• Tidak ada hasil yang ditemukan

air minum dan penyehatan lingkungan sert

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "air minum dan penyehatan lingkungan sert"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN SERTA KORELASINYA DENGAN INSIDEN PENYAKIT DI KABUPATEN BANGKA

Pan Budi Marwoto, Pokja AMPL Kabupaten Bangka

Selama ini, Kabupaten Bangka merupakan daerah yang selalu mengandalkan sektor

pertambangan dan perkebunan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Pada tahun 2009

saja, kedua sektor ini menyumbang sekitar 22,43% dan 24,46% dari pembentukan PDRB

Kabupaten Bangka. Akan tetapi, selain menimbulkan dampak positip bagi perekonomian, kedua

sektor tersebut juga menimbulkan beberapa dampak bagi kehidupan masyarakat, terutama

dampak yang terkait dengan akses terhadap air bersih, sanitasi dan insiden penyakit. Mudah

diterka, ekplotasi pertambangan dan perkebunan, baik yang legal maupun illegal, tidak hanya

menghancurkan sebagian besar sumber dan cadangan air bersih, tetapi juga merusak lahan,

memperparah Daerah Aliran Sungai, menghancurkan landscape dan mendegradasi lingkungan.

Kolong-kolong atau danau-danau eks penambangan timah yang digenangi air semakin banyak

terlihat dimana-mana, nyaris merata diseluruh wilayah. Dari sisi lain, pengelolaan limbah

pertambangan yang tidak managable telah mengakibatkan banyak sumber air yang menjadi

sumber air baku bagi masyarakat mengalami polusi logam berat. Sungai-sungai mengalami

pencemaran dan pendangkalan, air tanah dan air permukaan mengalami penurunan kapasitas.

Wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pantai, air tanah-nya mengalami intrusi air laut yang

korosif dan sudah tercemar limbah penambangan pantai.

Dari aspek berbeda, rendahnya kepedulian masyarakat dalam menyikapi penyehatan

lingkungan guna mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan akses

dan pelayanan penyehatan lingkungan. Keadaan ini tercermin dari perilaku masyarakat yang

hingga sekarang masih banyak yang menggunakan air untuk keperluan rumah tangga tidak

memenuhi syarat kesehatan dan buang air besar di tempat yang bukan semestinya.

Kedua persoalan utama tersebut, tidak bisa tidak, tentu saja akan berdampak terhadap

akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi lingkungan. Berbagai penyakit banyak

bermunculan. Diare, typus, disentry, penyakit kulit serta beberapa penyakit lainnya yang

berhubungan dengan rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi lingkungan

menjadi penyakit keseharian yang berkembang. Agar fenomena ini tidak hanya berkutat di

ranah hipotesis dan kebiasaan duga-menduga, maka penelitian terkait korelasi antara akses

terhadap air bersih dan sanitai lingkungan dengan berbagai insiden penyakit yang terjadi

(2)

2

Hasil analisis statistik korelasi antara cakupan air minum dengan insiden penyakit

tersaji pada tabel berikut.

Tabel 1.

Korelasi Antara Cakupan Air Minum dengan Insiden Penyakit di Kabupaten Bangka

Penyakit Koefisien Korelasi Signifikansi

Diare -0,708 0,001**

Malaria -0,003 0,977*

DBD -0,046 0,688*

Chikungunya 0,018 0,877*

Pneumonia -0,035 0,764*

Filariasis 0,069 0,551*

Campak -0,016 0,877*

ISPA -0,092 0,425*

TBC -0,084 0,468*

Keterangan: **) signifikan, *) tidak signifikan

Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum dari sembilan jenis penyakit terbanyak

yang terjadi di masyarakat, delapan diantaranya, yaitu demam berdarah dengue (DBD),

Chikungunya, Pneumonia, Filariasis, Campak, ISPA dan TBC, tidak memiliki korelasi yang nyata

dengan akses air bersih. Banyak hal yang diduga menyebabkan ketidakterkaitan ini, diantaranya

yang paling mungkin adalah karena penyakit-penyakit tersebut memang dipicu oleh faktor lain

dan tidak secara langsung disebabkan oleh faktor konsumsi dan penggunaan air bersih.

Satu-satunya penyakit yang berkorelasi dan memiliki derajat hubungan yang kuat

dengan akses air bersih, dengan koefisien korelasi -0,708 adalah Diare. Hasil ini menggambarkan

bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara kedua variabel tersebut. Semakin tinggi

cakupan atau akses masyarakat terhadap air bersih akan diikuti dengan semakin rendahnya

insiden penyakit diare. Sebaliknya semakin rendah cakupan dan akses masyarakat terhadap air

minum semakin tinggi insiden penyakit diare yang terjadi di tengah masyarakat. Hasil ini

menjustifikasi fakta riil di lapangan yang menunjukkan bahwa di sebagian besar desa dan

kecamatan dengan akses air bersih yang rendah, insiden penyakit diare sangat banyak terjadi.

Penyebabnya adalah pada wilayah kecamatan dengan karakter seperti ini, sebagian besar

masyarakatnya tentu saja banyak yang tidak memiliki akses terhadap air bersih, akibatnya untuk

kebutuhan hidup pokok, termasuk konsumsi harus menggunakan air tidak bersih dan berasal

dari sumber-sumber yang sama sekali tidak temasuk dalam sumber air yang diisyaratkan oleh

kete tua MDG’s yang nota bene memiliki kandungan bakteri patogen penyebab diare. Hasil

(3)

3

tersebut, masyarakat-nya lebih banyak menggunakan air yang berasal dari sumur, pompa

tangan, maupun sumber air yang semuanya tidak terlindungi, juga menggunakan air sungai

aupu air kolo g ya g terko ta i asi. Dalam konteks Kabupaten Bangka, korelasi antara

akses air bersih dengan diare terkait dengan peran bakteri patogen seperi Escherichia coli,

colliform, Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic yang terdapat pada air tidak bersih sebagai

pemindah atau penularan penyakit atau sebagai vehicle, yang berperan dalam menularkan

penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan.

Penyebab diare lainnya yang tidak kalah krusial adalah sebagian masyarakat Kabupaten

Bangka belum memiliki perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang memadai. Minimnya

kesadaran PHBS menunjukkan bahwa masyarakat tidak melihat adanya keterkaitan yang kuat

antara kualitas air dan kesehatan. Secara khusus hal ini ditunjukkan dari pemahaman

masyarakat terhadap penyebab diare sebagai penyakit terbesar yang menyebabkan

meninggalnya bayi dan balita di Indonesia. Masyarakat lebih melihat penyebab kejadian diare ini

karena makanan, masuk angin, dan cuaca (hujan dan kemarau). Pemahaman ini menjadi titik

balik bagaimana masyarakat melihat sebuah penyakit yang mengarah pada pencegahan. Diare

adalah salah satu jenis penyakit yang ditularkan lewat air. Termasuk didalamnya adalah polio, flu

burung, penyakit kulit, demam berdarah dan malaria. Ketika masyarakat menganggap diare

disebabkan karena makanan dan lainnya, yang tak terkait dengan air, maka upaya pencegahan

kejadian diare bisa salah kaprah. Kerentanan terhadap diare juga semakin tinggi terjadi pada

kelompok masyarakat miskin. Wajar, jika penyakit yang sebenarnya mudah disembuhkan ini

banyak menyerang bayi dan balita, tidak hanya di Kabupaten Bangka tetapi juga di banyak

negara. Diare merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada anak–anak. Diperkirakan

pada anak setiap tahunnya mengalami Diare akut atau gasrtroenteritis akut sebanyak

99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih

dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun yang disebabkan karena Diare. Sedangkan

di Indonesia, hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian Diare pada semua usia

di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan terjadi 1 – 2 kali per tahun pada anak–anak

berusia dibawah 5 tahun. Sebuah penelitian bahkan menyebutkan bahwa Indonesia kehilangan

Rp. 56 trilyun per tahun akibat diare, penyebab terbesar atau 42 persen kematian bayi adalah

diare dan 25,2 persen kematian balita juga karena diare.

Sedangkan hasil analisis statistik korelasi antara cakupan penyehatan lingkungan

(4)

4 Tabel 2.

Korelasi Antara Cakupan Penyehatan Lingkungan dengan Insiden Penyakit Di Kabupaten Bangka

Penyakit Koefisien Korelasi Signifikansi

Diare -0,731 0,001**

Malaria -0,670 0,001**

DBD 0,614 0,001**

Chikungunya -0,081 0,481*

Pneumonia 0,101 0,382*

Filariasis -0,010 0,932*

Campak 0,193 0,092*

ISPA 0,173 0,132*

TBC 0,183 0,111*

Keterangan: **) signifikan, *) tidak signifikan

Hasil analisis statistik seperti yang ditampilkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari

sembilan jenis penyakit terbanyak yang terjadi di masyarakat, enam diantaranya, yaitu

Chikungunya, Pneumonia, Filariasis, Campak, ISPA dan TBC, tidak memiliki korelasi yang nyata

dengan akses bersih. Banyak hal yang diduga menyebabkan ketidakterkaitan ini, diantaranya

yang paling mungkin adalah karena keenam jenis penyakit tersebut memang dipicu oleh faktor

lain dan tidak secara langsung disebabkan oleh faktor sanitasi lingkungan terutama penggunaan

jamban.

Analisis statistik juga memberikan informasi bahwa terdapat derajat hubungan yang

kuat dan negatif antara akses penyehatan lingkungan dengan insiden penyakit diare, malaria dan

demam berdarah, masing-masing dengan koefisien korelasi -0,731, -0,670 dan -0,614. Hasil ini

menggambarkan bahwa semakin tinggi akses masyarakat terhadap penyehatan lingkungan akan

diikuti dengan semakin rendahnya insiden penyakit diare, malaria dan DBD. Sebaliknya semakin

rendah akses masyarakat terhadap penyehatan lingkungan, semakin tinggi insiden penyakit

diare, malaria dan DBD yang terjadi di tengah masyarakat. Hasil ini sekaligus juga mengklarifikasi

fakta lapangan yang menunjukkan bahwa di sebagian besar kecamatan dengan akses

penyehatan lingkungan yang rendah seperti Mendo Barat, Riau Silip, Bakam dan Puding Besar,

insiden serangan ke tiga jenis penyakit tersebut lebih banyak terjadi dibandingkan kecamatan

lainnya.

Secara umum, penyebab tingginya insiden penyakit diare, malaria dan DBD pada ke

empat kecamatan tersebut dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu; (i) sebagian besar

masyarakatnya belum memiliki akses tempat pembuangan akhir tinja yang layak, tempat

(5)

5

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang memadai. Kedua faktor ini dengan telanjang

diperlihatkan oleh hasil registrasi data yang menginformasikan bahwa pada

kecamatan-kecamatan tersebut, masyarakat-nya tidak banyak yang membuang air besar di septic tank atau

cubluk, namun di kebun, sungai dan danau kolo g ya g dijadika sebagai toilet terbuka .

Juga tidak membuang sampah dan air limbah pada tempat yang semestinya.

Dalam konteks diare, pembuangan akhir tinja di tolilet terbuka’ yang sembarangan

dapat mengotori tanah dimana tanah dapat menjadi media penyebaran bakteri yang terdapat

pada kotoran, mengotori air yang juga dapat menyebarkan bakteri terlebih air banyak digunakan

dalam kehidupan manusia. Selain itu kotoran juga dapat dijangkau oleh kecoa, lalat dan binatang

lainnya yang juga dapat menyebarkan bakteri. Bakteri yang menyebar dan masuk ke tubuh

manusia akan memberikan dampak diare. Dari sisi lain, masyarakat menjadikan kepraktisan

da or a u u ba yak orang melakukannya sebagai alasan utama untuk menyalurkan kotorannya ke toilet terbuka tersebut. Tidak heran, kebun-kebun, sungai da kolo g di

Kabupaten Bangka bisa disebut sebagai jamban raksasa. Ketika hujan tiba, kotoran yang ada di

tanah terbawa air hujan masuk ke dalam sumur atau sumber air lainnya. Air yang sudah

terkontaminasi inilah yang memudahkan terjadinya diare.

Dalam konteks Malaria dan DBD, kedua penyakit ini merupakan penyakit endemik di

Kabupaten Bangka, bahkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua penyakit ini ditularkan

oleh nyamuk Anopheles pada malaria dan Aedes aegypti pada demam berdarah. Sebagai vektor

penular, nyamuk mempunyai peran yang sangat penting terhadap terjadinya epidemik

penyakit-penyakit ini. Proses registrasi data yang sekaligus juga proses studi epidemiologi lingkungan

memperlihatkan kejadian penyakit malaria dan DBD pada masyarakat Bangka merupakan

resultance dan hubungan timbal balik antara masyarakat itu sendiri dengan lingkungan.

Perubahan atau kerusakan lingkungan membawa pengaruh terhadap nyamuk sebagai vektor

penyebar penyakit. Semakin besar dukungan lingkungan terhadap kehidupan nyamuk, semakin

kuat penyebaran penyakit. Pada gilirannya, sebagai unsur yang terlibat langsung dalam

hubungan timbal balik tersebut, apapun yang terjadi sebagai dampak dari proses interaksi

berupa perubahan lingkungan akan menimpa dan dirasakan masyarakat.

Eratnya hubungan antara penyehatan lingkungan dengan insiden malaria disinyalir

terkait de ga perilaku sebagia asyarakat ya g e ggu aka toliet terbuka sebagai

tempat pembuangan akhir tinja. Perilaku BABS ini, terutama yang dilakukan di kebun, sungai dan

rawa-rawa.

Dalam hubungan dengan ekosistem lingkungan Kabupaten Bangka, pada kasus-kasus

(6)

6

harmonis dan mengikuti keseimbangan alam. Nyamuk hutan atau gunung, misalnya mereka

sebelumnya cukup memenuhi kebutuhan darahnya untuk keperluan pertumbuhan telurnya dari

tubuh binatang yang ada dihutan. Tanpa harus mengejar manusia, manusiapun relatif terhindar

dari gigitan nyamuk. Namun seiring dengan rusaknya lingkungan ekosistem hutan dan pantai

akibat praktek logging maupun mining, kehidupan dan keseimbangan alami tempat hidup

mereka pun terganggu. Nyamuk pun menulari sumber dan lokasi kehidupan baru. Masyarakat

yang buang air besar di kebun, sungai dan rawa harus menerima gigitan nyamuk dan pulang

membawa parasit di dalam darahnya. Demikian pula masyarakat yang bermukim disekitar hutan

menjadi sasaran terdekat nyamuk-nyamuk hutan yang mencari sumber kehidupan mereka.

Dari aspek lain, ketiga je is toilet terbuka tersebut, merupakan habitat pendukung

penularan malaria yang cukup dominan karena merupakan tempat yang multi fungsi bagi

kepentingan rumah tangga. Disamping menjalankan fungsi utamanya, kebun dan sungai, juga

berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah dan sarana pembuangan air limbah rumah

tangga. Menurut berbagai penelitian, tempat pembuangan sampah dan pembuangan air limbah

merupakan salah satu mata rantai penularan malaria. Tempat pembuangan sampah menjadi

mata rantai penularan karena dapat menjadi sarang nyamuk. Sementara tempat pembuangan

air limbah di kebun, sungai atau hutan dapat menimbulkan genangan air limbah. Kedua tempat

ini menjadi tempat perkembangan nyamuk Anopheles sebagai vektor penyakit malaria yang

berada disekitar permukiman penduduk.

Berbeda dengan malaria yang disebabkan nyamuk anopheles, vektor penyakit DBD yang

penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini

yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD di Kabupaten Bangka adalah Aedes aegypti.

Tempat yang disukai nyamuk Aedes aegypti sebagai tempat perindukan dan penyebarannya

adalah genangan air yang terdapat dalam wadah (kontainer) tempat penampungan air artifisial

seperti drum, bak mandi, gentong, ember, dan sebagainya; tempat penampungan air alamiah

misalnya lubang pohon, daun pisang, pelepah daun keladi, lubang batu; ataupun bukan tempat

penampungan air misalnya vas bunga, ban bekas, botol bekas dan sebagainya.

Melihat tempat favorit nyamuk Aedes aegypti tersebut, sangat wajar jika kemudian hasil

analisis statistik korelasi menunjukkan terdapat hubungan negatif yang erat antara akses

penyehatan lingkungan dengan insiden DBD di Kabupaten Bangka. Semakin rendah akses

penyehatan lingkungan, semakin tinggi insiden penyakit DBD yang menyerang disuatu

kecamatan. Perilaku sebagian masyarakat yang masih mempertahankan kebiasaan buang air

besar-nya di kebun, tentu menjadi faktor utama penyebabnya. Proses registrasi data yang

(7)

7

kebun atau pekarangan halaman belakang rumah masyarakat yang menjadi tempat BAB, juga

menjadi tempat pembuangan sampah. Akibatnya limbah dan sampah keluarga tersebut,

terutama yang dapat berfungsi sebagai tempat penampungan air, seperti botol dan kaleng

bekas, banyak berserakan. Tempat-tempat seperti inilah, disamping tempat penampungan air

alamiah seperti lubang pohon, daun dan pelepah pisang, yang menjadi tempat perindukan dan

penyebaran nyamuk Aedes aegypti.

Penyebab malaria dan DBD lainnya yang juga sangat berperan adalah minimnya

kesadaran PHBS masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat seringkali tidak melihat

adanya keterkaitan yang kuat antara BAB“ di toilet terbuka de ga sera ga alaria da DBD.

Fenomena ini ditunjukkan dari pemahaman masyarakat terhadap penyebab malaria dan DBD.

Masyarakat lebih melihat penyebab kejadian diare bukan karena sanitasi lingkungan yang buruk,

namun karena mobilitas nyamuk yang sangat tinggi, terbang dari suatu tempat ke tempat

pemukiman penderita. Pemahaman ini menjadi point penting, mengapa masyarakat cenderung

kura g e perhatika persoala toilet terbuka , te pat pe bua ga sa pah da te pat

pembuangan air limbah. Ketika masyarakat menganggap kedua penyakit yang cukup mematikan

ini tidak disebabkan oleh faktor sanitasi lingkungan, maka upaya pencegahan menjadi sangat

rumit dan bisa salah kaprah. Kerentanan terhadap malaria dan DBD juga semakin tinggi terjadi

pada kelompok masyarakat miskin. Wajar, jika insiden penyakit ini masih sering terjadi di

Kabupaten Bangka, meskipun dengan intensitas yang terus mengalami penurunan. Insiden

penyakit malaria per 1000 penduduk menurun dari 63,79 di tahun 2006 menjadi 9,48 di tahun

2008. Sedangkan insiden penyakit demam berdarah per 100.000 penduduk menurun dari 8 di

tahun 2006 menjadi 4,13 di tahun 2008.

Sangat jelas, terang benderang, dan statistcally, bahwa memang terdapat korelasi yang

Gambar

Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum dari sembilan jenis penyakit terbanyak

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini juga berarti bahwa tingkat LDR yang tinggi menunjukan bahwa penawaran uang yang dilakukan oleh bank cukup tinggi, sehingga semakin tinggi rasio tersebut mengindikasikan

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Aplikasi Modem GSM Wavecom pada Rancang

Kiai hikmah (ahli hikmah) di Banten umumnya lebih banyak menggunakan doa-doa, wiridan atau bacaan- bacaan tertentu yang di ambil dari al Quran, kitab-kitab hikmah atau dari bacaan

Dalam menganalisa data digunakan metode deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data biaya produksi (biaya bahan baku langsung,

the one shot case study terdiri dua tahap yaitu penelitian terhadap panelis dan dilanjutkan terhadap pasien. Subjek penelitian ini adalah pasien rawat inap kelas III

aramada bus. Pada halaman ini Penumpang dapat memeilih nomor kursi yang ingin dipesan. 5) Setelah itu, Penumpang akan menerima file Bukti Pemesanan dalam bentuk Softcopy. 6) Bukti

Telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar yang memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 22,40 mgKOH/g atau 11,20% dan kadar air sebesar 0,7%

Berdasarkan data yang diperoleh, responden menggigil dikarenakan terlalu lama terpapar suhu kamar operasi yang rendah yaitu 20 0 C, walaupun pada penelitian ini