• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Pasar Modal Melalui Pendekatan Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Pasar Modal Melalui Pendekatan Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pasar modal atau caiptal market adalah suatu tempat atau sistem dipenuhinya

kegiatan bisnis berupa kebutuhan-kebutuhan dana atau kapital suatu perusahaan,

merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual efek yang baru dikeluarkan1

atau pasar modal dapat berarti pasar dimana dana jangka panjang (obligasi) baik

utang maupun modal sendiri (saham) diperdagangkan.2 Udang-Undang Nomor 8

Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberikan pengertian pasar modal

sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan

efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta

lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.3

Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional

kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sub-sistem pelengkap sektor

keuangan.

4

1

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradya Paramita, 1999), hal. 169

Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran

strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dunia usaha, termasuk usaha

2

Yayasan Mitra Dana, Penuntun Pelaku Pasar Modal, (Jakarta: Bina Mitra, 1991), hal. 33 3

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal 4

(2)

menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal

juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan

kecil.5 Sedangkan tujuan utama Undang-Undang Pasar Modal adalah mengatur

prinsip keterbukaan atau menyediakan fakta material dan untuk mencegah perbuatan

curang dalam perdagangan saham.6 Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa

pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan

tersedianya bahan pertimbangkan bagi investor sehingga investor secara rasional

dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.7

1. Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan dalam kegiatan yang produktif

Disamping itu pasar modal pada sistem perekonomian nasional mendapat peranan

yang sangat penting, arti pentingnya pasar modal didasarkan dari fungsinya yakni:

2. Sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional.

3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja.

4. Mempertinggi efesiensi alokasi sumber produksi.

5. Memperkokoh beroprasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi open market operasion sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral.

6. Menekan tingginya tingkat bungai menuju suatu rate yang reasionable. 7. Alternatif investasi bagi para pemodal.8

5

C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 38

6

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007), hal. 73 bahwa prinsip keterbukaan merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri.

7

Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities

Regulation, (Boston, Toronto: Litte, Brown & Company, 1980), hal. 317 dalam Bismar Nasution, Ibid

8

(3)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal telah mengatur

tentang beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,

pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pelaku bisnis pasar

modal dan penciptaan ketertiban, ketentraman sehingga terciptanya pembangunan

nasional di bidang ekonomi.

Kategori tindak pidana di bidang pasar modal dibagi ke dalam dua jenis yaitu

kejahatan dan pelanggaran. Apabila dilihat dari sudut beratnya ancaman pidana

undang-undang ini membagi empat kategori sebagai berikut:

1. Kejahatan dengan ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan maksimal

denda 15 milyar rupiah.

2. Kejahatan yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum

5 milyar rupiah.

3. Kejahatan yang diancam dengan pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda

maksimum 5 milyar rupiah.

4. Pelanggaran yang diancam dengan pidana maksimum 1 tahun kurungan dan

denda maksimum 1 juta rupiah.

Kategori pidana penjara, kurungan dan denda diterapkan di dalam sistem

peradilan pidana di Indonesia (criminal justice system) didasarkan pada pembentukan

hukum (law making) sebagai bahagian dari sistem hukum (legal system). Kategori ini

berbeda dengan jenis tindak pidana pada umumnya karena tindak pidana pasar modal

(4)

1. Barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi

2. Pelaku tidak mengandalkan kemampuan fisik, akan tetapi kemampuan

membaca situasi pasar serta memanfaatkan secara maksimal.

Salah satu kejahatan di bidang pasar modal adalah penipuan (fraud) disamping

kejahatan-kejahatan lainnya di bidang pasar modal misalnya insider traiding dan

manipulasi pasar.9

Pengaturan menyangkut kejahatan penipuan (fraud) terhadap fakta material pada

pelaksanaan kegiatan perdagangan efek dapat dilihat dari rumusan Pasal 90 UUPM

menyatakan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak

dilarang secara langsung atau secara tidak langsung :

Perbedaan antara jenis kejahatan ini adalah akibat perbuatan yang

timbulkan. Contoh perbedaan antara manipulasi pasar dan penipuan, jika manipulasi

pasar yang dilakukan sudah jelas bahwa pasar akan termanipulasi sehingga akibatnya

antara lain bahwa harga saham menjadi semu. Sementara itu, jika tindakan penipuan

yang dilakukan maka dengan informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut

jelas akan ada pihak yang dirugikan tanpa harus mempunyai akibat kepada pasar

yang termanipulasi.

1. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau

cara apapun.

9

(5)

2. Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.

3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak

mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak

menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat

dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk

diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain

untuk membeli atau menjual efek.

Selanjutnya penjelasan atas pasal 90 ini menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan "kegiatan perdagangan efek" adalah kegiatan yang meliputi kegiatan

penawaran, pembelian danlatau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran

umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan/atau

penjualan efek di luar Bursa Efek atas efek emiten atau perusahaan publik.

Penipuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 90 sebenarnya dapat dianggap

sama seperti penipuan dalam tindak pidana umum. Hal ini karena kejahatan mengenai

efek ini juga telah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Pidana yakni Pasal 378,

Pasal 390, Pasal 391 dan Pasal 392 KUH Pidana. Tetapi karena penipuan di pasar

modal lebih punya potensi untuk menimbulkan kekacauan ekonomi secara luas, dan

hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara, maka

UUPM memperlakukannya secara khusus, antara lain dengan ancaman hukuman

yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini (maksimal 10 tahun penjara dan denda

paling banyak Rp 15 milyar). Penipuan di pasar modal, sebagaimana dijelaskan

(6)

atau dalam kegiatan perdagangan efek di Bursa. Selain itu penipuan juga dapat

dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) di bursa maupun efek yang

diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pernyataan terakhir ini tentunya

dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan di masa depan, di mana

kemungkinan ada juga efek yang diperdagangkan di luar bursa (seperti efek-efek

yang diperdagangkan melalui sarana "pink sheets " di Amerika serikat).

Pasal 90 ayat 3 UUPM yang mengatur mengenai membuat pernyataan tidak

benar atau tidak mengungkapkan fakta material, tidak hanya dimaksudkan untuk

menangkal isu (rumors), yang memang banyak terjadi di bursa, tetapi juga untuk

menjalin bahwa setiap informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar

dan tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada emiten ini

dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk memutuskan

membeli, menjual atau tetap menahan efek, karena keputusan untuk investasi ini

memang selalu dilakukan berdasarkan informasi-informasi yang tepat dan benar yang

menyangkut efek tersebut. Di lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat

muncul baik dari anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri.

Berdasarkan rumusan Pasal 90 ayat 3 ini dapat diklasifikasi tindak pidana penipuan

menyangkut prinsip keterbukaan yakni:

1. Membuat pernyataan salah mengenai fakta atau menghilangkan fakta material

yang membuat pernyataan menjadi menyesatkan.

2. Sehubungan dengan perdagangan saham.

(7)

4. Menyebabkan kerugian

Kasus penipuan pada kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilihat di dalam

kasus PT Bank Global Tbk dengan modus kejahatan penipuan yakni melakukan

mark-up portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun.10 Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud M. Balfas bahwa: 11

Kasus terakhir yang muncul dan melibatkan sebuah bank publik adalah yang menyangkut PT Bank Global, Tbk. Kasus Bank Global ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pemegang obligasi subordinasi bank tersebut maupun pemegang sahamnya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 1,8 triliun.Kasus ini Bank Global ini diantaranya dilakukan dengan cara menggelumbungkan (mark-up) portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. Kasus mark-up ini terjadi dengan cara seperti yang akan diterangkan berikut ini: berdasarkan laporan keuangan Desember

10

Lihat,

masalah yang hampir sejenis juga dilakukan oleh institusi perbankan lainnya yaitu Bank Lippo. Kebalikan dengan kasus Bank Global di atas dalam kasus yang terjadi pada Bank Lippo adalah mengurangi nilai dari laporan keuangan. Kejadian yang menimpa Bank Lippo ini menyangkut asset yang diambil alih (AYDA). Berikut adalah kejadian yang diambil dari berita di media massa. Sebagaimana diberitakan, diduga telah terjadi upaya penjarahan terhadap Bank Lippo, baik dengan cara penggembosan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), maupun manipulasi pasar. Kasus ini mencuat setelah terjadi perbedaan laporan kenangan per 30 September 2002, di mana kepada publik tangga128 November 2002 manajemen Bank Lippo menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar. Akan tetapi, dalam laporan keuangan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih Rp 1,3 trilyun. Perbedaan laba bersih tersebut terjadi karena adanya kemerosotan nilai AYDA dari Rp 2,393 trilyun dalam laporan kepada publik menjadi Rp 1,420 trilyun pada laporan ke BEJ.

11 Lihat, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT.

(8)

2003 yang telah diaudit, dari total aset Bank Global yang Rp 1,8 triliun, sebanyak Rp 1,123 triliun di antaranya portofolio atau surat berharga. Ketika diperiksa kemudian, ternyata surat berharga yang benar-benar ada hanya senilai Rp 200 miliar. Jadi, ada perbedaan signifikan sejumlah Rp 900 miliar lebih. Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 April 2004, tertulis bahwa Bank Global memiliki surat berharga senilai Rp 800 miliar lebih, hampir mendekati Rp 900 miliar. Setelah diperiksa, ternyata surat berharga yang benar-benar ada juga hanya sekitar Rp 200 miliar. Terdapat selisih sekitar Rp 600 miliar. Dalam hal ini masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai berapa tepatnya nilai obligasi fiktif tersebut, antara Rp 600 miliar sampai Rp 900 miliar. Obligasi yang diaku dimiliki Bank Global itu sendiri memang ada di pasar, tetapi yang dimiliki Bank Global hanya senilai Rp 200 miliar. Bagaimana caranya meningkatkan jumlahnya sehingga seolah-olah melonjak? Dengan melakukan pencatatan beberapa kali atas obligasi yang sama.Gambaran sederhana, misalnya Bank Global sekarang memiliki obligasi Rp 200 miliar yang disimpan di perusahaan efek A yang juga berlaku seolah sebagai bank kustodian. Kemudian, obligasi tersebut dijual kepada perusahaan efek B, yang pembelinya adalah Bank Global juga. Seharusnya, sekalipun seolah-olah dijual dan dibeli oleh pihak yang sama, jumlah obligasi yang dimiliki akan tetap hanya Rp 200 miliar. Akan tetapi, yang terjadi adalah, ketika telah dijual ke perusahaan efek B, catatan kepemilikan obligasi tersebut oleh Bank Global di perusahaan efek A tetap dibiarkan ada. Oleh karena itu, dalam catatan kepemilikan portofolio tampak seolah-olah seusai transaksi itu, obligasi yang dimiliki Bank Global meningkat dari Rp 200 miliar menjadi Rp 400 miliar. Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek A, dan Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek B. Adapun mengenai munculnya reksa dana siluman di Bank Global sendiri, [Kepala Biro Pemeriksaan BAPEPAM] Abraham menduga, merupakan rangkaian kejadian dengan munculnya obliasi fiktif tersebut, dalam rangka menutup likuiditas yang bolong.

Masalah penipuan di pasar modal bukan hanya menyangkut masalah-masalah

yang berhubungan dengan pencatatan atas laporan keuangan semata. Kejahatan ini

dapat dilakukan dengan cara lain dan motif lain, meskipun mempunyai akibat yang

sama seperti yang dilakukan melalui laporan keuangan. Misalnya penipuan yang

dilakukan oleh manajemen Bre-X sebagai perusahaan tambang emas dari Kanada

(9)

investor terhadap cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya.

Kasus ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:12

”Kalau kita pernah ingat beberapa tahun yang lalu mengenai kasus Bre-X,

yaitu sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di

Kalimantan, maka apa yang dilakukan oleh Bre-X tersebut tidak lain adalah

penipuan. Penipuan tersebut dilakukan oleh manajemen Bre-X dengan

melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa

pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X, pada waktu itu,

mengelabui investornya dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan

laboratorium mengenai cadangan emasnya, dengan terlebih dahulu

menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sampling tersebut. Akibat dari

usaha pengelabuan investor ini, cadangan emas di dalam tambang tersebut

diperkirakan berjumlah lebih dari 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut

menyebabkan harga saham Bre-X di bursa naik beberapa kali lipat. Tetapi

setelah masalahnya terbuka harga saham langsung turun pada tingkat yang

sangat rendah sekali”.

Deskripsi kasus-kasus diatas mengambarkan bahwa perbuatan penipuan

didasarkan pada informasi yang menyesatkan (misleading information) terhadap fakta

material13

12

Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal. 73-74

dan prinsip keterbukaan (disclosure principle) yang merupakan sesuatu

13

(10)

yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam (selaku pengawas)

maupun investor. Keterbukaan dalam suatu transaksi efek adalah informasi mengenai

keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen dan harta

kekayaan perusahaan kepada masyarakat.

Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penipuan di

bidang pasar modal perlu pemahanan yang signifikan oleh aparat penegak hukum di

dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) terutama untuk menjerat

pelaku dan meminta pertanggungjawaban pelaku berupa pidana penjara maupun

penjatuhan sanksi administratif,14

pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atau informasi atau fakta tersebut. Lihat Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

pemahaman dimaksud adalah pembuktian

misrepresentation atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions) yang berkaitan

dengan salah dan palsu. Untuk memahami kata "salah" itu dapat dikaitkan dengan dua

terminologi Pertama, dimaksudkan atau diketahui (knowingly) atau dengan

sembrono (negligently) tidak benar (untrue). Kedua, tidak benar karena kesalahan

14

Lihat, Margonti Sianturi, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal, Media Hukum, Volume XIII, Nomor 2, Juli-Desember 2004, hal. 329 bahwa adapun sebegai kategori pelaku yang menjadi pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang pasar modal sebagai berikut:

a. Pelangggaran di bidang administrasi, dimana setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran melakukan kegiatan di bidang pasar modal.

b. Manajer investasi dan pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain dalam bentuk apapun, langsung maupun tidak langsung untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. c. Emiten atau perusahaan publik melakukan penawaran umum namun tidak menyampaikan

pernyataan pendaftaran atau penyataan pendaftaran belum dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).

d. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran Bapepam.

(11)

atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur

(reasonable care) tapi tetap salah.15

Apabila misrepresentation dan omissions dapat menciptakan informasi

menyesatkan (misleading information), seperti pernyataan menyesatkan di pasar

modal,16

15

Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 122 bahwa sesuatu itu dikatakan "salah" apabila hal tersebut terjadi atau dibuat dengan pengetahuan, baik secara aktual maupun secara konstruktif, bahwa sesuatu itu tidak benar atau illegal atau terjadi dengan salah. Dalam konteks ini, " s e s u a t u p e r n y a t a a n ( t e r ma s u k d a l a m s u a t u d o k u me n ) dikatakan salah apabila pernyataan itu tidak benar karena dilakukan oleh orang itu atau dimaksudkan orang tersebut untuk salah". Sedangkan, yang dimaksud "palsu", khususnya dalam suatu undang-undang pidana (criminal

statute), mensyaratkan sesuatu yang lebih dari tidak benar (bukan hanya tidak benar), dimana termasuk perfidiously atau curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Hal itu diaplikasikan

dengan membuat dan merubah suatu tulisan dengan maksud untuk memalsukan, dalam hal ini termasuk kertas atau tulisannya tidak asli, dimana dokumen itu bisa kertasnya palsu atau tulisannya palsu. Dalam penentuan salah atau palsu itu perlu diperhatikan yakni: Pertama, apakah tidak

adanya kesesuaian dokumen informasi dengan fakta material berupa tidak benar karena kesalahan atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tetapi tetap salah. Kedua, secara signifikan berupa perbuatan dilakukan dengan curang yang dimaksudkan untuk melakukan

penipuan. Sebaliknya, apabila tidak adanya kesesuaian tersebut secara signifikan, misalnya ada unsur-unsur curang, kelalaian (negligence), kesengajaan, dimaksudkan untuk menipu, mak a d eng an in i in fo r mas i d ap at dikategorikan palsu. Dengan demikian pemahaman informasi yang menyesatkan terhadap fakta material disebut dengan misrepresentation. Adapun pengertian

misrepresentation adalah suatu kata-kata atau tingkah laku seseorang kepada seseorang lain dalam

bentuk pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Dalam hal ini pernyataan itu tidak benar sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah. Gambaran yang telah diterima oleh seseorang lain itu menciptakan kondisi yang berlainan dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud pernyataan ini adalah untuk menipu (deceive) dan menyesatkan (mislead). Sementara itu, yang disebut menyesatkan adalah suatu kegagalan memasukkan seluruh fakta yang sebenarnya kemudian menciptakan penyimpangan oleh karena terjadi pengurangan informasi (omissions).

maka perlu diamati bagaimana pendapat-pendapat pengadilan di negara

maju dalam membuat unsur-unsur pernyataan menyesatkan di pasar modal.

Dari berbagai pendapat pengadilan di Amerika dapat disarikan enam unsur yang

membuat suatu pernyataan menjadi menyesatkan. Pertama, adanya pernyataan fakta

materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap

16

(12)

(omissions). In re Glenfed, Inc, Sec, Litig, 42 F. 3d 1541 (9th Cir, 1994). Kedua, adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi. Chiarella v. United States,

445 U.S. 222 (1980).$1 Ketiga, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan

mis-representation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud

melakukan penipuan (scienter). Mahkamah Agung Amerika membuat batasan

scienter sebagai suatu pernyataan yang digerakkan dengan bermaksud untuk

menipu dan manipulasi atau defraud. Ernst & Ernst v. Hoch feller, 425 U.S.185

(1976). Keempat, merupakan fakta materiel. Shafiro v. UJB Fi lancial Corp, 946 F.

2d. 272 (3rd Cir. 1992). Kelima, adanya keyakinan (reliance). Peil v. Speider, 8o6 F.2d.

1154 (3rd Cir. 1986). Keenam, adanya kerugian (injury). Cooke v. Manufactured

Homes, 998 F.2d. 1265 (4t' Cir. 1993).17

Selanjutnya pembagian jenis tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1995 diintrodusir dari pembagian jenis tindak pidana yang diatur oleh KUH

Pidana yang membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu

kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran

perundang-undangan di Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas ketika membahas

tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini secara mayoritas kasus-kasus yang

terjadi penyelesaiannya dilakukan melalui jalur penjatuhan sanksi administrasi dan

jarang menggunakan kebijakan pidana berupa penerapan sanski pidana yang

17

(13)

penyelesaiannya dilakukan oleh Bapepam.18

18

Lihat, Elfira Taufani, Penegakan Hukum di bidang Pasar Modal, Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614, hal. 103 bahwa Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan 22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan. Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai berikut :

Adapun yang menjadi hambatan

Bapepam dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan menggunakan sanksi

pidana antara lain:

1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;

3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam proses;

4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN); 5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia

Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;

6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya masih dalam proses.

(14)

Pertama, Bapepam sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan

pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Kewenangan ini harus

dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar di dalam pasar modal tercipta

suatu pasar yang teratur, wajar, efesien dan melindungi pemodal dan

masyarakat, sementara itu pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai

lembaga pengawas dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk

aturan, pedoman, bimbingan, pengarahan dan tindakan represif yaitu dalam

bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Hal ini

sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 503/KMK.01/1997 bahwa Badan Pengawas Pasar Modal

mempunyai tugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal

sehari-hari dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang

wajar, teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan

masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan

dan berdasarkan peraturan perundang-undanga.

Kedua, pengaturan tentang penerapan sanksi hukum di dalam UUPM

sebagai umbrella provision mengklasifikasi beberapa jenis sanksi yang dapat

dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak dalam pasar modal

(15)

a. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan

kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha,

pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran.

b. Sanksi pidana terbagi atas pidana penjara yang ancamannya terdiri dari 3

(tiga) tahun, 5 (lima) tahun dan 10 (sepuluh) tahun, pidana kurungan yang

ancaman 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah), Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Rp. 15.

000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).

c. Sanksi perdata, dimana setiap pihak yang menderita kerugian sebagai

akibat dari pelanggaran atas UUPM dan peraturan pelaksananya dapat

menuntut ganti rugi baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak

lain yang memiliki tuntutan yang serupa terhadap pihak atau pihak-pihak

yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut.

Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan

efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagai tujuan

dari kegiatan pasar modal mewajibkan Bapepam melakukan pembinaan,

pengaturan dan pengawasan. Untuk itu, UUPM telah mengatur tentang

beberapa kewenangan dari Bapepam sebagai berikut:19

a. Memberi izin usaha pada bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat investasi dan biro administrasi efek, memberi izin orang

19

(16)

perseorangan bagi wakil perantara pedagang efek, wakil penjamin emisi efek, wakil manajemen investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana, memberikan persetujuan bagi bank kustodian.

b. Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat.

c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian samapai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru.

d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran.

e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksananya.

f. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, atau pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UUPM.

h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksanaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik di atas.

i. Mengumpulkan hasil pemeriksaan.

j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu guna melindungi kepentingan pemodal.

k. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat.

(17)

m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal.

n. Melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang pasar modal.

o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau aturan pelaksananya.

p. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UUPM

q. Penyempurnaan kebijakan.

Ketiga, penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan

oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut

dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak

pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah

dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke

pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak

Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata

pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran

perundang-undangan di pasar modal.

Wewenang Bapepam sebagai pengawas mensyaratkan adanya politik kriminal

untuk menanggulangi tindak pidana penipuan, artinya pelaksanaan kewenangan

secara represif di bidang pengawasan telah memposisikan Bapepam sebagai sub-

sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam rangka berkerjanya hukum

pidana (asas fungsional). Bapepam sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan

(18)

mempunyai kekuasaan Kepolisian serta dapat bertindak dan berwenang

menggunakan kekuasaan yang sifatnya “quasi-judicial”.20

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dapat berupa meminta keterangan

dan konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran,

mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk

melakukan atau tidak melakukan tindakan kegiatan tertentu, memeriksa dan membuat Berdasarkan kewenangan

tersebut apabila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan

di bidang pasar modal lainnya maka Bapepam sebagai penyidik akan melakukan

pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila

memang terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut.

20

Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 5-6 bahwa kekuasaan Bapepam dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan kewenangan bagi Bapepam antara lain untuk:

a. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya.

b. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan kegiatan di pasar modal.

c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di pasar modal seperti bursa efek.

d. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk memungkinkan dilakukannya penawaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran).

e. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas UUPM, sehingga dengan kekuasaannya ini Bapepam merupakan Polisi yang menegakkan hukum sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

f. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan adanya iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal.

g. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek (termasuk juga menghentikan perdagangan efek dan transaksi di bursa).

h. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (termasuk membatalkan dan menguatkan pengenaan sanksi tersebut).

i. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya tekhnis atas UUPM dan peraturan pelaksananya.

(19)

salinan terhadap catatan, pembukuan dan dokumen lain baik milik pihak yang diduga

melakukan atau terlibat pelanggaran, menetapkan syarat dan mengizinkan pihak yang

diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu

yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul.21

Ayat 1: “Bapepam dapat mengadakan pemeriksanaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya”.

Apabila dalam

pemeriksaan Bapepam berpendapat terdapat pelanggaran mengakibatkan kerugian

bagi kepentingan pasar modal dan membahayakan kepentingan inverstor (pemodal)

dan masyarakat, Bapepam akan menetapkan dimulainya tindakan penyidikan dengan

PPNS yang telah ditentukan sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan

berdasarkan ketentuan yang terdapat pada KUHAP. Hal ini sebagaimana diatur oleh

Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UUPM yang menyatakan bahwa:

Ayat 2: “Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyai wewenang untuk:

a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya atau pihak lain apabila dianggap perlu.

b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu.

c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan dan atau dokumentasi lain baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap

21

Ibid, hal. 7 bahwa Bapepam mempunyai kewenangan seperti layaknya polisi dalam

(20)

undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya maupun milik pihak lain apabila dianggap perlu dan atau.

d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul”

Kewenangan melakukan penyidikan setiap kasus pelanggaran peraturan

perundang-undangan pidana bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum

di dalam ketentuan Pasal 6 ayat ayat (1) huruf b yang menyebutkan: “penyidik adalah

aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang”. Kewenangan ini merupakan penjabaran dari fungsi Bapepam sebagai

lembaga pengawas. Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan

apabila:

1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya

pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.

2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh

perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran Bapepam atau dari pihak lain

yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam.

3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang

pasar modal.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal

(21)

103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya

akan dikutip berikut ini;

Pasal 103 ayat (2)

“Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu: Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin Bapepam

Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”

Pasal 105

“Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :

Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana.

Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”.

Pasal 109

“Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM”.

Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar

modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti

ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang

umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di

dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi

seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun,

sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan

(22)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas dapatlah di

rumuskan beberapa pokok masalah yang akan di bahas dalam penulisan tesis

ini. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan

penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading

information)?

2. Bagaimana tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi

pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan

(misleading information)?

3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar

modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya

kejahatan penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading

(23)

2. Untuk mengetahui tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi

pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan

(misleading information).

3. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar

modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul analisis yuridis penanggulangan tindak

pidana penipuan di bidang pasar modal melaluli pendekatan sistem peradilan

pidana (criminal jusctice system) diharapkan akan memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi yang jelas

tentang penegakan hukum bagi pelaku kejahatan pasar modal khususnya

penipuan (fraund) dilihat dari perspektif hukum bisnis dan hukum pidana

sehingga tentunya akan memperkaya khasanah dan kemajuan bagi

kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dan lebih khusus

lagi ilmu hukum pidana;

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para

akademisi, praktisi hukum dan instansi pemerintah dalam menentukan

(24)

pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem

peradilan pidana (criminal justice system).

E. Keaslian Penelitian

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara

pribadi dengan melihat perkembangan hukum di bidang bisnis khususnya pada

permasalahan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal

melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Tulisan ini

bukanlah merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang

lain, Namun demikian ada beberapa judul yang membahas tentang kejahatan di

Pasar Modal diantaranya yakni Yasdan Rivai (NPM 077005044) dengan judul

kriminalisasi insider trading sebagai kejahatan pasal modal dan Abdurrahman

(NPM 027005001) dengan judul penentuan standar penipuan dalam pasar modal

Indonesia: analisis yuridis. Berdasarkan perumusan masalah yang

diidentifikasikan dan pendekatan penelitian yang telah dilakukan terdapat

perbedaan, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada

pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan

untuk penyempurnaan tulisan ini.

(25)

Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan

khususnya pasar modal tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum di bidang

pasar modal itu sendiri, terutama dalam rangka pelaksanaan kinerja dalam pasar

modal yang sangat jelas di atur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satunya

adalah kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagaimana

diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

memegang peranan penting dalam mengatur, membina dan mengawasi segala

kegiatan dari para pelaku Pasar Modal, di mana Perusahaan yang memasuki Pasar

Modal bertanggung jawab kepada Bapepam atas segala aktivitasnya.22

Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari Pasar Modal itu

sendiri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal juga

mengatur mengenai prinsip keterbukaan. Pelanggaran peraturan prinsip

keterbukaan dapat dikategorikan dalam penipuan dan umumnya

pelanggaran-pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan adalah pernyataan menyesatkan dalam

bentuk pernyataan yang salah (misrepresentation) atau penghilangan (omission)

fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam

perdagangan saham. Pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran

yang salah tentang kualitas emiten, manajemen dan potensi ekonomi emiten. Oleh

karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas

22

(26)

perbuatan misrepresentation dan omission.23

Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan

investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar

modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara

besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal

(bursa saham). Sebab ketidakadaan atau ketertutupan informasi akan

menimbulkan ketidakpastian investor. Untuk menghindari keadaan yang

demikian maka peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan karena peraturan

prinsip keterbukaan secara substansial dapat memberikan informasi pada saat-saat

yang telah ditentukan dan lebih penting peraturan prinsip keterbukaan mengatur

tentang pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan

melakukan keterbukaan.

Penekanan untuk mencermati

pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah

yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam

pelaksanaan prinsip keterbukaan. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan

terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan

tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi

atau menjadi tidak efesien.

24

Pemahaman menyangkut keterbukaan dalam pembenaran prinsip

keterbukaan secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisiasikan tujuan

23

Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 24

(27)

prinsip keterbukaan dan mengatasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan

(misleading) bagi investor, hal ini dapat dilihat dari pengamatan Coffee tentang

perlunya sistem keterbukaan wajib adalah suatu teori sederhana yang dapat

menjelaskan bagaimana sistem keterbukaan difokuskan sebagai berikut:25

1. Informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good), maka penelitian saham cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan informasi bukan berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak dapat diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya yang dilakukan terhadap pencarian informasi material dari sumber emiten. Sistem keterbukaan wajib dapat dilihat sebagai suatu starategi pengurangan biaya dengan konsekuensi masyarakat mensubsidi biaya pencarian guna menjamin adanya informasi dalam jumlah besar dan pengujian akurasi yang lebih baik.

2. Ada dasar substansial untuk dipercaya bahwa ketidakefesienan yang lebih besar akan terjadi tanpa sistem keterbukaan wajib karena biaya sosial yang berlebih akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Sebaliknya pengkolektipan dapat mengurangi social waste yang timbul dari kesalahan alokasi sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan ini.

3. Teori self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritisi perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel hanya memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah mengabaikan signifikasi kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritisi ini diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure valuntary

system) seperti tidak memuaskan. Walapun manajemen dapat dipengaruhi melalui incentive contract device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan

memaksimalkan nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon, sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider traiding atau

leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat maka

masalah akan muncul sebab manajemen mendapatkan keuntungan dengan memberikan sinyal yang salah terhadap pasar.

25

(28)

4. Dalam pasar modal yang efesien, masih ada informasi lain yang dibutuhkan investor rasional untuk mengoptimalkan portofolio sahamnya. Informasi yang demikian sangat baik diberikan melalui suatu sistem keterbukaan wajib.

Selanjutnya menyangkut teori yang berhubungan dengan penanggulangan

tindak pidana penipuan di bidang pasar modal difokuskan pada penegakan hukum

yang diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk

memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang

ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah

suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran

badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum)

menjadi kenyataan.26 Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak

pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaedah-kaedah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan

hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral,

sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.

Faktor-faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi

serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah :27

1. Hukum (undang-undang).

26

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1997), hal. 24. 27

(29)

2, Penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.

5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak hanya

sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi

juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu

masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870-1874) salah seorang

tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering

disamping as a tool of social Control Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana)

sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam

penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional

tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap

eksekusi yaitu :28

1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh

badan pembentuk undang. Dalam tahap ini pembentuk

undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan

dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya

28

(30)

dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil

perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat

keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan

legislatif.

2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan hukum

pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan

hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta

menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh

badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat

penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna.

Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif.

3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara

konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana

pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh

pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan

oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus

berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat

oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta

daya guna.

Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu

(31)

tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang

tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan

pemidanaan.

Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan

pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksuddalam tulisan ini

adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein,

membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu 29

1. Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif. Penegakan

hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum

dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping itu, hukum pidana

substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan batasan-batasan.

Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement.

2. Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah dikurangi area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara

maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk dicapai (not a

realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk

waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya yang dapat menyebabkan

dilakukannya diskresi.

29

(32)

3. Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan apabila,

sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus sudah ada

perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain, serta adanya

pasal yang dilanggar.

Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum dapat

dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas seperti yang

dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta penegakan hukum

dalam arti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan peraturan

perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law Enforcement.30

2. Landasan Konsepsional

Bagian landasan konsepsional ini, akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan

dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan tesis ini. Konsep adalah

suatu bagian yang terpenting dari perumusan suatu teori. Peranan konsep pada

dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,

antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang

menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut

dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk

menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu

istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada

proses penelitian tesis ini.

(33)

Dalam penelitian ini ada dua variabel yakni: Pertama, Tindak Pidana

Penipuan di Bidang Pasar Modal. Kedua, criminal justice system (sistem peradilan

pidana). Dari kedua variabel ini akan dijelaskan pengertian masing-masing sebagai

berikut:

a. Tindak Pidana Penipuan di Bidang Pasar Modal

1). Tindak pidana dimaksud adalah salah satu kejahatan di bidang pasar modal

yakni penipuan yang mempunyai karakteristik berupa: Pertama, menipu atau

mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apapun.

Kedua, turut serta menipu atau mengelabui pihak lain. Ketiga, membuat

pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak

mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak

menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat

dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk

diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk

membeli atau menjual efek.31

2). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) adalah sebuah badan pemerintah

yang berada dibawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Bapepam

merupakan lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pembinaan,

pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal.32

31

Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 32

(34)

3). Informasi menyesatkan (misleading information) adalah adanya pernyataan

fakta materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak

lengkap (omissions), adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi,

adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau

ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud melakukan

penipuan (scienter), merupakan fakta materiel dan adanya keyakinan

(reliance).33

4). Bursa efek adalah sebuah pasar di mana diselenggarakan perdagangan efek,

artinya bursa efek sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan

sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek

pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.34

5). Kustodian adalah lembaga yang berfungsi sebagai lembaga yang

menyediakan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek

serta jasa lain termasuk menerima dividen, bunga dan hak-hak lain,

menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi

nasabahnya.35

6). Emiten adalah pihak yang menyediakan barang-barang yang diperdagangkan

di bursa atau pasar tersebut. UUPM menyatakan bahwa emiten adalah pihak

yang melakukan penawaran umum.36

33

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I,Op.cit, hal. 128

Emiten adalah pihak atau

perusahaan-34

Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 35

Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 36

(35)

perusahaan yang mengeluarkan efek berupa saham atau obligasi dan

ditawarkan kepada masyarakat.37 Sedangkan broker adalah perusahaan efek

yang telah menjadi anggota bursa.38

7). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten

untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh

undang-undang dan peraturan.39

8). Fakta materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai

peristiwa , kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada

bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang

berkepentingan atas info atau fakta tersebut.40

b. Sistem Peradilan Pidana (Criminal justice system)

Criminal justice system pada hakikatnya merupakan sistem yang berupaya

menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan, baik kepentingan negara,

masyarakat maupun individu termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan

korban kejahatan. Sub sistem yang harus bekerja sama di dalam criminal justice

system untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang (money laundering)

adalah:

a. Kepolisian

b. Kejaksaan

37

Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 9 38

Ibid, hal. 11 39

Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 40

(36)

c. Pengadilan

d. Lembaga Pemasyarakat.

e. Bapepam

Untuk poin a, b, c, d diatas diartikan sebagai sistem peradilan pidana (criminal

justice system) dalam penegakan hukum pidana pada umumnya,41

Penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system)

itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang menjadi

bagian intergral dari kebijakan sosial. Politik kriminal ini merupakan suatu usaha

yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.

namun penulis

berpendapat bahwa dalam upaya penanggulangan dan penegakan hukum tindak

pidana pasar modal maka poin e (Bapepam) merupakan bagian sub sistem

peradilan pidana.

42

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang

bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian ini hanya mengambarkan tentang situasi

41

Lihat, Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, 1997), hal. 141

42

(37)

atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan, dengan

tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau

suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa

atau teori-teori.43

Penelitian seperti ini menurut Ronal Dwokin disebutnya dengan istilah

penelitian doktrinal (doctrinal Research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum

baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang Pengumpulan data dengan cara deskriptif ini dilakukan pendekatan

jenis penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap

permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta

mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data skunder yang berasal

dari penelitian kepustakaan (library research), penelitian kepustakaan sebagai salah

satu cara mengumpulkan data didasarkan pada buku-buku literatur yang telah

disediakan terlebih dahulu yang tentunya berkaitan dengan tesis ini, untuk

memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai perbandingan maupun

petunjuk dalam menguraikan bahasan terhadap masalah yang dihadapi selanjutnya

peneliti mengumpulkan dan mempelajari beberapa tulisan yang berhubungan dengan

topik tesis ini.

43

Alvi syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan

(38)

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge

through judicial process).44

2. Sumber Data

Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan

informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan

perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a. Norma atau kaedah dasar;

b. Peraturan dasar;

c. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak

pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan

pidana (criminal justice system), yakni, Undang-Udang yang berkaitan dengan

pasar modal yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata cara pemeriksaan di

bidang pasar modal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1996 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan di bidang Pasar Modal, Surat Keputusan Ketua

Bapepam Nomor Kep 86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus

44

Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif

dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan

(39)

Segera Diumumkan Kepada Publik, KUH Pidana, KUHAP, Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

2. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan penanggulangan tindak

pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem peradilan pidana

(criminal justice system), hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,

hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan

yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,

skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta

bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk

melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.45

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitan tesis ini menggunakan teknik studi

dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data

sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih

perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Di samping itu untuk

melengkapi data pustaka, juga dilakukan penelusuran situs internet yang berkaitan

dengan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem

45

(40)

peradilan pidana. Dengan kerangka teoritis merupakan alat untuk menganalisis data

yang diperoleh baik berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan

para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui

naskah resmi yang dijadikan sebagai landasan teoritis.

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah

dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan

pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penanggulangan

tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan

pidana, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan

menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk

uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data,

selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisi secara deskriptif

sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan

solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung tentang Perubahan Atas

New Compt dalam penulisan ilmiah ini ditujukan untuk mempermudah konsumen dalam memperoleh informasi berbagai macam - macam produk yang dijual serta pelayanan yang di sediakan oleh

Denagn hormat, berkenaan dengan kegiatan Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

dan juga terhindar dari konflik atau pertikaian dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga bukan saja berlangsung secara satu pihak saja, tetapi dapat berlangsung

Nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang di- laporkan Yulia (2004) yang menyatakan bahwa persentase potongan komersial paha atas ayam broiler umur 5 minggu

 Sistem pengolahan informasi manusia bekerja secara serial, sedangkan sistem pengolahan informasi komputer bisa serial dan bisa paralel , oleh karenanya komputer

Jika ditinjau dari perspektif hukum Islam, hal ini bertentangan karena di dalam Alquran dan Hadis sudah di- jelaskan bahwa yang mencari nafkah adalah suami, bukan istri, dan

Hasil penelitian dengan menggunakan uji Ttest menunjukkan bahwa: (1) budaya organisasi dan komunikasi organisasi berpengaruh langsung positif dan tidak