• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Lengkap"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI KONDISI SEABAD PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA UMUMNYA DAN KALIMANTAN SELATAN KHUSUSNYA¹)

OLEH : WAHYU²) Pendahuluan

Pendidikan memang tidak lepas dari politik, dan juga tidak lepas dari transformasi kebudayaan bangsa dan masyarakat Indonesia. Di dalam perjalanan perjuangan kebangsaan Indonesia kita lihat hubungan yang sangat erat antara pendidikan dan perjuangan nasional.

Kekuatan penjajah, khususnya Belanda, yang telah terlaksana hampir 350 tahun benar-benar telah mengungkung kemajuan bangsa Indonesia. Kekuatan kolonial Belanda telah mengakibatkan kemelaratan dan kebodohan. Segala kebijakan kaum penjajah diarahkan kepada sebesar-besarnya mengangkut kekayaan bumi Indonesia untuk kepentingannya. Yang tersisa adalah bangsa Indonesia yang tetap hidup melarat dan hidup di dalam alam kebodohan.

Namun, kehidupan dunia semakin terbuka, komunikasi antar bangsa semakin berjalan pesat, dan berbagai tokoh politik Belanda mulai menyadari akan kekeliruan mereka. Maka muncullah apa yang disebut gerakan politik etis di Belanda, yaitu kaum penjajah harus mengakui akan kekeliruannya terhadap daerah jajahannya. Akibat tekanan dan kecaman tokoh-tokoh kaum humanis dan sosial demokrat di Belanda memaksa pemerintah Belanda untuk meninjau kembali politik kolonialnya.

Pada tahun 1901, muncullah gerakan politik etis tersebut yang antara lain dibukanya yang lebih besar bagi anak-anak Bumi Putera (Indonesia) untuk memperoleh pendidikan Barat. Dengan pendidikan Barat inilah muncul suatu elit baru bangsa Indonesia yang berpendidikan. Salah satu hasil dari politik etis ini ialah munculnya inisiatif para pemuda pelajar Stovia di Jakarta pada 17 Maret 1915 mendirikan Trikoro

¹) Materi ini disampaikan pada acara Konferensi Pendidikan, Tema Momentum Seabad Kebangkitan Nasional Menuju Pendidikan Indonesia Lebih Baik, Minggu 25 Mei 2008 di Gedung Sultan Suriansyah Kayutangi Banjarmasin.

²) Guru Besar Sosiologi FKIP Unlam Banjarmasin.

Dharmo, yang didirikan oleh Dr. R. Satiman, meskipun gerakan ini masih berorientasi etnik Jawa. Tapi gerakan ini kemudian melahirkan perkumpulan Jong Java yang sudah bersifat umum, yang kemudian diikuti oleh perkumpulan kesukuan lainnya, seperti Jong Sumatera (1917), Jong Ambon (1910), Jong Minahasa (1919), Jong Celebes, Jong Batak, Sekar Rukun (Pemuda Sunda, 1920), dan lain-lain.

Para Pemuda masa itu bergandengan dengan gerakan politik nasional yang mempunyai berbagai persamaan. Mereka bersepakat untuk memperbanyak kesempatan memperoleh pendidikan dengan membuka sekolah-sekolah sehingga dapat menampung semakin banyaknya anak Indonesia.

Betapa eratnya gerakan nasional dengan pendidikan nasional, yang antara lain bisa dilihat buah pikiran dari para tokoh gerakan nasional. Seperti, Wahidin Sudirohusodo mengatakan “hanya dengan banyak belajarlah orang-orang akan maju dan terbebaskan dari situasi serba tertindas” (Nasution, 1987; Tilaar, 1995). Kongres Pasundan tahun 1930, ketika ketuanya Otto Subrata, menegaskan bahwa gerakan itu berorientasi pada lima bidang, yaitu : (1) pengajaran dan pendidikan, (2) urusan sosial, (3) ekonomi, (4) politik, dan (5) keuangan. Di sini jelas sekali, betapa gerakan nasional berjalan seiring dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta menempatkan pengajaran dan pendidikan sebagai salah satu sarana yang utama. Dalam kaitan ini, Ki Hajar Dewantara tahun 1922 telah merumuskan siasat atau strategi perjuangan nasionalnya dalam bentuk mendirikan pendidikan nasional yang dinamakan Taman Siswa.

Lainnya, perkumpulan Partai Politik seperti PSSI, di dalam Anggaran Dasar yang dirumuskan tahun 1938 antara lain dikemukakan bahwa ada dua tujuan pengajaran : (1) Memenuhi keperluan rakyat dalam hal pengajaran, (2) Mengadakan aturan tentang kewajiban belajar. Begitu juga Pidato Pembelaan Bung Hatta tahun 1927 di pengadilan Den Haag antara lain menyebutkan supaya ada perbaikan di bidang sosial, antara lain pembinaan pendidikan nasional.

Dari uraian singkat ini, penulis ingin menegaskan kembali bahwa di dalam sejarah perjuangan nasional kita, maka tampak dengan jelas betapa pendidikan menempati tempat yang sangat strategis. Di dalam organisasi perjuangan para pemuda itu, ada organisasi yang secara jelas menempatkan pendidikan sebagai salah satu program perjuangannya, malah ada organisasi yang menjadikan pendidikan nasional sebagai sarana perjuangan utamanya, seperti Perguruan nasional Taman Siswa. Dapatlah diambil kesimpulan bahwa seluruh organisasi politik nasional kita telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu program utamanya.

(2)

Pendidikan Pada Masa Kolonial Belanda

Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang dapat ditemukan pendidikan kita di masa Kolonial Belanda, yaitu :

1. Sistem Dualisme

Dalam sistem dualisme diadakan garis pemisah antara sistem pendidikan untuk golongan Eropah dan sistem pendidikan untuk golongan Bumi Putera. Jadi, di sini diadakan garis pemisah sesuai dengan politik kolonial yang membedakan antara Bumi Putera dan pihak penjajah.

2. Sistem Konkordansi

Sistem ini berarti bahwa pendidikan di daerah penjajahan diarahkan atau disesuaikan dengan pendidikan yang terdapat di Belanda. Sistem ini diasumsikan bahwa dengan sistem yang berkonkordansi dengan sistem yang ada di Negeri Belanda, maka mutu pendidikan akan terjamin setingkat dengan pendidikan di Negeri Belanda. Oleh karena itu, lulusan sekolah dari daerah jajahan dapat melanjutkan ke sekolah tinggi yang terdapat di Negeri Belanda.

3. Sentralisasi

Kebijakan pendidikan di zaman kolonial diurus oleh sebuah Departemen Pengajaran. Departemen ini yang mengatur segala sesuatu mengenai pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat di Propinsi-propinsi yang besar.

4. Menghambat Gerakan Nasional

Sistem pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan untuk masyarakat Bumi Putera untuk mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Di dalam kurikulum pendidikan kolonial pada waktu itu, misalnya, sangat dipentingkan penguasaan bahasa Belanda dan hal-hal mengenai Negeri Belanda. Misalnya, di dalam mata pelajaran Ilmu Bumi, anak-anak Bumi Putera harus menghafal kota-kota kecil di Negeri Belanda, dll.

5. Perguruan Swasta yang Militan

Salah satu sekolah Swasta yang sangat gigih menentang kekuasaan kolonial ialah Sekolah-sekolah Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922. Seperti kita ketahui, Sekolah-sekolah Taman Siswa didasarkan kepada 7 asas, yaitu:

1. Pendidikan didasarkan kepada kodrat alam.

2. Sistem among atau Tut Wuri Handayani, yaitu suatu prinsip pendidikan mendorong anak didik dari belakang, bukan menggurui agar anak dapat berdiri sendiri.

3. Pendidikan haruslah didasarkan kepada budaya nasional bukan budaya asing. 4. Pendidikan haruslah didasarkan kepada kerakyatan.

5. Pendidikan diarahkan kepada memupuk kepercayaan kepada kekuatan sendiri untuk tumbuh.

6. Pendidikan harus dapat membiayai diri sendiri dan oleh sebab itu menolak segala jenis subsidi yang diberikan pemerintah kolonial.

7. Keikhlasan lahir batin bagi guru untuk mendekati anak didik.

Pendidikan Pada Masa Pendudukan Militerisme Jepang

Dengan pecahnya Perang Dunia II, yang disebabkan oleh invasi tentara kerajaan Jepang tanggal 7 Desember 1941, maka runtuhlah sistem pemerintahan kolonial dan sekaligus pula sistem pendidikan yang ada di dalamnya. Dimulailah masa pendudukan militerisme Jepang selama hampir 3,5 tahun.

Terlepas dari berbagai bentuk negatif, pendidikan masa penjajahan militer Jepang banyak sedikitnya telah pula mengembangkan berbagai hal yang positif di dalam pembinaan sistem pendidikan di Indonesia.

Menurut Tilaar (1995) ada beberapa hal pembinaan sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang, yaitu : 1. Pendidikan untuk Kebutuhan Perang Asia Timur Raya

Tentara pendudukan Jepang ingin menghapuskan sisa-sisa pengaruh Barat di dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat, antara lain, kebijakan untuk menghapuskan bahasa Belanda, baik dalam pergaulan sehari-hari, berbagai tulisan maupun nama seperti toko atau perkumpulan. Kemudian diganti dengan bahasa Indonesia, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun di sekolah-sekolah.

Isi pendidikan diganti. Zaman kolonial Belanda, isi pendidikan diarahkan kepada kebudayaan Barat, zaman pendudukan Tentara Jepang, diganti dengan kebudayaan Jepang.

2. Hilangnya Sistem Dualisme dalam Pendidikan

Masa pendudukan militerisme Jepang, hanya satu pendidikan yang hidup yaitu sistem pendidikan yang diimpor dari Jepang. Sifat pendidikan yang terbuka untuk seluruh anak Indonesia. Ini proses demokratisasi pertama dalam sistem pendidikan nasional kita.

3. Perubahan Sistem Pendidikan yang Lebih Merakyat

(3)

a.

Demokrasi Pendidikan, yaitu hilangnya sistem dualistik.

b.

Hapusnya sistem konkordansi, yaitu pendidikan sudah mulai terarah kepada kebutuhan masyarakat Indonesia dengan bumbu Jepang.

c.

Bahasa Indonesia mulai dikembangkan sebagai bahasa pengantar, di samping bahasa Jepang. Singkatnya, pendidikan dan masyarakat Indonesia dijepangkan.

d.

Kepedulian Sosial, artinya lembaga pendidikan diarahkan kepada tujuan perang, mulai pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

e.

Pendidikan Kewiraan, yaitu kurikulum sekolah diarahkan kepada pembinaan pemuda-pemuda untuk menunjang mesin perang Jepang. Para pemuda dilatih semi militer, baris-berbaris dan latihan perang-perangan.

Pendidikan dalam Revolusi Fisik Kemerdekaan

Semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada masa pendudukan militer Jepang dilanjutkan dalam serba kekurangan. Namun, demikian, dasar-dasar pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.

Sementara perjuangan fisik berlanjut, para pelajar ada yang kembali ke bangku sekolah dan ada yang terus mengembangkan karirnya di dalam kelompok militer. Para pelajar yang kembali ke bangku sekolah meneruskan pelajarannya di sekolah-sekolah peralihan.

Menteri Pendidikan Pertama Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan mengeluarkan Instruksi Umum, yang isinya : menyerukan kpeada para guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme.

Di dalam Pembukaan UUD 45 memang telah dirumuskan bahwa salah satu kewajiban pemerintah nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di dalam pelaksanaannya, Pemerintah telah menerbitkan pula UU No. 12 Tahun 1950, yang isinya menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak rakyat dan pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan nasional. Pasal lainnya menyebutkan bahwa anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8 tahun wajib memperoleh pendidikan Sekolah Dasar.

Pelaksanaan wajib belajar menghadapi berbagai masalah. Jumlah sekolah dan guru belum memadai apalagi wajib belajar itu akan dilaksanakan. Seperti kita ketahui, jumlah guru yang dididik masih terbatas, sebagian lulusan sekolah-sekolah guru zaman kolonial yaitu tamatan NS (Normaal School 4 tahun) KS (Kweek School 4 tahun), dan KS 6 tahun, di samping itu ada pula guru-guru yang dididik selama dua tahun pada zaman kolonial.

Awal Orde Baru

Awal Orde Baru pada dasarnya merupakan awal meletakkan kembali arah pendidikan nasional supaya sejalan dengan cita-cita Orde Baru.

Pada tanggal 28-30 April 1969 pemerintah c.q. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan nasional.

Hasil identifikasi para pakar menemukan beberapa aspek, yaitu :

1. Badan-badan pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan tidak mempunyai otoritas yang jelas, 2. Para penyelenggara pendidikan belum profesional,

3. Pelaksanaan pendidikan terlalu di bawah pengaruh politik,

4. Badan-badan penyelenggara pendidikan yang tidak profesional tersebut lebih diperparah lagi karena tidak diperkuat oleh Tim-tim peneliti (Tilaar, 1995).

Konferensi Cipayung yang disebutkan di atas mempunyai tiga tujuan, yaitu : (1) mengidentifikasi semua persoalan di bidang pendidikan, (2) menyusun suatu prioritas dari berbagai persoalan tersebut untuk dipecahkan sesuai dengan arah pembangunan nasional, dan (3) mencari alternatif pemecahan.

Adalah sangat menarik pula bahwa hasil rumusan konferensi Cipayung itu menemukan bahwa masalah pendidikan itu bukan masalah-masalah intern saja, seperti : struktur, kurikulum dan metode mengajar, tetapi juga terkait masalah eksternal, seperti kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.

Hasil identifikasi masalah-masalah pendidikan dari Konferensi Cipayung menggolongkan masalah tersebut dalam enam kategori sebagai berikut :

1. Pendidikan luar sekolah, 2. Kurikulum Sekolah Dasar, 3. Kurikulum Sekolah Menengah, 4. Kurikulum Pendidikan Tinggi, 5. Pembiayaan pendidikan, dan 6. Sarana pendidikan.

(4)

Apabila kita pelajari rumusan masalah dalam konferensi tersebut, maka kita lihat banyak masalah yang telah diidentifikasi masih relevan hingga saat ini. Malah ada masalah-masalah yang tampaknya suatu yang sulit untuk dirubah/diatasi, kecuali adanya suatu tekad untuk mengatasinya dari berbagai pihak.

Kebijakan dan Program Pembangunan Pendidikan di Era Orde Baru

Dari sekian banyak Tugas Pokok Kabinet Pembangunan adalah Pembangunan pendidikan. Tujuan pendidikan ialah membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 45 dan isi UUD 45.

Apabila kita simak rumusan-rumusan kebijakan pokok selama Orde Baru terdapat beberapa kebijakan yang menonjol atau yang terus menerus dikemukakan, yaitu :

1.

Relevansi Pendidikan, yaitu penyesuaian isi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya manusia yang diperlukan. Kebijakan ini secara eksplisit muncul dalam Pelita I, II, III, IV dan V. Masalah relevansi ini sering dikaitkan dengan pendidikan dan tenaga kerja. Apabila masalah relevansi pendidikan ini tidak dipecahkan atau kurang mendapat perhatian serius, maka pendidikan bisa menjadi bumerang terhadap pembangunan.

2.

Pemerataan Pendidikan. Sejak Pelita I disadari pentingnya memberikan kesempatan yang sama dan lebih luas tentang pendidikan untuk semua warga negara. Kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan dilaksanakan melalui wajib belajar Sekolah Dasar. Dalam Pelita V dirumuskan kebijakan untuk perintisan wajib belajar Sekolah Tingkat Pertama.

3.

Peningkatan Mutu Guru atau Tenaga Kependidikan. Peningkatan mutu pendidikan kunci utama ialah mutu guru. Sejak Pelita I telah diketahui bahwa masih banyak tenaga guru atau tenaga kependidikan yang belum memenuhi mutu Standar.

4.

Mutu Pendidikan. Sejak Pelita I s.d. Pelita V mutu pendidikan terus-menerus dijadikan salah satu kebijakan pokok. Mutu pendidikan, selain faktor guru, juga faktor lainnya seperti gedung-gedung sekolah, buku-buku pelajaran dan bahan bacaan, laboratorium dan bengkel-bengkel kerja serta fasilitas belajar-mengajar lainnya.

5.

Pendidikan Kejuruan. Sesuai dengan gerak pembangunan telah disadari sejak Pelita I akan langkanya

tenaga-tenaga terampil. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan Kejuruan mendapatkan prioritas sejak Pelita I s.d. Pelita V.

Sebagai implementasi dari program-program di atas, pemerintah telah melakukan penataan berbagai fasilitas pendidikan, seperti antara lain :

1. Sarana dan prasarana pendidikan, a. Penataan ruang belajar, b. Buku pelajaran,

c. Pengadaan Sarana-sarana Pembantu PBM, d. Pengembangan sarana fisik Pendidikan Tinggi, e. Pembangunan Sarana Pendidikan SD,

2. Peningkatan kualitas pendidikan dan inovasi pendidikan, 3. Pendidikan Kejuruan, pelatihan dan Ketenagakerjaan

a. Konsep keterkaitan antara sistem pendidikan nasional dan ketenagakerjaan, b. Pemetaan tentang keadaan tenaga kerja,

c. Link and Match antara keluaran sistem pendidikan dan ketenagakerjaan, d. Pelatihan,

4. Pendidikan Tinggi

a. Pemerataan Pendidikan Tinggi, b. Peningkatan mutu Pendidikan Tinggi, c. Pengelolaan dan otonomi Pendidikan Tinggi, d. Peningkatan PTS, baik kualitas maupun kuantitas, 5. Kurikulum

a. Kurikulum 1975 b. Kurikulum 1984 c. Kurikulum 1994

d. Kurikulum Pendidikan Kejuruan e. Kurikulum Pendidikan Tinggi 6. Wajib belajar

a. SD b. SMP

c. SMP Terbuka

d. Program Kelompok Belajar Paket A e. Madrasah Tsanawiyah

(5)

Era Reformasi

Sejak jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada Mei 1998, yang disusul krisis moneter, ekonomi dan politik, reformasi terjadi bukan hanya bidang politik dan ekonomi, tetapi juga bidang pendidikan. Harus diakui, pendidikan nasional kita kedodoran, terengah-engah mengikuti berbagai perubahan baik ditingkat nasional maupun internasional. Reformasi pendidikan masih jalan di tempat.

Persoalan-persoalan rumit yang tetap menghadang pendidikan kita masih saja akan berkisar pada aspek : (1) kualitas, (2) relevansi, dan (3) peningkatan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh sangat memprihatinkan, terutama pendidikan di luar Jawa, yang jika dibandingkan dengan pendidikan di Jawa sudah memiliki kualitas yang memadai. Kalau hal ini tidak diatasi, dalam jangka panjang akan berakibat pada kesenjangan sosial, yang pada akhirnya akan menjadi benih-benih persoalan di bidang politik maupun ekonomi.

Dari aspek relevansi, pendidikan kita ke depan masih harus mendapatkan sentuhan pengembangan yang lebih serius. Saat ini telah digalakan berbagai inovasi di Sekolah-sekolah terutama dalam rangka memenuhi perkembangan masyarakat. Pengembangan inovasi akan sia-sia mana kala mutu guru dan kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Otonomi daerah, khususnya di bidang pendidikan, belum menemukan bentuk mekanisme kerja yang pas buat dunia pendidikan di berbagai daerah.

Persoalan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan mengalami kendala yang amat besar karena adanya krisis ekonomi yang melanda negeri ini sejak 1997 s.d. sekarang. Keadaan ekonomi seperti sekarang ini akan berpengaruh pada anak-anak yang drop out, begitu juga pada penduduk yang buta huruf.

Persoalannya sekarang ialah mengapa fenomena seperti di atas terjadi pada negeri yang sebenarnya begitu subur dengan kekayaan alam yang cukup melimpah dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita, seperti Singapura maupun Jepang. Inilah pentingnya bagi kita semua untuk melakukan refleksi mengenai perjalanan pembangunan sektor pendidikan kita untuk menyongsong tahun-tahun yang akan datang.

Meskipun niat dan tekad kita telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan menggunakan tiga kata kunci “... mencerdaskan kehidupan bangsa”, tetapi niat itu belum didukung dan ditopang oleh political will yang kuat dari berbagai orde yang pernah ada. Sejak merdeka sampai sekarang, pendidikan tidak pernah menjadi panglima bagi pembangunan nasional. Akibatnya SDM Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif. Bahkan untuk saat ini kualitas pendidikan kita berada pada urutan 12 dari 12 negara di Asia (Suyanto, 2002). Kita ternyata sudah kalah dari Vietnam, yang beberapa tahun yang lalu bangsa itu masih ada yang mengungsi ke Pulau Galang di Batam.

Kita perlu merefleksi fenomena tersebut agar bangsa ini ke depan memiliki keunggulan kompetitif yang bisa diandalkan. Salah satu penyebab, mengapa bangsa Indonesia ini tidak mampu keluar dari krisis ekonomi, jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga mengalami krisis ekonomi pada kurun waktu yang sama seperti Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Filipina, juga disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang dimiliki. Oleh sebab itu, untuk ke depan, bangsa ini harus benar-benar memberikan prioritas yang tinggi pada investasi di sektor pendidikan.

Masa depan bangsa ini tidak akan cerah jika tidak diperbaiki melalui perbaikan dan pembangunan sektor pendidikan secara besar-besaran. Untuk menuju ke arah itu sudah ada keputusan politik penting yang telah menetapkan anggaran pendidikan yang sekurang-kurangnya 20 persen dari total APBN.

Dengan besarnya anggaran pendidikan, ada harapan pendidikan bisa dibangun untuk pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan.

Ke depan, pendidikan memerlukan investasi yang amat besar, terutama untuk : 1. Membangun kembali puluhan ribu gedung sekolah yang tidak layak untuk PBM,

2. Mengentaskan kemiskinan sehingga terbuka peluang untuk akses pada pendidikan bagi kelompok miskin, 3. Menyelesaikan wajib belajar 9 tahun,

4. Meningkatkan profesionalisme guru, 5. Penyediaan buku ajar,

6. Alat-alat laboratorium, 7. Komputer, dsb.

Dalam konteks global, pendidikan kita ke depan harus mampu menanamkan nilai-nilai : 1. Enterpreneurship, 2. Trust, 3. Kreativitas, 4. Toleransi, 5. Empati, 6. Budaya dialog,

7. Harus mampu berperan aktif dalam model hidup yang mengandalkan networking dalam sistem ekonomi, 8. Memiliki kemampuan berkomunikasi secara global dalam sistem networking,

(6)

Potret Pendidikan di Kal Sel

Karena Kal Sel meruapakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka potret pendidikan di Kal Sel, baik di masa awal pergerakan, Kolonial Belanda, Pendudukan Militerisme Jepang, Revolusi Fisik Kemerdekaan, awal Orde Baru, maupun era Orede Baru, pada dasarnya mempunyai kesamaan-kesamaan.

Di bawah ini dikemukakan beberapa potret keadaan pendidikan di Kal Sel sbb : Tabel 1

Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru TK Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota

Number of State and Private Kindergartens, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by Regency/Municipality 2005/2006 Kabupaten/Kota Regency/Municipality Sekolah Schools Kelas Classes Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (2) (3) (4) (5) Kabupaten/Regency Tanah Laut 1 121 2 185 Kotabaru 1 114 5 278 Banjar 1 77 9 165 Barito Kuala 1 60 6 122 Tapin 1 94 2 133

Hulu Sungai Selatan 2 123 5 190

Hulu Sungai Tengah 1 132 4 290

Hulu Sungai Utara 1 69 4 112

Tabalong 1 127 9 152 Tanah Bumbu 2 89 26 172 Balangan 1 45 2 53 Kota/Municipality Banjarmasin 1 219 6 605 Banjarbaru 1 56 5 153 Kalimantan Selatan 15 1.326 85 2.610 2004/2005 13 1.190 76 1.894 2003/2004 - - - -2002/2003 - - - -2001/2002 - - -

-Lanjutan Tabel/Continued Table : 1

Kabupaten/Kota Regency/Municipality Murid Pupils Guru Teachers Rasio Murid terhadap Guru Ratio of Pupils to Teachers Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Kabupaten/Regency Tanah Laut 150 2.826 23 402 7 7 Kotabaru 141 4.725 10 352 14 13 Banjar 101 2.997 6 223 17 13 Barito Kuala 71 2.168 11 142 6 15 Tapin 109 3.170 8 232 14 14

Hulu Sungai Selatan 122 3.538 11 246 11 14

Hulu Sungai Tengah 88 4.062 9 377 10 11

Hulu Sungai Utara 122 2.847 12 220 10 13

(7)

Tanah Bumbu 102 4.179 12 239 9 17 Balangan 67 1.467 8 134 8 11 Kota/Municipality Banjarmasin 112 14.307 16 905 7 16 Banjarbaru 120 3.879 21 289 6 13 Kalimantan Selatan 1.419 58.265 164 4.256 10 13 2004/2005 1.442 56.699 109 3.897 13 15 2003/2004 - - - -2002/2003 - - - -2001/2002 - - -

-Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan

Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.

Tabel 2

Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru SD Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota

Number of State and Private Primary Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by Regency/Municipality 2005/2006 Kabupaten/Kota Regency/Municipality Sekolah Schools Kelas Classes Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (2) (3) (4) (5) Kabupaten/Regency Tanah Laut 228 - 1.512 -Kotabaru 214 26 1.227 129 Banjar 364 3 2.012 10 Barito Kuala 288 2 1.556 16 Tapin 176 - 1.085

-Hulu Sungai Selatan 262 - 1.565

-Hulu Sungai Tengah 264 3 1.726 18

Hulu Sungai Utara 179 5 1.113 60

Tabalong 230 2 1.356 22 Tanah Bumbu 159 15 892 48 Balangan 164 - 954 -Kota/Municipality Banjarmasin 248 32 1.419 241 Banjarbaru 67 2 544 15 Kalimantan Selatan 2.843 90 16.961 559 2004/2005 2.884 80 21.261 735 2003/2004 2.959 75 18.827 536 2002/2003 2.807 55 18.604 453 2001/2002 2.835 55 19.080 429

Lanjutan Tabel/Continued Table : 2

Kabupaten/Kota Regency/Municipality Murid Pupils Guru Teachers Rasio Murid terhadap Guru Ratio of Pupils to Teachers Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Kabupaten/Regency Tanah Laut 33.740 - 1.871 - 18 -Kotabaru 31.890 3.915 152 196 19 20

(8)

Banjar 43.818 158 2.315 20 19 8

Barito Kuala 29.110 386 1.645 46 18 8

Tapin 18.564 - 1.463 - 13

-Hulu Sungai Selatan 22.867 - 2.355 - 10

-Hulu Sungai Tengah 27.301 336 2.406 42 11 8

Hulu Sungai Utara 18.535 569 1.576 46 12 12

Tabalong 22.242 338 1.867 30 12 11 Tanah Bumbu 27.950 1.568 1.595 89 18 18 Balangan 14.323 - 889 - 16 -Kota/Municipality Banjarmasin 55.120 8.682 2.026 934 27 9 Banjarbaru 17.463 446 945 34 18 13 Kalimantan Selatan 362.653 16.398 22.605 1.437 16 15 2004/2005 384.735 15.546 22.464 784 17 20 2003/2004 387.284 14.618 22.938 800 17 18 2002/2003 364.553 12.184 21.740 1.057 17 12 2001/2002 368.203 11.881 22.021 978 17 12

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan

Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.

Tabel 3

Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru SLTP Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota

Number of State and Private Junior High Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by Regency/Municipality 2005/2006 Kabupaten/Kota Regency/Municipality Sekolah Schools Kelas Classes Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (2) (3) (4) (5) Kabupaten/Regency Tanah Laut 29 1 232 3 Kotabaru 40 9 494 72 Banjar 42 5 306 24 Barito Kuala 39 - 254 -Tapin 19 2 151 8

Hulu Sungai Selatan 26 2 163 7

Hulu Sungai Tengah 24 - 223

-Hulu Sungai Utara 19 4 148 18

Tabalong 37 4 207 6 Tanah Bumbu 8 3 158 48 Balangan 15 1 79 7 Kota/Municipality Banjarmasin 34 23 552 176 Banjarbaru 12 2 156 11 Kalimantan Selatan 344 56 3.123 380 2004/2005 334 51 2.501 267 2003/2004 320 46 2.127 229 2002/2003 307 55 2.058 236 2001/2002 266 59 2.279 276

(9)

Kabupaten/Kota Regency/Municipality Murid Pupils Guru Teachers Rasio Murid terhadap Guru Ratio of Pupils to Teachers Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Kabupaten/Regency Tanah Laut 6.398 - 571 - 11 -Kotabaru 7.042 775 761 83 9 9 Banjar 5.512 650 485 130 11 5 Barito Kuala 5.321 - 373 - 14 -Tapin 2.370 72 312 21 8 3

Hulu Sungai Selatan 2.782 79 517 85 5 1

Hulu Sungai Tengah 4.268 - 426 - 10

-Hulu Sungai Utara 2.395 312 340 51 7 6

Tabalong 4.742 293 390 90 12 3 Tanah Bumbu 2.377 420 131 41 18 10 Balangan 1.795 39 195 15 9 3 Kota/Municipality Banjarmasin 17.086 3.922 1.083 532 16 7 Banjarbaru 17.463 446 945 34 18 13 Kalimantan Selatan 79.551 7.008 6.529 1.082 12 7 2004/2005 74.344 6.944 6.555 725 11 10 2003/2004 65.733 10.929 5.678 1.053 12 10 2002/2003 61.690 6.289 5.626 1.183 11 5 2001/2002 65.354 7.771 5.208 1.092 13 7

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan

Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.

Tabel 4

Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru SMU Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota

Number of State and Private General Senior High Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by Regency/Municipality 2005/2006 Kabupaten/Kota Regency/Municipality Sekolah Schools Kelas Classes Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (2) (3) (4) (5) Kabupaten/Regency Tanah Laut 8 2 70 9 Kotabaru 12 11 152 65 Banjar 6 6 70 40 Barito Kuala 12 - 78 -Tapin 4 1 40 9

Hulu Sungai Selatan 5 1 64 5

Hulu Sungai Tengah 7 2 92 9

Hulu Sungai Utara 4 1 48 1

Tabalong 11 2 143 6 Tanah Bumbu 6 6 63 28 Balangan 3 2 27 8 Kota/Municipality Banjarmasin 13 16 243 182 Banjarbaru 4 6 72 37

(10)

Kalimantan Selatan 95 56 1.162 399

2004/2005 86 55 883 283

2003/2004 79 55 840 286

2002/2003 66 49 800 265

2001/2002 62 47 770 280

Lanjutan Tabel/Continued Table : 4

Kabupaten/Kota Regency/Municipality Murid Pupils Guru Teachers Rasio Murid terhadap Guru Ratio of Pupils to Teachers Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private Negeri State Swasta Private (1) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Kabupaten/Regency Tanah Laut 1.929 450 225 70 9 6 Kotabaru 2.508 950 310 134 8 7 Banjar 2.329 1.606 148 139 16 12 Barito Kuala 2.661 - 159 - 17 -Tapin 1.103 50 102 11 11 5

Hulu Sungai Selatan 1.345 106 174 43 8 2

Hulu Sungai Tengah 2.814 217 211 31 13 7

Hulu Sungai Utara 1.241 12 110 7 11 2

Tabalong 2.760 29 124 63 22 0 Tanah Bumbu 2.261 770 78 86 29 9 Balangan 826 50 74 33 11 2 Kota/Municipality Banjarmasin 7.107 5.241 532 504 13 10 Banjarbaru 2.087 790 166 149 13 5 Kalimantan Selatan 30.971 10.271 2.413 1.270 14 7 2004/2005 30.356 9.091 2.139 957 14 9 2003/2004 30.598 10.060 2.170 872 14 12 2002/2003 28.537 9.225 1.947 982 15 9 2001/2002 24.582 9.238 1.958 996 13 9

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan

Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.

Tabel 5

Jumlah Mahasiswa pada UNLAM, IAIN dan Akademi-Akademi Negeri menurut Fakultas

Number of Students in UNLAM, IAIN and State Academies by Faculties 2006 Fakultas Faculties Jumlah Mahasiswa Number of Students Laki-laki Male Perempuan Female Jumlah Total (1) (2) (3) (4) A. UNLAM 1. Ekonomi 403 546 949 2. FISIP 282 351 633 3. Hukum 256 323 579 4. FKIP 686 1.529 2.215 5. Teknik 588 606 1.194 6. Kedokteran 200 627 827 7. Pertanian 223 349 572 8. Kehutanan 145 151 296 9. Perikanan 93 170 263 10. MIPA 170 433 603 11. Pascasarjana 487 386 873

(11)

B. IAIN 1. Tarbiyah 608 808 1.416 2. Syari’ah 322 342 664 3. Dakwah 60 72 132 4. Ushuluddin 111 59 170 5. D3 (Fak. Tarbiyah) 25 37 62 6. D3 (Fak. Syari’ah 54 63 117

7. Program Pasca Sarjana 126 49 175

C. Poltekkes Banjarmasin

1. D3 Keperawatan 80 100 180

2. Prodi Kesehatan Gigi 43 116 159

3. D3 Kebidanan - 304 304

4. D3 Kesehatan Lingkungan 50 70 120

5. Prodi Analis Kesehatan 51 201 525

6. D3 Gizi 14 112 126

Sumber : UNLAM, IAIN dan Akademi-Akademi Negeri

Source : UNLAM, IAIN and Others State Academies

Tabel 6

Jumlah Mahasiswa pada Perguruan Tinggi/Akademi Swasta di Kalimantan Selatan

Number of Students in Private Universities/Academies 2006 Uraian Description Jumlah Mahasiswa Number of Students Laki-laki Male Perempuan Female Jumlah Total (1) (2) (3) (4) A. Perguruan Tinggi/Universities 1. UNISKA - - -2. UVAYA - - -3. STIE Indonesia 452 451 903 4. STIE Nasional - - -5. STIE Pancasetia 377 221 598 6. STIMI - - -7. STIKIP PGRI - -

-8. STIH Sultan Adam 117 24 141

9. STIA Bina Banua - -

-10. STIBA Banjarbaru - -

-11. STIA Amuntai 233 163 396

12. STIMIK Indonesia Banjarmasin 291 185 476

13. STIMIK Banjarbaru 442 303 745

14. STIKES Cahaya Bangsa - -

-15. STIKES Muhammadiyah Bjm 229 493 722

16. STI Pertanian Amuntai 79 34 113

17. STIA Tabalong - -

-B. Akademi/Academies

1. AMNUS Banjarmasin - -

-2. Akademi Keguruan Paris Barantai

Kotabaru 267 496 763

3. Politeknik Kotabaru - -

-4. AKPARNAS Banjarmasin - -

-5. ATPN Banjarbaru 332 34 366

6. AKOP Barabai 5 2 7

7. Akademi Filsafat GKE - -

-8. AKBID Martapura *) 0 178 178

9. AKBID Bunga Kalimantan - -

-10. AKBID Sari Mulia 0 46 46

Sumber : Kopertis Wilayah IX Kalimantan

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, 2004. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung : PT Genesindo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993. Sejarah Pendidikan Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta : Depdikbud.

H. A. R. Tilaar, 1995. Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995. Jakarta : PT Gramedia. I. Djumhur dan Danasuparta, 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu.

Kantor Statistik, 2007. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Banjarmasin : Kantor Statistik. S. Nasution, 1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung : Jemmars.

Suwito dan Fauzan, 2003. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung : Angkasa.

Suyanto, 2002. Merefleksikan Persoalan Pendidikan Nasional. Kompas, 17 Desember 2002, hal. 5.

PROGRAM-PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL YANG TELAH DAN AKAN DILAKSANAKAN OLEH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh : Drs. H. Humaidi Syukeri (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel)

I. LATAR BELAKANG

Dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang brakhlaq mulia, cerdas, kreatif, dan mandiri yang berdasarkan IMTAQ dan IPTEK, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah melaksanakan serangkaian pembangunan di sektor pendidikan, yang mengarah pada visi, misi, tujuan, dan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini

A. VISI

Visi pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan, yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan adalah :

“Mewujudkan Kualitas Potensi Diri Peserta Didik dan Tenaga Kependidikan Berdasarkan IMTAQ dan IPTEK”

Kualitas potensi diri peserta didik dan tenaga kependidikan di Kalimantan Selatan diarahkan untuk mencapai perubahan prilaku (change behaviour) berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab berdasarkan IMTAQ dan IPTEK.

B. MISI

Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan merumuskan 6 misi, sbb :

Mengupayakan perluasan dan pemerataan akses kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, berdaya saing dan relevan dengan kebu-tuhan masyarakat, serta berwawasan kebangsaan berdasarkan Imtaq dan Iptek, dalam :

1) Pembangunan Pendidikan Dasar 2) Pembangunan Pendidikan Menengah 3) Pembangunan Pendidikan Luar Sekolah 4) Pembangunan Kepemudaan

5) Pembangunan Keolahragaan

6) Pembangunan manajemen tata kelola pendidikan C. TUJUAN

Tujuan pembangunan pendidikan yang ingin dicapai oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan adalah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 3, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang :

1)

Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2)

Berakhlaq mulia

3)

Sehat

4)

Berilmu

(13)

5)

Cakap

6)

Kreatif

7)

Mandiri

8)

Demokratis

9)

Bertanggung jawab D. KEBIJAKAN

Sejalan dengan kebijakan nasional, Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan melaksanakan pembangunan pendidikan mengacu pada 3 pilar kebijakan sbb :

1)

Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan

Dengan kebijakan perluasan dan peningkatan akses pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan membuka kesempatan secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam memanfaatkan fasilitas pendidikan yang disediakan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, yang berupa pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang belajar, pemberian subsidi, bantuan-bantuan fasilitas dan dana pendidikan.

Melalui kebijakan ini pula partisipasi masyarakat dalam pendidikan dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan formulasi indikator Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pada setiap jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SLTP, SLTA dengan indikator keberhasilan yang dicapai seperti tabel dibawah ini : INDIKATOR REALISASI TARGET 2005 2006 2007 2008 2009 APK PAUD 41,02 45,24 48,07 53,50 60,50 APM SD 92,67 94,44 95,88 99.00 TUNTAS APK SLTP 77,79 85,01 90,41 97,00 TUNTAS APK SLTA 53,91 63,13 72,34 81,55 90,57

Tahun 2007 untuk APM SD sebesar 95,88 dan APK SLTA sebesar 72,34 Kalimantan Selatan sudah melampuai target nasional yaitu 95,00 untuk SD dan 64,20 untuk SLTA, sehingga prioritas target tahun 2008 adalah APK SLTP masih harus dituntaskan sebesar 4,59% untuk mencapai target nasional sebesar 95,00, selain itu juga tahun 2009 akan memprogramkan pemeliharaan pasca Wajar 9 Tahun dan persiapan rintisan Wajar 12 Tahun.

2)

Peningkatan Mutu Pendidikan

Dengan kebijakan peningkatan mutu pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Kali-mantan berupaya untuk menyiapkan in put pendidikan, melaksanakan proses pendi-dikan, dan menghasilkan pendidikan yang bermutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SLTP, SLTA melalui hasil-hasil belajar dan ujian yang diukur dengan indikator keberhasilan Nilai UAN. Kebijakan ini akan ditempuh dengan meningkatkan kualitas sarana prasana, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, dan peningkatan kualitas metode pembe-lajaran.

Rata – rata Nilai Ujian Nasional dapat dilihat seperti tabel di bawah ini :

JENJAN G REALISASI TARGET 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 SLTP 5,90 6,00 6,50 7,00 SLTA 6,51 6,99 7,50 8,00

3)

Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik Pendidikan

Dengan kebijakan ini memungkinkan upaya pembinaan manajemen berbasis se-kolah, melakukan sosialisasi kebijakan, pem-berdayaan komite sekolah, pemberdayaan dewan pendidikan, pengelolaan sistem infor-masi manajemen pendidikan, serta mengurangi kasus-kasus temuan hasil pemeriksaaan.

Untuk mempercepat pencapaian target dan sasaran kebijakan di bidang pendidikan tersebut, maka telah dilakukan pe-nandatangan MoU antara Menteri Pendidikan Nasional dan Gubernur Kalimantan Selatan /Bupatai/Walikota serta Ketua DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Selatan pada tanggal 18 Maret 2006, dengan konsentrasi perhatian pada kebijakan:

1) Penuntasan Wajib Belajar 9 tahun (SD sederajat dan SMP sederajat), dengan rencana penuntasan tahun 2006-2008.

2) Usaha ini dilakukan agar Siswa SD dan SLTP sederajat yang belum tertampung pada Sekolah akan dituntaskan pada tahun 2008 yang keadaannya seperti tabel berikut.

(14)

Jumlah Penduduk Yang tertampung Yang Belum Tertampung 7 – 12 thn 13 – 15

thn SD SLTP SD SLTP

354.270 182.244 328.307 141.757 25.963 40.487

REALISASI PENUNTASAN WAJIB BELAJAR TAHUN 2005 - 2007 DAN TARGET 2008.

PROGRAM SASARAN 3 TAHUN 2006 – 2008 REALISASI TARGET 2006 2007 2008 JUML AH SISA PENUNTASAN WAJAR

SD/SEDERAJAT 25.963 Org 6.275 Org

5.095 Org 11.037 Org 22.407 Org 3.556 Org PENUNTASAN WAJAR SMP/SEDERAJAT 40.487 Org 13.149 Org 9.841 Org 12.014 Org 35.004 Org 5.481 Org

Dari Perkembangan data tersebut khususnya data penuntasan wajar tingkat SD/Sederajat pada tahun 2005 yang semula sasaran sebanyak 25.963 Orang anak usia SD/Sederajat hingga tahun 2007 berhasil dijaring sebanyak 11.370 Orang dan di targetkan tahun 2008 akan ditampung sebanyak 11.037 Orang, dengan target ini diharapkan APM SD/Sederajat mencapai 99%. Sehingga masih tersisa 3.556 Orang. Sedangkan untuk penuntasan wajar tingkat SLTP/Sederajat pada tahun 2005 yang semula sasaran sebanyak 40.487 Orang anak usia SLTP/Sederajat hingga tahun 2007 berhasil ditampung sebanyak 22.990 Orang dan ditargetkan tahun 2008 akan ditampung 12.014 Orang, dengan target ini diharapkan APK SLTP/Sederajat mencapai 97,00%. Sehingga masih tersisa 5.481 anak usia SLTP/Sederajat.

2) Peningkatan mutu melalui peningkatan kualifikasi guru TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SM/MA, dengan rencana penuntasan ta-hun 2015 dengan data sebagai berikut :

No Jenjang Sekolah

Jumlah

Guru Jlh Guru yg layak Mengajar

Jlh Guru yg Blm Layak Mengajar 1 TK/RA 4.455 450 4.005 2 SD Sederajat 29.791 18.327 11.464 3 SLTP Sederajat 12.213 8.867 3.346 4 SLTA Sederajat 7.856 5.494 2.362 Jumlah 54.315 33.138 21.177

Rencana penuntasan guru yang tidak layak mengajar menjadi layak maka akan dilaksanakan kegiatan peningkatan mutu guru dengan tahapan pencapaian sebagai berikut :

Jen-jang Pendidikan Jlh Guru yg Tdk Layak Mengajar TARGET PENCAPAIAN (2008 – 2015) 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 TK/RA 4.005 505 500 500 500 500 500 500 500 SD 11.464 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 SLTP 3.346 418 418 418 418 418 418 418 420 SLTA 2.362 295 295 295 295 295 295 295 297 TOTAL 21.177 2.651 2.646 2.646 2.646 2.646 2.646 2.646 2.650

Realisasi peningkatan kualifikasi guru sebagai berikut :

PROGRAM SASARAN 2006 TAHUN2007 2008 SISA

Peningkatan Kualifikasi Guru

(15)

Sesuai dengan rencana penuntasan kualifikasi guru yang belum layak mengajar sebanyak 21.177 orang akan di programkan per tahun sekitar 2000 orang guru hingga tahun 2015. Namun karena kebutuhan guru ini mendesak maka selama tiga tahun hingga 2008 sudah mencapai 10.938 orang, ini menunjukan terjadi percepatan dalam peningkatan kualifikasi guru, sehingga yang harus dituntaskan sisa 10.239 orang.

3) Pemberantasan buta huruf, dengan rencana penuntasan tahun (2006-2009), Jumlah penduduk buta huruf tahun 2005 sebanyak 44.424 orang dan dilaksanakan pada tahun 2006 sebanyak 11.114 orang dan tahun 2007 sebanyak 19.730 sehingga untuk tahun 2008 ditargetkan buta huruf di Kalimantan Selatan akan tuntas karena pada tahun 2008 diprogramkan sebanyak 13.580 orang. Dengan demikian pada tahun 2009 upaya yang dilakukan adalah peningkatan mutu tenaga kependidikan dan pengelolaan kegiatan PLS dan persiapan Wajar Dikmen 12 Tahun non formal.

4) Rehabilitasi gedung, dengan rencana penuntasan tahun (2006-2009) dengan jum-lah dan

kondisi ruang sebagai berikut :

No

Jenjang

Pendidikan Jumlah Ruang

Kondisi Ruang

Baik Rusak Ringan Rusak Berat

1 TK/RA 2.671 2.064 405 202

2 SD Sederajat 24.588 19.006 3.722 1.860

3 SLTP sederajat 5.822 4.500 882 440

4 SLTA sederajat 3.007 2.324 445 228

Jumlah 36.088 27.894 5.464 2.730

Dalam rangka pencapaian target pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gedung dan ruang dapat dilihat sebagai berikut : JENJANG PEDIDIKAN REALIASI RUANG YG BAIK TARGET Jlh Ruang 2005 2006 (77,30%) 2007 (82,76%) 2008 (92,46%) 2009 (100) TK/RA 2.671 2.064 2.210 2.469 2.671 SD Sederajat 24.588 19,006 20,349 22,734 24.588 SLTP Sederajat 5.822 4,500 4,818 5,383 5.822 SLTA Sederajat 3.007 2.324 2,488 2,780 3,007 Total 36.088 27,895 29,865 33,366 36.088

Realisasi Rehabilitasi Ruang Belajar Yang Kondisinya Rusak Ringan dan Rusak Berat hingga tahun 2007 dan target penuntasan tahun 2008-2009.

JENJANG PENDIDIKAN

Realisasi Rehabilitasi Ruang Yang Rusak Ringan dan Berat TARGET Konidisi Realisasi 2006 Realisasi 2007 2008 2009

TK/RA Rusak Ringan

Rusak Berat 405 202 98 48 173 86 135 67 SD Sederajat Rusak Ringan

Rusak Berat 3.722 1.860 896 447 1.590 795 1.236 618 SLTP Sederajat Rusak Ringan

Rusak Berat 882 440 212 106 377 188 293 146 SLTA Sederajat Rusak Ringan

Rusak Berat 455 228 109 55 195 97 151 76 Total 8.194 1.971 3.501 2.722

Upaya rehabilitasi ruang yang kondisinya rusak ringan dan berat dilaksanakan untuk menambah ruang belajar agar layak diguanakan untuk meningkatkan daya tampung siswa. Sasaran rehabilitasi ruang dari kondisi awal tahun 2005 sebanyak 12.238 ruang rusak berat dan ringan terus dilakukan perbaikan setiap tahun hingga tahun 2009 diperkirakan tersisa 2.722 ruang yang masih perlu diperbaiki.

(16)

Dengan MoU tersebut maka ke empat kebijakan yang diprioritaskan sejak tahun 2005 hingga 2009 memungkinkan dapat tercapai dengan dukungan kekuatan dana sharing antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

II. PROGRAM, KEGIATAN, dan CAPAIAN A. PROGRAM

Program yang bersumber dari APBN : 1. Pendidikan Anak Usia Dini

Perluasan dan Peningkatan Mutu TK 2. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun

2.1. Pengadaan Peralatan Laboratorium 2.2. Bantuan Operasional Sekolah 2.3. Perluasan dan Peningkatan Mutu SD 2.4. Perluasan dan Peningkatan Mutu SMP 2.5. Perluasan dan Peningkatan Mutu PK & PLT 2.6. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana SMP 2.7. Penyediaan Beasiswa Miskin SMP 2.8. Penerapan TIK Jenjang Dikdas 3. Peningkatan Mutu dan Tenaga Kependidikan

3.1. Peningkatan Mutu dan Profesional Guru

3.2. Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Guru & Peningkatan Kualifikasi Guru Non PNS Dikdas

3.3. Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Guru & Peningkatan Kualifikasi Guru Non PNS Dikmen

3.4. Peningk. Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD SMP 4. Pendidikan Menengah

4.1. Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA

4.2. Perencanaan Peningkatan Mutu & Evaluasi SMK 4.3. Beasiswa untuk Siswa Miskin Pendidikan Menengah 4.4. Rehabilitasi Ruang Pendidikan Menengah

4.5. Bantuan Operasional Manajemen Mutu SMA 4.6. Bantuan Operasional manajemen Mutu SMK 4.7. Pembangunan Gedung Pendidikan

4.8. Peningk. Mutu Nilai Karakter Guru SMA dan SMK 5. Pendidikan Luar Sekolah

5.1. Pendidikan Anak Usia Dini

5.2. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun 5.3. Pendidikan Non Formal

5.4. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan 5.5. Manajemen Pelayanan Pendidikan PLS

6. Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda

6.1. Pengembangan Upaya Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda 6.2. Perluasan Pengerahan Tenaga Terdidik untuk Pembangunan diperdesaan

7. Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga 8. Manajemen Pelayanan Pendidikan Dikdasmen 9. Manajemen dan Pelayanan Pendidikan Program yang bersumber dari APBD terdiri dari : 1. Pelayanan Administrasi Perkantoran

2. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3. Pelayanan Disiplin Aparatur

4. Manajemen Pelayanan Pendidikan 5. Pendidikan Anak Usia Dini

6. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun 7. Pendidikan Menengah

8. Pendidikan Non Formal 9. Pendidikan Luar Biasa

10. Peningkatan Mutu Pendidik & tenaga Kependidikan 11. Pengembangan & Keserasian Kegiatan Kepemudaan 12. Peningkatan Peran Serta Pemuda

(17)

13. Peningkatan Upaya Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda 14. Pembinaan dan Pemasyarakatan Pemuda

15. Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga

16. Peningkatan Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD, SMP SMA dan SMK

B. KEGIATAN

Kebijakan dan program yang telah ditetap-kan direalisasikan dengan serangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan Dikdas, Dikmen, dan pendidikan luar sekolah akan dilaksanakan antara lain : 1. Pembangunan TK Pembina Kec.

2. Pembangunan USB SD 3. Pembangunan USB SMP 4. Pembangunan Sekolah Satap

5. Pembangunan USB SMA/SMK

6. Pembangunan RKB SD

7. Pembangunan RKB SMP 8. Pembangunan RKB SM 9. Pembangunan USB PLB 10.Peningkatan mutu guru melalui

berbagai peningkatan kompetensi guru : - Guru TK/RA

- Guru SD / sederajat - Guru SMP / sederajat - Guru SM / sederajat

11. Peningkatan Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD, SMP SMA dan SMK

12. Selain sarana dan prasarana pendidikan tersebut juga dilengkapi dengan sarana

penunjang lainnya seperti perpustakaan, Lab IPA, Lab Bahasa, Lab komputer SD, SMP, SMA, SMK, dan PLB

C. Kondisi dan Capaian Target 2008 - 2009

Seluruh kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran pembangunan pendidikan diarahkan untuk mencapai target kinerja yang diukur dengan indikator kunci keberhasilan (IKK) APM, APK, dan Nilai UAN, yang perkembangan dan target 2009 sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.

No Indikator Kunci Sukses Capaian Target Kondisi Awala 2005 2006 2007 2008 2009 1 APK PAUD 41.02 45,24 48,07 53,50 60,50 2 APM SD Sederajat 92,67 94,44 95,88)* 99,00 TUNTAS 3 APK SLTP Sederajat 77,79 77,79 90,41 97,00 TUNTAS 4 APK SLTA Sederajat 53.91 53,91 72,34)* 81,55 90,57 5 UN SLTP Sederajat 5,23 5,9 6,00 6,50 7,00 6 UN SLTA Sederajat 5,55 6,51 6,99 7,50 8,00 7 Pemberantasan Buta Huruf > 15 tahun 44.424 orang 11.114 orang 19.730 orang 13.580 orang Tuntas

Ket. *) – Sudah tuntas tahun 2007 (SD), namun perlu peningkatan - Sudah tuntas tahun 2007 (SLTA), namun perlu peningkatan

(18)

III. PENUTUP

Demikian Kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 dalam rangka pemerataan akses pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di Kalimantan Selatan yang ditetapkan sejalan dengan kebijakan strategi Departemen Pendidikan Nasional.

MENGGAGAS PENDIDIKAN INTEGRATIF

Dan Optimalisasi Negara Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Menuju Generasi Shaleh – Muslih

Oleh: Muhammad Ismail Yusanto Mukadimmah

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Sistem semacam ini terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih, generasi yang cerdas, peduli bangsa dan kelak mampu menjadi pemimpin yang ideal. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru, dimana dalam sistem sekuler, asas penyelenggara pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuler tadi, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik

Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif .

Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus pula dilakukan secara mendasar, dan itu hanya dapat diujudkan melalui perbaikan yang menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.

Gambaran Sistem Pendidikan Islam 1. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi ideal dari obyek didik yang akan dicapai, ke mana seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan diarahkan. Maka sebagaimana pengertiannya, pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar yang terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu kehidupan (sainsteknologi dan keahlian) yang memadai.

a. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah).

Tujuan pertama ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni sebagai seorang muslim ia harus memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Identitas ini menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.

Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam metode pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam dalam diri seseorang sebagaimana yang pernah diterapkan Rasulullah SAW. Pertama, menanamkan aqidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode yang tepat, yakni yang sesuai dengan kategori aqidah sebagai

aqidah aqliyyah (aqidah yang keyakinannya dicapai dengan melalui proses berfikir). Kedua, mengajaknya

bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan berperilaku di atas fondasi ajaran Islam semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dan memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya sebagai ujud ketaatan kepada Allah SWT.

Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media untuk memberikan dasar pembentukan, peningkatan, pemantapan dan pematangan kepribadian anak didik. Semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan termasuk semua kegiatan yang dilakukan maupun interaksi diantara komponen di atas harus diarahkan bagi tercapainya tujuan yang pertama ini.

b. Menguasai Tsaqofah Islam.

Tujuan kedua ini menjadi konsekuensi (lanjutan) kemusliman seseorang. Islam mendorong setiap muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut ilmu. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari sisi kewajiban menuntutnya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu a’in, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu muslim. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqafah Islam, yakni pemikiran, ide

(19)

dan hukum-hukum (fiqh) Islam, Bahasa Arab, Sirah Nabawiyah, Al-Qur’an, Al-Hadits dan sebagainya. Kedua, adalah ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian dari umat Islam. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah sains dan teknologi serta berbagai keahlian, seperti kedokteran, pertanian, teknik dan sebagainya yang sangat diperlukan bagi kemajuan material masyarakat.

Berkaitan dengan Bahasa Arab sebagai bagian dari tsaqafah Islam, Rasulullah SAW telah menjadikan bahasa ini sebagai bahasa umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan. Karenanya, setiap muslim, termasuk yang bukan Arab sekalipun, wajib mempelajari Bahasa Arab. Imam Syafi’i dalam kitab Al-Risalah Fi ‘Ilmi Ushul menyatakan, “Allah SWT mewajibkan seluruh umat untuk mempelajari

lisan Arab dengan tekun dan sungguh-sungguh agar dapat memahami kandungan Al-Qur’an dan untuk beribadah”.

Dorongan kuat agar setiap muslim mempelajari tsaqofah Islamiyyah disamping sains dan teknologi, membuktikan bahwa Islam membentengi manusia dengan menjadikan aqidah Islam sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan seorang muslim, termasuk dalam tata cara berpikir, berkehendak, sehingga setiap tindakannya terlebih dulu diukurnya dengan standar ajaran Islam. Hanya dengan itu setiap muslim memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju sesuai dengan arahan Islam.

c. Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian).

Kewajiban untuk menguasai ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) diperlukan agar umat Islam dapat meraih kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini. Dorongan Islam untuk menguasai ilmu kehidupan juga dapat dimengerti dari pengkajian terhadap hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yakni pengetahuan yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia-sehingga dapat menentukan suatu tindakan (aksi) tertentu-dan pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dengan akal, Allah telah memuliakan manusia dengan akalnya. Akal akan membimbing manusia ke jalan yang benar.

Sementara, dalam banyak ayat Allah SWT juga menyerukan untuk menggunakan akalnya dan memanfaatkannya supaya dapat memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah sehingga bisa didapat sains dan aplikasinya berupa teknologi. Dari situlah akan membuahkan tambahan keimanan kepada Allah SWT, terhadap keesaanNya, kekuasaanNya dan keagunganNya. Disinilah pentingnya akal manusia, dimana melalui proses berpikirnya akan mampu menghantarkan manusia pada keimanan.

2. Unsur Pelaksana Pendidikan

Berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan bisa dibagi menjadi dua, yakni secara formal di sekolah dan secara nonformal di luar sekolah atau lingkungan, yakni keluarga dan masyarakat.

a. Pendidikan di sekolah

Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur hierarkhis dan kronologis, dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterapkan secara berjenjang, berlangsungnya proses pendidikan di sekolah sangat bergantung pada keberadaan sub-sistem-sub-sistem lain yang terdiri atas: anak didik; manajemen penyelenggaraan sekolah; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar; materi bahan pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang sistematis atau yang disebut sebagai kurikulum; tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pendidikan; alat bantu belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik pengajaran) serta perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus beserta perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian tujuan; penelitian untuk pengembangan kegiatan pendidikan; dan biaya pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan.

Berdasarkan sirah Rasul dan tarikh Daulah Khilafah, pendidikan formal dapat dideskripsikan sebagai berikut:

• Kurikulum pendidikan, mata ajaran, dan metodologi pendidikan disusun berdasarkan pada Aqidah Islam.

• Tujuan penyelenggaraan pendidikan Islam merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan Islam yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

• Sejalan dengan tujuan pendidikannya, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islamiyyah) diberikan dengan proporsi yang disesuaikan dengan pengajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian).

Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) dibedakan dari pelajaran guna membentuk syakhsiyyah

Islamiyah dan tsaqofah Islamiyyah. Materi untuk membentuk syakhsiyyah Islamiyah mulai diberikan di tingkat

dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian meningkat pada materi pembentukan dan peningkatan setelah usia anak didik menginjak baligh (dewasa). Sementara materi tsaqofah Islamiyyah dan pelajaran ilmu-ilmu kehidupan diajarkan secara bertingkat dari mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.

(20)

• Materi pelajaran yang bermuatan pemikiran, ide dan hukum yang bertentangan dengan Islam, seperti ideologi sosialis/komunis atau liberal/kapitalis, aqidah ahli kitab dan lainnya termasuk sejarah asing, bahasa maupun sastra asing dan lainnya, hanya diberikan pada tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk pengetahuan, bukan untuk diyakini dan diamalkan.

• Pendidikan di sekolah tidak membatasi usia. Yang ada hanyalah batas usia wajib belajar bagi anak-anak, yakni mulai umur 7 tahun berdasar pada hadits:

“Perintahkanlah anak-anak mengerjakan shalat di kala mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan shalat pada usia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (pada usia tersebut pula)”. (HR. Al Hakim dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amr bin Ash)

• Penyelenggaraan kegiatan olah raga dilangsungkan secra terpisah bagi murid laki-laki dan perempuan.

• Pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis atau murah. Swasta bisa menyelanggarakan pendidikan asal visi, misi dan sistem pendidikan yang dikembangkan tidak keluar dari ajaran Islam.

b. Pendidikan di keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama. Pembinaan kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama pembinaan keislaman dan sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar. Dalam dakwahpun, sebelum kepada masyarakat luas, seorang muslim diperintahkan untuk berdakwah terlebih dulu kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya.

c. Pendidikan di tengah masyarakat

Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan proses pendidikan sepanjang hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di masyarakat, yakni tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang berjalan.

Dalam sistem Islam, masyarakat merupakan salah satu elemen penting penyangga tegaknya sistem selain ketaqwaan individu serta keberadaan negara sebagai pelaksana syariat Islam. Masyarakat berperan mengawasi anggota masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan syariat Islam. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka sehingga menjadi masyarakat yang solid. Lebih dari itu, masyarakat Islam memiliki kepekaan indera, bagaikan pekanya anggota tubuh terhadap sentuhan benda asing. Tubuh yang hidup akan turut merasakan sakit saat anggota tubuh lain terluka, kemudian ia bereaksi dan berusaha melawan rasa sakit tersebut hingga lenyap. Dari sinilah maka

amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial yang sekaligus membedakan masyarakat Islam

dengan masyarakat lainnya.

Ketaqwaan individu masyarakat disamping ditentukan oleh upaya pribadi, juga sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan anggota masyarakat lain dan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam masyarakat Islam, seseorang yang berbuat maksiyat tidak akan berani melakukan secara terang-terangan, atau bahkan tidak berani melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuatan maksiyat, ia akan terdorong segera bertobat atas kekhilafannya dan kembali kepada kebenaran.

Kisah Ma’iz Aslami dan Al Ghomidiyah radliyallahu anhuma yang langsung menghadap Rasulullah SAW untuk meminta hukuman sesaat setelah berzina, merupakan contoh nyata gambaran dari ketinggian ketaqwaan individu dalam masyarakat Islam.

3. Asas Pendidikan

Islam mewajibkan setiap muslim untuk memegang teguh ajaran Islam dan menjadikannya sebagai dasar dalam berfikir dan berbuat, asas dalam hubungan antar sesama manusia, asas bagi aturan masyarakat dan asas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk dalam menyusun sistem pendidikan. Penetapan aqidah Islam sebagai asas pendidikan tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam, karena memang tidak semua ilmu pengetahuan terlahir dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan aqidah Islam sebagai standar penilaian. Dengan kata lain, aqidah Islam difungsikan sebagai aqidah atau tolok ukur pemikiran dan perbuatan.

Al-Qur’an sendiri memuat pemikiran dan keyakinan dari berbagai agama dan golongan di masa Nabi SAW. Islam tidak melarang mempelajari segala macam pemikiran sekalipun bertentangan dengan aqidah Islam, asal diserta koreksi dengan hujjah yang kuat untuk menumbangkan pendapat yang salah itu. Ilmu tentang pendapat-pendapat yang bertentangan dengan Islam tentu bukan sebagai suatu pengetahuan yang utama, melainkan semata-mata dipelajari untuk pengetahuan, menjelaskan kekeliruannya serta memberikan jawaban yang tepat. Yang dilarang adalah mengambil pemikiran-pemikiran yang salah itu sebagai pegangan hidup.

(21)

Kurikulum pendidikan Islam disekolah dijabarkan dalam tiga komponen utama, yakni: (1) Pembentukan

Syakhsiyyah Islamiyyah (Kepribadian Islami), (2) Tsaqofah Islam dan (3) Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian).

Sebagaimana yang tercermin dalam Tabel diatas, selain muatan penunjang proses pembentukan syaksiyyah Islamiyah yang secara terus menerus diberikan pada tingkat TK – SD dan SMP – SMU – PT, muatan Tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.

Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), susunan struktur kurikulum sedapat mungkin

bersifat mendasar, umum, berpadu dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Yang termasuk dalam materi dasar ini antara lain: pengenalan Al-Qur’an dari segi hafalan dan bacaan; prinsip-prinsip agama; membaca; menulis dan menghitung; prinsip bahasa Arab; menulis halus; sirah Rasul dan Khulafaur Rasyidin serta berlatih berenang dan menunggang kuda.

5. Dana, Sarana dan Prasarana

Berdasarkan sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah sebagaimana disarikan oleh Al-Baghdadi (1996) dalam buku Sistem Pendidikan Di Masa Khilafah Islam, negara memberikan pelayanan pendidikan cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan. Dana pendidikan ditanggung negara yang diambil dari baitul maal. Sistem pendidikan bebas biaya dilakukan oleh para sahabat (ijma) termasuk pemberian gaji yang sangat memuaskan kepadfa para pengajar yang diambil dari baitul maal.

Kendala

Model pendidikan seperti itu jelas hanya dapat diterapkan oleh negara karena negaralah yang memiliki seluruh otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana, prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang bermutu. Dalam membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam saat ini tentu saja akan menghadapi kendala utama, yakni belum diterapkannya bangunan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Upaya

Mengingat kendala di atas, maka tahap pertama bisa ditempuh aksi individual atau kelompok yang dibenarkan oleh hukum syara dan memenuhi persyaratan sebagai lembaga pendidikan Islam, dari mulai asas kurikulumnya hingga operasionalisasi pendidikan keseharian. Tahap berikutnya, secara simultan bersamaan dengan tahap pertama tadi harus diperjuangkan tegaknya sistem pendidikan Islami oleh negara sebagai bagian dari sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tahap pertama perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bermutu bagi anak-anak islam sekarang ini, yang diharapkan bisa menjadi fondasi penting bagi pembentukan kapribadian Islam dalam dirinya dalam rangka tumbuhnya tunas-tunas Islam yang amat diperlukan bagi dakwah. Tapi kegiatan ini tidak boleh melupakan agenda besarnya, yakni perjuagan penegakan kehidupan Islam yang didalamnya seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk dibidang pendidikan, diatur dengan syariah. Hanya dengan cara itu saja, kerahmatan syariah dapat benar diujudkan. Insya Allah.

JENJANG PENDIDIKAN KOMPONEN MATERI TK SD SMP SMU PT Syakhsiyyah

Islamiyyah Dasar-dasar Pembentukan & Pematangan Tsaqofah Islam 1 2 3 4 5 Ilmu Kehidupan 1 2 3 4 5

Gambar

Tabel Struktur dan Performa  Komponen Kurikulum

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Pitalah yang diberi probiotik Bacillus amyloliquefaciens dengan imbangan energi dan protein ransum

Lukisan berjudul Women III adalah merupakan hasil karya yang dibuat oleh seniman yang menganut aliran lukisan abstrak ekspresionis willem de Kooning dan merupakan salah satu

Humbang Hasundutan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 42 15071902710300 HONDA SIHOTANG Kab.. Humbang Hasundutan Guru

Sedangkan penentuan karakter morfologi dan pewarnaan gram bakteri simbion, dilakukan berdasarkan Microbiology Laboratory Manual dan menunjukkan bahwa morfologi sel bakteri

Seminar yang dilakukan di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) 6irebon, dilakukan dalam a6ara peringatan hari %usantara yang ke & pada tanggal

Dari gambar tersebut terlihat kunjungan berdasarkan kecamatan diketahui bulatan hitam kecil sebagai simbol kecamatan, persegi panjang ditengahnya tanda (+) sebagai simbol

Sejauh ini data mengenai pengukuran morfometrik dan meristik jenis-jenis ikan dikawasan muara sungai sugihan sumatera selatan masih sangat kurang dan belum terdokumentasi