuk dari beberapa residu asam amino dapat menunjukkan bentuk struktur sekunder protein yang terbentuk. Setiap asam amino penyusun protein akan memiliki satu sudut phi (ĭ) dan psi (ୠ), sehingga setiap residu asam amino dapat digambarkan sebagai satu plot (koordinat). Plot-plot yang menggambarkan residu asam amino pada suatu struktue protein inilah yang disebut sebagai Ramachandran Plot (Baxevanis dan Ouellette, 2001).

Kualitas struktur protein dapat diketahui dengan melihat adanya plot residu non glisin yang terletak pada wilayah sudut dihedral yang dilarang (dissalowed

region). Bila residu non glisin yang berada pada dissalowed region lebih dari 15%

maka dapat dikatakan bahwa protein tersebut memiliki kualitas struktur yang kurag baik (sangat tidak stabil). Hasil analisa struktur neuraminidase

ADB07955.1| neuraminidase [Influenza A virus (A/chicken/West Java/1074/2003 (H5N1))] menunjukkan bahwa terdapat satu residu asam amino yang terdapat pada dissalowed region atau sekitar 0.3% (Lampiran 5), sehingga dapat dikatakan bahwa struktur model berkualitas baik dan dapat dipergunakan untuk analisa selanjutnya.

4.3 Visualisasi Sisi Aktif Enzim Neuraminidase Virus H5N1

Sisi aktif neuraminidase yang digunakan diperoleh berdasarkan hasil

docking antara template dengan model. Sisi aktif yang diperoleh antara lain, yaitu

: Arg98, Glu99, Trp159, Glu208, Glu257, Glu258, Arg273, Tyr324 dan Arg348 (Gambar 4.3). Kesembilan residu tersebut berasal dari empat asam amino yaitu Arg, Glu, Trp dan Tyr, yang akan menjadi target dalam proses docking.

(44)

Universitas Indonesia Gambar 4.3 Sisi Aktif Sekuen ADB07955.1 dan Template 3ckz

Visualisasi terhadap neuraminidase dilakukan dengan menggunakan

software MOE 2008.10 ditunjukkan pada Gambar 4.4. Residu yang bersifat mild polar, hidrofobik dan ikatan hidrogen masing-masing ditunjukkan dengan warna

kuning, hijau tua dan orange secara berurutan. Binding site neuraminidase berada di sekitar Arg98, Glu99, Trp159, Glu208, Glu257, Glu258, Arg273, Tyr324 dan Arg348 yang cenderung bersifat polar dan bermuatan positif, sehingga lebih menyukai substrat yang bermuatan negatif.

Gambar 4.4 Visualisasi Neuraminidase H5N1 (M OE 2008.10) 3ckz  

(45)

Universitas Indonesia 4.4 Persiapan Ligan

Ligan dirancang dalam bentuk peptida siklis. Hal ini bertujuan untuk menghindari pemotongan ikatan peptida oleh protease yang ada di dalam tubuh, karena protease hanya mengenal peptida yang berbentuk linear, sedangkan penggunaan ikatan disulfida bertujuan untuk meningkatkan kestabilan dan interaksi hidrofobik peptida.

Perancangan peptida siklis dilakukan dengan mengkombinasikan asam amino yang bersifat polar dan nonpolar yang dihubungkan oleh dua residu sistein membentuk siklis jembatan disulfida seperti pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Rancangan Ligan Peptida Siklis Disulfida

P

P

P

C

C

S

S

P

P

C

C

S

S

NP

P

C

C

S

S

NP

NP

C

C

S

S

NP

NP

NP

= Asam amino nonpolar P NP

= Asam amino polar

C = Cysteine S = Sulfida

P

P

C

C

S

S

NP

P

C

C

S

S

NP NP

(46)

Universitas Indonesia Kombinasi 11 residu asam amino polar (asam aspartat, asparagin, serin, trionin, glutamin, asam glutamat, lisin, histidin, tirosin, sistein, dan arginin) dan 9 residu asam amino nonpolar (alanin, glisin, valin, leusin, isoleusin, tripthopan, fenilalanin, metionin dan prolin) menghasilkan 4200 ligan pentapeptida siklis (Lampiran 6).

Ligan yang digunakan sebagai pembanding dengan ligan yang dirancang adalah oseltamivir, zanamivir, AD3BF2D dan NNY. Oseltamivir dan zanamivir merupakan antiviral yang direkomendasikan oleh WHO sebagai penghambat kerja neuraminidase. AD3BF2D merupakan modifikasi oseltamivir (Rachmania, 2010), sedangkan NNY merupakan peptida siklis yang dirancang sebagai antiviral yang mampu menghambat kerja neuraminidase (Amri, N., 2010).

4.5 Molecular Docking

Molecular docking  merupakan suatu metode untuk memprediksi konformasi dan orientasi ligan terhadap struktur target (William, 2012). Proses ini dilakukan agar ligan dapat membentuk kompleks dan berada pada enzim dengan

konformasi yang paling optimal (Fadilah, 2010). Pencarian konformasi ligan dilakukan dengan menempatkan ligan di dalam reseptor dengan orientasi yang berbeda untuk memperoleh binding mode reseptor-ligan yang paling sesuai dan aktual. Energi dari setiap pose interaksi reseptor-ligan dihitung menggunakan fungsi scoring. Score yang diperoleh menggambarkan interaksi dan aktivitas biologis dari ligan terhadap reseptor (Kalyaanamoorthy dan Chen, 2011).

Pada proses docking, enzim dikondisikan sebagai molekul yang rigid sedangkan ligan dalam kondisi fleksibel sehingga dapat bebas berotasi. Metode penempatan ligan pada reseptor menggunakan Triangle matcher (Zhu et al., 2011) yang merupakan default MOE 2008.10. Prinsip dari metode ini adalah kesesuaian geometri antara ligan dengan reseptor. Triangle Matcher digunakan untuk

mengorientasikan ligan dalam sisi aktif berdasarkan pada Charge group dan

spatial fit. Triangle Matcher menunjukkan gerakan acak ligan dalam sisi aktif

enzim untuk menghasilkan orientasi ikatan yang optimal (Wilmand et al., 2003). Parameter yang diatur dalam proses docking meliputi pengaturan fungsi

Gambar

Gambar 2.1 M orfologi Virus I nfluenza Tipe A
Gambar 2.2 Struktur Hemaglutinin
Gambar 2.3 Cleavage Site Hemaglutinin (HA)
Gambar 2.4 Siklus Hidup Virus I nfluenza pada Sel I nang  (source : http://www.ch.ic.ac.uk/local/projects/sanderson/immunology.htm,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan produktivitas kerja, di mana yang menjadi subjek penelitian ini adalah para customer service

Blok ini berisi kelompok kelainan jiwa akibat penyakit otak, kerusakan otak, atau keadaan lain yang merusak fungsi otak.. Kerusakan fungsi ini bisa primer

Dalam Hukum Islam sanksi yang dijatuhkan adalah hukuman hudud yaitu hukuman mati atau diperangi, dalam Hukum Positif yang memberikan pidana mati kepada pelaku tindak

Perhitungan neraca massa dan neraca panas diperlukan untuk menentukan kebutuhan bahan baku dan aspek penunjang lain yang diperlukan sesuai dengan kapasitas pabrik yang akan

• Untuk mendownload data formulir klik tombol Ralat di salah satu baris data pada tabel Daftar Pesawat maka sistem akan menampilkan halaman baru yang dapat dilihat

Hasil perhitungan jalur untuk Kecamatan Gondang Wetan dilihat berdasarkan total jarak minimal dari pemasokan bantuan dari BPBD ke Depo dan dari pendistribusian

Bengkulu menyatakan bahwa guru Matematika di Kabupaten Kepahiang belum menggunakan alat peraga apalagi media film dalam mengajarkan materi matematika, sehingga proses