• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN MENARA PENDINGIN UNIT CHILLER

PT SUMCO INDONESIA

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Teknik Mesin

Disusun oleh :

Nama : Abdul Haris Nugroho NIM : 4130411-046

MERCU BUANA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS MERCU BUANA

(2)
(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas akhir dengan judul :

PERANCANGAN MENERA PENDINGIN UNIT CHILLER PT SUMCO INDONESIA

Disusun oleh :

Nama : Abdul Haris Nugroho NIM : 4130411-046

Jurusan : Teknik Mesin

Fakultas : Teknologi Industri Universitas Mercu Buana

Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana strata satu ( S1) Program Studi Teknik Mesin.

Tugas Akhir ini disetujui untuk diajukan dalam siding / ujian tugas akhir.

Jakarta, Desember 2007 Menyetujui :

Pembimbing Koordinator TA

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Tugas akhir dengan judul :

PERANCANGAN MENERA PENDINGIN UNIT CHILLER PT SUMCO INDONESIA

Disusun oleh :

Nama : Abdul Haris Nugroho NIM : 4130411-046

Jurusan : Teknik Mesin

Fakultas : Teknologi Industri Universitas Mercu Buana

Mentyatakan bahwa TUGAS AKHIR ini adalah hasil karya sendiri, bukan salinan atau duplikat dari karya orang lain.

Jakarta, Desember 2007

Abdul Haris Nugroho Penulis

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul : Perancangan Menara Pendingin Berkapasitas 300 TR Tipe Aliran

Berlawanan. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk

memenuhi persyaratan kurikulum pada Fakultas Teknik Institut Sains dan Teknologi Nasional dalam menempuh gelar sarjana.

Penulis menyadari akan akan segala keterbatasan dalam penyajian Tugas Akhir ini, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak, Ibunda, dan Siti Choiriyah tecinta, serta Rizki dan Naufal tersayang yang telah memberikan banyak dukungan baik dalam moril maupun spirituil.

2. Ir. Yuriadi Kusuma,M.Sc, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penyusunan tugas akhir ini.

3. Para Dosen yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan tanpa adanya suatu bentuk pamrih.

4. PT. SUMCO Indonesia, Catur P, Saefudin dan rekan-rekan , serta semua pihak yang telah membantu terselesainya Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(6)

ABSTRAKSI

Pada unit pendingin yang berkapasitas besar, biasanya menggunakan kondensor dengan pendinginan air. Hal ini disebabkan karena air mempunyai konduktivitas termal yang tinggi selain juga karena faktor ekonomis. Untuk itu diperlukan alat bantu sirkulasi air yang disebut Menara Pendingin (Cooling Tower). Alat ini berfungsi untuk mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor unit pendingin dan mensirkulasikan kembali air ke kondensor.

Ada dua metode analisa terhadap kondisi termal menara pendingin, yaitu analisa perpindahan panas dan massa serta analisa kesetimbangan energi (kalor). Dengan melakukan dua hal tersebut akan didapatkan nilai karakteristik menara pendingin, yaitu acuan dasar dalam merencanakan bagian-bagian menara pendingin seperti packing, lover dan drift

eleininator. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai karekateristik

menara pendingin antara lain temperatur air masuk (Ti, in), temperatur air keluar (Tl, out), temperatur web bulb (Twb) dan laju aliran volume air (L).

Dalam pelaksanaannya menara pendingin ini digunakan untuk melayani unit pendingin di pabrik, dimana terdapat keterbatasan tempat dan persediaan air. Untuk itu pemilihan terhadap type dari menara pendingin yang akan digunakan dengan mempertimbangkan beban pendinginan akan menentukan tingkat keefesienan dari sistem tersebut.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i Pengesahan Dosen...ii Lembar pernyataan...iii Kata Pengantar...iv Abstraksi ...v

Daftar Isi ...vi

Daftar Gambar...x Daftar Tabel...xii Daftar Lampiran...xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Pembatasan Masalah...2

1.3 Maksud dan Tujuan...3

1.4 Metodologi Penelitian... 3

1.5 Sistematika Penulisan... 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tipe Sistem Pendinginan Air...6

2.2 Menara Pendingin (Cooling Tower)...8

2.2.1 Klasifikasi Menara Pendingin... 12

(8)

2.2.1.2 Natural Draft Cooling Tower... 13

2.2.1.3 Mechanical Draft Cooling Tower...14

2.2.2 Spesifikasi Menara Pendingin Aliran Berlawanan...17

2.2.2.1 Sistem Distribusi Air Panas...17

2.2.2.2 Packing (Fill)...18

2.2.2.3 Drift Eliminator... 20

2.2.2.4 Louver...21

2.2.3 Analisa Menara Pendingin Aliran Berlawanan... 22

2.2.3.1 Analisa Perpindahan Panas dan Massa...22

2.2.3.2 Analisa Kesetimbangan Kalor (Energi)...25

2.2.4 Nilai Karakteristik Menara Pendingin... 27

2.2.5 Analisa Make Up Water...32

2.2.5.1 Kehilangan Air karena Evaporasi...33

2.2.5.2 Kehilangan Air karena Drift... 34

2.2.5.3 Kehilangan Air karena Blow Dow...34

BAB III ANALISA PERHITUNGAN PERANCANGAN... 35

3.1 Perhitungan Beban Panas dan Kebutuahan Air Pendingin Pada Kondensor Unit Pendingin... 35

3.1.1 Kondisi Proses...36

(9)

3.1.3 Perhitungan Kebutuhan Air Pada Kondensor...40

3.2 Analisa Perencanaan Menara Pendingin Aliran Berlawanan...41

3.2.1 Data-data Perancangan...42

3.2.2 Perhitungan Nilai Karakteristik Menara Pendingin. 3.2.2.1 Perhitungan dengan Metode Numerik... 43

3.2.2.2 Perhitungan dengan Metode Steven 46 3.2.3 Perancangan Fill (Packing) dan Tinggi Packed Menara...48

3.2.3.1 Jumlah Packing...48

3.2.3.2 Tinggi Packed Menara Pendingin...49

3.2.4 Penentuan Luasan Dasar 50 3.2.5 Perhitungan Kerugian Tekanan (Pressure Drop)... 51

3.2.5.1 Pressure Drop pada Packing 51 3.2.5.2 Pressure Drop pada Drift Eliminator... 52

3.2.5.3 Pressure Drop pada Louver... 53

3.2.6 Perhitungan Daya dan Diameter Fan... 55

3.2.6.1 Daya Fan... 55

3.2.6.2 Diamter Fan...56

3.2.7 Analisa Make Up Water... 57

3.2.7.1 Kehilangan Air karena Evaporasi... 58

3.2.7.2 Kehilangan Air karna Drift... 58

3.2.7.3 Kehilangan Air karena Blow Down... 58

(10)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMILIHAN MENARA PENDINGIN

4.1 Data Hasil Perancangan...60

4.2 Pemilihan Menara Pendingin...60

4.3 Pengontrolan Kualitas Air... 63

4.4 Analisa Beban Kalor... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 66

5.2 Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sistem Instalasi Menara Pendingin... 2

Gambar 2.1 Sistem Resirkulasi Tertutup... 7

Gambar 2.2 Sistem Resirkulasi Terbuka... 8

Gambar 2.3 Menara Pendingin Aliran Berlawanan... 9

Gambar 2.4 Natural Draft Cooling Tower...13

Gambar 2.5 Induced Draft Counterflow Tower...15

Gambar 2.6 Induced Draft Crossflow Tower...16

Gambar 2.7 Sistem Distribusi Air...13

Gambar 2.8 Nilai Aliran Massa Udara Ekuivalen... 19

Gambar 2.9 Berbagai Tipe Deck Packing... 20

Gambar 2.10 Perpindahan Kalor dan Massa antara Udara dan Muka Basah Air... 23

Gambar 2.11 Profil Perpindahan Kalor Sensibel dan Kalor Laten Pada Interface... 24

Gambar 2.12 Pertukaran Energi dan Volume Deferensial Aliran Berlawanan...26

Gambar 2.13 Diagram Aliran Kerja Udara dan Air... 30

Gambar 2.14 Gambar Driving Force (hi-ha)...31

(12)

Gambar 3.1 Sistem Menara Pendingin dan Chiller... 35 Gambar 3.2 Diagram P-H...37 Gambar 3.3 Diagram Perhitungan Faktor

L V K .

... 43 Gambar 3.4 Distribusi Temperatur dalam Volume... 44 Gambar 3.5 Skema Variasi (hi-ha)... 46

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Konstanta dari Berbagai Tipe Deck (packing)... 20 Tabel 3.1 Kondisi Proses Tiap Titik Diagram P-h...38 Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Entalpi Driving Force Untuk Setiap

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Grafik Psikometri... 68

Lampiran 2 Sifat-sifat Termodinamika Udara Lembab...69

Lampiran 3 Diagram Tekanan-Entalphi untuk R-11... 70

Lampiran 4 Diagram Tekanan-Entalphi untuk R-11 Lanjutan... 71

Lampiran 5 Tbel Sifat-sifat R-11...72

Lampiran 6 Tabel Sifat-sifat Air (Cair Jenuh)... 73

Lampiran 7 Tabel Pemilihan Laju Aliran Air dan Temperatur... 74

Lampiran 8 Tabel Spesifikasi dan Ukuran Cooling Tower... 75

(15)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ernest Ludwig, Applied Process Design For Chemical and Petrochemocal Plant, Volume 2, London 1984

2. Nicholas P.Cheremissinof, Cooling Tower, Selection, Design, and Practice, Michigan 1983

3. Rosaler, Robert C, The Standard Handbook of plant Engineering, 2nd Edition, New York, 1995

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada sistem pendingin, refrigeran yang temperaturnya naik akibat kompresi, akan didinginkan di kondensor agar dapat dikondensasikan. Dengan cara memindahkan panas refrigeran tersebut ke air atau udara. Untuk sistem dengan beban pendinginan yang besar, karena pertimbangan ekonomis, digunakan kondensor dengan pendinginan air.

Dalam pelaksanaannya pada sistem dengan pendinginan air, air yang telah dipakai tidak dibuang melainkan disirkulasikan agar dapat dipakai lagi, yaitu dengan mendinginkan air tersebut dengan udara luar yang temperaturnya lebih rendah. Salah satu alat dengan sistem sirkulasi air seperti ini adalah menara pendingin.

Ada beberapa macam tipe menara pendingin. Salah satunya adalah tipe counterflow induced draft (menara pendingin aliran berlawanan). Tipe inilah yang akan dianalisa mengenai proses perancangannya karena menara pendingin ini digunakan untuk melayani unit pendingin di pertokoan. Untuk efisiensi tempat, maka pemilihan ukuran dari menara pendingin harus tepat dan sesuai dengan kapasitasnya.

Dasar pemilihan ukuran dan instalasi menara pendingin ditentukan oleh nilai karakteristiknya. Dimana karakteristik menara

(17)

pendingin dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : tipe menara pendingin, jumlah dan tipe packing yang dipakai, temperatur udara luar, rasio laju aliran udara dan air, range pendinginan, dan cooling aproach.

Secara garis besar, menara pendingin dan instalasi yang menghubungkan dengan kondensor unit pendingin dapat dilihat dalam gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Sistem Instalasi Menara Pendingin

1.2 Pembatasan Masalah

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam proses perencanaan menara pendingin, diperlukan adanya batasan-batasan dengan tujuan untuk memudahkan perhitungan, dipakai beberapa batasan (asumsi) yang dipakai adalah :

1) Sistem dalam kondisi Steady State Steady Flow (SSSF) 2) Udara dianggap sebagai gas ideal

Kondensor Sumber Make- up Water Menara Udara Udara Pompa Pompa

(18)

3) Perpindahan panas konduksi terhadap dinding menara pendingin diabaikan.

4) Pengaruh radiasi dan konveksi dari lingkungan dari menara pendingin diabaikan.

5) Dalam perencanaan tidak termasuk perencanaan instalasi dari sistem penyegaran udara tersebut.

1.3 Maksud dan Tujuan

Sasaran studi ini adalah untuk memberikan sumbangsing pemikiran tentang proses perancangan dari suatu menara pendingin pada pengguna menara pendingin dan juga memberikan gambaran tentang pemilihan menara pendingin yang akan digunakan sesuai dengan kapasitas pendinginan yang diinginkan.

1.4 Metode Penulisan

Mempertimbangkan bahwa topik dari tugas akhir yang dipilih merupakan studi kasus, maka penulis melakukan beberapa metode dalam melakukan penulisan tugas akhir ini adalah :

1) Pengamatan data lapangan serta sekaligus pengambilan data-data aktual.

2) Melakukan diskusi dengan pengguna peralatan merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan tugas akhir ini.

3) Studi literatur tetap dilakukan guna memberikan landasan teori pada penulisan tugas akhir ini.

(19)

4) Untuk menentukan beban panas dan laju aliran massa air dari unit pendingin (kondensor), dilakukan perhitungan secara teoritis berdasarkan grafik dan tabel.

1.5 Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai isi laporan akhir, akan dijelaskan garis besarnya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, maksud dan tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan dari penulisan tugas akhir ini.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisikan teori-teori dasar yang merupakan cuplikan bahan pustaka yang relevan untuk menunjang atau membahas permasalahan yang ada dalam penulisan laporan akhir ini. Bab ini menerangkan tipe dari sistem pendinginan air, bagian-bagian menara pendingin, perpindahan kalor dan massa antara udara dan air, nilai karakteristik menara pendingin dan make up water yang dibutuhkan pada menara pendingin.

(20)

BAB III ANALISA DAN PERHITUNGAN PERANCANGAN

Bab ini berisi study kasus perhitungan dan analisa perancangan dari suatu cooling tower pada sistem penyegaran udara seperti kebutuhan air kondensor, perencanaan dimensi menara pendingin dan nilai karakteristik menara pendingin.

BAB IV DATA HASIL PERANCANGAN DAN PEMILIHAN

MENARA PENDINGIN

Dalam bab ini akan dibahas tentang pemilihan menara pendingin berdasarkan hasil analisa data dari perhitungan perencanaannya. Dan juga akan dibahas tentang pengontrolan kualitas air pendingin yang dipergunakan dan usaha yang dilakukan untuk menjaga kualitas air.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini menerangkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan pada perencanaan menara pendingin dan juga pada saat pemilihan menara pendingin untuk sistem penyegaran udara agar sesuai dengan kepasitas yang diinginkan.

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tipe Sistem Pendinginan Air

Kebanyakan proses produksi pada industri memerlukan pendinginan air karena pertimbangan efisiensi dan keamanan. Industri baja, pabrik petrochemical dan penyegaran udara akan tidak berjalan dan efisien jika temperatur tidak sesuai. Pendinginan air akan mengontrol temperatur tersebut dengan mentransfer panas dari fluida proses ke dalam air pendingin yang nantinya akan membuang panas tersebut. Tentu saja air pendingin itu sendiri akan memanas, dan harus didinginkan sebelum air tersebut dapat digunakan lagi atau secara bertahap akan digantikan dengan supply air pendingin baru. Proses pendinginan seperti di atas, dibagi menjadi 3 sistem pendinginan air1 :

1. Once trough system

Air pendingin dialirkan dari sumbernya dan melewati sekali saja dari suatu sistem untuk mengambil panas dari suatu proses panas dan mengalirkannya kembali ke sumber air aslinya. Desain seperti ini membutuhkan volume air banyak seperti di dekat danau atau pinggir pantai. Karena pertimbangan konservasi dan kualitas air banyak sistem once trough diganti dengan sistem sirkulasi ulang (recirculating system).

1 The Standard Handbook of Plant Engineering, 2nd Edition, Rosaler, Robert C., New

(22)

2. Closed recurcilating system (sistem resirkulasi tertutup)

Dalam sistem resirkulasi tertutup, air pendingin digunakan barkali-kali. Panas yang diserap oleh air pendingin ditransfer juga ke pendingin lain atau dilepas ke atmosphere dalam menara pendingin. Tetapi di dalam menara pendingin ini air pendingin tidak pernah kontak langsung dengan udara sehingga akibatnya hanya sedikit air yang hilang. Sistem resirkulasi dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Sistem Resirkulasi Tertutup

(The standard Handbook of Plant Engineering, 2nd Edition, Rosaler, Roberit C., New York, 1995)

3. Open recirculating system (sistem resirkulasi terbuka)

Sistem resirkulasi terbuka lebih banyak digunakan dibanyak industri desain pendingin. Seperti halnya dengan sistem tertutup,

(23)

air digunakan berkali-kali. Menara pendingin terbuka menggunakan evaporasi untuk melepas panas dari air pendingin. Sistem ini terdiri dari 3 peralatan utama : pompa resirkulasi, heat exchanger, dan cooling tower atau menara pendingin seperti gambar 2.2.

Gambar 2.2 Sistem Resirkulasi Terbuka

(The standard Handbook of Plant Engineering, 2nd Edition, Rosaler, Roberit C., New York, 1995)

2.2 Menara Pendingin (Cooling Tower)

Menara pendingin adalah salah satu alat evaporatif tertutup yang dipakai oleh sistem refrigerasi untuk melepaskan kalor ke udara sekitar. Melalui kontak langsung dengan udara luar, dimana terjadi proses kombinasi perpindahan panas dan massa.

(24)

Ilustrasi dan prinsip kerja menara pendingin adalah seperti gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Menara Pendingin Aliran Berlawanan

(Nicholas P.C., Cooling Tower, Selection, Design, and Practice, Michigan 1983)

Prinsip Kerja Menara Pendingin

Air panas yang masuk melalui sistem distribusi disemburkan secara merata ke kisi-kisi packing. Kisi-kisi packing ini berfungsi mencampurkan air yang jatuh dengan udara yang bergerak naik, ketika air berpercikan dari packing bagian atas ke bagian bawahnya.

Udara masuk dari luar melalui celah-celah pada sisi menara yang disebut louver. Karena adanya percampuran antara air panas dan udara, terjadi perpindahan kalor dan massa yang baik, sehingga

(25)

air menjadi dingin. Air yang telah dingin ini mengumpul di basin dasar menara dan selanjutnya dipompakan ke kondensor.

Kemampuan termal setiap menara pendingin dapat ditentukan oleh paremater-parameter :

a) Temperatur air masuk dan keluar

b) Temperatur bola basah dan atau bola kering udara masuk c) Massa aliran air

Temperatur bola kering udara masuk mempengaruhi jumlah air yang diuapkan dari air yang didinginkan pada menara pendingin tipe evaporatif. Ia juga mempengaruhi aliran udara pada menara hiperbolik dan langsung menghasilkan kemampuan termal pada komnponen menara pendingin dengan kontak tak langsung.

Untuk baiknya operasional menara pendingin, diperlukan persayaratan sebagai berikut :

a) Kondisi nominal dari menara pendingin

Kapasitas menara pendingin (Ton refrigerasi) distandarisasi menurut The Japanese Cooling Tower Industry Association sebagai berikut :

1 Ton Refrigerasi = 390 kkal/jam = 1634.1 kJ/jam = 0.454 kWatt pada kondisi :

Temperatur bola basah udara sekitar 27OC Temperatur air masuk 37OC

(26)

Temperatur air keluar 32OC Volume Aliran air 13 L/s

Harga standar tersebut di atas menentukan prestasi menara pendingin.

b) Daerah Pendinginan (Range)

Daerah pendinginan menyatakan selisih temperatur dari air masuk dan air keluar menara pendingin. Kapasitas pendingin (BTU/hr)

= Volume aliran air pendingin (gal/min) x Daerah pendinginan (OF) x 500. Jadi untuk menara pendingin dengan volume air pendingin yang sama, menara pendingin dengan daerah pendinginan yang lebih besar memiliki kapasitas pendinginan yang lebih besar pula. Untuk mencapai efek tersebut, menara pendingin harus dirancang dapat terjadi kontak yang baik antara air dan udara.

c) Temperatur Bola-Basah udara luar

Temperatur ini harus ditetapkan berdasarkan kondisi udara atmosfir pada musim dimana kelembaban relatif udara atmosfir tinggi. Temperatur standar yang digunakan adalah 27OC, berdasarkan pertimbangan bahwa pada kenyataannya temperatur maksimum hanya terjadi selama waktu yang sangat singkat pada siang hari, selain itu juga berdasarkan biaya instalasi.

d) Pendekatan Pendinginan (Cooling Approach)

Kapasitas pendinginan dari sebuah menara pendingin sangat tergantung pada temperatur bola-basah udara atmosfir dan sangat

(27)

menentukan temperatur air keluar. Hubungan antara kedua parameter tersebut dapat dinyatakan dengan pendekatan (Approach).

Pendekatan, OC = (Temperatur air keluar menara pendingin, OC) – (Temperatur bola-basah) dari udara atmosfir, OC).

Untuk temperatur bola basah dari udara atmosfir yang sama, menara pendingin dengan pendekatan yang lebih kecil (temperatur air keluar yang lebih rendah) dapat memberikan efek pendinginan yang lebih besar. Untuk memperoleh hal tersebut, kontak antara air dan udara harus dapat dibuat lebih efektif.

Hal yang penting dalam kaitannya dengan kapasitas pendinginan adalah air pendingin kondensor atau air yang disirkulasi di dalam menara pendingin. Kapasitas pendinginan dari sistem AC akan turun apabila jumlah aliran air pendingin berkurang atau temperatur air pengingin bertambah. Hal ini dapat terjadi bila ada kotoran yang terbawa alur menempel pada pipa kondensor yang menyebabkan turunya koefisien perpindahan kalor atau naiknya tahanan aliran air, sehingga energi total untuk sistem AC akan bertambah. Untuk menghindari hal tersebut, pipa-pipa kondensor atau menara pendingin harus dibersihkan secara periodik.

2.2.1 Klasifikasi Menara Pendingin

Cooling Tower biasa dikategorikan berdasarkan bagaimana caranya air dan udara berinteraksi. Menurut cara pengaliran udara

(28)

sebagai medium pendingin air, menara pendingin dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis2, yaitu :

2.2.1.1 Atmospheric Cooling Tower

Atmospheric cooling tower adalah jenis menara pendingin yang

paling sederhana, karena memanfaatkan aliran angin untuk menggerakkan udara yang melewati menara sebagai medium perpindahan kalor. Kelebihan dari cooling tower jenis ini adalah konstruksinya sederhana, biaya operasi rendah karena tidak memerlukan daya listrik. Tetapi kekurangannya adalah tidak efisien, karena banyak air yang terbuang bersama aliran udara, membutuhkan tempat yang luas dan terbuka, dan proses pendinginan perlu waktu lama.

2.2.1.2 Natural Draft Cooling Tower

Natural Draft Cooling Tower merupakan menara pendingin yang

mengalirkan udara secara alami dengan memanfaatkan ketinggian cerobong seperti terlihat pada gambar 2.4.

2 Rosaler, Robert C., The Standard Handbook of Plant Engineering, 2nd Edition, New

(29)

Kelebihan dari cooling tower jenis ini adalah tidak memerlukan peralatan mekanik dan daya listrik, sehingga biaya operasi dapat ditekan. Kapasitas beban pendinginan air besar sehingga efesiensinya tinggi. Adapun kekurangannya adalah ketahanan konstruksi terhadap aliran angin harus terus dijaga, proses pendinginan tergantung pada lingungan sekitar, biaya awal relatif lebih besar.

2.2.1.3 Mechanical Draft Cooling Tower

Mechanical Draft Cooling Tower merupakan jenis menara

pendingin yang menggunakan bantuan fan (kipas) untuk mengalirkan udara masuk ke dalam menara. Berdasarkan pemasangan fan dan gaya dorongnya, menara jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu :

2.2.1.3.1 Forced Draft Cooling Tower

Forced Draft Cooling Tower merupakan menara pendingin jenis

mechanical draft yang menggerakkan udara dengan gaya dorong, oleh fan yang dipasang pada sisi bagian bawah menara.

Konstruksi jenis menara ini menyebabkan kecepatan udara keluar relatif rendah, sehingga mengakibatkan sebagian udara panas bersirkulasi kembali ke dalam menara. Pada kipas juga sering terjadi korosi, karena udara yang dihisap adalah udara bebas.

(30)

2.2.1.3.2 Induced Draft Cooling Tower

Induced Draft Cooling Tower merupakan pendingin jenis

mechanical draft yang menggerakkan udara dengan gaya hisap oleh fan yang dipasang di atap menara. Pada menara pendingin jenis ini resirkulasi udara panas relatif kecil, sehingga proses pendinginnya akan berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan kecepatan udara keluar cukup besar dengan arah tegak lurus ke atas. Namun, kipas sebagai unit penggeraknya mudah sekali korosi karena udara yang dihisap adalah udara yang banyak mengandung uap air, sehingga harus dilapisi plastik atau logam tahan korosi.

Menara pendingin jenis ini paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan, terutama di Indonesia. Induced Draft Cooling Tower dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan arah aliran udaranya, yaitu :

2.2.1.3.2.1 Induced Draft Cooling Tower Type Counterflow

Adalah jenis menara pendingin aliran berlawanan, dimana udara mengalir dari bawah packing dan bertabrakan dengan air panas yang jatuh pada permukaan packing seperti terlihat pada gambar 2.5.

 Kelebihan :

- Tidak memerlukan tempat yang terlalu luas

- Efisiensi tinggi, karena persinggungan air panas dan udara lebih lama.

(31)

 Kekurangan :

- Luas louver yang terbatas, menyebabkan udara yang masuk harus dengan kecepatan tinggi sehingga membutuhkan daya fan yang besar.

- Distribusi udara tidak merata, bagian pinggir dan pusat menara lebih sedikit.

- Kapasitas air terbatas.

2.2.1.3.2.2 Induced Draft Cooling Tower Type Crossflow

Adalah jenis menara pendingin aliran bersilangan, dimana udara mengalir dari sisi-sisi menara dan bersilangan arah dengan air yang jatuh berpercikan di atas packing seperti terlihat pada gambar 2.6.  Kelebihan :

- Head pompa rendah, karena menggunakan sistem distribusi kolam (gravitasi).

- Udara masuk menara lebih banyak - Kapasitas air lebih besar

 Kekurangan :

- Memerlukan luasan tanah yang lebih luas - Kerugian akibat evaporasi lebih banyak

(32)

2.2.2 Spesifikasi Menara Pendingin Aliran Berlawanan (Induced Draft Cooling Tower Type Counter Flow)

Pada menara pendingin aliran berlawanan, udara masuk melalui kisi-kisi lubang di sepanjang sisi bagian bawah menara dengan kecepatan rendah dan bergerak ke atas melalui fill (packing). Air disemprotkan dari pendistribusi air di atas packing berupa tetesan air yang juga melalui packing. Karena terjadi pertemuan air dan udara dengan aliran berlawanan. Fan dipasang di puncak menara dan dari situ membuang udara panas dan lembab ke udara.

Ada empat bagian utama dari menara pendingin aliran berlawanan yang mempengaruhi proses-proses di dalamnya. Ke empat bagian itu adalah : sistem distribusi air, packing (fill), drift

eliminator dan louver. Bagian-bagian ini pada umumnya berbeda, baik

bentuknya maupun pemasangannya dari menara pendingin jenis lain.

2.2.2.1 Sistem Distribusi Air Panas

Sistem distribusi air berfungsi untuk membagikan air panas secara merata pada packing. Ada beberapa jenis sistem distribusi antara lain :

1. Distribusi Gravitasi, yang terutama dipakai pada menara pendingin aliran silang (gambar 2.7.a)

2. Distribusi semprot, yang menggunakan pipa-pipa melintang dengan nosel yang mengarah ke bawah (gambar 2.7.b).

(33)

3. Distribusi rotasi, yang terdiri dari dua atau lebih lengan distribusi yang bercelah dan berputar pada suatu sumbu tengah, tempat masuk air dengan tekanan yang tinggi (gambar 2.7.c)

Sistem distribusi semprot dan rotasi pada umumnya dipakai untuk menara pendingin aliran berlawanan.

2.2.2.2 Packing (Fill)

Packing (fill) merupakan inti dari menara pendingin. Packing harus dapat menimbulkan kontak langsung yang baik antara air dan udara, agar laju perpindahan kalor sensibel dan kalor laten cukup tinggi, tetapi laju aliran udara tetap rendah.

Besarnya drop pressure akibat adanya packing didapat dari persamaan berikut.     +     = ∆ G E F G a N C S LG BG N P ρ ρ 675 . 0 ' ' 0675 . 0 ' 2 2 ...(2-1)3 dimana :

N’ = jumlah packing dalam menara pendingin

Ga = laju aliran udara per luasan penampang 2. ft

h lbm

L = laju aliran air per luasan penampang 2. ft

h lbm

GE = laju aliran udara ekivalen

ρG = massa jenis udara rata-rata kondisi masuk dan keluar

3 Ernest Ludwig, Applied Pocess Design For Chemical And Petrochemical Plants, Volume

(34)

menara 3 

ft lbm

B,C’SF= konstanta pressure losses, dapat dilihat pada tabel 2.1

Selain mempengaruhi besarnya pressure losses pada menara pendingin, tipe packing (deck) juga mempengaruhi nilai karakteristik menaran pendingin tersebut, seperti dalam persamaan berikut :

n a G L N A L KaV −     + = 0.07 ' ' ... (2-2) dimana : L V Kα

= nilai karakteristik menara pendingin N’ = jumlah packing atau deck

a G

L

= rasio laju aliran air dan udara A’,n = faktor konstanta, tabel 4.1

Berbagai tipe packing (deck) serta faktor konstantannya dapat dilihat dari tabel 2.1 gambar 2.9 berikut ini.

(35)

2.2.2.3 Drift Eliminator

Drift Eliminator berfungsi untuk membelokkan udara buang

sehingga akan mengurangi jumlah air yang terbawa udara keluar. Selain mengurangi kerugian air akibat terbawanya butiran-butiran air oleh udara keluar, drift eliminator akan menyebabkan pressure drop terhadap aliran udara. Drop pressure yang terjadi bila udara melewati

drift eliminator didasarkan pada massa jenis udara 0.0675 lbm/ft3, akan bervariasi harganya yaitu 0.01 inch air pada Ga = 800 h.lbm/ft3, hingga 0.007 inch air pada Ga = 2000 lbm/h.ft3, yang mendekati garis

(36)

lurus. Drop pressure ini juga didasarkan pada luas bidang muka drift

eliminator. Untuk massa jenis udara yang berlainan, maka harus

dilakukan penyesuaian terlebih dahulu, dengan menggunakan kecepatan udara tersebut.

G a ud G V ρ = ... (2-3) 2.2.2.4 Louver

Louver adalah celah-celah untuk udara masuk ke dalam menara

pendingin yang dipasang di sepanjang sisi menara bagian bawah.

Pressure losses yang terjadi ketika aliran udara melewati louver

didasrkan pada massa jenis udara 0.075 lbm/ft3 akan bervariasi harganya yaitu 0.02 inch air pada kecepatan 400 lbm/ft3, dan 0.32 inch air untuk kecepatan udara 1600 fpm.

Sedangkan untuk mencari kecepatan ucara dapat digunakan persamaan berikut : L ud ud S Q V = ... (2-4)4 Dimana :

Qud = laju aliran volume udara (ft3/m) SL = Luas total muka louver (ft2)

2.2.3 Analisa Menara Pendingin Aliran Berlawanan

4 Ernest Ludwig, Applied Pocess Design For Chemical And Petrochemical Plants, Volume

(37)

Seperti telah diuraikan di atas bahwa proses pendinginan air di dalam menara pendingin disebabkan karena adanya kontak langsung antara air panas dengan udara yang melalui percikan-percikan air yang jatuh tersebut. Proses-proses yang terjadi di dalam menara pendingin aliran berlawanan dapat dianalisa dengan dua cara, yaitu : analisa perpindahan panas dan massa kesetimbangan kalor (energi).

2.2.3.1 Analisa Perpindahan Panas dan Massa

Dalam menara pendingin aliran berlawanan, udara mengalir dari bawah dan bersinggungan langsung dengan air yang jatuh. Karena udara melewati permukaan basah, maka terjadi proses kombinasi yaitu perpindahan kalor sensible dan perpindahan kalor laten secara bersama-sama. Perpindahan kalor sensibel terjadi bila terdapat perbedaan suhu antara udara yang mengalir (Ta) dengan muka basah air (Ti). Proses ini disebut juga perpindahan panas konveksi, sedangkan perpindahan kalor laten terjadi jika terdapat perpindahan massa air dalam proses pengembunan atau penguapan. Karena pada saat uap air mengembun kalor laten harus dilepaskan dari air. Sebaliknya jika air tersebut menguap, maka harus diberikan kalor laten untuk penguapan. Proses ini disebut juga perpindahan massa difusi ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.10

(38)

Gambar 2.10 Perpindahan Kalor dan Massa antara Udara dan Muka basah air (W.F. Stoker, at al/ Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, edisi II,

Penerbit Airlangga, Jakarta 1987)

Kalor sensibel mengalir dari dalam zat cair ke muka basah (interface). Kemudian kalor juga akan mengalir dari muka basah ke udara. Pada saat yang sama, kalor laten akan terlepas dari muka basah dan berdifusi ke dalam udara. Sehingga besar laju kalor sensibel yang mengalir dari dalam air ke muka basah (qo) akan sama dengan kalor sensibel yang meninggalkan muka basah (qs) ditambah kalor laten yang berdifusi ke dalam udara (qL).

qo = qs = qL ... (2-5)

kondisi proses di atas dapat ditunjukkan dalam gambar 2.11 berikut ini :

(39)

Gambar 2.11 Profil perpindahan kalor sensibel dan kalor laten pada interface (Cristie J., Transport Process and Unit Operations, second edition, Allyn and Bacon Inc, Boston 1983)

Laju kalor sensibel dari muka air ke udara dapat dihitung dari persamaan perpindahan kalor konveksi.

Dqs = he . (Ti – T2) dA ... (2-6) Dimana :

qs = laju perpindahan kalor sensibel dari muka air ke udara (Btu/sec )

he = koefisien perpindahan kalor konveksi 0,57 BTU/h.feet2. 0f

A = Luas permukaan feet2

Laju perpindahan massa dari muka air ke udara sebanding dengan beda tekanan, (Psi – Psa). Rasio kelembaban campuran udara uap air juga sebanding dengan parsial uap air dalam kondisi jenuh. Sehingga dapat dibuat hubungan kesetimbangan sebagai berikut :

(40)

Laju perpindahan massa = K. (Wi – Wa). dA ...(2-7) Dengan :

K = tetapan kesetimbanan, (kg/m2)

Wi = rasio kelembaban udara jenuh yang sama suhunya dengan permukaan basah.

Wa = rasio kelembaban udara

Oleh karena perpindahan massa dar atau ke air menyebabkan perpindahan kalor laten (sebagai akibat proses penguapan atau pengembunan), maka :

dqL = K. (Wi – Wa).hfg . dA ...(2-8) Dimana :

qL = laju perpindahan kalor laten, W

hfg = entalpi (kalor laten) air pada suhu Ti, (Kj/Kg)

perumusan jumlah perpindahan kalor total (sensibel dan laten) pada proses-proses di atas akan lebih mudah dengan menggunakan konsep potensial entalpi. Yaitu perbedaan antara entalpi udara jenuh yang bertemperatur sama dengan muka basah air (hi) dan entalpi udara yang mengalir (ha), (hi – ha).

dqt = dqs + dqL ...(2-9)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2-6) dan (2-8) ke dalam persamaan (2-9), maka didapatkan :

(41)

Dengan mengganti harga, dA = α.dV, dimana α, adalah luas efektif permukaan air persatuan volume menara (ft2 / ft3), maka persamaan di atas menjadi seperti berikut :

dqt = hc (Ti – T2).dA + K hfg (Wi – Wa) . dA ... (2-11) = [hc α.Ti.dV + K α.hfg . Wi.dV] – [he α.Ta.dV + K. α.hfg . Wa . dV] atau,             + −       + = c i fg i c a hfgWa K T h W h K T h dV K dq1 .α. . . ...(2-12)

dengan menambah persamaan (2-12) di atas dengan Cs (Ti-Ta) – Cs

(Ti – Ta) dimana Cs adalah kalor spesifik udara basah 

K Kg

J O

. , maka didapatkan persamaan berikut.

      +       + −       + = . . . . ( ( ) ( ( )) 1 fg a s i a s i a a c i fg i c h W C T T C T T K T h W h K T h dV K dq α ... (2-13)     + + = c i fg i s a s i s a c a hfgWa K T h T C T C T C W h K T h dV K dq1 .α . . . . ... (2-14a)

(

)

          + + + − + = s a s i c s i s s i c s a fg a s i fg i s C T C K T h C T C C K T h C W h T C W h T C dV K dq . . . . . . . . . . . 1 α ... (2-14b)

(42)

(

) (

)

          − −     − + + − + = 1 . . . 1 . . . . . . . . 1 s c a s s c i s a fg a s i fg i s C K h T C C K h T C W h T C W h T C dV K dq α ... (2-14c)

(

) (

)

            − + + − + = 1 . ). . .( . . . . . . 1 s c a i s a fg a s i fg i s C K h T T C W h T C W h T C dV K dq α ... (2-14d)

Mengingat bahwa harga,

(

Cs.Ti + hfg.Wi

)

= hi

dan

(

)

Cs.Ta + hfg.Wa = ha

, maka persamaan (2-14d) di atas dapat diubah

dalam bentuk potensial entalpi, sebagai berikut : (hi-ha).

(

)

(

)

            − − + − = 1 . . . . . 2 1 s c a i s i C K h T T C h h dV K dq α ...(2-15) harga s c C K h

. , merupakan Lewis Number, dimana untuk air yang dikontakkan langsung dengan udara, Lewis Number mendekati 1

atau 1 . s = c C K h

, sehingga laju perpindahan kalor total dari muka air ke

udara adalah : dV h h K dqt= .α .( ia). ...(2-16)

2.2.3.2 Analisa Kesetimbangan Kalor (Energi)

Analisa proses ketika udara bersinggungan dengan air pada temperatur yang berbeda dalam menara pendingin aliran berlawanan

(43)

juga dapat dilakukan dengan pendekatan kesetimbangan kalor (energi).

Dengan menggunakan asumsi untuk kondisi berikut :

• Sejumlah air yang hilang karena penguapan dianggap tidak mempengaruhi sirkulasi air

• Sistem kondisi Steady State Steady Flow (SSSF)

• Total luas permukaan basah mencakup luas permukaan tetesan air dan permukaan basah packing.

Jumlah perpindahan kalor total dapat dianalisis dengan volume deferensial sebuah sistem menara pendingin aliran berlawanan dengan laju aliran massa air, L (lbm/hr), dan laju aliran massa udara, G (lbm/hr), seperti terlihat dalam gambar berikut ini.

L kg/det air

T ha+dha

t – det ha

G Kg/det udara

Gambar. 2.12. Pertukaran energi dalam volume deferensial aliran berlawanan (W.F. Stoker, et. Al. Refrigerasi dan engkondisian Udara, edisi II,

Penerbit Airlangga, Jakarta 1987)

Air termasuk sistem pada temperatur T dan keluar dari sistem pada temperatur sedikit lebih rendah, T – dT. Udara masuk sistem dengan entalpi h dan keluar dari sistem dengan, d + dh. Kesetimbangan energi yang didasarkan atas hukum pertama untuk

(44)

aliran tunak keadaan tunak (SSSF) menyatakan, jumlah energi yang masuk sistem sama dengan jumlah energi yang keluar dari sistem. G1.H + L1 . Cp.T = G2 . (h + dh) + L2.Cp + (T – dT) ... (2-17) Karena, G1 = G2 dan L1 = L2, maka :

L.Cp.dT = G.dH ... (2-18) L.Cp.(T1 – T2) = G.(h2 – h1)

h2 = h1 + L/G . Cp . (T1 – T2) ...(2-19) Persamaan (2-18) menyatakan bahwa total perpindahan kalor yang dilepaskan oleh air sama dengan besar kalor yang diterima udara.

2.2.4 Nilai Karakteristik Menara Pendingin

Analisa kesetimbangan kalor (energi) di dalam menara pendingin aliran berlawanan menyatakan bahwa laju perpindahan kalor total dari muka air ke udara dipengaruhi oleh potensiao entalpi (hi – ha) antara udara dan muka basah air.

Menggabungkan persamaan (2 – 16) dan (2 – 18), didapatkan persamaan berikut :

dqt = K.α. (hi – ha) . dV = L.Cp.dT = G. dh atau,

K.α. (hi – ha) . dV = L.Cp.dT ...(2-20) Sehingga persamaan di atas menjadi,

2 . . . h h dT Cp L dV K i − = α ...(2-21)

(45)

dengan menggunakan harga Cp untuk air 1 F lbm BTU O . , dan mengintegralkan persamaan (2-24) di atas, maka didapat.

v =

T T hi ha dT L dV K 0 2 1 1 . .α

= 2 1 1 . . T T hi ha dT L V Kα ... (2-22) harga L V

K . merupakan fungsi dari dinamika aliran udara dan

dinamika tetesan air dalam menara pendingin, sehingga sulit diselesaikan langsung secara matematis. Namun harga tersebut pada umumnya tetap konstan untuk setiap bagian menara asalkan laju

aliran udara dan laju aliran airnya konstan. Nilain

L V K .

sering dinyatakan sebagai Number of Trasfer unit (NTU) atau nilai karakteristik cooling tower. Artinya yang menyatakan suatu ukuran atau besaran peralatan yang diijinkan sehingga proses dapat mencapai kesetimbangan.

= = 2 1 2 . . T T i h h dT L V K NTU α ... (2-23)

adapun faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik menara pendingin adalah :

 Temperatur udara luar

(46)

 Jumlah dan tipe packing

Prestasi menara dingin yang dinyatakan dalam range dan

approach.

Range adalah perbedaan temperatur air yang masuk menara

pendingin dengan temperatur air yang keluar dari menara pendingin.

Approach adalah perbedaan temperatur antara air yang keluar dari

menara pendingin denan temperatur bola basah udara yang masuk menara pendingin.

Ada dua cara untuk menyelesaikan persamaan (2-23) di atas, yaitu dengan metode numerik (tradisional) dan metode steven.

Penyelesaian dengan metode numerik, yaitu dengan membagi volume menara pendingin menjadi beberapa bagian volume kecil sesuai dengan kenaikan temperatur. Agar lebih jelas, dapat dilihat visualisasi grafik entalpi-temperatur seperti gambar 2.13, dimana air yang masuk ke dalam menara pada kondisi (Ti in dan hi in) dan keluar dari menara pendingin pada kondisi (Ti out dan hi out). Sedangkan udara yang masuk ke dalam menara pendingin (Ta in dan ha in) dan keluar pada kondisi (Ti out dan hi out). Maka persamaan (2023) dapat diselesaikan seperti berikut.

= in out T T a i h h dT L V K .

(47)

(

)

∆ = a i h h T L V K.α . 1

Gambar 2.13 Diagram Aliran Kerja Udara dan Air (W.F. Stoker, et al.

Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, edisi II, Penerbit Airlangga Jakarta 1987)

∆T = perbedaan temperatur volume bagian (hi – ha).m = entalpi driving force

Entalpi driving force adalah perbedaan harga tengah untuk

suatu volume bagian. Entalpi driving force inilah yang mengakibatkan terjadinya perpindahan panas sensibel dan panas laten.

Sedangkan penyelesaian dengan metode steven adalah dengan bantuan faktor tak berdimensi sebagai fungsi dari variabel entalpi

(48)

visualisasi grafik entalpi temperaturnya adalah seperti gambar 2.14 berikut.

Gambar 2.14 Diagram driving force (hi – ha) (J.L. Therlked, Thermal

Environtment Engineering, Prentice Hall Inc, Englewood Cliff, N.J. 1962) Dari gambar di atas, didapatkan hubungan sebagai berikut :

Y1 = hi, in – ha, out

Y1 = hi, out – ha, in

Ym = hi, m – ha, m ...(2-24)

Sedangkan faktor tak berdimensi (f) sebagai fungsi dari 1 Y Ym , dan 1 Y Ym

didapat dari diagram stevens (gambar 2.15) dengan cara mengeplotkan kedua variabel tersebut, sehingga persamaan (2-26) dapat diselesaikan seperti berikut.

(49)

m T T a i f Y T T h h dT L V K i . . . 1 2 2 − = − =

α ...(2-25)

Gambar 2.15 Diagram Stevens (J.L. Threlked, Thermal Environtment

Engineering, Prentice Hall Inc, Englewood Cliff, N.J. 1962)

2.2.5 Analisa Make Up Water

Make up water adalah penambahan kebutuhan yang digunakan untuk menggantikan air yang hilang karna adanya proses evaporasi pada menara pendingin, terbawanya air karena hembusan udara atau

(50)

drift, dan air yang sengaja dibuang untuk mengurangi endapan yang terjadi atau blowndown. Blowndown diperlukan untuk menjaga sirkulasi air dalam tingkat kelarutan yang sama. Sehingga jumlah air yang ditambahkan adalah :

M = E + W + B % ...(2-26)5 Dimana :

M = Make up water

E = Kehilangan air karena evaporasi

W = Kehilangan air karena drift atau “Carried Over Loss” B = Kehilangan air karena “Blowdown”

2.2.5.1 Kehilangan Air Karena Evaporasi

Karena adanya perpindahan massa uap air dari muka basah ke udara, akan menyebabkan kehilangan jumlah air yang disirkulasikan akibat penguapan. Hal lain karena dalam menara pendingin udara mengalami proses penjenuhan dan keluar dalam kondisi udara jenuh. Air yang hilang ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :

E = G. (W1 – W2) ...(2-27) Dimana :

G = Aliran udara yang melalui udara pendingin

W2 = Rasio kelembaban untuk udara jenuh yang keluar dari menara W1 = Rasio kelembaban untuk udara jenuh yang masuk ke menara

5 Nicholas P. Cheremissinof, Cooling Tower, Selection, Design, and Practice, Michigan

(51)

2.2.5.2 Kehilangan Air Karena Drift

Drift adalah terbuangnya air bersama udara keluar. 100% drift eliminator mencegah air untuk tidak ikut keluar bersama hembusan udara adalah tidak mungkin. Tetapi untuk desain yang baik, sistem akan kehilangan air diperkirakan kurang dari 0.2% dari total air yang disirkulasikan.

Kehilangan air akibat hembusan udara bervariasi untuk berbagai tipe menara pendingin dan kondisi lokal. Sebagai perkiraan untuk operasi menara pendingin yang normal biasanya kehilangan air sebesar 0,3 – 1% dari sirkulasi untuk natural draft cooling tower dan 0,1 – 0,3% untuk mechanical draft cooling tower.

2.2.5.3 Kehilangan Air Karena Blowndown

Blowndown adalah sejumlah air yang sengaja dikeluarkan dari

menara pendingin untuk mengontrol kadar konsentrasi garam atau kotoran lainnya pada air yang disirkulasikan. Dengan adanya

blowndown ini, maka diperlukan adanya air untuk menggantikannya

yaitu dengan persamaan berikut :

W c E B − − = 1 π ...(2-28)6 Dimana :

πc = cycle of concentration (harganya bervariasi antara 3 sampai 7)

6 Nicholas P. Cheremissinof., Cooling Tower, Selection, Design and Pactice, Michigan

(52)
(53)

BAB III

ANALISA DAN PERHITUNGAN PERANCANGAN

3.1 Perhitungan Beban Panas dan Kebutuhan Air Pendingin Pada

Kondensor Unit Pendingin

Perancangan unit pendingin ini digunakan untuk mendinginkan air pendingin kondensor unit pendingin pada PT. Pakuwon Jati, berkapasitas 300 TR yang melayani kebutuhan penyegaran udara di pertokoan. Prinsip kerja dan instalasi unit pendingin dapat digambarkan seperti gambar 3.1 berikut ini :

(54)

Prinsip Kerja Unit Pendingin :

Refrigeran yang berkondisi campuran (uap dan cairan) setelah keluar dari orifice III akan masuk ke evaporator. Disini refrigeran akan mengalami evaporasi hingga berkondisi uap panas lanjut. Kemudian uap refrigeran tersebut dikompresi oleh kompresor 3 tingkat sampai tekanan kondensor. Dalam kondensor uap refregeran dikondensasikan sampai kondisi air jenuh. Selanjutnya cairan refrigeran diekspansikan sampai tekanan evaporator oleh orifice I dan II.

Sedangkan ekonomizer disini berfungsi untuk memisahkan fase uap dan cair refrigeran, dan sekaligus sebagai intercooler (pendingin antara) dari kompersor.

Dalam sistem unit pendingin ini kapasitas pendinginan yang dikehendaki adalah 1200 TR, yang dilayani oleh 4 buah chiller dengan masing-masing berkapasitas 300 TR.

3.1.1 Kondisi Proses

Data-data di lapangan yang ada pada unit pendingin untuk satu chiller adalah sebagai berikut :

Untuk refrigerant :

• Jenis Refrigerant, R-11

• Tekanan kondensor (Pc) = 7 Psig (21,696 Psia)

• Temperatur Evaporator (Tev) = 41OF (5OC)

(55)

Untuk air :

• Temperatur masuk kondensor (Tin,c) = 96OF (35,56OC)

• Temperatur keluar kondensor (Tout,c) = 86.0OF (30OC)

Berdasarkan data-data di atas, dengan mengasumsikan sistem dalam unit pendingin ideal, maka proses yang terjadi pada sebuah chiller unit pendingin dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini.

(56)

Harga-harga untuk setiap titik dalam diagram P-h di atas dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Kondisi proses tiap titik dengan diagram P – h

Point T(OF) P(P

sia) S(BTU/lbm.oF) h(BTU/lbm) Kondisi

1 32,2 6,28 - 19,0595 Campuran

2 41 6,28 0,195 97,75 Uap panas lanjut

3 65 9,494 0,195 100,35 Uap panas lanjut 4 85 14,352 0,1935 102,95 Uap panas lanjut 5 106 21,696 0,192 105,25 Uap panas lanjut

6 95,6 21,696 - 27,7046 Cair Jenuh

7 73,8 14,352 - 23,2103 Cair Jenuh

7a 73,8 14,352 - 27,7046 Campuran

7b 73,8 14,352 - 100,8299 Uap jenuh

7c 83 14,352 - 102,8273 Uap panas lanjut

8 53,5 9,494 - 19,0595 Cair Jenuh

8a 53,5 9,494 - 23,2103 Campuran

8b 53,5 9,494 - 98,4288 Uap jenuh

8c 63,5 9,494 - 100,2495 Uap panas lanjut

3.1.2 Perhitungan Beban Panas Pada Kondensor

Dari kondisi-kondisi di atas, dapat ditentukan laju aliran massa R-11 pada masing-masing chiller unit pendingin dimana chiller yang satu dengan yang lain tidak berbeda. Yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:

Untuk : m1 = m2 = m3 = m8 , didapat dari :

Qev = m1.qev 1 2 1 h h Q m ev − =

(57)

= min 762,46 min 1 / 200 . / ) 06 , 19 75 , 97 ( 300 BTU lbm lbm BTU TR TR =

Untuk : m8a dan m8b, didapat dari tingkat kualitasnya.

H8a = (1 – x) h8 + h8b x = lbm BTU lbm BTU r b r a h h h h ) 0595 , 19 4288 , 98 ( ) 0595 , 19 2103 , 23 ( 8 8 − − = − − = 0,0523 maka didapat : m8 = (1 – x) m8a m8a = 8 min 8 804,556 min ) 0523 , 0 1 ( 48 , 762 ) 1 ( a lbm lbm m x m = ⇒ − = − m8b = x. m8a = 0,05 x 804,556 lbm/min = 42,076 lbm/min Chek I :

Persamaan kesetimbangan kalor pada ekonomiser 2 : 8b

m8a.h8a = m8.h8 + m8b.h8b

8a 8

804,665 lbm/min . 23,2103 BTU/lbm = 762,48 lbm/min . 19,0595 BTU/lbm + 42,076 lbm/min . 98,4288 BTU/lbm.

(58)

Untuk : m7 = m8a

= 804,556 lbm/min

Untuk : m7 = m7b, didapat dari tingkat kualitasnya, yaitu :

h7a = (1 – x) h7 + h7b x = 7 7 7 7 h h h h b a − − = 0,0579 ) 2103 , 23 8299 , 100 ( ) 2103 , 23 7046 , 27 ( = − − lbm BTU lbm BTU maka didapat : m7 = (1 – x) m7a m7a = ) 1 ( 7 x m − = min 854,004 min 0579 , 0 1 556 , 804 lbm lbm = − m7a = x . m7a = 0,056 . 854,004 lbm/min = 49,4482 lbm/min Chek II :

Persamaan kesetimbangan kalor pada ekonomiser 1 : 7b

m7a.h7a = m7b.h7b + m7.h7

(59)

854,004 lbm/min . 27,7046 BTU/lbm = 49,4482 lbm/min . 100,829 BTU/lbm + 804,556 lbm/min . 23,2103 BTU/lbm.

23659,839 BTU/lbm 23659,843 BTU/lbmUntuk : m6 =m5 = m7c = m7a,

= 854,004 lbm/minUntuk : m4, didapat dari :

Kesetimbangan kalornya yaitu :

7c 4

7b

Untuk : m8c = m4 = 804,556 lbm/min

Untuk : m3 didapat dari :

Kesetimbangan kalornya yaitu :

8c 3 8b m7a.h7a = m7b.h7b + m7.h7 m4 = 4 7 7 7 7 . . h h m h m c cb b = lbm BTU BTU 95 , 102 8299 , 100 . 4482 , 49 8273 , 102 . 004 , 854 − min = 804,556 lbm/min M8a.h8a = m3.h3 + m8b.h8b M3 = 3 8 8 8 8 . . h h m h m c cb b = lbm BTU BTU 35 , 100 4288 , 98 . 076 , 42 2495 , 100 . 556 , 804 − min = 762,48 lbm/min

(60)

Sehingga panas yang dilepaskan refrigeran dalam kondensor dapat dicari dengan persamaan berikut :

Qc = m5 . (h5 – h6)

= 854,004 . lbm/min (105,25-27,7046) . BTU/lbm = 66224,08 BTU/lbm

secara praktis, pada kenyatannya panas yang dilepas refrigeran lebih besar 5% - 10% dari perhitungan teoritis. Dalam perhitungan ini diambil toleransi 10%, sehingga panas aktual yang dilepas refrigeran adalah :

Qca = Qc . 110%

= 66224,08 BTU/min . 110% = 72846,49 BTU/min

3.1.3 Perhitungan Kebutuhan Air Pada Kondensor

Dari data pada temperatur air masuk dan keluar kondensor diketahui bahwa kenaikan temperatur air pendingin yang melewati kondensor (∆T)

adalah 10oF. Sehingga besarnya kebutuhan air pendingin dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Qca = mL . CPair . (T) Dimana :

ML = laju aliran massa air CPair = kalor spesifik air

(61)

Sehingga didapat : ) ( T C Q m pair ca L = = ) 10 ( 1 49 , 72846 0 0 min min F F BTU BTU = 7284,649 lbm/min

(karena panas yang digunakan aktual, maka air dianggap aktual) Maka besarnya laju volume air yang melewati kondensor (QL) adalah:

QL = 7284.649 lbm/min . 1 gal/8,33 lbm = 874,5 gal/min

Karena sistem pendingin udara ini secara keseluruhan menggunakan 4 buah chiller (4 buah kondensor) dan 3 buah menara pendingin, maka laju aliran volume air yang melalui setiap menara pendingin adalah :

QCT = 874,5 Gpm . 4/3 = 1166 Gpm

3.2 Analisa Perancangan Menara Pendingin Aliran Berlawanan

3.2.1 Data-data Perancangan

Dari data di lapangan dan hasil perhitungan pada sub bab 3.1 didapatkan data-data sebagai berikut :

(62)

Kondisi air pada Menara Pendingin :

Temperatur air masuk (Ti, in) = 96OF Temperatur air keluar (Ti, out) = 86OF Laju aliran volume air (L) = 1166 GPM

Kondisi Udara di sekitar Menara Pendingin Temperatur Bola Basah (Twb) = 80OF Temperatur Bola Kering (Tdb) = 90OF

Entalpi udara masuk Menara Pendingin pada umumnya sama dengan temperatur bola basahnya, sehingga dari tabel psikometri didapat:

Ha,in = 43,69 BTU/lbm

Dari data di atas maka, Prestasi menara pendingin : Range Pendingin = 10OF

Approach (hampiran) = 5OF

Rasio Laju Aliran Air dan Udara (L/ G)

Untuk menentukan nilai L/G adalah dengan menggunakan diagram perhitungan faktor K.αV/L, gambar 3.3, dimana terdapat hubungan antara

range pendinginan (cooling range), temperatur air keluar (cold water), dan temperature bola basah (wet bulb). Dari diagram tersebut dengan menarik garis melalui titik “cooling range-cold water” secara pararel dengan garis

(63)

“wet bulb-cold water” didapat nilai L/G sebesar 1,48 dan nilai K.α.V/L dalam range 1,0 – 2,0.

Gambar 3.3 Diagram perhitungan faktor K.α.V/L

3.2.2 Perhitungan Nilai Karakteristik Menara Pendingin

3.2.2.1 Perhitungan dengan Metode Numerik

Perhitungan dengan metode numerik adalah dengan membagi volume menara pendingin menjadi beberapa bagian volume kecil sesuai dengan kenaikan temperatur. Dalam hal ini menara pendingin dibagi menjadi 11 bagian (seperti terlihat pada gambar 3.4), dengan kenaikan tempareatur 1OF. Analisa untuk setiap bagian volume dengan menggunakan persamaan (2-19).

(64)

Dengan menggunakan harga (lampiran 8), maka persamaan di atas menjadi :

h1 = hO + L/G . (T1 – T0)

Gambar 3.4 Distribusi temperatur dalam Volume

Bagian (0 – 1) :

h1 = ha + L/G . (T1 – T0)

= 43,69 BTU/lbm + 1,48 (87 – 86) = 45,17 BTU/lbm

Entalpi udara rata-rata di bagian ini adalah :

ha =       + 2 2 1 h h =       + 2 69 , 43 17 , 45 BTU /lbm = 44,43 BTU/lbm

(65)

sedangkan temperatur air rata-rata pada bagian (0 – 1) ini adalah :       + 2 69 , 43 17 , 45 O F = 86,5 OF

sehingga dari table psikometri, entalpi udara jenuh pada temperatur 86,5OF adalah :

hi = 51,295 BTU/lbm

maka harga entalpi driving forcenya adalah : (hi – ha) = 6,865 BTU/lbm

dan harga m h h ) ( 1 2 1 − =0,14567 BTU/lbm

dengan cara yang sama untuk setiap bagian volume differensial, dapat ditulis dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3.2 : Hasil Perhitunan Entalpi Driving Force Untuk Setiap Volume Bagian

Bagian Suhu Tengah (96O) (BTUh/a lbm) hi (BTU/ lbm) (hi- ha) m (BTU/ lbm) (hi ha)m 1 − 0 – 1 86,5 44,43 21,295 6,865 0,14567 1 – 2 87,5 45,91 52,58 6,67 0,14993 2 – 3 88,5 47,39 53,895 6,505 0,15373 3 – 4 89,9 48,97 55,245 6,375 0,15686 4 – 5 90,5 50,35 56,63 6,28 0,15924 5 – 6 9,5 51,83 58,055 6,225 0,16064 6 – 7 92,5 53,31 59,515 6,205 0,16116 7 – 8 93,5 54,79 61,01 6,22 0,16077 8 – 9 94,5 56,27 62,545 6,275 0,15936 9 – 10 95,5 57,75 64,12 6,37 0,15669

Σ

= 1,56434

(66)

K.α.V/L = m i h h T ) ( 1 . 2 − Σ ∆ = 1 x 1,56434 = 1,56434

Nilai K.α.V/L = 1,56434, masih dalam range 1,0 – 2,0

3.2.2.2 Perhitungan dengan Metode Steven

Dari data-data perancangan dapat diplotkan dalam diagram entalpi temperatur, dalam bentuk skema variasi (hi – ha), seperti gambar 3.5 berikut ini :

Gambar 3.5 Sekma Variasi (hi – ha)

Dari persamaan (2-22) didapat hHi = ho + L/G . CP (T1 – T0)

(67)

Untuk garis kerja udara, ho = ha.in dan ho = ha.out, maka : ha.out = ha.in + L/G . CP (Ti.in – Ti.out)

= 43,69 BTU/lbm + 1,481 . 1 BTU/lbm0F (96 – 86)0F = 58,49 BTU/lbm

Sedangkan dari persamaan (2-28), untuk variabel entalpi driving force, didapat :

Y1 = hi.in – ha.out

= 64,92 BTU/lbm – 58,49 BTU/lbm = 6,43 BTU/lbm Y2 = hi.out – ha.in

= 50,66 BTU/lbm – 43,69 BTU/lbm = 6,97 BTU/lbm Ym = hi.m – ha.m

= 57,33 BTU/lbm – 51,09 BTU/lbm = 6,24 BTU/lbm Maka : 97 . 0 43 , 6 24 , 6 1 = = lbm BTU lbm BTU m Y Y dan 0.895 97 , 6 24 , 6 2 = = lbm BTU lbm BTU m Y Y

Dari diagram Steven gambar 2.15, didapat nilai faktor tak berdimensi f sebesar 1.025.

Sehingga nilai karakteristik menara pendingin didapat dari persamaan (2-25), adalah :

= − − = 1 2 . . . 1 2 1 T T m a f Y T T h h dT L V Kα = 1,56348 24 , 6 . 025 , 1 ) 86 96 ( − =

(68)

Sehingga dari kedua penyelesaian di atas, didapat nilai karakteristik menara pendingin sebesar 1,56 dimana masih terdapat dalam range 1-2.

3.2.3 Perancangan Fill (Packing) dan Tinggi Packed Menara

Bagian terpenting dari menara pendingin adalah fill atau packing. Karena berfungsi sebagai tempat terjadinya kontak langsung udara dan air sehingga terjadi proses perpindahan kalor sensibel dan kalor laten.

3.2.3.1 Jumlah Packing

Persamaan (2-2) memberikan hubungan antara nilai karakteristik menara pendingin, jumlah packing (N), dan rasio laju aliran air dan udara (L/G).

Harga faktor konstanta A’ dan n’ dapat dilihat pada tabel 2.1, sesuai dengan tipe packing yang digunakan.

Jika direncanakan menggunakan tipe packing H, maka harga faktor A’ an n” berdasarkan tabel 2.1 berturut-turut adalah 0,127 dan 0,47. Sehingga didapat jumlah packing yang digunakan adalah :

K.αV/L = .0,07 + A’N’ (L/G)-n∗ N = 0,127.(1,48) 0,47 07 , 0 56 , 1 − −

= 14,1 (dipakai 14 buah packing).

Ernest Ludwig, Applied Process Design For Chemical and Petrochemical Plants, volume 2, London 1984

(69)

3.2.3.2 Tinggi Packed Menara Pendingin

Untuk menentukan tinggi packed menara perlu diketahui terlebih dahulu jumlah packing yang diperlukan (N) dan besarnya vertical spacing (S) dari packing. Vertical spacing dari berbagai tipe packing dapat dilihat pada gambar 2.8. Untuk packing tipe H mempunyai vertical spacing 24 inch, sehingga tinggi packed menara pendingin+ adalah :

H = (N – 1) S/ 12

= (14 – 1) 24/12 = 26 ft

Tinggi packed ini dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan penempatan menara pendingin, dengan acuan dasar kedudukan kondensor. Bila menara ditempatkan di atas gedung, sedangkan kondensor diletakkan pada lantai bawah, maka tinggi menara adalah tinggi packed dikurangi dengan ketinggian gedung tersebut.

Karena menara pendingin ini dalam operasionalnya ditempatkan di atas gedung pertokoan dengan ketinggian 4,2 m dari lantai tempat kondensor, maka didapatkan tinggi menara adalah :

Tinggi menara pendingin = Packed menara – tinggi gedung

= 26ft – 13,78 ft = 12,22 ft

Ernest Ludwig, Applied Process Design For Chemical and Petrochemical Plants, volume 2, London 1984

(70)

3.2.4 Penentuan Luasan Dasar

Pritchard telah menggambarkan pada kurva estimasi, bahwa untuk ketinggian packed menara yang bervariasi dari 12 sampai 40ft, luasan tanah yang ekonomis untuk laju aliran massa udara perjam persatuan luasan penampang menara (G’) adalah antara 1400 – 2000 (lb/jam.ft2) berturut-turut yang dianggap sebagai fungsi garis lurus.

Sehingga untuk mendapatkan harga G’ dapat dilakukan interpolasi diantara harga-harga tersebut di atas

X 1400 2000 26 40 12 40 = − − − X = 300 Maka G’ = 1400 + X = 1400 + 300 = 1700 lbm/h.ft2

Dengan telah diketahuinya harga L/G = 1,48, maka laju aliran massa air perjam persatuan luasan penampang menara (L’) adalah :

L’/G = L/G

L’ = 1,48 . 1700 lbm/h.ft2

Sedangkan laju aliran massa air yang melewati menara (L) adalah L = 1166 GPM

= 1166 GPM . (8,33 lbm/Gal) (60 m/h) = 582766,8 lbm/h

Gambar

Gambar 3.1 Sistem Menara Pendingin dan Chiller............................... 35 Gambar 3.2 Diagram P-H......................................................................37 Gambar 3.3 Diagram Perhitungan Faktor
Gambar 1.1 Sistem Instalasi Menara Pendingin
Gambar 2.1 Sistem Resirkulasi Tertutup
Gambar 2.2 Sistem Resirkulasi Terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Before geting the final score of this research the researcher was taken the pre-survey data of the students’ reading comprehension result before the

Muhammad Kholil, MT, Sebagai Kepala Program Studi Fakultas Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Industri Universitas Mercu Buana, yang telah memberikan kesempatan penulis

Ungkapan teriam kasih kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, Ayah dan Ibu, yang telah memberikan dukungan yang sangat besar kepada penulis selama proses

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah penelitian ini adalah ditemuinya persepsi kesulitan selama menggunakan SPPK sehingga implementasi SPPK berjalan

PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi untuk mengukur kinerja pertumbuhan ekonomi di suatu daerah yang jika dikembangkan dengan tepat bisa menjadi sektor yang

Permasalahan yang ditemui pada proses pembelajaran penjaskes yaitu: 1) guru hanya bisa mengajarkan teori pencak silat, 2) belum ada media pendukung, 3) hasil

Subratha (2006), menerapkan pembelajaran dengan Model dan Pendekatan Stater Eksperimen Sebagai Strategi Conceptual Change membuktikan sangat efektif dalam meningkatka

Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan, bahwa model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan ditunjukkan hasil