I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang
Kesehatan adalah hak asasi setiap umat manusia, oleh karena itu pada pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) diamanatkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sedangkan pada Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) dikatakan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan serta Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dimulai pada tanggal 1 januari 2014 merupakan perwujudan dari upaya pemerintah untuk memenuhi target pemerataan pelayanan kesehatan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat terjamin kesehatannya secara komprehensif. Sistem pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang selama ini dilaksanakan tidak terstruktur , harus sudah dimulai pelaksanaannya agar terstruktur sesuai dengan sistem rujukan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah untuk menjamin aksesibilitas masyarakat kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, mendorong standar mutu pelayanan kesehatan secara rasional serta mendorong efisiensi pelayanan kesehatan sehingga seluruh masyarakat Indonesia memperoleh manfaat jaminan perlindungan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, pembenahan dan optimalisasi berbagai aspek dari seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia sangat diperlukan.
Dalam rangka ikut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Universitas Jenderal Soedirman berinisiatif untuk mendirikan sarana pelayanan kesehatan berupa Klinik Pratama sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tahap pertama (PPK 1) yang akan dimanfaatkan sebagai penyedia dan penyelenggara pelayanan kesehatan primer yang diberi nama Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed. Selain sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan primer yang berfungsi menjadi wahana belajar mengajar bagi mahasiswa jurusan Kedokteran/Kedokteran Gigi dan Ilmu-Ilmu Kesehatan lainnya di
lingkungan Unsoed klinik ini juga sebagai pendorong kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.
2. Maksud dan tujuan
Maksud dibuatnya proposal ini adalah untuk memberikan gambaran kepada stake holders tentang rencana pendirian Klinik Pratama Rawat Jalan Universitas Jenderal Soedirman sebagai Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Primer (PPK 1) dengan tujuan:
a. Tersedianya Sarana Pelayanan Kesehatan Primer sebagai gate keeper pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang sekaligus dapat digunakan sebagai wahana Pendidikan Kedokteran/ Kedokteran Gigi dan Ilmu-Ilmu kesehatan lainnya yang memenuhi standar pendidikan profesi dan standar kompetensi serta sebagai persyaratan akreditasi dalam rangka memenuhi penjaminan mutu pendidikan di Universitas Jenderal Soedirman.
b. Mensukseskan Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, mendorong standar mutu pelayanan kesehatan secara rasional serta mendorong efisiensi pelayanan kesehatan sehingga seluruh masyarakat Indonesia memperoleh manfaat jaminan perlindungan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Terlaksananya Tridharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat
d. Tersedianya sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan, penelitian di bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lainnya pada tingkat dasar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK.
3. Dasar Hukum
a. Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;
d. Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional;
e. Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; f. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
g. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Jaminan Sosial Nasional;
h. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran; i. Undang-Undang Nomor 13 tahun 1950 Tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jateng;
j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir 2dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
k. Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; l. Undang-Undang no 26 tahun 2006 tentang Penataan Ruang;
m. Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
n. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 22/KKI/Kep/XI/2006 tanggal 9 Nopember 2006 tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi;
o. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 23/KKI/Kep/XI/2006 tanggal 9 Nopember 2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi; p. Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi; q. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum;
r. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan kesehatan; s. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
028/Menkes/Per/I/2011 Tentang Klinik;
t. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional;
u. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013;
v. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
w. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
x. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan;
y. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 9 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyumas (Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2008 Nomor 5 Seri E);
z. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas nomor 3 tahun 2011 tentang Bangunan Gedung.
4. Pengertian
a. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
b. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan (perawat dan atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).
c. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar d. Pelayanan medik adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan standar pelayanan medis dengan memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas secara optimal.
e. Pelayanan Medik Gigi Dasar adalah kegiatan pelayanan gigi dan mulut perorangan dan keluarga yang meliputi aspek pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier, yang dilaksanakan tenaga profesional kesehatan gigi dan mulut, baik berupa tindakan kompleks maupun sederhana, sesuai dengan standar yang berlaku.
f. Pelayanan kesehatan komprehensif adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
h. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
i. Tenaga medis adalah dokter, dokter spesiaJis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
j. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
k. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. l. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
m. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
II. PRINSIP DASAR PENDIRIAN KLINIK PRATAMA UNSOED
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 Tentang Klinik, pada prinsipnya, pendirian klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, sarana prasarana, peralatan, serta ketenagaan.
1. Bangunan dan ruangan
Persyaratan bangunan klinik pratama paling sedikit terdiri atas: a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang konsultasi dokter c. ruang administrasi; d. ruang tindakan;
e. ruang farmasi; f. kamar mandi/wc;
2. Sarana dan prasarana
Prasarana klinik meliputi: a. instalasi air;
b. instalasi listrik;
c. instalasi sirkulasi udara; d. sarana pengelolaan limbah;
e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan g. sarana penunjang lainnya sesuai kebutuhan.
3. Peralatan
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. adapun persyaratannya adalah sebagai berikut:
a. memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan, miliki izin edar sesuai ketentuan peraturan
b. harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengarnana-n Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.
c. peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.
4. Ketenagaan
a. Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
b. Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi.
c. Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Perizinan
a. Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
b. Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik.
c. Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan: 1) Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;
2) salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan;
3) identitas lengkap pemohon;
4) surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat; 5) bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan
bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan;
6) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
7) profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang diberikan;
8) persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlaku izinnya.
III. ANALISIS SITUASI
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk dapat menentukan jenis pelayanan kesehatan dasar yang akan dieselenggarakan, dibutuhkan analisis data sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyumas, Jumlah penduduk pada Tahun 2012 (angka proyeksi sementara dari BPS) adalah sekitar 1,603,037 jiwa dengan jumlah penduduk terbanyak adalah kecamatan Cilongok. Dengan luas Kabupaten Banyumas seluas 1,327.59 kilometer persegi (km²) rata – rata kepadatan penduduk sebesar 1,207 jiwa untuk setiap km².
Kecamatan Banyaknyadesa
Luas
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk per
Wilayah Desa ( km2 ) ( km2 ) Lumbir 10 102.66 44,115 4,412 430 Wangon 12 60.78 74,694 6,225 1,229 Jatilawang 11 48.16 58,293 5,299 1,210 Rawalo 9 49.64 46,390 5,154 935 Kebasen 12 54.00 57,050 4,754 1,056 Kemranjen 15 60.71 64,168 4,278 1,057 Sumpiuh 14 60.01 50,853 3,632 847 Tambak 12 52.03 42,671 3,556 820 Somagede 9 40.11 32,629 3,625 813 Kalibagor 12 35.73 47,252 3,938 1,322 Banyumas 12 38.09 46,442 3,870 1,219 Patikraja 13 43.23 52,105 4,008 1,205 Purwojati 10 37.86 31,495 3,150 832 Ajibarang 15 66.50 92,545 6,170 1,392 Gumelar 10 93.95 45,969 4,597 489 Pekuncen 16 92.70 65,705 4,107 709 Cilongok 20 105.34 112,759 5,638 1,070 Karanglewas 13 32.50 59,809 4,601 1,840 Kedungbanteng 14 60.22 52,824 3,773 877 Baturaden 12 45.53 49,108 4,092 1,079 Sumbang 19 53.42 77,809 4,095 1,457 Kembaran 16 25.92 75,690 4,731 2,920 Sokaraja 18 29.92 80,202 4,456 2,681 Purwokerto Selatan 7 13.75 73,266 10,467 5,328 Purwokerto Barat 7 7.40 50,716 7,245 6,854 Purwokerto Timur 6 8.42 58,148 9,691 6,906 Purwokerto Utara 7 9.01 60,330 8,619 6,696 Jumlah 331 1,327.59 1,603,037 4,843 1,207
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin
Lumbir 21,798 22,317 44,115 97.67 Wangon 37,290 37,404 74,694 99.70 Jatilawang 28,897 29,396 58,293 98.30 Rawalo 23,171 23,219 46,390 99.79 Kebasen 28,703 28,347 57,050 101.26 Kemranjen 32,159 32,009 64,168 100.47 Sumpiuh 25,496 25,357 50,853 100.55 Tambak 21,413 21,258 42,671 100.73 Somagede 16,137 16,492 32,629 97.85 Kalibagor 23,814 23,438 47,252 101.60 Banyumas 23,138 23,304 46,442 99.29 Patikraja 26,030 26,075 52,105 99.83 Purwojati 15,678 15,817 31,495 99.12 Ajibarang 46,534 46,011 92,545 101.14 Gumelar 23,259 22,710 45,969 102.42 Pekuncen 32,488 33,217 65,705 97.81 Cilongok 56,799 55,960 112,759 101.50 Karanglewas 30,274 29,535 59,809 102.50 Kedungbanteng 26,898 25,926 52,824 103.75 Baturaden 24,418 24,690 49,108 98.90 Sumbang 39,027 38,782 77,809 100.63 Kembaran 37,933 37,757 75,690 100.47 Sokaraja 39,986 40,216 80,202 99.43 Purwokerto Selatan 36,437 36,829 73,266 98.94 Purwokerto Barat 24,872 25,844 50,716 96.24 Purwokerto Timur 28,447 29,701 58,148 95.78 Purwokerto Utara 29,632 30,698 60,330 96.53 Jumlah 800,728 802,309 1,603,037 99.80
Perbandingan penduduk Kabupaten Banyumas Tahun 2012 berdasarkan jenis kelamin.
2. Status Kesehatan.
a. Penyakit gigi dan mulut
Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga – Survey Kesehatan Nasional (SKRT-SKN) 2001, penyakit gigi dan mulut menempati urutan teratas (60% penduduk) untuk sepuluh kelompok penyakit yang terbanyak dikeluhkan masyarakat. Data hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 2004 yang dilakukan Departemen Kesehatan menyebutkan prevalensi karies (berlubang) gigi di Indonesia adalah 90,05%. Index DMF-T mencapai rata-rata 5,26 ini berarti jumlah kerusakan gigi rata-rata perorang adalah lebih dari 5 gigi. Performance Treatment Index atau motivasi untuk menumpatkan gigi yang karies pada umur 12-18 tahun sangat rendah sekitar 4-5% sedangkan besarnya kerusakan yang belum ditangani dan memerlukan penumpatan dan atau pencabutan (Required Treatment Index) pada usia ini sebesar 72,4 % -82,5%.
Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut ke dua terbanyak diderita masyarakat yaitu ± 70% dan sebesar ± 4-5% penduduk menderita penyakit periodontal lanjut yang dapat menyebabkan gigi goyang dan lepas, saat ini paling banyak ditemukan pada usia muda. Salah satu faktor etiologinya adalah karang gigi, dijumpai pada 46,2 % penduduk dan prevalensinya pada penduduk desa lebih tinggi ( 48,9 % ) dari pada di kota (42,5 % ). Hal ini menunjukkan upaya kesehatan gigi dan mulut di Indonesia,khususnya di daerah pedesaan belum terselenggara secara maksimal, menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Di Jawa Tengah, menurut laporan Propinsi Jawa Tengah pada Riset Kesehatan Dasar 2007, proporsi penduduk bermasalah gigi mulut dalam 12 bulan terakhir sebesar 25,8% dan yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi sebesar 28,3%. Kabupaten dengan proporsi penduduk bermasalah gigi mulut tertinggi adalah Kabupaten Surakarta (37,6%) . Proporsi penduduk yang menerima perawatan dari tenaga medis gigi tertinggi ada di Kabupaten Karang Anyar (49,8%) Proporsi tertinggi penduduk yang sudah kehilangan
seluruh gigi aslinya ada di kabupaten Purworejo (4,1%). Proporsi jenis perawatan gigi berupa pengobatan tertinggi di Kabupaten/kota Pemalang (97,5%) Proporsi penambalan/pencabutan/bedah gigi paling tinggi di Semarang kota (50,2%) Proporsi pemasangan gigi palsu paling tinggi di Klaten (10,7%) Konseling perawatan/kebersihan gigi paling tinggi di Purworejo (32,5%). Proporsi perilaku menggosok gigi setiap hari di semua Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah di atas 80%, paling tinggi di kota Surakarta (97,9%). Di Propinsi Jawa Tengah perilaku menggosok gigi yang benar hanya dilakukan oleh 4,5%, proporsi tertinggi di kota Surakarta (15,6%). Dilihat dari seluruh komponen kerusakan gigi (DMF-T), kabupaten dengan rata-rata jumlah kerusakan gigi tertinggi ada di kabupaten Semarang dengan rata-rata 10 gigi/orang Rata-rata jumlah kerusakan gigi per orang baik berlubang, dicabut, maupun ditumpat sebesar 5,4. Prevalensi karies aktif di provinsi Jawa Tengah sebesar 43,1% dan pengalaman karies sebesar 67,8%. Prevalensi karies aktif tertinggi di Semarang kota (74,0%) Sedangkan proporsi pengalaman karies tertinggi di Kabupaten Semarang (86,6%). Gambaran besarnya kerusakan gigi yang belum ditangani (RTI) tertinggi di Kabupaten Semarang (42,6%), sedangkan motivasi untuk menumpatkan gigi berlubang atau mempertahankan gigi tetap, tertinggi di Kabupaten/kota Salatiga (7,4%). Penduduk provinsi Jawa Tengah umur 12 tahun ke atas 90,0% memiliki fungsi normal gigi (mempunyai minimal 20 gigi berfungsi), lebih tinggi dari pada hasil SKRT 2001 (86,5%). Proporsi penduduk dengan fungsi gigi normal tertinggi di Kabupaten Kudus (95,9%), terendah di Kabupaten Temanggung (78,0%). Proporsi edentulous atau hilang seluruh gigi sebesar 1,8% sedikit lebih rendah daripada hasil SKRT 2001 (2,6%), tertinggi di Kabupetn Magelang (3,7%), Secara umum 2,9% penduduk telah memakai protesa atau gigi tiruan lepas atau gigi tiruan cekat, tertinggi ditemukan di Kaupaten (10,7%). Dalam hal permasalahan gigi dan mulut, Kabupaten Banyumas menduduki angka 33,5 % yaitu nomor dua setelah Kabupaten Surakarta.
b. Penyakit Menular
Dalam 12 bulan terakhir, di Provinsi Jawa Tengah Filariasis klinis terdeteksi dengan prevalensi yang sangat rendah (rentang: 0,3 – 2,5 per mil). Namun ada 7 Kabupaten yang prevalensinya antara 1 – 3 per mil, lebih tinggi dari
prevalensi filarisis di Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan (0,6 per mil). Prevalensi DBD klinis dalam 1 tahun terakhir dapat dideteksi di hampir semua Kabupaten/ Perkotaan di Provinsi Jawa Tengah (rentang prevalensi 0,1 – 1,8%), kecuali di Perkotaan Salatiga. Prevalensi DBD yang relatif tinggi dijumpai di Kabupaten Jepara, Pemalang, Grobogan dan Perkotaan Tegal. Dalam kurun waktu 1 bulan terakhir, prevalensi malaria di Provinsi Jawa Tengah dijumpai sebesar 0,4%, dengan rentang 0 – 1,6%. Di provinsi Jawa Tengah ada 10 Kabupaten dengan persentase orang yang minum obat program masih di bawah 50%. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) tersebar di seluruh Provinsi Jawa Tengah dengan rentang prevalensi yang sangat bervariasi (10,7,1 – 43,1%). Angka prevalensi ISPA dalam sebulan terakhir di Provinsi Jawa Tengah adalah 29,1%. Prevalensi di atas angka provinsi ditemukan di 16 Kabupaten/ Kota, dengan kasus terbanyak ditemukan di Kabupaten Kudus. Secara umum, di Provinsi Jawa Tengah rasio prevalensi Pneumonia sebulan terakhir adalah 2,1% (rentang 0,3 – 6,1%). Prevalensi Pneumonia yang relatif tinggi dijumpai di Kabupaten Pemalang, Banyumas, Cilacap dan Perkotaan Tegal. Tidak semua daerah dengan prevalensi ISPA tinggi juga mempunyai prevalensi Pneumonia tinggi, seperti di Kabupaten Kudus, Demak, Kendal, dan Perkotaan Semarang. Di provinsi ini TB terdeteksi dengan prevalensi 1,5 per 100, tersebar di hampir seluruh Kabupaten/ Kota (rentang : 0 di Perkotaan Pekalongan – 5,4/100 di Kabupaten Cilacap). Di Provinsi Jawa Tengah, dalam 12 bulan terakhir penyakit ini masih terdeteksi dengan prevalensi 1,1% (rentang 0,2– 2,9%). Di beberapa Kabupaten/ Kota prevalensinya masih 2% atau lebih tinggi, yaitu di Kabupaten Sragen, Jepara, Temanggung, Cilacap, dan Pemalang. Dalam 12 bulan terakhir, tifoid klinis dapat dideteksi di Provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi 1,6%, dan tersebar di seluruh Kabupaten/ Kota dengan rentang 0,2 – 3,5%. Prevalensi tifoid tertinggi dilaporkan dari Kabupaten Wonosobo, Pemalang, dan Cilacap, yaitu lebih dari 3%. Hepatitis tidak teridentifikasi di Perkotaan Magelang. Prevalensi hepatitis tertinggi ditemukan di Kabupaten Cilacap yakni sebesar 2,2% dibandingkan dengan prevalensi Provinsi Jawa Tengah yang hanya 0,5%. Prevalensi di provinsi ini sebesar 9,2% (rentang prevalensi 1,4 – 17,5%). Kabupaten Pemalang dan Batang mempunyai
prevalensi diare di atas 15%, namun pemakaian oralitnya masih di bawah 30%.
c. Penyakit Tidak Menular
Prevalensi penyakit sendi di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan adalah 12,0%, secara keseluruhan, penyakit sendi yang pernah dialami adalah 36,8%. Prevalensi tertinggi di Kabupaten Kendal (24,8%) dan terendah terdapat di Kabupaten Magelang (4,1%). Prevalensi hipertensi menurut hasil wawancara di Provinsi Jawa Tengah sebesar 8,2% sedangkan menurut hasil pengukuran tekanan darah sebesar 37%, Prevalensi tertinggi hipertensi menurut hasil pengukuran terdapat di Kabupaten Wonogiri (49,5%) dan terendah hasil pengukuran terdapat di Demak (26,5%). Prevalensi penyakit stroke di provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan 0,6%, dan secara keseluruhan sebesar 0,8%. Prevalensi penyakit stroke tertinggi terdapat di Kabupaten Semarang (1,7%), Prevalensi penyakit asma di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 1,3%, dan secara keseluruhan adalah 3%, Kabupaten dengan prevalensi tertinggi di Kabupaten Cilacap (5,6%), Wonosobo (4,5%), Jepara dan Brebes (masingmasing 4,4%). Prevalensi penyakit jantung di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,8%, dan secara keseluruhan adalah 8,4%, Prevalensi tertinggi ada di Kabupaten Pemalang (17,3%), Cilacap (17,1%), Banjarnegara (15,2%). Prevalensi penyakit diabetes menurut diagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,8%, secara keseluruhan adalah 1,3%, Prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Cilacap (3,9%), diikuti Kabupaten Tegal Kota (3,1%), Surakarta (2,8%), Pemalang (2,1%). Prevalensi tumor/kanker menurut diagnosis tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengahsebesar 0,8%, Prevalensi tertinggi di Kabupaten Magelang (1,6%), Cilacap (1,5%), Kebumen (1,3%), Banyumas, Wonogiri, Surakarta, Tegal Kota (masing-masing 1,2%) Prevalensi gangguan jiwa berat (schizophrenia) di Provinsi Jawa Tengah sebesar 3,3‰. Prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Sragen (7,4%), Wonogiri dan Purworejo masing-masing 6,1‰ dan 6,‰. Prevalensi buta warna di Provinsi Jawa Tengah sebesar 6,9‰, ada kabupaten yaitu Demak dan Magelang Kota yang tidak didapatkan buta warna, prevalensi tertinggi terdapat di kabupaten Pekalongan (22,2.‰). Prevalensi glaukoma di Provinsi Jawa Tengah sebesar 2,7‰., prevalensi
tertinggi terdapat di Kabupaten Pekalongan (22,3‰.). Prevalensi bibir sumbing di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,9‰. prevalensi tertinggi di Kabupaten Wonogiri (3,7‰). Prevalensi dermatitis di Provinsi Jawa Tengah sebesar 8%, tertinggi di Kabupaten Pemalang (15,7%), Sragen (13,8%), Salatiga (13,4%) Prevalensi Rhinitis di Provinsi Jawa Tengah sebesar 27,8‰. Prevalensi tertinggi ditemukan di kabupaten Pemalang (80,3‰.) Prevalensi thalasemia di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,5‰., tidak ditemukan kasus di 17 kabupaten. Prevalensi tertinggi di Purworejo (2,2‰.) Prevalensi hemofili sebesar 0,5‰, tertinggi di Kabupaten Banyumas (2,3‰.) Di 15 Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tidak didapatkan kasus hemofili. Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Tengah sebesar 12%. Prevalensi tertinggi ada di Kabupaten Banjarnegara (30,5%), Proporsi penduduk usia 6 tahun ke atas di provinsi Jawa Tengah dengan low vision dengan koreksi kacamata maksimal atau tidak sebesar 5,9% dan proporsi kebutaansebesar 1%. Proporsi low vision tertinggi terdapat di Purworeja (10,5%), Proporsi kebutaan tertinggi di Sragen (2,7%) dan Brebes (2,7%) Cakupan operasi katarak tampak masih sangat rendah (3,3% pada low vision dan 4,1% pada kebutaan) dan merata di seluruh provinsi.
d. Cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak
Di propinsi Jawa Tengah persentase ukuran bayi lahir menurut persepsi ibu paling banyak (70,8%) adalah normal, kecil (25,4%) dan ukuran besar (18,6%). Persentase cakupan penimbangan di Provinsi Jawa tengah sebesar 93,4%. Persentase cakupan 100% terdapat di 11 kabupaten dari 35 kabupaten di propivinsi Jawa Tengah. Sebagian besar ibu di Jawa Tengah memeriksakan kehamilannya (95,4%). Terdapat beberapa kabupaten yang cakupan pemeriksaan kehamilannya mencapai 100% (16 kabupaten) sedangkan terendah di Perkotaan Semarang (82,5%). Secara keseluruhan (8 jenis pemeriksaan) persentase tertinggi adalah pemeriksaan tekanan darah (98,1%) dan terendah pada pemeriksaan kadar hemoglobin (27,2%).
e. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Di Jawa Tengah persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang merokok tiap hari 24,3%. prevalensi perokok saat ini 30,7% dengan rerata jumlah rokok yang dihisap 8,9 batang per hari. Usia mulai merokok tiap hari yaitu pada
rentang usia 15-19 tahun. Penduduk yang merokok, 83,8% juga merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga. Perilaku kurang konsumsi sayur dan buah sebesar 91,5%, kurang aktifitas fisik sekitar 19,3% dan merokok sebanyak 27,6%.
Prevalensi penduduk 10 tahun ke atas dengan konsumsi makanan berisiko seperti makanan manis 65,3% , makanan asin 27,6%, makanan berlemak, penyedap 85,6%, kafein 19,2%, jeroan 1,6%, makanan dipanggang 2,4% dan makanan diawetkan 5,4%. Dalam 12 bulan terakhir, tingkat konsumsi alkohol 2,2% yang berada pada rentang 0,8 – 5,7%. Konsumsi tertinggi di Kabupaten Salatiga Sebagian besar penduduk kurang aktivitas fisik (37%) dengan rentang 28,1 - 55,8%. Pernah mendengar tentang flu burung. di antara penduduk, 54,2% memiliki pengetahuan yang benar dan 58,9% memiliki sikap yang benar. Penduduk yang merahasiakan apabila ada anggota rumah tangga yang menderita HIV/AIDS yaitu sebesar 29,8%, dan 93,7% yang melakukan konseling dan pengobatan. Proporsi rumah tangga dengan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dengan klasifikasi baik di Provinsi Jawa Tengah sebesar 37,8 persen.
3. Lingkungan kampus Universitas Jenderal Soedirman.
Unsoed mempunyai mahasiswa sekitar 20.000 (dua puluh ribu) orang serta tenaga pendidik dan kependidikan sekitar 2.500 (dua ribu lima ratus orang). Dari keseluruhan mahasiswa serta tenaga pendidik dan kependidikan tersebut membutuhkan sarana pelayanan kesehatan primer yang terstandar.
Peran serta Universitas Jenderal Soedirman yang berkaitan dengan kepedulian sosial di lingkungan sekitarnya dengan menjadikan klinik tersebut sebagai pelayanan kesehatan primer, sehingga akan mempermudah akses pelayanan oleh kalangan sivitas akademika dan masyarakat.
Dari analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Banyumas memiliki jumlah penduduk yang cukup padat yaitu nomor tiga dari seluruh kabupaten di Jawa Tengah.
1. Kepemilikan:
Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed adalah milik Universitas Jenderal Soedirman yang berstatus Badan Layanan Umum.
2. Pengorganisasian a. Struktur Organisasi
Bagan struktur organisasi dan Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari poposal ini.
b. Visi dan Misi Visi
“ Menjadi klinik pratama yang memenuhi standar pelayanan kesehatan primer , standar pendidikan kedokteran/kedokteran gigi dan standar pendidikan ilmu-ilmu kesehatan lainnya pada tahun 2017”
Misi
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer secara komprehensif yang berkualitas dan sesuai standar dalam rangka menjamin kesehatan masyarakat.
2) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mahasiswa kedokteran/kedokteran gigi dan ilmu-ilmu kesehatan lainnya agar menjadi tenaga kesehatan yang berakhlak dan bermoral serta memahami hak asasi manusia.
3) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mahasiswa kedokteran/kedokteran gigi dan ilmu-ilmu kesehatan lainnya agar memiliki sikap akademik, profesional, kompetitif, mempunyai kemampuan memimpin dan memecahkan masalah serta mudah beradaptasi.
4) Menyelenggarakan penelitian di bidang kesehatan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, dan teknologi kesehatan yang relevan dengan pengembangan sumberdaya pedesaaan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5) Menyebarluaskan hasil penelitian melalui publikasi, kaji tindak, dan penerapan teknologi inovatif pada masyarakat.
3. Kegiatan
a. Berdasarkan jenis pelayanannya, Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan dan home visit/ care. Adapun pelayanan yang akan diberikan oleh Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed adalah :
1) Poli Umum
Adalah upaya pelayanan primer atau usaha yang diberikan oleh klinik untuk memberikan pertolongan langsung kepada pasien yang ditangani langsung oleh dokter umum.
2) Poli Gigi
Poli yang menyediakan pelayanan dokter gigi untuk penanganan atau tindakan medik dasar sekitar perawatan gigi seperti : penambalan, pencabutan, perawatan syaraf gigi dan pembersihan karang gigi.
3) Poli Keluarga Berencana
Poliklinik yang melayani suntik KB, Pil KB, pemeriksaan kehamilan dan KIA.
4) Laboratorium Dasar/Sederhana
Meliputi pemeriksaan gula darah (glukosa), kolesterol, dan asam urat. 5) Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed dan dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan kewenangan kefarmasian.
b. Dalam bidang pendidikan Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed adalah wahana untuk melaksanakan pendidikan profesi bagi mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi dan ilmu-ilmu kesehatan lainnya.
c. Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan tinggi, maka Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed menyediakan sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan, pendidikan, penelitian di bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lainnya pada tingkat dasar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK.
d. Sejalan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial untuk melayani masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengelolaan.
Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed melaksanakan tata kelola klinis dan tata kelola administrasi.
a. Tata kelola klinis
Tata kelola klinis dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan medis dengan mengutamakan keamanan pasien.
b. Tata kelola administrasi
Tata kelola administrasi meliputi administrasi keuangan, administrasi perkantoran, administrasi kepegawaian serta pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Rencana lokasi dan bangunan.
a. Lokasi
Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed direncanakan di Kampus Unsoed Kalibakal. Jalan Jenderal Soedirman. Dipusat kota Purwokerto. Lokasi ini cukup strategis karena terletak dipinggir jalan utama dan cukup ramai. Telah dibuat studi kelayakan pendirian klinik pratama ini.
b. Bangunan dan Ruangan
Bangunan yang direncanakan untuk Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed merupakan bangunan permanen bekas kampus yang akan direnovasi menjadi klinik sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku. Bangunan ini berdiri diatas sebidang tanah seluas 4880 m2 dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Rencana denah ruangan merupakan lampiran dari proposal ini. Karena Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed akan digunakan sebagai wahana pembelajaran mahasiswa yang sedang melaksanakan pendidikan profesi, utamanya mahasiswa pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi maka dibutuhkan ruang tambahan yaitu:
1) Ruang diskusi; 2) Ruang dosen; 3) Ruang loker;
Berkaitan dengan rencana pelayanan kesehatan yang akan diberikan, maka distribusi ruangan adalah :
1) Ruang poliklinik (dokter umum, dokter gigi, bidan); 2) Ruang gawat darurat (IGD);
3) Ruang laboratorium; 4) Ruang farmasi; 5) Ruang jaga 6) Ruang logistik;
(Gambar perencanaan denah bangunan terlampir dalam proposal ini)
6. Rencana Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Klinik Pratama Rawat Jalan Unsoed meliputi :
a. Sarana dan prasarana umum (parkir, kantin, ruang tunggu pasien dan keluarganya, RTH)
b. Pengolahan limbah c. Peralatan medis d. Generator unit
7. Sumberdaya Manusia meliputi:
a. Tenaga Medis, terdiri dari : 1) Dokter umum
2) Dokter gigi umum
b. Tenaga pendukung medis, terdiri dari : 1) Perawat 2) Bidan 3) Apoteker 4) Asisten Apoteker 5) Ahli gizi 6) Psikolog 7) Laboran
c. Tenaga non-kesehatan, terdiri dari : 1) Administrasi
2) Penjaga Keamanan 3) Petugas Kebersihan
1. Kesimpulan:
a. Dengan diselenggarakannya Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan menjadi terstruktur sesuai dengan sistem rujukan yaitu dari PPK1 ke PPK2 selanjutnya ke PPK3.
b. Sejalan dengan pelayanan primer (PPK 1) sebagai gate keeper, maka pelayanan kesehatan primer dan sekunder tidak dapat dilaksanakan dalam satu atap sehingga tidak bisa dilaksanakan lagi menjadi satu di rumah sakit . c. Unsoed sebagai institusi yang mempunyai program pendidikan profesi Ilmu
Kedokteran/Kedokteran Gigi dan ilmu kesehatan lainnya harus segera menyesuaikan sistem pendidikannya karena kurikulum pendidikan profesi kedokteran/kedokteran gigi dan ilmu-ilmu kesehatan lainnya tersebut terdiri dari pelayanan kesehatan primer dan sekunder.
d. Unsoed mempunyai mahasiswa sekitar dua puluh ribu orang serta tenaga pendidik dan kependidikan sekitar dua ribu lima ratus orang. Dari keseluruhan mahasiswa serta tenaga pendidik dan kependidikan tersebut membutuhkan sarana pelayanan kesehatan primer yang terstandar.
2. Saran
Perlu segera didirikan PPK 1 Unsoed sebagai saranan pelayanan kesehatan masyarakat untuk menunjang program pemerintah di bidang kesehatan, yang berfungsi juga sebagai wahana pendidikan dan pelatihan pendidikan profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan ilmu-ilmu kesehatan lainnya di Universitas Jenderal Soedirman dengan menggunakan bangunan kampus Kalibakal mengingat:
a. Perkiraan cakupan BPJS (minimal 22.500) anggota sivitas akademika Unsoed b. Kebutuhan kerjasama PPK-2 terhadap PPK-1 yang cukup tinggi
c. Luas lahan cukup
d. Tempat strategis dan dekat dengan kawasan yang padat penduduk e. Tidak memakan biaya terlalu banyak
f. Dapat digunakan sebagai lahan pendidikan dan pelayanan oleh seluruh jurusan di FKIK Unsoed
Disahkan di Purwokerto
Pada Tanggal Februari 2014 Pembantu Rektor II
Dr. Eko Hariyanto.,M.Si. Ak