• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan wilayah seringkali dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Hal ini memunculkan paradigma baru bahwasannya pembangunan wilayah merupakan pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Pembangunan ekonomi wilayah erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sektor industri merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi wilayah karena merupakan penggerak ekonomi masyarakat. Perkembangan negara-negara maju di Eropa yang pesat salah satunya karena didukung oleh sektor industri yang kuat.

Industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector). Pembangunan sektor industri akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lain, seperti misalnya sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya yang kesemuanya akan mendukung laju pertumbuhan industri.

Indonesia merupakan tempat yang sesuai untuk dikembangkan industri karena memiliki ”comparative advantage” berupa tenaga kerja yang melimpah dan murah, sumber bahan baku dan energi yang besar, serta pangsa pasar atau jumlah konsumen yang banyak (Baiquni, 2004). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang perindustrian. Salah satu industri yang cukup menonjol di Indonesia saat ini yaitu industri mebel kayu. Industri mebel kayu merupakan salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor tanah air. Hal ini didukung oleh aspek kualitas dan desain produk yang diminati oleh konsumen luar negeri, ketersedian bahan baku,

(2)

2

serta sumberdaya manusia yang terampil. Sejauh ini industri mebel kayu Indonesia masih memiliki pamor yang bagus dalam perdagangan dunia.

Bantul merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai tingkat perkembangan industri yang relatif tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Kulonprogo maupun Gunungkidul. Namun, arah pengembangan industri di daerah ini belum dilakukan dengan baik. Berbagai studi mengenai pengembangan industri di daerah Bantul masih sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam penentuan arah pembangunan industri yang dapat menyebabkan kemunduran sektor industri. Pemerintah daerah mempunyai peran yang cukup signifikan dalam pengembangan industrialisasi di daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan arah kebijakan pengembangan industri, baik menyangkut pola pengembangan, macam dan jenis industri, penyelesaian masalah lingkungan, lokasi industri, dan penyusunan prioritas pengembangan maupun mode kemitraaan yang akan dikembangkan. Oleh karena pengembangan industrialisasi tidak lepas dari berbagai permasalahan seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, ekonomi dan manajemen, lingkungan, budaya maupun aturan perundangan, maka penetuan prioritas pengembangan industri harus senantiasa mempertimbangkan semua faktor di atas agar terjadi kesinambungan pembangunan. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor industri di Kabupaten Bantul mampu menyerap sebesar 41.129 orang atau sebesar 10 % dari total usia produktif di seluruh Kabupaten Bantul (Disnakertrans, 2014).

Ragam industri di Kabupaten Bantul cukup banyak, mulai dari industri kerajinan berbasis kayu, kertas, logam, tanah, limbah, kulit sampai garmen. Berdasarkan data BPS (2013), Industri Besar dan Menengah (IBM) di Kabupaten Bantul pada tahun 2013 berjumlah 17 jenis IBM dengan jumlah unit usaha sebanyak 109 unit usaha yang didominasi oleh industri furniture.

Furniture adalah istilah yang digunakan untuk perabot rumah tangga yang berfungsi sebagai tempat penyimpan barang, tempat duduk, tempat tidur, tempat

(3)

3

mengerjakan sesuatu dalam bentuk meja atau tempat menaruh barang di permukaannya. Furniture yang terbuat dari kayu, bambu, dan lain semacamnya dapat disebut mebel kayu.

Industri furniture yang paling banyak dijumpai di Kabupaten Bantul yaitu industri mebel kayu. Industri mebel kayu merupakan industri unggulan di Kabupaten Bantul. Hal ini didasarkan atas pemakaian bahan baku lokal lebih dari 70%, penyerapan tenaga kerja, nilai ekspor lebih dari US$ 1 juta, dan tujuan ekspor lebih dari 3 negara (Disperindagkop, 2014).

Keberadaan industri mebel kayu di Kabupaten Bantul mempunyai peranan dalam menunjang perekonomian dan pendapatan asli daerah Kabupaten Bantul serta merupakan sumber mata pencaharian sebagian penduduk karena memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat setempat yang berpendapatan rendah di daerah pedesaan. Hal ini terutama didukung melalui peranan industri mebel kayu skala menengah dan besar dalam menyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Adanya potensi strategis industri mebel kayu di Kabupaten Bantul perlu dilakukan kajian strategis untuk mengontrol dan mengawasi pengembangan sektor industri. Salah satunya dapat ditempuh melalui tinjauan geografi yaitu dengan pemetaan distribusi spasial/keruangan dan kewilayahan. Menurut Yunus (2010) distribusi spasial industri merupakan aspek keruangan berupa lokasi persebaran dan perkembangan industri baik berupa titik-titik, garis-garis atau areal-areal pada permukaan bumi yang ditunjukan dalam bentuk peta.

Geografi industri merupakan bagian dari geografi ekonomi yang mempelajari tentang lokasi industri dan faktor lokasi seperti ketersediaan bahan mentah dan sumberdaya tenaga di suatu wilayah. Sumberdaya tenaga yang dimaksud meliputi tenaga air atau tenaga listrik sebagai penggerak mesin pabrik, penyedia tenaga kerja, penyedia air, pasar, dan fasilitas transport (Daldjoeni, 1992). Pemilihan lokasi industri mengutamakan aspek kondisi geografis, dimana lokasi yang dipilih untuk kegiatan industri merupakan lokasi yang akan

(4)

4

memberikan keuntungan maksimal bagi pelaku kegiatan industri. Namun demikian, seringkali dalam kenyaataannya pemilihan lokasi industri tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi saja, melainkan perlu mempertimbangkan berbagai macam faktor didalamnya. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi akan mempengaruhi pola sebaran industri dimana setiap pola akan merepresentasikan karakteristik yang khas dari setiap industri di suatu wilayah. Berdasarkan hal tersebut, maka kajian mengenai distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul menarik untuk dikaji dan dideskripsikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Industrialisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah. Hal ini terutama terkait pada dampak ekonomi yang ditimbulkan dari adanya industrialisasi. Industri menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan pemasukan yang besar terhadap pendapatan daerah. Kabupaten Bantul merupakan daerah dengan berbagai jenis industri didalamnya, salah satunya yaitu industri mebel kayu. Industri mebel kayu merupakan salah satu industri unggulan di Kabupaten Bantul. Industri mebel kayu tumbuh dan berkembang pesat di Kabupaten Bantul dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah Kabupaten Bantul. Secara fisik tumbuh kembang industri tersebut diekspresikan melalui distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul.

Proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif. Perkembangan industri akan memunculkan pola distribusi spasial yang berbeda-beda di tiap wilayah, tidak terkecuali pola distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul. Pola distribusi spasial industri memberikan gambaran karakteristik suatu industri, terutama aspek homogenitas dalam pemilihan lokasi industri (Hayter, 1997 dalam Kuncoro, 2002). Pemilihan lokasi untuk industri merupakan hal yang penting karena dengan menempatkan lokasi industri pada lokasi yang tepat akan berbagai macam penghematan sehingga keuntungan akan bertambah. Pertimbangan-pertimbangan yang diambil oleh pelaku industri dalam

(5)

5

memilih lokasi industri akan menentukan pola sebaran atau distribusi spasial industri. Oleh sebab itu, sangat menarik untuk dikaji seperti apa distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul berikut dengan pengaruh faktor-faktor lokasi yang melatarbelakangi terbentuknya distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul.

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diambil pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Seperti apa pola distribusi spasial lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul?

2. Seberapa kuat faktor lokasi mempengaruhi para pelaku industri mebel kayu di Kabupaten Bantul dalam memilih lokasi industri?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui distribusi spasial lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui seberapa kuat faktor lokasi mempengaruhi para pelaku industri mebel kayu di Kabupaten Bantul dalam memilih lokasi industri.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Teoritis

a. Bagi pembaca, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai distribusi spasial industri.

b. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan untuk dijadikan referensi bagi peneliti yang akan mengangkat masalah yang sama.

c. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk sarana pengembangan ilmu penetahuan.

(6)

6 2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Instansi / Pemerintah terkait, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan berbagai program kerja yang berkaitan dengan memperhatikan distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian Inastri Nityasari berjudul “Pola Distribusi Spasial Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman”. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu mengetahui pola distribusi spasial industri menengah dan besar di Kabupaten Sleman, mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan distribusi spasial industri menengah dan besar di Kabupaten Sleman, memberikan saran untuk kebijakan pengembangan industri menenga dan besar di Kabupaten Sleman. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis kuantitatif dengan data primer dan sekunder. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa distribusi industri menengah dan besar (IMB) di Kabupaten Sleman cenderung mengelompok di Kecamatan Depok, faktor yang berhubungan dengan distribusi IMB adalah ketersediaan angkatan kerja, kapasitas listrik yang terpasang, jumlah kendaraan bermotor, dan jarak ke pusat kota, saran kebijakan dalam pengembangan IMB adalah dengan menyediakan suatu lokasi tertentu yang mengelompok bagi IMB (Nityasari, 2009).

Penelitian Ema Fitrihani berjudul “Pola Persebaran Spasial Industri Sedang dan Besar di Kabupaten Kudus”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pola persebaran spasial industri sedang dan besar di Kabupaten Kudus serta mengetahui jenis-jenis industri sedang dan besar yang menjadi unggulan di Kabupaten Kudus bagian utara dan selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian Ema Fitrihana yaitu bahwa pola persebaran industri sedang dan besar di Kabupaten Kudus cenderung mengelompok dengan besarnya nilai “R” = 0,385937, jenis-jenis industri sedang dan besar yang menjadi unggulan di

(7)

7

Kabupaten Kudus dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu wilayah Kabupaten Kudus bagian utara memiliki jenis industri unggulan pada industri pengolahan tembakau serta wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan memiliki jenis industri unggulan pada industri pengolahan tembakau, kertas, barang dari kertas dan sejenisnya; kayu, barang-barang dari kayu tidak termasuk furniture) dan barang-barang anyaman dari rotan, bambu, dan sejenisnya; penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman; karet, barang dari karet dan plastik; mesin dan perlengkapannya; mesin listrik lain dan perlengkapannya; radiao, televisi, dan alat komunikasi serta perlengkapannya; kendaraan bermotor; furniture dan industri pengolahan lainnya (Fitrihani, 2010).

Penelitian Alina Masda Mawaddah berjudul “Distribusi Spasial dan Karakteristik Industri Rumah Tangga Pangan di Kecamatan Ungaran Barat”. Penelitian Alina Masda Mawaddah bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial lokasi industri, asal penghasil bahan baku dan daerah jangkauan pemasaran industri, untuk mengetahui karakteristik industri yang meliputi modal, bahan baku, tenaga kerja, produksi dan pemasaran, serta untuk mengetahui besaran kontribusi pendapatan pengusaha IRTP terhadap pendapatan rumah tangga atau keluarga. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode survey, dokumentasi dan wawancara. Hasil dari penelitian Alina Masda Mawaddah yaitu bahwa distribusi spasial lokasi IRTP di Desa Lerep, Keji, Kalisidi dan Kelurahan Genuk Barat yaitu IRTP keripik, tempe, tahu dan roti. Distribusi spasial asal bahan baku kedelai berasal dari luar negeri yaitu Amerika dan Argentina sedangkan bahan baku tepung terigu, bayam kacang tanah dan hijau berasal dari dalam negeri yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Semarang dan Demak. Distribusi spasial daerah jangkauan pemasaran IRTP keripik sampai ke luar Kota/Kabupaten yaitu Semarang, Demak, Kendal, Temanggung, Salatiga, Boyolali, Pati, Jepara, Rembang dan Grobogan serta hasil IRTP roti sampai ke Kabupaten Jepara, Demak, Kendal, Kota Semarang dan Salatiga. Pemasaran IRTP tempe menjangkau ke luar kecamatan yaitu Kecamatan Bandarjo dan Ungaran serta hasil IRTP tahu sampai ke Kecamatan Ungaran, Lerep, Bandarjo, Candirejo dan

(8)

8

Langensari. Asal modal pengusaha berasal dari bank, pinjaman keluarga dan ixmodal sendiri (Mawaddah, 2013).

Penelitian Mahatma Yudhistira dan Rini Rachmawati berjudul “Pewilayahan Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kabupaten Bantul”. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu mengetahui sebaran wilayah industri kecil dan rumah tangga beserta sebarannya di Kabupaten Bantul, mengetahui keunggulan sektor industri kecil dan rumah tangga di setiap kecamatan di Kabupaten Bantul, dan mengetahui sentra unggulan utama industri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Bantul. Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder dan hasilnya dipetakan menjadi peta tematik, yaitu peta kluster, peta sektor unggulan dan peta sentra unggulan industri kecil di Kabupaten Bantul.

Hasil dari penelitian tersebut yaitu adanya pola sebaran industri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Bantul membentuk kluster-kluster tertentu dengan ciri komoditas hasil produksi. Untuk IKRT unggulan, kelompok industri pangan terdapat di Kecamatan Srandakan, Kretek, Bambanglipuro, Bantul, Jetis, Banguntapan dan Pajangan. Kelompok industri sandang terdapat di Kecamatan Jetis, Pandak, Bantul, Imogiri dan Sedayu. Kelompok industri Kimia dan Bangunan terdapat di Kecamatan Srandakan, Piyungan, Banguntapan, Pajangan dan Sedayu. Kelompok industri kerajinan terdapat di Kecamatan Pundong, Dlingo, Sewon, Kasihan dan Sedayu. Kelompok industri logam terdapat di Kecamatan Pandak, Banguntapan dan Kasihan. Sentra unggulan utama, industri pangan di Kecamatan Kretek dan Jetis, industri sandang dan kulit di Kecamatan Pandak dan Imogiri, industri kimia dan bangunan di Kecamatan Piyungan dan Pajangan, industri kerajinan di Kecamatan Dlingo dan Sewon, industri logam di Kecamatan Pandak dan Banguntapan (Yudhistira dan Rachmawati, 2013).

Penelitian Indiarto berjudul “Kajian Distribusi Spasial Industri Mebel Kayu di Kabupaten Bantul”. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian Indiarto lebih memfokuskan pada satu jenis industri, yaitu industri mebel kayu. Hal ini diharapkan penelitian yang dilakukan dapat lebih fokus dan

(9)

9

hasilnya lebih akurat. Penelitian Indiarto mempunyai dua tujuan, yaitu mengetahui distribusi spasial lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul serta mengetahui seberapa kuat faktor lokasi mempengaruhi para pelaku industri mebel kayu di Kabupaten Bantul dalam memilih lokasi industri. Metode yang digunakan dalam penelitian Indiarto yaitu analisis deskriptif kuantitatif melalui survey lapangan yang kemudian hasilnya diolah menggunakan bantuan software arcgiss 10.1 dan program Microsoft Excel 2010.

Hasil penelitian Indiarto menunjukkan bahwa distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul cenderung mengelompok. Pengelompokan terutama terjadi di wilayah pinggiran kota Yogyakarta. Sedangkan pengaruh faktor lokasi dalam pemilihan lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh lemah adalah bahan baku; faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh sedang antara lain pasar, tenaga kerja, lahan usaha, kebijakan pemerintah, teknologi, dan aglomerasi; sedangkan faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh kuat yaitu infrastruktur pendukung.

(10)

10

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil

1. Inastri Nityasari, 2009 Pola Distribusi Spasial Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman

1. Mengetahui pola distribusi spasial industri menengah dan besar di Kabupaten Sleman 2. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan distribusi spasial industri menengah dan besar di Kabupaten Sleman

3. Memberikan saran untuk kebijakan pengembangan industri menenga dan besar di Kabupaten Sleman Analisis Kuantitatif dengan data primer dan sekunder

1. Distribusi industri menengah dan besar di Kabupaten Sleman cenderung mengelompok di Kecamatan Depok.

2. Faktor yang berhubungan dengan distribusi IMB adalah ketersediaan angkatan kerja, kapasitas listrik yang terpasang, jumlah kendaraan bermotor, dan jarak ke pusat kota.

3. Saran kebijakan dalam pengembangan IMB adalah dengan menyediakan suatu lokasi tertentu yang mengelompok bagi IMB.

2. Ema Fitrihani, 2010 Pola Persebaran Spasial Industri Sedang dan Besar di Kabupaten Kudus 1. Mengetahui pola persebaran spasial industri sedang dan besar di Kabupaten Kudus

2. Mengetahui jenis-jenis industri sedang dan besar yang menjadi unggulan di

Kabupaten Kudus bagian utara dan selatan Pendekata n analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif

1. Pola persebaran industri sedang dan besar di Kabupaten Kudus cenderung mengelompok, yaitu dengan besarnya nilai “R” = 0,385937 2. Jenis-jenis industri sedang dan besar yang menjadi unggulan di Kabupaten Kudus dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

- Wilayah Kabupaten Kudus bagian utara memiliki jenis industri unggulan pada industri pengolahan tembakau

- Wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan memiliki jenis industri unggulan pada industri pengolahan tembakau, kertas, barang dari kertas dan sejenisnya; kayu, barang-barang dari kayu tidak termasuk furniture) dan barang-barang anyaman dari rotan, bambu, dan sejenisnya; penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman; karet, barang dari karet dan plastik; mesin dan perlengkapannya; mesin listrik lain dan perlengkapannya; radiao, televisi, dan alat komunikasi serta perlengkapannya; kendaraan bermotor; furniture dan industri pengolahan lainnya.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

(11)

11 3. Alina Masda Mawaddah, 2013 Distribusi Spasial dan Karakteristik Industri Rumah Tangga Pangan di Kecamatan Ungaran Barat

1. Untuk mengetahui distribusi spasial lokasi industri, asal penghasil bahan baku dan daerah jangkauan pemasaran industri

2. Untuk mengetahui karakteristik industri yang meliputi modal, bahan baku, tenaga kerja, produksi dan pemasaran

3. Untuk mengetahui besaran kontribusi pendapatan pengusaha IRTP terhadap pendapatan rumah tangga atau keluarga metode survey, dokumenta si dan wawancara .

Distribusi spasial lokasi IRTP di Desa Lerep, Keji, Kalisidi dan Kelurahan Genuk Barat yaitu IRTP keripik, tempe, tahu dan roti. Distribusi spasial asal bahan baku kedelai berasal dari luar negeri yaitu Amerika dan Argentina sedangkan bahan baku tepung terigu, bayam kacang tanah dan hijau berasal dari dalam negeri yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Semarang dan Demak. Distribusi spasial daerah jangkauan pemasaran IRTP keripik sampai ke luar Kota/Kabupaten yaitu Semarang, Demak, Kendal, Temanggung, Salatiga, Boyolali, Pati, Jepara, Rembang dan Grobogan serta hasil IRTP roti sampai ke Kabupaten Jepara, Demak, Kendal, Kota Semarang dan Salatiga. Pemasaran IRTP tempe menjangkau ke luar kecamatan yaitu Kecamatan Bandarjo dan Ungaran serta hasil IRTP tahu sampai ke Kecamatan Ungaran, Lerep, Bandarjo, Candirejo dan Langensari. Asal modal pengusaha berasal dari bank, pinjaman keluarga dan ixmodal sendiri

4. Mahatma Yudhistira dan Rini Rachmawati, 2013 Pewilayahan Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kabupaten Bantul 1. Mengetahui sebaran wilayah industri kecil dan rumah tangga beserta sebarannya di Kabupaten Bantul.

2. Mengetahui keunggulan sektor industri kecil dan rumah tangga di setiap kecamatan di Kabupaten Bantul

3. Mengetahui sentra

unggulan utama industri kecil dan rumah tangga di

Kabupaten Bantul

Analisis data sekunder

Adanya pola sebaran industri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Bantul membentuk kluster-kluster tertentu dengan ciri komoditas hasil produksi. 1. Untuk IKRT unggulan, kelompok industri pangan terdapat di Kecamatan Srandakan, Kretek, Bambanglipuro, Bantul, Jetis, Banguntapan dan Pajangan.

2. Kelompok industri sandang terdapat di Kecamatan Jetis, Pandak, Bantul, Imogiri dan Sedayu.

3. Kelompok industri Kimia dan Bangunan terdapat di Kecamatan Srandakan, Piyungan, Banguntapan, Pajangan dan Sedayu. Kelompok industri kerajinan terdapat di Kecamatan Pundong, Dlingo, Sewon, Kasihan dan Sedayu.

4. Kelompok industri logam terdapat di Kecamatan Pandak, Banguntapan dan Kasihan.

(12)

12

5. Sentra unggulan utama, industri pangan di Kecamatan Kretek dan Jetis, industri sandang dan kulit di Kecamatan Pandak dan Imogiri, industri kimia dan bangunan di Kecamatan Piyungan dan Pajangan, industri kerajinan di Kecamatan Dlingo dan Sewon, industri logam di Kecamatan Pandak dan Banguntapan. 5. Indiarto, 2014 Kajian Distribusi Spasial Industri Mebel Kayu di Kabupaten Bantul 1. Mengetahui distribusi spasial lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui seberapa kuat faktor lokasi mempengaruhi para pelaku industri mebel kayu di Kabupaten Bantul dalam memilih lokasi industri

Analisis deskriptif kuantitatif

1. Analisis tetangga terdekat pada software arcgiss 10.1 menunjukkan bahwa distribusi spasial industri mebel kayu skala besar dan menengah di Kabupaten Bantul cenderung mengelompok. Pengelompokan terutama terjadi di daerah-daerah pinggiran Kota Yogyakarta dan disekitar jalan-jalan utama di Kabupaten Bantul.

2. Pengaruh faktor lokasi dalam pemilihan lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh lemah adalah bahan baku; faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh sedang antara lain pasar, tenaga kerja, lahan usaha, kebijakan pemerintah, teknologi, dan aglomerasi; sedangkan faktor yang tergolong dalam kategori tingkat pengaruh kuat yaitu infrastruktur pendukung.

(13)

13 1.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Studi Geografi

Widoyo (2001) berpendapat bahwa geografi adalah ilmu yang menggunakan pendekatan holistik melalui kajian keruangan, kewilayahan, ekologi, dan sistem, serta historis untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur pola, fungsi, dan proses interrelasi, interaksi, interdependensi, dan hubungan timbal balik dari serangkaian gejala, penampakan, atau kejadian dari kehidupan manusia (penduduk), kegiatan atau budidayanya dengan keadaan lingkungannya di permukaan bumi, sehingga dari kajian tersebut dapat dijelaskan dan diketahui lokasi atau penyebaran, adanya persamaan dan perbedaan wilayah dalam hal potensi, masalah, informasi geografi lainnya serta dapat meramalkan informasi baru atas gejala geografi yang akan datang yang selanjutnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.

Geografi yang mempunyai studi ilmu alam dan juga ilmu sosial mempunyai banyak cabang, salah satunya adalah geografi industri (industrial geography). Selanjutnya, Daldjoeni (1992) berpendapat bahwa geografi dalam tradisinya yang kuno bergiat dalam penemuan dan perubahan kawasan-kawasan baru di permukaan bumi, lalu hasilnya berupa aneka catatan yang akurat tentang itu serta deskripsi mengenai persebaran berbagai gejala dan hakikat tempat-tempat. Dalam geografi, industri dikaji secara mendalam melalui perspektif geografi yang ada, dengan mencakup berbagai pendekatan dalam geografi. Karakteristik geografi industri merupakan bagian dari geografi ekonomi antara lain menstudi tentang lokasi industri, serta karakteristik faktor geografis lokasi ini berkaitan dengan wilayah bahan mentah, sumberdaya tenaga meliputi tenaga air atau tenaga listrik sebagai penggerak mesin pabrik, suplay tenaga kerja, suplay air, pasaran dan fasilitas transportasi.

1.6.2 Analisis Keruangan

Geografi adalah bagian dari ilmu kebumian yang mengkaji secara komprehensif fenomena-fenomena yang ada di permukaan bumi dan hubungan

(14)

14

saling tindak dengan kehidupan manusia melalui tiga pendekatan, yaitu keruangan (spatial), temporal, dan kompleks wilayah (Bonnett, 2008 dalam Junun, 2012). Geografi adalah bidang ilmu yang bersifat integratif yang mempelajari gejala-gejala yang terjadi di muka bumi (dalam dimensi fisik dan dimensi manusia) dengan menggunakan perpektif keruangan (spatial perspektif). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “aspek keruangan”lah yang menjadi ciri pembeda bidang geografi dengan bidang ilmu lain (Suhardjo, 2013).

Analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Dalam mengkaji aspek-aspek tersebut, seorang geograf sangat memperhatikan faktor letak, distribusi (persebaran), interelasi serta interaksinya. Salah satu contoh pendekatan keruangan tersebut adalah sebidang tanah yang harganya mahal karena tanahnya subur dan terletak di pinggir jalan. Pada contoh tersebut, yang pertama adalah menilai tanah berdasarkan produktivitas pertanian, sedangkan yang kedua menilai tanah berdasarkan nilai ruangnya yaitu letak yang strategis. 1.6.3 Konsep Industri

Industri adalah setiap unit produksi yang membuat suatu barang atau mengerjakan sesuatu di suatu tempat tertentu untuk keperluan masyarakat (Bintarto, 1997). Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri (UU No.3 Tahun 2014). Definisi lain mengatakan bahwa industri adalah suatu usaha yang memproduksi bahan mentah melalui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga bahan tersebut dapat diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi mungkin (Sandy, 1985 dalam Afrianto, 2012).

(15)

15

Industri dari sudut pandang geografi adalah industri sebagai suatu sistem, yang merupakan perpaduan sub sistem fisis dan sub sistem manusia. Subsistem fisis meliputi lahan, bahan baku, energi, iklim dengan proses alamiahnya. Sedangkan subsistem manusia meliputi tenaga kerja, teknologi, tradisi, politik, pemerintahan, transportasi dan komunikasi, konsumen dan pasar. Relasi, asosiasi dan interaksi komponen tersebut dalam satu ruang merupakan bidang pengkajian geografi (Sumaatmaja, 1981). Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian industri adalah suatu aktivitas ekonomi yang terspesialisasi secara geografis yang memproduksi bahan-bahan tertentu sebagai bahan baku untuk diproses menjadi hasil lain yang lebih berdaya guna bagi masyarakat.

1.6.4 Klasifikasi Industri

Secara umum, kegiatan industri selalu menghasilkan barang jadi. Proses yang berlangsung dalam kegiatan industri ada yang sederhana dan ada yang kompleks. Kegiatan industri yang kompleks membutuhkan peralatan mesin. Contoh industri perakitan atau asembling mobil, sepeda motor, dan televisi. Berbagai jenis industri dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu, seperti jumlah tenaga kerja, barang yang dihasilkan, daerah pemasaran, lokasi, investasi-investasi dan tenaga kerja, serta departemen perindustrian.

Tabel 1.2

Klasifikasi Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No Segmen Klasifikasi Industri Jumlah Tenaga Kerja

1 Industri Rumah Tangga 1-5 orang 2 Industri Kecil 5-19 orang 3 Industri Menengah 20-99 orang 4 Industri Besar >99 orang

(16)

16 1.6.5 Distribusi Spasial

Distribusi diartikan sebagai persebaran. Persebaran dalam hal ini adalah posisi lokasi yang terletak disuatu area/tempat dalam keadaan tertentu. Klasifikasi sebaran pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, diantaranya yaitu: 1) Mengelompok (Cluster), 2) Acak (Random), dan 3) Teratur (Reguler) (Yunus, 2010).

Pengertian spasial dari pandangan geografi adalah pengertian yang bersifat rigid, yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat (Rustiadi dkk, 2009). Spasial berarti keruangan, istilah ruang (space) dapat diartikan sebagai bagian tertentu dari permukaan bumi yang mampu mengakomodasikan berbagai bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya. Distribusi spasial industri merupakan aspek keruangan berupa lokasi persebaran dan perkembangan industri baik berupa titik-titik, garis-garis atau areal-areal pada permukaan bumi yang ditunjukan dalam bentuk peta (Yunus, 2010).

1.6.6 Klaster Industri

Penggagas konsep klaster yang pertama kali adalah Porter (1990), Porter memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The Competitive Advantage of Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.

Porter (1990) dalam definisinya juga lebih menekankan pada konsep pertalian usaha yang bernilai (value chain) dalam rangka menghasilkan suatu jenis produk. Kedekatan jarak antar kelompok usaha selanjutnya dapat diterjemahkan menjadi ukuran nilai tambah optimal karena adanya aglomerasi. Kuncoro (2002) lebih lanjut menguraikan bahwa klaster industri (industrial cluster) pada dasarnya merupakan kelompok produksi yang sangat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya berspesialisasi pada hanya satu atau dua industri utama saja.

(17)

17

Menurut Tambunan (1999) terdapat beberapa karakteristik dari sentra industri atau klaster, yaitu :

1. Sejumlah pengusaha pada skala yang sama yang pada umumnya membuat jenis-jenis produk yang sama atau sejenis dan berlokasi saling berdekatan di suatu wilayah.Terdapat (tapi tidak selalu) fasilitas-fasilitas terutama dari pemerintah yang dapat digunakan bersama oleh semua pengusaha di lokasi tersebut.

2. Suatu sentra mencerminkan keahlian yang seragam dari penduduk di wilayah tersebut yang sudah dimiliki sejak lama, turun temurun.

3. Adanya kerjasama antara sesama pengusaha, misalnya dalam pengadaan bahan baku atau pemasaran.

4. Di dalam sentra terdapat pensuplai bahan baku, alat-alat produksi dan mesin, dan komponen-komponen subkontraktor.

Tambunan (2002) juga menambahkan bahwa klaster industri bukan hanya pengelompokan industri di suatu wilayah, namun kebih pada keterkaitan produksi antarindustri. Klaster industri merupakan kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri penunjang, dan industri kegiatan-kegiatan ekonomi penunjang yang saling terkait dan mendukung. Secara teoritis, pendekatan klaster mampu memberi bingkai dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan program pengembangan sektor industri manufaktur nasional yang lebih jelas dan terarah.

Marshall (1920), seorang ekonom Inggris, memandang sentra-sentra industri yang di dalamnya terdapat industri kecil dan menengah (IKM) telah memperoleh keuntungan karena berada di dalam suatu wilayah yang berdekatan „geographical proximity‟. Keuntungan tersebut diantaranya adalah tersedianya tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus dan sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan „labour pool‟ dan adanya pertukaran informasi dan gagasan „knowledge spill-over‟. Keuntungan-keuntungan yang didapat dari kedekatan dengan perusahaan-perusahaan lain itu disebut penghematan eksternal. Penghematan eksternal lainnya adalah berdekatannya para pemasok spesialis.

(18)

18

Lokasi para pemasok yang berdekatan menghasilkan penghematan akibat spesialisasi yang muncul dari terjadinya pembagian kerja yang meluas antar perusahaan dalam aktivitas dan proses yang saling melengkapi. Keuntungan tersebut berbeda dengan keuntungan akibat penghematan internal, yakni penghematan-penghematan biaya yang terjadi di dalam suatu unit perusahaan itu sendiri, termasuk adanya efisiensi.

Schmitz (1995) mengemukakan bahwa klaster industri bisa berlangsung secara dinamis dan menguntungkan unit-unit usaha yang ada di dalamnya jika mampu melahirkan apa yang disebut efisiensi kolektif „collective efficiency’. „Collective efficiency’ adalah keunggulan kompetitif yang disebabkan oleh penghematan eksternal dan aksi bersama. Keuntungan yang diperoleh lebih banyak disebabkan oleh lokasi yang sama. Melalui lokasi yang sama ini, perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya secara mudah bisa memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan. Lokasi yang sama juga akan memudahkan perusahaan-perusahaan itu berhubungan dengan para suppliers dan buyers.

1.6.7 Pemilihan Lokasi Industri

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial (Sirojuzilam, 2006 dalam Nugraha, 2013).

Pengambilan keputusan untuk memilih lokasi merupakan kerangka kerja yang prospektif bagi pengembangan suatu kegiatan yang bersifat komersil, yaitu pemilihan lokasi-lokasi yang strategis, artinya lokasi itu memiliki atau memberikan pilihan-pilihan yang menguntungkan dari sejumlah akses yang ada.

(19)

19

Semakin strategis suatu lokasi untuk kegiatan industri, berarti akan semakin besar peluang untuk meraih keuntungannya. Jadi, tujuan dari penentuan lokasi industri yaitu untuk memperbesar keuntungan dengan menekan biaya produksi dan meraih pasar yang besar dan luas.

Hoover dalam teorinya tentang lokasi kegiatan ekonomi mengatakan bahwa lokasi pabrik atau perusahaan dapat didirikan dititik bahan mentah ataupun dititik pasar (Daldjoeni, 1992). Pemilihan lokasi industri pada dasarnya bertujuan untuk mencari keuntungan maksimum dengan jalan menekan biaya masukan. Biaya masukan ini meliputi bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya produksi, dan biaya distribusi. Oleh karena itu, perlu adanya pertimbangan dari berbagai faktor orientasi, apabila penentuan lokasi salah, maka akan menyebabkan kerugian yang terus menerus. Umumnya, faktor orientasi mengacu pada bahan baku, tenaga kerja, produksi, dan pasaran yang merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan lokasi industri. Dasar orientasi keputusan tersebut terutama ditekankan kepada biaya transportasi yang rendah (Sumaatmadja, 1981).

Alfred Weber (1933) menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di ana penjumlahan dari keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam perumusan modelnya, Weber bertitik tolak pada asumsi bahwa :

1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna;

2. Beberapa sumberdaya alam seperti air, pasir, dan batu bata tersedia dimana-mana dalam jumlah yang memadai;

3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas;

(20)

20

4. Tenaga kerja tidak ubiquitos (tidak tersebar secara merata), tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas. Berdasarkan asumsi tersebut, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaaglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi. Kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi merupakan kekuatan lanjutan yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang (Tarigan, 2006). Konsep tersebut dinyatakan sebagai segitiga lokasi atau locational triangle seperti pada gambar berikut.

Tambunan (2002) menyebutkan bahwa prinsip “optimal location” adalah penempatan suatu industri di suatu lokasi yang strategis dengan total biaya paling minimum yang mencakup biaya-biaya transportasi, informasi, pengadaan bahan baku, produksi, distribusi, dan lain-lain. Selain itu, Tambunan (2009) juga mengungkapkan pentingnya faktor sumberdaya manusia (SDM) dan teknologi dalam suatu industri. SDM yang terampil dan berpendidikan serta teknologi yang digunakan akan mempengaruhi tingkat produktivitas suatu industri. Berdasarkan teori “optimal location” dan konsep pemilihan lokasi dari Tambunan, setidaknya terdapat delapan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri, yaitu bahan baku, pasar, tenaga kerja, infrastruktur pendukung, lahan usaha, kebijakan pemerintah, teknologi, dan aglomerasi.

Keterangan :

P1 : Lokasi optimum R1 dan R2 : Sumber bahan baku M : Pasar

Sumber : Tarigan, Robinson. 2006. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Bumi Aksara.

(21)

21 1. Bahan Baku

Bahan baku yang melimpah di suatu wilayah dipandang sebagai sebuah potensi. Industri cenderung berlokasi di wilayah-wilayah yang memiliki ketersediaan bahan baku melimpah. Hal ini disebabkan karena industri tidak perlu mengambil bahan baku dari wilayah lain sekaligus dapat memotong biaya transportasi sehingga keuntungan menjadi maksimum.

2. Pasar

Pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat untuk menjual hasil atau produk dari suatu industri. Oleh sebab itu, industri akan cenderung memilih lokasi di tempat-tempat yang berada tidak jauh dari pasarnya. Hal ini disebabkan karena semakin industri mendekati pasar, maka biaya transportasi yang dikeluarkan menjadi rendah sehingga keuntungan menjadi semakin tinggi.

3. Tenaga Kerja

Sumberdaya manusia atau dalam hal ini diasumsikan sebagai tenaga kerja memiliki peranan yang penting bagi sebuah industri. Tenaga kerja yang terampil akan meningkatkan produktivitas industri sehingga keuntungan menjadi lebih besar. Industri akan cenderung berlokasi di wilayah-wilayah yang memiliki sumberdaya manusia atau ketersediaan tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang bagus. Hal ini disebabkan karena dengan mempekerjakan tenaga kerja lokal (di sekitar industri), maka industri tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya tambahan, seperti tuntutan gaji yang tinggi, penyediaan tempat tinggal, maupun biaya transportasi yang lebih tinggi apabila pekerja seorang penglaju dari luar daerah.

4. Infrastruktur Pendukung

Ketersediaan infrastruktur pendukung yang bagus akan mendukung kelancaran kegiatan industri. Oleh sebab itu, industri juga harus mempertimbangkan ketersedian, kondisi, maupun kualitas infrastruktur pendukung di suatu wilayah agar kegiatan industri dapat berjalan lebih lancar.

(22)

22 5. Lahan Usaha

Ketersediaan lahan usaha industri di suatu wilayah akan mendorong tumbuhnya industri di suatu wilayah. Pemilihan lahan usaha hendaknya juga memperhatikan harga maupun sewa tanah yang seminimal mungkin disamping dilengkapi dengan infrastruktur dan prospek lahan yang bagus.

6. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seringkali merugikan maupun menguntungkan sebuah industri, tergantung tipikal dari pemerintah daerah. Suatu industri hendaknya mempertimbangkan aspek politik di suatu wilayah beserta kebijakan-kebijakan pemerintah daerahnya. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kerugian-kerugian akibat kebijakan yang tidak pro dengan industri.

7. Teknologi

Perkembangan teknologi dan modernisasi telah membawa perubahan dalam bidang industri (Baiquni, 1998). Penggunaan teknologi memudahkan industri baik dalam pemasaran, akses informasi, perkembangan inovasi, maupun produktivitas. Industri hendaknya berlokasi di wilayah-wilayah yang memiliki ketersediaan teknologi cukup bagus, baik teknologi berupa mesin-mesin modern, maupun teknologi jaringan informasi.

8. Aglomerasi

Aglomerasi dapat diartikan sebagai keterkaitan kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi di suatu lokasi (Sjafrizal, 2008). Industri akan cenderung berlokasi di wilayah-wilayah yang memiliki aglomerasi industri karena dapat memperoleh penghematan-penghematan sehingga keuntungan akan meningkat.

Menentukan lokasi industri adalah proses pemilihan lokasi optimal yaitu lokasi terbaik secara ekonomis (dapat memberikan keuntungan maksimal, biaya terendah dan pendapatan tertinggi). Namun semua faktor industri tersebut

(23)

23

tentunya tidak seluruhnya dapat diakomodasi secara keseluruhan. Terkadang satu industri akan lebih dekat dengan lokasi bahan baku tetapi jauh dengan lokasi pemasaran, atau sebaliknya. Banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan mamunculkan teori-teori baru untuk membantu memecahkan masalah penentuan lokasi, yaitu harus didasarkan pada faktor-faktor produksi paling dominan dari suatu kegiatan industri.

1.7 KERANGKA PEMIKIRAN

Pengembangan wilayah erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi wilayah sehingga seringkali memunculkan anggapan bahwa wilayah dapat dikatakan berkembang apabila ekonominya tumbuh. Sektor industri merupakan sektor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah berkembangnya sektor industri.

Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerjanya dibagi menjadi industri rumah tangga, industri kecil, industri sedang, dan industri besar. Dari keempatnya industri sedang dan besar merupakan industri yang secara signifikan mempengaruhi perekonomian di suatu wilayah. Hal ini disebabkan karena industri sedang dan besar sudah mempunyai kematangan baik dari segi manajemen, modal, pasar, dan lain sebagainya sehingga memberikan pengaruh yang cukup besar bagi suatu wilayah. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya mengambil industri besar dan menengah sebagai obyek kajiannya.

Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah yang memiliki berbagai macam industri didalamnya. Salah satunya yaitu industri mebel kayu. Industri mebel kayu merupakan salah satu sektor industri unggulan di Kabupaten Bantul. Mengingat peran industri mebel kayu yang besar bagi perkembangan wilayah di Kabupaten Bantul membuat penelitian mengenai distribusi spasial industri mebel kayu menjadi menarik untuk dikaji.

Kajian distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul mengkaji mengenai distribusi spasial industri serta persepsi pelaku industri mebel kayu dalam memilih lokasi. Persepsi dalam memilih lokasi industri tersebut

(24)

24

secara fisik akan mempengaruhi distribusi spasial industri mebel kayu di Kabupaten Bantul.

Identifikasi pengaruh faktor lokasi dalam memilih lokasi industri mebel kayu di Kabupaten Bantul ditinjau melalui beberapa faktor antara lain bahan baku, pasar, tenaga kerja, infrastruktur pendukung, lahan usaha, kebijakan pemerintah, teknologi, dan aglomerasi. Identifikasi tersebut dilakukan melalui wawancara kuesioner kepada para pelaku industri yang berpedoman pada teori-teori lokasi Tambunan (2002, 2009). Hasilnya berupa tabel frekuensi yang menunjukkan kecenderungan para pelaku industri mebel kayu di Kabupaten Bantul dalam memilih lokasi untuk kegiatan industrinya. Setelah diketahui hasilnya kemudian dapat dilakukan analisis sebagai saran pengembangan industri.

(25)

25

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Distribusi Spasial

Indutsri Mebel Kayu di Kabupaten Bantul Industri Sedang Industri Pengembangan Wilayah Distribusi spasial

industri mebel kayu

Saran Pengembangan industri Industri Besar

Persepsi pelaku industri mebel kayu

dalam pemilihan lokasi industri

Faktor Lokasi : bahan baku, pasar,

tenaga kerja, infrastruktur pendukung,

lahan usaha, kebijakan pemerintah, teknologi,

Gambar

Tabel 1.1  Keaslian Penelitian
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Distribusi Spasial

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan yang terjadi pada bahan perpustakaan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu menurut Martoatmodjo (2009, hlm. 2.3) : a) Faktor Biologi, Kerusakan

Petisi, yang pertama diselenggarakan oleh ilmuwan individu yang mendukung teknologi RG telah menghasilkan lebih dari 1.600 tanda tangan dari ahli ilmu tanaman mendukung pernyataan

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan