PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP i
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusunan Buku Panduan Pelaksanaan Rencana
Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dapat berjalan lancar dengan tepat waktu.
Pengembangan kawasan permukiman di perkotaan memiliki fungsi yang strategis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi kota. Kontribusi permukiman perkotaan melalui pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak, secara langsung akan memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas masyarakat sehingga mendorong pembangunan nasional yang mampu berdaya saing.
Upaya perwujudan permukiman yang layak huni sejalan dengan upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
ii PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Penyelenggaraan permukiman kumuh perkotaan memerlukan perencanaan yang
berkesinambungan dan terstruktur sebagai acuan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Pemerintah kab/kota sebagai nahkoda harus didorong untuk memiliki dokumen perencanaan sebagai dasar pengembangan kawasan permukiman sehingga penyelenggaraan pembangunan permukiman kumuh perkotaan berada pada arah yang tepat menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Produk dari dokumen perencanaan penanganan permukiman kumuh perkotaan diharapkan memiliki kualitas yang bermutu tinggi, baik dari segi konsep, strategi, kegiatan, sampai dengan konsep desain dan desain teknis kawasan. Selain itu, aspek non-fisik diharapkan juga menjadi perhatian dalam perencanaan penanganan permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung aspek fisik yang dibangun.
Melalui buku ini, diharapkan proses penyusunan dokumen perencanaan yang berupa Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dapat dilaksanakan dengan baik untuk mendukung penyelenggaraan permukiman kumuh perkotaan menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.
Jakarta, April 2016
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP iii
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
ASKOT : Assisten Kota Program Pemberdayaan Masyarakat
BKM : Badan Keswadayaan Masyarakat
CAP : Community Action Plan
DED : Detail Engineering Design
FGD : Focus Group Discussion
IPAL : Instalasi Pengelolaan Air Limbah
IPAS : Instalasi Pengelolaan Akhir Sampah
IPLT : Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu
Korkot : Koordinator Kota Fasilitator P2KKP
KOTAKU : Kota Tanpa Kumuh
KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat
KSN : Kawasan Strategis Nasional
KSP : Kawasan Strategis Provinsi
KSK : Kawasan Strategis Kota/Kabupaten
NUAP : Neighborhood Upgrading Action Plan
NUSP : Neighborhood Upgrading Shelter Project
MBR : Masyarakat Berpenghasilan Rendah
P2KKP : Program Peningkatan Kualitas Kumuh Perkotaan
Pokjanis : Kelompok Kerja Teknis
iv PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
RDTR : Rencana Detail Tata Ruang
RKM : Rencana Kerja Masyarakat
RKP : Rencana Kawasan Permukiman
RP2KPKP : Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan RP2KP : Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
RP3KP : Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
RPI2JM : Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPKPP : Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
SDGs : Sustainable Development Goals
SIAP : Slum Improvement Action Plan
SKS : Survey Kampung Sendiri
SPAM : Sistem Pengelolaan Air Minum
SPM : Standar Pelayanan Minimal
SPMK : Surat Perintah Mulai Kerja
SPPIP : Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan
TAP : Tenaga Ahli Pendamping
TPS : Tempat Pengolahan Sampah
TPS 3R : Tempat Pengolahan Sampah 3R
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP v
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR SINGKATAN ...iii
DAFTAR ISI... v
DATAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR...ix
BAB 1 – PENDAHULUAN ... 1-1
1.1 LATAR BELAKANG... 1-1 1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN ... 1-3 1.2.1 MAKSUD... 1-3 1.2.2 TUJUAN... 1-3 1.2.3 SASARAN ... 1-3 1.3 MANFAAT PANDUAN ... 1-4 1.4 SISTEMATIKA PANDUAN ... 1-4
BAB 2 – PEMAHAMAN DASAR RP2KPKP ... 2-1
2.1 LANDASAN HUKUM ... 2-1 2.1.1 AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN
KAWASAN PERMUKIMAN... 2-1 2.1.2 AMANAT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN
vi PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
2.1.3 AMANAT RPJMN 2015-2019 ... 2-6 2.1.4 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH ... 2-10 2.1.5 PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG ... 2-26 2.2 PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH ... 2-29 2.3 PENANGANAN PERMASALAHAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN
MELALUI RP2KPKP ... 2-31 2.3.1 PEMAHAMAN DASAR RP2KPKP ... 2-31 2.3.1 MUATAN PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS DALAM KONTEKS
RP2KPKP... 2-32 2.3.2 PENDEKATAN RP2KPKP ... 2-34 2.3.3 KEDUDUKAN RP2KPKP DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN
KABUPATEN/KOTA ... 2-36 2.3.4 PENDEKATAN RP2KPKP DALAM SKEMA PROGRAM PENANGANAN
PERMUKIMAN KUMUH ... 2-41 2.3.5 PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM RP2KPKP ... 2-42 2.3.6 LEGALISASI RP2KPKP... 2-46
BAB 3 – KEGIATAN PENYUSUNAN RP2KPKP ... 3-1
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP vii
Tabel 2.1 Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh... 2-6
Tabel 2.2 Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh... 2-25
Tabel 2.3 Standar Minimal Pelayanan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sub
bidang Keciptakaryaan ... 2-27
Tabel 2.4 Muatan Pencegahan terjadinya Permukiman Kumuh ... 2-32
Tabel 2.5 Muatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh... 2-33
Tabel 2.6 Peran dan Bentuk Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan
RP2KPKP... 2-43
Tabel 3.1 Keterkaitan Lingkup Kegiatan dengan Capaian dalam Kegiatan Penyusunan
RP2KPKP... 3-1
Tabel 3.2 Contoh Form Survey ... 3-23
Tabel 3.3 Contoh Form Data Umum Permukiman Kumuh ... 3-25
Tabel 3.4 Tabel Overview Kebijakan Pembangunan Daerah ... 3-33
Tabel 3.5 Overview Program/Kegiatan Sektor Penanganan Permukiman Kumuh ... 3-36
Tabel 3.6 Contoh Form isian Data Profil Permukiman Kumuh ... 3-44
Tabel 3.7 Contoh data profil permukiman yang menampilkan data numerik dan
persentase... 3-47
Tabel 3.8 Contoh Rekapitulasi Hasil Survey dan Pengolahan Data Permukiman Kumuh 3-49
Tabel 3.9 Form Verifikasi Permukiman Kumuh Perkotaan... 3-61
viii PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Tabel 3.11 Hasil Penilaian Penentuan Klasifikasi dan Skala Prioritas Penanganan ... 3-77
Tabel 3.12 Contoh Tabel Penilaian Lokasi Berdasarkan Kriteria, Indikator Dan Parameter
Kekumuhan... 3-81
Tabel 3.13 Contoh Tabel Rekapitulasi Hasil Penilaian, Penentuan Klasifikasi, Dan Skala
Prioritas Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh... 3-81
Tabel 3.14 Contoh Rumusan Kebutuhan Penanganan Skala Kota/Perkotaan ... 3-88
Tabel 3.15 Contoh Rumusan Kebutuhan Penanganan Skala Kawasan... 3-89
Tabel 3.16 Contoh Perumusan Strategi Skala Kota ... 3-93
Tabel 3.17 Contoh Perumusan Konsep dan Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Skala
Kawasan... 3-93
Tabel 3.18 Contoh Skema Skenario Pentahapan Skala Kota dan Skala Kawasan ... 3-103
Tabel 3.19 Contoh Tabel Rencana Aksi Program Kawasan Prioritas Penanganan
Permukiman Kumuh ... 3-111
Tabel 3.20 Contoh Tabel Memorandum Program ... 3-112
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP ix
Gambar 2.1 Proses Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh Menurut UU No. 1/ 2011 ... 2-3 Gambar 2.2 Struktur Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat . 2-4 Gambar 2.3 Peran Antar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Permukiman ... 2-5 Gambar 2.4 Ilustrasi Arah Pembangunan Kota yang Dibentuk Berdasarkan Pada Kebutuhan
Kabupaten/Kota ... 2-30 Gambar 2.5 Pendekatan dalam Pembangunan dan Pengembangan Permukiman ... 2-35 Gambar 2.6 Skema Kedudukan RP2KPKP dalam Kerangka Perencanaan Pembangunan 2-39 Gambar 2.7 Keterkaitan RP2KPKP dengan Program-program Penanganan Permukiman
Kumuh Lainnya ... 2-42 Gambar 2.8 Keterkaitan antarstakeholder dalam proses penyusunan RP2KPKP ... 2-43 Gambar 2.9 Pendekatan Alur Proses Penyusunan Peraturan Walkota/Peraturan Bupati
berdasarkan Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 ... 2-47 Gambar 2.10 Kedudukan proses penyusunan produk Peraturan Walikota/Bupati dan
Dokumen RP2KPKP... 2-48
Gambar 3.1 Contoh delineasi Kawasan Permukiman Perkotaan di Lingkup Administrasi Kota ... 3-5 Gambar 3.2 Contoh Delineasi Kawasan Permukiman Perkotaan di Lingkup Administrasi
x PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Gambar 3.3 Contoh Sebaran Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan berdasarkan SK Kumuh ... 3-7 Gambar 3.4 Contoh Peta Kawasan Permukiman Kumuh Prioritas ... 3-8 Gambar 3.5 Contoh Peta Komponen Pembangunan Tahap 1 ... 3-9 Gambar 3.6 Skema Dasar Pertimbangan Perumusan Strategi dan Program Penanganan . 3-11 Gambar 3.7 Kerangka Pelaksanaan Kegiatan RP2KPKP ... 3-13 Gambar 3.8 Rangkaian Kegiatan pada Lingkup Kegi atan Persiapan ... 3-16 Gambar 3.9 Contoh Data Awal Profil Permukiman Kumuh ... 3-29 Gambar 3.10 Contoh Peta Hasil Overlay Permukiman Kumuh Eksisting dengan Rencana Pola
Ruang... 3-37 Gambar 3.11 Rangkaian Kegiatan Penyusunan Untuk Lingkup Kegiatan Verifikasi dan
Perumusan Strategi ... 3-40 Gambar 3.12 Kedudukan Verifikasi Lokasi Permukiman Kumuh ... 3-59 Gambar 3.13 Contoh Peta Verifikasi Permukiman Kumuh By Name By Adress Untuk Indikator
Bangunan Gedung/Hunian ... 3-67 Gambar 3.14 Contoh Peta Verifikasi Permukiman Kumuh By Name By Adress Untuk Indikator
Jalan Lingkungan ... 3-67 Gambar 3.15 Contoh Peta Verifikasi Permukiman Kumuh By Name By Adress Untuk Indikator
Drainase Lingkungan ... 3-68 Gambar 3.16 Contoh Peta Klasifikasi Tingkat Kekumuhan... 3-83 Gambar 3.17 Contoh Peta Sebaran Dan Urutan Permukiman Kumuh Prioritas Berdasarkan
Hasil Penilaian Terhadap Kompleksitas Permasalahan ... 3-83 Gambar 3.18 Skema Umum Perumusan Konsep dan Strategi Pencegahan dan Peningkatan
Kualitas Permukiman Kumuh Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2 Tahun 2016 ... 3-92 Gambar 3.19 Contoh Peta Strategi Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman
Kumuh Skala Kota/Perkotaan... 3-95 Gambar 3.20 Contoh Peta Konsep dan Strategi Penanganan Skala Kawasan ... 3-95 Gambar 3.21 Rangkaian Kegiatan pada Lingkup Kegiatan Perumusan Rencana
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP xi
Gambar 3.25 Contoh 4 Konsep Desain Kawasan Permukiman Kumuh ...3-107 Gambar 3.26 Contoh Peta Rencana Aksi Program Penanganan Bangunan Permukiman
Kumuh...3-110 Gambar 3.27 Contoh Peta Rencana Aksi Program Penanganan Jalan Lingkungan ...3-110 Gambar 3.28 Rangkaian Kegiatan pada Lingkup Kegiatan Penyusunan Desain Teknis...3-120 Gambar 3.29 Plotting/pemetaan Daftar Komponen Infrastruktur Pembangunan tahap 1 ...3-125 Gambar 3.30 Contoh Siteplan Kawasan Prioritas ...3-126 Gambar 3.31 Contoh siteplan kawasan skala 1:1000 (disertai dokumentasi kondisi
eksisting) ...3-127 Gambar 3.32 Ilustasi Perbandingan Kondisi Sebelum (Before) dan Setelah (After)
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 1-1
1.1
LATAR BELAKANG
Masalah permukiman kumuh hingga saat ini masih menjadi masalah utama yang yang dihadapi di kawasan permukiman perkotaan. Tingginya arus urbanisasi akibat menumpuknya sumber mata pencaharian di kawasan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan (terutama golongan MBR) untuk bekerja di kawasan perkotaan dan tinggal di lahan-lahan ilegal yang mendekati pusat kota, hingga akhirnya menciptakan lingkungan permukiman kumuh. Di sisi lain, belum terpenuhinya standar pelayanan minimal (SPM) perkotaan pada beberapa kawasan permukiman yang berada di lahan legal pun pada akhirnya juga bermuara pada terciptanya permukiman kumuh di kawasan perkotaaan. Bermukim di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum MBR yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan ketidakteraturan bangunan yang lebih lanjut berimplikasi pada meningkatnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
1-2 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
yang seringkali menjadi alasan penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial masyarakat.
Pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh telah diamanatkan UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Selain itu, penanganan permukiman kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-2019, dimana target besarnya adalah terciptanya kota bebas kumuh di tahun 2019. Proses penanganan kumuh telah dimulai tahun 2015 dan target nol persen harus dicapai pada 2019, sehingga waktu penyelesaian tinggal 4 (empat) tahun dengan ragam persoalan yang belum sepenuhnya terdeteksi. Langkah awal dalam mengejar target kota bebas kumuh 2019 sebenarnya telah dimulai oleh Kementerian Pekerjaam Umum melalui Ditjen Cipta Karya sejak tahun 2014 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan kementerian/lembaga yang terkait serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Dengan berpatokan pada undang-undang, penanganan permukiman kumuh diawali dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan penetapan lokasi permukiman kumuh tersebut melalui SK Walikota/Bupati. Melalui identifikasi tersebut, penanganan dilakukan sesuai Undang-undang no 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman khususnya di pasal VII dan VIII yang menjelaskan berbagai hal tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan permukiman, serta pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh dengan tiga pola penanganan yaitu pemugaran, peremajaan dan pemukiman kembali. Tahapan penanganan kawasan kumuh berdasarkan UU No.1/2011 mengamanatkan agar pemerintah kota/kabupaten menyusun Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman (RP3KP), serta menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan
Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP), sebagai instrumen utama dalam upaya penanganan permasalahan permukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya melalui Subdit Perencanaan Teknis memberikan fasilitasi berupa pendampingan dalam penyusunan RP2KPKP sebagaimana dimaksud di Kabupaten/Kota sebagai sebagai bentuk pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana penanganan permukiman kumuh di kabupaten/kotanya masing-masing dengan harapan:
1. Terciptanya percepatan penanganan permukiman kumuh secara menyeluruh dan tuntas bagi kawasan kumuh yang telah disepakati dalam SK Walikota/Bupati;
2. Terciptanya keterpaduan program yang dapat menyelesaikan dan/atau menuntaskan permasalahan permukiman kumuh perkotaan melalui semua peran sektor keciptakaryaan melalui kegiatan reguler sektoral;
3. Meningkatnya kapasitas pemerintah Kabupaten/Kota melalui pelibatan aktif dalam proses penanganan permukiman kumuh bersama kelompok swadaya masyarakat (KSM/CBO’s); dan
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 1-3
1.2
MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
1.2.1
MAKSUD
Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini disusun dengan maksud untuk memberikan panduan teknis bagi pemangku kepentingan dalam penyusunan RP2KPKP di kabupaten/kota.
1.2.2
TUJUAN
Disusunnya Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) memiliki tujuan:
• memberikan pemahaman dasar mengenai RP2KPKP;
• memberikan acuan teknis mengenai penyelenggaraan penyusunan RP2KPKP baik secara proses maupun substansi; dan
• memberikan acuan teknis baku mutu dari produk RP2KPKP yang dihasilkan.
1.2.3
SASARAN
Sasaran disusunnya Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini antara lain:
• tersedianya landasan memahami konsepsi penyusunan RP2KPKP; • tersedianya acuan teknis bagi penyelenggaraan penyusunan RP2KPKP; • tercapainya standar baku mutu dari produk RP2KPKP yang dihasilkan.
1.3
MANFAAT PANDUAN
Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
• Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai acuan dalam rangka melaksanakan tugas pembinaan melalui fasilitasi kegiatan Penyusunan RP2KPKP; • Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman dan Tim Teknis Provinsi sebagai
acuan dalam mengarahkan dan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan proses dan pencapaian hasil RP2KPKP yang disusun;
• Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) kabupaten/kota sebagai acuan dalam merumuskan RP2KPKP di kabupaten/kota masing-masing, baik dalam konteks proses penyusunan maupun substansi kegiatan penyusunan RP2KPKP; dan
1-4 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
1.4
SISTEMATIKA PANDUAN
Untuk memudahkan dalam memahami proses dan substansi penyusunan RP2KPKP, maka Panduan Penyusunan RP2KPKP ini dibagi kedalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
BAGIAN I Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, serta manfaat dari Panduan RP2KPKP
BAGIAN II Pemahaman Dasar RP2KPKP
Bagian ini membahas mengenai landasan hukum penyusunan RP2KPKP, permasalahan kawasan permukiman kumuh perkotaan dan kebutuhan penanganannya, serta penanganan permasalahan kawasan permukiman kumuh perkotaan melalui RP2KPKP
BAGIAN III Kegiatan Penyusunan
RP2KPKP
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-1
2.1
LANDASAN HUKUM
Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) didasari atas amanat Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, sedangkan upaya pencapaian kota bebas kumuh pada tahun 2019 sendiri diamanatkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Adapun secara teknis pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh mengacu pada PermenPUPR tentang Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh serta Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
2.1.1
AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN
DAN KAWASAN PERMUKIMAN
2-2 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP Pencegahan
Pencegahan terhadap tumbuh dan berk embangnya perumahan k umuh dan permuk iman k umuh baru mencak up:
a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan
d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Pencegahan dilak sanak an melalui:
a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaan masyarakat
Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar
teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberdayaan masyarak at dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang
perumahan dan kawasan permukiman melalui
pendampingan dan pelayanan informasi.
Peningkatan Kualitas
Peningk atan k ualitas terhadap perumahan k umuh dan permuk iman k umuh didahului dengan penetapan lokasi perumahan k umuh dan permuk iman k umuh dengan pola-pola penanganan:
a. pemugaran; b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali.
PenetapanLokasi Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:
a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;
d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; e. kualitas bangunan; dan
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-3 Peningkatan Kualitas
Pemugaran merupakan upaya perbaikan atau dapat pula dilakukan melalui pembangunan kembali kawasan permukiman agar menjadi layak huni.
Peremajaan merupakan upaya untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik dengan tujuan untuk melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Untuk meremajakan suatu kawasan, terlebih dahulu perlu menyediakan tempat inggal bagi masyarakat yang terkena dampak.
Peremajaan harus menghasilkan rumah, perumahan, dan permukiman dengan kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Pemukiman Kembali dilakukan apabila lokasi kumuh eksisting adalah lokasi yang tidak diperuntukkan bagi kawasan permukiman menurut RTRW atau merupakan lokasi yang rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi orang yang mendiami kawasan/ lokasi tersebut. Pemukiman kembali merupakan upaya memindahkan masyarakat dari lokasi eksisting yang dilakukan oleh dukungan Pemerintah dan pemerintah daerah yang juga menetapkan lokasi untuk pemukiman kembali dengan turut melibatkan peran masyarakat
Mengacu pada Undang – Undang No.1 Tahun 2011, upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh pada dasarnya meliputi 4 (empat) tahapan utama yakni pendataan, penetapan lokasi, pelaksanaan dan pengelolaan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.1 Proses Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh Menurut UU No. 1/ 2011
2-4 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
dalamnya terkait upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat
2.1.2
AMANAT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman bersifat multisektoral dan melibatkan
banyak pihak. Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan leading sector dalam pengembangan
dan pembangunan kawasan permukiman, namun bukan sebagai pelaku tunggal. Perlu dipahami bahwa pencapaian target pembangunan merupakan upaya terpadu dan sinkron dari berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-5 pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu (baik sektornya, pembiayaannya, maupun pelakunya) dan dilakukan berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan dan penataan ruang yang berlaku. Pembagian peran dan kewenangan dalam pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman secara luas, dapat dilihat dalam ilustrasi pada gambar berikut ini.
Gambar 2.3 Peran Antar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Terkait penanganan permukiman kumuh, undang-undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah
pusat dapat turun langsung dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan dengan beberapa prasyarat, antara lain:
1. Kawasan permukiman kumuh berada pada lingkup Kawasan Strategis Nasional (KSN); dan
2. Kawasan permukiman kumuh memiliki luas minimal 15 Ha.
2-6 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Tabel 2.1 Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh
NO. SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH KAB/KOTA
1. Kawasan
Permukiman a. Penetapan sistem kawasan permukiman. b. Penataan dan
peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15 (lima belas) ha atau lebih.
Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10 (sepuluh) ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) ha.
a. Penerbitan izin pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. b. Penataan dan
peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di bawah 10 (sepuluh) ha.
2. Perumahan dan Kawasan Permukiman Kumuh
--- --- Pencegahan
perumahan dan kawasan permukiman kumuh pada Daerah kabupaten/kota.
Sumb er: Lampiran UU No.23/2014
A. Agenda Pembangunan Nasional terkait Permukiman Kumuh
Agenda Pembangunan Nasional yang berkaitan dengan Permukiman Kumuh termasuk ke dalam agenda keenam yaitu Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional dengan sub agenda Membangun Infrastruktur / Prasarana Dasar. Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar meliputi air minum, sanitasi, perumahan dan ketenagalistrikan dengan sasaran sebagai berikut:
1) Terfasilitasinya penyediaan hunian layak untuk 18,6 juta rumah tangga berpenghasilan rendah yakni pembangunan baru untuk 9 juta rumah tangga melalui bantuan stimulan perumahan swadaya untuk 5,5 juta rumah tangga dan pembangunan rusunawa untuk 514.976 rumah tangga, serta peningkatan kualitas hunian sebanyak 9,6 juta rumah tangga dalam pencapaian pengentasan kumuh 0 persen (pengurangan luasan permukiman kumuh sebanyak 38431 Ha).
2) Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia melalui (1) pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 3.099 kawasan MBR, 2.144 Ibukota Kecamatan, 16.983 desa, 7.557 kawasan khusus, dan 28 regional; (2) Pembangunan Penampung Air Hujan (PAH) sebanyak 381.740 unit; (3) Fasilitasi optimasi bauran sumber daya air domestik di 27 kota metropolitan dan kota besar; (4) Fasilitasi 38 PDAM sehat di kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil;
(5) Fasilitasi business to business di 315 PDAM; (6) Fasilitasi restrukturisasi utang 394
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-7 PDAM kurang sehat menjadi 80 PDAM, dan penurunan jumlah PDAM sakit menjadi 14 PDAM.
3) Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar yaitu (i) untuk sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik dengan penambahan infrastruktur air limbah sistem terpusat di 430 kota/kab (melayani 33,9 juta jiwa), penambahan pengolahan air limbah komunal di 227 kota/kab (melayani 2,99 juta jiwa), serta peningkatan pengelolaan lumpur tinja perkotaan melalui pembangunan IPLT di 409 kota/kab; (ii) untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/kab, penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/kab,
fasilitas 3R terpusat di 112 kota/kab; (iii) untuk sarana prasarana drainase permukiman dalam pengurangan genangan seluas 22.500 Ha di kawasan permukiman; serta (iv) kegiatan pembinaan, fasilitasi, pengawasan dan kampanye serta advokasi di 507 kota/kab seluruh Indonesia.
4) Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung di kawasan perkotaan melalui fasilitasi peningkatan kualitas bangunan gedung dan fasilitasnya di 9 kabupaten/kota, fasilitasi peningkatan kualitas sarana dan prasarana di 1.600 lingkungan permukiman, serta peningkatan keswadayaan masyarakat di 55.365 kelurahan.
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur dan Sarana Dasar
1) Meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai melalui strategi:
a. Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan kualitas hunian. Penyediaan hunian baru (sewa/milik) dilakukan melalui pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang efektif dan efisien termasuk pengembangan subsidi uang muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan stimulan, memperluas program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta integrasi tabungan perumahan dalam sistem jaminan sosial nasional. Sementara peningkatan kualitas hunian dilakukan melalui penyediaa n prasarana, sarana, dan utilitas, pembangunan kampung deret, serta bantuan stimulan dan/atau kredit mikro perbaikan rumah termasuk penanganan permukiman kumuh yang berbasis komunitas.
b. Peningkatan tata kelola dan keterpaduan antara para pemangku kepentingan pembangunan perumahan melalui: i) penguatan kapasitas pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberdayakan pasar perumahan dengan mengembangkan regulasi yang efektif dan tidak mendistorsi pasar; ii) penguatan peran lembaga keuangan (bank /non-bank); serta iii) revitalisasi Perum Perumnas menjadi badan pelaksana
pembangunan perumahan sekaligus pengelola Bank Tanah untuk perumahan.
c. Peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penyediaan
2-8 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Negara (PMN); ii) mendorong BTN menjadi bank khusus perumahan, serta iii) melakukan perpanjangan Peraturan Presiden tentang SMF terkait penyaluran pinjaman kepada penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan sumber pendanaan dari pasar modal dengan dukungan pemerintah.
d. Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan hunian di perkotaan melalui
fasilitasi penyediaan rumah susun sewa dan rumah susun milik serta pengembangan
instrumen pengelolaan lahan untuk perumahan seperti konsolidasi lahan (land
consolidation), bank tanah (land bank ing), serta pemanfaatan lahan milik BUMN, tanah
terlantar, dan tanah wakaf.
e. Pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan murah serta
pengembangan implementasi konsep rumah tumbuh (incremental housing).
f. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi layak yang terintegrasi dengan penyediaan
dan pengembangan perumahan. Sarana air minum dan sanitasi menjadi infrastruktur bingkai bagi terciptanya hunian yang layak.
2) Menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui optimalisasi bauran sumber daya air domestik melalui strategi:
a. Jaga Air, yakni strategi untuk mengarusutamakan pem-bangunan air minum yang memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan) serta mening
-katkan kesadaran masyarakat akan hygiene dan sanitasi.
b. Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air minum yakni perluasan daerah resapan air hujan,
pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai sumber air baku air minum
maupun secondary uses pada skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan)
dan skala kawasan (kolam retensi), serta pengelolaan drainase berwawasan lingkungan. c. Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
yang telah ada melalui pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan idle
capacity; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat penyelenggara dan skala kota.
d. Daur Ulang Air, yakni strategi untuk memanfaatkan air yang telah terpakai melalui
pemakaiaan air tingkat kedua (secondary water uses) dan daur ulang air yang telah
dipergunakan (water reclaiming).
3) Penyediaan infrastruktur produktif melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi :
a. Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi
terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost
recovery)/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). Pemberian subsidi
dari pemerintah bagi penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan sebagai
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-9 b. Pengaturan kontrak berbasis kinerja baik perancangan, pembangunan, pengoperasian,
dan pemeliharaan aset infrastruktur.
c. Rehabilitasi dan optimalisasi sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang ada saat ini dan peningkatan pemenuhan pelayanan sarana sanitasi komunal.
4) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat melalui strategi:
a. Peningkatan kualitas Rencana Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) yang didasari dengan neraca keseimbangan air domestik kota/kabupaten dan telah mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya pengamanan air minum;
b. Upaya peningkatan promosi hygiene dan sanitasi yang terintegrasi dengan penyediaan
sarana dan prasarana air minum dan sanitasi;
c. Implementasi Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) yang berkualitas melalui pengarusutamaan SSK dalam proses perencanaan dan penganggaran formal;
d. Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi.
e. Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta media.
5) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi melalui sinergi dan koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal maupun horizontal melalui strategi:
2-10 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
2.1.3
PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
1. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:
A. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Bangunan Gedung
Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung mencakup: 1) Ketidakteraturan Bangunan
Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman:
a tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR),
yang meliputi pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau
b tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi pengaturan blok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
2) Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai dengan Ketentuan Rencana Tata Ruang
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan: a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL;
dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL.
3) Ketidaksesuaian Terhadap Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman yang bertentangan dengan persyaratan:
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, di atas dan/atau di bawah air, di atas dan/atau di bawah prasarana/sarana umum;
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-11 Semua persyaratan di atas secara prinsip semestinya sudah tercantum dalam IMB atau persetujuan sementara mendirikan bangunan, oleh karena itu penilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung dapat merujuk pada kedua dokumen perizinan tersebut.
B. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Jalan Lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:
1) Jaringan Jalan Lingkungan Tidak Melayani Seluruh Lingkungan Perumahan atau Permukiman
Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan.
2) Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan Buruk
Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk merupakan kondisi sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan.
C. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Penyediaan Air Minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup: 1) Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum
Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi dimana masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
2) Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum Setiap Individu Sesuai Standar Yang Berlaku Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu merupakan kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.
D. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan
1) Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengalirkan Limpasan Air Hujan Sehingga Menimbulkan Genangan
Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun.
2) Ketidaktersediaan Drainase
Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran tersier dan/atau saluran lokal tidak tersedia.
2-12 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.
4) Tidak Dipelihara Sehingga Terjadi Akumulasi Limbah Padat dan Cair di Dalamnya Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau b. pemeliharaan berkala.
5) Kualitas Konstruksi Drainase Lingkungan Buruk
Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi dimana kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.
E. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Air Limbah
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:
1) Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai dengan Standar Teknis Yang Berlaku Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat.
2) Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan atau permukiman dimana:
a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik;atau b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat. F. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:
1) Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai dengan Persyaratan Teknis
Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memadai sebagai berikut:
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-13
b. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) pada skala
lingkungan;
c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan; dan d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala lingkungan. 2) Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis
Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pewadahan dan pemilahan domestik; b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan; dan d. pengolahan lingkungan.
3) Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Sehingga Terjadi Pencemaran Lingkungan Sekitar oleh Sampah, Baik Sumber Air Bersih, Tanah Maupun Jaringan Drainase
Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau b. pemeliharaan berkala.
G. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Proteksi Kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup ketidaktersediaan sebagai berikut:
1) Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran
Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya:
a. pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran); b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam
kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman kebakaran di lokasi;
c. sarana komunikasi yang terdiri dari alat-alat yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi Pemadam Kebakaran; dan/atau
2-14 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
2) Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran
Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran yang meliputi: a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
b. kendaraan pemadam kebakaran;
c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan/atau d. peralatan pendukung lainnya.
H. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:
1) Aspek Kondisi Bangunan Gedung (rumah dan sarana perumahan dan/atau permukiman) a) Keteraturan Bangunan
Komponen keteraturan bangunan meliputi: 1. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimal
GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan
tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya (building line).
2. Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.
3. Jarak Bebas Antarbangunan
Jarak bebas antarbangunan adalah jarak yang terkecil, diukur di antara permukaan-permukaan denah dari bangunan-bangunan atau jarak antara dinding terluar yang berhadapan antara dua bangunan.
4. Tampilan Bangunan
Tampilan bangunan adalah ketentuan rancangan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ketentuan arsitektur yang berlaku, keindahan dan keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya
5. Penataan Bangunan
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-15 b. pengaturan kaveling dalam blok, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok
menjadi sejumlah kaveling/petak lahan dengan ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi tertentu.
c. pengaturan bangunan dalam kaveling, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.
6. Identitas Lingkungan
a. karakter bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik bangunan untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjunginya. b. penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik
bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi tujuannya.
c. tata kegiatan, yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal sebagai pendukung dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan interaksi sosial dan para pemakainya.
7. Orientasi Lingkungan
a. tata informasi, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/ petunjuk mengenai tempat tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya.
b. tata rambu pengarah, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.
8. Wajah Jalan
a. penampang jalan dan bangunan b. perabot jalan
c. jalur dan ruang bagi pejalan kaki d. elemen papan reklame
b) Tingkat Kepadatan Bangunan
1. KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.
2-16 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
c) Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Komponen persyaratan teknis bangunan meliputi
1. Pengendalian Dampak Lingkungan Untuk Bangunan Gedung Tertentu bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya di luar bangunan rumah tinggal tunggal dan deret. Elemen pengendalian dampak lingkungan adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkugan (UKL/UPL)
a. AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
b. UKL/UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
2. Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum yang dibangun dengan memperhatikan kesesuaian lokasi, dampak bangunan terhadap lingkungan, mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan, dan memiliki perizinan.
3. Persyaratan Keselamatan
a. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan meliputi persyaratan struktur Bangunan Gedung, pembebanan pada Bangunan Gedung, struktur atas Bangunan Gedung, struktur bawah Bangunan Gedung, pondasi langsung, pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan persyaratan bahan.
b. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran meliputi sistem proteksi aktif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret), sistem proteksi pasif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret), persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan bahaya, persyaratan komunikasi dalam Bangunan Gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gas dan manajemen penanggulangan kebakaran.
c. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir meliputi persyaratan instalasi proteksi petir dan persyaratan sistem kelistrikan.
4. Persyaratan Kesehatan
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-17 b. pencahayaan berupa sistem pencahayaan alami dan/atau buatan dan/atau
pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya
c. sanitasi dan penggunaan bahan bangunan berupa sistem air minum dalam Bangunan Gedung, sistem pengolahan dan pembuangan air limbah/kotor, persyaratan instalasi gas medik (untuk sarana medik), persyaratan penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasi sanitasi dalam Bangunan Gedung (saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah dan/atau pengolahan sampah).
5. Persyaratan Kenyamanan
a. kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang serta sirkulasi antarruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan. b. kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan tingkat kenyamanan yang
diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung.
c. kenyamanan pandangan merupakan kondisi dari hak pribadi pengguna yang di dalam melaksanakan kegiatannya di dalam gedung tidak terganggu Bangunan Gedung lain di sekitarnya.
d. kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh satu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi Bangunan Gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul dari dalam Bangunan Gedung maupun lingkungannya. 6. Persyaratan Kemudahan
a. kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman termasuk penyandang cacat, anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia.
b. kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan Bangunan Gedung yaitu sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung berupa tangga, ram, lift, tangga berjalan (eskalator) atau lantai berjalan (travelator).
2) Aspek Kondisi Jalan Lingkungan Komponen jalan lingkungan meliputi: 1. Cakupan Pelayanan
a. Perlunya keterhubungan antar perumahan dalam lingkup permukiman skala wilayah
1) Jalan lingkungan sekunder bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih. 2) Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
2-18 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
b. Perlunya keterhubungan antar persil dalam perumahan dalam skala kawasan 1) Jalan Lingkungan I, merupakan penghubung antara pusat perumahan dengan
pusat lingkungan I, atau pusat lingkungan I dengan pusat lingkungan I dan akses menuju jalan Lokal Sekunder III.
2) Jalan Lingkungan II, merupakan penghubung antara pusat lingkungan I dengan pusat lingkungan II, atau pusat lingkungan II dengan pusat lingkungan II dan akses menuju jalan lingkungan I yang lebih tinggi tingkat hirarkinya.
2. Kualitas Permukaan Jalan, mengacu dan menyesuaikan dengan Standar Pelayanan Minimal Jalan
a. Kualitas jalan aspal
Baik : IRI ≤ 4
Sedang : IRI > 4 dan IRI ≤ 8
b. Kualitas jalan penmac (penetrasi macadam)
Baik : IRI ≤ 8
Sedang : IRI > 8 dan IRI ≤ 10
c. Jalan tanah/diluar perkerasan
Baik : IRI ≤ 10
Sedang : IRI > 10 dan IRI ≤ 12
IRI (International Roughness Index) jalan adalah parameter kekerasan permukaan jalan yang dihitung dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak/panjang permukaan.
3) Aspek Kondisi Penyediaan Air Minum Komponen penyediaan air minum meliputi: 1. Akses aman air minum
Syarat kesehatan air minum sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
a. Persyaratan fisika: sifat fisik air seperti bau, warna, kandungan zat padat, kekeruhan, rasa, dan suhu
b. Persyaratan mikrobiologis: kandungan bakteri dalam air yaitu bakteri E-Coli dan bakteri koliform,
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-19 2. Kebutuhan air minum
Kebutuhan minimal adalah 60 liter/orang/hari. Kebutuhan air minum dapat dipenuhi dengan Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan (SPAM) maupun Sistem Penyediaan Air Minum Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP).
a. SPAM
SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan, hidran umum, dan hidran kebakaran. Komponen SPAM meliputi
1) Unit air baku dengan kapasitas Rencana 130% dari kebutuhan rata-rata, dengan komponen:
mata air
air tanah
air permukaan (sungai, danau, laut)
air hujan
pipa transmisi air baku dari sumber air baku ke Instalasi Pengolahan Air
Minum (IPA)
2) Unit produksi dengan kapasitas rencana 120% dari kebutuhan rata-rata, dengan komponen
Bangunan Penangkap Mata Air
Bangunan Pengambilan Air Baku dari Air Tanah (Sumur)
Bangunan Saringan Pasir Lambat
Instalasi Pengolahan Air Minum
Pipa transmisi air minum dari IPA ke reservoir.
3) Unit distribusi dengan kapasitas rencana 115% - 300% dari kebutuhan rata-rata, dengan komponen
Reservoir (penampungan air sementara sebelum didistribusikan)
Pipa distribusi dari reservoir ke unit pelayanan
4) Unit pelayanan dengan komponen
sambungan rumah
hidran umum
hidran kebakaran
b. SPAM BJP
2-20 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
1) Sumur dangkal dan/atau Sumur Dalam 2) Penampungan Air Hujan (PAH)
3) Perlindungan Mata Air (PMA) 4) Saringan Rumah Tangga (Sarut) 5) Destilator Surya Atap Kaca 6) IPA sederhana
7) Terminal Air (mobil tangki / tangki air) 4) Aspek Kondisi Drainase Lingkungan
Penyediaan jaringan drainaseadalahuntuk mengelola/mengendalikan air permukaan (limpasan air hujan) sehingga tidak menimbulkan masalah genangan, banjir dan kekeringan bagi masyarakat serta bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup. Yang disebut genangan adalah terendamnya suatu kawasan lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan lebih dari 2 kali setahun). Komponen Drainase Lingkungan meliputi: 1. Sistem Drainase yang terbentuk
a. Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat. pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah kota
b. Sistem sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial
2. Sarana Drainase
Sarana Drainase adalah bangunan pelengkap yang merupakan bangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan daerah curam, bangunan tersebut.
a. Gorong-gorong
b. Bangunan Pertemuan Air c. Bangunan Terjunan Air d. Siphon
e. Street Inlet f. Pompa g. Pintu Air
3. Prasarana Drainase
Prasarana Drainase adaalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang berfungsi menyalurkan kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air penerima.
a. Sumur Resapan
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-21 4. Konstruksi Drainase
a. Saluran pasangan batu: umumnya digunakan pada daerah yang mempunyai tekstur tanah yang relatif lepas, dan mempunyai kemiringan yang curam.
b. Saluran beton: umumnya digunakan pada daerah yang mempunyai topografi, yang terlalu miring atauterlalu datar, serta mempunyai tekstur tanah yang relatif lepas. c. Saluran dengan perkuatan kayu: umumnya digunakan pada daerah yang
mempunyaai tekstur tanah yang sangat jelek (gambut) dan selalu terjadi pergeseran (tanah bergerak).
5) Aspek Kondisi Pengelolaan Air Limbah Komponen Pengelolaan Air Limbah meliputi: 1. Sistem Pengelolaan Air Limbah
a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) adalah sistem pengelolaan air limbah sistem secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (SPAL-S) adalah sistem pengelolaan air limbah secara individual dan/atau komunal, melalui pengolahan dan pembuangan air Air limbah limbah setempat.
2. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
a. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Terpusat 1) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab pemilik rumah
Kloset leher angsa dan kamar mandi
MCK Umum
2) Unit Pelayanan menjadi tanggung jawab pemilik rumah
Sambungan Rumah
Lubang Inspeksi
3) Unit Pengumpulan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah
Pipa retikulasi
Pipa induk
Bangunan Pelengkap
4) Unit Pengolahan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah, baik IPAL Komunal ataupun IPAL Kota
Fasilitas Utama IPAL
Fasilitas Pendukung IPAL
2-22 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
5) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah
Sarana pembuangan efluen
Sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan
b. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Setempat 1) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab pemilik rumah
Kloset leher angsa dan kamar mandi
MCK Umum
2) Unit Pengolahan Setempat menjadi tanggung jawab pemilik rumah
Cubluk
Tangki septik dengan sistem resapan
Biofilter
Unit pengolahan air limbah fabrikasi
3) Unit Pengangkutan menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah
Truk tinja
Motor roda tiga pengangkut tinja
4) Unit Pengolahan Lumpur Tinja menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah
Fasilitas Utama IPLT
Fasilitas Pendukung IPLT
Zona Penyangga
5) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab pengembang/pemerintah
Sarana pembuangan efluen
Sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan
6) Aspek Kondisi Pengelolaan Persampahan Komponen dari pengelolaan persampahan meliputi:
1. Sistem Pengolahan Sampah yang saling terintegrasi a. Pemilahan
Sistem pemilahan adalah kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:
sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
serta limbah bahan berbahaya dan beracun
sampah yang mudah terurai
sampah yang dapat digunakan kembali
sampah yang dapat didaur ulang
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-23 b. Pengumpulan
Sistem pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau TPS 3R.
c. Pengangkutan
Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah. d. Pengolahan
Sistem pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah sampah.
e. Pemrosesan Akhir
Sistem pemrosesan akhir adalah kegiatan mengembalikan sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
2. Prasarana dan Sarana Pengolahan Sampah a. Sarana Pemilahan
1) Kantong Sampah 2) Bak Sampah 3) Kontainer sampah
b. Sarana dan Prasarana Pengumpulan 1) Gerobak Sampah
2) Motor Sampah 3) Mobil Bak Sampah
4) Perahu / Sampan Sampah
5) Tempat Penampungan Sementara (TPS) c. Sarana Pengangkutan
1) Dump Truck
2) Armroll Truck
3) Compactor Truck
4) Trailer Truck
d. Prasarana Pengolahan
2-24 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
3) Stasiun Peralihan Antara (SPA) jika lokasi TPA jauhnya lebih dari 25 km dari pusat permukiman.
e. Prasarana Pemrosesan Akhir, yaitu TPA dengan sistem Sanitary Landfill,
Controlled Landfill, dan TPA dengan menggukan teknologi ramah
lingkungan.
7) Aspek Kondisi Proteksi Kebakaran Komponen Proteksi Kebakaran meliputi: 1. Prasarana Proteksi Kebakaran
a. Pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran).
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman kebakaran di lokasi.
c. Sarana Komunikasi yang terdiri dari telepon umum dan alat-alat lain yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi Pemadam Kebakaran. d. Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang terletak di
dalam ruang kendali utama dalam bangunan gedung yang terpisah dan mudah diakses.
2. Sarana Proteksi Kebakaran
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR). b. Mobil pompa.
c. Mobil tangga sesuai kebutuhan d. Peralatan pendukung lainnya.
2. Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis. Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh terdiri dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh:
a. di atas air; b. di tepi air;
c. di dataran rendah; d. di perbukitan; dan
e. di daerah rawan bencana.
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-25 Tabel 2.2 Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
NO TIPOLOGI LOKASI KETERANGAN
1 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di atas air
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atas air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun laut.
2 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di tepi air
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan sebagainya), namun berada di luar Garis Sempadan Badan Air.
3 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di dataran rendah
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran rendah dengan kemiringan lereng < 10%.
4 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perbukitan
2-26 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
NO TIPOLOGI LOKASI KETERANGAN
5 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah rawan bencana
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
2.1.4
PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-27 Tabel 2.3 Standar Minimal Pelayanan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sub bidang Keciptakaryaan
No Jenis Pelayanan Dasar Sasaran Indikator Satuan Tahun 2019 Target Cara Mengukur Upaya Pencapaian
1 2 3 4 5 6 7 8
SPM Provinsi
1 Penyediaan jalan untuk melayani kebutuhan masyarakat
Meningkatnya kualitas layanan jalan Provinsi
persentase tingkat kondisi jalan provinsi baik dan sedang.
% 60 Pengukuran kondisi jalan untuk memperoleh nilai IRI dapat dilakukan menggunakan:
1. Alat (Naasra/ Romdas/ Roughometer)
2. Metode visual dengan cara menaksir nilai Road Condition Index (RCI) yang kemudian dikonversikan ke nilai International Roughness Index
(IRI) yang dilakukan pada kondisi tertentu)*
Setiap Pemerintah Provinsi memiliki alat pengukur (Naasra/ Romdas/
Roughometer) untuk menentukan nilai IRI Membina dan menyediakan sumber daya manusia yang dapat:
1. Melakukan survei kondisi jalan menggu nakan alat Naasra/ Romdas/Roughometer (untuk pengukuran menggunakan alat). 2. Menginterpretasikan kondisi jalan ke nilai RCI yang selanjutnya dikonversi ke nilai IRI (untuk pengukuran menggunakan metode visual).
Melakukan pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala untuk mencapai da nmempertahankan kondisi jalan baik dan sedang berdasarkan nilai IRI
2 Penyediaan jalan untuk melayani kebutuhan masyarakat
Tersedianya konektivitas
wilayah Provinsi persentase terhubungnya pusat-pusat kegiatan dan pusat produksi (konektivitas) di wilayah
provinsi
% 100 Pusat-pusat kegiatan dan pusat produksi sesuai yang tercantum pada RTRW Provinsi telah terhubung oleh jaringan jalan
Setiap Pemerintah Provinsi melakukan pembangunan/ penambahan ruas jalan yang menghubungkan
pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat produksi yang masih belum terhubungkan dengan jaringan jalan.
Percepatan penyelesaian Perda tentang RTRW Provinsi
1 Penyediaan jalan untuk melayani kebutuhan masyarakat
Meningkatnya kualitas
layanan jalan Kab/Kota persentase tingkat kondisi jalan kabupaten/kota baik dan sedang. % 60 Pengukuran kondisi jalan untuk memperoleh nilai IRI dapat dilakukan menggunakan: alat (Naasra/Romdas/Roughometer)
-visual dengan cara menaksir nilai Road Condition Index (RCI) yang kemudian dikonversikan kenilai International Roughness Index (IRI) yang dilakukan pada kondisi tertentu)*
Setiap Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki alat pengukur (Naasra/ Romdas/ Roughometer) untuk menentukan nilai IRI Membina dan menyediakan sumber daya manusia yang dapat:
1. Melakukan survei kondisi jalan menggu nakan alat Naasra/ Romdas/
Roughometer (untuk pengukuran menggu nakan alat).
2-28 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP
No Jenis Pelayanan Dasar Sasaran Indikator Satuan Tahun 2019 Target Cara Mengukur Upaya Pencapaian
Melakukan pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala untuk mencapai da n mempertahankan kondisi jalan baik dan sedang berdasarkan nilai IRI
2 Penyediaan jalan untuk melayani kebutuhan masyarakat
Tersedianya konektvitas wilayah Kab/Kota
persentase terhubungnya pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat produksi di wilayah kabupaten/ kota
% 100 Pusat-pusat kegiatan dan pusat produksi sesuai yang tercantum pada RTRW Kabupaten/ Kota telah terhubung oleh jaringan jalan.
Setiap Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembangunan/ penambahan ruas jalan yang menghubungkan pusat--pusat kegiatan dan pusat--pusat produksi yang masih belum terhubungkan dengan jaringan jalan.
Percepatan penyelesaian Perda tentang RTRW Kabupaten/ Kota
1 Penyediaan air minum Meningkatnya kualitas layanan air minum permukiman perkotaan
persentase penduduk yang
mendapatkan akses air minum yang aman
%
Penduduk 81,77%
Contoh survey; kuesioner; dll.
2 Penyediaan sanitasi Meningkatnya kualitas sanitasi (air limbah, persa mpahan dan drainase) permukiman perkotaan
persentase penduduk yang terlayani
sistem air limbah yang memadai Penduduk % 60% Contoh survey; kuesioner; dll. persentase pengurangan sampah di
perkotaan
%
Penduduk 20%
Contoh survey; kuesioner; dll.
persentase pengangkutan