• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap orang memberi makna yang berbeda-beda tentang makna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Setiap orang memberi makna yang berbeda-beda tentang makna"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Setiap orang memberi makna yang berbeda-beda tentang makna keefektifan ada pula yang mengartikan sebagai efektivitas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,W.J.S.1990: 266) kata keefektivitas berasal dari kata efektif yang mempunyai arti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Jadi keefektifan adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Keefektifan adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan keefektifan adalah berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan, waktu dan adanya partisipasi aktif dari anggota. Keefektifan berkaitan erat perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Berdasarkan teori sistem efektifitas mencerminkan pada keseluruhan sistem, yaitu input, proses, output dan tidak hanya output atau hasil tetapi mencerminkan hubungan timbal balik antara manajemen berbasis sekolah dan lingkungan sekitarnya.

(2)

Menurut Taylor ciri-ciri efektifitas sekolah (Riduwan, 2010: 35) seabgai berikut: 1) tujuan sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik; 2) pelaksanaan kepemimpinan pendidikan yang kuat oleh kepala sekolah; 3) ekspektasi guru dan staf tinggi; 4) ada kerjasama kemitraan sekolah, orang tua dan masyarakat; 5) adanya iklim positif dan kondusuf bagi siswa untuk belajar; 6) kemajuan siswa sering dimonitor; 7) menekankan pada keberhasilan siswa dalam mencapai keterampilan aktivitas yang esensial.

N. Hatton and D. Smit menyatakan bahwa dimensi dari efektivitas sekolah yang dijadikan bahan penelitian adalah: 1) kebermakanaan proses belajar mengajar (PBM); 2) manajemen sekolah/pengelolaan sekolah; 3) efektivitas budaya sekolah (iklim sekolah yang kondusif); 4) kepemimpinan kepala sekolah yang kuat; 5) output sekolah (hasil prestasi); 6) out come (benefit) (Riduwan, 2010: 335).

Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan berapa besar rasio hasil target baik kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu dicapai semakin besar rasio yang dicapai, semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Efektivitas sekolah sebagian besar banyak ditentukan oleh penampilan pekerjaan kepala sekolah (Riduwan, 2010: 335). Dalam hal ini tujuan yang ditetapkan sekolah bisa tercapai oleh unjuk kerja kepala sekolah atau kinerja kepala sekolah.

Kinerja menurut Grounland sebagaimana dikutip Riduwan adalah penampilan perlaku kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak ritme dan urutan

(3)

syarat kualitas, kecepatan dan jumlah. Sedangkan TR Mitchele (1987) dalam (Riduwan, 2010: 335) dimensi kerja, yaitu kaulitas hasil kerja (quality of work), kecepatan kerja/ketepatan waktu (protness), inisiatif (inisiative), kemampuan kerja (capability), dam komunikasi (communication). Dengan demikian kinerja kepala sekolah dapat dilihat sebagai perbuatan atau tindakan yang dilakukan atas dasar tujuan, kebutuhan, daya, kemampuan dan kedudukan atau fungsinya dengan menghasilkan jasa layanan kepada siswa, guru dan masyarakat dalam konteks proses pembelajaran baik di dalam maupun diluar sekolah dalam kurun waktu tertentu sehingga siswa mencapai prestasi belajar yang maksimal.

a. Kepala Sekolah Sebagai Leader

Leader secara bahasa artinya adalah pemimpin. Kepala sekolah adalah pemimpin bagi lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumidjo (2010: 102) menjelaskan kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khususnya yang mencangkup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasaan.

Sebagai leader, kemampuan yang harus dimiliki kepala sekolah adalah: pertama, kemampuan membangun visi, misi, dan strategi lembaga. Visi adalah pandangan ke depan lembaga pendidikan itu mau dibawa kearah mana. Misi adalah alasan mengapa lembaga tersebut ada, biasanya berdasar

(4)

pada nilai-nilai tertentu yang melekat dalam organisasi. Sedangkan strategi adalah bagaimana kepala sekolah mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditentukan tersebut.

Visi kepala sekolah akan sangat menentukan kearah mana lembaga pendidikan itu dibawa. Kepala sekolah yang tidak mempunyai visi jauh ke depan hanya akan bertugas sesuai dengan rutinitas dan tugas sehari-harinya tanpa tahu kemajuan apa yang harus ia capai dalam kurun waktu tertentu. Kiranya, visi ini harus dibangun terlebih dahulu agar tercipta jalan dan panduan perjalanan lembaga ke depan.

Kedua, sebagai leader, kepala sekolah harus mampu berperan sebagai inovator, yaitu orang yang terus-menerus membangun dan mengembangkan berbagai inovasi untuk memajukan lembaga pendidikan. Salah satu yang menandai pergerakan dan kemajuan lembaga pendidikan adalah sebesar dan sebanyak apa inovasi yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut setiap tahunnya. Jika banyak inovasi dan pembaruan yang dilakukan, maka berarti terdapat kemajuan yang cukup signifikan. Tetapi sebaiknya, jika tidak banyak inovasi yang dilakukan, maka lembaga pendidikan itu lebih banyak jalan di tempat dan tidak mengalami banyak kemajuan.

Ketiga, kepala sekolah harus mampu membangun motivasi kerja yang baik bagi seluruh guru, karyawan, dan berbagai pihak yang terlibat di sekolah. Kemampuan dalam membangun motivasi yang baik akan membangun produktivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi kerja.

(5)

karyawan yang memadai, akan memacu kenerja lembaga secara keseluruhan. Karenanya, kemampuan membangun motivasi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan performa dan produktivitas kerja.

Keempat, kepala sekolah harus mempunyai keterampilan melakukan komunikasi, menangani konflik, dan membangun iklim kerja yang yang positif di lingkungan lembaga pendidikan. Iklim kerja yang positif akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan kerja secara keseluruhan. Jika komunikasi tidak terbangun dengan baik misalnya, akan banyak terjadi kesalah pahaman baik di antara bawahan atasan maupun di antara bawahan itu sendiri. Akibatnya, lembaga pendidikan tidak lagi bisa menjadi tempat yang nyaman untuk bekerja. Masing-masing orang tidak lagi memperhatikan antara satu dengan yang lain, masing-masing bekerja secara individual sehingga membuat suasana kerja tidak nyaman. Jika hal ini terjadi, akan sulit mengharapkan mereka untuk bekerja lebih keras atau lebih produktif. Lingkungan dan suasana kerja yang baik akan mendorong guru dan karyawan bekerja lebih senang dan meningkatkan tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik.

Kelima, kepala sekolah harus mampu melakukan proses pengambilan keputusan, dan bisa melakukan proses delegasi wewenang secara baik. Pengambilan keputusan membutuhkan keterampilan mulai dari proses pengumpulan informasi, pencarian alternative keputusan, memilih keputusan, hingga mengelola akibat ataupun konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.

(6)

Kepala sekolah harus mempunyai keterampilan pengambilan keputusan secara cepat dan tepat disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan yang terjadi. Jika setiap permasalahan bisa segera diputuskan dan dicarikan jalan keluar, maka akan memudahkan organisasi untuk berjalan dengan dinamika yang cepat. Tetapi sebaliknya, jika kepala sekolah sering ragu dalam mengambil keputusan, maka organisasi di lembaga tersebut akan terganggu dengan banyaknya masalah yang masih menggantung dan membutuhkan jalan keluar.

Selain pengambilan keputusan, kepala sekolah juga mempunyai keterampilan mendelegasikan tugas dan wewenangnya kepada para bawahan. Delegasi wewenang ini di satu sisi akan memudahkan tugas-tugas kepala sekolah sehingga ia bisa berkonsentrasi untuk menjalankan tugas-tugas yang strategis dan mendelegasikan tugas-tugas-tugas-tugas operasional sehari-hari kepada bawahannya. Di sisi lain, delegasi wewenang akan membuat bawahan merasa dihargai sekaligus menjadi proses pembelajaran kepemimpinan bagi mereka. Sehingga proses operasional organisasi bisa berjalan dengan lancar.

Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah dan kebijakan sekolah, yang akan membawa sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Kepala sekolah senantiasa dituntut untuk meningkatkan efektivitas kinerjanya. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif menurut Mulyasa (2011: 126), harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(7)

1) Mampu memperdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.

2) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat melalui keterlibatan komite sekolah untuk secara bersama-sama mewujudkan tujuan-tujuan sekolah.

4) Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan komitmen bersama.

5) Bekerja secara tim.

6) Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah dtetapkan.

Dalam hubungan ini Made Pidarta (2004: 204) mengatakan ada tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, yaitu: a) keterampilan konsep, yaitu: keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi; b) keterampilan manusiawi, yaitu ketrampilan untuk bekerjasama, memotivasi dan mengarahkan dan; c) keterampilan teknik, yaitu: keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

Sergiovanni (Bush dan Coleman, 2006: 67) mengidentifikasi lima kekuatan kepemimpinan sekolah yang dipandang secara hirarkis, yaitu: 1) Kekuatan teknis, yaitu teknik-teknik manajemen.

(8)

2) Kekuatan manusia, yaitu sumber-sumber daya sosial dan interpersonal. 3) Kekuatan pendidikan, yaitu kepakaran dibidang pendidikan.

4) Kekuatan simbolik, yaitu kekuatan yang memfokuskan perhatian pada hal-hal yang penting.

5) Kekuatan kultural, yaitu sebuah kekuatan yang membangun sebuah kultur sekolah yang unik.

Kelima kekuatan di atas mengindikasikan bahwa para pemimpin di sekolah memiliki tanggungjawab yang besar terhadap peningkatan terhadap sekolahnya. Sebuah kepemimpinan kepala sekolah yang efektif terletak pada seberapa jauh seorang pemimpin dapat mengatasi masalah yang dihadapinya. Sifat seorang pemimpin yang efektif menurut Husaini Usman (2006: 258), antara lain memiliki K11, yaitu ketaqwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keterbukaan, keluasan hubungan sosial, kedewasaan dan keadilan.

Sekolah merupakan sebuah organisasi, yaitu unit sosial yang sengaja dibentuk oleh beberapa orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama. Itulah merupakan sebuah karakteristik dari sebuah organisasi. Dalam mewujudkan sebuah karakteristik tersebut, seorang kepala sekolah harus memiliki kualifikasi-kualifikasi sebagai berikut:

1) Memiliki sifat yang responsif terhadap kebutuhan dan harapan dari para bawahannya, menghargai keahlian dan ketrampilan dari para guru dan

(9)

selalu berusaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan keahlian bawahannya.

2) Seorang kepala sekolah juga harus selalu mencari dan menciptakan forum-forum formal maupun informal untuk menguji dan mengelaborasi inisiatif kebijakan.

3) Seorang kepala sekolah harus lebih menonjolkan keahlian dari pada otoritas official, yaitu pengambilan keputusan tentang sesuatu harus dipertimbangkan berdasarkan pandangan dan pendapat mereka yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang hal tersebut dari pada menggunakan otoritas kepemimpinannya (Bush, 2006: 66).

Dengan demikian pengertian kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi para guru, staf administrasi dan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Perilaku kepala sekolah menjadi contoh bagi semua personil sekolah yang pada akhirnya dapat tercipta budaya sekolah yang lebih maju. Sedangkan sumber daya yang dimiliki sekolah adalah sumber daya manusia yang berupa guru, staf tata usaha, dan siswa serta sumber daya berupa sarana dan prasarana. Adapun budaya sekolah merupakan kebiasaan-kebiasaan yang baik, kemanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kekeluargaan yang semuanya turut mendukung suasana kondusif bagi terciptanya tujuan sekolah.

(10)

b. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahjosumidjo, 2010: 94). Ada tiga hal penting terkait dengan pengertian tersebut, yaitu proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapain tujuan organiasi yang telah ditetapkan. a. Proses adalah suatu cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu.

Manajemen sebagai suatu proses, karena semua manajer harus memiliki ketangkasan, ketrampilan yang khusus, dan mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan yang dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

b. Sumber daya suatu sekolah, meliputi: dana, perlengkapan, informasi, maupun sumber daya manusia, yang masing-masing berfungsi sebagai pemikir, perencana, pelaku serta pendukung untuk mencapai tujuan. c. Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

(11)

M A N A J E M E N Merencanakan Mengorganisasikan Memimpin Mengendalikan 1. Program 2. Sumber daya manusia 3. Sarana 4. Dana 5. Informasi 6. Suasana Tujuan Organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya James A.F. Stoner, manajemen sekolah sebagai suatu proses dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Wahjosumidjo, 2010: 96).

Gambar 1. Manajemen sekolah

Berdasarkan teori di atas perananan kepala sekolah sebagai manajer pendidikan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) mengadakan prediksi (membuat rencana); 2) melakukan sebuah inovasi; 3) menciptakan strategi atau kebijakan; 4) mengadakan perencanaan; 5) menemukan sumber-sumber pendidikan; 6) menyediakan fasilitas dan; 7) melakukan pengendalian. Peranan tersebut di atas dikelompokan ke dalam dua tugas dan fungsi pokok kepala sekolah, yaitu sebagai administrator dan sebagai supervisor.

Sebagai administrator, kepala sekolah bertugas: a) membuat perencanaan program seperti program pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah; b) menyusun organisasi sekolah, seperti menyusun tujuan, pembagian tugas sesuai dengan kemampuan individu dan membuat pola baku organisasi; c) bertindak sebagai koordinator dan pengarah, yaitu sebagai ujung tombak pengambilan keputusan dan kebijakan yang harus diciptakan sekolah untuk

(12)

kepentingan sistem secara keseluruhan; d) melaksanakan kepegawaian, kepala sekolah mengelola dan memperhatikan setiap personil yang baik dari segi tugas, wewenang, kesejahteraan, jenis kelamin serta hal-hal lainnya yang terkait dengan manajemen personalia.

Kepala sekolah sebagai supervisor bertugas sebagai: a) membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah dalam menjalankan tugasnya; b) mengadakan dan melengkapi prasarana sekolah termasuk media belajar lainnya yang menunjang kegiatan belajar mengajar; c) bersama-sama dengan guru mengembangka, mencari dan menggunakan metode-metode pengajaran yang lebih sesuai dengan kurikulum dan kondisi yang ada; d) membina kerjasama dengan guru dan bawahan lainnya secara baik dan harmonis; e) berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru serta pegawai lainnya dengan mengadakan diskusi, mengikutsertakan pada kegiatan seminar, penataran dan lain-laian dengan bidang tugasnya; f) membina hubungan kerja sama antar sekolah dengan orang tua dan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan.

Tugas kepala sekolah adalah menjelaskan dan menterjemahkan visi organisasi. Memimpin unit kerja pada hakikatnya adalah menciptkan lingkungan kerja yang kreatif, memperdayakan pegawai, dan perekayasa mereka menjadi tenaga yang berkualitas. Atasan hendaknya dapat menyadari bahawa keberhasilan pemimpin turut ditentukan oleh tingkat kinerja yang ditunjukkan oleh seluruh karyawan yang ada di bawah

(13)

wewenang dan tanggung jawab. Kerja sama yang didasarkan pada kemitraan akan membawa kinerja unit kerja menjadi lebih baik.

Berdasarkan kajian di atas jabatan kepala sekolah memerlukan orang-orang yang mampu memimpin sekolah dan profesional dalam bidang pendidikan. Berkaitan dengan kemampuan profesional (Supriadi, D, 1998) berpendapat bahwa, pekerjaan profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang lama dan intensif pada lembaga yang mendapat pengakuan dan dapat dipertanggungjawabkan (Wahyudi, 2009: 64). Dengan demikian jabatan kepala sekolah merupakan jabatan yang dipersipakan agar calon kepala sekolah mempunyai bekal kemampuan profesional yang cukup untuk memimpin sekolah.

Peranan kepala sekolah sebagai administrator, supervisor dalam manajerial dapat dikelompokan menjadi 1) manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, manajemen kurikulum, manajemen prasarana sekolah, dan manajemen hubungan eksternal. Selain manajemen tersebut dalam pendidikan perlu dilengkapi dengan keterampilan manajerial. Terdapat tiga bidang keterampilan manajerial yang perlu dikuasai oleh manajer pendidikan dengan mengacu pada pendapat Robert Kats dalam (Wahyudi, 2009: 64), yaitu keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan hubungan manusia (human skill), keterampilan teknik (technical skill). Ketiga keterampilan manajerial tersebut diperlukan untuk melaksanakan tugas manajerial secara efektif. Adapun pengertian ketiga manajerial sebagai berikut:

(14)

1). Manajerial Konseptual

Benton (1995) mengartikan keterampilan konseptual sebagai kemampuan yang berkaitan dengan menggunakan gagasan dan menjabarkannya untuk mendapatkan pendekatan baru dalam menjalankan departemen-departemen atau perusahaan. Kadarman dan Yusuf Udaya (1996) mengartikan keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan membuat rencana. Sedangkan Handoko (1992) mengartikan keterampilan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi yang mencakup kemampuan manajer untuk melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan dan memahami hubungan antara bagian yang saling bergantung, serta menganalisis dan menginterprestasikan informasi yang diterima dari bermacam-macam sumber (Wahyudi, 2009: 69).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa keterampilan konseptual merupakan kemampuan mengembangkan gagasan untuk merencankan mengkoordinasi, melakukan pengawasan dan memecahkan masalah. Dengan kemampuan konseptual, memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh daripada hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompok sendiri.

(15)

Secara lebih khsusus dalam organisasi pendidikan, keterampilan konseptual adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk melihat sekolah sebagai suatu keseluruhan, merencanakan perubahan, merencanakan tujuan sekolah, membuat penilaian secara tepat tentang efektifitas kegiatan sekolah dan mengkoordinasikan program secara harmonis. (Otto dan Sanders, 1974) dalam (Wahyudi, 2009: 70). Pentingnya keterampilan konseptual bagi kepala sekolah sebagai manajer pendidikan dalam melaksanakan tanggung jawab manajerialnya, terutama dalam perencanaan, pengorganisasian, menentukan kebijaksanaan, pemecahan masalah dan dalam pengembangan program secara efektif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, keterampilan konseptual adalah keterampilan untuk menentukan strategi merencanakan, merumuskan kebijaksanaan, serta memutuskan sesuatu yang terjadi dalam organisasi termasuk sekolah sebagai lembaga pendidikan. Para manajer pendidikan memerlukan konsep-konsep yang didasarkan pada pemahaman tentang organisasi, cara mengatasi masalah, dan mempertahankan serta meningkatkan perkembangan organisasi.

2). Keterampilan Hubungan Manusia dengan Kepala Sekolah

Stoner (1994) menjelaskan bahwa hubungan manusia adalah cara-cara manajer berhubungan dengan bawahannya, kalau karyawan bekerja lebih giat, itu berarti organisasi mempunyai hubungan manusia yang

(16)

efektif, sebaliknya kalau karyawan malas bekerja dan terjadi penurunan semangat kerja maka hubungan antar manusia dalam organisasi tidak efektif. Winardi (1990) berpendapat bahwa keterampilan hubungan manusia merupakan kemampuan untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan memahami orang-orang di dalam organisasi. Sedangkan Owens (1991) mengartikan hubungan manusia sebagai hubungan manusia secara formal di dalam organisasi formal dan hubungan manusia secara formal informal dalam organisasi informal. Dengan demikian hubungan manusia adalah kemampuan seseorang untuk bekerjasama, berkomunikasi dan memahami individu di dalam organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan (Wahyudi, 2009: 71-72).

Hubungan antar individu di dalam organisasi bersifat esensial terutama dalam aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan Higgins J.M., (1982:2) mendefinisikan hubungan manusia sebagai berikut; “The term human relations refers literally to all interactions among two or more people, the primary concern of this text is with those interactions that occur among people within a formal organization”. Artinya hubungan manusia adalah semua interaksi antara dua orang atau lebih, sedangkan perhatian utama pada hubungan manusia pada semua interaksi yang terjadi antara orang-orang di dalam organisasi formal. Stoner dan Freeman (1992), bahwa keterampilan hubungan manusia adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain dan

(17)

memotivasi orang lain, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok (Wahyudi, 2009: 72)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, keterampilan hubungan manusia (human skills) adalah kemampuan seseorang dalam hal ini manajer dalam bekerjsama, memahami aspirasi dan memotivasi angggota guna memperoleh partisipasi yang optimal guna mencapai tujuan. Secara lebih khusus, Sutisna (1993) mengartikan keterampilan hubungan manusia dalam organisasi pendidikan adalah kemampuan kepala sekolah untuk mendirikan sistem komunikasi dua arah yang terbuka dengan personel sekolah dan anggota masyarakat lainnya untuk menciptakan suasana kepercayaan terhadap sekolah dan meningkatkan unjuk kerja guru (Wahyudi, 2009: 73).

Kepemimpinan kepala sekolah yang berkaitan dengan hubungan manusia juga mendapat perhatian dari Lue dan Byars (Kiumi, Bosire, & Sang, 2009: 30) dimana mereka mengamati perilaku pemimpin terhadap rekan kerjanya. Hasil penelitian mereka menunjukkan jika kepala sekolah melakukan pendekatan inklusif terhadap rekan kerja dalam usaha mencapai tujuan sekolah, maka kepala sekolah tersebut juga akan mendapatkan perlakuan inklusif juga dari rekan kerjanya.

Menurut Campbell yang dikutip oleh Stoops dan Johnson (1967) menjelaskan perilaku kepala sekolah yang berkaitan dengan keterampilan hubungan manusia di sekolah adalah sebagai berikut: a) menunjukkan semangat kerja dan memberikan bimbingan dan bantuan dalam

(18)

pekerjaan; b) berperilaku menyenangkan, menghormati guru, mempunyai integritas yang tinggi dan tegas dalam mengambil keputusan; c) memberi penghargaan pada guru yang berprestasi; d) memberikan dukungan semangat/moral kerja guru dan bersikap tegas kepada personel sekolah; e) mengatur sekolah secara baik; f) menggunakan otoritasnya sebagai kepala sekolah dengan penuh keyakinan dan teguh pendirian; g) memberikan bimbingan secara individu kepada guru dalam pekerjaan; h) menyelesaikan permasalahan; i) mengikutsertakan guru dalam merumuskan pengambilan keputusan; j) menghormati peraturan sekolah, mendisiplinkan siswa dan tidak membebani tugas yang berat kepada guru (Wahyudi, 2009: 73).

Oliva (1984) berpendapat bahwa perilaku hubungan manusia yang dilakukan kepala sekolah meliputi: a) menerima kritik yang konstruktif; b) menciptakan dan memelihara hubungan yang positif dengan guru; c) menciptakan dan memelihara hubungan yang positif dengan personel sekolah; d) menciptakan hubungan yang positif dengan masyarakat; e) mendukung program sekolah guru (Wahyudi, 2009: 73).

Berdasarkan uraian di atas, perilaku hubungan manusia yang dilakukan oleh kepala sekolah meliputi: a). menjalin hubungan kerjasama dengan guru; b) menjalin komunikasi dengan guru; c) memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan tugas guru; d) membangun semangat moral kerja guru; e) memberikan penghargaan kepada guru

(19)

mengikutsertakan guru dalam merumuskan pengambilan keputusan; h) menyelesaikan konflik di sekolah; i) menghormati peraturan sekolah; j) menciptakan iklim kompetitif yang sehat diantara guru.

3). Keterampilan Teknikal Kepala Sekolah

Kepala sekolah selain melakukan tugas yang bersifat konseptual, yaitu merencanakan, mengorganisir, memecahkan masalah dan mengadakan kerjasama dengan guru dan masyarakat, juga harus mampu melaksanakan kegiatan yang bersifat praktis (teknikal). George R. Terry (1982) berpendapat bahwa keterampilan teknikal adalah keahlian dalam hal menggunakan suatu aktivitas spesifik yang meliputi suatu proses, prosedur dan teknik, keterampilan teknikal memungkinkan orang yang bersangkutan melaksanakan mekanisme yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan khsusus. Sedangkan menurut Koontz H., O’Donnell, C., dan Weihrich, H (1984) berpendapat sebagai berikut:

Technical skill is knowledge of and proficiency in activities involving methods, processes, and procedures, thus, it involves working with tools, and supervisors shouild have the ability to teach these skill to their subordinates.

Artinya keterampilan teknikal adalah pengetahuan dan kemahiran dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut metode, proses dan prosedur, hal itu meliputi kemampuan untuk mengajarkan ketrampilan teknikal kepada bawahannya (Wahyudi, 2009: 75).

Dapat disimpulkan pendapat di atas bahwa keterampilan teknikal meliputi kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer yang berkaitan dengan prosedur, metode, menggunakan alat-alat, teknik-teknik

(20)

dan proses yang diperlukan untuk melaksanakan tugas khsusus serta mampu mengajarkan kepada bawahannya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam bidang pendidikan, keterampilan teknikal adalah kemampuan kepala sekolah dalam menanggapi dan memahami serta cakap menggunakan metode-metode termasuk yang bukan pengajaran, yaitu pengetahuan keuangan, pelaporan, penjadwalan dan pemeliharaan. (Carver, 1980). Menurut Pidarta (1988), keterampilan teknikal perlu dikuasai oleh para kepala sekolah, karena selalu berhadapan langsung dengan para petugas pendidikan, terutama para guru.

Secara lebih rinci, Sutisna (1993) mengemukakan bahwa, bentuk kegiatan kepala sekolah yang bersifat teknis adalah: a) kepala sekolah menjalankan supervisi kepada guru di kelas; b) kepala sekolah mengevaluasi dan merevisi program pengajaran guru; c) kepala sekolah membuat program pelaksanaan kegiatan pengajaran dengan menghubungkan kurikulum dengan waktu, fasilitas dan personel yang ada; d) kepala sekolah mengelola program evaluasi siswa; e) mengkoordinasi penggunaan alat pengajaran; f) membantu guru dalam perbaikan pengajaran; g) mengatur dan mengawasi tata tertib siswa; h) menyusun anggaran belanja sekolah; i) melaksanakan administrasi sekolah yang menjadi tanggungjawabnya (Wahyudi, 2009: 77). Dapat di simpulkan bahwa keterampilan teknikal yang diperlukan oleh kepala sekolah adalah yang erat hubungannya dengan aplikasi pengetahuan

(21)

evaluasi siswa, teknik pembuatan satuan acara pembelajaran, teknik-teknik pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan serta teknik-teknik mengarahkan dan membina guru-guru di sekolah.

4). Kepala Sekolah Sebagai Perancang Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Peran kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, mencakup tujuh kegiatan yaitu: (1) mengajar prediksi; (2) melakukan inovasi; (3) menciptakan strategi atau kebijakan; (4) membuat perencanaan; (5) menemukan sumber-sumber pendidikan; (6) menyediakan fasilitas; dan (7) melakukan pelaksanaan (Made Pidarta, 2005: 45).

Seorang kepala sekolah dari aspek manajerial diharapkan berfungsi sebagai Midle Manajer antara guru/karyawan dengan pengurus yayasan artinya kepala sekolah diharapkan bisa menterjemahkan cita-cita pengurus yayasan sehingga seluruh guru/karyawan yang dipimpinnya bisa mendukung dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga tercapai apa yang menjadi cita-cita pengurus, bisa menyerap, menyaring dan merumuskan keinginan, ide guru/karyawan untuk disampaikan kepada pengurusnya.

Dalam unit sekolahnya kepala sekolah diharapkan berfungsi sebagai pimpinan, administrator dan supervisor. Kepala sekolah sebagai pimpinan mempunyai tugas menyusun perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, mengarahkan kegiatan, melaksanakan pengawas, melaksanakan evaluasi, menentukan kebijaksanaan, mengambil keputusan, mengatur

(22)

proses belajar/mengajar, mengatur administrasi, mengatur organisasi siswa, mengatur hubungan sekolah dengan pemerintah dan masyarakat.

Kepala sekolah sebagai administrator mempunyai tugas memahami adanya komponen-komponen pendidikan di sekolah dan bagaimana cara mengelola komponen-komponen tersebut guna tercapainya pendidikan yang diharapkan. Ruang lingkup kegiatan administrasi sekolah yang patut dikelola kepala sekolah meliputi: administrasi program pengajaran, administrasi siswa, administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan ketatausahaan, perpustakaan, pembinaan siswa, hubungan dengan pemerintah dan masyarakat.

Peran kepala sekolah dalam manajemen pembelajaran kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah untuk itu sebagai seorang pemimpin kepala sekolah diharapkan mampu untuk berusaha membina, mengelola dan mengembangkan sumber daya-sumber daya yang ada di sekolah. Kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan program-program pendidikan dan kepemimpinan pendidikan merupakan kegiatan yang memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan. Kepemimpinan disini merujuk kepada kepala sekolah dimana seorang kepala sekolah diharapkan mampu berperan dan memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah (Mulyasa,2009: 103).

(23)

maupun khusus, bersama-sama guru memahami dan menjabarkan tujuan-tujuan pendidikan meliputi: tujuan-tujuan umum, tujuan-tujuan instruksional, tujuan-tujuan kurikuler dan tujuan-tujuan khusus. Bersama-sama dengan guru menyusun program-program kurikuler dan kegiatan-kegiatan tambahan, termasuk dalam hal ini program tahunan, bersama-sama dengan guru mengembangkan alat-alat pengajaran, menyusun jadwal dan pembagian tugas, mengembangkan sistem evaluasi belajar, melakukan pengawasan terhadap kegiatan proses belajar mengajar, menyusun norma kenaikan kelas, mengembangkan perpustakaan sebagai ilmu dan tempat belajar (Soewadji Lazaruth, 1992: 4).

Kepala sekolah diharapkan dapat memotivasi guru yaitu dengan memberi dorongan kepada guru-guru agar aktif bekerja menurut prosedur dan metode tertentu sehingga pekerjaan itu berjalan dengan lancar mencapai sasaran. Tugas memotivasi dan mengaktifkan ini lebih dilengkapi dengan usaha mensejahterakan guru, diyakini akan memberikan hasil yang menggembirakan. Kesejahteraan itu sebagian dapat direalisasikan melalui kegiatan-kegiatan memotivasi dan mengaktifkan (Wahjosumidjo, 2010: 107).

Sebagai pemimpin pembelajaran kepala sekolah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Menurut Blase, kepemimpinan oleh kepala sekolah ditandai oleh perhatian yang seksama terhadap kualitas pengajaran. Penekanannya adalah bagaimana kepala sekolah melakukan kegiatannya agar para guru bisa melaksanakan

(24)

pengajarannya dengan kualitas yang tinggi. Brookover menyatakan bahwa kepala sekolah berperan aktif sebagai pemimpin pengajaran yang berupaya meningkatkan pengajaran secara efektif, dan meningkatkan prestasi akademik siswanya menjadi tinggi.

Menurut Caldwell dan Spinks bahwa dengan otonomi yang lebih besar, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya. Secara khusus, keputusan-keputusan didesentralisasi adalah yang secara langsung berpengaruh pada siswa dan kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap pengetahuan (knowledge), desentralisasi keputusan berkaitan dengan kurikulum, termasuk keputusan mengenai tujuan dan sasaran pembelajaran; teknologi (technology), desentralisasi keputusan mengenai sarana belajar mengajar; kekuasaan (power), desentralisasi kewenangan dalam membuat keputusan; material (material), desentralisasi keputusan mengenai penggunaan fasilitas, pengadaan dan peralatan alat-alat sekolah; manusia (people), desentralisasi keputusan mengenai sumber daya manusia, termasuk pengembangan profesionalisme dalam hal-hal berkaitan dengan proses belajar mengajar, serta dukungan terhadap proses belajar mengajar; waktu (time), desentralisasi keputusan mengenai lokasi waktu; keuangan (finance), desentralisasi keputusan mengenai alokasi keuangan (Duhou, 2002).

Pasal 12 ayat 1 PP 28 Tahun 2009 bahwa kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang dituntut untuk diwujudkan oleh kepala sekolah agar pelanggan puas, yakni layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reliability), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada siswa (emphaty), cepat tanggap terhadap

(25)

Kepala sekolah diharapkan mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah diharapkan dapat berperan/bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia diharapkan mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan/melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi: (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pelaksanaan; dan (4) pengawasan, Peran Kepala sekolah dalam perencanaan pembelajaran

Dalam perencanaan, kepala sekolah perlu melibatkan sejumlah orang. Bukan hanya orang-orang dalam sekolah yang dilibatkan, tetapi juga orang-orang di luar sekolah. Dengan melibatkan sejumlah orang dalam perencanaan, di samping cukup banyak yang ikut serta berpikir, juga semua aspirasi dan kebutuhan sekolah dan masyarakat akan tertampung (Politis, D. Jhon, 2002).

Kepala sekolah perlu merencanakan semua program atau kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran dengan melibatkan masyarakat sekolah terutama guru dan menentukan hasil berupa rencana tahunan sekolah yang akan berlaku pada tahun ajaran berikutnya, rencana tahunan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam program tahunan sekolah yang biasanya dibagi dalam dua semester (Daryanto, 2001). Menurut Schein, E.H, (2007) menyatakan bahwa program tahunan berfungsi sebagai

(26)

acuan untuk membuat program semesteran dan program semesteran berfungsi sebagai acuan menyusun program satuan pelajaran/persiapan mengajar, acuan kalender kegiatan belajar mengajar untuk mencapai efisien dan efektivitas penggunaan waktu belajar efektif yang tersedia. 2. Manajemen Pendidikan dan Kepemimpinan

Manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian yang selanjutnya menjadi cikal bakal manajemen sebagai suatu profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjadi kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi, dan konseptual. Manajemen sebagai proses, yaitu dengan menetukan langkah yang sistematis dan terpadu sebagai aktivitas manajemen.

Manajemen sebagai seni tercermin dari perbedaan gaya(style) seseorang dalam menggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mencapai tujuan. Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif, dan efisien.

Sedangkan pengertian manajamen dalam arti pendidikan mengandung pengertian sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian (Tim dosen administrasi pendidikan, 2009: 87).

(27)

Hal ini merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan itu.

Dalam segi kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ada beberapa pendapat mengenai kepemimpinan kepala sekolah, misalnya Cheng (Sharma, 2011: 1) mengusulkan kepemimpinan pendidikan terdiri dari lima dimensi utama: kepemimpinan manusia, kepemimpinan politik, kepemimpinan struktural, kepemimpinan budaya, dan kepemimpinan pendidikan. Lima dimensi ini akan menjelaskan peran dan fungsi dari kepala sekolah. Namun tetap disadari bahwa fungsi kepala sekolah menghadapi tantangan dan kebutuhan yang beraneka ragam. Menurut Lunenberg & Ornstein (2000) secara garis besar pemimpin pendidikan memiliki tiga peran utama: bidang kepemimpinan, managerial, dan kurikulum-pengajaran. Berikut akan dijelaskan masing -masing peran tersebut. a. Peranan kepemimpinan kepala sekolah

1) Kepala sekolah merupakan kunci dalam membentuk kultur sekolah. Kepala sekolah harus dapat membentuk budaya positif, di mana staf berbagi pengertian, dan memiliki dedikasi untuk peningkatan sekolah dan pengajaran. Sukses siswa disoroti dan kolegalitas menyebar keseluruh bagian sekolah. Moril tinggi, kepedulian, dan memiliki komitmen.

2) Kepala sekolah harus dapat menjalin hubungan dengan kelompok, internal dan eksternal sekolah, seperti (1) pengawas dan pengelola

(28)

(5) masyarakat sekitar, (6) guru, (7) siswa, dan (8) kelompok eksternal seperti profesor, konsultan, badan akreditasi, dan sebagainya. Kepala sekolah yang efektif perlu untuk percaya pada kemampuan diri dan mampu mensinergikan persepsi, harapan, maupun kemampuan berbagai kelompok tersebut dapat memberi dukungan terhadap kemajuan sekolah. b. Peranan manajerial kepala sekolah

1) Peranan manajerial merupakan aspek utama kepemimpinan sekolah. Katz dan Kanz membagi keterampilan manajemen ke dalam tiga area utama: (1) teknis (technical), mencakup teknik proses manajemen (perencanaan, pengaturan, koordinasi, pengawasan, dan pengendalian), (2) manusia (human), keterampilan hubungan antar manusia, memotivasi dan membangun moral, (3) konseptual (conceptual), menekankan pengetahuan dan teknis terkait jasa (atau produk) tentang organisasi. Sergiovanni menambahkan dua area lain manajemen untuk pengurus sekolah, yaitu kepemimpinan simbolis (symbolic leadership), tindakan kepala sekolah memberi teladan (model) kepada warga sekolah, dan kepemimpinan budaya (cultural leadership), bahwa kepercayaan dan nilai-nilai kepala sekolah merupakan unsur penting. Fullan dan Sarason menambahkan suatu dimensi manajemen sekolah yaitu kepala sekolah sebagai agen perubahan (change agent) dan fasilitator.

(29)

yang mengikat siswa, guru, dan orang tua. Hal tersebut mengandung arti bahwa pemimpin dalam segala hal hendaknya ada di tengah komponen organisasi (partisipatif).

3) Lipham mengembangkan sebuah “teori empat faktor “ (four-factor theory) tentang kepemimpinan untuk kepala sekolah, yaitu (1) kepemimpinan struktural, (2) kepemimpinan fasilitatif, (3) kepemimpinan yang mendukung, dan (4) kepemimpinan partisipatif. Semua faktor kepemimpinan tersebut menekankan ketrampilan managerial dan administratif. Kebehasilan kepala sekolah adalah dapat memodifikasi atau menyesuaikan empat faktor kepemimpinan sesuai kebutuhan sekolah.

c. Peranan kurikulum-pengajaran kepala sekolah

Bidang kurikulum-pengajaran hendaknya menjadi prioritas kerja utama kepala sekolah sehingga dapat meningkatan mutu pendidikan di sekolahnya. Murphy mengembangkan enam peran kepala sekolah dibidang kurikulum dan pengajaran, yaitu: (1) menjamin kualitas pengajaran, (2) mengawasi dan mengevaluasi pengajaran, (3) mengalokasi dan melindungi waktu pengajaran, (4) mengkoordinir kurikulum, (5) memastikan isi mata pelajaran tersampaikan, dan (6) monitoring kemajuan siswa. Menurut Murphy, enam peran tersebut menggambarkan suatu contoh kepala sekolah efektif.

(30)

3. Perencanaan Manajerial Kepala Sekolah

Merencanakan pada dasarnya merupakan menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa depan. Kegiatan ini mempuanyai maksud untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif mungkin (Roger A. Kauffman, 1972). Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan,yaitu: 1) perumusan tujuan yang ingin dicapai, 2) pemilihan program untuk mencapai tujuan, 3) identifikasi dan pengarahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas (Nanang Fattah, 2009: 49).

Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa yang harus dikerjakan dan siapa yang mengerjakannya. Perencanaan sering disebut sebagai jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau jurang antara keadaan masa kini dan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang. Koontz (1972) mengartikan perencanaan sebagai suatu proses intelektual yang menentukan secara sadar tindakan yang akan ditempuh dan mendasarkan keputusan-keputusan pada tujuan yang hendak dicapai, informasi yang tepat waktu dan dapat terpercaya, serta memperhatikan perkiraan keadaan yang akan datang. Dengan demikian, perencanaan membutuhkan pendekatan rasional ke arah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Nanang Fattah, 2009: 49).

(31)

Perencanaan membutuhkan data dan informasi agar keputusan yang diambil tidak lepas kaitannya dengan masalah yang dihadapi pada masa yang akan datang. Berdasarkan kurun waktunya dapat dibedakan menjadi perencanaan tahunan atau rencana jangka pendek (kurang dari lima tahun), rencana jangka menengah/sedang (5-10 tahun) dan rencana jangka panjang (di atas 10 tahun) (Nanang Fattah, 2009: 50).

Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggara sistem pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang lebih bermutu, relevan dengan kebutuhan pembangunan. Dalam kaitan ini cara-cara menyelenggarakan pendidikan yang baik bersifat formal, nonformal, maupun informal merupakan kegiatan komplementer di dalam satu sistem pendidikan yang tunggal.

Jenis perencanaan pendidikan, berdasarkan besarannya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu perencanaan makro, perencanaan meso dan perencanaan mikro. Perencanaan makro adalah perencanaan yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh, tujuan yang ingin dicapai dan cara-cara mencapai tujuan pada tingkat nasional. Tujuan yang akan dicapai berdasarkan sudut pandang perencanaan makro khususnya dalam bidang peningkatan SDM adalah pengembangan sistem pendidikan untuk menghasilkan tenaga pembangunan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif pendidikan harus menghasilkan tenaga yang cukup banyak sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Sedangkan secara kualitatif harus dapat menghasilkan tenaga

(32)

pembangunan yang terampil sesuai dengan bidangnya dan memiliki jiwa Pancasila. Untuk melaksanakan fungsi perencanaan makro strategi pendidikan hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Tujuan pendidikan nasional telah dirumuskan dengan jelas. Tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik.

b) Pemerintah memegang peranan utama dalam pengambilan keputusan dan menciptakan mekanisme kreja yang efektif.

c) Sumber-sumber pembiayaan hasrus dimobilisasikan dari sektor yang ada. d) Prioritas harus disusun, yang baik berkenaan dengan bentuk, tingkat dan

jenis pendidikan.

e) Alokasi biaya harus disediakan menurut prioritas yang telah ditetapkan. f) Penilaian yang berkesinambungan harus selalu dilaksanakan dan program

direvisi berdasarkan penilaian itu.

g) Pelaksanaan pendidikan mendapat latihan sesuai dengan tugas yang akan dikerjakannya (Nanang Fattah, 2009: 54-55).

Sedangkan pada perencanaan meso kebijakan yang telah ditetapkan pada tingkat makro, kemudian dijabarkan ke dalam program-program yang berskala kecil. Pada tingkat ini perencanaan sudah lebih bersifat operasional disesuaikan dengan, departemen atau unit-unit. Perencanaan mikro diartikan sebagai perencanaan pada tingkat institusional dan merupakan penjabaran dari perencanaan tingkat meso. Kekususan-kekususan dari lembaga mendapat perhatian, tetapi tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan makro atau meso.

(33)

Berikut indikator perencanaan yang akan diteliti dalam penelitian ini: 1) Merumuskan visi dan misi sekolah

2) Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan sekolah 3) Mengembangkan kebijakan operasional sekolah

4) Menyusun program

5) Menyusun program kurikulum

6) Menyusun sumber daya manusia/tenaga pendidikan/ 7) Menyusun program sarana prasarana

8) Menyusun program keuangan sekolah

9) Menyusun program hubungan masyarakat (Nanang Fattah, 2009: 55) 4. Pengorganisasian Manajerial Kepala Sekolah

Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, sebagai contoh sebuah perusahaan, sekolah, perkumpulan, badan-badan pemerintah. Kedua adalah merujuk pada proses pengorganisasian, yaitu bagaimana pekerjaan di atur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri dapat diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Chester I. Barnard organisasi mengandung tiga unsur, yaitu: 1) kemampuan untuk bekerja sama; 2) tujuan yang ingin dicapai dan; 3) komunikasi (Nanang Fattah, 2009: 71). Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tuga kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapain

(34)

sebagai sebuah proses yang berlangkah jamak. Proses pengorganisasian dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: (Nanang Fattah, 2009: 72)

Gambar 2. Proses Pengorganisasian

Tahap pertama, yang harus dilakukan dalam merinci pekerjaan adalah menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tahap kedua, membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perseorangan atau kelompok. Tahap ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota dengan cara yang rasional, efisien. Tahap keempat, menetapkan mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan yang harmonis. Tahap ke lima, melakukan monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian

1. Perincian Pekerjaan

3. Pembagian Kerja

5. Penyatuan Pekerjaan

7. Koordinasi Pekerjaan

(35)

Dalam penelitian ini dimensi pengorganisasian yang akan diteliti mencakup indikator-indikator sebagai berikut:

1) Mengembangkan dan mengubah struktur organisasi 2) Organisasi sekolah

3) Orientasi dan pembentukan harapan yang tinggi (arus dan kebijakan sekolah)

4) Pemberian tugas dan wewenang

5) Koordinasi kontribusi dari individu dan kelompok 5. Pengawasan Manajerial Kepala Sekolah

Terdapat banyak istilah yang berkaitan dengan pengawasan (controlling), yaitu monitoring, correcting, evaluating dan supervision. Pengawasan mengandung arti mengamati terus menerus, merekam, memberikan penjelasan dan petunjuk. Pengawasan mengandung arti pembinaan dan pelurusan terhadap berbagai ketidaktepatan dan kesalahan. Pengawasan merupakan kunci keberhasilan proses manajemen (Engkoswara,dkk., 2010: 219).

Pengawasan menurut Mockler (Stoner, 1996:592) adalah suatu usaha sistematis untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam tujuan-tujuan organisasi (Engkoswara,dkk., 2010: 219). Berdasarkan definisi

(36)

pengawasan tersebut dapat disimpulkan pengawasan merupakan proses untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan dalam pelaksanaan rencana agar segera dilakukan upaya perbaikan sehingga dapat memastikan bahwa aktivitas yang dilaksanakan secara riel merupakan aktivitas yang sesuai dengan apa yang direncanakan.

Menurut Murdick pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdiri dari tiga tahap, yaitu 1) menetapkan standar pelaksanaan, 2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan 3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana (Engkoswara,dkk., 2010: 220).

Mockler menyusun pengawasan menjadi empat langkah, yaitu: 1) menetapkan standar dan metode mengukur prestasi kerja; menetapkan standar dimulai dari menetapkan tujuan atau sasaran secara spesifik dan mudah diukur; 2) pengukuran prestasi kerja; kegiatan yang dijalankan untuk mencapai sasaran terus diukur keberhasilannya secara berulang bisa pengamatan langsung atau melalui penggunaan instrumen survey berisi indikator efektivitas kerja; 3) menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar; hasil pengukuran menjadi bahan informasi untuk membandingkan antara standar dengan keadaan nyata lapangan; 4) mengambil tindakan korektif; bila hasil pengukuran menunjukkan terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka dilakukan langkah korektif (Engkoswara,dkk., 2010: 220-221).

(37)

Pengawasan secara umum bertujuan untuk mengendalikan kegiatan agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan, sehingga hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah dtentukan dalam program kegiatan. Harsono (1996) menyatakan tujuan pengawasan pendidikan dan kebudayaan adalah untuk mendeteksi sedini mungkin segala bentuk penyimpangan serta menindaklanjutinya dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pendidikan. Prioritas pendidikan yang dimaksud adalah pemerataan kesempatan belajar, relevansi, dan peningkatan mutu (Engkoswara,dkk., 2010: 221)

Pengawasan pada dasarnya mempunyai tujuan untuk; 1) membuat pihak yang diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misinya secara lebih efektif dan efisien; 2) menciptkan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas; 3) menimbulkan suasana saling percaya dalam dan di luar lingkungan operasi organisasi; 6) mendorong terwujudnya good governance. Pengawasan secara efektif berfungsi sebagai “Early warning system” atau sistem peringatan dini yang sanggup memberikan informasi awal mengenai persiapan program, keterlaksanaan program dan keberhasilan program. Dunn (2000:510) merincikan empat fungsi pengawasan, yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan (Engkoswara,dkk., 2010: 221).

a) Fungsi eksplanasi; menjelaskan bagaimana kegiatan dilakukan. Termasuk di dalamnya hambatan dan kesulitan, serta alasan terdapatnya perbedaan hasil-hasil dari suatu kegiatan.

(38)

b) Fungsi akuntansi; artinya melalui pengawasan dapat dilakukan auditing terhadap penggunaan sumber daya dan tingkat output yang dicapai. Hal ini menjadi informasi yang bermanfaat untuk melakukan perhitungan program lanjutan atau program baru yang memiliki relevansi tinggi terhadap efektivitas program atau bahkan untuk pengembangan program.

c) Fungsi pemeriksaan; menelaah kesesuaian pelaksanaan kerja nyata dengan rencana.

d) Fungsi kepatuhan; menilai sejauhmana para pelaksana taat dengan aturan sehingga dapat diketahui tingkat disiplin kerja pegawai dinilai dari kepatuhan (compliance).

Dimensi pengawasan dalam penelitian ini akan mencakup indikator-indikator sebagai berikut:

1) Menentukan standar

2) Melakukan pengukuran prestasi 3) Memonitoring dan mengevaluasi

4) Membandingkan apakah prestasi yang dicapai sesuai dengan standarnya 5) Melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

6. Komunikasi Dalam Manajerial Kepala Sekolah

Komunikasi mengandung arti bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata communis, berarti, yang bermakna umum atau bersama-sama. Para ahli mendefinisikan

(39)

mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu penggemar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator (Engkoswara,dkk., 2010: 199).

Sedangkan Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (1964:527) mendefinisikan komunikasi, sebagai berikut: “Communication: the transmission of information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of symbol…” Artinya komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan emosi, ketrampilan dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol dan sebagainya (Engkoswara,dkk., 2010: 199).

Komunikasi adalah suatu pemindahan makna/pemahaman dari pengirim kepada penerima, di dalamnya tercakup tiga bagian penting dari komunikasi yang efektif, yaitu sang pengirim, sang penerima, dan keberhasilan pengiriman makna (Gibson, 1998). Komunikasi dalam organisasi didefinisikan sebagai upaya untuk meniadakan kesenjangan sehingga pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses komunikasi itu menjadi saling dekat satu dengan lainnya. Dengan demikian komunikasi, pada hakekatnya adalah saling mengakrabkan (Hasan, 1989) dalam (Engkoswara,dkk., 2010: 199).

Komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan. Ada unsur-unsur pokok dalam komunikasi, yaitu sebagai berikut:

1) Komunikator, adalah orang yang menyampaikan pesan kepada orang lain. 2) Komunikan, adalah orang yang menerima pesan dari orang lain.

(40)

3) Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan dapat berupa informasi, perasaaan, instruksi dan lain-lain.

4) Media adalah bentuk atau cara pesan itu disampaikan, media dapat berupa lisan, tertulis, film dan bentuk lainnya.

5) Efek, perubahan yang terjadi pada komunikan sesuai dengan harapan komunikator (Engkoswara,dkk., 2010: 200).

Bentuk komunikasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol yang berlaku umum atau yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang dalam proses komunikasi. Simbol-simbol yang digunakan oleh orang dalam komunikasi dapat berupa suara, tulisan atau dalam bentuk gambar-gambar. Bahasa adalah satu simbol yang sering banyak digunakan oleh orang, karena dengan bahasa orang dapat mengungkap fakta, fenomena, bahkan hal yang bersifat abstrak dapat diterjemahkan dengan bahasa (Engkoswara,dkk., 2010: 201)

Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang menggunakan sejumlah kumpulan dari isyarat, gerak tubuh, intonasi suara, dan sebagainya yang memungkinkan seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Duncan menjelaskan lima macam bentuk komunikasi non verbal, yaitu:

a) Kinesic, cara berkomunikasi dengan gerakan badan, tangan, ekspresi wajah dan sebagainya.

(41)

c) Chronemic, perilaku komunikasi berdasarkan lama atau sebentarnya terputus suatu komunikasi lisan.

d) Occulesics, gerakan mata

e) Physical Appearance, penampilan fisik (Engkoswara,dkk., 2010: 202). Komunikasi verbal dan komunikasi non verbal dipentingkan dalam organisasi dana dapat melingkupi komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi pada internal organisasi yang meliputi komunikasi personal (personal communication), komunikasi kelompok (group communiction). Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi antara pemimpin organisasi dengan khalayak di luar organisasi.

Komunikasi personal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (face to face) ataupun melalui media (mediated communication). Muhammad (2002:165) menjelaskan tujuan komunikasi antarpribadi,yaitu: a) Menemukan diri sendiri, b) menemukan dunia luar, c) membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti, d) berubah sikap dan tingkah laku, e) untuk bermain dan kesenangan, f) untuk membantu (Engkoswara,dkk., 2010: 202).

Komunikasi kelompok adalah komunikasi antar seorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka bisa kelompok besar (large group communiacation) atau kelompok kecil (small group communication). Komunikasi dalam kelompok besar (large group communication); komunikator dihadapkan pada kelompok komunikan yang jumlahnya banyak, ciri-cirinya: a) berlangsung satu arah; b) komunikan bersifat heterogen;

(42)

komunikan bersikap emosional; d) menimbulkan wabah mental (contagion mentale)(Engkoswara,dkk., 2010: 203).

Dalam kaitan penelitian ini dimensi komunikasi membuat indikator-indikator, yaitu: a) Menciptakan sistem b) Mengembangkan kecakapan c) Mengembangkan media d) Penyediaan personalia e) Konsultan

f) Mengenali status/karakter guru g) Pengendalian program

h) Mempertimbangkan program

7. Motivasi Dalam Manajerial Kepala Sekolah

Kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti “bergerak” yang dimaksud sebagai bergerak maju. Motivasi dalam konteks organisasi dijelaskan Hasibuan (1991) sebagai suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tercapai organisasi. Siagian (1980) mengartikan motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Engkoswara,dkk., 2010: 209). Pengertian motivasi menurut Sardiman (1994) menyatakan bahwa: Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk

(43)

melakukan sesuatu. Motif bekerja dapat bermacam-macam, namun dalam posisi ini motif kerja berupa pemberian semangat agar para karyawan melakukan pekerjaan dengan baik seperti dikatakan oleh Nitisemito (1992) yang mendefinisikan motivasi sebagai usaha atau kegiatan dari manajer untuk dapat meningkatkan semangat dan gairah kerja para bawahannya. Hal ini selaras apa yang dikatakan oleh Berliner (1984:367-369) motivasi adalah “The term used to describle what energize a person and what directs his activities”(Engkoswara,dkk., 2010: 209). Motivasi merupakan sesuatu yang menjadi dasar dari segala perilaku seseorang. Motif menimbulkan dan mempertahankan aktivitas dan menentukan arah umum perilaku seseorang, dan pada dasarnya motif-motif merupakan sumber terjadinya aksi. Motif memberi arah perilaku, sementara motivasi berfungsi sebagai penggerak perilaku kearah yang diinginkan.

Menurut Porter dan Lawler (Luthans, 2005: 249) kinerja dipengaruhi oleh 3 faktor yakni usaha, kemampuan, serta persepsi peran. Usaha menunjukkan banyaknya energi yang dikeluarkan dalam situasi tertentu yang dipengaruhi oleh nilai yang ada dari reward yang diberikan serta persepsi perbandingan antara usaha dan reward. Kemampuan ialah karakteristik individu seperti inteligensi, keterampilan sifat sebagai kekuatan potensial untuk berbuat sesuatu. Persepsi peran menunjukkan persepsi mengenai perilaku apa yang paling cocok dilakukan individu untuk mencapai sukses.

Indikator untuk mengetahui motivasi seseorang dalam suatu kegiatan menurut Makmun (1990), yaitu:

(44)

1. Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktu untuk melakukan kegiatan.

2. Frekuensi kegiatan, (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu.

3. Persistensinya, (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan. 4. Ketabahan, keuletan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.

5. Pengabdian dan pengorbanan untuk mencapai tujuan.

6. Tingkat aspirasi, (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target). 7. Tingkat kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai dari kegiatannya. 8. Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (Engkoswara,dkk 2010: 210).

Motivasi diberikan sebagai upaya memelihara semangat kerja karyawan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan optimal. Motivasi ditunjukan sebagai upaya mendorong dan merangsang pegawai untuk melakukan kegiatan atau tugasnya dengan rasa kesadaran. Sebagai upaya motivasi, pemimpin dapat melakukan kegiatan untuk meningkatkan kegairahan, kedisiplinan, kesejahteraan, prestasi, moral kerja, tanggung jawab terhadap tugas-tugas, produktivitas dan efisiensi pegawai. Hasibuan (1991) merincikan tujuan pelaksanaan motivasi, yaitu:

1. Mengubah perilaku pegawai sesuai dengan keinginan pemimpin. 2. Meningkatkan kegairahan pegawai.

3. Meningkatkan disiplin pegawai. 4. Meningkatkan kesejahteraan pegawai.

(45)

6. Meningkatkan moral kerja pegawai.

7. Meningkatkan rasa tanggungjawab pegawai terhadap tugas-tugas. 8. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

9. Memperbesar rasa tanggungjawab pegawai terhadap perusahaan.

10. Memperbesar partisipasi pegawai terhadap perusahaan (Engkoswara,dkk., 2010: 211).

Motivasi diperlukan untuk memelihara semangat dan bahkan meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga organisasi dapat mencapai tujuan secara produktif. Berdasarkan kajian terhadap hasil penelitian para ahli tentang motivasi, dipelajari beberapa aktivitas yang dapat dijadikan teknik memotivasi baik dari perbaikan iklim dan kualitas tempat kerja sampai kepada perbaikan dan peningkatan perilaku hubungan insani diantara personil serta memberikan reward yang memadai dan menantang kerja. Nitisemito (1992) merinci teknik-teknik motivasi sebagai berikut:

1. Pemberian gaji yang cukup. 2. Memperhatikan kebutuhan sosial. 3. Sekali-kali menciptakan suasana santai. 4. Memperhatikan harga diri.

5. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat. 6. Memberikan kesempatan untuk maju.

7. Memperhatikan perasaan aman para pegawainya untuk menghadapi masa depan.

(46)

9. Sesekali mengajak karyawan untuk berunding. 10. Memberikan insentif

11. Fasilitas yang menyenangkan (Engkoswara,dkk., 2010: 218). B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah Pertama Tri Yuni Hendrowati pada tahun 1997 dengan judul Efektifitas Kepemimpinan Sekolah, Suatu studi Terhadap Kepala-kepala SMU Negeri di Propinsi Lampung. Hasil dari penelitiannya diperoleh gambaran bahwa, pertama terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepribadian kepala sekolah dengan efektifitas kepemimpinannya di sekolah, kedua terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterampilan kepala sekolah dalam menjalin hubungan antar manusia dengan efektifitas kepemimpinan di sekolah, ketiga, terdapat kontribusi yang signifikan dari kepribadian kepala sekolah dan keterampilan kepala sekolah dalam menjalin hubungan antar manusia secara bersama-sama terhadap efektifitas kepemimpinan di sekolah. Penelitian yang kedua tentang keefektifan kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan oleh Girma Asefa Tulu pada tahun 1997 dengan : judul The effectiveness of leadership in public technical vocational senior secondary school in the municipality of Yogyakarta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa, pertama terdapat hubungan yang positif antara kepuasan kerja guru dan keefektifan sekolah. Kedua terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keefektifan guru dalam melaksanakan pengajaran dan keefektifan sekolah. Ketiga terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

(47)

dan signifikan antara keefektifan sekolah dan keefektifan pemimpin. Kelima terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama antara kepuasan kerja guru, efektifitas guru dalam melaksanakan pengajaran, iklim sekolah dan efektifan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa makin baik iklim yang tercipta sekolah, maka akan makin tinggi kepuasan guru dan efektifitas guru dalam melaksanakan tugas pengajaran, makin tinggi pula keefektifan sekolah yang dilandasi oleh keefektifan kepemimpinan sekolah.

Temuan penelitian Madyo Ekosusilo (2003:60) menunjukkan bahwa, kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru) berkorelasi positif dan mempunyai hubungan yang signifikan antara kegiatan KKG dengan kemampuan profesional guru SD di kabupaten Sukoharjo, artinya semakin baik dan intensif kegiatan KKG semakin meningkatkan kemampuan profesional guru. Temuan penelitian ini sejalan dengan sistem pembinaan profesional guru yang dilakukan memalui gugus lain seperti PKG (Pusat Kajian Guru), MGMP, KKG, dan sebagainya.

Hasil penelitian Sugiyatno (2000), menyimpulkan bahwa setelah mengikuti program MGMP guru-guru Bahasa Indonesia SLTP di Samarinda memperoleh peningkatan keterampilan mengajar dalam kategori baik. Disisi lain penelitian Tarjudin (2003), menunjukkan bahwa secara umum kegiatan MGMP memberikan manfaat yang tinggi sehingga guru mempunyai ketrampilan yang baik dalam melakukan kegiatan pembelajarannya.

Beberapa penelitian di atas mengkaji dan mengungkap kepemimpinan kepala sekolah secara umum. Dalam penelitian ini, penelitian mengkaji

Gambar

Gambar 1. Manajemen sekolah
Gambar 2. Proses Pengorganisasian
Gambar 3. Kerangka Pikir  D. Pertanyaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Spiritual entrepreneurship dimaknai sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan sebuah organisasi dengan cara pandang yang universal yang dapat

Melonjaknya jumlah larva sidat yang masuk pada bulan Februari 2009 adalah karena faktor kecepatan arus di mulut sungai yang rendah sebagai imbas melebarnya mulut sungai. Hal

Segala sesuatu yang hidup di dunia ini, apakah itu makhluk yang bernyawa maupun makhluk yang tidak bernyawa, pasti mempunyai latar belakang atau sejarahnya

Berdasarkan temuan alat-alat batu yang ada menunJukkan bahwa penghuni Gua Macan memiliki keahlian teknologi yang baik, hal tersebut dibuktikan dengan kondisi

Dalam keseimbangan pada film Slepping Beauty, lebih memperlihatkan bagaimana kehidupan raja dan ratu, ketika mereka telah mempunyai seorang anak yang telah lama mereka

Mikroprosesor yang pertama kali digunakan untuk komputer rumah adalah Intel 8080 yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974.. Prosesor ini berukuran 8

UPT BP4K2P KECAMATAN TANJUNG RAYA..

suatu lembaga yang pembentukan pertama dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat Nomor 135 Tahun 1990 tanggal 26 Maret 1990 tentang susunan Organisasi