BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pasar modal atau caiptal market adalah suatu tempat atau sistem dipenuhinya
kegiatan bisnis berupa kebutuhan-kebutuhan dana atau kapital suatu perusahaan,
merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual efek yang baru dikeluarkan1
atau pasar modal dapat berarti pasar dimana dana jangka panjang (obligasi) baik
utang maupun modal sendiri (saham) diperdagangkan.2 Udang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberikan pengertian pasar modal
sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.3
Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional
kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sub-sistem pelengkap sektor
keuangan.
4
1
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradya Paramita, 1999), hal. 169
Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran
strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dunia usaha, termasuk usaha
2
Yayasan Mitra Dana, Penuntun Pelaku Pasar Modal, (Jakarta: Bina Mitra, 1991), hal. 33 3
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal 4
menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal
juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan
kecil.5 Sedangkan tujuan utama Undang-Undang Pasar Modal adalah mengatur
prinsip keterbukaan atau menyediakan fakta material dan untuk mencegah perbuatan
curang dalam perdagangan saham.6 Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa
pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
tersedianya bahan pertimbangkan bagi investor sehingga investor secara rasional
dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.7
1. Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan dalam kegiatan yang produktif
Disamping itu pasar modal pada sistem perekonomian nasional mendapat peranan
yang sangat penting, arti pentingnya pasar modal didasarkan dari fungsinya yakni:
2. Sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional.
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja.
4. Mempertinggi efesiensi alokasi sumber produksi.
5. Memperkokoh beroprasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi open market operasion sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral.
6. Menekan tingginya tingkat bungai menuju suatu rate yang reasionable. 7. Alternatif investasi bagi para pemodal.8
5
C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 38
6
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007), hal. 73 bahwa prinsip keterbukaan merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri.
7
Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities
Regulation, (Boston, Toronto: Litte, Brown & Company, 1980), hal. 317 dalam Bismar Nasution, Ibid
8
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal telah mengatur
tentang beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,
pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pelaku bisnis pasar
modal dan penciptaan ketertiban, ketentraman sehingga terciptanya pembangunan
nasional di bidang ekonomi.
Kategori tindak pidana di bidang pasar modal dibagi ke dalam dua jenis yaitu
kejahatan dan pelanggaran. Apabila dilihat dari sudut beratnya ancaman pidana
undang-undang ini membagi empat kategori sebagai berikut:
1. Kejahatan dengan ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan maksimal
denda 15 milyar rupiah.
2. Kejahatan yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum
5 milyar rupiah.
3. Kejahatan yang diancam dengan pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda
maksimum 5 milyar rupiah.
4. Pelanggaran yang diancam dengan pidana maksimum 1 tahun kurungan dan
denda maksimum 1 juta rupiah.
Kategori pidana penjara, kurungan dan denda diterapkan di dalam sistem
peradilan pidana di Indonesia (criminal justice system) didasarkan pada pembentukan
hukum (law making) sebagai bahagian dari sistem hukum (legal system). Kategori ini
berbeda dengan jenis tindak pidana pada umumnya karena tindak pidana pasar modal
1. Barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi
2. Pelaku tidak mengandalkan kemampuan fisik, akan tetapi kemampuan
membaca situasi pasar serta memanfaatkan secara maksimal.
Salah satu kejahatan di bidang pasar modal adalah penipuan (fraud) disamping
kejahatan-kejahatan lainnya di bidang pasar modal misalnya insider traiding dan
manipulasi pasar.9
Pengaturan menyangkut kejahatan penipuan (fraud) terhadap fakta material pada
pelaksanaan kegiatan perdagangan efek dapat dilihat dari rumusan Pasal 90 UUPM
menyatakan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak
dilarang secara langsung atau secara tidak langsung :
Perbedaan antara jenis kejahatan ini adalah akibat perbuatan yang
timbulkan. Contoh perbedaan antara manipulasi pasar dan penipuan, jika manipulasi
pasar yang dilakukan sudah jelas bahwa pasar akan termanipulasi sehingga akibatnya
antara lain bahwa harga saham menjadi semu. Sementara itu, jika tindakan penipuan
yang dilakukan maka dengan informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut
jelas akan ada pihak yang dirugikan tanpa harus mempunyai akibat kepada pasar
yang termanipulasi.
1. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau
cara apapun.
9
2. Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.
3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk
diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain
untuk membeli atau menjual efek.
Selanjutnya penjelasan atas pasal 90 ini menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan "kegiatan perdagangan efek" adalah kegiatan yang meliputi kegiatan
penawaran, pembelian danlatau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran
umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan/atau
penjualan efek di luar Bursa Efek atas efek emiten atau perusahaan publik.
Penipuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 90 sebenarnya dapat dianggap
sama seperti penipuan dalam tindak pidana umum. Hal ini karena kejahatan mengenai
efek ini juga telah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Pidana yakni Pasal 378,
Pasal 390, Pasal 391 dan Pasal 392 KUH Pidana. Tetapi karena penipuan di pasar
modal lebih punya potensi untuk menimbulkan kekacauan ekonomi secara luas, dan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara, maka
UUPM memperlakukannya secara khusus, antara lain dengan ancaman hukuman
yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini (maksimal 10 tahun penjara dan denda
paling banyak Rp 15 milyar). Penipuan di pasar modal, sebagaimana dijelaskan
atau dalam kegiatan perdagangan efek di Bursa. Selain itu penipuan juga dapat
dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) di bursa maupun efek yang
diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pernyataan terakhir ini tentunya
dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan di masa depan, di mana
kemungkinan ada juga efek yang diperdagangkan di luar bursa (seperti efek-efek
yang diperdagangkan melalui sarana "pink sheets " di Amerika serikat).
Pasal 90 ayat 3 UUPM yang mengatur mengenai membuat pernyataan tidak
benar atau tidak mengungkapkan fakta material, tidak hanya dimaksudkan untuk
menangkal isu (rumors), yang memang banyak terjadi di bursa, tetapi juga untuk
menjalin bahwa setiap informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar
dan tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada emiten ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk memutuskan
membeli, menjual atau tetap menahan efek, karena keputusan untuk investasi ini
memang selalu dilakukan berdasarkan informasi-informasi yang tepat dan benar yang
menyangkut efek tersebut. Di lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat
muncul baik dari anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri.
Berdasarkan rumusan Pasal 90 ayat 3 ini dapat diklasifikasi tindak pidana penipuan
menyangkut prinsip keterbukaan yakni:
1. Membuat pernyataan salah mengenai fakta atau menghilangkan fakta material
yang membuat pernyataan menjadi menyesatkan.
2. Sehubungan dengan perdagangan saham.
4. Menyebabkan kerugian
Kasus penipuan pada kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilihat di dalam
kasus PT Bank Global Tbk dengan modus kejahatan penipuan yakni melakukan
mark-up portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun.10 Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud M. Balfas bahwa: 11
Kasus terakhir yang muncul dan melibatkan sebuah bank publik adalah yang menyangkut PT Bank Global, Tbk. Kasus Bank Global ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pemegang obligasi subordinasi bank tersebut maupun pemegang sahamnya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 1,8 triliun.Kasus ini Bank Global ini diantaranya dilakukan dengan cara menggelumbungkan (mark-up) portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. Kasus mark-up ini terjadi dengan cara seperti yang akan diterangkan berikut ini: berdasarkan laporan keuangan Desember
10
Lihat,
masalah yang hampir sejenis juga dilakukan oleh institusi perbankan lainnya yaitu Bank Lippo. Kebalikan dengan kasus Bank Global di atas dalam kasus yang terjadi pada Bank Lippo adalah mengurangi nilai dari laporan keuangan. Kejadian yang menimpa Bank Lippo ini menyangkut asset yang diambil alih (AYDA). Berikut adalah kejadian yang diambil dari berita di media massa. Sebagaimana diberitakan, diduga telah terjadi upaya penjarahan terhadap Bank Lippo, baik dengan cara penggembosan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), maupun manipulasi pasar. Kasus ini mencuat setelah terjadi perbedaan laporan kenangan per 30 September 2002, di mana kepada publik tangga128 November 2002 manajemen Bank Lippo menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar. Akan tetapi, dalam laporan keuangan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih Rp 1,3 trilyun. Perbedaan laba bersih tersebut terjadi karena adanya kemerosotan nilai AYDA dari Rp 2,393 trilyun dalam laporan kepada publik menjadi Rp 1,420 trilyun pada laporan ke BEJ.
11 Lihat, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT.
2003 yang telah diaudit, dari total aset Bank Global yang Rp 1,8 triliun, sebanyak Rp 1,123 triliun di antaranya portofolio atau surat berharga. Ketika diperiksa kemudian, ternyata surat berharga yang benar-benar ada hanya senilai Rp 200 miliar. Jadi, ada perbedaan signifikan sejumlah Rp 900 miliar lebih. Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 April 2004, tertulis bahwa Bank Global memiliki surat berharga senilai Rp 800 miliar lebih, hampir mendekati Rp 900 miliar. Setelah diperiksa, ternyata surat berharga yang benar-benar ada juga hanya sekitar Rp 200 miliar. Terdapat selisih sekitar Rp 600 miliar. Dalam hal ini masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai berapa tepatnya nilai obligasi fiktif tersebut, antara Rp 600 miliar sampai Rp 900 miliar. Obligasi yang diaku dimiliki Bank Global itu sendiri memang ada di pasar, tetapi yang dimiliki Bank Global hanya senilai Rp 200 miliar. Bagaimana caranya meningkatkan jumlahnya sehingga seolah-olah melonjak? Dengan melakukan pencatatan beberapa kali atas obligasi yang sama.Gambaran sederhana, misalnya Bank Global sekarang memiliki obligasi Rp 200 miliar yang disimpan di perusahaan efek A yang juga berlaku seolah sebagai bank kustodian. Kemudian, obligasi tersebut dijual kepada perusahaan efek B, yang pembelinya adalah Bank Global juga. Seharusnya, sekalipun seolah-olah dijual dan dibeli oleh pihak yang sama, jumlah obligasi yang dimiliki akan tetap hanya Rp 200 miliar. Akan tetapi, yang terjadi adalah, ketika telah dijual ke perusahaan efek B, catatan kepemilikan obligasi tersebut oleh Bank Global di perusahaan efek A tetap dibiarkan ada. Oleh karena itu, dalam catatan kepemilikan portofolio tampak seolah-olah seusai transaksi itu, obligasi yang dimiliki Bank Global meningkat dari Rp 200 miliar menjadi Rp 400 miliar. Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek A, dan Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek B. Adapun mengenai munculnya reksa dana siluman di Bank Global sendiri, [Kepala Biro Pemeriksaan BAPEPAM] Abraham menduga, merupakan rangkaian kejadian dengan munculnya obliasi fiktif tersebut, dalam rangka menutup likuiditas yang bolong.
Masalah penipuan di pasar modal bukan hanya menyangkut masalah-masalah
yang berhubungan dengan pencatatan atas laporan keuangan semata. Kejahatan ini
dapat dilakukan dengan cara lain dan motif lain, meskipun mempunyai akibat yang
sama seperti yang dilakukan melalui laporan keuangan. Misalnya penipuan yang
dilakukan oleh manajemen Bre-X sebagai perusahaan tambang emas dari Kanada
investor terhadap cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya.
Kasus ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:12
”Kalau kita pernah ingat beberapa tahun yang lalu mengenai kasus Bre-X,
yaitu sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di
Kalimantan, maka apa yang dilakukan oleh Bre-X tersebut tidak lain adalah
penipuan. Penipuan tersebut dilakukan oleh manajemen Bre-X dengan
melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa
pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X, pada waktu itu,
mengelabui investornya dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan
laboratorium mengenai cadangan emasnya, dengan terlebih dahulu
menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sampling tersebut. Akibat dari
usaha pengelabuan investor ini, cadangan emas di dalam tambang tersebut
diperkirakan berjumlah lebih dari 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut
menyebabkan harga saham Bre-X di bursa naik beberapa kali lipat. Tetapi
setelah masalahnya terbuka harga saham langsung turun pada tingkat yang
sangat rendah sekali”.
Deskripsi kasus-kasus diatas mengambarkan bahwa perbuatan penipuan
didasarkan pada informasi yang menyesatkan (misleading information) terhadap fakta
material13
12
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal. 73-74
dan prinsip keterbukaan (disclosure principle) yang merupakan sesuatu
13
yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam (selaku pengawas)
maupun investor. Keterbukaan dalam suatu transaksi efek adalah informasi mengenai
keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen dan harta
kekayaan perusahaan kepada masyarakat.
Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penipuan di
bidang pasar modal perlu pemahanan yang signifikan oleh aparat penegak hukum di
dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) terutama untuk menjerat
pelaku dan meminta pertanggungjawaban pelaku berupa pidana penjara maupun
penjatuhan sanksi administratif,14
pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atau informasi atau fakta tersebut. Lihat Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
pemahaman dimaksud adalah pembuktian
misrepresentation atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions) yang berkaitan
dengan salah dan palsu. Untuk memahami kata "salah" itu dapat dikaitkan dengan dua
terminologi Pertama, dimaksudkan atau diketahui (knowingly) atau dengan
sembrono (negligently) tidak benar (untrue). Kedua, tidak benar karena kesalahan
14
Lihat, Margonti Sianturi, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal, Media Hukum, Volume XIII, Nomor 2, Juli-Desember 2004, hal. 329 bahwa adapun sebegai kategori pelaku yang menjadi pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang pasar modal sebagai berikut:
a. Pelangggaran di bidang administrasi, dimana setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran melakukan kegiatan di bidang pasar modal.
b. Manajer investasi dan pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain dalam bentuk apapun, langsung maupun tidak langsung untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. c. Emiten atau perusahaan publik melakukan penawaran umum namun tidak menyampaikan
pernyataan pendaftaran atau penyataan pendaftaran belum dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
d. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran Bapepam.
atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur
(reasonable care) tapi tetap salah.15
Apabila misrepresentation dan omissions dapat menciptakan informasi
menyesatkan (misleading information), seperti pernyataan menyesatkan di pasar
modal,16
15
Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 122 bahwa sesuatu itu dikatakan "salah" apabila hal tersebut terjadi atau dibuat dengan pengetahuan, baik secara aktual maupun secara konstruktif, bahwa sesuatu itu tidak benar atau illegal atau terjadi dengan salah. Dalam konteks ini, " s e s u a t u p e r n y a t a a n ( t e r ma s u k d a l a m s u a t u d o k u me n ) dikatakan salah apabila pernyataan itu tidak benar karena dilakukan oleh orang itu atau dimaksudkan orang tersebut untuk salah". Sedangkan, yang dimaksud "palsu", khususnya dalam suatu undang-undang pidana (criminal
statute), mensyaratkan sesuatu yang lebih dari tidak benar (bukan hanya tidak benar), dimana termasuk perfidiously atau curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Hal itu diaplikasikan
dengan membuat dan merubah suatu tulisan dengan maksud untuk memalsukan, dalam hal ini termasuk kertas atau tulisannya tidak asli, dimana dokumen itu bisa kertasnya palsu atau tulisannya palsu. Dalam penentuan salah atau palsu itu perlu diperhatikan yakni: Pertama, apakah tidak
adanya kesesuaian dokumen informasi dengan fakta material berupa tidak benar karena kesalahan atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tetapi tetap salah. Kedua, secara signifikan berupa perbuatan dilakukan dengan curang yang dimaksudkan untuk melakukan
penipuan. Sebaliknya, apabila tidak adanya kesesuaian tersebut secara signifikan, misalnya ada unsur-unsur curang, kelalaian (negligence), kesengajaan, dimaksudkan untuk menipu, mak a d eng an in i in fo r mas i d ap at dikategorikan palsu. Dengan demikian pemahaman informasi yang menyesatkan terhadap fakta material disebut dengan misrepresentation. Adapun pengertian
misrepresentation adalah suatu kata-kata atau tingkah laku seseorang kepada seseorang lain dalam
bentuk pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Dalam hal ini pernyataan itu tidak benar sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah. Gambaran yang telah diterima oleh seseorang lain itu menciptakan kondisi yang berlainan dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud pernyataan ini adalah untuk menipu (deceive) dan menyesatkan (mislead). Sementara itu, yang disebut menyesatkan adalah suatu kegagalan memasukkan seluruh fakta yang sebenarnya kemudian menciptakan penyimpangan oleh karena terjadi pengurangan informasi (omissions).
maka perlu diamati bagaimana pendapat-pendapat pengadilan di negara
maju dalam membuat unsur-unsur pernyataan menyesatkan di pasar modal.
Dari berbagai pendapat pengadilan di Amerika dapat disarikan enam unsur yang
membuat suatu pernyataan menjadi menyesatkan. Pertama, adanya pernyataan fakta
materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap
16
(omissions). In re Glenfed, Inc, Sec, Litig, 42 F. 3d 1541 (9th Cir, 1994). Kedua, adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi. Chiarella v. United States,
445 U.S. 222 (1980).$1 Ketiga, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan
mis-representation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud
melakukan penipuan (scienter). Mahkamah Agung Amerika membuat batasan
scienter sebagai suatu pernyataan yang digerakkan dengan bermaksud untuk
menipu dan manipulasi atau defraud. Ernst & Ernst v. Hoch feller, 425 U.S.185
(1976). Keempat, merupakan fakta materiel. Shafiro v. UJB Fi lancial Corp, 946 F.
2d. 272 (3rd Cir. 1992). Kelima, adanya keyakinan (reliance). Peil v. Speider, 8o6 F.2d.
1154 (3rd Cir. 1986). Keenam, adanya kerugian (injury). Cooke v. Manufactured
Homes, 998 F.2d. 1265 (4t' Cir. 1993).17
Selanjutnya pembagian jenis tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 diintrodusir dari pembagian jenis tindak pidana yang diatur oleh KUH
Pidana yang membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu
kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran
perundang-undangan di Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas ketika membahas
tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini secara mayoritas kasus-kasus yang
terjadi penyelesaiannya dilakukan melalui jalur penjatuhan sanksi administrasi dan
jarang menggunakan kebijakan pidana berupa penerapan sanski pidana yang
17
penyelesaiannya dilakukan oleh Bapepam.18
18
Lihat, Elfira Taufani, Penegakan Hukum di bidang Pasar Modal, Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614, hal. 103 bahwa Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan 22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan. Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai berikut :
Adapun yang menjadi hambatan
Bapepam dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan menggunakan sanksi
pidana antara lain:
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN); 5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia
Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya masih dalam proses.
Pertama, Bapepam sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Kewenangan ini harus
dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar di dalam pasar modal tercipta
suatu pasar yang teratur, wajar, efesien dan melindungi pemodal dan
masyarakat, sementara itu pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai
lembaga pengawas dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk
aturan, pedoman, bimbingan, pengarahan dan tindakan represif yaitu dalam
bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Hal ini
sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 503/KMK.01/1997 bahwa Badan Pengawas Pasar Modal
mempunyai tugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal
sehari-hari dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang
wajar, teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan
dan berdasarkan peraturan perundang-undanga.
Kedua, pengaturan tentang penerapan sanksi hukum di dalam UUPM
sebagai umbrella provision mengklasifikasi beberapa jenis sanksi yang dapat
dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak dalam pasar modal
a. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan
kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha,
pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran.
b. Sanksi pidana terbagi atas pidana penjara yang ancamannya terdiri dari 3
(tiga) tahun, 5 (lima) tahun dan 10 (sepuluh) tahun, pidana kurungan yang
ancaman 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah), Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Rp. 15.
000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
c. Sanksi perdata, dimana setiap pihak yang menderita kerugian sebagai
akibat dari pelanggaran atas UUPM dan peraturan pelaksananya dapat
menuntut ganti rugi baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak
lain yang memiliki tuntutan yang serupa terhadap pihak atau pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut.
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan
efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagai tujuan
dari kegiatan pasar modal mewajibkan Bapepam melakukan pembinaan,
pengaturan dan pengawasan. Untuk itu, UUPM telah mengatur tentang
beberapa kewenangan dari Bapepam sebagai berikut:19
a. Memberi izin usaha pada bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat investasi dan biro administrasi efek, memberi izin orang
19
perseorangan bagi wakil perantara pedagang efek, wakil penjamin emisi efek, wakil manajemen investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana, memberikan persetujuan bagi bank kustodian.
b. Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian samapai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran.
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksananya.
f. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.
g. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, atau pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UUPM.
h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksanaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik di atas.
i. Mengumpulkan hasil pemeriksaan.
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu guna melindungi kepentingan pemodal.
k. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat.
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal.
n. Melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang pasar modal.
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau aturan pelaksananya.
p. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UUPM
q. Penyempurnaan kebijakan.
Ketiga, penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut
dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak
pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah
dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke
pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak
Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata
pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran
perundang-undangan di pasar modal.
Wewenang Bapepam sebagai pengawas mensyaratkan adanya politik kriminal
untuk menanggulangi tindak pidana penipuan, artinya pelaksanaan kewenangan
secara represif di bidang pengawasan telah memposisikan Bapepam sebagai sub-
sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam rangka berkerjanya hukum
pidana (asas fungsional). Bapepam sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan
mempunyai kekuasaan Kepolisian serta dapat bertindak dan berwenang
menggunakan kekuasaan yang sifatnya “quasi-judicial”.20
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dapat berupa meminta keterangan
dan konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran,
mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan kegiatan tertentu, memeriksa dan membuat Berdasarkan kewenangan
tersebut apabila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan
di bidang pasar modal lainnya maka Bapepam sebagai penyidik akan melakukan
pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila
memang terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut.
20
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 5-6 bahwa kekuasaan Bapepam dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan kewenangan bagi Bapepam antara lain untuk:
a. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya.
b. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan kegiatan di pasar modal.
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di pasar modal seperti bursa efek.
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk memungkinkan dilakukannya penawaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran).
e. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas UUPM, sehingga dengan kekuasaannya ini Bapepam merupakan Polisi yang menegakkan hukum sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
f. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan adanya iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal.
g. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek (termasuk juga menghentikan perdagangan efek dan transaksi di bursa).
h. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (termasuk membatalkan dan menguatkan pengenaan sanksi tersebut).
i. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya tekhnis atas UUPM dan peraturan pelaksananya.
salinan terhadap catatan, pembukuan dan dokumen lain baik milik pihak yang diduga
melakukan atau terlibat pelanggaran, menetapkan syarat dan mengizinkan pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu
yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul.21
Ayat 1: “Bapepam dapat mengadakan pemeriksanaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya”.
Apabila dalam
pemeriksaan Bapepam berpendapat terdapat pelanggaran mengakibatkan kerugian
bagi kepentingan pasar modal dan membahayakan kepentingan inverstor (pemodal)
dan masyarakat, Bapepam akan menetapkan dimulainya tindakan penyidikan dengan
PPNS yang telah ditentukan sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada KUHAP. Hal ini sebagaimana diatur oleh
Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UUPM yang menyatakan bahwa:
Ayat 2: “Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyai wewenang untuk:
a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya atau pihak lain apabila dianggap perlu.
b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu.
c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan dan atau dokumentasi lain baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap
21
Ibid, hal. 7 bahwa Bapepam mempunyai kewenangan seperti layaknya polisi dalam
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya maupun milik pihak lain apabila dianggap perlu dan atau.
d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul”
Kewenangan melakukan penyidikan setiap kasus pelanggaran peraturan
perundang-undangan pidana bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum
di dalam ketentuan Pasal 6 ayat ayat (1) huruf b yang menyebutkan: “penyidik adalah
aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang”. Kewenangan ini merupakan penjabaran dari fungsi Bapepam sebagai
lembaga pengawas. Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan
apabila:
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya
pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh
perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran Bapepam atau dari pihak lain
yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam.
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal
103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya
akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
“Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu: Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin Bapepam
Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”
Pasal 105
“Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”.
Pasal 109
“Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM”.
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar
modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti
ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang
umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di
dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi
seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun,
sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas dapatlah di
rumuskan beberapa pokok masalah yang akan di bahas dalam penulisan tesis
ini. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan
penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading
information)?
2. Bagaimana tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information)?
3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya
kejahatan penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading
2. Untuk mengetahui tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan
(misleading information).
3. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar
modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul analisis yuridis penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melaluli pendekatan sistem peradilan
pidana (criminal jusctice system) diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi yang jelas
tentang penegakan hukum bagi pelaku kejahatan pasar modal khususnya
penipuan (fraund) dilihat dari perspektif hukum bisnis dan hukum pidana
sehingga tentunya akan memperkaya khasanah dan kemajuan bagi
kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dan lebih khusus
lagi ilmu hukum pidana;
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para
akademisi, praktisi hukum dan instansi pemerintah dalam menentukan
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem
peradilan pidana (criminal justice system).
E. Keaslian Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara
pribadi dengan melihat perkembangan hukum di bidang bisnis khususnya pada
permasalahan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal
melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Tulisan ini
bukanlah merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang
lain, Namun demikian ada beberapa judul yang membahas tentang kejahatan di
Pasar Modal diantaranya yakni Yasdan Rivai (NPM 077005044) dengan judul
kriminalisasi insider trading sebagai kejahatan pasal modal dan Abdurrahman
(NPM 027005001) dengan judul penentuan standar penipuan dalam pasar modal
Indonesia: analisis yuridis. Berdasarkan perumusan masalah yang
diidentifikasikan dan pendekatan penelitian yang telah dilakukan terdapat
perbedaan, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada
pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan tulisan ini.
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan
khususnya pasar modal tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum di bidang
pasar modal itu sendiri, terutama dalam rangka pelaksanaan kinerja dalam pasar
modal yang sangat jelas di atur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satunya
adalah kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
memegang peranan penting dalam mengatur, membina dan mengawasi segala
kegiatan dari para pelaku Pasar Modal, di mana Perusahaan yang memasuki Pasar
Modal bertanggung jawab kepada Bapepam atas segala aktivitasnya.22
Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari Pasar Modal itu
sendiri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal juga
mengatur mengenai prinsip keterbukaan. Pelanggaran peraturan prinsip
keterbukaan dapat dikategorikan dalam penipuan dan umumnya
pelanggaran-pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan adalah pernyataan menyesatkan dalam
bentuk pernyataan yang salah (misrepresentation) atau penghilangan (omission)
fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam
perdagangan saham. Pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran
yang salah tentang kualitas emiten, manajemen dan potensi ekonomi emiten. Oleh
karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas
22
perbuatan misrepresentation dan omission.23
Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan
investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar
modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara
besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal
(bursa saham). Sebab ketidakadaan atau ketertutupan informasi akan
menimbulkan ketidakpastian investor. Untuk menghindari keadaan yang
demikian maka peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan karena peraturan
prinsip keterbukaan secara substansial dapat memberikan informasi pada saat-saat
yang telah ditentukan dan lebih penting peraturan prinsip keterbukaan mengatur
tentang pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan
melakukan keterbukaan.
Penekanan untuk mencermati
pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah
yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam
pelaksanaan prinsip keterbukaan. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan
terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan
tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi
atau menjadi tidak efesien.
24
Pemahaman menyangkut keterbukaan dalam pembenaran prinsip
keterbukaan secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisiasikan tujuan
23
Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 24
prinsip keterbukaan dan mengatasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan
(misleading) bagi investor, hal ini dapat dilihat dari pengamatan Coffee tentang
perlunya sistem keterbukaan wajib adalah suatu teori sederhana yang dapat
menjelaskan bagaimana sistem keterbukaan difokuskan sebagai berikut:25
1. Informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good), maka penelitian saham cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan informasi bukan berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak dapat diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya yang dilakukan terhadap pencarian informasi material dari sumber emiten. Sistem keterbukaan wajib dapat dilihat sebagai suatu starategi pengurangan biaya dengan konsekuensi masyarakat mensubsidi biaya pencarian guna menjamin adanya informasi dalam jumlah besar dan pengujian akurasi yang lebih baik.
2. Ada dasar substansial untuk dipercaya bahwa ketidakefesienan yang lebih besar akan terjadi tanpa sistem keterbukaan wajib karena biaya sosial yang berlebih akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Sebaliknya pengkolektipan dapat mengurangi social waste yang timbul dari kesalahan alokasi sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan ini.
3. Teori self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritisi perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel hanya memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah mengabaikan signifikasi kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritisi ini diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure valuntary
system) seperti tidak memuaskan. Walapun manajemen dapat dipengaruhi melalui incentive contract device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan
memaksimalkan nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon, sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider traiding atau
leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat maka
masalah akan muncul sebab manajemen mendapatkan keuntungan dengan memberikan sinyal yang salah terhadap pasar.
25
4. Dalam pasar modal yang efesien, masih ada informasi lain yang dibutuhkan investor rasional untuk mengoptimalkan portofolio sahamnya. Informasi yang demikian sangat baik diberikan melalui suatu sistem keterbukaan wajib.
Selanjutnya menyangkut teori yang berhubungan dengan penanggulangan
tindak pidana penipuan di bidang pasar modal difokuskan pada penegakan hukum
yang diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk
memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang
ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran
badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum)
menjadi kenyataan.26 Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaedah-kaedah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan
hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral,
sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi
serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah :27
1. Hukum (undang-undang).
26
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1997), hal. 24. 27
2, Penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.
5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak hanya
sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi
juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu
masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870-1874) salah seorang
tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering
disamping as a tool of social Control Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana)
sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam
penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional
tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap
eksekusi yaitu :28
1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh
badan pembentuk undang. Dalam tahap ini pembentuk
undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan
dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya
28
dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil
perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat
keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan
legislatif.
2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan hukum
pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan
hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta
menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh
badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat
penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna.
Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara
konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana
pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh
pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan
oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat
oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta
daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu
tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang
tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan
pemidanaan.
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan
pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksuddalam tulisan ini
adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein,
membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu 29
1. Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana
sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif. Penegakan
hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum
dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping itu, hukum pidana
substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan batasan-batasan.
Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement.
2. Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah dikurangi area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara
maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk dicapai (not a
realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk
waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya yang dapat menyebabkan
dilakukannya diskresi.
29
3. Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan apabila,
sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus sudah ada
perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain, serta adanya
pasal yang dilanggar.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas seperti yang
dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta penegakan hukum
dalam arti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan peraturan
perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law Enforcement.30
2. Landasan Konsepsional
Bagian landasan konsepsional ini, akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan
dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan tesis ini. Konsep adalah
suatu bagian yang terpenting dari perumusan suatu teori. Peranan konsep pada
dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,
antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang
menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut
dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada
proses penelitian tesis ini.
Dalam penelitian ini ada dua variabel yakni: Pertama, Tindak Pidana
Penipuan di Bidang Pasar Modal. Kedua, criminal justice system (sistem peradilan
pidana). Dari kedua variabel ini akan dijelaskan pengertian masing-masing sebagai
berikut:
a. Tindak Pidana Penipuan di Bidang Pasar Modal
1). Tindak pidana dimaksud adalah salah satu kejahatan di bidang pasar modal
yakni penipuan yang mempunyai karakteristik berupa: Pertama, menipu atau
mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apapun.
Kedua, turut serta menipu atau mengelabui pihak lain. Ketiga, membuat
pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak
menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk
diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk
membeli atau menjual efek.31
2). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) adalah sebuah badan pemerintah
yang berada dibawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Bapepam
merupakan lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pembinaan,
pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal.32
31
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 32
3). Informasi menyesatkan (misleading information) adalah adanya pernyataan
fakta materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak
lengkap (omissions), adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi,
adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau
ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud melakukan
penipuan (scienter), merupakan fakta materiel dan adanya keyakinan
(reliance).33
4). Bursa efek adalah sebuah pasar di mana diselenggarakan perdagangan efek,
artinya bursa efek sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek
pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.34
5). Kustodian adalah lembaga yang berfungsi sebagai lembaga yang
menyediakan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek
serta jasa lain termasuk menerima dividen, bunga dan hak-hak lain,
menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi
nasabahnya.35
6). Emiten adalah pihak yang menyediakan barang-barang yang diperdagangkan
di bursa atau pasar tersebut. UUPM menyatakan bahwa emiten adalah pihak
yang melakukan penawaran umum.36
33
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I,Op.cit, hal. 128
Emiten adalah pihak atau
perusahaan-34
Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 35
Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 36
perusahaan yang mengeluarkan efek berupa saham atau obligasi dan
ditawarkan kepada masyarakat.37 Sedangkan broker adalah perusahaan efek
yang telah menjadi anggota bursa.38
7). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten
untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh
undang-undang dan peraturan.39
8). Fakta materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai
peristiwa , kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada
bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang
berkepentingan atas info atau fakta tersebut.40
b. Sistem Peradilan Pidana (Criminal justice system)
Criminal justice system pada hakikatnya merupakan sistem yang berupaya
menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan, baik kepentingan negara,
masyarakat maupun individu termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan
korban kejahatan. Sub sistem yang harus bekerja sama di dalam criminal justice
system untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang (money laundering)
adalah:
a. Kepolisian
b. Kejaksaan
37
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 9 38
Ibid, hal. 11 39
Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 40
c. Pengadilan
d. Lembaga Pemasyarakat.
e. Bapepam
Untuk poin a, b, c, d diatas diartikan sebagai sistem peradilan pidana (criminal
justice system) dalam penegakan hukum pidana pada umumnya,41
Penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system)
itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang menjadi
bagian intergral dari kebijakan sosial. Politik kriminal ini merupakan suatu usaha
yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.
namun penulis
berpendapat bahwa dalam upaya penanggulangan dan penegakan hukum tindak
pidana pasar modal maka poin e (Bapepam) merupakan bagian sub sistem
peradilan pidana.
42
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang
bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian ini hanya mengambarkan tentang situasi
41
Lihat, Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, 1997), hal. 141
42
atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan, dengan
tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau
suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa
atau teori-teori.43
Penelitian seperti ini menurut Ronal Dwokin disebutnya dengan istilah
penelitian doktrinal (doctrinal Research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum
baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang Pengumpulan data dengan cara deskriptif ini dilakukan pendekatan
jenis penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap
permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta
mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data skunder yang berasal
dari penelitian kepustakaan (library research), penelitian kepustakaan sebagai salah
satu cara mengumpulkan data didasarkan pada buku-buku literatur yang telah
disediakan terlebih dahulu yang tentunya berkaitan dengan tesis ini, untuk
memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai perbandingan maupun
petunjuk dalam menguraikan bahasan terhadap masalah yang dihadapi selanjutnya
peneliti mengumpulkan dan mempelajari beberapa tulisan yang berhubungan dengan
topik tesis ini.
43
Alvi syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge
through judicial process).44
2. Sumber Data
Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library
research) bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan
informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan
perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer, antara lain:
a. Norma atau kaedah dasar;
b. Peraturan dasar;
c. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan
pidana (criminal justice system), yakni, Undang-Udang yang berkaitan dengan
pasar modal yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata cara pemeriksaan di
bidang pasar modal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di bidang Pasar Modal, Surat Keputusan Ketua
Bapepam Nomor Kep 86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus
44
Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif
dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan
Segera Diumumkan Kepada Publik, KUH Pidana, KUHAP, Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
2. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem peradilan pidana
(criminal justice system), hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,
skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta
bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.45
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitan tesis ini menggunakan teknik studi
dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data
sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih
perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Di samping itu untuk
melengkapi data pustaka, juga dilakukan penelusuran situs internet yang berkaitan
dengan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem
45
peradilan pidana. Dengan kerangka teoritis merupakan alat untuk menganalisis data
yang diperoleh baik berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan
para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui
naskah resmi yang dijadikan sebagai landasan teoritis.
4. Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah
dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan
pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penanggulangan
tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan
pidana, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan
menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk
uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data,
selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisi secara deskriptif
sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan
solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.