• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan Dalam Kredit Macet : Studi Pada PT. Bank Sumut Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad 1908

Nomor 189 dan Vendu Instructie diumumkan dalam Staatsblad 1908 Nomor 190. Sejak berlakunya Vendu Reglement tersebut, pelelangan sangat digemari oleh masyarakat

karena dalam pelelangan barang yang dijual lebih banyak dan bervariatif, sehingga pembeli leluasa untuk memilih barang. Selain itu, kelebihan dari suatu sistem pelelangan adalah bahwa pembeli lelang seringkali mendapatkan harga lebih murah dari

harga pasaran pada umumnya. Namun pada kenyataannya dewasa ini, lelang di Indonesia masih merupakan suatu kegiatan yang jarang dipergunakan secara sukarela

oleh masyarakat. Orang berpandangan negatif tentang lelang disebabkan mereka mempunyai pemikiran bahwa lelang selalu berkaitan dengan eksekusi pengadilan, walaupun dalam kenyataannya hal itu tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar

lelang dilaksanakan sebagai tindak lanjut pelaksanaan putusan pengadilan terhadap pihak yang kalah dalam berperkara.

Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan nilai dari suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai objektif.4

4

Bphtp, bphtp-hukum, www.http://bphtb-hukum.blogspot.co.id/2011_11_01_archive.html,

diakses pada tanggal 4 November 2015, pukul 17.45 WIB

Lembaga lelang pasti selalu ada dalam sistem hukum untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan penjualan lelang, sebagaimana diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk

(2)

Ketiga untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik benda pribadi dimungkinkan melakukan penjualan lelang.5

Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal

dengan lelang atas pemborongan yang dalam kaitan ini pembeli (Pemerintah) berhadapan dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang yang

dimaksud Pasal 1 Vendu Reglement itu adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau

dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang.6

Berkaitan dengan itu, lelang sangat erat kaitannya dengan praktik perkreditan, terutama perkreditan yang dijalankan oleh pihak bank. Dalam usaha memenuhi

kebutuhan masyarakat dibutuhkan suatu pendananaan dari bank, yaitu salah satunya dengan cara pengkreditan. Kegiatan kredit ini berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan berpengaruh besar dalam mensejahterakan kehidupan

masyarakat. Lembaga keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman

Lelang atau penjualan di muka umum, memberikan beberapa manfaat atau kebaikan dibandingkan dengan penjualan yang lainnya, yaitu, adil, cepat, aman mewujudkan harga yang tinggi dan memberikan kepastian hukum.

5

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal. 4.

6

(3)

uang atau utang antara lain dalam bentuk kredit perbankan kepada nasabahnya. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank yang telah banyak dimanfaatkan oleh

anggota masyarakat yang memerlukan dana.7

Pelaksanaan pemberian kredit perbankan biasanya dikaitkan dengan berbagai persyaratan, antara lain mengenai jumlah maksimal kredit, jangka waktu kredit, tujuan

penggunaan kredit, suku bunga kredit, cara penarikan dana kredit, jadwal pelunasan kredit dan jaminan kredit.8

Setiap pemberian kredit harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu sebelum memberikan kredit,

bank harus melakukan penilaian yang seksama dalam berbagai aspek. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dinyatakan bahwa :

Jaminan kredit disini dapat berupa benda, baik benda

bergerak maupun benda yang tidak bergerak.

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya dan mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Pada prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila bank telah

memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut didasarkan atas hasil analisis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan kemampuan serta kesanggupan (creditworthinnes) untuk membayar utangnya pada bank.

Pemberian kredit dituangkan dalam suatu perjanjian kredit yang merupakan suatu perjanjian yang bersifat obligatoir dimana selalu dilengkapi dengan jaminan

kebendaan, kedudukan bank sebagai kreditor akan lebih unggul dari kreditor konkuren yang lain, karena pelunasan pinjaman yang telah dikucurkan, harus didahulukan dari

7

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarata, 2007, hal.2

8

(4)

pembayaran lainnya. 9

Bank dalam memberikan kredit harus memperoleh suatu keyakinan mengenai kemampuan dan kemauan (creditworthinnes) dari debitor untuk membayar kembali

kredit yang diberikan beserta bunganya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut bank harus melakukan analisa dan evaluasi atas permohonan kredit. Bagaimanapun baiknya

suatu analisa kredit, risiko kredit tetap tidak dapat dihilangkan. Bank dalam upaya memperkecil risiko yang dihadapinya melalui mekanisme tertentu, yaitu dengan melakukan pemberian kredit tersebut dengan hati-hati, maksudnya pemberian kredit

dilakukan apabila telah ada keyakinan bahwa si peminjam mempunyai kemampuan dan kesanggupan untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena

itu untuk menunjang keyakinan bank dalam melepaskan kredit, maka bank pada umumnya mensyaratkan debitor untuk memberikan jaminan, dimana pihak kreditor meminta kepada debitor agar menyediakan jaminan berupa sebuah harta kekayaannya

untuk kepentingan pelunasan utang apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitor tidak melunasinya. Tujuan jaminan adalah untuk melindungi kredit dari

risiko kerugian, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pengikatan jaminan bersifat accesoir (mengikuti) terhadap perjanjian

pokoknya.

10

Suatu pelaksanaan lelang, khususnya dalam lelang eksekusi adalah tindak lanjut dari pelaksanaan perjanjian kredit yang tidak ditepati oleh debitor berdasarkan

perjanjian kredit bank yang di Indonesia termasuk kelompok perjanjian baku atau standard kontrak. Debitor secara terpaksa menerima syarat-syarat perjanjian

9

Herowati Poesoko, Hukum Parate Executie Obyek Hak Tanggungan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hal. 3

10

(5)

yangtercantum didalamnya11

Dalam lelang eksekusi, kebanyakan barang dilelang tanpa kesukarelaan dari pemilik barang dan seringkali banyak pihak yang berkepentingan terhadap barang

tersebut tidak menginginkan lelang, sehingga dalam praktek terdapat para pihak yang merasakan kepentingannya terganggu dengan adanya pelaksanaan lelang. Pihak-pihak

yang merasa kepentingannya terganggu berkaitan dengan lelang atas suatu objek lelang, biasanya akan mengajukan gugatan di pengadilan, untuk memperjuangkan haknya yang terkait dengan objek yang dilelang

yang seringkali juga sebagai alasan bahwa kepentingannya terganggu yang pada akhirnya dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan untuk

membatalkan suatu lelang.

12

Dalam pelaksanaan lelang sering terjadi hambatan yang dialami oleh kreditor

sebagai pemohon lelang maupun pembeli lelang, misalnya dalam lelang objek jaminan kredit barang tidak bergerak (tanah beserta bangunan di atasnya) yang diikat dengan hak tanggungan sering pembeli lelang mendapat hambatan dalam pengosongan objek lelang

tersebut karena adanya perlawanan dari debitor atau pihak ketiga. Dalam mengajukan perlawanan/verzet ini debitor menggunakan berbagai alasan, seperti menyangkal bahwa

debitor telah melalaikan kewajibannya terhadap kreditor dan menyatakan bahwa kreditor belum waktunya mengeksekusi jaminan/agunan tersebut. Kemudian juga dapat terjadi debitor tidak mengakui jumlah hutang yang meliputi segala biaya yang telah

dikeluarkan kreditor terlebih dahulu bagi kepentingan pembebanan hak tanggungan. Berbicara mengenai hak tanggungan, pembebanan hak tanggungan adalah salah satu

sehingga terdapat banyak perkara perdata berkaitan

dengan lelang.

11

Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2001, hal. 70

12

(6)

cara yang dapat dijadikan alternatif pilihan jaminan terhadap pelaksanaan perkreditan. Jaminan sendiri diatur di dalam Pasal 1131 KUH Perdata yakni

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”

Jaminan umum yang tercantum di dalam Pasal 1131 KUH Perdata, dalam ilmu

hukum jaminan dikenal pula jaminan yang bersifat khusus. Yang disebut dengan jaminan kebendaan yang khusus ini adalah penentu/penunjukan atas benda tertentu

milik debitor atau milik pihak ketiga, yang dimaksudkan sebagai jaminan utangnya, hasil dari penjualan objek jaminan tersebut harus terlebih dahulu (preferens) dibayar kepada kreditor yang bersangkutan untuk melunasi pembayaran utangnya, sedangkan

jika ada sisanya, baru dibagi-bagikan kepada kreditor yang lain (kreditor konkuren).13 Jaminan utang dapat berupa barang (benda) yang merupakan jaminan kebendaan

dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri langsung atas benda tertentu dari debitor, dapat dipertahankan

terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan.14

Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.

Sedangkan hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud

Sedangkan jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada

perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor pada umumnya.

13

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal.137

14

(7)

memberikan hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada kreditor, terhadap benda keseluruhan dari debitor untuk memperoleh pemenuhan dari

piutangnya.15

Dalam praktik jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari kekayaan seseorang (si pemberi jaminan), yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas

sebagian kekayaan tersebut dan semuanya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban si debitor jika diperlukan. Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan

benda tidak bergerak. Suatu benda yang tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya dan yang ketiga karena memang ditentukan oleh undang-undang. Adapun benda yang tidak

bergerak karena sifatnya adalah tanah termasuk segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabung secara erat menjadi

satu dengan tanah itu.16

Benda bergerak dibedakan atas benda bergerak berwujud dan benda bergerak

tidak berwujud. Benda yang termasuk golongan benda bergerak adalah karena sifatnya atau ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda bergerak karena sifatnaya adalah

benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, misalnya barang-barang perabot rumah. Pengikatan jaminan bergerak berwujud adalah dengan gadai dan fidusia, sedangkan pengikatan benda bergerak tidak

berwujud adalah dengan gadai, cessie dan account receivable.

Pada jaminan benda tidak bergerak, pengikatan jaminan adalah dengan hipotik dan hak tanggungan.

17

Sedangkan jaminan perorangan dapat berupa borgtocht (personal guarantee),

jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan bank garansi (bank guarantee). Dalam

15

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty offset Yogyakarta, Yogyakatra, 2007, hal. 38

16

R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 61

17

(8)

borgtocht, pemberi jaminan adalah pihak ketiga secara perseorangan, sedangkan pada

corporate guarantee, pemberi jaminan adalah badan usaha yang berbadan hukum.

Garansi bank diberikan oleh bank guna menjamin pembayaran suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin cidera janji.18

Praktek perbankan, untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan kreditor

kepada debitor diperlukan tambahan pengamanan berupa jaminan khusus. Dalam hal tambahan pengamanan berupa jaminan khusus ini, debitor lebih sering menjaminkan

benda tidak bergerak berupa tanah yang diikat dengan hak tanggungan. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit, baik untuk kredit produktif maupun konsumtif, didasarkan pada pertimbangan tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif

tinggi. Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Lembaga jaminan ini diberikan untuk

kepentingan kreditor guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat accesoir dari perjanjian pokok (perjanjian kredit) oleh debitor kepada kreditor.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 pasal (1) angka 1 menyebutkan:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tantang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor lain”.19

Jaminan pemberian kredit bank pada hakikatnya berfungsi untuk menjamin kepastian akan pelunasan utang debitor bila debitor cidera janji atau dinyatakan pailit.20

18

Rachmadi Usman, Op.Cit., hal 260

Jaminan merupakan sumber terakhir bagi pelunasan kredit yang diberikan oleh kreditor

19

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

20

(9)

(bank) kepada debitor (nasabah) bila ternyata debitor tidak mampu membayar kredit yang ada. Hasil eksekusi tersebut diharapkan menjadi jaminan pelunasan untuk kredit

yang ada. Pemberian kredit pada perbankan masih mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga bank dalam praktek sering berhadapan dengan kredit bermasalah (kredit macet) dan membuat kinerja perbankan tidak selalu berjalan

dengan lancar.

Kredit macet tidak hanya akan merugikan para pemilik saham bank, tetapi juga

akan merugikan para pemilik dana yang sebagian besar adalah anggota masyarakat dari berbagai lapisan bahkan jika memungkinkan dapat merusak perekonomian negara. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengurangi kerugian, bank harus segera

menangani kredit bermasalah yang dihadapinya melalui prosedur dan tatacara penyelesaian atau penyelamatan kredit bermasalah dengan cara menjual barang jaminan

debitor.21

Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan yang efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan, yang didasari adanya kemudahan dalam

mengidentifikasi obyek hak tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, di samping itu utang yang dijamin dengan hak tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan

lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek hak tanggungan.22 Selain itu juga sertifikat Hak Tanggungan mempunyai irah-irah eksekutorial. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (2) :

“Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA”.

21

J. Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan, LaksBang Justisia, Surabaya, 2015, hlm.7

22

(10)

Irah-irah yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan sehingga

apabila debitor cidera janji, jaminan tersebut siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie.23

Parate executie adalah menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantara hakim, yang ditujukan atas suatu barang

jaminan untuk selanjutnya menjual sendiri barang tersebut. Selain itu, yang terpenting adalah Hak Tanggungan telah diatur dalam Undang-Undang, serta harga tanah yang dijadikan obyek Hak Tanggungan terus meningkat.

Hal yang tidak bisa dikesampingkan dalam suatu perjanjian kredit adalah perlindungan hukum bagi kreditor apabila debitor wanprestasi, apalagi jika kreditor

mengalami kemacetan dalam membayar kredit. Jadi syarat obyek yang menjadi jaminan kredit adalah benda yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dialihkan. Persyaratan tersebut guna melindungi kepentingan kreditor disaat debitor cidera janji, sehingga

jaminan tersebut menjadi pelunasan atas kredit debitor terhadap kreditor. Dengan demikian pemanfaatan lembaga eksekusi Hak Tanggungan merupakan cara

mempercepat pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan oleh kreditor kembali dan dana tersebut dapat digunakan untuk menjalankan perputaran ekonomi kreditor.

Perlindungan terhadap kreditor perlu diperhatikan, namun dalam hal ini

perlindunga terhadap debitor juga harus diperhatikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa debitor dapat menghambat jalannya eksekusi apabila debitor

menolak bahwa ia telah melakukan kelalaian dengan menggunakan berbagai alasan, seperti menyangkal bahwa debitor telah melalaikan kewajibannya terhadap kreditor dan

23

(11)

menyatakan bahwa kreditor belum waktunya mengeksekusi jaminan/agunan tersebut. Kemudian juga dapat terjadi debitor tidak mengakui jumlah hutang yang meliputi segala

biaya yang telah dikeluarkan kreditor terlebih dahulu bagi kepentingan pembebanan hak tanggungan.

Tidak kalah penting dengan perlindungan terhadap kreditor dan debitor,

perlindungan terhadap pihak yang memenangkan lelang juga harus diperhatikan. Perlindungan hukum bagi pemenang lelang eksekusi hak tangungan diberikan oleh

Vendu Reglement yang menjadi dasar hukum utama lelang di Indonesia, HIR, dan PMK

Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Perlindungan hukum secara preventif diberikan

oleh Vendu Reglement terhadap pemenang lelang eksekusi hak tanggungan.

Perlindungan hukum secara represif diberikan oleh HIR dalam hal pengosongan obyek

lelang, dimana pelaksanaan pengosongan obyek lelang dapat melalui bantuan Pengadilan

Negeri.

Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk dikaji hal-hal tersebut lebih dalam

dengan melakukan penelitian untuk penulisan skripsi dengan judul : “Kajian Hukum

Pelaksanaan Lelang Terhadap Hak Tanggungan dalam Kredit Macet : Studi pada PT.

(12)

B. PERMASALAHAN

Berkenaan dengan judul skripsi “Kajian Hukum Pelaksanaan Lelang Terhadap

Hak Tanggungan dalam Kredit Macet : Studi pada PT. Bank Sumut Medan”, ada

beberapa permasalahan yang timbul dan akan dibahas di dalam penelitian ini yakni :

1. Apa yang menjadi kriteria suatu kredit macet sehingga menyebabkan lelang hak tanggungan pada PT. Bank Sumut Medan ?

2. Bagaimana Prosedur pelaksanaan lelang hak tanggungan oleh PT. Bank Sumut Medan ?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang pada PT. Bank Sumut Medan ?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penyusunan dari skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami kriteria kredit macet pada PT. Bank Sumut Medan yang dapat menyebabkan pelelangan terhadap hak tanggungan.

2. Untuk mengetahui dan memahami prosedur pelelangan hak tanggungan oleh PT. Bank Sumut Medan sebagai upaya perlindungan hukum bagi kreditor.

(13)

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoretis

a. Penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian ataupun bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata khususnya

hukum perbankan mengenai pelaksanaan pelelangan hak tanggungan dalam keadaan kredit macet.

b. Selain itu, hasil penelitian ini akan memberikan informasi alternatif mengenai prosedur dan konsep pelelangan di PT. Bank Sumut Medan. 2. Manfaat secara praktis

a. dengan penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada bank agar dapat meningkatkan kinerja terhadap prosedur pelelangan hak

tanggungan dan meningkatkan kualitas perkreditan dalam menyelamatkan kredit macet.

b. Selain itu, penulisan ini juga diharapkan dapat mengungkap hambatan dalam

proses pelelangan hak tanggungan dalam kredit macet di PT. Bank Sumut Medan.

E. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan sarana pokok dalam perkembangan ilmu pengetahuan guna

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.24

24

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2009, hal. 1

Selain itu, penelitian merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan

(14)

permasalahan. Pada dasarnya sesuatu yang dicarai itu tidak lain adalah pengetahuan atau lebih tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini

nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu.25

Sementara itu, penelitian hukum atau rechtsonderzoek dalam bahasa Belanda atau legal research dalam bahasa Inggris merupakan suatu kegitan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.26

Oleh sebab itu untuk memperoleh data-data, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunkan metode sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan.27 Penelitian ini juga menggunakan metode empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan dengan prilaku individu dalam kaitannya dengan hukum.28

Penelitian dalam skipsi ini bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif

merupakan suatu penelitian yang menggambarkan dan menjelaskan peraturan hukum. Secara umum, masalah yang dikaji dengan metode ini

merupakan masalah yang terkait akan efektivitas aturan hukum.

29

2. Sumber Data

Melalui penggunaan sifat deskriptif ini maka peraturan hukum dalam penelitian dapat dengan tepat digambarkan sesuai tujuan dari penelitian ini. Penelitian ini juga dilakukan

dengan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi dari PT. Bank Sumut Medan.

a. Data Primer

25

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali pers, Jakarta, 2013, hal. 27

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2006, hal. 3

27

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal 14.

28

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010, hal. 87

29

(15)

Data Primer adalah data-data yang diperoleh langsung dari responden tanpa adanya perantara, contoh dari data primer adalah hasil wawancara antara penulis

dengan pihak Bank Sumut Medan yang bersangkutan guna mendapatkan data konkrit dan pasti dari pihak yang berkompeten untuk itu.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian yang diteliti dan dikumpulkan oleh penulis berkaitan dengan permasalahan yang diangkat

penulis. Data sekunder terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang mempunyai ketentuan hukum mengikat. Peraturan perundang-undangan yang dipergunakan dalam penyusunan

skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebgaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Selain itu Undang-Undang yang juga dipergunakan adalah Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan-bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan

memenuhi bahan-bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana

dan hasil-hasil penelitian yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas bahan hukum primer.30

30

(16)

3) Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tertier ini dapat diperoleh dari kamus hukum, internet dan ensiklopedia.31

3. Alat Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar penelitian

dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study) sebagai alat pengumpul data. Studi dokumen tersebut merupakan penelitian terhadap bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perbankan

dan hak tanggungan, khususnya tentang proses pelelangan yang ditimbulkan oleh kredit macet.

Selain studi dokumen, juga digunakan studi lapangan (field research) melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan hukum primer yang telah dipedomani

sebelumnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap awal dilakukan melalui inventarisasi terhdap seluruh data sekunder atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan pengkategorian kualifikasi terhadap keseluruhan data tersebut

berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. 5. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data sekunder yang terorganisir dan terurut menjadi pola, kategori dan satuan dasar yang sistematis, selanjutnya data tersebut sedemikian rupa dianalisis secara

(17)

kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Kemudian diolah dengan menggunakan logika deduktif untuk menemukan penyelesaian

permasalahan secara normatif.

Langkah selanjutnya, yaitu membandingkan data sekunder terhadap data primer yang telah dikulifikasikan sedemikian rupa dan kembali dianalisis secara kualitatif

dengan menggunakan logika deduktif untuk menyelesaikn permasalahan yang diangkat. Pembandingan ini dilakukan guna mendukung jawaban sebagai penyelesain

permasalahan yang bersesuaian antara penyelesaian secara normatif maupun secara ril/faktual. Dengan demikian, kegiatan analisis ini akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini baik secara normatif maupun faktual di lapangan.

F. KEASLIAN PENULISAN

Karya tulis yang berjudul “KAJIAN HUKUM PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK TANGGUNGAN DALAM KREDIT MACET : STUDI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN” adalah asli pemikiran ataupun usaha dari penulis tanpa

adanya penipuan maupun penjiplakan atau lainnya yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Untuk itu saya bertanggung jawab atas penulisan skripsi ini.

Namun demikian, terdapat beberapa judul penelitian yang sudah diteliti oleh Mahasiswa terdahulu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memiliki kemiripan dengan judul skripsi yang saya tulis, yaitu :

1. Muhammad Rasyid Lubis (010200052) “PROSES PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA SENTRA KREDIT KECIL MEDAN (STUDI KASUS BANK BNI

(18)

a. Bagaimana syarat dan prosedur pemberian kredit usaha rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia kantor cabang pembantu krakatau Medan?

b. Apakah yang menyebabkan terjadinya kredit macet pada kredit usaha rakyat Bank Rakyat Indonesia kantor cabang pembantu krakatau Medan?

c. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan dalam penyelesaian kredit macet pada

kredit usaha rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia kantor cabang pembantu krakatau Medan ?

2. Flaming Vretig Samuel Blessery Siahaan (080200246) “PENJUALAN AGUNAN SECARA LELANG PEMBERI HK TANGGUNGAN DIIKUTI GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (STUDI PADA PUTUSAN NOMOR :

348/PDT.G/2009/PN.TNG)” Dengan permasalahan :

a. Bagaimana proses peralihan hak atas suatu objek agunan kepada pembeli lelang? b. Apakah penjualan lelang tanpa diketahui pemilik objek agunan dapat

dikategorikan perbuatan melawan hukum ?

c. Apakah proses penjualan objek agunan melalui lelang tanpa persetujuan pemberi hak tanggungan dapat diajukan sebagai perbuatan melawan hukum ?

3. Jefri Lumbantobing (080200078) “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT

PERBANKAN DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA

(PERSERO), TBK CABANG LUBUK PAKAM)” Dengan permasalahan :

(19)

b. Bagaimana prosedur pengikatan SK PNS sebagai jaminan kredit bank ?

c. Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kredit macet dengan jaminan

SK PNS?

d. Bagaimana prosedur dalam penyelesaian kredit macet pada perjanjian kredit bank dengan jaminan SK PNS ?

4. Miftahul Rahmah (110200029) “ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PELELANGAN BARANG TIDAK BERGERAK TERHADAP JAMINAN

KREDIT (STUDI PADA PT. BANK CENTRAL ASIA, TBK CABANG LHOKSEMAWE)”.

Dengan permasalahan :

a. Apasajakah faktor-faktor penyebab terjadinya pelelangan barang jaminan dan kredit macet pada PT. Bank Central Asia, Tbk Cabang Lhokseumawe?

b. Apakah eksekusi merupakan sarana perlindungan hukum bagi kreditor?

c. Bagaimana hambatan dari pelaksanaan pelelangan barang jaminan dan upaya mengatasinya pada PT. Bank Central Asia, Tbk Cabang Lhokseumawe?

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan skripsi ini sangat diperlukan sistematika penulisan. Sistematika penulisan berguna untuk menguraikan dan menghubungkan isi dari bab-bab dalam skripsi ini. Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri

dari sub bab yang saling berkaitan satu sama lain. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut akan dirinci sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

(20)

skripsi yang terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu: Latar Belakang, permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian,

Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG DAN HAK TANGGUNGAN

Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab yang memaparkan tentang pengertian

dasar lelang, fungsi lelang, pihak-pihak yang terlibat dalam lelang dan juga penyelesaian dalam pelelangan. Dalam sub bab hak tanggungan akan dibahas pengertian hak tanggungan dan dasar hukumnya, objek hak

tanggungan, ciri-ciri hak tanggungan dan cara pemberian hak tanggungan.

BAB III : KAJIAN TENTANG KREDIT MACET

Bab ini akan memberikan gambaran umum tentang perjanjian khususnya perjanjian kredit secara teoretis. Pada bab ini juga dibahas tentang

pengertian dan dasar hukum kredit, jenis-jenis kredit, subjek dan objek dalam perjanjian kredit dan sedikit akan disinggung tentang tata cara

prosedur permohonan kredit.

BAB IV : KAJIAN HUKUM PELAKSANAAN LELANG TERHADAP HAK TANGGUNGAN DALAM KREDIT MACET : STUDI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN

Bab ini merupakan perumusan masalah dan merupakan pokok

penulisan yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab yang akan menjawab

permasalahan yang telah dipaparkan diantaranya kriteria kredit macet penyebab terjadinya lelang hak tanggungan pada PT. Bank Sumut

(21)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari kesimpulan yang merupakan inti dari pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

Rangkaian Lampu Penujuk Arah ini Adalah Sebuah Rangkaian Lampu Kedap-kedip Sederhana yang Menggunakan 2 (dua) buah IC, Dimana Outputnya diperlihathan Pada Lampu Pijar yang

Kelompok Uu Lonto memecahkan masalah yang terkait latar belakang perlawanan rakyat Aceh,.Kelompok Patmura memecahkan masalah siasat Belanda dalam perang Aceha,Kelompok Imam

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis mencoba untuk membahas tentang pembuatan website toko sport, bagaimana kita memadukan gambar, teks, dan animasi ke dalam perangkat komputer

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan pada agroindustri

Manajer perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan informasi dari para kreditor sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengatur tingkat konservatisma agar

Adapun metode pendekatan yang dilakukan pada studi ini antara lain: analisa senyawa aktif kayu ular berdasarkan Quantitative Structure–Property Relationship, (QSPR),

Naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga pada bulan November 2015 dibandingkan Oktober 2015 juga menunjukkan terjadinya Inflasi perdesaan pada bulan November 2015,

Di bidang Belanja Pemerintah Pusat, kebijakan tahun 2007 akan diarahkan pada langkah-langkah strategis untuk mempertajam prioritas alokasi anggaran, yaitu an tara